laporan skenario c kelompok 6 blok 27

64
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 27 Disusun Oleh: KELOMPOK 6 1. Bima Ryanda Putra 04121401001 2. George Frazteo 04121401010 3. Tia Okidita 04121401015 4. Dico Fatejarum 04121401018 5. Evita Yolanda 04121401021 6. Dita Nurfitri Zahir 04121401047 7. Achmad Randi R. 04121401051 8. Yesi Eka Molita 04121401055 9. M. Fakhri Altyan 04121401082 10. Risfandi Ahmad T. 04121401090 11. Ima Desliana 04121401091 12. Rika Dayanti 04121401100 13. Norfaridzuan bin Abdul N. 04121401102 1

Upload: rafenia-nayani

Post on 07-Dec-2015

274 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Kegawat daruratan pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 27

Disusun Oleh: KELOMPOK 6

1. Bima Ryanda Putra 04121401001

2. George Frazteo 04121401010

3. Tia Okidita 04121401015

4. Dico Fatejarum 04121401018

5. Evita Yolanda 04121401021

6. Dita Nurfitri Zahir 04121401047

7. Achmad Randi R. 04121401051

8. Yesi Eka Molita 04121401055

9. M. Fakhri Altyan 04121401082

10. Risfandi Ahmad T. 04121401090

11. Ima Desliana 04121401091

12. Rika Dayanti 04121401100

13. Norfaridzuan bin Abdul N. 04121401102

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015

1

Page 2: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………….………………………… 3

KEGIATAN TUTORIAL..……………………………….……. 4

1. SKENARIO ………………………………............................. 5

2. KLARIFIKASI ISTILAH ……….………………………….. 5

3. IDENTIFIKASI MASALAH……….……………………….. 5

4. ANALISIS MASALAH ..…………………………………… 6

5. TEMPLATE………………………………………………….. 15

6. HIPOTESIS ………………………………………………….. 25

7. SINTESIS ……………...………………………………..…… 25

8. KERANGKA KONSEP ………………….……………..…… 44

9. KESIMPULAN ……………………………………………… 45

10. DAFTAR PUSTAKA ……..……………………………….. 46

2

Page 3: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas kompetensi kelompok “Laporan Tutorial Skenario C Blok 27”. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada:

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,2. dr. Anita Masidin, Sp.OK selaku tutor kelompok 6,3. teman-teman sejawat FK Unsri,4. semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 30 September 2015

Kelompok 6

3

Page 4: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Anita Masidin, Sp.KO.

Moderator : Bima Ryanda Putra

Sekretaris Meja : Evita Yolanda dan Tia Okidita

Pelaksanaan : 28 dan 30 September 2015

13.00 – 15.00 WIB

Peraturan selama tutorial :

1. Angkat tangan sebelum berbicara. Lalu berbicara setelah dipersilakan.2. Dilarang makan dan minum.3. Penggunaan gadget tidak diperbolehkan selama diskusi tutorial.

4

Page 5: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

1. SKENARIO

Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek. Pemeriksaan fisik:

Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan Awi 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37,6°C di axilla.

Paru: RR 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-).

Jantung: tidak ada kelainan. HR: 145x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.

Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.

2. KLARIFIKASI ISTILAH

2.1 Bibir tampak biru : (oral sianosis)diskolorisasi kebiruan dari kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi yang berlebihan dalam darah yang terlihat pada bibir.

2.2 Suara mengorok : Snoring; suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut karena tertutup oleh lidah atau akibat kegagalan otot-otot dilator saluran pernafasan.

2.3 Nafas cuping hidung : keadaan dimana cuping hidung ikut bergerak saat bernafas.2.4 Ronkhi : bunyi gaduh dalam yang terdengar selama ekspirasi yang disebabkan oleh

gerakan udara melewati jalan nafas yang menyempit akibat obstruksi jalan nafas.2.5 Retraksi : usaha yang dilakukan otot-otot dinding dada untuk meningkatkan ventilasi.2.6 Vesikuler : suara nafas normal yang terdengar melalui ausklutasi 2.7 Capillary refill time : tes yg dilakukan cepat pada dasar kuku untuk memonitor

dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi).

3. IDENTIFIKASI MASALAH

3.1 Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas.

3.2 Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.3.3 Pemeriksaan fisik: Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa,

anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan Awi 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37,6°C di axilla.

3.4 Paru: RR 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-).

3.5 Jantung: tidak ada kelainan. HR: 145x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.3.6 Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.

5

Page 6: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

4. ANALISIS MASALAH4.1 Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami

kesulitan bernafas.4.1.1 Apa etiologi kesulitan bernafas pada kasus ini?Kesulitan bernafas bisa disebabkan oleh :- Kelainan pada jalan nafas

- Kelainan pada jantung

- Kelainan pada paru-paru

- Kelainan lain seperti neuromuscular, psikogenik, metabolic, medikasi, nyeri yang parah

Pada kasus ini kesulitan bernapas disebabkan oleh obstruksi jalan napas akibat croup. Infeksi virus pada croup dimulai dari nasofarings dan menyebar ke epitel respiratorius larings dan trakea. Inflamasi difus, eritema, dan udem berkembang di larings dan dinding trakea, sehingga gerakan pita suara terganggu. Daerah subglotis merupakan bagian yang paling sempit pada saluran nafas anak. Area subglotis ini dikelilingi oleh kartilago, dan setiap pembengkakan di daerah tersebut akan berpengaruh terhadap jalan nafas dan menyebabkan pengurangan aliran udara secara bermakna.

Dengan berlanjutnya penyakit, lumen trakea menjadi tersumbat oleh sekret yang semula encer lalu kental, dan menjadi krusta, sehingga penderita menjadi lebih sulit bernafas.

4.1.2 Bagaimana mekanisme kesulitan bernafas pada kasus?Kesulitan bernapas lebih banyak terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Hal ini dikarenakan anak memiliki saluran pernapasan yang lebih kecil, kebutuhan oksigen untuk metabolisme lebih tinggi, respiratory reserve (cadangan udara paru) sedikit, dan mekanisme kompensasi yang tidak adekuat. Pada kasus, penyebab kesulitan bernapas adalah croup. Mekanisme :infeksi virus di nasofaring sekret mucus dan reaksi inflamasi yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan napas kesulitan bernafas.

4.1.3 Apa jenis-jenis kesulitan bernafas? Respiratory distress, respiratory failure, dan respiratory arrest merupakan masalah pernapasan yang berkelanjutan yang menyebabkan hipoksia pada anak. Klasifikasinya, yaitu:

a. Respiratory Distress: ditandai dengan respon anak terhadap pertukaran udara yang tidak adekuat di paru-paru yang dihasilkan oleh setiap kondisi yang menyebabkan ancaman pada oksigenasi dan ventilasi.

