wrap up sk1 hemato

64
DAFTAR ISI Daftar Isi…………………………………………………………………………1 Skenario………………………………………………………………………….2 Kata Sulit………………………………………………………………………...3 Pertanyaan……………………………………………………………………….3 Jawaban Pertanyaan…………………………………………………………….4 Hipotesis …………………………………………………………………………5 Sasaran Belajar………………………………………………………………….6 LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Eritrosit…………………………………7 LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin…………………………….16 LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia…………………………………25 LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi………………..35 Daftar Pustaka………………………………………………………………….45 1

Upload: humaerah-uum

Post on 29-Jan-2016

235 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Goodluck!

TRANSCRIPT

Page 1: Wrap Up Sk1 Hemato

DAFTAR ISI

Daftar Isi…………………………………………………………………………1

Skenario………………………………………………………………………….2

Kata Sulit………………………………………………………………………...3

Pertanyaan……………………………………………………………………….3

Jawaban Pertanyaan…………………………………………………………….4

Hipotesis …………………………………………………………………………5

Sasaran Belajar………………………………………………………………….6

LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Eritrosit…………………………………7

LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin…………………………….16

LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia…………………………………25

LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi………………..35

Daftar Pustaka………………………………………………………………….45

1

Page 2: Wrap Up Sk1 Hemato

SKENARIO 1

LEKAS LELAH BILA BEKERJA

Yani, 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering

merasa lekas lelah setelah melakukan aktivitas. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan

terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.

Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-

kanak pola makan Yani tidak terarur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging,

hanya tahu/tempa dan kerupuk. Tidak dijmpai riwayat penyakit yang diderita

sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit,

frekuensi pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36,8C, TB=160 cm, BB=60

kg, konjungtiva palpebral inferior pucat

Pemeriksaan jantung paru dan abdomen dalam batas normal

Hasil pemeriksaan darah dijumpai:

Pemeriksaan Kadar Nilai normal

Hemoglobin (Hb) 10,5 g/dL 12-14 g/dL

Hematokrit (Ht) 37 % 37-42 %

Eritrosit 4,75 x 106/ul 3,9-5,3 x 106/ uL

MCV 70 fL 82-92 fl

MCV 20 pg 27-31 pg

MCHV 22 % 32-36 %

Leukosit 6500 / uL 5000-10.000 /uL

Trombosit 300.000/ uL 150.000-400.000 /uL

2

Page 3: Wrap Up Sk1 Hemato

KATA SULIT

1. Konjungtiva Anemis : Suatu keadaan dimana konjungtiva seseorang

pucat karena darah tidak sampai ke perifer yang bias menjadi salah satu

tanda bahwa seseorang mengalami anemia

2. Ikterik : Perubahan warna kuning pada kulit, selaput lender, da

bagian putih mata yang disebabkan oleh peningkatan bilirubin dalam

darah.

3. MCV : Nilai rata-rata volume eritrosit

4. MCH : Jumlah rata-rata hemoglobin dalam eritrosit

5. MCHC : Persentase hemoglobin dalam eritrosit

6. Hemoglobin : Pigmen merah pembawa O2 pada eritrosit, dibentuk oleh

eritrosit yang berkembang disumsum tulang.

7. Hematokrit : Persentase volume eritrosit dalam 100 ml darah.

PERTANYAAN

1. Kenapa pasien cepat lelah ?

2. Apa diagnosis sementara pasien?

3. Mengapa wajah pasien pucat ?

4. Apa yang menyebabkan konjungtiva anemis ?

5. Apa hubungan pola makan dengan penyakit yang diderita ?

6. Kenapa MCV,MCH,MCHC menurun, ada hubungannya atau tidak dengan

diagnose pasien ?

7. Apa yang menyebabkan hemoglobin menurun dan hematocrit normal ?

8. Cara menghitung MCHC, jika MCHC meningkat atau menurun apa

dampaknya ?

3

Page 4: Wrap Up Sk1 Hemato

JAWABAN

1. Karena jumlah Hb menurun, fungsi hb adalah untuk mengikat oksigen jika

hb menurun maka oksigen yang terdistribusi ditubuh mengurang dan

oksigen untuk respirasi aerob terganggu yang akan menyebabkan produksi

ATP berkurang.

2. Anemia defisiensi besi

3. Karena hb menurun dimana fungsi hb untuk pemberi warna pada sel darah

merah

4. Karena jumlah Hb menurun, fungsi hb adalah untuk mengikat oksigen jika

hb menurun maka oksigen yang terdistribusi ditubuh mengurang dan

oksigen untuk respirasi aerob terganggu

5. Kurang intake makanan yang mengandung zat besi

6. Karena hb menurun (MHC, MCHC )

7. Hb menurun karena defisiensi besi sedangkan hematocrit normal karena

pembentukan eritrosit normal.

