laporan kasus tifoid anak

73
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya menyerang saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. 1-3,8. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di banyak negara yang sedang berkembang. Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemik, angka kesakitan demam tifoid diperkirakan antara 300-810 kasus per 100.000 penduduk dengan angka kematian mencapai 0,6- 5 %. Penderita anak yang ditemukan biasanya berumur di atas satu tahun. Sebagian besar dari penderita yang dirawat berumur di atas lima tahun. 3,12 Demam tifoid terutama dijumpai di negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat. Di Indonesia demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh karena kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat.Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman 1

Upload: ariz-setiono

Post on 30-Nov-2015

111 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

tifoid anak

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus tifoid anak

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut

yang biasanya menyerang saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam yang

lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran.1-3,8. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di banyak negara

yang sedang berkembang. Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemik,

angka kesakitan demam tifoid diperkirakan antara 300-810 kasus per 100.000 penduduk

dengan angka kematian mencapai 0,6- 5 %. Penderita anak yang ditemukan biasanya

berumur di atas satu tahun. Sebagian besar dari penderita yang dirawat berumur di atas

lima tahun. 3,12

Demam tifoid terutama dijumpai di negara sedang berkembang dengan

kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat. Di

Indonesia demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan oleh

karena kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak

memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat.Penyakit

ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhii yang penularannya terjadi melalui

makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.1,3,4,8

Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar hemoglobin,

hematokrit dan jumlah eritrosit kurang dari normal sesuai umur dan jenis kelamin.

Menurut etiologi dan fisiologinya anemia dibagi menjadi 4 golongan yaitu anemia

aplastik, anemia oleh karena perdarahan, anemia hemolitik dan anemia defisiensi besi.2

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur

baik laki-laki maupun perempuan, tetapi jarang dijumpai pada anak kurang dari satu

tahun, dan lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh hiperplasia

1

Page 2: laporan kasus tifoid anak

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya, atau neoplasma. Diagnosis appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika

dipenuhi semua syarat yaitu riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,

radang kronik appendiks secara makroskopis dan mikroskopis, dan keluhan menghilang

setelah appendiktomi. Kriteria mikroskopis appendisitis kronik adalah fibrosis

menyeluruh dinding appendiks, sumbatan partial atau total lumen appendiks, adanya

jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insiden

appendisitis kronik antara 1-5 persen.11

Berikut ini sebuah laporan kasus Demam tifoid dengan appendisitis kronik,

anemia hipokromik mikrositer, dan gizi baik pada seorang anak umur 11 tahun yang

dirawat di bangsal infeksi anak RSDK.

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara

mendiagnosis dan mengelola pasien dengan demam tifoid, appendisitis kronik, anemia

hipokromik mikrositer, dan gizi baik, sekaligus untuk mengevaluasi tindakan yang telah

diberikan sesuai dengan kepustakaan yang ada.

C. MANFAAT

Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan media belajar bagi

mahasiswa agar dapat mendiagnosis dan mengelola demam tifoid, appendisitis kronik,

anemia hipokromik mikrositer, dan gizi baik secara dini dan tepat.

2

Page 3: laporan kasus tifoid anak

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : an. F A

Umur : 11 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Nomor CM : 5344184

Agama : Islam

Alamat : Desa Teluk, Karangawen RT 06 RW 07, Demak.

Masuk RS : 3 Agustus 2006

Keluar RS : 19 Agustus 2006

Identitas orang tua

Ayah : Tn. A. K / 36 th / SLTP / Buruh

Ibu : Ny. R / 35 th / SD / Tidak bekerja

B. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu penderita dan dari CM tanggal 10 Agustus 2006,

pukul WIB 15.30 WIB

KELUHAN UTAMA : Panas

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

o 7 hari sebelum masuk RSDK anak panas tinggi, panas naik turun, panas

naik terutama pada malam hari, pagi hari turun tetapi tidak sampai normal.

