skenario f blok 27 fix

Upload: muhammad-rahmat-effendi

Post on 09-Jan-2016

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sdsd

TRANSCRIPT

SKENARIOSeorang anak laki-laki, usia 3 tahun berat badan 13 kilogram, datang dengan kejang. Dari rekam medis tercatat bahwa masih kejang saat datang ke rumah sakit, setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang masinh belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang didahului demam. Pasca kejang penderita tidak sadar.Saat ini sekitar tiga jam setelah masuk srumah sakit, kesadaran penderita nampak membaik. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak.Pada riwayat penyakit sebelunya, saat usia sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dirawat di rumah sakit dengan diagnosis meningitis. Dirawat di rumah sakit selama lima belas hari.Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang dengan demam sebanyak dua kali. Usai 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproat. Setelah 5 bulan berobat, orangtua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.Pada pemeriksaan fisik, anak nampak sadar. Suhu 38,5 derajat celcius. Tekanan darah 90/45 mmHg (normal untuk usia). Nadi 120 kali permenit. Laju nafas 40 kali permenit.Pada pemeriksaan neurologis pergerakan lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan refleks fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat dan ditemukan refleks babinski di kaki sebelah kanan.

KLARIFIKASI ISTILAHKejang : Kontraksi otot berlebiahan dan involunter.Diazepam: Obat penenang golongan benzodiazepine, digunaan sebagai ansiolitik, agen anti panik, sedati, relaksan otot rangka, anti konvulsan, dan dalam penetalaksaanaan gejala akibat penghentian pemakaian alkohol.Fenitoin: Obat golongan anti epilepsi digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsiDrip : Invus cairan yang lambat tetes demi tetesMeningitis: Radang selaput otak (meningen)Asam valproat : Antikonvulsan, asam 2-propil pentanoat digunakan untuk mengontrol kejang yang tidak terlihatRefleks babinsky : Refleks yang digunakan untuk menilai adanya gangguan pada Upper Motor Neuron (UMN)

IDENTIFIKASI ISTILAH1. Anak laki-laki 3 tahun, BB 13 kg dartang fengan kejang. 2. Dari data rekam medis tercatat bahwa masih kejang saat datang ke rumah sakit, setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang masih belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang didahului demam. Pasca kejang penderita tidak sadar.3. sekitar tiga jam setelah masuk rumah sakit, kesadaran penderita nampak membaik. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak.4. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dirawat di rumah sakit dengan diagnosis meningitis. Dirawat di rumah sakit selama lima belas hari.5. Usia 1 tahun penderita mengalami kejang dengan demam sebanyak dua kali.6. Usai 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproat.7. Setelah 5 bulan berobat, orangtua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang.8. Penderita sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.9. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik, anak nampak sadar. Suhu 38,5 derajat celcius. Tekanan darah 90/45 mmHg (normal untuk usia). Nadi 120 kali permenit. Laju nafas 40 kali permenit.10. Pemeriksaan neurologisPada pemeriksaan neurologis pergerakan lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan refleks fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat dan ditemukan refleks babinski di kaki sebelah kanan.

ANALISIS MASALAH1. Anak laki-laki 3 tahun, BB 13 kg datang dengan kejang.a. Apakah jenis-jenis kejang dan yang sesuai dengan kasus ? Jawab :Berdasarkan aktivitas di dalam otak, kejang pada epilepsi dibagi menjadi 2 yaitu menyeluruh (generalized) dan sebagian (parsial).Kejang Parsiala. Kejang Parsial Sederhana1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini: Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama. Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. Gejala psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.b. Kejang parsial kompleks1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromaticmengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.3. Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku

Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)a. Kejang Absens1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.2. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.3. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.b. Kejang Mioklonik1. Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadakc. Kejang MioklonikLanjutan1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.3. Kehilangan kesadaran hanya sesaatd. Kejang Tonik-Klonik1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.3. Tidak adan respirasi dan sianosis4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase posticale. Kejang Atonik1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.2. Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.f. Status Epileptikus1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

Berdasarkan Penyebab Infeksi1. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial.a. Kejang demam sederhana (80%) Lama kejang < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Kejang umum/kedua belah tubuh, Tanpa gerakan fokal Serangan kejang sekali pada satu periode demam, Tidak berulang dalam waktu 24 jamb. Kejang demam kompleks (3.1%) Lama kejang > 15 menitKejang fokal/sebelah tubuh atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului parsial Serangan kejang lebih satu kali dalam 24 jam atau antara bangkitan tidak sadar Biasanya ada kelainan neurologi pasca kejang2. Kejang dengan demam adalah bangkitan kejang yang akibat proses intracranial seperti meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, abses otak.

Pada kasus ini merupakan kejang tonik klonik dan kejang demam kompleks karena kejang > 15 menit dan terdapat kelaian neurologis yaitu hemiparesis dextra dan penderita sering tersedak.

b. Bagaimana etiologi dan mekanisme kejang ? Jawab :Faktor utama yang berperan, yaitu : Demam Umur Gen (Riwayat keluarga) Prenatal, perinatal, dan postnatal

Faktor demam Cepatnya penaikan suhu tubuh memegang peranan penting sebagai penyebab KD (ambang kejangnya rendah) Demam pada anak umumnya disebabkan infeksi+ Infeksi saluran pernafasan+ Infeksi saluran pencernaan+ Infeksi saluran air seni+ Roseola infantum+ Pasca imunisasi+ Namun dapat menjadi serius bila penyebab demam sepsis atau meningitis

Faktor umur Umumnya KD terjadi umur 6 bln - 6 thn Puncak tertinggi umur 17 23 bln KD sebelum 5-6 bln kemungkinan infeksi SSP KD menetap diatas umur 6 th, pertimbangkan febrile seizure plus (FS+)

Faktor gen/ Riwayat keluarga Risiko meningkat 2-3 x bila saudara/i KD Risiko 20 22%, bila salah seorang orang tua menderita KD, dan meningkat menjadi 59 64% bila kedua orang tuaMode penurunan gen KD Autosomal Domimant paling banyak ditemukan 60 80 % kasus. Pewarisan kejang lebih banyak oleh ibu dibandingkan dengan ayah (3 : 1).Peranan faktor gen, dihubungkan dengan terjadinya chanelopathy (defek dari ion channel yang bersifat genetik, menyebabkan membaran sel menjadi hipereksitabel) dan juga adanya mutasi receptor GABA (tak berfungsi).Lokasi gen: 19q, 8q 13-23 dan 2q 23-24 (Greeberg and Holmes 2002)

Faktor Prenatal Usia ibu hamil BBLR/ partus lama asfiksiaIbu hipertensi preeklampsia asfiksiaFaktor perinatalBBLR AsfiksiaPartus lama cedera mekanik/ hipoksiaFaktor postnatalTrauma mekanik perdarahan intrakranialInfeksi SSP/ trauma kepala sequelefaktor prenatal, perinatal, dan postnatal diatas dapat menyebabkan kerusakan pada otak (brain injury) yang nantinya dapat menurunkan ambang kejang dan memudahkan terjadinya kejang dikemudian hari.