6

Page 7: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Tanda respiratory distress: Respiratory rate meningkat, peningkatan usaha untuk bernafas, retraksi supraclavicular, suprasternal, intercostal, atau subcostal, menggunakan otot bantu pernapasan (otot aksesorius) termasuk diantaranya adalah nafas cuping hidung, dan pernapasannya mungkin akan menghasilkan suara yang berisik (grunting, wheezing, stridor).Obstruksi jalan nafas akan berlangsung lebih cepat pada anak-anak karena ukuran saluran pernapasan mereka yang lebih kecil dan elastisitas relatif dari jaringan pendukung. Ketika seorang anak dengan respiratory distress dan peningkatan kerja pernapasan berkembang / penampilannya menjadi berubah (lebih tenang/kurang gelisah/mengantuk) dan respiratory rate nya menjadi normal atau melambat, perlu dipertimbangkan bahwa pasien mulai mengalami respiratory failure. Perubahan ini disebabkan oleh hipoksia dan atau hiperkarbia.

b. Respiratory failure : terjadi ketika anak tidak lagi mampu melakukan kompensasi secara cukup sehingga proses oksigenasi dan ventilasi menjadi tidak adekuat dan anak jatuh dalam keadaan hipoksia. Respiratory failure terjadi ketika dinding dada anak kelelahan setelah periode peningkatan pernapasan yang lama. Tanda respiratory failure: penampilan yang abnormal (awalnya agitasi, lesu dan penurunan tingkat kesadaran, pucat dan sianosis sebagai tanda progresifitas gagal nafas) RR dan usaha nafas awalnya meningkat, namun akan menurun ketika kondisi anak semakin bertambah berat. Sering dikaitkan dengan tanda yang jelas berupa bradikardi.Suatu gambaran yang abnormal (agitasi yang berat atau letargi) atau sianosis pada anak dengan peningkatan usaha nafas dapat mengindikasikan kemungkinan gagal nafas.

c. Respiratory arrest: terjadi ketika tidak ada lagi pernapasan yang efektif pada anak. Respiratory arrest merupakan penyebab yang paling sering dari cardiac arrest.

Kesimpulan : pada kasus ini Awi masih dalam keadaan Respiratory Distress yang karena kondisi anak masih gelisah, RR masih meningkat, dan tanda-tanda respiratory distress lainnya, yang kemungkinan sedang masuk ke tahap respiratory failure karena adanya tanda sianosis.

Perbedaan tatalaksana pada kasus distress nafas dan gagal nafas:

Distress Nafas Gagal Nafas

Posisi yang nyaman Suplemen oksigen/ suction

sesuai kebutuhan Terapi spesifik sesuai

kumungkinan etiologi Pemeriksaan laboratorium dan

radiografi sesuai indikasi

Posisikan kepala dan buka jalan napas

Berikan oksigen 100 % Bag mask ventilation sesuai

kebutuhan Lakukan pengeluaran benda

asing jika diperlukan Advance airway sesuai

kebutuhan Pemeriksaan laboraturim dan

radiografi sesuai indikasi

4.1.4 Termasuk jenis kesulitan bernafas apa pada kasus ini?7

Page 8: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Jenis kesulitan bernapas pada kasus adalah distress pernapasan.

4.2 Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.4.2.1 Apa etiologi dan mekanisme panas tidak tinggi?Demam tidak tinggi bisa disebabkan oleh:

a. Infeksi bakteri : difterib. Infeksi virus : croup (parainfluenza, H.influenzae)

Mekanisme:

Virus masuk ke jaringan di rongga hidung kemudian virus melekat sel-sel pada rongga hidung akan mengeluarkan makrofag yang bersifat sebagai antigen precenting cell kemudian dipresentasikan ke sell T-helper, T–helper terdiri dari 2 yaitu T-helper 1 dan 2 ,T-helper 2 akan melepas IL-2,4,5,6,10 kemudian dengan pengaktifan IL-2 merangsang sel B untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE, IgE diikat oleh mastosit dan basofil yang ada dalam sirkulasi. IgE yang sudah terikat akan merangsang mediator inflamasi lain seperti histamine, eosinofil kemotactic factor A, tripase dan kinin kemudian mediator tsb merangsang sel mukosa untuk menghasilkan mucus bertujuan untuk mengahambat invasi (masuknya virus lebih dalam ke sal.pernafasan bagian bawah) dan mengeluarkan virus dari tubuh terjadilah pilek. Apabila virus tidak bisa dikeluarkan dan lolos masuk ke dalam laring. Didalam laring terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet, dimana reseptor batuk menempel disana, virus yang menempel di jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet akan merangsang reseptor batuk kemudian reseptor batuk akan merangsang serabut saraf afferent selanjutnya mengirim stimulus ke pusat batuk (dorsal medulla oblongata) kemudian merangsang serabut saraf motorik dan menghasilkan reflex batuk.

Kemudian virus mengeluarkan eksogen yang masuk kedalam tubuh. Dari dalam tubuh akan mengahasilkan makrofag yang menghasilkan pirogen endogen tujuannya adalah untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan eksogen yang masuk kedalam tubuh pada saat fagositosis IL – 1 dihasilkan kemudian memicu hypothalamus untuk mengeluarkan fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi as.arakidonat yang

8

batuk pilek

Rangsang refleks batuk di trakea

Produksi IL-6 dan IFN (sitokin pro-inflamasi)

Reaksi inflamasi

Infeksi (virus) di saluran nafas atas

Set point di hipotalamusbatu

k

Produksi mucus oleh epitel

bersiliaInflamasi, eritema, edema,

spasme pada nasofaring dan laryngotrakea

Suhu tubuh

Page 9: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

memicu keluarnya prostaglandin, prostaglandin akan memicu kenaikan suhu (demam tidak tinggi). Demam bertujuan agar mikroorgsanisme yang masuk tdak beriplikasi. Demam tidak terlalu tinggi diartikan sebagai demam subfebris dengan suhu 37,5 – 38,5 oc . Hipertermia >400c, hipotermia < 36,50c, normotermia 36,5 – 37,50c, febris 38,5 – 400C.

4.2.2 Bagaimana mekanisme batuk pilek?Batuk :Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi.Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal.Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi.Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai 300cmH20.Fase ini disebut fase kompresi.

Pilek :Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE.Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh

9

Page 10: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

histamin.Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mukus.Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek

4.2.3 Apa makna klinis adanya panas tidak tinggi dan batuk pilek 2 hari sebelumnya?

Kesulitan bernapas yang di alami oleh Awi merupakan manifestasi klinis berat dari penyakit croup (laringotrakeobronkitis). Panas tidak tinggi dan batuk pileh merupakan gejala awal dari penyakit croup. Penyakit croup paling banyak disebabkan oleh virus, dan di tandai dengan demam yang tidak tinggi. Batuk dan pilek merupakan kelanjutan dari infeksi virus ke mukosa saluran penapasan dan menyebabkan peningkatan sekresi mukus dan terjadi proses batuk guna mengeluarkan sekresi mukus yang berlebihan. Gejala penyakit croup berjalan bertahap, di awali dengan batuk pilek dan demam tidak tinggi dan kemudian berkembang menjadi kesulitan bernafas.