8. MCHC= hb/ht x 100%

Meningkat : anemia makrositik

Menurun : anemia mikrositik hipokrom

4

Page 5: Wrap Up Sk1 Hemato

HIPOTESIS

Kekurangan asupan zat besi dapat menyebabkan menurunnya sintesis

hemoglobin. Turunnya kadar hemoglobin mengakibatkan distribusi oksigen dan

respirasi aerob terganggu, sehingga ATP berkurang dan tubuh merasa lemas.

Hasil pemeriksaan lab pada pasien ini didapatkan anemia mikrositik hipokrom

dengan MCHC rendah. Diagnosis pasien adalah anemia defisiensi besi.

5

Page 6: Wrap Up Sk1 Hemato

SASARAN BELAJAR

LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Eritrosit

1.1 Pembentukan eritrosit (Eritropoeisis)

1.2 Struktur dan morfologi eritrosit

1.3 Fungsi eritrosit

1.4 Jumlah normal

1.5 Kelainan pada eritrosit

LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

2.1 Pembentukan hemoglobin

2.2 Struktur dan fungsi hemoglobin

2.3 Peranan zat besi dalam pembentukan hemoglobin

2.4 Reaksi oksigen dengan hemoglobin

LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia

3.1 Definisi

3.2 Etiologi

3.3 Klasifikasi

3.4 Manifestasi Klinis

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

4.1 Definisi

4.2 Etiologi

4.3 Patofisiologi

4.4 Manifestasi Klinis

4.5 Diagnosis dan Diagnosis banding

4.6 Tata laksana

4.7 Komplikasi

4.8 Pencegahan

6

Page 7: Wrap Up Sk1 Hemato

LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Eritrosit

1.1 Pembentukan eritrosit (Eritropoeisis)

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit (sel darah merah), pada janin

dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang

dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland, 2012)

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada

sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah

tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini

akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit

granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai

dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan

banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali

mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi

Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit

7

Page 8: Wrap Up Sk1 Hemato

masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang

dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

Eritropoeisis terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang

dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.

Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel

interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas

bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang.

Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat

sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping

mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi,

mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel

untuk masuk dalam sirkulasi.

Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk

sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan

mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.

Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu

memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh

kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan

sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan

ujung-ujung atas tulang panjang ekstremitas.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan

sumber leukosit dan trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent

8

Page 9: Wrap Up Sk1 Hemato

tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi

untuk menghasilkan semua jenis sel darah.

Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengakngkut oksigen.Jika

O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone

eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi

eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan

kemampuan darah mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut

O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

1) Rubriblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel

termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti

dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.

Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah

kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2) Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.

Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4

% dari seluruh sel berinti.

3) Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast

polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal

secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.

Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada

prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru

karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena

9

Page 10: Wrap Up Sk1 Hemato

hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal

adalah 10-20 %.

4) Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.

Ini sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.

Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga

warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.

Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%

5) Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan

penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk

melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam

sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari

sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2

hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

6) Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran

diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengan sel ini lebih

tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan

berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur

eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai

umurnya oleh limpa.

1.2 Struktur dan morfologi eritrosit

Eritrosit berbentuk seperti piringan yang bikonkaf dengan

cekungan di bagian tengahnya. Eritrosit mempunyai garis tengah 8

µm, ketebalan 2 µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di bagian

tengah. Bentuk eritrosit yang bikonkaf menghasilkan luas permukaan

yang lebih besar untuk difusi O2 menembus membran dibandingkan

dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. Tipisnya sel

10

Page 11: Wrap Up Sk1 Hemato

memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel dan eksterior

sel. (Sherwood, 2011)

Membran eritrosit juga sangat lentur sehingga eritrosit dapat mengalami

deformitas secara luar biasa sewaktu mengalir satu per satu melewati celah kapiler

yang sempit dan berkelok-kelok. Dengan kelenturan membran tersebut, eritrosit

dapat menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa pecah selama proses tersebut

berlangsung. Ciri anatomik terpenting yang memungkin eritrosit mengangkut

oksigen adalah adanya hemoglobin di dalamnya. (Sherwood, 2011)

Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim

glikolitik dan enzim karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam

menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mekanisme transpor aktif yang

berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang sesuai di dalam sel. Enzim

karbonat anhidrase berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat mengubah CO2

yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3-),

yaitu bentuk utama pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi

dari hasil proses glikolisis karena eritrosit tidak memiliki mitokondria.

(Sherwood, 2011)

1.3 Fungsi eritrosit

Sel darah merah memiliki 2 fungsi utama yaitu:

1. Mengangkut Oksigen dari Paru paru dan sumber lainnya ke seluruh jaringan

di seluruh tubuh manusia.

2. Mengangkut karbon dioksida dari jaringan dan sel akibat proses metabolisme

dan gas lainnya yang mampu terikat pada hemoglobin menuju tempat

pembuangannya atau penampungannya seperti paru paru dan lainnya.

Fungsi Sekunder Sel Darah Merah

Selain, 2 fungsi utama sel darah merah diatas, terdapat fungsi sekunder dari sel

darah merah yaitu:

1. Fungsi sel darah merah yang pertama: memperlebar pembuluh darah

sehingga aliran darah menjadi normal sehingga membantu manusia saat stress.