Anak tidak menggigil, tidak kejang, kaki dan tangan tidak dingin, tidak

ada keringat malam hari, tidak mimisan, tidak batuk dan tidak pilek. Anak

tampak pucat dan lemah. Anak mengeluh nyeri perut (+) hilang timbul di

daerah epigastrium, anak muntah, muntah setiap kali makan, isi muntahan

seperti yang di makan, setiap muntah 2-3 sendok makan, nyemprot (-).

Anak berak cair 2-3x/hari @ ¼ gelas belimbing, warna kuning, terdapat

ampas, tidak ada darah dan lendir serta tidak nyemprot.

3

Page 4: laporan kasus tifoid anak

o 6 hari sebelum masuk RSDK anak dibawa ke dokter umum dan diberi

obat, anak sudah minum obat selama 5 hari namun tidak ada perubahan,

kemudian anak dibawa ke puskesmas dan diperiksa darah, anak di

diagnosa sakit tifus, karena tidak ada sarana rawat inap di puskesmas

maka anak dirujuk ke RSDK.

o 7 hari di RSDK anak panas (+), panas turun bila minum obat, tapi

kemudian panas lagi, mual (-), muntah (-), mencret (-), nyeri perut (+)

hilang timbul, nyeri tekan (+) di perut kanan bawah, nafsu makan

menurun. Anak menggigil pada hari ke-7 perawatan, namun setelah itu

panas turun. Anak baru bisa BAB pada hari ke-4 perawatan. BAK

normal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

- Riwayat sering jajan makanan (+), riwayat sakit seperti ini sebelumnya

disangkal.

- Penyakit yang pernah diderita adalah batuk, pilek dan diare.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Tidak ada anggota keluarga dan tetangga yang sakit seperti ini.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI :

Ayah bekerja sebagai buruh dengan penghasilan Rp 400.000 perbulan. Ibu

tidak bekerja, membiayai 2 orang anak, biaya RS ditanggung Askes Gakin.

Kesan : Sosial Ekonomi Kurang

RIWAYAT PRENATAL :

Diperiksa di Bidan rutin > 4x. Penyakit kehamilan disangkal. Suntik TT 2

kali. Obat yang diminum selama hamil yaitu vitamin dan tablet tambah darah.

4

Page 5: laporan kasus tifoid anak

RIWAYAT KELAHIRAN :

RIWAYAT POSTNATAL

Periksa di Puskesmas, dan anak dinyatakan sehat.

RIWAYAT KONTRASEPSI

Ibu penderita mengikuti KB suntik 3 bulan sekali, sejak anak kedua lahir

sampai sekarang. Sikap terhadap KB yang dipilih yakin dan percaya.

RIWAYAT IMUNISASI :

BCG : 1x ( 0 bulan ), scar (+)

DPT : 3x ( 2, 4, 6 bulan )

Polio : 4x ( 0, 2, 4, 6 bulan )

Hepatitis B : 3 x ( 0, 1, 6 bulan )

Campak : 2x ( 9 bulan )

BIAS campak kelas 1 SD, DT 1x kelas 2 SD

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

BIAS dilakukan.

RIWAYAT PEMBERIAN MAKANAN :

Usia 0 - 4 bulan : ASI eksklusif sesuai dengan keinginan anak

Usia 4 bulan : ASI ditambah susu formula 3x / hari, 3 sendok

takar dalam 90cc air, habis diminum, bubur SUN

@ 3 sdm 3x / hari, habis, dan buah pisang @ ½

potong 1x / hari, habis.

Usia 6 bulan : ASI ditambah susu formula, ditambah buah

pisang / pepaya dan nasi tim dengan lauk pauk

bergantian ( tahu/tempe, telur, ikan, daging ),

No. Kelahiran dan Persalinan Umur

1.

2.

♂, aterm, spontan, bidan, BBL 2500 gram

♀, aterm, spontan, bidan, BBL 2200 gram

11 tahun

5 tahun

5

Page 6: laporan kasus tifoid anak

sayur bayam, wortel, diberikan 3x / hari @ 1

piring kecil, habis.

Usia 1 tahun – 2 tahun : ASI ditambah susu formula, buah pisang / pepaya

dan makan makanan keluarga 3x / hari @ ½

piring, habis.

