laporan pbl 1 blok hemato-imunologi kedokteran unsoed

56
LAPORAN PBL 1 BLOK SISTEM HEMATO-IMMUNOLOGI (HI) KASUS I Tutor : dr. Tisna Sendy Pratama Kelompok 7 1. Sri Nurhayati G1A013017 2. Ghaida Sakina G1A013041 3. Ivan Aulia Rizka G1A013043 4. Mada Dwi Hari G1A013057 5. Risya Salimah G1A013058 6. M Mukti Nurriyadi G1A013072 7. Fakhrotul Ummah G1A013073 8. Intani Kurnia Savitri G1A013086 9. Ade Arum Prawestri G1A013196 10. Gembong Satria Mahardhika G1A013103 11. Anggi Samudera Rezki G1A013113 JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: gembongsatriamahardhika

Post on 26-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Enjoyed!

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

LAPORAN PBL 1 BLOK SISTEM HEMATO-IMMUNOLOGI (HI)KASUS I

Tutor :

dr. Tisna Sendy Pratama

Kelompok 7

1. Sri Nurhayati G1A0130172. Ghaida Sakina G1A0130413. Ivan Aulia Rizka G1A0130434. Mada Dwi Hari G1A0130575. Risya Salimah G1A0130586. M Mukti Nurriyadi G1A0130727. Fakhrotul Ummah G1A0130738. Intani Kurnia Savitri G1A0130869. Ade Arum Prawestri G1A01319610. Gembong Satria Mahardhika G1A01310311. Anggi Samudera Rezki G1A013113

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

BAB I

PENDAHULUAN

A. KASUS

Informasi 1

Veronica, seorang mahasiswi kedokteran berumur 20 tahun datang ke dokter

dengan keluhan cepat lelah dalam 6 bulan terakhir ini. Dalam 1 minggu terakhir

ini, nafas terasa berat jika melakukan aktivitas yang berlebihan. Veronica

mengatakan bahwa sejak menjadi mahasiswi kedokteran makannya menjadi

tidak teratur dan sering mengkonsumsi mi instan. Dia juga mengatakan bahwa

sering minum teh pelangsing setelah makan agar tidak menjadi gemuk. Dia

menduga dirinya mengalami anemia, lalu mencoba mengobati sendiri dengan

mengkonsumsi ferrous sulfat dan vitamin C, akan tetapi dihentikan karena

perutnya menjadi sakit setelah mengkonsumsi obat tersebut. Veronica

menyangkal menderita penyakit dalam waktu lama dan mengkonsumsi obat

dalam waktu lama. Dokter mengatakan bawah mahasiswi tersebut memang

mengalami anemia dan menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan

tambahan untuk mengetahui diagnosis pasti anemia tersebut.

Informasi 2

Hasil pemeriksaan fisik :

- KU : Tampak lemah, pucat

BB = 45 kg TB = 164 cm

- Vital Signs : Tekanan darah = 100/70 mmHg

Nadi = 110x/menit, regular

RR = 28x/menit

Suhu 37,0 c⁰

Page 3: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

- Mata : Konjunctiva Anemis (+), sclera ikterik (-)

- Hidung : Dalam batas normal

- Mulut : Bibir pucat, papil atrofi (+), cheilosis (+)

- Leher : Dalam batas normal

- Jantung : Dalam batas normal

- Paru : Dalam batas normal

- Abdomen : Nyeri tekan epigastrik (+), hepar/lien tidak teraba

- Ekstremitas : Telapak tangan pucat, koilonychia (+)

Informasi 3

Hasil pemeriksaan laboratorium :

- Hb : 8,3 g/dL

- Ht : 26 %

- Eritrosit : 4.500.000/mm3

- MCV : 68 fL

- MCHC : 26 g/dL

- MCH : 21 pg

- Leukosit : 7.000/mm3

- Hitung jenis : E2/B1/St5/Sg55/L35/M2

- Trombosit : 212.000/mm3

- LED : 9 mm (10-20 mm)

- Apusan Darah Tepi : anisositosis, poikilositosis, micrositik-

Hipokromik, disertai sel cincin dan sel target

Informasi 4

- Serum iron : 48 ug/dL (normal value: 60-150 ug/dL)

- TIBC : 500 ug/dL (normal value 250-435 ug/dL)

- Ferritin : 8 ng/L (normal value 15-200 ng/L)

Page 4: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

BAB II

PEMBAHASAN

A. KLARIFIKASI ISTILAH DAN KONSEP

NO. ISTILAH ARTI

1. Anemia Kemampuan darah megangkut O2 dibawah normal

dan ditandai oleh hematokrit yang rendah

(Sherwood, 2012)

Penurunan kadar Hb, nilai normal pria : 13,5 g/dL

dan wanita : 11,5 g/dL (Kapita Selekta Hematologi,

2005)

2. Ferrous Sulfat Preparat besi oral yg digunakan dalam pengobatan

defisiensi besi (Dorland, 2011)

B. MENETAPKAN DEFINISI DAN BATASAN PERMASALAHAN YANG

TEPAT

1. Veronica berumur 20 th, mahasiswa kedokteran.

2. Datang ke dokter dengan keluhan cepat lelah dalam 6 bulan terakhir ini.

3. Satu minggu terakhir nafas berat jika melakukan aktifitas berat.

4. Sejak menjadi mahasiswa makan jadi tidak teratur.

5. Sering mengkonsumsi mie instan.

6. Sering meminum teh pelangsing.

7. Veronica menduga dirinya menderita anemia dan pernah mengobati diri

sendiri dengan ferrous sulfat dan vitamin C, namun dihentikan karena

perutnya sakit setelah mengkonsumsinya.

8. Veronica menyangkal menderita penyakit dan mengkonsumsi obat dalam

waku yang lama.

9. Dokter mengatakan veronica mengalami anemia dan menyarankan

pemeriksaan tambahan.

Page 5: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

C. MENGANALISIS PERMASALAHAN

1. Apakah penyebab nafas berat dan mudah lelah?

2. Kenapa perut sakit setelah konsumsi ferrous sulfat dan vitamin C?

3. Bagaimana cara kerja teh pelangsing?

4. Apa saja diagnosis banding yang berhubungan?

D. MENYUSUN BERBAGAI PENJELASAN MENGENAI

PERMASALAHAN

1. Mekanisme Kelelahan Otot (Fatigue)

Kontraksi merupakan hal terpenting dari otot. Hal ini berkaitan dengan

penggunaan adenosin triposphate (ATP) sebagai energi kontraksi.