11

Page 12: Wrap Up Sk1 Hemato

Saat sel darah merah menjadi stress akibat kekurangan oksigen, sel darah

merah akan mengeluarkan ATP sehingga akan mengakibatkan pembuluh

darah mengalami pelebaran pembukaan (dilatasi).

2. Fungsi sel darah merah yang kedua : Membantu jaringan tubuh agar tidak

rusak. Saat hemoglobin pada daerah tertentu mengalami kekurangan oksigen,

akan mengeluarkan S-Nitrosotiol yang akan mengakibatkan pelebaran

pembuluh darah, sehingga sel darah merah akan mengalir lebih cepat ke

jaringan tersebut.

3. Fungsi sel darah merah yang ketiga: Membantu dalam sistem imun tubuh.

Ketika sel darah merah pecah dikarenakan serangan bakteri atau lainnya,

hemoglobin akan melepaskan substansi radikal bebas yang akan merusak

membran dan dinding sel bakteri tersebut dan akhirnya membunuhnya.

(www.belajarbiologi.com)

1.4 Jumlah normal

Kadar eritrosit normal:

Perempuan dewasa: 3.8-5.2 x106/ul,

Laki-laki dewasa : 4.4-5.9 x 106/ul

1.5 Kelainan pada eritrosit

1. Kelainan Ukuran

Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 µm dan volumenya ≥ 100 fL

Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL

12

Page 13: Wrap Up Sk1 Hemato

Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar

2. Kelainan Warna

Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya

Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya

Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,

warnanya lebih gelap.

3. Kelainan Bentuk

Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit

terdapat bagian yang lebih gelap/merah.

Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.

Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-

kadang dapat lebih gepeng (eliptosit).

Stomatosit, Bentuk sepeti mangkuk.

Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai

sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.

Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 - 12 duridengan

ujung duri yang tidak sama panjang.

Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil

pendek, ujungnyatumpul.

Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.

Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan.

Teardropcell, Eritrosit seperti buah pearatau tetesan air mata.

Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.

13

Page 14: Wrap Up Sk1 Hemato

a) Makrosit b) Sel Target

c) Stomatosit d) Sel Pensil

e) Ekinosit f) akantosit

g) Mikrosferosit h) Eliptosit

14

Page 15: Wrap Up Sk1 Hemato

i) Tear Drop sel j) Sel Sabit

k) Mikrosit

LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

15

Page 16: Wrap Up Sk1 Hemato

2.1 Pembentukan hemoglobin

Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh

eritrosit yang sedang berkembang di dalam sumsum tulang. (Dorland, 2011)

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang

terkoordinasi. Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan

oksigen melalui hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan

melindungi molekul heme

Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis heme

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak

langkah-langkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi

dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian

langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan coproporphrynohen III yang

akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-langkah enzimatik akhir

menghasilkan heme.

Sintesis globin

16

Page 17: Wrap Up Sk1 Hemato

Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing

dengan molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan

pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai

globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dasar dari rantai non-

alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-alpha

yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda

dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha

dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap

(total 4 rantai per molekul).

Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk

hemoglobin fetal (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12

minggu pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam

perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta membentuk

hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A. Walaupun Hb A

dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18 hingga

24 minggu kelahiran.

Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan

sebuah dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa

oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang

merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari

tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan

melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.

Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16,

sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada

kromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan kompleks

non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen pada rantai

globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan keseimbangan

ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan

talasemia

17

Page 18: Wrap Up Sk1 Hemato

(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)

Gambar 2 Sintesis globin

Tabel 1 Hemoglobin manusia

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Biosintesis hemoglobin

18

Embryonic

hemoglobinsFetal hemoglobin Adult hemoglobins

gower 1- zeta(2),

epsilon(2) 

gower 2- alpha(2),

epsilon (2) 

Portland- zeta(2), gamma

(2)

hemoglobin F- alpha(2),

gamma(2)

hemoglobin A- alpha(2),

beta(2) 

hemoglobin A2- alpha(2),

delta(2)

Page 19: Wrap Up Sk1 Hemato

Sintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam

stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.

Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke

aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari

sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :

o Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin

membentuk molekul priol.

o Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi

membentuk molekul heme.

o Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu

globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin

yang di sebut rantai hemoglobin.

2.2 Struktur dan fungsi hemoglobin

Hemoglobin adalah kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung

besi dan globin dengan interaksi diantara heme dan globin menyebabkan

hemoglobin yang merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut

oksigen.

Hemoglobin ditemukan hanya pada sel darah merah. Molekul hemoglobin

memiliki dua bagian : (1) bagian globin, suatu protein yang terbentuk dari empat

rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus nonprotein yang

mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing terikat

ke salah satu polipeptida. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan

secara reversible dengan satu molekul O2.

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan berikut :

Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel

jaringan kembali ke paru.

Bagian ion hydrogen asam dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan

di tingkat jaringan dari CO2. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga

asam ini tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.