Usia 2 tahun-sekarang : Makanan keluarga, nasi dengan lauk pauk tahu,

tempe, telur, ayam, sayur bayam, sop, diberikan

3x / hari @ 1 piring, habis.

Anak juga sering jajan di sekolah.

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup.

RIWAYAT PERKEMBANGAN ANAK :

Senyum : 2 bulan

Miring : 3 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 6 bulan

Gigi keluar : 7 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 12 bulan

Sekarang anak duduk di kelas 6 SD, tidak pernah tinggal kelas.

Kesan : Perkembangan anak sesuai umur

C. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 10 Agustus 2006, pukul 16.00 WIB ( sudah dirawat satu minggu )

Anak laki-laki umur 11 tahun, Berat Badan: 27 kg, Panjang Badan: 140 cm

Keluhan : Tangan dan kaki kanan sakit jika digerakkan, bekas infus.

Keadaan umum : sadar, kurang aktif, ill appearance (+).

Tanda Vital :

6

Page 7: laporan kasus tifoid anak

Nadi : 90x / menit, isi dan tegangan cukup.

RR : 20 x / menit.

Suhu : 37 ° C ( rectal )

Status internus

Kepala : Mesosefal, rambut hitam tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva palpebra anemis +/+, sklera tidak ikterik .

Hidung : Tidak epitaksis , tidak ada nafas cuping hidung , tidak ada

sekret.

Mulut : Kering, tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah

kotor dengan tepi kemerahan , tidak tremor.

Tenggorok : T1 - T1 , faring tidak hiperemi.

Leher : Simetris, kelenjar limfe tidak membesar, trakea di tengah.

Kulit : Pucat, tidak ada ptekiae, tidak sianosis, tidak ikterik

Dada

ParuInspeksi : simetris, statis dinamis, tidak ada retraksi.

Palpasi : tidak ada bagian yang tertinggal saat bernafas. Stem fremitus

kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.

Auskultasi : suara dasar : vesikuler

suara tambahan : - ronkhi -/-

- wheezing -/-

- hantaran -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V 2 cm medial Linea Media

Clavikularis Sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat.

Perkusi : Batas kiri : sela iga V, 1 cm medial Linea Medio

Clavikularis Sinistra

Batas atas : sela iga II, linea Parasternal Sinistra

Batas kanan : linea Parasternalis Dekstra.

7

Page 8: laporan kasus tifoid anak

Auskultasi : Suara jantung I – II Normal, bising (-), gallop (-), Irama

reguler, aktivitas cukup, M1 > M2, A1 < A2, P1 < P2

Perut

Inspeksi : Datar, tegang (-), supel.

Auskultasi : Bising usus (+) normal, metallic sound (-)

Palpasi : Turgor kembali cepat, defans muskuler (-)

terdapat nyeri tekan di hipokondriaka dekstra

Hepar : ⅓ - ⅓ BH, tepi tajam, kenyal

Lien : S0

Ekstremitas : Superior Inferior

Kanan / kiri Kanan / kiri

Sianosis - / - - / -

Akral dingin - / - - / -

Capilarry refill <2” <2”

Reflek fisiologis + / + + / +

Reflek patologis - / - - / -

Alat Kelamin : Laki – laki dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah tanggal 03-08-2006 :

Hb : 8,7 g/dl ↓

Ht : 24,8% ↓

Eritrosit : 3,14 juta/mmk ↓

MCV : 79,0 femtoliter

MCH : 27,6 pikogram

MCHC : 35,0 g/dl

Leukosit : 6000/mm3

Trombosit : 95.000/mm3↓

8

Page 9: laporan kasus tifoid anak

Urea : 16 mg/dl

Creatinin : 0,75 mg/dl

Natrium : 122 mmol/L ↓

Kalium : 3 mmol/L ↓

Chlorida : 96 mmol/L ↓

GDS : 214 mg/dl

Kesan : Anemia Hipokrom Mikrositik, trombositopeni, hiponatremi,

hipokalemi.