Mekanisme kontraksi otot berlangsung melalui daur reaksi yang kompleks.

Hal ini dapat dijelaskan melalui teori pergeseran filamen (sliding filament

theory). Keseluruhan proses membutuhkan energi yang diperoleh dari ATP

yang disimpan dalam kepala miosin. Tahapan kontraksi otot hingga

relaksasi. Pada neuromuscular junction, asetilkolin dilepaskan dari synaptic

terminal menuju reseptor dalam sarkoma. Hasil perubahan potensial

transmembran dari serabut otot akan menghasilkan pontensial aksi yang

menyebar melintasi seluruh permukaan dan sepanjang tubulus T. Retikulum

sarkoplasma melepaskan cadangan ion kalsium, sehingga meningkatkan

konsentrasi kalsium di sarkoplasma dan sekitar sarkomer. Ion Kalsium

berikatan dengan troporin dan menghasilkan perubahan orientasi kompleks

troponin-tropomiosin yang terlihat pada bagian yang aktif dari aktin, meosin

cross bridge terbentuk pada saat kepala miosin berikatan dengan bagian yang

aktif. Kontraksi otot dimulai sebagai siklus yang berulang dari meosin cross

bridge. Siklus ini terjadidengan adanya hidrolisa ATP. Proses ini

menimbulkan pergeseran filamen dan pemendekan serabut otot. Pontensial

aksi dibangkitkan dengan adanya pemecahan asetikolin oleh

Page 6: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

asitilkolinesterase. Retikulum sarkoplasma akan menyerap kembali ion

kalsium sehingga konsentrasi ion kalsium menuru. Saat mendekati fase

istirahat, kompleks troponin-tropomiosin akan kembali ke posisi awal.

Sehingga mencegah interaksi cross bridge lebih lanjut. Tanpa interaksi cross

bridge lebih lanjut maka pergeseran filamen tidak akan timbul dan kontraksi

akan berhenti. Relaksasi otot akan terjadi dan otot akan kembali secara pasif

pada resting lenght.

Selama ATP tersedia daur tersebut dapat terus berlangsung. Pada

keaadan kontraksi, ATP yang tersedia didalam otot akan habis terpakai 1

detik. Oleh karena itu ada jalur metabolisme produktif yang menghasilkan

ATP. ATP dengan bantuan kretin kinase akan segera menjadi kretin pospat.

Persediaan kretin pospan ini hanya cukup untuk beberapa detik, selanjutnya

ATP diperoleh dari posforilasi oksidatif. Apabila oksigen tidak cukup maka

asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat, yang apabila menumbuk

akan terjadi kelelahan otot.

Selama latihan berat banyak oksigen dibawah kedalam otot, tetapi

oksigen yang mencapai sel otot tidak cuku. Asam laktat akan menumbuk dan

berdifusi ke dalam cairan jaringan dan darah. Keberadaan asam laktat di

dalam darah akan merangsang pusat pernafasan sehingga frekuensi dan

kedalaman napas pun meningkat. Hal ini berlangsung terus-menerus, bahkan

setelah kontrasi itu selesai sampai jumlah oksigen cukup untuk

memungkinkan sel otot dan hati mengoksidasi asam laktat dengan sempurna

menjadi glikogen.

Kelelahan dalam kasus ini mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan

mineral yang dibutuhkan untuk kerja otot sehingga mudah lelah. Dapat

dilihat dari kebiasaan yang kurang baik seperti sering mengkonsumsi mie

instan dan diet yang tidak teratur.

Page 7: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Fisiologi nafas berat.

Ketika tubuh kekurangan hemoglobin, maka proses oksigenasi ke

seluruh jaringan tubuh berkurang. Sebagai kompensasinya tubuh melakukan

dua hal, yaitu dengan melakukan meningkatkan cardiac output yang

menyebabkan frekuensi denyut jantung meningkat. Yang kedua, adanya

usaha dari otot-otot pernafasan (diafragma dan tulang rusuk) untuk

mengambil O2 lebih banyak. Oleh karena itu nafas terasa lebih berat.

2. Ferrous sulfat adalah suplemen besi yang menyediakan besi untuk kebutuhan

tubuh dalam memproduksi eritrosit. Suplemen ini biasa digunakan sebagai

treatmen atau menghindari anemia defisiensi besi, selain itu dalam kondisi

tubuh dengan kadar eritrositnya rendah seperti saat kehamilan. Obat ini

paling baik dikonsumsi sebelum makan agar mengalami penyerapan

maksimal. Tetapi dapat juga dikonsumsi setelah atau saat makan agar

menghindari iritasi pada gastrointestinal. Hindari mengonsumsi antacid, the

atau kopi dalam 2 jam sebelum atau setelah mengonsumsi ferrous sulfat,

karena akan menurunkan efeknya.

3. Kandungan teh pelangsing

Teh dikenal sebagai minuman yang mengandung antioksidan, namun

disisi lain harus diakui, teh juga mempunyai dampak yang cenderung

negative. Secara umum mereka yang mempunyai kebiasaan minum teh

setelah makan mengalami penurunan penyerapan zat besi hal ini terlihat dari

rendah-nya kadar Hb dalam darah mereka, sedangkan yang tidak

mempunyai kebiasaan minum teh setelah makan mempunyai kadar Hb yang

normal.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 27 orang wanita berusia 19-39

tahun menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau 0,1 mmol yang ditambahkan

pada makanan dan dikonsumsi selama 4 hari berturut-turut dapat

Page 8: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

menurunkan penyerapan zat besi nonheme dari 12,1% menjadi 8,9%, namun

seluruh subyek penelitian tersebut memiliki kadar Hb yang normal teh hijau

mengandung senyawa polifenol yang dapat menghambat penyerapan zat

besi. Senyawa polifenol mengikat besi nonheme membentuk kompleks besi

tannat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat diserap dengan baik

sehingga 3 cadangan zat besi dalam tubuh menurun dan akhirnya terjadi

penurunan kadar Hb.