19

Page 20: Wrap Up Sk1 Hemato

Karbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal terdapat di dalam

darah, tetapi jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian

hemoglobin yang berikatan dengan O2 sehingga terjadi keracunan CO

Nitrat oksida. Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan

dengan hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempat zat ini

melemaskan dan melebarkan arteriol local. Vasodilatasi ini membantu

menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan juga

membantu menstabilkan tekanan darah.

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan fe yang dinamakan

conjugated protein. Sebagai intinya fed an dengan rangka protoporphyrin dan

globulin (tetraphyrin) menyebabkan warna darah merah karena fe ini. Eryt hb

berikatan dengan Co2 menjadi karboxy hemoglobin dan warnanya merah tua.

Darah arteri mengandung O2 dan darah vena mengandung Co2.

(DepKes RI 2011)

Tabel Batas Kadar Hemoglobin

Kelompok umur Batas nilai hb ( gr/dl)

20

Page 21: Wrap Up Sk1 Hemato

Anak 6 bulan – 6 tahun 11,0

Anak 6 tahun – 14 tahun 12,0

Pria dewasa 13,0

Ibu hamil 11,0

Wanita dewasa 12,0

(WHO dalam arisman 2002)

Menurut Depkes RI fungsi hemoglobin adalah:

Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida dalam jaringan

Mengambil oksigen dalam paru-paru kemudian dibawa keseluruh

jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah

seseorang itu kekurangan darah apa tidak.

2.3 Peranan zat besi dalam pembentukan hemoglobin

Besi diet terdapat dalam bentuk: besi heme terdapat besi terikat sebagian dari

kelompok heme yang terdapat di hemoglobin dan terdapat dalam daging, dan besi

anorganik, yang ada pada tanaman. Heme diest diderap dengan lebih efisien

daripada besi anorganik. Besi anorganik diet terutama terdapat dalam bentuk

teroksidasi Fe3+ (feri), tetapi bentuk besi yang tereduksi (Fe2+) di serap lebih

mudah. Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ oleh enzin yang terikat oleh membrane lumina

sebelum penyerapan. Adanya bahan lain di lumen dapat meningkatkan

penyerapan besi, terutama, dengan mereduksi besi feri menjadi fero. Fosfat dan

oksalat, sebaliknya, berikatan dengan besi yang masuk untuk membentuk garam

besi tak larut yang tidak dapat diserap. Besi heme dan Fe2+ ditranspor menumbus

membrane luminal melalui pembawa dependen-energi terpisah di brush border:

besi heme memasuki sel intestinal melalui pembawa heme protein 1dan Fe2+

dibawa melalui transporter mental divalent 1, yang mengangkut mental lain yang

bermuatan 2+. Sebuah enzim didalam sel membebaskan besi dari kompleks heme.

Setelah diserap ke dalam sel epitel usus halus, besi memiliki 2 kemungkinan:

21

Page 22: Wrap Up Sk1 Hemato

Besi segera dibutuhkan untuk produksi sel darah merah diserap kedalam darah

untuk disalurkan ke sumsum tulang, tempat pembentukan sel darah merah.

Besi keluar dari sel epitel usus halus melalui transporter besi membrane yang

dikenal sebagai ferroprotin. Absorpsi besi terutama dikendalikan oleh suatu

hormone, hepsidin, yang dilepaskan dari hati ketika kadar besi didalam tubuh

menjadi terlalu tinggi. Hepcidin mencegah lebih jauh “ekspor” besi dari sel

epitel usus halus menuju darah dengan terikat pada ferroportin dan memacu

internalisasinya menuju sel dengan endositosis dan pengurainnya dengan

lisosom. Karena itu, hepsidin adalah regulator utama pada homeostatis besi.

Defisiensi hepcidin menyebabkan kelebihan besi pada jaringan karena

froportin berlanjut untuk mentrasfer besi ke dalam tubuh tanpa kendali. Besi

yang keluar dari sl epitel usus diangkut menuju darah melalui pemebawa

protein plasma yang dikenal sebagai transferrin. Besi yang diabsorpsi

kemudian digunakan dalam sintesis hemoglobin bagi sel darah merah yang

baru saja terbentuk.

Besi yang tidak segera dibutuhkan akan tetap tersimpan di dalam epitel dalam

bentuk granula yang disebut feritin, yang tidak dapat diserap kedalam darah.

Besi yang disimpan sebagai ferritin akan keluar melalui tinja dalam 3 hari

karena sel-sel epitel yang mengantung graula ini terlepas selama regenerasi

mukosa. Besi dalam jumlah besar di tinja menyebabkan tinja berwarna gelap,

nyaris hitam.