Pemeriksaan Serologi 03-08-2006 (Widal I):

Type O : 1/640

A-O : 1/320

B-O : 1/160

C-O : (-)

Type H : 1/640

A-H : 1/80

B-H : (-)

C-H : (-)

X-Foto Thorax AP/RLD 03-08-2006:

COR : CTR < 55 %

Pulmo : corakan vaskuler meningkat.

Tampak kesuraman homogen (minimal) pada hemithorax (lateral)

kanan dari foto RLD.

Kesan : Gambaran efusi pleura dekstra (minimal).

Pemeriksaan USG tanggal 03-8-2006:

- Tidak tampak adanya invaginasi.

- Tidak tampak gambaran cairan bebas intra abdomen.

Pemeriksaan darah tanggal 04-08-2006:

9

Page 10: laporan kasus tifoid anak

Hb : 9,35 g/dl ↓

Ht : 27,1% ↓

MCV : 76,5 femtoliter

MCH : 26,4 pikogram

MCHC : 34,5 g/dl

Leukosit : 5210/mm3

Trombosit : 99.200/mm3↓

Natrium : 127 mmol/L ↓

Kalium : 3,5 mmol/L

Chlorida : 91 mmol/L ↓

GDS : 100 mg/dl

LED 1 jam : 42/mm3↑

LED 2 jam : 117/mm3↑

Eosinofil : 0

Basofil : 0

Batang : 2

Segmen : 74

Limfosit : 21

Monosit : 3

Gambaran darah tepi :

Sistem eritropoetik : anisositosis ringan, poikilositosis sedang, Polikromasi

sedang.

Sistem granulopoetik : jumlah tampak merata

Sistem trombopoetik : jumlah menurun,

Malaria : tidak ditemukan parasit malaria

Pemeriksaan Urin tgl 04-08-2006:

Makroskopis : urin warna kuning jernih, bau khas, buih (-).

Kimiawi Normal

BJ :1,025 -

10

Page 11: laporan kasus tifoid anak

PH : 6,00 -

Protein : 75 mg/dl -

Reduksi : (-) -

Urobilinogen :1 mg/dl -

Bilirubin : 1 mg/dl -

Aseton : 15 mg/dl -

Nitrit : (-) -

Mikroskopis

Epitel : 8-10 LPK -

Lekosit : 1-2 LPB -

Eritrosit : 0 -

Kesan : urin dalam batas normal.

Pemeriksaan Feses Rutin 05-08-2006 :

Konsistensi : cair

Makroskopis : warna coklat.

Telur cacing : (-)

Amoeba tropozoit : (-)

- Kista : (-)

Bakteri : (+)

Lekosit : 1-2 LPB

Eritrosit : 3-6 LPB

Epitel : 1-2 LPK

Benzidin Test : (+)

Jamur : (-)

Pemeriksaan darah tanggal 07-08-2006:

Hb : 9,22 g/dl ↓

Ht : 27% ↓

MCV : 76,50 femtoliter

MCH : 26,10 pikogram

11

Page 12: laporan kasus tifoid anak

MCHC : 34,20 g/dl

Leukosit : 9760/mm3

Trombosit : 169.000/mm3

Natrium : 136 mmol/L

Kalium : 4,2 mmol/L

Chlorida : 9,6 mmol/L ↓

KULTUR DARAH 08-08-2006:

Salmonella thypii : (+)

HASIL APPENDIKOGRAFI 09-08-2006 :

BNO : Tidak tampak appendikolith

Pemeriksaan appendikografi :

Kontras mengisi seluruh kolon di rectum pada 12 jam. Pada 24 jam tampak

kontras mengisi kolon sigmoid dan rectum, desakan caecum (-), kontras mengisi

appendiks, bentuk panjang.

Kesan : Filling appendiks.