Dalam proses eritropoiesis dibutuhkan Fe sebagai bahan dasar

pembuatan Hemoglobin dan asupan makanan menjadi salah satu sumber

penghasil Fe. Namun dengan adanya tanin yang dikonsumsi lewat teh

pelangsing maka akan mengurangi jumlah Fe dalam tubuh. Sifat tanin yang

mengikat Fe di dalam tubuh membuat Fe tidak dapat diabsorpsi.

4. Berdasarkan informasi yang didapat, diagnosis banding yang memungkinkan

adalah anemia defisiensi zat besi, anemia sideroblastik, anemia hemolisis,

dan anemia megaloblastik. Untuk lebih pasti, dibutuhkan pemeriksaan

laboratorium.

E. MERUMUSKAN TUJUAN BELAJAR

1. Hemoglobin

2. Eritropoiesis

3. Besi

4. Anemia

F. BELAJAR MANDIRI SECARA INDIVIDUAL ATAU KELOMPOK

Sudah dilaksanakan

G. MENARIK ATAU MENGAMBIL SISTEM INFORMASI YANG

DIBUTUHKAN DARI INFORMASI YANG ADA

1. Hemoglobin

Page 9: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Hemoglobin adalah suatu kompleks protein yang ditemukan pada sel

darah merah. Terdapat dua bagian yang paling penting dari hemoglobin

(Setiawan, 2013).:

a) Heme :

Sebuah  porphyrin dengan satu ligan Fe pada bagian pusatnya.Cincin

porphyrin ditemukan pada seluruh sistem biologi dan  penyebab  banyak 

peran  yang  berbeda  meliputi  photosintesis pada tanaman hijau,

penerimaan O2  pada otot (myoglobin) dan pembawa O2  pada darah

(hemoglobin). Porphirin di bangun dari empat cincin pirol yang

melingkar kemudian membuat atom N berkumpul pada pusat cincin.

Gambar . A. cincin Pirol, B. Protophorpirin IX, C. Ferroheme, D. posisi

Heme pada Hb

Empat atom N memiliki ikatan sendiri yang dapat berikatan dengan

metal seperti Fe2+, Mg2+ dan beberapa ion logam lain. Cincin porpirin yang

ditemukan pada hemoglobin memiliki spesial kelompok penyusun pada

tiap sisi-sisinya (metil, vinil dan asam propanoat). Tipecincin porpirin

seperti ini dikenal dengan nama prorophorpirin IX. Ketika berikatan

dengan Fe, kesatuan kompleks tersebut dinamakan heme. Fe pada

hemoglobin bisa dalam keadaan mengikat ferro (Fe2+) atau Ferri (Fe3+).

Page 10: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Heme dengan mengikat ferro (Fe2+) disebut ferroheme, feroheme

merupakan bagian aktif yang mengikat O2. Heme inilah yang memberikan

warna tampak merah pada hemoglobin, dengan merubah satu struktur

heme berarti dapat merubah warnanya.

b) Globin :

Globin merupakan gugus protein yang melingkupi heme.

Secara umum struktur dari hemoglobin terdiri dari empat rantai 

polipeptida (globin) yang berkumpul antara satu rantai dengan

rantailainnya. Disini terdapat beberapa perbedaan struktur molekul rantai

polipeptida (globin), perbedaan tersebut terletak pada beberapa 

urutanasam aminonya. Sebuah desain greek  memberikan identitas yaitu

α, β, δ, ε, dan seterusnya. Tiap molekul globin menyatu dengan satu

kelompok gugus heme. Tiap gabungan satu unit heme dan globin disebut

dengan subunit. Tiapmolekul hemoglobin terdiri dari 4 unit globin dan 4

unit heme (Setiawan, 2013). Setiap molekul hemoglobin dapat

mengambil empat penumpang O2 di paru (Sherwood, 2011)

Gambar. Molekul globin dan gugus heme.

Fungsi Hemoglobin

Menurut (Sherwood, 2011) fungsi hemoglobin ada 3 yaitu :

a) Membantu mengangkut gas O2 dari sel jaringan kembali ke paru-paru.

Page 11: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

b) Hemoglobin berikatan dengan ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat

terionisasi.

CO2 yang larut dalam air (H2O) maka akan menghasilkan asam

karbonat (H2CO3) yang bersifat asam, hemoglobin yang berikatan dengan

ion hidrogen berfungsi sebagai penyangga (buffer) sehingga tidak

menyebabkan perubahan pH.

c) Hemoglobin berikatan dengan NO (Nitrat Oksida)

Nitrogen oksida menyebabkan relaksasi otot polos, menghambat

agregasi dan adhesi trombosit, serta menghambat proliferasi sel. Otot

polos yang dipengaruhi ialah otot polos vaskular, traktus respiratorius,

gastrointestinal, dan uterus (Gunawijaya, 2009).

Nitrogen Oksida merupakan relaksan kuat otot polos vaskular yang

mengakibatkan vasodilatasi vena maupun arteri, namun lebih bersifat

venodilator daripada arteriodilator. Penggunaan klinis NO sebagai

vasodilator dikenal sebagai nitrovasodilator, diantaranya nitrogliserin,

sodium nitroprusid, dan isoamil nitrit. Relaksasi otot polos vaskular

disebabkan oleh aktifitas NO di sel endotel di sekitarnya. Diawali oleh

stimuli di permukaan sel endotel, misalnya oleh bradikinin. Interaksi

bradikinin dengan reseptor selektifnya (B) mencetus influks Ca2+ dari

lumen ke intraselular endotel. Bahan lain yang menimbulkan hal sama

ialah asetilkolin, histamin, dan serotonin. Faktor gerakan aliran darah dan

impulslistrik tubuh juga berperan. Ca2+ yang masuk ke intraselular

membentuk kompleks dengan calmodulin (CM) yang terikat di c-NOS,

menyebabkan aktifasi c-NOS. Aktifitas c-NOS mengkatalisis asam amino

L-Arginin menjadi NO dan L-Sitrulin. Nitrogen Oksida yang bersifat

lipofilik segera berdifusi keluar sel endotel, melewati sawar membran

endotel lalu masuk ke sel otot polos vaskular terdekat (Gunawijaya,

2009).