Mekanisme :Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengakibatkan adanya perubahan keseimbangan membran neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan perantaraan neurotransmiter asam amino yang dapat menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada sel reseptor tertentu yang akan menyebabkan hipereksitasiakibat meningkatnya perkembangan sinaps pada daerah kematian neuron sehingga terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, dan tergantung dari tinggi rendahnya nilai ambang kejang, seorang anak menerita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan ambang kejang yang rendah. Sehingga dalam penanggulangan anak dengan ambang kejang demikian perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa anak tersebut akan mendapat serangan.Kasus adalah kejang demam dengan mekanisme kejang:Hipertermia perubahan keseimbangan membran sel neuron difusi melalui membran (ion Kalium ion natrium) lepas muatan listrik sedemikian besar meluas ke seluruh seleksitasi meluas mekanisme penghambatan aksi potensial menurun tranmisi sinaps ke eksitori meningkat pelepasan GABA menurun Eksitasi> inhibisi kejang

c. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan BB terhadap kejang ? Jawab :Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia anatara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Namun resiko tertinggi terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun. Selain itu, dari jenis kelamin juga turut mempengaruhi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam dibanding anak perempuan. Namun risiko berulangnya kejang demam tudak berbeda menurut jenis kelamin.

2. Dari data rekam medis tercatat bahwa masih kejang saat datang ke rumah sakit, setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang masih belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang didahului demam. Pasca kejang penderita tidak sadar.a. Indikasi, kontraindikasi, dosis, lama pemberian, cara kerja, dan ESO :Jawab :1. Fenitoin Dosis: 15 mg/kgbb (maksimal kecepatan pemberian 50 mg/menit, awas terjadi aritmia).Cara kerja :Menstabilkan membran neuron dari depolarisasi muatan dengan menurunkan masuknya ion Na+ dan Ca++ serta menurunkan penyebaran elektrik aktivasi yang berjalan di sepanjang neuron. Menurunnya pemasukan Na+ menyebabkan terganggunya proses depolarisasi sebagaimana diketahui merupakan fase utama terjadinya eksitasi di sel saraf yang dapat menyebabkan potensial aksi untuk impuls perjalanan saraf untuk menginduksi sel saraf menyalurkan rangsangan listrik ke serabut otot agar berkontraksi.Phenytoin 90% berikatan kuat dengan protein serum (terutama albumin), beberapa obat seperti warfarin (anti pembekuan darah) dapat didesak ikatannya dengan protein sehingga kadar obat bebasnya meningkat akibatnya dapat terjadi pendarahan. Hati-hati pada pasien hypoalbuminemia karena kadar phenytoin bebas meningkatIndikasi : Serangan primer untuk serangan tonik-klonik (grand mal), tonik atonik, parsial (kompleks dan sederhana) Status epileptikus Serangan sekunder akibat jenis kejang lainnya Neuralgia terminal Aritmia jantung Pencegahan kejang pada pasien trauma kepalaKontraindikasi : Kejang tipe lena (absence seizure) Hipersensitif terhadap fenitoin Sinus bradikardi (pada pemberian intravena) Blok sinoatrial jantung Blok jantung derajat 2-3

2. Diazepam Dosis :0,5 mg/kgBB rectal dan 0,3 mg/kgBB IVCara Kerja : Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin/diazepam dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.Indikasi :Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba.Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol.diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.Kontraindikasi : Hipersensitivitas Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain Pasien koma Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya Nyeri berat tak terkendali Glaukoma sudut sempit Kehamilan atau laktasi Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)Efek Samping :Mengantuk, depresi pusat pernapasan dll.

b. Bagaimana algoritma tatalaksana awal pada pasien ? Jawab :Managemen awal harus difokuskan pada stabilisasi airway, breathing, dan sirkulasi dan menghentikan kejang. Pasien harus diposisikan dalam keadaan miring untuk membuka jalan napas dan jika diperlukan bisa diberikan oral/nasal airway Diberikan oksigen dan bantuan ventilasi jika diperlukan Lakukan pemasangan akses IV Longgarkan pakaian pasien yang ketat Hindari pemberian makanan, minuman atau obat oral untuk mngeurangi terjadinya aspirasi Jangan menempatkan apapun pada mulut pasien seperti spatel tounge karena dapat merusak gigi, mulut dan merangsang muntah.

Obat pilihan utama untuk kejang adalah diazepam baik secara oral atau IV. Keberhasilan diazepam secara intravena memiliki keberhasilan menekan kejang sebesar 80-90%. Efek terapeutik sangat cepat, yaitu antara 30 detik hingga 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Namun pemberian diazepam IV pada anak sering kali menyulitkan sehingga cara pemberian yang lebih mudah dan sederhana ialah melalui rectal. Pemberian dilakukan pada anak dengan posisi miring dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin. Lalu dimasukkan ke dalam rectum dengan kedalaman 3-5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga benar-benar kosong dan selama beberapa menit lubang anus ditutup dengan merapatkan kedua gluteus.Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama dapat diberikan kembali diazepam perektal setelah ditunggu 15 menit. Bila dalam 15 menit setelah pemberian yang kedua kejang masih terjadi diberikan diazepam IV dengan dosis 0,3 mg/kgBB.Namun diazepam memiliki waktu paruh yang lebih rendah dari lorazepam (12-24 jam) yaitu sekitar kurang dari 30 menit. Oleh karena itu harus diberikan obat pencegah kejang rekuren lanjutan.

