skenario b blok 27-1

90
SKENARIO B BLOK 27 Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah. Dari hasil pemeriksaan didapatkan: RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif. Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub- conjungtival bleeding (-) Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang. Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri. Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan: Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, 1

Upload: lidya-nazir

Post on 23-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario b Blok 27-1

SKENARIO B BLOK 27

Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan

menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian sadar

kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke

RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di

kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil

isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.

Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)

Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan

dasar fraktur tulang.

Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.

Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.

Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:

Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg, pasien

membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-

kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif, pupil kiri reaktif/normal.

Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga orang

perawat.

1

Page 2: Skenario b Blok 27-1

I. Klarifikasi Istilah

1. Visum et repertum : Keterangan tertulis yang dibuat oleh

dokter

dalam ilmu kedokteran forensik atas

permintaan penyidik yang berwenang mengenai

hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,

baik hidup atau mati ataupun bagian atau

diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan

keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk

kepentingan holistisia

2. Pingsan : Kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak

dan biasanya sementara yang disebabkan oleh

kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak

3. Memar : Jenis cedera pada jaringan tubuh yang

menyebabkan aliran darah mengendap pada

jaringan subkutan

4. Aniaya : Perbuatan bengis seperti penyiksaan atau

penindasan

5. Muntah : Pengeluaran isi lambung melalui mulut

6. Pupil isokor : Kesamaan ukuran pupil kedua mata

7. Pupil reaktif : Pupil merespon kepada rangsangan cahaya

8. Subkonjungtival bleeding : Perdarahan dibawah konjungtiva

9. Fraktur tulang : Rusaknya kontinuitas tulang

10. Hematom :Kumpulan darah diluar embuluh darah biasanya

pada tempat pembuluh darah mengalami

trauma

11. Ngorok : (Snoring) pernafasan yang kasar dan ramai saat

tidur yang disebabkan oleh vibrasi uvula dan

palatum molle

12. Anisokor : Ketidaksamaan ukuran pupil kedua mata

2

Page 3: Skenario b Blok 27-1

II. Identifikasi Masalah

1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan

menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian

sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi

mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang

mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan

muntah.

2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5,

pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.

Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)

Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul

dengan dasar fraktur tulang.

Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.

3. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.

Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:

Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg,

pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang

dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif,

pupil kiri reaktif/normal.

Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga

orang perawat.

3

Page 4: Skenario b Blok 27-1

III. Analisis Masalah

1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun, dianiaya oleh tetangganya dengan

menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih lima menit kemudian

sadar kembali dan melaporkan kejadian ini ke kantor polisi terdekat. Polisi

mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang

mengeluh luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan

muntah.

1.1 Apa yang membuat Bujang pingsan kemudian sadar kembali (setelah 5 menit

kemudian) dan bagaimana mekanisme?

Gejala tersebut menunjukkan adanya lucid interval yaitu tenggang waktu

antara kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya penurunan kesadaran.Lucid

interval merupakan gejala khas pada epidural hematoma (EDH). Lucid interval

adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai timbulnya penurunan

kesadaran ulang. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang

ringan pada epidural hematom. Lucid interval biasanya terjadi karena

kompensasi tubuh yang pada awalnya baik, namun lama kelamaan setelah

adanya perdarahan yang banyak sehingga darah terkumpul dan hematom meluas

di dalam tengkorak maka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

sehingga pasien kembali mengalami penurunan kesadaran dan keadaan fisik

yang makin memburuk.

1.2 Apa saja jenis-jenis trauma (trauma tumpul dan tajam) dan pada kasus ini

tergolong trauma apa?

a. Mekanik

1. Kekerasan tumpul

Luka memar : kerusakan pada kapiler bawah kulit, berwarna merah kebiruan.

Pada luka memar dengan penyiraman dengan air tidak akan hilang karena

telahterserap oleh jaringan sedangkan pada lebam mayat masih dapat hilang

karenaletaknya intravaskuler, juga pada memar disekitarnya agak edem dan

secara PA adasebukan sel-sel PMN, sedangkan lebam tidak.

Luka lecet : kerusakan pada epidermis

4

Page 5: Skenario b Blok 27-1

Tekan : epidermis tertekan kedalam

Makin coklat warnanya makin keras perabaannya, berarti semakin

kuattekanannya atau semakin lama.

Bentuknya; kadang-kadang sesuai dengan bentuk bendanya.

Vesikel dan/atau eritema menunjukkan intravitalitas

Geser : epidermis rusak tergeser seperti ombak. Arah geseran sesuai dengan

arah pengumpulan epidermis.

Regang : diskontibuitas epidermis akibat peregangan. Letaknya sesuai dengan

garis kulit, misalnya striae.

Luka robek : kerusakan pada dermis dan epidermis atau lebih dalam lagi.

Menggambarkan kekerasan yang lebih berat

Bisa menentukan arah kekerasannya dengan memperhatikan bibir luka yang

terangkat dari jaringan dasarnya (flap)

Perbedaan kekerasan tajam dan tumpul

TAJAM TUMPUL

Bentuk luka Biasanya

teratur

Biasanya tidak

teratur

Tepi luka Rata Tidak rata

Jembatan jaringan Tidak ada Ada

Folikel rambut terpotong Ya Tidak

Dasar luka Garis / titik Tidak teratur

Sekitar luka Bersih Kadang-kadang

ada lecet

2. Kekerasan tajam

Luka iris

Dalam luka lebih kecil dari panjang luka

Arah kekerasan kurang lebih sejajar dengan kulit

Luka tusuk

Dalam luka lebih besar dari panjang luka

5

Page 6: Skenario b Blok 27-1

Arah kekerasan kurang lebih tegak lurus dengan kulit.

Sudut luka yang tajam menunjukkan letak mata pisau

Panjang luka menunjukkan lebar senjata maksimum yang masuk.

Dalam luka menunjukkan panjang senjata minimum yang masuk

Luka bacok

Dalam luka kurang lebih sama dengan panjang luka.

Arah kekerasan kurang lebih 45 derajat dengan tekanan besar

3. Senjata api

b. Fisik

1. Suhu:

1.1 Panas

1.2 Dingin

2. Listrik

3. Petir

c. Kimiawi

1. Asam

2. Basa

Pada kasus ini adalah trauma tumpul, terlihat pada kasus ini bujang dianiaya

oleh tetangganya dengan sepotong kayu dan bujang mengeluh luka dan memar

di kepala sebelah kanan dengan tepi luka tidak rata dan sudut tumpul.

1.3 Trauma dibagian mana yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran?

Semua trauma kepala yang menyebabkan cedera jaringan otak à hematom à

oedem à vasodilatasi à TIK meningkat à aliran darah ke otak menurun à

perubahan perfusi jaringan cerebri à bisa membuat penurunan kesadaran.