2.4 Reaksi oksigen dengan hemoglobin

Reaksi haemoglobin dengan O2 menjadikanya sebagai suatu sistem

pengangkut O2 yang tepat.Hem yang merupakan ssusunan dari porfirin dengan

inti fero. Masing masing dari tiap atom fero. Dalam pengikatan ini ion besi tetap

berbentuk ferro karena itu reaksi yang terjadi dengan O2 adalah reaksi

oksigenasi.Hb4 + 4 O2 → Hb4O. Reaksi pengikatan ini berlangsung sangat cepat

dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik

Pada proses pengikatan O2 terbentuklah konfigurasi rilex yang akan

memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2.Dapat meningkatkan affinitas

22

Page 23: Wrap Up Sk1 Hemato

terhadap O2 hingga 500 kali lipat. Pada reaksi deoksihemoglobin unit globin akan

terikat erat dalam konfigurasi tense / tegang yang akan menurunkan affinitas

terhadap O2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin

adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan

pH akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan

diperlukan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2.

Penurunan suhu dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana

diperlukan lebih sedikit PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas

terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut sebagai reaksi Bohr 2,3

bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion

bermuatan tinggi yang berikatan pada β-deoksihaemoglobin.

Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan

mengakibatkan banyak O2 yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan

menurun jika pH darah turun akibat dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon

tiroid, pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat

Mendaki ke permukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3

bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini

terjadi karena meningkatnya pH darah.

23

Page 24: Wrap Up Sk1 Hemato

Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang

menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2

ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di kapiler perifer.

24

Page 25: Wrap Up Sk1 Hemato

LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Anemia

3.1 Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen

dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

Pada anemia terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung

eritrosit. Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis,

kehilangan eritrosit berlebihan, atau defisiensi kandungan hemoglobin dalam

eritrosit.

Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit

lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan

Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita.

(Arif Mansjoer,dkk. 2001)

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin

dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red

cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997)

Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat di

sebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah

hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit. (Guyton 11th edition,2006)

3.2 Etiologi

1. Cacat sel darah merah (SDM)

Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-

tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan

masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana

mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan.

Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa

protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein,

sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.

25

Page 26: Wrap Up Sk1 Hemato

2. Kekurangan zat gizi

Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan

oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena

kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel

tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah

hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang

seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi

penyulit yang terjadi.

3. Perdarahan

Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan

menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi

anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini

secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan

dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha

akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin

mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.

4. Autoimun

Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan

menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan.

Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila

hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena

dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.

5. Anemia akibat kehilangan darah

Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat

1 hingga 3 hari, yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi

rendah.

Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah

akan kembali ke dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.

26

Page 27: Wrap Up Sk1 Hemato

Anemia aplastic

Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga

pembentukan sel darah merah terganggu.

Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara

berlebihan, zat kimia tertentu pada industry, bahkan obat – obatan pada

pasien yang sensitif

Anemia megaloblastik

Anemia hemolitik

Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan.

Sel-sel tersebut bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati

kapiler, terutama sewaktu melalui limpa. Walaupun sel darah merah yang

terbentuk jumlahnya dapat mencapai normal, atau bahkan lebih besar dari

normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah

sangat singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan

pembentukannya sehingga mengakibatkan anemia yang parah.

3.3 Klasifikasi

Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit:

A. Anemia hipokromik mikrositer

(MCV<80 fl; MCH <27pg)

1. Anemia defisiensi besi

2. Thalassemia

3. Anemia akibat penyakit kronik

4. Anemia sideroblastik

B. Anemia Normokromik normositer

1. Anamia pascapendarahan akut

2. Anemia aplastik – hipoplastik

3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat

4. Anemia akibat penyakit kronik

5. Anemia mieloptisik

27

Page 28: Wrap Up Sk1 Hemato

6. Anemia pada gagal ginjal kronik

7. Anemia pada mielofibrosis

8. Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. Anemia makrositer

1. Megaloblastik

a. Anemia defisiensi folat

b. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Nonmegaloblastik

a. Anemia pada penyakit hati kronik

b. Anemia pada hipotiroid

c. Anemia pada sindroma mielodisplastik

Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis:

A. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosit

a. Besi: anemia defisiensi besi

b. Vitamin B12 dan asam folat : anemia megaloblastik

2. Gangguan utilisasi besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan jaringan sumsum tulang

a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak: anemia

aplastik/hipoplastik

b. Penggantian oleh jaringan fibrotik/tumor: anemia

leukoritroblastik/mieloptisik

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh

1. Anemia pasca pendarahan akut

2. Anemia pasca pendarahan kronik

C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)

1. Faktor ekstrakorpuskuler

28

Page 29: Wrap Up Sk1 Hemato

a. Antibodi terhadap eritrosit:

i. Autoantibodi-AIHA (autoimmune hemolytic anemia)

ii. Isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)

b. Hipersplenisme

c. Pemaparan terhadap bahan kimia

d. Akibat infeksi bakteri/parasit

e. Kerusakan mekanik

2. Faktor intrakorpuskuler

a. Gangguan membran

i. Hereditary spherocytosis

ii. Hereditary elliptocytosis

b. Gangguan enzim

i. Defisiensi pyruvate kinase

ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)

c. Gangguan hemoglobin

i. Hemoglobinopati structural

ii. Thalassemia

D. Bentuk campuran

E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas

(Bakta, 2006)