c. Mengapa setelah diberikan diazepam 2 kali per rektal dan intravena satu kali kejang belum teratasi ? Jawab :Pada kasus, bangkitan kedua yang terjadi kejang tidak dapat dihentikan dengan diazepam, dibutuhkan fenitoin untuk dapat menghentikan kejang. Artinya impuls listrik abnormal yang ada diotak cukup banyak sehingga dibutuhkan OAE dengan mekanisme berbeda dan yang lebih kuat untuk dapat menurunkan membran potensial neuron. Hal ini bermakna bahwa jejas pada otak cukup luas ditambah kemungkinan adanya hipoksia dan atau hipoglikemia otak, menyebabkan produksi neurotransmitter Ach cukup banyak dan diproduksi secara cepat sehingga impuls listrik sulit dikendalikan.Diazepam digunakan untuk kejang untuk kejang yang berlangsung sekitar 6-15 menit. Untuk kejang yang berlangsung 16-35 menit diberikan phenytoin atau fosphenytoin. Kejang selama 45-60 menit diberikan pentobarbital anesthesia. Kemungkinan pada kasus ini, karena kejang sudah berlangsung lebih dari 15 menit, pemberian diazepam sudah tidak mampu mengatasi kelainan yang terjadi sehingga kejang tetap terjadi.

d. Mengapa kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin ?Jawab :Pada kasus, bangkitan kedua yang terjadi kejang tidak dapat dihentikan dengan diazepam, dibutuhkan fenitoin untuk dapat menghentikan kejang. Artinya impuls listrik abnormal yang ada diotak cukup banyak sehingga dibutuhkan OAE dengan mekanisme berbeda dan yang lebih kuat untuk dapat menurunkan membran potensial neuron. Hal ini bermakna bahwa jejas pada otak cukup luas ditambah kemungkinan adanya hipoksia dan atau hipoglikemia otak, menyebabkan produksi neurotransmitter Ach cukup banyak dan diproduksi secara cepat sehingga impuls listrik sulit dikendalikan.

e. Apakah makna klinis kejang yang didahului demam ? Jawab :Kejang didahului demam kejang demamKejang disebabkan bukan karena proses intrakranial (infeksi SSP) melainkan proses ekstrakranial yaitu oleh karena kenaikan suhu tubuh (demam) pada suhu 38oC.

f. Bagaimana mekanisme paska kejang penderita tidak sadar ?Jawab :Selama kejang maka akan terjadi peningkatan metabolisme, kerja jantung dan pernapasa. Sehingga saat kejang sudah berhenti maka pasien akan mengalami stufor akibat kekurangan nutrisi di otak terutama glukosa. Akibat dari kekurangan nutrisi maka menyebabkan penderita tidak sadar.Setelah terjadinya kejang Hipermetabolisme Hipoglikemi keletihan sel neuron tidak sadarkan diri

3. Sekitar tiga jam setelah masuk rumah sakit, kesadaran penderita nampak membaik. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak.a. Apakah makna klinis dari lengan dan tungkai kanan tampak lemah ? Jawab :lengan dan tungkai kanan tampak lemah Hemiparesis Desktra SentralPengaturan motorik anggota gerak di persarafi oleh jaras kortikospinalis (piramidalis). Jaras ini akan menyilang ke kontralateral pada decussatio piramidalis di medulla oblongata. Sehingga lesi di salah satu hemisfer akan menimbulkan efek pada sisi kontralateralnya. Deficit neurologis yang terjadi isa disebabkan karena hipoksia, hipoglikemia, peningkatan TIK, dan pelepasan excitatory amino acid dalam otak yang terjadi pada kejang yang lama.Status epilepticusBerlebihan neurotransmitter eksitatorik (gultamat) atau deplesi neurotransmitter inhibitorik (GABA)glutamat menumpuk pada sel neuronhipoksia dan perubahan lingkungan neurologismematikan neuron di otak (eksitoksisitas)hemisfer kiridefisit neurologishemiparesis dextra (kontralateral)Tungkai lengan tampak lemah

b. Apakah makna klinis dari sering tersedak ? Jawab :Selama kejang terjadi diskoordinasi otot-otot tubuh, termasuk otot pernapasan. Oleh karena itu memasukkan obat/cairan ke dalam mulut anak selama dia kejang tidak dipebolehkan, hal ini dapat membuatnya tersedak karena selama kejang.Kejang > 15 menit merusak sel saraf Nervus XII (hipoglossus) terganggu fungsi nervus tidak berjalan dengan baik(menutup trakea ketika ada saliva, sehingga saliva masuk ke esofagus) trakea terbuka tersedak

4. Pada riwayat penyakit sebelumnya, saat usia sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dirawat di rumah sakit dengan diagnosis meningitis. Dirawat di rumah sakit selama lima belas hari.a. Bagaimana hubungan riwayat kejang sebelumnya (usia 9 bulan) dengan kejang yang sekarang ?Jawab :Saat usia 9 bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dirawat di rumah sakit selama 15 hari dengan diagnosis meningitis. Keterangan ini penting untuk mengetahui apakah terdapat hubungan dengan kejang yang terjadi sekarang. Komplikasi dari meningitis berupa SIADH (dipantau dari produksi urin), efusi subdural dengan tanda neurologis fokal. Selain itu, 35% penderita yang selamat mengalami gejala sisa berupa ketulian, kejang, kesulitan belajar, kebutaan, kelumpuhan, ataksia atau hidrosefalus. Namun dari pemeriksaan saat usia 3 tahun, perkembangan bahasa anak sesuai usianya yang menunjukkan tidak terdapat gangguan pendengaran. Perkembangan personal social anak berupa memakai baju sendiri dan perkembangan motorik anak merupakan perkembangan normal sesuai usianya yang menunjukkan tidak terdapatnya gangguan belajar, kebutaan, ataksia, dan kelumpuhan yang merupakan gejala sisa dari meningitis.Selain itu, kejang yang sekarang dapat disimpulkan bukan bagian dari meningitis terdahulu karena telah mendapatkan pengobatan di RS dan relaps meningitis sendiri walaupun jarang dapat muncul dalam 3-14 hari setelah terapi akibat focus parameningeal atau organism yang resisten.Meningitis merupakan peradangan pada meningen akibat bakteri, virus, atau jamur (jarang). Pada anak kurang dari 1 tahun insidensi meningitis bakterialis sangat tinggi. Pada kasus pasien sudah mendapatkan terapi di RS, dimana terapi ini bertujuan untuk mensterilkan CSS dengan antibiotic dan mempertahankan perfusi cerebral dan sistemik agar tetap adekuat. Lama terapi diberikan tergantung jenis bakteri yang menginvasi dan pada kasus terapi dilakukan selama 15 hari termasuk sesuai protocol (S.pneumonia selama 10-14 hari) yang menunjukkan terapi adekuat.