1.4 Apa indikasi dibuat visum et repertum?

6

Page 7: Skenario b Blok 27-1

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan seseorang dengan trauma atau

luka, riwayat luka yang tidak jelas, kejahatan kesusilaan atau perkosaan,

keracunan atau diduga keracunan,mati yang diduga karena tindak pidana,

pemeriksaan mayat dan pemeriksaan bedah mayat.

1.5 Bagaimana hasil visum et repertum pada kasus ini? Buatkan visumnya

Contoh laporan visum et repertum untuk kasus penganiayaan Bujang dalam

Skenario B Blok 27 tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukajaya

Rumah Sakit Umum Daerah Sukajaya

Alamat: ____________________________________

Nomor:

Perihal: Hasil pemeriksaan luar atas korban bernama Bujang

PRO JUSTISIA

VISUM ET REPERTUM (VER)

Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Intan Chairrany menerangkan bahwa

atas permintaan tertulis dari Kepolisian Sektor Kecamatan Tulungtulung tanggal

dua puluh satu September tahun dua ribu lima belas, No. Polisi:

_________________ yang ditandatangani oleh Sutiyoso, AKP. NRP: 12345678,

maka pada Hari Senin tanggal dua puluh satu bulan September tahun dua ribu

lima belas mulai pukul tiga belas lewat sepuluh menit Waktu Indonesia Bagian

Barat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukajaya, telah melakukan

pemeriksaan luar yang menurut surat tersebut:

--------------------------------------------------------

Nama : Bujang bin

Fulan---------------------------------------------------------------

7

Page 8: Skenario b Blok 27-1

Tempat/Tgl. Lahir : 20

tahun-------------------------------------------------------------------------

Agama : ?

Pekerjaan : Belum bekerja

Alamat :

HASIL PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN

1. Korban datang dengan keadaan sadar dengan keadaan umum tampak sakit

sedang.----

2. Korban datang dengan keluhan luka dan memar di kepala sebelah kanan disertai

nyeri kepala hebat dan

muntah.-------------------------------------------------------------------------

3. Pada tubuh korban ditemukan:

Napas cepat, tekanan darah melebihi ambang normal, nadi lambat, refleks

cahaya positif, dan ukuran pupil sama besar.-----------------------------------------

Tampak memar pada mata sebelah kanan dan kiri, tidak ada perdarahan di

bagian dalam kelopak mata bawah.----------------------------------------------------

Luka lecet di atas telinga kanan dengan ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut

tumpul dengan dasar tulang yang patah.-----------------------------------------------

Tampak darah segar mengalir dari lubang hidung.----------------------------------

4. Korban dirawat karena setelah pemeriksaan ditemukan:

Korban tidak sadarkan disi secara tiba-tiba.------------------------------------------

Korban mengorok dengan napas yang lebih lambat dari sebelumnya, nadi tetap,

dan tekanan darah meningkat dari sebelumnya.------------------------------

Setelah korban membuka mata, terasa nyeri dan lokasinya dapat ditentukan oleh

korban.-------------------------------------------------------------------------------

Korban mengerang dalam bentuk kata-kata.------------------------------------------

8

Page 9: Skenario b Blok 27-1

Refleks cahaya negatif pada mata kanan dan positif pada mata kiri, sehingga

ukuran pupil berbeda. Pupil kanan lebih melebar.-----------------------------------

5. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada korban berupa pemeriksaan darah

dan pencitraan

kepala.---------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN

Telah Diperiksa seorang laki-laki berumur dua puluh tahun. Pada pemeriksaan

ditemukan luka memar di mata dan luka lecet pada kepala sebelah kanan korban

akibat kekerasan benda tumpul, diikuti pingsan saat pemeriksaan yang

mengakibatkan halangan sedang pada korban untuk melakukan pekerjaan

sehari-hari karena korban perlu dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Demikian sudah Saya uraikan sejujur-jujurnya dengan menggunakan keilmuan

yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai KUHP.

Palembang, 21 September 2015

Dokter Pemeriksa

dr. Intan Chairrany

NIP. 000 123 5185

1.6 Apa penyebab nyeri kepala hebat dan muntah pada kasus ini?

Nyeri kepala hebat:

Trauma → fraktur tulang kepala → laserasi pembuluh darah yang berada di

epidural → hematom → hematom bertambah banyak/meluas → menekan

duramater → nyeri kepala

Muntah:

9

Page 10: Skenario b Blok 27-1

Peningkatan tekanan intrakranial → penurunan perfusi ke otak → memperberat

iskemik → mengeluarkan substansi-substansi seperti bradikinin, serotonin,

fosfolipid yang menstimulasi chemoreceptor trigger zone di medulla oblongata

→ muntah

1.7 Bagaimana klasifikasi cedera kepala pada kasus ini?

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, beratnya

cedera/keparahan, dan morfologi.

Mekanisme

Berdasarkan adanya penetrasi duramater cedera kepala dibagi atas cedera

tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan

kecelakaan kendaraan bermotor (kecepatan tinggi), jatuh, atau pukulan benda

tumpul (kecepatan rendah). Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak

ataupun tusukan. Pada kasus termasuk dalam kategori trauma tumpul pada

kepala.

Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya

penderita cedera kepala. Penderita yang mampu membuka kedua matanya

secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total

sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya

flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya

minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan

sebagai koma atau cedera kepala berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita

cedera kepala dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera kepala

sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera

kepala ringan.

Pada kasus pasien membuka mata dengan rangsang nyeri (2), melokalisir nyeri

(5), dan mengerang dalam bentuk kata-kata (3) sehingga didapatkan nilai GCS

10 yang menunjukkan suatu cedera kepala sedang.

Morfologi

a. Fraktur Tengkorak

10

Page 11: Skenario b Blok 27-1

Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap/verteks atau dasar tengkorak/basis

kranii, dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka

ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan

CT scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis frakturnya.

Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk

kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka

dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan

permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak

dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup

berat.

Pada kasus ditemukan fraktur tengkorak yaitu pada regio temporal dextra

dimana terdapat arteri meningea media. Arteri meningea media terletak di fosa

infratemporalis pada os sphenoidale. Arteri meningea media akan masuk ke

dalam foramen spinosum untuk memperdarahi duramater dan kalvaria. Pada

trauma os temporal dapat terjadi ruptur arteri meningea media dan akan

menyebabkan munculnya lesi intrakranial berupa epidural hematom. Namun

harus tetap dibuktikan dengan pemeriksaan lebih lanjut.

b. Lesi Intra Kranial

-Cedera Kepala Difus

Cedera kepala difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari

otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera

setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering menunjukkan gambaran

normal, atau gambaran edema dengan batas area putih dan abu-abu yang kabur.

Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan

trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis

menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi

klinisnya.

-Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan

gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering

terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh

robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

11

Page 12: Skenario b Blok 27-1

-Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.

Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks

serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer

otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk

dibandingkan perdarahan epidural.

-Kontusio dan Perdarahan Intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan

lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.

1.8 Bagaimana alur permintaan visum et repertum?

Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1. Dalam hal

penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peritiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang  mengajukan permintaan keterangan ahli  kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 permintaan keterangan ahli

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam

surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.ayat 3 Mayat yang  dikirim kepada

ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan

secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi 

label yang membuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang

diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup:

Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.

Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai

dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit

tersebut. Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya

dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan medis

melibatkan berbagai disiplin spesialis.

Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum

12

Page 13: Skenario b Blok 27-1

Adanya surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum merupakan hal

yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai

penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat

permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek

yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan

diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban datang sendiri

dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum .

Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang

pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV.

Sebagai berikut :

-Setiap pasien dengan trauma

-Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan

-Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas

-Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan

-Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum

“Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal

pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada

map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta

penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien

umum.”

Pemeriksaan korban secara medis

Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah

dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang

mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.

Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum

Pengetikan berkas keterangan ahli/ visum et repertum oleh petugas administrasi

memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk

kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis,

untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak

bertanggung jawab.

Contoh :

“Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima senti

meter“

13

Page 14: Skenario b Blok 27-1

Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum

Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang

menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani

tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang

dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter

yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang

dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas korban

yang masih berkaitan dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.

Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa

Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik

saja dengan menggunakan berita acara.

Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum

Surat keterangan ahli/ visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada

pihak penyidik yang memintanya saja.

1.9 Apa saja KUHP yang mendasari visum et repertum?

Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang No 8

tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat masalah mendasar

yaitu kedudukan visum et repertum masuk dalam alat bukti keterangan ahli atau

alat bukti surat yang kedua alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184

KUHAP. Berikut analisis yuridis peraturan perundang-undangan pidana di

indonesia :

A. Pasal 179 KUHAP

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman

atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang

memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan

sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang

sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

B. Pasal 180 KUHAP

1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul

di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan

dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

14

Page 15: Skenario b Blok 27-1

2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat

hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.

3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian

ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2)

4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain

yang mempunyai wewenang untuk itu.

C. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b

1) Alat bukti yang sah ialah :

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

D. Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli nyatakan di

sidang pengadilan.

E. Pasal 187 KUHAP

Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat

keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang

dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang

keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau

surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata

laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi

pembuktian sesuatu keadaan;

15

Page 16: Skenario b Blok 27-1

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi daripadanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari

alat pembuktian yang lain.

2. Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

RR: 28x/menit, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5,

pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.

Regio Orbita: dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjungtival bleeding (-)

Regio Temporal Dextra: tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul

dengan dasar fraktur tulang.

Regio Nasal: tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung.

2.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pada kasus ini?

Pemeriksaan Normal Kasus Interpretasi

Vital Sign RR 16-24 x/menit 28 x/menit Takipnea

Tekanan

darah

120/80 mmHg 130/90 mmHg Meningkat

Nadi 80-100 x/menit 50 x/menit Bradikardi: efek

peningkatan TIK

GCS E4 M6 V5 E4 M6 V5 Compos mentis

(Cedera kepala ringan)

Regio

Orbita

Pupil Pupil isokor Pupil isokor Normal

Reflex

cahaya

Pupil kanan reaktif

Pupil kiri reaktif

Pupil kanan

reaktif

Pupil kiri reaktif

Normal

Inspeksi

Regio

Orbita

Tidak ada hematom dextra et sinistra

tampak hematom

Sub-

conjungtival

(-) (-) Normal

16

Page 17: Skenario b Blok 27-1

bleeding

Regio

Temporal

Dextra

Inspeksi

Regio

Temporal

Dextra

Tidak ada luka tampak luka

ukuran 6x1 cm,

tepi tidak rata,

sudut tumpul

dengan dasar

fraktur tulang.

Ada fraktur os.

Temporale berbentuk

linier.

Bentuk sudut tumpul

menunjukkan luka

disebabkan oleh benda

tumpul

Regio Nasal Inspeksi

Regio Nasal

Tidak ada

pendarahan

tampak darah

segar mengalir

dari kedua

lubang hidung.

Ada pecahnya

pembuluh darah di

dalam cavum nasii.

Adanya rembesan

2.2 Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan diatas?

Benturan kepala à proses akselerasi à goncangan pada batang otak à pons

turun, a. basilaris meregang à perfusi ke ascending reticulo activation system

(ARAS) terganggu à penurunan kesadaran à pingsan selama 5 menit à stabil

(ARAS kembali berfungsi) à sadar kembali

Pupil isokor dan reflek pupil dextra et sinistra reaktif

Ketika kesadaran kembali, otak melakukan kompensasi agar dapat bekerja

kembali normal, namun hanya bertahan beberapa menit hingga jam.

Sub-conjugtival bleeding (-)

Berarti trauma yang terjadi pada daerah kepala tidak mengenai langsung ke

daerah orbita.

2.3 Bagaimana mendeskripsikan bentuk luka? (beri contoh gambar)

Dalam mendeskripsikan luka harus seobjektif mungkin, meliputi

1. Jumlah Luka

2. Lokasi Luka

a. Berdasarkan regio anatomi

17

Page 18: Skenario b Blok 27-1

Ket:1. K e p a l a 2. Wa j a h : D a h i , M a t a , T e li ng a , H i dun g , M u l u t , L i d a h , G i g i , R a h a n g , P i p i , D a g u 3. L e h e r , T e ng g o r ok a n , J a kun 4. B a hu 5. D a d a , B u a h d a d a , T u l a n g r u s uk 6. P u s a r 7. P e r u t , P i n gg ul 8. Or g a n s e ks 9. P e n is / S k r o t um a tau K lit o r i s / V a g i na 10. P a ha 11. L u t ut 12. B e tis , t u l a ng k e r i ng 13. P e r g e l a n g a n k a ki 14. T e l a p a k k a k i , T u m i t , J a r i k a ki 15. L e n g a n 16. S i k u / s i k u t 17. P e r g e l a n g a n t a n g a n 18. T e l a p a k t a n g a n , 19. J a r i t a n g a n ( I bu j a r i , t e l un j u k , t e n g a h, m a n is , k e li n g k i ng

Garis tengah tubuh

Garis mendatar yang melewati putting susu

Garis mendatar yang melewati pusat

Garis mendatar yang melewati ujung tumit

b. Berdasarkan garis aksis dan ordinat

Garis aksis adalah garis khayal mendatar melalui umbilikus atau papilla

mammae atau ujung skapula. Garis ordinat adalah garis khayal melalui

sternum atau vertebrae.