29

Page 30: Wrap Up Sk1 Hemato

KadarMikrositer

hipokrom

Normositer

normokromMakrositer

MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl

MCH < 27 pg 27 – 34 pg -

Jenis

penyaki

t

1. Anemia

defisiensi

besi

2. Thalasemia

3. Anemia

penyakit

kronik

4. Anemia

sideroblasti

k

1. Anemia pasca

perdarahan

2. Anemia aplastik

– hipoplastik

3. Anemia

hemolitik

4. Anemia penyakit

kronik

5. Anemia

mieloptisik

6. Anemia gagal

ginjal

7. Anemia

mielofibrosis

8. Anemia sindrom

mielodisplastik

9. Anemia leukimia

akut

Megaloblastik

1. Anemia defisiensi

folat

2. Anemia defisiensi

vit B12

Nonmegaloblastik

A. Anemia

penyakit hati

kronik

B. Anemia

hipotiroid

C. Anemia

sindroma

mielodisplasti

k

3.4 Manifestasi Klinis

Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala yaitu :

a. Gejala Anemia Umum

Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target

serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.

Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai

kadar tertentu ( Hb<7 g/dL ).

30

Page 31: Wrap Up Sk1 Hemato

Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin

(tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia.

Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva,

mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan bawah kuku. Sindrom anemia bersifat

tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak

sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7 g/dL ).

b. Gejala khas anemia

Anemia defisiensi besi

- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris

garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok

- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang

- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida

- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah

liat, es, lem dan lain-lain

Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi

vitamin B12

Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly

Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

c. Gejala Penyakit Dasar

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat

bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat

infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning

pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih

31

Page 32: Wrap Up Sk1 Hemato

dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis

rheumatoid.

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting

pada kasus anemia untuk mengaarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya

diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

3.5 Pemeriksaan

1. Anamnesis

Seperti anamnesis pada umunya, anamnesis pada kasus anemia harus diajukan

untuk mengeksplorasi

a. Riwayat penyakit sekarang

b. Riwayat penyakit terdahulu

c. Riwayat gizi

d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia, dan fisik

serta riwayat pemakaian obat

e. Riwayat keluarga

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian

khusus diberikan pada;

a. warna kulit: pucat,plethora, sianosis, icterus, kulit telapak tangan kuning

seperti jerami

b. purpura: petechie dan achymosis

c. kuku; koilonychias (kuku sendok)

d. mata: icterus koyungtiva pucat, perubahan fundus

e. mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis

dan stomatitis angularis

f. limfadenopati

g. hepatomegaly

h. splenomegaly

32

Page 33: Wrap Up Sk1 Hemato

i. nyeri tulang atau nyeri sternum

j. hemarthrosis atau ankilosis sendi

k. pembengkakan testis

l. pembengkakan parotis

m. kelainan saraf

3. Pemeriksaan laboratorium hematologic

Pemeriksaan laboratorium hematologic dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan

berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu

sehingga lebih terarah dan efisien.

a. Tes penyaring: tesini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus

anemia. Dengan pemeriksaan ini maka dapat dipastikan adanya anemia

dan bentuk morfologi anemia tersebut. pemeriksaan ini meliputi:

i. Kadar hemoglobin

ii. Indeks eritrisit (MCV, MCH, MCHC). Dengan

perkembangan electronic counting di bidang

hematologi maka hasil Hb, WBC dan PLT (trombosit)

serta indeks eritrosit dapat diketahui sekaligus.

Dengan pemeriksaan yang baru ini maka juga

diketahui RDW (red cell distribution width) yang

menunjukan tingkat anisositosis sel darah merah.

b. Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada system leukosit dan

trombosit. Pemeriksaan yang harus dikerjakan adalah laju endap darah,

hitung diferensial, hitung retikulosit

c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini dikerjakan pada sebagian

kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada

beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan

sumsum tulang.

d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini baru dikerjakan jika

kita telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah

33

Page 34: Wrap Up Sk1 Hemato

untuk mengkofirmasi dugaan diagnosis tersebut. pemeriksaan tersebut

antara lain:

i. Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin,

dan ferritin serum

ii. Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.

iii. Anemia hemolytic: hitung retikulosit, tes coombs, elektroforesis

Hb

iv. Anemia pada leukemia akut: pemeriksaan sitokimia

4. Pemeriksaan laboratorium nonhematologik: pemeriksaan-pemeriksaan yang

perlu dikerjakan antara lain:

Faal ginjal

Faal endokrin

Asam urat

Faal hati

Biakan kuman

Dan lain-lain

Berbagai jenis anemia dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti gagal

ginjal kronik, penyakit hati kronik, dan hipotiroidisme. Ada juga kasus anemia

yang disebabkan oleh penyakit dasar yang disertai hiperurisemia, sepertu

myeloma multiple. Pada kasus anemia yang disertai sepsis, seperti pada anemi

aplastic diperlukan kultur darah.