4.3 Pemeriksaan fisik: Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan Awi 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37,6°C di axilla. Paru: RR 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-). Jantung: tidak ada kelainan. HR: 145x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.4.3.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?

kasus Nilai normal interpretasi

Kesadaran Anak sadar, agitasi, sewaktu hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya

anak tampak gelisah atau tidak nyaman, agitasi adalah salah satu tanda terjadinya hipoksia

Wajah Bibir dan muka tidak sianosis, tidak pucat

Bibir dan muka tidak sianosis, tidak pucat

Normal

Pernapasan Napas terlihat cepat dengan peningkatan usaha napas dan terdengar mengorok setiap kali anak menarik napas

Tidak ada stridor dan napas regular tanpa peningkatan usaha napas

peningkatan usaha nafas dan stridor inspirasi.

10

Page 11: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Respiratory rate

45 x/menit 24-40 x/menit Takipneu

Nafas cuping hidung

(+) (-) Kompensasi tubuh

Gerakan dinding dada kiri dan kanan

simetris Simetris Normal

Retraksi supra sterna dan sela iga

(+) (-) Kompensasi tubuh

auskulatasi Ventrikuler, ronkhi (-) Ventrikuler, ronkhi (-)

Normal

Jantung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal

HR 135 x/menit 90-150 x/menit Normal

Nadi Brachialis dan radialis kuat

Brachialis dan radialis kuat

Normal

Kulit Berwarna merah muda, hangat

Berwarna merah muda, hangat

Normal (menunjukkan tidak terjadi gangguan sirkulasi)

Capillary refill time

<2 detik < 2 detik Normal

BB 12 kg Normal, berada di antara 2 – (-2) SD.TB 86 cm

Suhu 37,9 derajat celcius 36,5-37,2 derajat celcius

Subfebris(tanda infeksi virus)

Agitasi, sewaktu anak hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya. Interpretasi : anak tampak gelisah atau tidak nyaman, agitasi adalah salah satu tanda terjadinya hipoksia, menangis kuat menunjukkan anak tidak dalam keadaan yang lemah (kemungkinan merasa sakit, takut, atau hanya ingin menangis), sedangkan menangis lemah menunjukkan anak sakit berat. Ini juga merupakan refleks anak yang sedang sakit (rewel).

Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Interpretasi : peningkatan usaha nafas dan stridor inspirasi.Mekanisme : infeksi → inflamasi → edema pada dinding saluran pernafasan → obstruksi → peningkatan kecepatan dan turbulensi udara yang lewat → stridor inspirasi.

11

Page 12: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

infeksi virus memicu terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas, sehingga meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor

Respiratory rate : 45 kali/menit. Nilai normal anak usia 2 tahun : 24-40 kali/menit.Interpretasi : terjadi peningkatan respiratory rate, ini merupakan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Nafas cuping hidung(+):adanya alat bantu nafas , mekanismenya agar dalam kasus terjadi obstruksi parsial laring akibat inflamasi, edema, eritem akhirnya sulit bernafas O2 kurang didalam tubuh penderita sehingga kompensasinya tubuh akan menghirup O2 lebih banyak dengan cara mempergunakan alat bantu nafas dengan cara mengembang kempiskan cuping hidung.

retraksi suprasternal dan sela iga (+).Interpretasi Retraksi suprasternal dan intercostals abnormal.Mekanisme: pada kasus ini, terjadi obstruksi saluran nafas akibat inflamasi yang menyebabkan edema pada laring, sehingga setelah terjadi obstruksi jalan nafas mengakibatan terjadi hypoxia. Tubuh berusaha mengkompensasi keadaan ini dengan melibatkan otot-otot tambahan pernafasan sehingga terjadi lah retraksi suprasternal dan intercostals.

Temperature : 37,9 axila.Nilai Normal : 36-37o C (axila)Interpretasi : Terjadi peningkatan suhu tubuhMekanisme : virus yang masuk ke dalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen . Dari dalam tubuh akan mengahasilkan makrofag yang menghasilkan pirogen endogen tujuannya adalah untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan eksogen yang masuk kedalam tubuh, pada saat fagositosis IL – 1 dihasilkan kemudian memicu hypothalamus untuk mengeluarkan fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi as.arakidonat yang memicu keluarnya prostaglandin, prostaglandin akan memicu kenaikan suhu (demam tidak tinggi)

4.3.2 Bagaimana status gizi Awi?Berdasarkan WHO growth chart,

Secara keseluruhan berdasarkan kurva pertumbuhan WHO, status nutrisi Awi baik

Length for age: normal

12

Page 13: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Weight for age: normal

Weight for length: normal

13

Page 14: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

4.3.3 Apa makna klinis bibir tampak biru namun kulit merah muda?Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan

paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah. Terjadi peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Penurunan saturasi oksigen arterial terjadi akibat pengurangan yang nyata pada tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi dengan adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi tanpa hiperventilasi alveoler kompensatif yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen alveoler. Kondisi ini juga akan menyebabkan timbulnya kompensasi untuk peningkatan usaha bernapas.

Mekanisme :infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang bersifat

diffuse (menyebar ke epitel laring dan trakea) inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan napas saturasi oksigen menurun penurunan perfusi oksigen ke selaput lendir (penerima darah dalam jumlah besar) sianosis bibir.

14

Page 15: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

5. TEMPLATE5.1 Pendekatan Diagnosis

Initial Triage:- Kita harus mendapatkan sejarah singkat mengenai kondisi medis sekarang dan dahulu

pasien/ riwayat kelahiran (rawat inap, intubasi/ventilasi mekanik) dan kontak dengan orang sakit.

- Periksa status imunisasi: Haemophilus influenza tipe B (HiB), pneumokokkus, tetanus. Penting ketika mempertimbangkan epiglottitis atau bacterial croup.

- Kita harus mendapatkan semua riwayat pasien yang bersangkutan, termasuk dan onset dan durasi gejala termasuk gejala prodromal dari croup (rhinorrhea, sakit tenggorokan, demam ringan dan batuk) dan penetuan adanya obstruksi pada saluran nafas atas. (suara serak (hoarseness), batuk yang mengaung (barking cough), stridor yang terdengar) dan keterlibatan subglottic (aphonia)

- Menanyakan adanya riwayat penyakit jantung kongenital atau didapat, stenosis subglottic kongenital atau yang didapat, tracheomalacia, tracheal webs, penyempitan choanal atau atresia, micrognathia, macroglossia

- Lihat pengobatan antipiretik terakhir yang diberikan (waktu pemberian dan dosis)

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam

15

Page 16: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17. Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score setiap 30-90 menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.