Gambar Lokasi Tubuh berdasarkan Regio Anatomi

Gambar Penentuan Lokasi Luka berdasarkan Garis Aksis dan Ordinat

18

Page 19: Skenario b Blok 27-1

Penentuan Luka dengan Ukuran Panjang

Gambar Lokasi Luka berdasarkan Ukuran Panjang

Lokasi luka pada perut sebelah kanan atas, yaitu

1. Ujung I 3 cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 14 cm di

atas garis mendatar yang melewati pusat.

2. Ujung II 15 cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan 5 cm di

atas garis mendatar yang melewati pusat.

19

Page 20: Skenario b Blok 27-1

Penentuan Luka dengan Ukuran Lebar

Gambar Lokasi Luka berdasarkan Ukuran Lebar

Lokasi luka pada daerah dada dan perut, yaitu

1. Batas teratas 17 cm di atas garis mendatar yang melewati puting

susu dan batas terbawah 17 cm di bawah garis mendatar yang melewati

putting susu.

2. Batas paling kanan 10 cm sebelah kanan garis tengah tubuh dan

batas paling kiri 9 cm sebelah kiri garis tengah tubuh.

Penentuan Luka dengan Ukuran Kecil

Gambar Lokasi Luka berdasarkan Ukuran Kecil

20

Page 21: Skenario b Blok 27-1

Lokasi luka pada dada kanan atas, yaitu

1. 16 cm sebelah kanan garis tengah tubuh.

2. 12 cm di atas garis mendatar yang melewati puting.

Bentuk Luka

1. Bentuk sebelum dirapatkan.

2. Bentuk sesudah dirapatkan.

Ukuran Luka

1. Ukuran sebelum dirapatkan.

2. Ukuran sesudah dirapatkan.

Sifat Luka

Garis batas luka

1. Bentuk (teratur atau tidak teratur).

2. Tepi (rata atau tidak).

3. Sudut (ada atau tidak, jumlah, bentuk runcing atau tidak).

Daerah di dalam garis batas luka

1. Tebing luka (rata atau tidak, jaringan apa).

2. Jembatan jaringan (ada atau tidak).

3. Dasar luka (jaringan apa, warna, perabaan, ada apa di atasnya).

Daerah di sekitar garis batas luka

1. Memar

2. Tatoase

3. Jelaga

4. Bekuan darah

5. Lain-lain

21

Page 22: Skenario b Blok 27-1

Gambar Bagian-bagian Luka.

Gambar bagian-bagian Luka Tajam.

Gambar Bagian-bagian Luka Tumpul.22

Tebing luka:Permukaan rata.Terdiri atas kulit, jaringan ikat, otot dan tulang.

Antar tebing luka:Tidak terdapat jambatan jaringan

Dasar luka:Terdiri atas tulang

Tebing luka:Permukaan tidak rataTerdir atas kulit, jaringan ikat dan otot

Antar tebing luka:Terdapat jembatan jaringan

Dasar luka:Terdiri atas tulang

Page 23: Skenario b Blok 27-1

3. Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.

Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:

Pasien ngorok, RR: 24x/menit, nadi: 50x/menit, tekanan darah: 140/90 mmHg,

pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang

dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif,

pupil kiri reaktif/normal.

Pada saat itu anda merupakan dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh tiga

orang perawat.

3.1 Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan diatas?

-Tak lama setelah dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri:

Hal ini merupakan karakteristik gejala hematoma epidural, penurunan kesadaran

singkat kemudian diikuti dengan perbaikan kesadaran yang tidak selalu

mencapai level awal dan selanjutnya terjadi penurunan level kesadaran yang

tidak selalu mencapai level awal dan selanjutnya terjadi penurunan level

kesadaran kembali (interval lusid) selama beberapa jam. Dapat disertai dengan

defisit neurologis (hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil ipsilateral, distress

pernapasan sampai dengan kematian).

-Pasien ngorok,

Hal ini bisa disebabkan gangguan jalan napas yang disebabkan darah, karena

ada Rhinorea dan raccoon eye yang merupakan tanda fraktur basis cranii

anterior

-RR: 24x/menit,

Normal batas tinggi, kemungkinan hal ini disebabkan perdarahan

-nadi: 50x/menit

Bradikardi, kemungkinan hal ini disebabkan perdarahan

-tekanan darah: 140/90 mmHg

Hipertensi grade 1, kemungkinan hal ini disebabkan perdarahan

23

Page 24: Skenario b Blok 27-1

-pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan

mengerang dalam bentuk kata-kata.

Nilai GCS: E2,V3, M5. Pasien terkena trauma kapitis sedang

-Pupil anisokor dextra, reflex cahaya: pupil kanan negatif, pupil kiri

reaktif/normal.

Pupil anisokor menandakan trauma berat. Kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan

reaksi pupil yang normal terhadap cahaya menunjukkan utuhnya fungsi otak

tengah dan saraf kranialis III. Pupil yang membesar (> 5 mm) dan reaksinya

buruk dapat disebabkan oleh hernia transtentorialdan tekanan pada otak tengah

dan saraf cranial III. Pupil dilatasi bilateraldan tidak bereaksi menandakan

adanya kerusakan berat pada otak tengah. Pupil yang oval sering berkaitan

dengan kompresi dini otak tengah dan saraf kranialis III.

3.2 Bagaimana mekanisme terjadinya perubahan dari pemeriksaan yang pertama

dan kedua pada kasus ini (pingsan-sadar-pingsan)?

Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada

epidural hematom. Kalau pada epidural hematoma dengan trauma primer berat

tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak

pernah mengalami fase sadar.

Mekanisme pingsan ± 5 menit lalu sadar :

1. Benturan kepala à proses akselerasi à goncangan pada batang otak à pons

turun, a. basilaris meregang à perfusi ke ascending reticulo activation system

(ARAS) terganggu à penurunan kesadaran à pingsan selama 5 menit à

stabil (ARAS kembali berfungsi) à sadar kembali

2. Akselerasi kepala à hiperekstensi kepala à otak membentang batang otak

terlalu kuat à blokade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus

à otak tidak mendapat input aferen à kesadaran hilang selama blokade

reversibel berlangsung.