b. Bagaimana jenis-jenis meningitis dihubungkan dengan prognosis ? Jawab :1. Meningitis septik : bakteri dan jamur2. Meningitis aseptik: virus, spirochaeta, protozoa, neoplasma, nonseptik lainnya.Bila tidak diobati, meningitis bakterial hampir selalu fatal. Meningitis virus, sebaliknya, cenderung sembuh sendiri dan jarang fatal. Dengan pengobatan, mortalitas (risiko kematian) meningitis bakterial bergantung pada usia penderita dan penyebab yang mendasari. Tingkat mortalitas akibat meningitis bakterialis juga bervariasi; 25% untuk S. Pneumonia, 15% untuk N. Meningitidis, dan 8% untuk H. Influenza. Meningitis virus lebih mudah untuk sembuh.

5. Usia 1 tahun penderita mengalami kejang dengan demam sebanyak dua kali.a. Bagaimana hubungan kejang umur 1 tahun dengan kejang yang sekarang ? Jawab :Kejang yang terjadi pada anak laki-laki ini ketika berusia 12 bulan sudah merupakan bangkitan epilepsi.Kondisi ini menunjukkan bahwa penderita memiliki riwayat epilepsi yang kemungkinan berlanjut menjadi status epilepticus seperti sekarang.

6. Usai 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproat.a. Bagaimana hubungan kejang 18 bulan dengan kejang yang sekarang ?Jawab :Kejang sekarang kemungkinan merupakan kelanjutan dari kondisi sebelumnya yaitu penderita telah kejang yang disertai demam tinggi dan mendapatkan obat asam valproat dengan indikasi penderita telah mengalami epilepsy.

b. Apakah Indikasi, kontraindikasi, dosis, lama pemberian, cara kerja, dan ESO Asam valproat ? Jawab :Cara Kerja :Valproate diyakini mempengaruhi fungsi neurotransmitter GABA dalam otak manusia. Prinsip mekanisme kerjanya diyakini penghambatan GABA transaminasi. Valproate juga diyakini untuk membalikkan proses transaminasi untuk membentuk lebih GABA. Oleh karena itu, secara tidak langsung Valproat bertindak sebagai agonis GABA.Efek obat untuk meningkatkan konsentrasi GABA (gama asam aminobutirat), suatu neurotransmiter inhibitor. Pemberian secara oral, natrium valproat akan berubah menjadi asam valproat didalam lambung, dan kemudian akan diabsobsi dalam saluran pencernaan. Konsentrasi puncak dalam darah akan tercapai dalam 1-4 jam setelah pemberian dosis tanggal baik dalam bentuk asam maupun garamnya. Asam valproat akan terdistribusi kedalam CSF ( sekitar 10 % dari konsentrasi serum), saliva (sekitar 1% dari konsentrasi dalam plasma), dan ASI (sekitar 1-10% dari konsentrasi plasma); terdistribusi melalui plasenta. Asam valproat dieliminasi melalui ginjal, dan dilaporkan waktu paruh 5-20 jam (rata-rata 10,6 jam). Asam valproat dimetabolisme terutama di hati.Dosis :ANAK : sampai 20 kg (sekitar 4 th): dosis awal 20 mg/kg/hari, dalam dosis terbagi. Dapat bertahap dinaikkan sampai 40 mg/kg/hari. Lebih dari 20 kg: dosis: awal 400 mg/hari biasanya 20-30 mg/hari, maksimal 35 mg/kg/hari.Indikasi :EpilepsiKontraindikasi :Penyakit hati aktif, riwayat disfungsi hati berat dalam keluarga, porfiria.Efek Samping :Iritasi lambung, anoreksia, mual, muntah; sedasi, ataksia, tremor; nafsu makan meningkat; dapat terjadi hepatitis, edema, trombositopeni, hambatan agregrasi platelet, ruam. Jarang: pankreatitis, leukopeni, hipoplasia sel darah merah.Lama Pemberian :Lamanya pengobatan antikonvulsan bervariasi menurut tipe kejang. Anak dengan kejang tonik, klonik, dan tonik-klonik, kejang absans, dan kejang parsial mungkin tidak membutuhkan terapi lebih dari 2-4 tahun.

7. Setelah 5 bulan berobat, orangtua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang.a. Apa akibat pemberhentian obat asam valproat ? Jawab :Pemakaian obat asam valproat selama 6 bulan menyebabkan peningkatan produksi GABA sehingga pasien terasa sehat (tidak kejang lagi).Sehingga untuk sekarang ini pemberian obat berupa asam valproat dapat kita teruskan atau kita gunakan terlebih dahulu, dimulai dari dosis terakhir yang pernah diberikan kepada pasien atau jika lupa boleh diberikan dari dosis terendah. Namun yang menjadi sisi negatifnya adalah bahwa pembernhentian obat dilakukan tidak tepat waktu, dikarenakan pengkonsumsian obat jangka panjang dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun. Sedangkan pada pasien ini hanya dalam jangka waktu 6 bulan, oleh karena itu terjadi bangkitan berulang seperti yang terjadi saat ini.Pada Kasus:Meningitis terbentuknya fokus epilepsi +hiperaktivitas neuron kejang dengan demam, kejang disertai demam tinggi diberikan obat asam valproat efektif, namun diberhentikan dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun bangkitan berulang

8. Penderita sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.a. Bagaimana status pertumbuhan dan perkembangan pada anak 3 tahun ? Jawab :STATUS PERTUMBUHAN ANAK 3 TAHUNBB ideal: sekitar 14,5 kgTB ideal: sekitar 96 cm