Pada kasus ini, Croup score pasien adalah 14, sehingga pasien termasuk dalam severe croup.

Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada indrawing.

Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan. Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah sangat jarang (<1%).

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk

Ciri Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini

0 1 2 3 4 5

16

Page 17: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Retraksi Dinding dada

Tidak ada Ringan Moderat Parah

Stridor Tidak adaDengan agitasi

Diam

Sianosis Tidak adaDengan agitasi

Diam

Tingkat kesadaran Normal Bingung

Udara masuk Normal Penurunan Menurun

tajam

Pemeriksaan laboratorium dan radiologi: Pemeriksaan diagnostik hanya dindikasikan apabila pemeriksaan klinis masih

diragukan. Diagnosa croup dapat ditegakkan hanya dengan diagnosis klinis dan biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan diagnostik.Beberapa pilihan pemeriksaan diagnostic tersebut, diantaranya:1. Complete Blood Count (CBC) Dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi super bacterial 2. Arterial Blood Gas

Apabila suspek/impending gagal nafas.3. Chest radiograph

- Dilakukan pada kasus yang atipikal- Kalsik “steeple sign” menunjukkan adanya penyempitan pada space subglottis. - patchy infiltrat akan terlihat pada laryngotracheal-bronkhitis atau pneumonitis.

4. Lateral neck soft tissue radiograph - Hanya dilakukan pada kasus atipikal - Epiglotitis: Klasik “thumb” sign menunjukkan adanya edema pada epiglottitis- Abses retropharyngeal : adanya pelebaran pada space prevertebral

5.2 Diagnosis Banding

a. Croup

- Biasanya Anak usia 2-4 tahun

- Biasanya penyebab virus

- Low grade fever 380C- 390C

- Batuk, stridor

- Onset perlahan

- Pernafasan memburuk pada malam hari

b. Epiglotitis

- Infeksi bakteri

17

Page 18: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

- Biasanya anak usia 4-6 tahun

- Demam tinggi 390C- 400C

- Kesulitan menelan

- Stridor saat istirahat

- Onset cepat

c. Bacterial tracheitis

- Infeksi bakteri

- Demam tinggi

- Snoring

- Batuk produktif

5.3 Diagnosis KerjaDistress pernafasan karena obstruksi saluran napas akibat infeksi croup berat.

5.4 EpidemiologiCroup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti indonesia angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas.Faktor Risiko:

1) Berat badan lahir rendah (BBLR)2) Faktor usia: anak berumur kurang dari 2 tahun lebih mudah terserang croup

dikarenakan imunisasi yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang relatif sempit.

3) Anak dengan defisiensi vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan balita dan mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan.

4) Faktor gizi: malnutrisi5) Faktor pendidikan ibu rendah6) Status sosioekonomi rendah7) Polusi udara

5.5 Etiologi dan Faktor RisikoCroup, Infeksi saluran nafas atas, di bawah vocal chord. Paling sering disebabkan oleh Parainfluenza virus 1, 2, dan 3 , penyebab lain Adenovirus, RSV, dan influenza virus.

Faktor Risiko:18

Page 19: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

1) Berat badan lahir rendah (BBLR)2) Faktor usia: anak berumur kurang dari 2 tahun lebih mudah terserang croup

dikarenakan imunisasi yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang relatif sempit.

3) Anak dengan defisiensi vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan balita dan mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan.

4) Faktor gizi: malnutrisi5) Faktor pendidikan ibu rendah6) Status sosioekonomi rendah7) Polusi udara

5.6 KomplikasiKomplikasi dapat terjadi pada 15% kasus croup. Komplikasi yang terjadi antara lain:

Respiratory failure Perluasan proses penyakit ke region traktus respiratorius yang lain seperti telinga

tengah, ujung bronkiolus, dan ke parenkim paru Pneumonia Tracheitis bacterial

5.7 Penatalaksanaan

Penilaian dengan PAT Primary survey ABC

FIRST IMPRESSION (PEDIATRIC ASSESSMENT TRIANGLE)

1) Appearance

Tone Is she moving around or resisting examination vigorously and spontaneously? Is there good muscle tone?

Interactivity How alert is she? How readily does a person, object, or sound distract her or draw her attention? Will she reach out, grasp and play with a toy or new object, like a penlight or tongue blade?

Consolability Can she be consoled or comforted by the caregiver or by the clinician?

19

T = TonusI = Interactiveness C = Consolability L = Look/GazeS = Speech/Cry

Suara nafas abnormal Posisi abnormal Retraksi Napas cuping hidung

Pucat Mottled Sianosis

Page 20: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Look/Gaze Can she fix her gaze on the clinician’s or caregiver’s face or is there a “nobody home,” glassy-eyed stare?

Speech/Cry Is her speech/cry strong and spontaneous? Or weak, muffled, or hoarse?

2) Breathing Pergerakan yang dapat dilihat pada abdomen atau dinding dada. Pada bayi dan

anak-anak, pergerakan terlihat di abdomen. Upaya bernapas yang meningkat atau menurun

Element ExplanationAbnormal airway sounds

Altered speech, stridor, wheezing or grunting

Abnormal positioning

Head bobbing, tripoding

Retractions Supraclavicular, intercostal or substernal retractions of the chest wall

Flaring Nasal flaring

3) Circulation Penilaian status sirkulasi dengan melihat warna kulit (sianosis atau normal)

Penilaian Penjelasan

Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood flow

Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis, due to vascular instability or cold

Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus membranes

Penilaian PAT

General Impression

Appearance Work of Breathing Circulation to the skin

Stable Normal Normal NormalRespiratory Distress

Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions

Normal

Respiratory Failure

abnormal abnormal Normal/ abnormal

20

Page 21: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Primary Survey1. Airway Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara? Stridor : indikasi sumbatan parsial. Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.

2. Breathing Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring, retractions, wheezing, grunting, stridor) Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk proses inflamasi dan epinefrin

adrenelin rasemik untuk mendinginkan mukosa sehingga terjadi vasokontriksi sehingga mengurangi edem.

3. Circulation Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung. Capillary refill time, pulse quality.

4. Disability Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain, Unresponsive) GCS Postur Pupil

Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi.

Penanganan mengoptimalkan dengan :

Meletakkan kepala secara “SNIFFING POSITION” (posisi menghirup): kepala anak digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin lift dan jaw thrust.

Membersihkan rongga mulut dan orofaring. Kepala dimiringkan ke kiri.

Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara mekanik yaitu oral airways yang dimasukkan secara langsung dan gentle dengan bantuan spatula lidah. Bisa juga Intubasi orotraceal untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.

Breathing Evaluasi pernafasan.

Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan alami dari cabang traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum matang untuk mencegah cedera.

Circulation Penanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan, penggantian darah, pengontrolan produksi urin, dan panas.

Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

21

Page 22: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis 0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

L-epinephrine 1:1000 sebanyak 0,5ml/kg, maksimal 5 ml; diberikan melalui nebulizerEfek terapi terjadi dalam dua jam

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi. Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan jantung seperti Tetralogy Fallot.

Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme antiinflamasi. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan plasebo.

Deksametason

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi Mengurangi rata-rata lama rawat inap Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.

Budesonid

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam.

Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada deksametason oral. Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida albicans.

22

CROUP

Diagnosis bandingAspirasi benda asingAbnormalitas kongenitalEpiglotitis

Obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa

SianosisPenurunan kesadaran

TIDAKInfeksi (virus,

bakteri)YA

O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang berpengalaman

Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anakpilek

Croup derajat ringanBatuk menggonggongTanpa retraksi dadaTanpa sianosisdemam

Croup derajat sedangStridor saat istirahatTerdapat retraksi dinding dada minimalMampu berinteraksi

Croup derajat beratStridor menetap saat istirahatTrakeal tug dan retraksi dinding dada terlihat jelasApatis dan gelisah

Pulsus paradoksusObstruksi saluran nafas atasEdukasi orang tua

Pertimbangkan kortikosteroid dosis tunggal (oral)Periksa kemampuan orang tua dan kemampuan dalam menyediakan transport

DIPULANGKANSulit bernafas

Kortikosteroid deksametason 0,15-0,30 mg/kg atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide 2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh

OBSERVASI > 4 JAM

Minimal handlingO2 4 lpm dan nebulisasi adrenalin dan kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)Intubasi

RAWAT RS

MembaikDipulangkan bila tidak ada stridor saat istirahatEdukasi orang tua pasien

TidakmembaikEvaluasiulangRawatHubungikonsulenEvaluasi diagnosis

Rawat/observasi di IGDUlangi pemberian kortikosteroid oral/12 jamEdukasi ortu pasienSediakan penjelasan tertulis untuk dokter umum yang akan follow up

Nebulisasi adrenalin (dosis sama) dan kortikosteroid sistemik (dosis sama)Persiapkan pelayanan untuk tindakan daruratPertimbangkan intubasiEvaluasi diagnosis

Sebagian

Perbaikan

Page 23: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Pediatric Assessment Triangle

PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara cepat untuk menentukan stabilitas fisiologis. Komponen yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of Breathing, Circulation.

1. Appearance

Element Yang dinilai

Tonus Otot Gerakan ekstremitasà bergerak spontan atau tidak, lemah atau tidak

Interaktivitas Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian untuk sekitarnya

Consolability Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi dan menangis

Look/gaze Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang, atau apakah tatapan matanya kosong

Speech/cry Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau serak?

2. Work of breathing

Element Yang dinilai

Suara jalan napas abnormal Altered speech, stridor, wheezing atau grunting

Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing

Retraksi Retraksi otot dinding dada, supraclavicular, intercostals atau substernal

Flaring Nasal flaring (nafas cuping hidung)

3. Circulation

Element Yang dinilai

Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood

Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis, due to vascular instability

Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus

23

General Impression Appearance Work ofBreathing

Circulation to the skin

Stable Normal Normal Normal

Respiratory Distress

Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions

Normal

Respiratory Failure abnormal abnormal Normal/ abnormal

Page 24: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

5.8 Pencegahan dan EdukasiCroup adalah penyakit menular. Hindari kontak dengan orang lain yang sedang pilek atau batuk.

Biasakan anak mencuci tangan mereka untuk mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi.

Berikan pengobatan yang tepat dengan gejala infeksi pernapasan. Beri anak minum yang cukup Hindari paparan iritasi pernapasan seperti asap.

5.9 Prognosis-Meskipun sebagian besar anak-anak dengan croup membaik setelah 48 jam, namun ada beberapa kasus yang membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhan. Penatalaksanaan di rumah sakit untuk pengebotan yang lebih intensif ditemukan pada beberapa kasus dengan jumlah yang sedikit. Hanya sekitar 1-2% akan menjadi cukup parah sehingga membutuhkan tabung pernapasan dengan ventilasi mekanis atau perawatan intensif pediatrik.-Prognosis :Ad vitam : Dubia at Bonam.Ad functionam : Dubia at Bonam.

5.10 KDU

3B. Gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

24

Page 25: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

6. HIPOTESIS

Awi, laki-laki, 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat et causa obstruksi saluran napas dan et causa croup.

7. SINTESIS7.1 TRIAS ASSESSMENT KEGAWATDARURATAN ANAK

FIRST IMPRESSION (PEDIATRIC ASSESSMENT TRIANGLE)

Appearance

Tone Is she moving around or resisting examination vigorously and spontaneously? Is there good muscle tone?

Interactivity How alert is she? How readily does a person, object, or sound distract her or draw her attention? Will she reach out, grasp and play with a toy or new object, like a penlight or tongue blade?

Consolability Can she be consoled or comforted by the caregiver or by the clinician?

Look/Gaze Can she fix her gaze on the clinician’s or caregiver’s face or is there a “nobody home,” glassy-eyed stare?

Speech/Cry Is her speech/cry strong and spontaneous? Or weak, muffled, or hoarse?

Breathing Pergerakan yang dapat dilihat pada abdomen atau dinding dada. Pada bayi dan

anak-anak, pergerakan terlihat di abdomen. Upaya bernapas yang meningkat atau menurun

Element ExplanationAbnormal airway Altered speech, stridor, wheezing or grunting

25

T = TonusI = Interactiveness C = Consolability L = Look/GazeS = Speech/Cry

Suara nafas abnormal Posisi abnormal Retraksi Napas cuping hidung

Pucat Mottled Sianosis

Page 26: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

soundsAbnormal positioning

Head bobbing, tripoding

Retractions Supraclavicular, intercostal or substernal retractions of the chest wall

Flaring Nasal flaring

Circulation Penilaian status sirkulasi dengan melihat warna kulit (sianosis atau normal)

Penilaian Penjelasan

Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood flow

Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis, due to vascular instability or cold

Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus membranes

Penilaian PAT

General Impression Appearance Work of Breathing Circulation to the skin

Stable Normal Normal NormalRespiratory Distress Normal Abnormal

Nasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions

Normal

Respiratory Failure abnormal abnormal Normal/ abnormal

Primary SurveyAirway

Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara? Stridor : indikasi sumbatan parsial. Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.

Breathing Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring, retractions, wheezing, grunting,

stridor) Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk proses inflamasi dan

epinefrin adrenelin rasemik untuk mendinginkan mukosa sehingga terjadi vasokontriksi sehingga mengurangi edem.Circulation

Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung. Capillary refill time, pulse quality.Disability

26

Page 27: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain, Unresponsive) GCS Postur Pupil

7.2 DISTRES PERNAPASANDistress pernapasan merupakan suatu keadaan sistem respirasi melakukan

kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi.