Mekanisme pingsan kembali :

24

Page 25: Skenario b Blok 27-1

Trauma kepala à fraktur à pecahnya arteri meningea media di antara

duramater dan tengkorak à pembentukan hematoma di epidural à TIK ↑à

kompresi lobus temporalis ke arah bawah dan dalam à herniasi uncus melalui

incisura tentorii à menekan batang otak (ARAS) à penurunan kesadaran

(pingsan) kembali

Mekanisme Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan (-), refleks

cahaya pupil kiri reaktif/normal:

Trauma tumpul temporal à a. meningea media robek à perdarahan epidural

(perlu pemeriksaan CT scan untuk memastikan) à volume intracranial ↑ à

compliance pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke ruang spinal à

perdarahan masih berlangsung à compliance pertama tidak adekuat à

Tekanan intracranial terus ↑ à pergeseran jaringan dari lobus temporal ke

pinggiran tentorium à herniasi unkus à menekan saraf parasimpatis n. III à

tidak terjadi vasokonstriksi pupil à tidak ada hambatan terhadap saraf

simpatis à midriasis ipsilateral (mata kanan) à pupil anisokor dextra dan

reflex cahaya pupil kanan negative

3.3 Bagaimana tatalaksana (TEAM) yang harus dilakukan pada kasus ini?

Tatalaksana awal

Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.

Lakukan dan amankan ABC pada pasien.

Airway dengan kontrol servikal

Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid.

Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.

Breathing

Pemasangan airway orofaringeal

25

Page 26: Skenario b Blok 27-1

Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak

sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.

Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak

dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.

Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger

(scissors technique).

Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,

hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.

Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan

lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.

Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.

Tarik spatula lidah.

Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

Ventilasi bag-valve-mask teknik dua orang

Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.

Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran

oksigen sampai 12 L/ menit.

Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik

yang telah dijelaskan sebelumnya.

Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar

rapat dengan dua tangan.

Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua

tangan.

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita.

Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.

Intubasi orotrakeal dewasa

Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan

peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila

penderita muntah.

Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak

bocor, kemudian kempiskan balon.

26

Page 27: Skenario b Blok 27-1

Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya

lampu.

Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.

Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama

prosedur ini.

Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser

lidah kesebelah kiri.

Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.

Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan

gigi atau jaringan-jaringan di mulut.

Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan

mengembangkan balon secara berlebihan.

Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan

bag valve tube.

Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.

Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.

Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa

harus dinilai ulang.

Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau

selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,

hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-

mask, dan coba lagi.

Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk

menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan

alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam

airway.

Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus

masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

27

Page 28: Skenario b Blok 27-1

Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri

Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada

sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan

pembacaan awal:

Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?

Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?

Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit

membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan

alatnya.

Circulation

Akses vena perifer bersamaan dengan pemberian manitol

Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di

sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).

Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.

Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.

Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di

atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.

Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum

dan buka torniketnya.

Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.

Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan

RL atau normal saline.

Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.

Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.

Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien

Obat-obatan

Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan

peningkatan ICP.

28

Page 29: Skenario b Blok 27-1

Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar

dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.

3.4 Bagaimana proporsi petugas kesehatan yang ideal di UGD RSUD?

29

Page 30: Skenario b Blok 27-1

IV. Hipotesis

Bujang, 20 tahun, mengalami perdarahan intrakranial et causa trauma tumpul pada

kepala.

1. DD

Hematoma subdural: Akibat pengumpulan darah antara durameter dan

aracnoid, secara klinis subdural akut sukar di bedakan dengan epidural yang

berkembang lambat. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak.

Hematoma subaracnoid

2. WD

Bujang, 20 tahun, mengalami cedera kepala derajat sedang dan epidural

hematoma dengan gejala lucid interval et causa fraktur lobus temporal dan

basis cranii fossa anterior

30

Page 31: Skenario b Blok 27-1

3. Definisi

Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang

menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan

atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut

Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan

pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan

oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau

mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan

kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

4. Etiologi

1. Kecelakaan lalu lintas

2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga

4. Kejatuhan benda

5. Luka tembak

5. Patofisiologi

Tekanan intrakranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal

melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan

serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan

tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah

transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan

unrepaired meningocoeles.

Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak

(pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut

insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium,

bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut-

serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n.

okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan

dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata

kelateral dan bawah.

31

Page 32: Skenario b Blok 27-1

Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong

otak ke bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang

menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi.

Herniasi dari lobus temporal medial sampai hiatus tentorial juga terjadi

(herniasi tentorial lateral), menyebabkan kompresi dan kerusakan otak tengah.

Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan

biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang

lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom

berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.

Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah

tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi

perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh

hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga

hematom bertambah besar.

Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa

menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas

perdarahan sampai 24 jam pertama.

Pada awal kejadian pasien akan mengalami pingsan karena kehilangan darah

menyebabkan hipoksia pada otak kemudian sekitar 5 menit maka akan terjadi

mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan oksigenasi ke otak yang

membuat pasien sadar kembali. sesuai dengan hukum Monro-Kellie

menyatakan bahwa:

Volume Intra Kranial = V darah + V Otak + V Liquor.

Hukum ini berarti apabila terjadi perubahan pada salah satu volume harus

diikuti dengan perubahan unsur lainnya. Tetapi apabila kompensasi tidak dapat

berfungsi lagi maka akan menambah volume desak ruang pada intra kranial

yang membuat pasien akan pingsan kembali. Fenomena ini disebut dengan

lucid interval.

Pada keadaan epidural hematoma terjadi akibat pukulan benda tumpul pada

kalvarium menyebabkan terlepasnya perlekatan duramater dari permukaan

dalam kalvarium yang disertai putusnya/robeknya pembuluh darah disertai

dengan adanya fraktur pada kranium.

32

Page 33: Skenario b Blok 27-1

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os

temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan

oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala

sehingga hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada

lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. dalam kasus ini juga otak yang

terdesak akan mencari Lokus minoris untuk menyesuaikan diri dengan

peningkatan tekakan intra kranial maka akan terjadi herniasi otak. Tekanan ini

menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran

tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang

dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation

retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat

ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan

respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda

babinski positif.

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong

kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.

Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain

kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

33

Page 34: Skenario b Blok 27-1

Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur

linear ataupun stelata, manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam

setelah trauma kapitis.

6. Manifestasi klinis

Tergantung tempat terkena, saraf otak pertama bisa terputus oleh fraktur os

kribiforme atau tarik oleh pergeseran otak akibat akselerasi, sehingga anosmia

timbul. Trauma pada bagian depan dari kepala bisa menimbulkan hematom di

orbita atau fraktur tulang orbita. Keadaan tersebut bisa menimbulkan

gangguan kepada saraf otak ketiga, keepat dan keenam, secara tersendiri atau

dalam kombinasi. Pada proses kompresi serebral traumatik akut, batang otak

tertekan karena herniasi tentorial atau herniasi unkus, sehingga kelumpuhan

okular akibat gangguan nervus okulamotorius dan troklearis menjadi suatu

kenyataan. Perdarahan di tegmentum batang abdusentis bisa menimbulkan

oftalmoplegia internuklearis. Nervus abdusen bisa lumpuh secara tersendiri

dan unilateral. Pada umumnya kelumpuhan saraf otak-saraf otak okular akibat

trauma kapitis bisa pulih tanpa gejala sisa.