STATUS PERKEMBANGAN ANAK 3 TAHUNUsiaMotorik KasarMotorik Halus dan AdaptifPersonal SosialBahasa

Tiga TahunBerjalan secara bergantian, melompatMenyusun 8 balok vertikalMenggunakan sendok dengan baik, hanya sedikit yang tumpah, memakai kaosMengenal gambar, 75% bicaranya dimengerti oleh orang lain, mengucapkan kalimat yang terdiri dari 3 kata

b. Bagaimana interpretasi status pertumbuhan dan perkembangan pada kasus ini ? Jawab :STATUS PERTUMBUHAN Anak laki-laki usia 3 tahun dengan BB 13 kgInterpretasi: antara 0 dan -2 normal, gizi baik

Sedangkan untuk tinggi badan anak usia 3 tahun pada z score 0 adalah sekitar 96 cm.

STATUS PERKEMBANGANPenderita sudah bisa bicara lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.Interpretasi: perkembangan anak sesuai usia

9. Pada pemeriksaan fisik, anak nampak sadar. Suhu 38,5 derajat celcius. Tekanan darah 90/45 mmHg (normal untuk usia). Nadi 120 kali permenit. Laju nafas 40 kali permenit.a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ? Jawab :NormalInterpretasi

Kesadaran : SadarSadar sepenuhnya (compos mentis)Normal

Suhu : 38,5oC36 oC-37,2 oCDemam

TD : 90/45 mmHg75-100/50-75 mmHg ke bawahNormal

Nadi : 120x/menit55-145x/menitNormal

RR : 40 x/menit20-50x/menitNormal

10. Pada pemeriksaan neurologis pergerakan lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan refleks fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat dan ditemukan refleks babinski di kaki sebelah kanan.a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ?Jawab : pergerakan lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih lemah dibanding sebelah kiri hemiparesis dekstra Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapatmelawan tahanan dari pemeriksa, Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya hemiparesis dekstra, kekuatan otot 3 Tonus otot meningkat Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.a. Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai padakelumpuhan LMN).b. Hipotoni : tahanan berkurang.c. Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson. Refleks fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat dan ditemukan refleks babinski di kaki sebelah kanan kerusakan UMN.Motor neuron ada dua yaitu upper motor neuron dan lower motor neuron. batasnya adalah persilangan pada persilangan pyramidal. Dalam proses reflex terdapat 2 neuron yang berfungsi yaitu neuron eksitasi dan inhibisi. Neuron inhibisi bertugas mengantrkan impuls dari otak ke organ target. Tujuan dari inhibisi ini adalah mencegah hyperekative respon terhadap reflex. Sedangkan neuron eksitasi menghantarkan impulse dari spinal cord ke organ target saat terjadi kerusakan pada upper motor neuron maka neuron inhibisi tidak dapat menghantarkan impuls ke organ target sehingga terjadi peningkatan refleks fisiologis dan munculnya refleks patologis yang normalnya itu dapat di inhibisi Reflek BabinskiKesimpulan : penderita mengalami hemiparesis dextra tipe spastic.

11. Advanced questiona. Tanda kegawatdaruratan pada kasus ini Jawab :Kejang, status epileptikus deficit neurologis

b. Cara penegakan diagnosis Jawab :Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaanpenunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Perbedaan diantara keduanya adalah

Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis.Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981.

c. Diagnosis Banding dan Diagnosis KerjaJawab :WD: Hemiparese dektra dan status epileptikus at causa kejang demam DD: epilepsy, konvulsi, dan sinkop.

d. Patofisiologi epidemiologi Jawab :Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5%-2%.Di Indonesia penelitian epidemiologik tentang epilepsi belum pernah dilakukan, namun bila dipakai angka prevalensi yang dikemukakan seperti dalam rujukan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk Indonesia saat ini sekitar 220 juta akan ditemukan antara 1,1 sampai 4,4 juta penderita penyandang epilepsi. Sedangkan dari semua wanita hamil didapatkan antara 0,3%-0,5% penyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi.

EtiologiJawab :Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan oleh : infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,, pneumonia,, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Penyebab lain kejang disertai demam adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.

Faktor risikoJawab :1. Umura. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.2. Jenis kelaminKejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.3. Suhu badanKenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3C 41,4C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.4. Faktor keturunanFaktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.Faktor faktor lain diantaranya: riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.

PatogenesisJawab :Meningitis (9 bulan)infeksi dari orofaring aliran darah plexus koroid dan ventrikel menyebar ke meningen otak dan korteks inflamasi infeksi di meningen dan otak aliran darah meningkat edema dan penigkatan TIK gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, area fokal kortikal yang peka terangsang perubahan keseimbangan membran sel neuron kejang dengan demam daerah iskemik pada otak yang membentuk sisa atau fokus epilepsiEpilepsi (12 bulan, 18 bulan)Faktor pencetus pada fokus epilepsi epilepsiKejang demam dan Status Epileptikus Infeksi demam perubahan keseimbangan membran sel neuron difusi melalui membran (ion Kalium ion natrium) lepas muatan listrik sedemikian besar meluas ke seluruh seleksitasi meluas mekanisme penghambatan aksi potensial menurun tranmisi sinaps ke eksitori meningkat pelepasan GABA menurun Eksitasi> inhibisi kejang Epilepsi (dengan faktor pencetus) diberikan obat asam valproat efektif, namun diberhentikan dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun bangkitan berulangDefisit neurologisberlebihan neurotransmitter eksitatorik (gultamat) atau deplesi neurotransmitter inhibitorik (GABA)glutamat menumpuk pada sel neuronhipoksia dan perubahan lingkungan neurologismematikan neuron di otak (eksitoksisitas)hemisfer kiridefisit neurologishemiparesis dextra (kontralateral)Tungkai lengan tampak lemah

Manifestasi klinis Jawab :Adapun manifestasi klinik dari status epilepsy yaitu: Kejang-kejang ( tonik klonik, Absence) Hipertensi Mulut berbuih (akibat hipersalivasi) Menggigit lidah Kekuatan Otot menurun Cyanosis Inkontinensia urin Denyut nadi meningkat Hipersalivasi

e. TatalaksanaJawab :Apapun jenis dan etiologi kejang yang kita hadapi kita harus melakukan langkah langkah penanganan sebagai berikut : Manajemen jalan nafas, pernafasan dan sirkulasiyang adekuat Terminasi kejang dan pencegahan kembalinyakejang