Di dalam sel otot polos, NO membentuk kompleks dengan ion ferro

(Fe2+) dari heme (H) yang terikat di sitosolik guanilat siklase (GC).

Page 12: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Kompleks dengan bantuan magnesium (Mg2+) mengaktifasi guanosin

trifosfat (GTP) menjadi siklik-guanosin-3-5-monofosfat (c-GMP) dan

pirofosfat inorganik (Ppi). Akhirnya c-GMP sebagai amplifier dan second

massenger intraselular akan menurunkan kadar Ca2+ bebas intraselular

dengan cepat dan menimbulkan inaktifasi rantai ringan kinase miosin.

Kedua hal ini menyebab-kan paralisis otot polos vaskular, sehingga

terjadi vasodilatasi (Gunawijaya, 2009).

Gambar. Mekanisme relaksasi otot polos vaskular akibat NO

Katabolisme Hemoglobin

Katabolisme heme dari semua protein heme tampaknya dilaksanakan di

fraksi mikrosom sel oleh suatu sistem enzim kompleks yang disebut heme

oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari protein heme mencapai sistem

oksigenase, besi tersebut biasanya telah dioksidasi menjadi bentuk feri, yang

membentuk hemin. Sistem heme oksigenase adalah sistem yang dapat

diinduksi oleh substrat. Hemin direduksi menjadi heme dengan NADPH, dan

dengan bantuan NADPH lain, oksigen ditambahkan ke jembatan α-metin

antara pirol I dan II porfirin. Besi fero kembali dioksidasi menjadi bentuk feri.

Dengan penambahan oksigen lain, besi feri dibebaskan dan karbon monoksida

dihasilkan serta terbentuk biliverdin dari pemecahan cincin tetrapirol dalam

jumlah molar yang setara. Suatu enzim larut yang dinamai biliverdin

Page 13: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

reduktase mereduksi jembatan metin antara pirol III dan pirol IV ke gugus

metilen untuk menghasilkan bilirubin, suatu pigmen kuning (Murray, 2009).

Bilirubin yang dibentuk di jaringan perifer diangkut ke hati oleh albumin

plasma. Metabolisme bilirubin selanjutnya, berlangsung terutama di hati. Di

hati bilirubin dilepaskan dari albumin, dan di transport oleh protein Y dan Z di

intraseluler menuju retikulum endoplasmik halus hati. Di sini, bilirubin

dikombinasi dengan glukosa dan asam glukoronat, dan konjugasi terjadi

dengan bantuan enzim dan oksigen. Enzim utama yang terlibat dalam proses

konjugasi ini adalah uridin difosfoglukuronil transferase (UDP-GT atau

glukuronil transferase). Hasilnya terbentuk bilirubin terkonjugasi, yang larut

air dan siap untuk ekskresi (Murray, 2009).

Bilirubin terkonjugasi kemudian di ekskresi melalui sistem biliaris lalu ke

dalam usus halus. Di usus halus bilirubin akan dikatabolisasi oleh bakteri usus

normal untuk membentuk urobilinogen, kemudian dioksidasi menjadi

urobilin. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi di ekskresi dalam feses, dan

sejumlah kecil diekskresi dalam urine (Murray, 2009).

2. Eritropoiesis

Eritropoiesis diawali oleh stem sel yang ada pada sumsum tulang yang

dapat berdiferensiasi menjadi semua macam sel darah. Sel stem

berdiferensiasi menjadi dua sel stem myeloid dan sel stem limfoid. Sel stem

meioloid akan berdiferensiasi menjadi beberapa progenitor salah satunya

erytroid progenitor. Erytroid progenitor membelah menjadi proerytroblas,

yang memiliki cirri sel besar, sedikir sitoplasma, nucleus besar, banyak

organel dan belum ada Hb. Lalu berproliferasi menjadi basophilic eritroblas,

dan polikromatophil eritrobals, pada 2 tahap ini, terjadi penurunan ukuran sel,

penurunan inti sel, penurunan ribosom RNA, dan kenaikan sintesis

hemoglobin. Tahap mitosis pada eritrosit berakhir pada fase ini.

Orthocromatic blast, pada tahap ini, inti yang sudah tidak digunakan

dikeluarkan, dan menjadi retikulosit, sel yg sudah tidak bernukleus tetapi

masih memiliki sisa organel seperti mitokondria, badan golgi, dan lain-lain,

Page 14: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

konsentrasi Hb jg sudah mencapai 20-30%. Lalu retikulosit ini berpindah dari

sumsum tulang menuju kapiler melalui diapedesis, dalam 1-2 hari sisa organel

dalam retikulosit akan menghilang dan menjadi eritrosit matur. Karena waktu

hidupnya yang sedikit, retikulosit akan mati dalam waktu singkat. (Guyton,

2006)

Terjadinya Eritropoiesis karena adanya stimulus dari eritropoietin yaitu

suatu hormone growth faktor yang mengarahkan diferensiasi dan proliferasi

stem sel untuk menghasilkan eritrosit matur (Sherwood, 2012). Stimulus

utama keluarnya EPO (Eritropoietin) bisa karena adanya keadaan hypoxia,

dan terutama berkurangnya O2 pada ginjal. Karena EPO disekresi 90% di

ginjal, 10% di sel kupfer dan hepatocyt di liver, jadi merangsang ginjal untuk

mengeluarkan hormon EPO. Eritropoiesis jg dipengaruhi, atau diatur oleh

ketersediaan nutrisi sel darah merah, dimana yg terpenting adalah besi, asam

folat, dan vitamin b12 karena berhubungan dengan sintesis DNA, yg akan

mempengaruhi diferensiasi dan maturasi sel darah merah. (Griffin, 2007).

Terjadinya hemolisis juga menstimulasi terjadi eritropoiesis (Martini, 2012).

Gambar Eritrogenesis (Guyton, 2006)

Fungsi eritrosit kebanyakan diperankan oleh hemoglobin.