EtiologiPerubahan Fisiologis

Volume Tidal

Frekuensi Pernapasan

Temuan Lain

Hipoksemia, asidemia, demam, peningkatan metabolism

↑ Sedikit ↑ -

Penyakit restriktif ↓ ↑ Mendengkur, pernapasan paksa pada inspirasi

Penyakit obstruktif jalan nafas atas

Normal ↓ Inspirasi memanjang, pernapasan paksa pada inspirasi

Penyakit obstruktif jalan nafas bawah

Normal atau ↓

Bervariasi Ekspirasi memanjang, pernapasan paksa pada ekspirasi dan sering pada inspirasi

Penyakit neuromuscular

↓ ↑ Mungkin ada tanda kelemahan otot lain

Gangguan pengendalian

Normal atau ↓

↓ Tanpa tanda distress

Diagnosis

No Penilaian Distress Nafas Gagal Nafas Henti Nafas1 Status

mentalSadar, agitasi, melawan

Agitasi hebat atau kurang responsive

Tidak responsif

2 Tonus otot/ posisi tubuh

Normal, posisi tripod

Normal atau hipotonia

Atonia

3 Gerakan dada

Ada Ada Tidak ada

4 Upaya napas

Meningkat Sangat meningkat diselingi periode apnea

Tidak ada

27

Page 28: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

5 Warna kulit

Kemerahan atau pucat

Pucat, berbercak (mottled) atau sianosis

Sianosis

6 Tindakan Pendekatan segera, bekerja dengan tingkat sedang, bantu anak dalam posisi nyaman, beri O2 tanpa menyebabkan agitasi, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya.

Gerak cepat, buka saluran nafas, hisap lendir, berikan O2, segera berikan bantuan ventilasi tekanan positif bila pasien tidak membaik, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya

Segera buka saluran nafas, hisap lendir, berikan O2, segera berikan bantuan ventilasi tekanan positif, nilai ulang ada/kembalinya nafas spontan, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya

7.3 PERKEMBANGAN ANAK SECARA ANATOMI HINGGA USIA 2 TAHUN

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia

HidungKetika masuk rongga hidung udara disaring, dihangarkan, dan dilembabkan. Ketiga

proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorax bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang

28

Page 29: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

dieksresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh ranbum-rambut yang terdapat di hidung, dan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.Faring

Di bagian ini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.Larynx

Larynx terdiri dari cartilago, ligamen,otot – otot, dan pita suara. Cartilago thyroidea adalah yang terbesar yang dapat dirasakan di depan leher yang biasanya dikenal sebagai ‘jakun’. Letaknya tepat di atas cartilago cricoidea yang mana terhubung dengan cartilago thyroidea oleh sebuah jaringan ikat, membrane cricotyroidea.

Laring berfungsi sebagai fonasi dan sebagai organ pelindung. Dengan kata lain, fungsi laring adalah mengatur udara masuk ke dalam dan ke luar paru serta memproduksi suara, dan mempertahankan terbukanya jalur udara. Selama ekspirasi, pita suara bergetar untuk produksi suara tinggi dan rendah. Ketika suara tinggi glottis akan lebih tertutup dan berkontraksi sedangkan jika suara rendah glottis akan lebih terbuka dan berelaksasi. Jika terjadi hambatan pada area glottis dapat menyebabkan akibat yang fatal. Fungsi dari epiglottis ini adalah untuk mencegah makanan masuk ke laring.

Ukuran laring bayi sama pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi lebih kecil perbandingannya dengan ukuran tubuh daripada laring dewasa. Pada bayi, kerangka tulang rawang laring lebih lunak, dan ligamen yang menyangganya lebih longgar, membuat laring lebih mudah mengempis jika mendapat tekanan negatif di bagian dalam.

Ukuran bagian laring.Bagian laring Anak Pubertas Dewasa

Pria Wanita

Pita suara

Panjang Bag. Membran Bag. KartilagoGlotis

Lebar istirahat MaksimumInfraglotis

Sagital Transversal

6-8 mm

3-4 mm

3-4 mm

3 mm

6 mm

5-7 mm

5-7 mm

12-15 mm

7-8 mm

5-7 mm

5 mm

12 mm

15 mm

15 mm

17-23 mm

11,5-16 mm

5,5-7 mm

8 mm

19

25 mm

24 mm

12,5-17 mm

8-11,5 mm

4,5-5,5 mm

6 mm

13 mm

18 mm

17 mm

Jaringan epithel kurang padat, lebih banyak dan lebih bervaskuler pada bayi, yang cenderung mengakumulasi cairan jaringan. Hal ini merupakan faktor penting penyebab terjadinya obstruksi daerah infraglotik dan supraglotik akibat edem inflamasi pada anak kecil.

29

Page 30: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

TracheaTrachea adalah tabung yang panjangnya sekitar 13 cm dan diameternya 2,5 cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok – balok rawan hialin berbentuk huruf U yang mempertahankan trachea tetap terbuka. Trachea berasal dari leher di bawah cartilage cricoidea larynx setinggi corpus vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) dan membelah menjadi bronchus kanan dan kiriBeberapa struktur laring mempunyai perbedaan bentuk pada bayi. Epiglotis cendrung berbentuk huruf omega, maka akan cendrung lebih besar untuk menutup vestibulum bila terjadi edema. Tepi epiglotis yang berbentuk huruf omega kurang menopang plika ariepiglotik dibandingkan tepi epiglotis yang rata pada orang dewasa yang dapat membantumenahan plikaariepiglotik tersebut pada posisi lateral.

BronchusBronchus ada 2 yaitu bronchus kanan dan bronchus kiri. Bronchus principalis kanan lebih besar, lebih pendek, dan lebih vertical dibandingkan bronchus principalis kiri. Bronchus kanan panjangnya sekitar 2,5 cm. Sebelum masuk ke hillus paru – paru kanan, bronchus principalis mempercabangkan bronchus lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior. Bronchus principalis kiri lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis kanan dan panjangnya sekitar 5 cm. Ia berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan esophagus. Waktu masuk ke hillus paru – paru kiri, ia bercabang menjadi bronchus lobaris superior dan inferior.

30

Page 31: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Anatomi Pernapasan pada Anak : Pada anak-anak, kepala relative besar dengan leher pendek, hal ini menyebabkan leher mudah mengalami flexi dan menyebabkan obstruksi jalan napas Lidah relative besar dan mudah menutupi jalan napas. Tonsil dan adenoid lebih besar. Paru-paru anak belum matang, jika dibandingkan dewasa, luas penampang alveolus anak 10x lebih kecil dibanding dewasa. Pernapasan anak dominant menggunakan abdomen. Otot yang paling berperan adalah otot diafragma yang lebih mudah lelah. Dinding dada : dinding dada pada bayi dan anak masih lunak di sertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas. Oleh sebab itu diafragma memegang peranan terpenting dalam pernafasan Saluran pernapasan: pada anak yang berusia lebih muda diameter saluran nafasnya lebih kecil. Alveoli: jaringan elastik pada septum alveoli merupakan “elastic recoil” untuk mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah kolaps.dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘elsatic recoil’

Pada paru-paru, proses alveolisasi yang sudah terjadi masih terus berlangsung.