5. Pemeriksaan penunjang lain

Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:

a. Biopsy kelenjar dilanjutkan dengan pemeriksaan histipatologi

b. Radiologi: torak, bone survey, USG, skening, limfagiografi.

c. Pemeriksaan sitogenetik

d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase cain reaction,

FISH = fluorescence in situ hybridization, dan lain lain)

34

Page 35: Wrap Up Sk1 Hemato

LO. 4 Memahami dan Menjelaska Anemia Defisiensi Besi

4.1 Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron

store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang

(Bakta, 2006).

4.2 Etiologi

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit

yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan:

A. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama

dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada

periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat

badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi

mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan

pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat

mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3

kali dibanding saat lahir.

Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah

kehilangan darah lewat menstruasi.

B. Kurangnya besi yang diserap

Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa

ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional.

Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total

sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang

35

Page 36: Wrap Up Sk1 Hemato

cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung

dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat

utama penyerapan besi heme dan non heme.

C. Perdarahan

Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan

mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan

mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-

4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan

negative besi.

Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced

enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,

kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan

infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus)

yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah

dari pembuluh darah submukosa usus.

D. Transfuse feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan

menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa

neonates.

E. Hemoglobinuria

Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada

Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui

urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.

F. Iatrogenic blood loss

Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan

laboratorium.

G. Idiopathic pulmonary hemosiderosis

Jarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan

berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul.

Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga

1,5-3g/dl dalam 24 jam.

36

Page 37: Wrap Up Sk1 Hemato

H. Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan

17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan

saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang

timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

I. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal

dari :

a. Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing

tambang

b. Saluran genital: menorhagia / metiorhagia

c. Saluran kemih: hematuria

d. Saluran nafas: hemoptoe

J. Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi

K. Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan

prematuritas

Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis

4.3 Patofisiologi

Berbagai keadaan dapat menimbulkan defisiensi besi tetapi anemia

defisiensi besi terjadi tdak tergantung kepada penyebabnya, kekurangan zat besi

berkembang secara lambat laun, dimulai dari kekeurangan pada simpanan zat besi

yang ditandai dengan penurunan ferritin dalam serum dan tidak adanya zat besi

yang dapat diwarnai pada sumsumtulang. Perubahan ini diikuti oleh penurunan

kadar zat besi dalam serum dan peningkatan transferrin. Akhienya kemampuan

untuk membentuk hemoglobin, miglobin, dan protein-protein lain yang

mengandung zat besi berkurang, menyebabkan anemia krositik, gangguan kinerja

fisi dan kognitf, dan bahkan kekebalan juga menurun.

37

Page 38: Wrap Up Sk1 Hemato

4.4 Manifestasi Klinis

Gejala umum anemia yang di sebut sebagai sindrom anemia di jumpai pada

anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.

Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang kunang,

serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan

kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan.

Ciri khas :

Pucat

Koilonychias

Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung

sehingga mirip seperti sendok

Athrofipapil lidah

Permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah

menghilang

Satomatitis angularis

Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna

pucat keputihan

Disfalgia

Nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring

Atrofi mukosa gaster

Pica

38

iron depleted state cadangan besi kosong

iron deficiency erythropoiesis

kekurangan besi berlanjut penyediaan besi untuk eritopoesis berkurangganggua pada bentuk eritrositanemia secara klinis belum terjadi

iron deficiency anemia

timbul anemia hipokronik mikrositikkekurangan besi pada epitelkehilangan beberapa enzim yang menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring an lain lain

Page 39: Wrap Up Sk1 Hemato

Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es,

lem, dan lain lain

http://medicalpicturesinfo.com/wp-content/uploads/2011/11/Koilonychia-

1.jpg

4.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1. Diagnosis

Anamnesis

Penting pada anamnesis untuk menanyakan hal- hal yang mengindikasikan

adanya kausa dari anemia defisiensi besi. Hal penting untuk ditanyakan

misalnya:

- Riwayat gizi

- Anamnesis lingkungan

- Pemakaian obat

- Riwayat penyakit

- Pada remaja khususnya wanita bisa ditanyakan perdarahan

bulananya

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi

umum yang mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi

kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi umum pasien.

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis

manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.

Pemeriksaan laboratorium

39

Page 40: Wrap Up Sk1 Hemato

40

Jenis

Pemeriksaan

Nilai

Hemoglobin Kadar Hb biasanya menurun disbanding nilai normal berdasarkan

jenis kelamin pasien

MCV Menurun (anemia mikrositik)

MCH Menurun (anemia hipokrom)

Morfologi Terkadang dapat ditemukan ring cell atau pencil cell

Ferritin Ferritin mengikat Fe bebas dan berkamulasi dalam sistem RE

sehingga kadar Ferritin secara tidak langsung menggambarkan

konsentrasi kadar Fe.  Standar kadar normal ferritin pada tiap

center kesehatan berbeda-beda. Kadar ferritin serum normal tidak

menyingkirkan kemungkinan defisiensi besi namun kadar ferritin

>100 mg/L memastikan tidak adanya anemia defisiensi besi

TIBC Total Iron Binding Capacity biasanya akan meningkat >350 mg/L

(normal: 300-360 mg/L )

Saturasi

transferrin

Saturasi transferin bisanya menurun <18% (normal: 25-50%)

Pulasan sel

sumsum

tulang

Dapat ditemukan hyperplasia normoblastik ringan sampai sedang

dengan normoblas kecil. Pulasan besi dapat menunjukkan butir

hemosiderin (cadangan besi) negatif. Sel-sel sideroblas yang

merupakan sel blas dengan granula ferritin biasanya negatif.