Setalah kejang berhasil teratasi (seperti pada kasus) maka tatalaksana berikutnya adalah: Pemberian Antipiretik :Pemberian antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan dalam 4 kali pemberian per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetilsalisilat tidak dianjurkan karena kadang dapat menyebabkan sindrom Reye pada anak kurang dari 18 bulan. Pemberian Antikonvulsan :Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulang kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. Pemberian obat rumat :Pemberian obat rumat hanya diberikan dengan indikasi berikut:1. Kejang lama >15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retatdasi mental, hidrosefalus.3. Kejang fokalPengobatan rumatan dipertimbangkan bila: Kejang berulang 2 X atau lebih dalam 24 jam Kejang demam 4 X atau lebih pertahunSebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelaian neurologis tidak nyata misalkan keterlambatan perkembangan ringan bukan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.Pada Kasus : hemiparesis terindikasi untuk pemberian rumatanJenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat : Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulang kejang. berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Dosis asam valproat pada anak anak adalah 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan dosis fenobarbital 3-4mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.Lama Pengobatan Rumat : Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diberhentikan secara bertahap selama 1-2 tahun.

f. Pemeriksaan penunjangJawab :A. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya : darah perifer, elektrolit dan gula darah. Lumbal pungsi :Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan satu-satunya tanda meningitis.B. Pencitraan Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti : Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang demam kompleks. Hemiparesis VI Papilledema C. Tes lain (EEG) Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.EEG tidak diperlukan pascakejang demam sederhana karena rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang menetap selama lebih dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau hari, dan kejang setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam berulang dan sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali. Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang demam dan tidak ada faktor resiko.

g. KomplikasiJawab :Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan kejang demam antara lain:sewaktu terjadi serangan kejang demam : trauma akibat jatuh atau terhantuk objek sekitar mengigit tangan orang lain aspirasi cairan ke dalam paru yang dapat menimbulkan pneumonia efek samping obat antikonvulsan yang digunakan seperti hiperaktivitas, iritabilitas, letargi, rash, dan penurunan intelegensia kejang berulangKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :1. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia < 12 bulan3. Suhu rendah saat kejang demam4. Cepatnya kejang setelah demam

h. PrognosisJawab :Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2 7%.Perjalanan dan prognosis penyakit untuk anak-anak yang mengalami kejang bergantung pada etiologi, tipe kejang, usia pada awitan, dan riwayat keluarga serta riwayat penyakit. Pasien epilepsi yang berobat teratur, sepertiga akan bebas serangan 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi. Meskipun minum obat dengan teratur.Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah relaps sesudah remisi.Prognosis ad vitam : menunjuk pada pengaruh penyakit pada proses kehidupan, apakah penyakit cenderung kepada proses kematian atau akan kembali sehat seperti semula dubia et bonam karena jika ditatalaksana secepat mungkin sehingga tidak akan mengalami kematian atau kecacatan otakPrognosis ad fungsionam : menunjuk pada pengaruh penyakit pada fungsi organ dan fungsi manusia dalam melaksanakan tugasnya dubia et malam karena sudah terjadi kelumpuhan ekstrimitas sebelah kanan Prognosis ad sanationam : menunjuk pada penyakit yang dapat hilang 100% sehingga pasien kembali ke keadaan semula (sehat) atau penyakit akan menetap atau menimbulkan kecacatan dubia et bonam jika diterapi dengan baik dan dengan menghindari faktor resiko

i. Pencegahan Jawab :Prinsip pencegahan primernya adalah menghindari dari factor resiko dan factor pencetus. Kecuali untuk factor resiko yang tidak dapat diubah seperti factor genetic.Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakangsukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.Pencegahan juga seharusnya dilakukan pasca seorang anak mengalami kejang dengan demam pertama kali. Pencegahan dilakukan agar anak tidak mendapat serangan yang berulang atau epilepsy . pencegahannya antara lain:1. Memberantas kejang secepat mungkinDiberikan dengan segera obat anti konvulsan , obat pilihan utama adalah diazepam secara intravena. Ditunggu 15 menit. Bila masih kejang diulangi dg dosis yang sama, juga intravena. Setelah 15 menit suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga secara intramuskuler dengan dosis yang sama, bila tidak berhenti, dapat diberi fenobarbital intravena2. Pengobatan penunjangContohnya :Memprhatikan posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lambung, baju yang ketat dibuka, membebaskan jalan napas, pemberian oksigen , intubasi jika perlu, memperhatikan fungsi vital, kortikosteroid diberikan untuk mencegah edema serebral, bila suhu tinggi dilakukan kompres es atau alcohol.3. Memberikan pengobaant rumatDiberikan obat anti konvulsan yang punya daya kerja panjang, misalnya fenobarbital atau difenilhidrantoinPengobatan ini dibagi menjadi 2 bagian : Profilaksis intermiten : diberika antikonvulsan dan antipiretik pada saat anak mengalami demam. Tujuannya adalah agar kejang tidak terjadi kembali. Profilaksis jangka panjangGunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hariObat yang dipakai : Fenobarbital Asam valproat FenitoinPemberian antikonvulsan ini minimal 3 tahun dan menghentikannya harus perlahan lahan dengan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.4. Mencari dan mengobati penyebab

j. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)Jawab :Kejang demam :4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas

Status Epileptikus :3B. Gawat darurat. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikanterapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkannyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagipenanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjutisesudah kembali dari rujukan. SINTESISPengukuran Lingkar Kepala Sebagai Alat Deteksi Dini Kelainan NeurologisPengukuran lingkar kepala (Head Circumference) merupakan bagiandari pemeriksaan klinis yang murah, mudah dan sangat penting pada bayidan anak.Pertumbuhan kepala sangat tergantung dari pertumbuhan isi kepala.Apabila otak tidak berkembang secara maksimal maka kepala akan tetapkecil dan hal ini merupakan tanda akan terjadinya perkembangan mentalyang subnormal. Selain itu, apabila didapatkan hambatan terhadap jalannyacairan serebrospinal (CSS) akan menyebabkan terjadinya peningkatanvolume kepala sehingga kepala akan membesar. Penambahan lingkar kepalayang cepat merupakan tanda pertama adanya kemungkinan hidrosefalus.Walaupun demikian, harus dipertimbangkan pula kecepatanpertumbuhan dari berat badan dan lingkar dada, karena pada beberapakasus dimana pengukuran lingkar kepala menunjukkan pembesaran yangcepat tetapi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan berat badan ternyatamasih dalam batas normal.Oleh karena itu selain pengukuran lingkar kepala perlu diperhatikan pulabentuk kepala penderita dan orang tuanya, ubun-ubun besar penderita,sutura dan lain-lain.Pengukuran lingkar kepala yang benar adalah mengukur lingkarankepala yang melewati titik suboksipito-bregmatikus.Sampai dengan sekarang tabel yang dipergunakan sebagai referensipengukuran lingkar kepala pada bayi dan anak adalah Tabel NELLHAUS,dimana lingkar kepala bertambah 12 cm dalam 12 bulan pertama dengandistribusi yang tidak merata.

Tabel Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki

Tabel Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan

Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepalamenjadi tidak normal adalah sebagai berikut:

Lingkar Kepala Mengecil (+2SD)

Bayi kecil Familial feature Mental subnormality Kraniostenosis

Bayi besar Familial feature Hidrosefalus Megaensefali Hidranensefali Tumor serebral Efusi subdural

KELAINAN NEUROMUSKULARPada pembahasan kelainan neuromuskular ini kita hanya membahaskelainan pada Lower Motor Neuron (LMN) dan tidak Upper Motor Neuron(UMN). Pengertian LMN adalah semua neuron yang menyalurkan impulsmotorik pada sel otot. Sedangkan UMN adalah semua neuron yangmenyalurkan impuls motorik dari korteks serebri menuju LMNTabel Perbedaan antara UMN dan LMN

Komponen LMN dari susunan neuromuskular terdiri dari neuron alphadan neuron gamma, akson, motor end plate dan otot. Pada setiap gerakanotot, komponen-komponen tersebut merupakan pelaksana sedangkan UMNmerupakan perencana dan pencetus-nya.Sehingga apabila terjadi kelumpuhan LMN akibat lesi bagian manapun,baik neuron, akson, motor end plate atau otot, semuanya akan menunjukkanciri-ciri lesi LMN yang sama (lihat tabel diatas).Penilaian derajad kekuatan otot bermacam-macam. Salah satunyamenilai dengan menggunakan skala angka 5 sampai 0, dengan interpretasisebagai berikut:5 = Normal, 4 = Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat danmelawan tahanan secara simultan, 3 = Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapitidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tahananpemeriksa, 2 = Dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahanberat dan tidak dapat melawan tahanan pemeriksa, 1 = Terlihat atau teraba ada gerakan kontraksi otot, tetapi tidak adagerakan anggota gerak sama sekali, 0 = Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekaliKelainan sistem neuromuskular LMN diklasifikasikan berdasarkan lokasilesi anatominya, yaitu:1. Anterior Horn Cell Hereditary: Spinal Muscular Atrophy Acquired: Poliomyelitis1. Nerve Fibre Neuropathies: Demyelinating (Infectious Polyneuritis, Personal Muscular Atrophy, Leucodystrophies) Axonal (lead, diabetes, porphyria)2. Neuromuscular Junction Myasthenia gravis3. Muscle Hereditary: Muscular Distrophy Dystrophia Myotonica Congenital Myopathies Metabolic Myopathies (Glycogenoses type II and IV, Malignant Hyperpyrexia)4. Acquired: Dermatomyositis/Poliomyositis Endocrine Myopathies (Thyrotoxic) Iatrogenic (Steroid Myopathy)

Dengan semakin majunya teknik elektrofisiologi, enzim histokimia danmikroskop elektron, semakin banyak pula kelainan-kelainan neuromuscular yang dapat didiagnosis. Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untukmengetahui lesi anatomi pada kelainan neuromuskular antara lain:1. Creatine Phospokinase (CPK)Kadar CPK biasanya meningkat pada beberapa kelainan neuromuskular.CPK banyak ditemukan pada otot polos, otot skeletal danjaringan otak dan sedikit pada jaringan hepar dan sel darah merah.CPK mempunyai 2 sub unit isoenzim yang dikenal sebagai M danB, dengan distribusi sebagai berikut:MM = Isoenzim hanya didapatkan pada otot skeletalBB = Isoenzim banyak didapatkan pada jaringan otakMB = Isoenzim didapatkan pada otot jantung (Penting untukmendiagnosis Infark Miokard)Serum MM isoenzim biasanya 20 30 kali lebih besar daripadaisoenzim lainnya sehingga peningkatan CPK biasanyamenggambarkan peningkatan dari MM isoenzim (otot skeletal)Serum CPK sering digunakan untuk membedakan myopati danproses neurogenik, terutama distropi yang disebabkan oleh kelainansel kornu anteriorInterpretasi kenaikan serum CPK biasanya menunjukkan bahwaproses yang terjadi adalah myopati dan bukan neurogenik.

2. Serum ElektrolitPemeriksaan serum elektrolit yang penting pada kelainanneuromuskular adalah Kalium dan Kalsium.Selain kadar asetilkolin, kadar kalium dan kalsium di luar dan didalam membran motor end plate, mempengaruhi kepekaan motorend plate itu sendiri untuk melepaskan muatan listriknya. Kadar ionkalium yang kurang akan meninggikan kepekaan motor end plateSehingga titik depolarisasi menjadi tinggi dan muatan listrik sukardilepaskan. Dalam keadaan tersebut serabut otot tidak dapatdikontraksikan, sehingga otot menjadi lumpuh (paralisis).Sedangkan kekurangan ion kalsium justru merendahkan ambanglepas muatan motor end plate dan serabut otot mudah terstimulasi,sehingga dalam keadaan hipokalsemi otot berkontraksi terusmenerusatau disebut TETANI

3. Elektrofisiologia. Nerve Conduction Velocity Test (Tes Kecepatan Hantar Saraf):Biasanya dilakukan pada saraf superfisial, misalnya N. Ulnaris atau N. Tibialis posterior.Melambatnya kecepatan hantar saraf biasanya menunjukkanadanya kelainan saraf periferb. Electromyography Test (EMG)Adanya perubahan gambaran EMG dapat membantu menentukan lokasi lesi, apakah di sel kornu anterior, saraf perifer atau di ototnya sendiri

4. Biopsi OtotPada beberapa kasus kelainan neuromuskular diperlukanpemeriksaan biopsi otot untuk membantu memastikan diagnosis.