Jumlah alveoli bertambah dari sekitar 20-50 juta saat lahir menjadi sekitar 300 juta pada usia 8 tahun. Penambahan jumlah alveoli berbanding lurus dengan luas permukaan alveoli dari sekitar 2,8m2 pada saat lahir menjadi 32m2 pada umur 8 tahun. Saat dewasa, luas permukaan alveoli akan menjadi sekitar 75m2.

Ventilasi kolateral melalui pores of Kohn dan Lambert’s canal masih belum berkembang sempurna pada perkembangan awal anak. Hal ini menyebabkan atelektasis cenderung lebih sering ditemukan pada anak dibanding pada orang dewasa.

31

Page 32: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Perkembangan ventilasi kolateral pada anak

Dinding dada pada anak dan dewasa memiliki perbedaan struktur yang nyata. Pada anak, tulang-tulang costae memiliki orientasi yang horizonal, sementara pada dewasa, orientasi tulang costae-nya cenderung melenceng kearah bawah. Selain itu pada anak masih terjadi proses osifikasi dan kalsifikasi tulang-tulang dinding dada dan perkembangan dari otot-otot pernafasan. Dinding dada anak yang belum sempurna terutama pada bayi berimplikasi pada compliance yang berlebihan pada dinding dada anak, sehingga kerja pernafasan anak lebih berat dibanding dewasa pada volume tidal yang sama. Selain itu pada distress pernafasan, sebagian energi yang dihasilkan dari kontraksi diafragmatik terbuang percuma secara signifikan melalui distorsi kerangka iga.

Perbandingan dinding dada anak dan dewasa

Saluran nafas atas pada anak memiliki perbedaan struktur anatomi seperti yang digambarkan. Posisi laring pada anak terletak sejajar dengan sela vertebrae C3-4, lebih tinggi dibanding laring dewasa yang terletak sejajar dengan sela vertebrae C4-5. Perbandingan ukuran lidah terhadap rongga mulut anak lebih besar dibanding pada dewasa. Bagian saluran nafas atas tersempit pada anak terletak pada cincin cricoid dibandingkan dengan dewasa.

32

Page 33: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Jalan nafas Jalan nafas bayi dan anak

sangat berbeda dengan dewasa. Perbedaan paling dramatis terlihat pada waktu bayi dan mungkin berkurang dimasa anak seiring dengan  pertumbuhan dan perkembangannya. Jalan nafas anak usia 8 tahun secara karakteristik sudah menyerupai dewasa. Perbedaan paling mencolok adalah dalam hal ukuran diameter karena saluran nafas anak jelas lebih kecil. Selain lebih sempit,  jalan nafas mulai dari rongga hidung mudah sekali tersumbat oleh sekret, edema, darah, bahkan tertutup oleh sungkup (face-mask) yang menyebabkan peninggian usaha nafas (work of breathing).

Mengikuti hukum Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan nafas berbanding lurus dengan peningkatan 4 kali aliran udara. Peningkatan panjang jalan nafas, viskositas udara ataupun pengurangan diameter jalan nafas akan mereduksi aliran udara laminar. Perubahan ukuran diameter jalan nafas paling berpengaruh sehingga adanya edema jaringan saja akan menyebabkan pengurangan secara nyata kaliber jalan nafas. Jalan nafas anak berbentuk terowongan seperti corong dengan ujung yang menyempit/funnel-shape, berbeda dengan dewasa yang berbentuk silinder. Bagian  paling sempit pada jalan nafas bayi dan anak terletak pada area dibawah level pita suara dan tulang rawan krikoid, sedangkan pada dewasa setentang pita suara. Konfigurasi anatomis inilah yang menjadi dasar penggunaan tube trakeal tanpa balon  pengembang (uncuffed tracheal tube) cukup efektif pada bayi dan anak. Jalan nafas subglotis bayi dan anak tersusun atas jaringan ikat longgar (loose connective tissue) yang dapat dengan mudah mengalamii ekstensi akibat inflamasi dan edema (terutama  pada infeksi virus laringotrakeobronkitis/ penyakit croup), yang secara dramatis akan mereduksi kaliber jalan nafas. Hal yang sama juga dapat terjadi jika ukuran pipa endotrakeal (ETT) terlalu besar atau inflamasi berlebihan dari balon pengembang atau cuff .

Otot pernafasan Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena

pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga menyebabkan posisi tulang iga cederung lebih mendatar dan otot-otot sela iga kurang mengembang sehingga membatasi pergerkan torakal. Diafragma merupakan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah terjadi kegagalan otot pernafasan paling penting pada masa  bayi dan anak, sehingga mudah terjadi kegagalan pernafasan apabila fungsi diafragma terganggu oleh berbagai sebab diantaranya proses pembedahan,distensi abdomen, atau hiperinflasi paru.

33

Page 34: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Parenkim paru Jaringan ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antara alveoli

memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan nafas berdasarkan rekoil elastisitasnya. Pada hari  pertama kehiduan, alveoli gampang sekali menjadi kolaps. Dengan bertambahnya usia, jaringan ikat yang menjadi sekat antar alveoli ini akan bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas menjadi penyebab utama defisiensi surfaktan yang menyebabkan kurangnya kemampuan alveoli untuk mengembang/ inflasi dan tidak dapat mempertahankan agar alveoli tidak mengempis. Konsekuensinya akan terjadi  penurunan elastisitas rekoilnya, paru menjadi kolaps dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia 3 tahun sehingga bayi dan anak cenderung mudah mengalami hipoksemia dan hiperkapnia akibat obstruksi jalan nafas.

FISIOLOGI RESPIRASI PADA ANAKPernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2

(oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu : 1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru. 2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar. 3. Transportasi gas melalui darah. 4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam. 5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler.

Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu : 1. Inspirasi (menarik napas) 2. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.

Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg (Alsagaff, 2002).

Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk

34

Page 35: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.

7.4 MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN ANAK

Terdapat beberapa kegawatdaruratan nafas, yang terbagi menjadi kegawatdaruratan pada gangguan pernafasan atas dan gangguan pernafasan bawah.

1. Gangguan pernafasan atas- croup

- epiglotitis

- aspirasi benda asing2. Gangguan pernafasan bawah- status asmatikus

- bronkiolitis

- pneumonia

Tatalaksana UmumEvaluasi dan tatalaksana pasien gawat nafas harus dilakukan segera. Intervensi ditujukan untuk meningkatkan oxygen delivery, membantu ventilasi dan identifikasi serta tatalaksana etiologi yang mendasari. Apapun yang menjadi penyebab gawat nafas, tatalaksana agresif harus segera dilakukan untuk memulihkan oksigenasi dan ventilasi. Jalan nafas harus dipastikan adekuat. Jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) harus dioptimalkan dan dipertahankan.