Page 15: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

3. Besi

Besi merupakan trace element vital yang sangat diperlukan oleh tubuh

untuk pembentukan Hemoglobin. Besi dengan konsentrasi tinggi terdapat

dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang

mengangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen

ke sel–sel yang membutuhkannya untuk metabolism glukosa, lemak dan

protein menjadi energi (ATP). Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim

dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip Hemoglobin yang terdapat di dalam

sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan mengangkutnya

melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah

menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna merah.  Semua sel-sel

tubuh membutuh fe. Fe sangat penting untuk mengangkut oksigen, produksi

energi dan pertumbuhan sel serta poliferasi. Di dalam tubuh manusia rata-rata

terdiri dari 3,5 gram fe (laki-laki 4 gram dan perempuan 3 gram). Tetapi,

hanya sekitar 10 % yang diserap oleh tubuh dari makanan.

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan

yang reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam

bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan

jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah heme enzim dan non heme enzim.

Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi

selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan

untuk kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk

simpanan, maka kebutuhan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah)

dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah

zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat

besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini,

berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum

tulang.

Urine,

keringat,

menstruasi kehamilan pertumbuhan total

Page 16: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

feses

Pria dewasa 0,5-1 0,5-1

Wanita pasca -

menopause0,5-1 0,5-1

Wanita menstruasi 0,5-1 0,5-1 1-2

Wanita hamil 0,5-1 1-2 1,5-3

Anak 0,5 0,6 1,1

Wanita (usia 12-15) 0,5-1 0,5-1 0,6 1,6-2,6

Kebutuhan zat besi harian (mg/hari)

Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, misalnya

pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil,

jumlah reserve biasanya rendah. Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami

masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu

ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Dalam

memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan (allowance)

dan kebutuhan gizi (requirement). Kecukupan menunjukkan kecukupan rata –

rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur,

jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan

yang optimal. Sedangkan kebutuhan gizi menunjukkan banyaknya zat gizi

minimal yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam

kecukupan sudah dihitung faktor variasi kebutuhan antar individu, sehingga

kecukupan kecuali energi, setingkat dengan kebutuhan ditambah dua kali

simpangan baku. Dengan demikian kecukupan sudah mencakup lebih dari

97,5% populasi.

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu

ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan

zat besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak daripada orang dewasa apabila

Page 17: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi yang berumur dibawah 1 tahun,

dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama

banyaknya dengan laki – laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan

energi lebih rendah daripada laki– laki dewasa. Untuk dapat memenuhi

jumlah zat besi yang dibutuhkan ini, maka bayi dan remaja harus dapat

mengabsorbsi zat besi yang lebih banyak per 1000 kkal yang dikonsumsi.

Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu:

a. Besi heme: terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorpsinya tinggi,

tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai

bioavailabilitas tinggi

b. Besi non heme: berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat

absorpsinya rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat

sehingga bioavailabitasnya rendah.

Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat

factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat

ialah tanat, phytat dan serat (fibrae). Dalam lambung karena pengaruh asam

lambung, maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain.

Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.

Fe sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel – sel darah merah tua,

yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh

sumsum tulang untuk pembentukan sel – sel darah merah baru. Hanya 1 mg

zat besi dari penghancuran sel – sel darah merah tua yang dikeluarkan oleh

tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing. Jumlah zat besi yang

hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron basal losses).

Metabolisme zat besi, untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka

keseimbangan zat besi di dalam badan perlu dipertahankan. Keseimbangan

disini diartikan bahwa jumlah zat besi yang dikeluarkan dari badan sama

dengan jumlah besi yang diperoleh badan dari makanan. Pertukaran besi

dalam tubuhmerupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi

yang di serap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap.

Page 18: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Absorbsi diperlukan untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh,

paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum disebabkan oleh pH

dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam

absorbsi besi pada epitel usus. Proses absorbs besi dibagi menjadi 3 fase:

a. Fase luminal: besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap

diserap di duodenum.

b. Fase mucosal: proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan

suatu proses aktif.

c. Fase corporeal: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi

besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.

Pengangkutan dan penyimpanan besi, Besi yang diserap di usus setiap

hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama

melalui eksfoliasi epitel. Ketika besi diabsorbsi dari usus halus menuju ke

plasma darah, besi tersebut bergabung dengan  apotransferin  membentuk 

transferin, yang selanjutnya diangkut dalam plasma darah. Besi dan

apotransferin berikatan secara longgar, sehingga memungkinkan untuk

melepaskan partikel besi ke sel jaringan dalam tubuh yang membutuhkan.

Absorbsi besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh. Absorbsi

besi rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya jika cadangan besi rendah

absorbsi besi ditingkatkan.

Setelah itu, besi dalam tranferin di plasma darah masuk ke dalam sumsum

tulang untuk pembentukan eritrosit dan hemoglobin sebesar 22 mg untuk

dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Besi yang

berlebih akan  bergabung dengan proteinapoferritin, membentuk ferritin dan

disimpan dalam sistem retikuloendotelial (RE). Oleh karena apoferritin

mempunyai berat molekul besar, 460.000, ferritin bisa mengikat sejumlah

besar besi. Besi yang disimpan sebagai ferritin disebut besi cadangan.

Ditempat penyimpanan, terdapat besi yang disimpan dalam jumlah yang

sedikit dan bersifat tidak larut, yang disebut hemosiderin.

Page 19: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Bila jumlah besi dalam plasma sangat rendah, besi yang terdapat

dipenyimpanan ferritin dilepaskan dengan mudah ke dalam plasma, dan

diangkut dalam bentuk transferin dan kembali ke sumsum tulang untuk

dibentuk eritrosit.

Bila umur eritrosit sudah habis dan sel dihancurkan, maka hemoglobin

yang dilepaskan dari sel akan dicerna oleh sistem makrofag-monosit. Disini

terjadi pelepasan besi bebas, dan disimpan terutama di tempat penyimpanan 

ferritin yang akan digunakan untuk kebutuhan pembentukan hemoglobin baru.

Gambar skema siklus pertukaran besi dalam tubuh

4. Anemia

a. Anemia defisiensi zat besi

1) Definisi

Page 20: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi

kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan

pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling

parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi

serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin

atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

2) Etiologi

Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh

karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi

akibat perdarahan menahun:

a) Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal

dari:

(1) Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau

NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi

cacing tambang.