KEJANG PADA ANAKKejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.

PATOFISIOLOGIKejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Status epileptikus adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa disertai pemulihan kesadaran. Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh; 1] kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.

KRITERIA KEJANGDiagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang.

KLASIFIKASISetelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981

ETIOLOGILangkah selanjutnya, setelah diyakini bahwa serangan saat ini adalah kejang adalah mencari penyebab kejang. Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi.

DIAGNOSISAnamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, 2 terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis.

TATALAKSANAStatus epileptikus pada anak merupakan suatu kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Makin lama kejang berlangsung makin sulit menghentikannya, oleh karena itu tatalaksana kejang umum yang lebih dari 5 menit adalah menghentikan kejang dan mencegah terjadinya status epileptikus. Penghentian kejang:

0 - 5 menit:- Yakinkan bahwa aliran udara pernafasan baik- Monitoring tanda vital, pertahankan perfusi oksigen ke jaringan, berikan oksigen- Bila keadaan pasien stabil, lakukan anamnesis terarah, pemeriksaan umum dan neurologi secara cepat- Cari tanda-tanda trauma, kelumpuhan fokal dan tanda-tanda infeksi

5 10 menit:- Pemasangan akses intarvena- Pengambilan darah untuk pemeriksaan: darah rutin, glukosa, elektrolit- Pemberian diazepam 0,2 0,5 mg/kgbb secara intravena, atau diazepam rektal 0,5 mg/kgbb (berat badan < 10 kg = 5 mg; berat badan > 10 kg = 10 mg). Dosis diazepam intravena atau rektal dapat diulang satu dua kali setelah 5 10 menit.- Jika didapatkan hipoglikemia, berikan glukosa 25% 2ml/kgbb.

10 15 menit- Cenderung menjadi status konvulsivus- Berikan fenitoin 15 20 mg/kgbb intravena diencerkan dengan NaCl 0,9%- Dapat diberikan dosis ulangan fenitoin 5 10 mg/kgbb sampai maksimum dosis 30 mg/kgbb.

30 menit- Berikan fenobarbital 10 mg/kgbb, dapat diberikan dosis tambahan 5-10 mg/kg dengan interval 10 15 menit.- Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah, elektrolit, gula darah.- Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda-tanda depresi pernafasan.- Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan intensif.

KERANGKA KONSEP

Meningitis Infeksi

Kejang dengan demam demam

Terbentuk fokus epilepsi

Faktor pencetusEpilepsi(makan obat 5 bulan)Penghentian obat asam valproat Status epileptikus dan kejang demam

Deficit neurologis

Hemiparesis desktra sentral

KESIMPULANAnak laki-laki 3 tahun mengalami hemiparesis dextra sentral ec. Status epileptikus dan kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

Aminulah, Asril Aminulah., Madiyono, Bambang. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. 2007. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam 18 edition. Jakarta: EGC.Boggs, J. G. dan Waterhouse, E. J. 2011. Childhood Status Epilepticus. American Epilepsy Society, 1(1): 25.Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.Fisher RS., Boas WE., Blume W., Elger C., Genton P., Lee P., et al., 2005, Epileptic seizures and epilepsy: definition proposed by the International League Against Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy (IBE), Epilepsia; 46 (4): 470-2. Fuadi, Fuadi, 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Masters thesis, Diponegoro University.Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, vol. 1, EGC, Jakarta, 506-531. Herry Garna, Heda Melinda Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-4. 2012. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung.Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors) (2003) : Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi.Leutmezer, F., dkk. 2002. Postictal signs of lateralizing and localizing significance. John Libbey Eurotext 4(1):43-48.Lumbantobing SM, Neurologi KlinikPemeriksaan Fisik dan Mental: Saraf Otak, FK UI Jakarta 2004, hal 55-59Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan Penatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi, Agoes A (editor); 129-148Marcdante, K.J. et al. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Ed. 6. Elsevier: Indonesia.Nelson, Behrman, Kliegman, et al. Kejang-Kejang pada Masa Anak dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak,Volume 3,edisi 15 ,Jakarta:EGC,2000.Hal 2059-2063.Prober, C.G. 2000. Infeksi Sistem Saraf Sentral. Dalam: R.E. Behrman, R.M. Kliegman, A.M. Arvin (Eds.). Ilmu Kesehatan Anak Nelson (Ed. 15, Vol. 2). Terjemah oleh: A.S. Wahab, dkk. EGC, Jakarta, hal. 872-883.Porter RJ dan Meldrum BS. Obat Anti Kejang. Dalam: Katzung BG. Farmakologi Dasar & Klinik. 10th Ed. Jakarta: EGC.Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Dandaputra EP, Harmaniati ED. 2009. Pedoman Pelayan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal:150-152.Rahajoe. N, Supryatno B, Setyanto B. D. 2008. Buku ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Hal. Ikatan Dokter Anak IndonesiaRobbins, dkk.1999.Robbins Dasar Patologi Penyakit Edisi 5.Jakarta:EGCSnell, Richard S. 2011. Neuroanatomi Klinik Edisi 7. Jakarta: EGCShorvon SD. Epilepsi. Dalam: Epilepsi Untuk Dokter Umum. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1 32.Swartz, M.H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Terjemah oleh: P. Lukmanto, dkk. EGC, Jakarta.Weiss, T.C. 2011. Todds Paralysis Information, Causes and Symptoms. (http://www.disabled-world.com/health/neurology/todds-paralysis.php, diakses pada 28 Oktober 2014)

44

WHO Child Growth Standards

Weight-for-age BOYS2 to 5 years (z-scores)

Age (completed months and years)

Wei

ght

(kg)

5 years4 years3 years2 years

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

2 4 6 8 10 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10Months

-2

-3

3

2

0