1. Berikan Oksigen

Agitasi akan memperburuk gangguan pernafasan, biarkan anak dipangku orang tuanya saat pemberian O2

Gagal nafas harus di curigai pada anak dengan penurunan tingkat kesadaran.Ventilasi tekanan positif harus diberikan pada anak gangguan pernafasan yang tidak responsif atau anak dengan sianosis, gasping, atau apnea yang tidak responsif terhadap oksigen.

1) Buka jalan napas, gunakan maneuver head tilt, chin lift, dan jaw thrust.

Manuver head tilt, chin lift

35

Page 36: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Manuver Jaw Thrust2) Suction untuk membersihkan jalan napas dari darah, muntahan atau sekret. 3) Ventilasi dengan pediatric bag- valve-mask device and oksigen 100%.- Pasang NGT untuk menghindari distensi lambung, muntah dan aspirasi jika BVM ventilasi

berkepanjangan diperlukan.

Pemasangan NGT pada anak- Anak yang tidak ada respon dengan ventilasi BVM, harus dilakukan endotrakeal intubasi

jika respon klinis tidak cepat terlihat.- Gunakan monitor jantung jika ditoleransi oleh anak atau jika terapi obat dilakukan.

Bagging pada anakTerdapat perbedaan tatalaksana awal anak dalam keadaan distres napas dan gagal napas.

Distress Nafas Gagal Nafas

Posisi yang nyaman Suplemen oksigen/ suction sesuai

kebutuhan Terapi spesifik sesuai

kumungkinan etiologi Pemeriksaan laboratorium dan

Posisikan kepala dan buka jalan napas

Berikan oksigen 100 % Bag mask ventilation sesuai

kebutuhan Lakukan pengeluaran benda asing

36

Page 37: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

radiografi sesuai indikasi jika diperlukan Advance airway sesuai kebutuhan Pemeriksaan laboraturim dan

radiografi sesuai indikasi

Penyebab yang mendasari juga harus ditentukan dan ditatalaksana. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk yang memungkinkan untuk menentukan lokalisasi gangguan dengan cepat.

Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi.

Penanganan mengoptimalkan dengan :

Meletakkan kepala secara “SNIFFING POSITION” (posisi menghirup): kepala anak digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin lift dan jaw thrust.

Membersihkan rongga mulut dan orofaring. Kepala dimiringkan ke kiri.

Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara mekanik yaitu oral airways yang dimasukkan secara langsung dan gentle dengan bantuan spatula lidah. Bisa juga Intubasi orotraceal untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.

Breathing Evaluasi pernafasan.

Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan alami dari cabang traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum matang untuk mencegah cedera.

Circulation Penanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan, penggantian darah, pengontrolan produksi urin, dan panas.

Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis 0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

L-epinephrine 1:1000 sebanyak 0,5ml/kg, maksimal 5 ml; diberikan melalui nebulizerEfek terapi terjadi dalam dua jam

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi. Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan jantung seperti Tetralogy Fallot.

Kortikosteroid

37

Page 38: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme antiinflamasi. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan plasebo.

Deksametason

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi Mengurangi rata-rata lama rawat inap Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.

Budesonid

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam.

Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada deksametason oral. Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida albicans.

7.5 CROUP

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas2.

Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab

Klasifikasi

38

Page 39: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu: A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala obstruksi saluran pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia ± 6 tahun. Stridor (+), Batuk (sepanjang waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari, Keluarga sejarah (+), kecenderungan oleh asma (-). B. Spasmodic CroupSpasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal, anak tiba-tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan, biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian kembali normal.

Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat keparahan batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori: 1. Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang muncul, Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan teradapat retraksi dada ringan. 2. Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan yaitu gawat napas (repiratory distress). 3. Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul, Inspirasi stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau kurang istirahat, akan tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, juga terdapat gangguan pernapasan. 4. Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif (kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan kesadaran (letargi), dan kelesuan.

PatofisiologiVirus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi langsung dari

sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis, laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari nasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-8 hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema dan edema dinding mukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi. Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm akan menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan 75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat menyebabkan gejala sesak napas. Airway karena turbulensi udara menyebabkan peradangan yang menyebabkan penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi (selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis mengandung infiltrat selular di

39

Page 40: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

lamina propria, submukosa dan advensisia. Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.

Manifestasi KlinisGejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor

inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial.Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.

DiagnosisDiagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 . Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat. Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain. Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada indrawing. Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan . Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah sangat jarang (<1%).

40

Page 41: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu

dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.

Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-Scan. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral.Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher. Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

41

Page 42: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

Gambaran Sindrom Croup foto lateralDalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas adalah 1 cm proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar. Mukosa pada tingkat ini memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh adanya edema pada trakea, yang menghasilkan elevasi mukosa trakea dan hilangnya memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udar. Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus saja. Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut: 1. Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping.2. Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.Pada pemeriksaan CT scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah 6 bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya massa.

KomplikasiPada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.

PrognosisSindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.

42

Page 43: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

8. KERANGKA KONSEP

43

Anak usia 2 tahun

Terinfeksi virus

reaksi inflamasi yang bersifat diffuse

Pengeluaran sitokin proinflamasi (IFN dan IL 6)

↑ set point di hipotlamus

Demam tidak terlalu tinggi

Edema subglotis, inflamasi mukosa,

Kompensasi

RR↑

Nasal flaring

Retraksi (+)

↑ resistensi jalan nafas

Turbulensi udara saat masuk (menggetarkan plika vokalis

Stridor inspirasi

Hipoksia

agitasi

Penyempitan jalan nafas

Batuk dan pilek

Page 44: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

44

Awi, anak usia 2 tahun

Terinfeksi virus

Proses inflamasi

Pengeluaran sitokin proinflamasi (IFN dan IL 6)

Inflamasi mukosa & Edema subglotis

Penyempitan jalan nafas

Hipoksia

Kompensasi

RR↑

Nasal flaring

Retraksi (+)

Resistensi jalan nafas

Turbulensi udara saat masuk

Stridor pada saat inspirasiAgitasi

Peningkatan set point di hipotalamus

Page 45: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

9. KESIMPULAN

Awi, laki-laki, 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat et causa obstruksi saluran napas dan et causa croup.

45

Page 46: Laporan Skenario C kelompok 6 blok 27

DAFTAR PUSTAKA

Bresler, Jay M., Sternbach, G. L. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.

Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit E/6 Vol.1. Jakarta: EGC.

Purwadianto A, Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.

Sudoyo, A. W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed V. Jakarta: Interna Publishing.

Bresler, Jay M., Sternbach, G. L. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.

Purwadianto A, Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara.

Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Terjemahan oleh: Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk. Jakarta: EGC.

46