(2) Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.

(3) Saluran kemih: hematuria.

(4) Saluran nafas: hemoptisis.

b) Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam

makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas)

besi yang rendah.

c) Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam

masa pertumbuhan, dan kehamilan.

Page 21: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

d) Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis

kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin

(teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium

(susu dan produk susu).

3) Patogenesis

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau

kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga

cadangan besi makin menurun (Bakta, 2006).

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat

besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan

ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi

besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.

Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi

kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang

sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia

secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient

erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah

peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin

dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total

(total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan

reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus

terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin

mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik

mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency

anemia).

Page 22: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa

4) Komplikasi

a) Sistem neuromaskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas

kerja penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan

gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang

berakibat penumpukan asam laktat sehingga mempercepat

kelelahan otot

b) Gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan Gangguan

perkembangan kognitif dan non-kognitif pada anak dan bayi

sehingga dapat menurunkan kapasitas belajar

c) Gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi

Page 23: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

d) Gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya ibu

lebih mudah terkena infeksi dan sering mengalami gangguan partus.

Komplikasi dari anemia yaitu: Gagal jantung kongesif; Parestesia;

Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok; Gangguan pembentukan

heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung;

Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun.

Dampak anemia pada remaja adalah:

a) Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di

sekolah, karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi

b) Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi

tidak sempurna

c) Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang

penyakit

d) Menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot

5) Gambaran klinis

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai

pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):

a) Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,

bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b) Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang.

c) Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada

sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat

keputihan.

d) Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

6) Pemeriksaan penunjang

a) dua dari tiga parameter di bawah ini :

(1) Besi serum <50 mg/dl

(2) TIBC >350 mg/dl

(3) Saturasi tranferin <15 %

Page 24: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

b) Feritin serum <20 μg/dl

c) Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)

menunjukkan cadangn besi (butir-butir hemosiderin) negative

d) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

(1) Pemeriksaan untuk mengetahui rata-rata banyaknya

hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit.

(2) Nilai normal : 26-34 pg

e) Mean Corpuscular Volume (MCV)

(1) Pemeriksaan untuk mengetahui rata-rata volume eritrosit

(2) Nilai normal : 80-100 fL        

f) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

(1) Konsentrasi hemoglobin pada volume eritrosit

(2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan anemia

(3) Nilai normal : 32-36 g/dL

7) Penatalaksanaan

a) Terapi kausal

b) Pemberian preparat besi

(1) Besi per oral :

(a) ferrou sulfat 3x200 mg

(b) ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,

ferrous succinate

(2) Besi parenteral

iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex.

c) Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama hewani

Page 25: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

d) Vitamin C diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan

absorpsi besi

e) Transfusi darah jika diperlukan. Diberikan pada pasien dengan

indikasi :

(1) Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah

jantung

(2) Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan

gejala pusing yang sangat mencolok

(3) Penderita memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang

cepat, seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi

b. Anemia hemolitik

1) Definisi

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan oleh

peningkatan kecepatan destruksi eritrosit. Hiperplasia eritropoeis dan

pelebaran anatomik sumsum tulang menyebabkan meningkatnya

destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien menjadi anemis-

penyakit hemolitik terkompensasi. Sumsum tulang dewasa normasl,

setelah pelebaran maksimal, mampu menghasilkan eritrosit dengan

kecepatan enam sampai delapan kali normal asalkan eritropoiesis ini

‘efektif’. Hal ini menyebabkan retikulosis yang bermakna, khususnya

pada kasus anemia yang lebih parah. Oleh karena itu, anemia hemolitik

mungkin tidak tampak sampai masa hidup eritrosit kurang dari 30 hari.

Terdapat dua mekanisme utama penghancuran eritrosit pada anemia

hemolitik. Mungkin terdapat penghancuran eritrosit berlebihan oleh

sistem RE (hemolisis ekstravaskular) atau eritrosit dapat dihancurkan

langsung dalam sirkulasi pada suatu proses yang disebut sebagai

hemolisis intravaskular. Pada hemolisis intravaskular, dibebaskan

hemoglobin bebas dengan yang dengan cepat menjenuhkan haptoglobin

plasma dan hemoglobin bebas yang berlebih, dan difiltrasi oleh

Page 26: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

glomerulus. Jika kecepatan hemolisis mensaturasi kapasitas reapsorbsi

tubulus ginjal, hemoglobin bebas memasuki urine dan dengan

dilepaskannya besi, tubulus ginjal menjadi penuh terisi hemosiderin.

Methemalbumin dan hemopeksin juga dibentuk dari proses hemolisis

intravaskular.

2) Etiologi

Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena :

a) Defek molecular: hemoglobinopati atau enzimopati

b) Abnormalitas struktur dan fungsi membrane-membran

c) Factor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi

3) Patogenesis

Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskular. Pada

hemolisis ekstravaskular destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem

retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan

membrane tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga

difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.

4) Pemeriksaan penunjang

Temuan laboratorium dapat dengan mudah dibagi menjadi tiga

kelompok

a) Gambaran peningkatan pemecahan:

(1) Bilirubin serum meningkat, tidak terkonjugasi dan terikat

albumin;

(2) Urobilinogen urine meningkat;

(3) Sterkobilinogen feses meningkat;

(4) Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin menjadi jenuh

oleh hemoglobin dan kompleks ini dikeluarkan oleh sel RE

b) Gambaran peningkatan produksi eritrosit

Page 27: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

(1) Retikulositosis;

(2) Hiperplasia eritroid sumsum tulang; rasio mieoloid: eritroid

sumsum tulang normal sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun

menjadi 1:1 atau sebaliknya.

c) Eritrosit yang rusak:

(1) Morfologi—mikrosferosit, eliptosit, fragmentosit, dll;

(2) Fragilitas osmotik, autohemolisis, dll;

(3) Ketahanan eritrosit memendek.

5) Gambaran klinis

Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit dan mukosa kuning.

Splenomegali didapati pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia

berat dapat ditemukan takikardi dan aliran murmur pada katup jantung.