Kadar sideroblas ini adalah Gold standar untuk menentukan

anemia defisiensi besi, namun pemeriksaan kadar ferritin lebih

sering digunakan.

Pemeriksaan

penyait dasar

Berbagai kondisi yang mungkin menyebabkan anemia juga

diperiksa, misalnya pemeriksaan feces untuk menemukan telur

cacing tambang, pemeriksaan darah samar, endoskopi, dan

lainnya.

Page 41: Wrap Up Sk1 Hemato

Sel pensil

2. Diagnosis Banding

a. Anemia penyakit kronik

Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas

ditandai oleh gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia

sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang

dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum

tulang masih cukup.

b. Thalasemia

Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah

mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.

c. Anemia sideroblastik

Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.

Anemia

defisiensi

besi

Anemia

akibat

panyakit

kronik

Thalassemia Anemia

sideroblastik

MCV Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N

MCH Menurun Menurun / N Menurun Menurun / N

Besi serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal /

Meningkat

Normal /

Meningkat

Besi sumsum

tulang

Negatif Positif Positif kuat Positif dengan

ring

41

Page 42: Wrap Up Sk1 Hemato

sideroblastik

Protoporfirin

eritrosit

Meningkat Meningkat Normal Normal

Elektroforesis

Hb

Normal Normal Hb.A2

meningkat

Normal

4.6 Tata Laksana

Prinsip penatalaksanaananemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor

penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat

besi. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral maupun parenteral.

Setelah diagnosis ditegakkan maka akan dibuat rencana pemberian terapi.Terapi

terhadap anemia defisiensi besi adalah :

1. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya pengobatan

cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi

kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh lagi.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh

(iron replacement therapy) :

i. Terapi besi oral, merupakan terapi pilihan pertama oleh karena

efektif, murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous

sulphate (preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi

efektif). Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Preparat lain : ferrous

gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate.

ii. Terapi besi parenteral, sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih

besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi

parenteral hanya diberikan atas indikasi tertentu, seperti:

Intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat

rendah, penyerapan besi terganggu, keadaan dimana kehilangan

darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek,

defisiensi besi fungsional relatif.

42

Kebutuhan besi (mg) = (15 – Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Page 43: Wrap Up Sk1 Hemato

3. Pengobatan lain

a. Diet, sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama berasal dari protein hewani.

b. Vitamin C, diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan

absorposi besi

c. Transfusi darah, ADB jarang memerlukan transfusi darah.

Diberikan hanya pada keadaan anemia yang sangat berat atau

disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Jenis

darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya

overload.

Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:

*pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum, dosis besi kurang, masih ada

perdarahan cukup berat, ada penyakit lain seperti peny.kronik, ada defisiensi asam

folat. Serta kemungkinan salah mendiagnosis ADB. Jika dijumpai keadaan

tersebut, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

(Bakta, 2006)

4.7 Komplikasi

o Gangguan jantung yang pada awalnya hanya berdebar, lama-lama jantung

bisa membesar. Jantung yang membesar lama-lama terganggu fungsinya,

sehingga terjadilah gagal jantung.

o Gangguan kehamilan, kemungkinan tinggi terjadi lahir prematur & berat

lahir rendah.

o Gangguan pertumbuhan & mudah kena infeksi, bila terjadi pada anak.

o Cepat lelah, pucat, lemas, nafas cepat, sakit kepala, pusing atau pening.

o Telapak kaki tangan dingin, sering sariawan, detak jantung cepat dan dada

berdebar.

43

Page 44: Wrap Up Sk1 Hemato

4.8 Pencegahan

1. Pendidikan kesehatan :

a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan

lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat

mencegah penyakit cacing tambang

b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu

absorpsi besi

2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik

yang paling sering dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing

tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik

dan perbaikan sanitasi.

3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk

yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada

perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.

4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada

bahan makan. Di Negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk

roti atau bubuk susu dengan besi.

44

Page 45: Wrap Up Sk1 Hemato

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC

Dorland, W. A. Newman. (2002). “Kamus Kedokteran Dorland”. EGC 29.

Hoffbrand, A. V., Moss, P. A. H. 2013. Kapita Selekta Hematologi Edisi 6.

Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:

EGC

www.kamuskesehatan.com/arti/eritrosit/ diakses pada 21 Oktober 2014

www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.pdf

diakses pada 21 Oktober 2014

www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf

diakses pada 21 Oktober 2014

45