Pemeriksaan tgl 10-08-2006 :

Eritrosit : 2,96 juta/mm3

Plasma Protrombin Time

Waktu Protrombin : 10,8 detik (10-15)

PPT control : 11,4 detik

Partial Thromboplastin Time

Waktu Thromboplastin : 36,8 detik (23,4-36,8)

APTT Kontrol : 35,0 detik

Thrombin Time : 13,8 detik (10,7-13,7)

Thrombin Time (control) :19,2

Kadar Fibrinogen : >920 mg/dl

Albumin : 2,4 gr/dl (3,4-5)

12

Page 13: laporan kasus tifoid anak

SGOT (AST) : 147 U/L (15-37)

SGPT (ALT) : 118 U/L (30-65)

Natrium : 123 mmol/L (136-145)

Kalium : 3,8 mmol/L (3,5-5,1)

Chlorida : 87 mmol/L (98-107)

Calcium : 1,99 mmol/L (2,12-2,52)

Fe : 38 ug/dl (35-150)

TIBC : 174 ug/dl (250-450)

E. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI

Status gizi menurut NCHS :

BB : 27 kg PB : 140 cm Usia : 11 tahun

BB/U = 27/35,3 x 100 % = 76,48 %

PB/U = 140/143,3 x 100 % = 97,69 %

BB/PB = 27/33 x 100 % = 81,81 %

Kesan : Gizi Baik

Status Gizi ( Z Score )

WAZ = 27 – 35,3 = - 1,48 SD 5,6

HAZ = 140 – 143,3 = - 0,49 SD 6,7

WHZ = 27 – 33 = - 1,87 SD 3,2

Kesan : Gizi Baik

F. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

I. Demam Tifoid

II. Appendisitis kronik

III. Anemia hipokromik mikrositer

DD : - Defisiensi besi

- Perdarahan saluran cerna

13

Page 14: laporan kasus tifoid anak

G. DIAGNOSIS SEMENTARA

1. Demam Tifoid

2. Appendisitis kronik

3. Anemia hipokromik mikrositer

DD : - Defisiensi besi

- Perdarahan saluran cerna

H. DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal

1. Demam Tifoid 10-08-2006

2. Appendisitis kronik 10-08-2006

3. Anemia Hipokromik

Mikrositer

10-08-2006

Sosial ekonomi kurang 10-08-2006

I. PENATALAKSANAAN

1. Assesment : Demam Tifoid

Initial

Dx S : -

O : -

Rx : - infus Triofusin 500 1920/80/20 tetes/ menit

+ NaCl 5 % 35 cc + KCl Otsuka 30 cc

→ dalam 500 cc Triofusin.

- infus Amiparen 240/10/10 tetes/ menit

- Injeksi Kloramfenikol 3 x 500 mg (iv)

- Per Oral : -Paracetamol 3 x 250 mg (kalau panas)

14

Page 15: laporan kasus tifoid anak

- Vit BC 3 x 1 tab

- Diet : 6 x 100 cc Vita plus

Mx : - keadaan umum, tanda vital, kesadaran.

Ex : - Menjelaskan kepada keluarga bahwa anaknya terkena demam

tifoid dan jika anaknya demam supaya diberikan obat penurun

panas

- Menjelaskan kepada orang tua bahwa pasien harus diberikan

makanan lunak karena pada demam tifoid terdapat gangguan

pada saluran cerna

- Menjelaskan kepada keluarga pencegahan agar anggota

keluarga yang lain tidak tertular, antara lain dengan mencuci

tangan sebelum makan, memisahkan peralatan makan anak

yang sedang sakit

2. Assesment : Appendisitis Kronis

Initial

Dx S : -

O : -

Rx : Appendiktomi

Mx : - Keadaan Umum, Tanda Vital, tanda – tanda abdomen akut,

perforasi.

- Pantau lingkar perut.

Ex : - Menjelaskan kepada orang tua tentang penyakit yang di derita.

- Menjelaskan bahwa untuk mengobati penyakit dengan jalan

operasi.

3. Assesment : Anemia Hipokromik Mikrositer

DD : - Defisiensi besi

- Perdarahan saluran cerna

15

Page 16: laporan kasus tifoid anak

Initial

Dx : S : -

O : -

Rx : Transfusi PRC 300 cc

Mx : Keadaan umum, Tanda vital, darah rutin, MCV, MCH, MCHC

Ex : - Menjelaskan kepada orangtua bahwa kadar Hb anaknya rendah

dan memerlukan transfusi darah untuk persiapan operasi.