Pasien mungkin memperlihatkan kepucatan membran mukosa,

ikterus ringan yang berfluktuasi, dan splenomegali. Tidak ada bilirubin

dalam urine, tetapi urine dapat menjadi gelap bila dibiarkan karena

urobilinogen yang berlebihan. Batu empedu pigmen (bilirubin) dapat

mempersulit keadaan ini. Beberapa pasien (khususnya penerita penyakit

sel sabit) menderita ulkus di sekitar pergelangan kaki. Krisis aplastik

dapat terjadi, biasanya dicetuskan oleh infeksi parvovirus yang

‘mematikan’ eritropoiesis, dan ditandai oleh peningkatan anemia yang

mendadak serta penurunan jumlah retikulosit.

c. Anemia sideroblastik

1) Definisi

Anemia sideroblastik adalah anemia hipokromik-mikrositik yang

ditandai dengan adanya sel-sel darah imatur (sideroblast) dalam

sirkulasi dan sumsum tulang. Anemia sideroblastik primer dapat terjadi

akibat cacat genetik pada kromosom X yang jarang ditemukan (terutama

dijumpai pada pria), atau dapat timbul secara spontan terutama pada

orang tua. Penyebab sekunder anemia soderoblastik adalah obat-obat

tertentu, misalnya beberapa obat kemoterapi dan ingesti timah. Anemia

Page 28: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

sideroblastik merupakan anemia dengan cincin sideroblas (ring

sideroblastik) dalam sumsum tulang. Anemia ini relatif jarang dijumpai,

tetapi perlu mendapat perhatian karena merupakan salah satu diagnosis

banding anemia hipokromik mikrositik.

2) Klasifikasi

a) Anemia sideroblastik primer

(1) Herediter sex linked sideroblastic anemia

(2) Primary acuquired sideroblastic anemia (PASA) atau

idiopatic acuired sideroblastic anemia (IASA). Dapat

dimasukkan disini adalah refractory anemia with ring

sideroblast (RARS) yang tergolong dalam sindrom

mielodisplastic.

b) Anemia sideroblastik sekunder

(1) Akibat obat ; pirasinamid dan sikloserin, kemoterapi

(2) Akibat alkohol

c) Akibat keracunan timah hitam Pyridoxin responsive anemia

3) Patogenesis

Perubahan pada anemia sideroblastik pada dasarnya terjadi

kegagalan inkorporasi besi ke dalam senyawa hem pada mitokondria

yang mengakibatkan besi mengendap pada mitokondria sehingga jika

yang dicat dengan cat besi akan terlihat binyik-bintik yang mengelilingi

inti yang disebut sebagai sideroblas cincin. Hal yang menyebabkan

kegagalan pemnbentukan hemoglobin yang disertai eritropoesis

inefektif dan menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.

4) Gambaran klinis

Gejala dari anemia sideroblastik dapat terlihat kulit yang pucat,

kelelahan, dizziness, dan pembesaran spleen ,liver, dan tulang belakang.

Heart disease, liver damage, dan gagal ginjal dapat menjadi hasil dari

penumpukan besi dalam organ.

5) Pemeriksaan penunjang

Page 29: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Pada anemia sideroblastik dijumpai :

a) Anemia bervariasi dari ringan sampai berat.

b) Anemia bersifat hipokromik mikrositer dengan gamabaran populasi

ganda (double population) dimana dijumpai eritrosit hipokromik

mikrositer berdampingan dengan normokromik normositer.

c) Pada bentuk didapat (RARS) dijumpai tanda displastik terutama

pada eritrosit, kadang-kadang juga pada leukosit dan trombosit.

d) Besi serum dan feritin serum normal atau meningkat.

e) Pada pengecatan besi sumsum tulang dengan pewarnaan prussian

blue (memakai biru prusia) dijumpai sideroblas cincin > 15 % dari

sel eritroblas.

6) Penatalaksanaan

Terapi untuk anemia sideroblastik berupa terapi simptomatik yaitu

dengan transfusi darah.

Pemberian vitamin B6 dapat dicoba karena pada sebagian kecil

penderita bersifat responsif terhadap piridoksin. Untuk anak-anak

diberikan dalam dosis 200-500 mg/24 jam, kendatipun tidak dijumpai

kelainan metabolisme triptofan atau defensiensi vitamin B6 lainnya.

Vitamin B6 merupakan kofaktor enzim ALA-sintase.

Terapi Kelasi Besi, terapi ini dilakukan karena dengan transfusi

darah yang berulang dapat menyebabkan peninggkatan besi pada organ

sehingga perlu dilakukan terapi kelasi besi setelah pasien menjalani

transfusi darah selama 1 tahun dengan beberapa obat yang dapat

digunakan:

a) Deferoksamin (100mg mengikat 8mg besi)

b) Deferasirox (mengikat besi dengan perbandingan 1:2)

c) Defereipron (dapat mempengaruhi sel imun, kontraindikasi untu

penderita hiv, hepatitis, gagal ginjal dll).

Page 30: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

d. Anemia megaloblastik

1) Definisi

Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh

gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik. Sel

megaloblastik adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang

besar dikarenakan proses maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar

dengan susunan kromosom yang longgar (Soenarto, 2009)

2) Etiologi

Penyebab dari anemia megaloblastik diantaranya adalah:

a) Defisiensi vitamin B12

(1) Asupan tidak cukup, contohnya pada seorang vegetarian

(2) Malabsorpsi

(a) Defek penyampaian dari vitamin B12 dari makanan:

achlorhidria gaster, gastrektomi, obat-obat yang

menghalangi sekresi asam

(b) Produksi faktor intrinsik yang tak mencukupi: anemia

pernisiosa, gastrektomi total, abnormalitas fungsional

atau tak adanya faktor intrinsik yang bersifat congenital

(c) Gangguan dari ileum terminalis: sprue tropikal, sprue non

tropikal, enteritis regional, reseksi intestinum, neoplasma

dan gangguan granulomatosa, sindrom Imerslund

(malabsorbsi kobalamin selektif)

(d) Kompetisi pada kobalamin: fish tapeworm

(Diphylobatrium latum), bakteri blind loop syndrome

(e) Obat-obatan: p-aminosalicylic acid, kolkisin, neomisin.