7. Tatalaksana (kuratif, rehabilitatif)

Tatalaksana awal

Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.

Lakukan dan amankan ABC pada pasien.

34

Page 35: Skenario b Blok 27-1

Airway dengan kontrol servikal

Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid.

Pasang tampon pada hidung untuk menghentikan epistaksis.

Breathing

Pemasangan airway orofaringeal

Prosedur ini digunakan untuk ventilasi sementara pada penderita yang tidak

sadar sementara intubasi penderita sedang dipersiapkan.

Pilih airway yang cocok ukurannya. Ukuran yang cocok sesuai dengan jarak

dari sudut mulut penderita sampai kanalis auditivus eksterna.

Buka mulut penderita dengan manuver chin lift atau teknik cross-finger

(scissors technique).

Sisipkan spatula lidah diatas lidah penderita, cukup jauh untuk menekan lidah,

hati-hati jangan merangsang penderita sampai muntah.

Masukkan airway ke posterior, dengan lembut diluncurkan diatas lengkungan

lidah sampai sayap penahan berhenti pada bibir penderita.

Airway tidak boleh mendorong lidah sehingga menyumbat airway.

Tarik spatula lidah.

Ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask.

Ventilasi bag-valve-mask teknik dua orang

Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita.

Hubungkan selang oksigen dengan alat bag-valve-mask, dan atur aliran

oksigen sampai 12 L/ menit.

Pastikan airway penderita terbuka dan dipertahankan dengan teknik-teknik

yang telah dijelaskan sebelumnya.

Orang pertama memegang masker pada wajah penderita, dan menjaga agar

rapat dengan dua tangan.

35

Page 36: Skenario b Blok 27-1

Orang kedua memberikan ventilasi dengan memompa kantong dengan dua

tangan.

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dada penderita.

Penderita diberi ventilasi dengan cara seperti ini tiap 5 detik.

Intubasi orotrakeal dewasa

Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan

peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila

penderita muntah.

Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak

bocor, kemudian kempiskan balon.

Sambungkan daun laryngoskop pada pemegangnya, dan periksa terangnya

lampu.

Minta seorang asisten mempertahankan kepala dan leher dengan tangan.

Leher penderita tidak boleh di-hiperekstensi atau di-hiperfleksi selama

prosedur ini.

Pegang laringoskop dengan tangan kiri.

Masukkan laringoskop pada bagian kanan mulut penderita , dan menggeser

lidah kesebelah kiri.

Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.

Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan

gigi atau jaringan-jaringan di mulut.

Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan

mengembangkan balon secara berlebihan.

Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan

bag valve tube.

Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.

Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.

Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa

harus dinilai ulang.

Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau

selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi,

36

Page 37: Skenario b Blok 27-1

hentikan percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-

mask, dan coba lagi.

Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk

menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.

Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan

alat ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat

diandalkan untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam

airway.

Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus

masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.

Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus

menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.

Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri

Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada

sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan

pembacaan awal:

Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?

Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?

Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit

membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan

alatnya.

Circulation

Akses vena perifer bersamaan dengan pemberian manitol

Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di

sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).

Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.

Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.

Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di

atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.

Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan jarum

dan buka torniketnya.

37

Page 38: Skenario b Blok 27-1

Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.

Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan

RL atau normal saline.

Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.

Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.

Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasien

Obat-obatan

Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan

peningkatan ICP.

Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar

dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.

Tatalaksana Lanjutan

38

AlgoritmePenatalaksanaan Cedera Kepala Sedang

Definisi : penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk; namun masih mampu menuruti perintah

GCS : 9-13Pemeriksaan awal :

Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhanaPemeriksaan CT scan kepala pada semua kasusDirawat untuk observasi

Setelah dirawatPemeriksaan neurologis periodicPemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila penderita

akan dipulangkan.

Bila kondisi membaik (90%)Pulang bila memungkinkanKontrol di poliklinik

Bila kondisi memburuk (10%)Bila penderita tidak mampu melakukan

perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat

Page 39: Skenario b Blok 27-1

8. Komplikasi

Cedera kepala :

Herniasi otak lanjutan

Penekanan pusat

vegetatif

Edema cerebri

Koma

Deficit neurologis

Kematian

Luka kepala :

Infeksi

Perdarahan

Epistaksis :

Aspirasi

Perdarahan (anemia,

syok)

9. Prognosis

Prognosis tergantung pada:

-Lokasinya (infratentorial lebih jelek)

-Besarnya lesi

-Kesadaran saat masuk kamar operasi

Dubia ad bonam

•Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena

kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi dan kematian tidak akan terjadi

untuk pasien-pasien yang belum koma sebelum operasi.

•Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus.

Kematian terjadi sekitar 9% pada pasien epidural hematom dengan kesadaran

yang menurun.

•Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi. 20%

terjadi kematian terhadap pasien-pasien yang mengalami koma yang dalam

sebelum dilakukan pembedahan.

10. SKDI

Hematom epidural: 2

Hematom subdural: 2

Trauma Medula Spinalis: 2

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

39

Page 40: Skenario b Blok 27-1

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

V. Learning Issue

1. Trauma kapitis (perdarahan intrakranial)

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi

setelah trauma kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan

otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera

kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau

tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,

fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu

sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.

ETIOLOGI

1. Kecelakaan lalu lintas

2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga

4. Kejatuhan benda

5. Luka tembak

KLASIFIKASI

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala

yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai

dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan

dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu

berdasarkan:

1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan

cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan

kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala

tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput

durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau

cedera tumpul.

2. Beratnya Cedera

40

Page 41: Skenario b Blok 27-1

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif

kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya

penderita cedera kepala.

a. Cedera Kepala Ringan (CKR).

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30

menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak

ada kontusio cerebral maupun hematoma.

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit

tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi

amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau

hematoma intracranial.

3. Morfologi Cedera

Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

a. Fraktur cranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat

terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar

tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis

frakturnya.

Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan

petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda

tersebut antara lain : ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign), ekimosis retro

aurikuler (Battle`sign), kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan parese

nervus facialis ( N VII ). Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang

yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya

memeerlukan tindakan pembedahan.

b. Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun

kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local ; Perdarahan

Epidural, Perdarahan Subdural, Kontusio (perdarahan intra cerebral)

41

Page 42: Skenario b Blok 27-1

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang

normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat

dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma,

maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio

klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada

regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media (

Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan

dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh

gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral.

Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor,

hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan

epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika

terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala,

muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural

berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung

2. Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-

kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat

robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus

venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi

pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi

seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat

dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3. Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau

terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.

Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam

mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.Apabila lesi meluas

dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.

4. Cedera Difus

42

Page 43: Skenario b Blok 27-1

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat

akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi

pada cedera kepala.

Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak

terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam

berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali

tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan

bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan

amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik

adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran.

Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia

ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya

berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik

penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak

penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat

neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis

untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat,

pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini

dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.

Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana

penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak

diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita

dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu,

penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih

sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita

sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis

dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

2. Anatomi kepala dan fisiologi otak

Anatomi Tengkorak

A. Kulit Kepala (SCALP)

Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:

Skin atau kulit

43

Page 44: Skenario b Blok 27-1

Connective Tissue atau jaringan penyambung

Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan langsung

dengan tengkorak

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat

terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).

Perikranium

B. Tulang Tengkorak

44

Page 45: Skenario b Blok 27-1

Terdiri dari kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi

3 fosa :

a) Anterior : tempat lobus frontalis

b) Media : tempat lobus temporalis

c) Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum

C. Meningen

Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan:

1. Duramater

Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan

tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput

arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang

subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala

pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis

superior digaris tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta

45

Page 46: Skenario b Blok 27-1

menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus

yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior

mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus.

Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior

berbahaya karena dapat menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan

intracranial.

Arteri-arteri meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering

mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa

temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.

2. Arachnoid

Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut

kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan

yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang

menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara

trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan

sama sekali dipisahkan dari ruang subdural. Pada beberapa daerah, arachnoid

melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk

trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal dengan vilus

arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah

sinus venous. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan.

Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter

terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila

terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai

leptomeninges.

3. Piamater

Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro

spinal bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.

Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.

D. Otak

1. Serebrum

46

Page 47: Skenario b Blok 27-1

Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan

durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri

terdapat pusat bicara.

2. Serebelum

Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior

berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.

3. Batang otak

Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan

kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla

spinalis.

E. Cairan Serebrospinalis

Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau

sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus

koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas

dari ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan

total volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan

serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke

ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk 47

Page 48: Skenario b Blok 27-1

ke ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus

Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen

Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui

granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke

aliran vena.

Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal

melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan

serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan

tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah

transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan

unrepaired meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada

frontal dan temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan

elevasi dari corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum

pellucidum, penipisan dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah

bawah hingga fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction).

F. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :

Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media

Infratentorial : berisi fosa kranii posterior

48

Page 49: Skenario b Blok 27-1

Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang

otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli

disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang

tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan

herniasi. Serabut-serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada

permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan

mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi

bola mata kelateral dan bawah.

Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom

klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi

yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.

G. Sistem Sirkulasi Otak

Kebutuhan energ oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena

itu aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke

otak seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteri–arteri dan vena-

vena.

Arteri karotis

49

Page 50: Skenario b Blok 27-1

Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri

karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri

langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan

berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi

wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria

meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajah dan

mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater.Arteri karotis

interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus

karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususyang

berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara reflex

mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.

Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi

kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri

media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah

masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis

interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan

mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai

darah pada struktur-struktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-bagian

kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan

parietalis serebri.

Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus

temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran

pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber

darah utama girus prasentralis dan postsentralis.

Arteri verebrobasilaris

Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang

sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata,

sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri

vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan

pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri

basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksifitalis

dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular.

Sirkulus Arteriosus Willisi

50

Page 51: Skenario b Blok 27-1

Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan

dua system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya

disatukan oleh pembuluh – pembuluh darah anastomosis yang sirkulus

arteriosus willisi .

Cedera otak

Cedera otak terjadi akibat pergeseran dan distorsi jaringan saraf pada

saat benturan. Otak yang tidak dapat dikompresi diibaratkan batang kayu

basah yang terndan di dalam air. Otak terapung dalam cairan serebrolspinal di

ruang subarachnoid dan dapat meluncur kearah anteroposterior dan lateral

dengan jarak tertentu. Gerakan anteroposterior terbatas karena terdapat

perlekatan vv. Cerebri superiors dengan sinus sagitalis superior. Pergeseran

otak ke lateral dibatasi oleh falx cerebri. Tentorium cerebella dan falx

cerebella juga membatasi pergerakan otak. Gerakan otak di dalam tengkorak

pada saat terjadi cedera kepala kemungkinan tidak hanya menyebabkan avulse

saraf cranial tetapi juga sering menimbulkan rupture pembuluh-pembuluh

darah yang terfiksasi.

2. Fisiologi Otak

Doktrin Monroe-Kellie

Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan

volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,

liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan

mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan

Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.

Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :

CPP = MAP – ICP

CPP : Cerebral Perfusion Pressure

MAP : Mean Arterial Pressure

ICP : Intra Cranial Pressure

Cerebral Blood Flow

Pada orang dewasa, cerebral blood flow (CBF) berkisar antara 50-55

mL/ 100 gram jaringan otak permenit. Cedera kepala yang cukup berat hingga

51

Page 52: Skenario b Blok 27-1

menyebabkan koma biasanya terjadi dan ditandai dengan pengurangan CBF

selama satu jam pertama setelah cedera. Rendahnya level CBF yang inadekuat

untuk metabolism otak biasanya diikuti dengan iskemia baik regional bahkan

global.

Kapiler otak dapat bervasodilatasi ataupun vasokonstriksi untuk

membangun CPP dalam rentang 50-150 mmHg untuk menciptakan CBF yang

konstan. Cedera kepala yang berat dapat mengganggu autoregulasi ini.

Untuk membangun perfusi cerebral dan CBF yang adekuat dapat

dilakukan dengan berbagai cara yaitu menurunkan peningkatan ICP,

menormalkan volume intravascular, menormalkan MAP, memberikan

oksigenasi yang adekuat, dan hematoma atau lesi yang memnyebabkan

peningkatan volume intracranial harus segera dibuang.

Tekanan Intrakranial

Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga

kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak

(Joanna Beeckler, 2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan

intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg

dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan

intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak

(sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah

(sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). Monro–Kellie doktrin menjelaskan

tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap

(Morton, et.al, 2005). Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan

konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi

dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan

salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan

menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme

kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan

lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak

(Joanna Beeckler, 2006).

Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi

serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah

52

Page 53: Skenario b Blok 27-1

dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa

yang adekuat untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005). CPP dihasilkan

dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan

rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg.

MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan

Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka

potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke

otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi

(Morton et.al, 2005). Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan

perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP

dan MAP (Black&Hawks, 2005).

Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan

organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi

arteri dan tekanan perfusi (Morton, et.al, 2005). Autoregulasi menjamin aliran

darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan

perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon

perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa

aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning,

dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan

TIK. Monitoring TIK paling sering dilakukan pada trauma kepala dengan

situasi (Thamburaj, Vincent, 2006):

1. GCS kurang dari 8

2. Mengantuk/drowsy dengan hasil temuan CT scan

3. Post op evakuasi hematoma

4. Klien risiko tinggi seperti usia diatas 40 tahun, tekanan darah rendah, klien

dengan bantuan ventilasi.

5. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan

TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya

dianggap tanda peningkatan TIK.

3. Visum et repertum

Definisi

Visum et repertum berasal dari kata visual yaitu melihat dan repertum yaitu

53

Page 54: Skenario b Blok 27-1

melaporkan. Jadi visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat

berdasarkan permintaan penyidik memuat segala sesuatu yang dilihat dan

ditemukan dalam pemeriksaan sesuai dengan keilmuannya sebaik-baiknya

untuk kepentingan peradilan dengan mengingat sumpah ketika menerima

jabatan.

Menurut pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04.UM.01.06

Tahun 1983 bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut

dengan visum et repertum. Dengan demikian menurut KUHAP keterangan ahli

yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman oleh dokter ahli atau ahli

lainnya disebut visum et repertum.

Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter

berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter,

memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti

berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa

sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk

kepentingan peradilan. (Amir, 1995)

Visum et repertum merupakan pengganti barang bukti,Oleh karena barang bukti

tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat atau bagian tubuh).

KUHAP tidak mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum

adalah alat bukti yang sah. Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat

Kejadian Perkara (TKP), pemeriksaan korban hidup, pemeriksaan korban mati.

Penggalian mayat, menentukan umur seorang korban / terdakwa, pemeriksaan

jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence). (Idries,

1997)

Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

1. Penyidik

2. Hakim pidana

3. Hakim perdata

4. Hakim agama

Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :

1. Ahli kedokteran kehakiman

2. Dokter atau ahli lainnya.

54

Page 55: Skenario b Blok 27-1

Prosedur Permintaan Visum Et Repertum

Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang

adalah diminta oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk

apa, diantar langsung oleh penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum

et repertum diminta tanggal yang lalu. (Idries, 1997)

Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal

penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan keterangan ahli

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam

surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada

ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan

secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi

label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang

diletakkan pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

Bentuk dan Isi Visum Et Repertum

1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti

materai.

2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang

bukti

3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum,

identitas peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukanya pemeriksaan

dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas yang tertera di

dalam surat permintaan visum et repertum dari pihak penyidik dan lebel atau

segel

4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat dan

ditemukan pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa

pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu,

sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu

5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil

55

Page 56: Skenario b Blok 27-1

pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai

dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya

6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut

dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan

sebenar-benarnya

Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah

sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan

dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa

manusia, dimana visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil

pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya

dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat

keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut

yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum

secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga

dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang

telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-

norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.

( Afif, 2010)

Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di

sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya

bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan

dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila

timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya

terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHP.( Afif,

2010)

Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk

mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna

untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai

alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari

tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional

Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum

56

Page 57: Skenario b Blok 27-1

et repertum.( Histar Situmorang, 2007)

Manfaat Visum Et Repertum

Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara

pidana, bagi proses penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus

kejahatan yang terhambat dan belum mungkin diselesaikan secara tuntas.

(Soeparmono, 2002)

Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak tersangka atau

terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau

seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang

meringankan atau menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli. (Soeparmono,

2002)

Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai petunjuk, dimana petunjuk

itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaianya, baik

antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

(Hamzah, 1996)

Jenis-jenis Visum Et Repertum

Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari (Idries, 2009)

1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak

memerlukan tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban

mengalami luka - luka ringan

2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung

korban memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter

membuat visum tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat

melakukan penyidikan walaupun visum akhir menyusul kemudian

3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan

dari korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum

sementara untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum

tergantung dari dokter atau rumah sakit yang merawat korban.

Seperti yang telah kita ketahui permintaan visum et repertum orang hidup lebih

57

Page 58: Skenario b Blok 27-1

banyak dari pada permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak

diperdebatkan oleh karena pihak keluarga yang tidaka mengizinkan (Amir,

2005)

Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka (Abdussalam, 2006)

1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa

karena

a. Luka benda tumpul

b. Luka benda tajam

c. Luka tembakan senjata api

2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah

a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar

b. Luka akibat listrik.

3. Luka akibat zat kimia terdiri dari

a. Luka akibat asam kuat

b. Akibat basa kuat

Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis

kekerasan yang menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk

pembuktian pada suatu kasus.

Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat

1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan

dalam atau otopsi berdasarkan KUHP pasal 133.

2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal

134 ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian

bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan

terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban

keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud

dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3 Apabila dalam waktu 2 hari

tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak

ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud

Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

58

Page 59: Skenario b Blok 27-1

VI. Kesimpulan

Bujang, 20 tahun, mengalami cedera kepala derajat sedang dan epidural

hematoma dengan gejala lucid interval et causa fraktur lobus temporal dan basis

cranii fossa anterior

59

Page 60: Skenario b Blok 27-1

VII. Kerangka Konsep

60

Bujang, 20 tahun, dianiaya tetangga

Cedera kepala derajat sedang

Fraktur basis cranii fossa anterior

Akselerasi-deselerasi otak

Fraktur temporal

Perdarahan

Keluar menuju hidung dan orbita

Epistaksis dan hematom pada orbita

Pingsan

Autoregulasi otak

Sadar kembali

Lucid interval

Perdarahan epidural

TIK , CPP

Nyeri kepala, muntah, RR

meningkat, TD menurun

Kompensasi gagal

Herniasi otak

Pupil anisokor

Penurunan kesadaran (GCS 10)

Page 61: Skenario b Blok 27-1

DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for

Physicians. USA.

Anonimous . ____ . Trauma Kepala . (dalam http://repository.usu.ac.id / , diakses 22

September 2015)

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 856

Tahun 2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Jakarta:

Menteri Kesehatan RI.

Khan, Shara. 2010. Referat Forensik – Deskripsi Luka. FK-UMI.

Konsil Kedokteran Indonesia . 2012 . Standar Kompetensi Dokter Indonesia . Jakarta: Konsil

Kedokteran Indonesia.

Liebeskind, David S. 2014. Epidural Hematoma. Dalam http://emedicine.medscape.com

/article/1137065/, diakses pada 23 September 2015.

Price, S. Dan L. M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,

Jakarta: EGC.

Suryadi, T., Putra R.O., Sirait E.R. 2014. Visum Et Repertum dan Prosedur Pemeriksaan

Kedokteran Forensik. Artikel Kedokteran. (http://www.scribd.com , diakses 22

September 2015)

Tanto, Chris; Liwang, Frans; Hanifati, Sonia; Pradipta, Eka Adip . 2014 . Kapita Selekta

Kedokteran . Jakarta: Media Aesculapius.

61