(3) Lain-lain: NO (Nitrous oxide) anesthesia, defisiensi

transkobalamin II, defek enzim congenital

b) Defisiensi asam folat

(1) Asupan yang tidak adekuat: diet yang tidak seimbang

Page 31: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

(2) Keperluan yang meningkat: kehamilan, bayi, keganasan,

peningkatan hematopoiesis (anemia hemolitik kronik), kelainan

kulit eksfoliatif kronik, hemolisis

(3) Malabsorbsi: sprue topikal, sprue nontropikal, obat-obat:

phenytoin, barbiturat ethanol

c) Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat.

d) Gangguan sintesisi DNA yang merupakan akibat dari proses berikut

ini :

(1) Defisiensi enzim congenital

(2) Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu

(Soenarto, 2009).

3) Patogenesis

Timbulnya megaloblast adalah akibat dari gangguan maturasi sel,

yang terjadi karena adanya gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast

akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan

asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara

khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin.

Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini, maka

maturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel

menjadi lebih besar yang disebut dengan sel megaloblast. Sel

megaloblast ini fungsinya tidak normal dan dihancurkan saat masih

dalam sumsum tulang sehhingga terjadi eritropoiesis inefektif dan

masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya

anemia.

4) Komplikasi

a) Wanita hamil yang mengalami defisiensi dikaitkan dengan

peningkatan risiko malformasi janin, terutama defek tuba neural

b) Pada orang dewasa akan meningkatkan penyakit kardiovaskular

Page 32: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

5) Gambaran klinis

a) Anemia karena eritropoesis yang inefektif

b) Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia

eritrosit memendek

c) Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala,

syndrom malabsorbsi ringan.

d) Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu

e) Neuropati pada defisiensi vitamin B12. Pada penderita dengan

defisiensi vitamin B12 yang berat dapat terjadi kelainan saraf

sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat simetris,

terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan

berjalan dan mudah jatuh.

f) Buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru

g) Luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar

h) Penurunan berat badan

i) Warna kulit menjadi lebih gelap

j) Penurunan fungsi intelektual.

6) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita anemia

megaloblastik adalah untuk menentukan penyebab anemia apakah karena

defisiensi B12 atau defisiensi folat. B12 serum rendah pada anemia

megaloblastik atau neuropati yang disebabkan defisiensi B12. Folat serum

dan eritrosit keduanya rendah pada anemia megaloblastik akibat defisiensi

folat.

Page 33: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Uji penunjang yang dilakukan

7) Penatalaksanaan

Pengobatan yang dilakukan pada sebagian besar kasus adalah terapi

dengan vitamin yang sesuai. Akan tetapi, perlu diperhatikan jika dosis

besar asam folat (5mg/hari) diberikan pada penderita dengan defisiensi

B12, asam folat akan memberi respon hematologic tetapi dapat

memperburuk neuropati. Pada penderita anemia berat yang memerlukan

pengobatan segera mungkin lebih aman untuk memulai pengobatan

dengan kedua vitamin.

Page 34: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Setelah 24 – 48 jam terapi vitamin yang benar, penderita biasanya akan

merasa lebih baik disertai dengan peningkatan nafsu makan. Leukosit dan

trombosit akan menjadi normal setelah 7 – 10 hari dan hemoglobin akan

meningkat 2 – 3 g/dL setiap 2 minggu.

Page 35: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

BAB III

KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)

yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Dalam

kasus, Intake makanan yang kurang akan zat besi menyebabkan cadangan besi tidak

dapat terpenuhi sehingga proses eritropoiesis tidak terjadi, lalu terjadilah Anemia

Defisiensi Besi. Intake zat besi bisa terjadi karena perilaku makan sehari-hari pasien

yang kurang sehat. Pada hasil pemeriksaan laboratorium, Nn. Veronica menderita

ADB berdasarkan pada jumlah Hb, hematokrit, MCV, MCHC, MCH, serum iron,

TIBC, dan Ferritin di bawah normal. Selain itu, apusan darah tepi yang diperiksa

hasilnya sesuai dengan apusan darah tepi pada pasien ADB pada umumnya.

Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi yaitu factor gaya hidup. Jika ADB

terus dibiarkan, akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti gangguan system

neuromaskular, gagal jantung kongestif, penurunan sistem imun, bahkan sampai

kematian. Untuk penanganan terhadap ADB diperlukan pemeriksaan yang mendetail

dan akurat dalam penegakkan diagnosis ADB agar tercapai prognosis yang baik

melalui penatalaksanaan yan tepat dan akurat.

Page 36: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

DAFTAR PUSTAKA

Abdulmuthalib. 2009. Kelainan Hematologik Edisi 4. Jakarta : PT Bina Pustaka.

Bakta, I. M. 2012. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Bakta, I. M., et al. 2006. Anemia Defisiensi Besi Edisi ke-4 Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Griffin, Kitchen. 2011. Immunology And Haemotology. Philadelphia : Mosby Elsevier.

Guyton. 2001. Text Book of Medical Phsyiologi. Saunders : Newyork.

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2006. Medical Physiology. Philadelphia : Elsevier Saunders.

Kumar, Vinay. 2004. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Parjono, Elis dan Kartika Widayati. 2009. Anemia Hemolitik Autoimun (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta: InternaPublishing

Rimba, M. 2001. Hb Rendah dan Zat Tannin pada Teh. Dapat diakses di Http://ogrg.lib.itb.ac.ad/forum/viewtopic.php?pid=25081 Diakses terakhir pada 3 September 2014.

Rinaldi, Ikhwan dan Aru W. Sudoyo. 2009. Anemia Hemolitik Non Imun (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta: InternaPublishing

Samman, S et al. 2001. Green Tea or Rosemary extract added to Foods Reduce Nonheme-Iron Absorption. American Journal Clinical Nutrition, Vol.73. No. 3, 607-612.

Sheerwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Silbernagl, Stefan. 2013. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Sloane Ethel. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku Kedokteran EGC: Jakarta

Page 37: Laporan PBL 1 blok Hemato-Imunologi Kedokteran UNSOED

Soenarto. 2009. Anemia Megaloblastik (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta: Interna Publishing

W.F. Ganong. 2000. Review of Medical Physiology. Lithographed in USA, California