- Menjelaskan kepada ibu tentang makanan yang banyak

mengandung zat besi (daging, hati, ikan,maupun sayuran, dll)

- Diharapkan ibu penderita dapat memberikan makanan yang

juga disesuaikan dengan tingkat sosial ekonomi keluarga

- Memotivasi ibu untuk mencegah anemia karena dampak buruk

anemia pada pertumbuhan dan kecerdasan anaknya.

16

Page 17: laporan kasus tifoid anak

J. PERJALANAN PENYAKIT

Tanggal / Jam Assesment Terapi/program11-08-2006 Pukul 07.00Keluhan : tangan dan kaki kanan sakit jika digerakkanKU : Sadar, kurang aktif, ill appearance.TV : N = 110x/menit, isi & tegangan cukup

RR=28x/menitSuhu=37oC

Pemeriksaan fisik :Kepala : mesosefalMata : konjunctiva anemis(-/-)Hidung : nafas cuping (-)Mulut : Sianosis(-) lidah kotor(+) tepi kemerahanTenggorokan :T1– T1 , faring tak hiperemisLeher : Pembesaran nnll tak ada, SimetrisDada : Simetris, retraksi (-)Cor : dalam batas normalPulmo : dalam batas normalAbdomen : Datar, lemas, BU(-), nyeri tekan (+) di hipokondriaka kanan, tegang (+).

Hepar : ⅓ -⅓ BH, tepi tajam, kenyalLien : S0

Ekstremitas : Akral dingin : -/- -/-Sianosis : -/- -/-Cap. Refill : <2” <2”Bengkak : -/- +/-Pemeriksaan LaboratoriumDarah : Hb : 9,51 g/dl

Ht : 28,1 %MCV : 80,50 femtoliterMCH : 27,20 pikogramMCHC : 33,8 g/dlLeukosit : 7920/mm3

Trombosit : 90.000/mm3

Urea : 25 Creatinin : 0,49 Albumin : 2,7 Pukul 17.30 Keluhan : Panas & kesakitanTV : N = isi & tegangan cukup

RR=24x/menitSuhu=39,5oC

TD = 100/50 mmHg

--

eksaserbasi akut-

hipokromik mikrositer

-Kronik exarcerbasi akut

InfusTriofusin500 1920/80/20+NaCl5%35cc+KClots30cc→dlm 500cc Triofusin 500

Infus Amiparen 240/10/10

Inj Kloramfenikol 3x500 mg iv(8)

PO : parasetamol 1x 250 mg Vit BC 3x1 tabletDiet : 6 x 100 cc vita plus

Program :- Pengawasan KU, TV- Rencana Appendiktomi cito→ Ulang darah rutin, albumin,

SGOT, SGPT, ureum kreatinin.

- Konsul ulang → anestesi- Konsul PICU → post operasi- Puasa 5 jam

Advis Chief Jaga :- xylomidon : delladryl = 0,5 cc : 0,5 cc, bila tensi ≥100- Movicox Supp IProgram:- Perbaiki KU sampai suhu 38,5- Cek ulang elektrolit.- Puasa 6 jam pre operasi.- Pasang iv line.- Sedia PRC 1 kolf.

17

Page 18: laporan kasus tifoid anak

Pukul 20.00Keluhan : tangan dan kaki kanan bengkak.Nyeri bekas infus, panas ↓, nyeri perut (+), mengigil (-). KU : Sadar, kurang aktif.TV : N = 92x/menit, isi & tegangan cukup

RR=28x/menitSuhu=37,2oC

Pukul 21.30Albumin datang→ Plasbumin 25% 20 cc→ masukkan tetesan 6 tts/mnt (mikro).

Pukul 23.45Plasbumin habis.TV : N = 100x/menit, isi & tegangan cukup

RR=28x/menitSuhu=37oC

TD= 100/60 mmHg

Pukul 04.00:Keluhan : (-)KU : tidurTV : N = 104x/menit, isi & tegangan cukup

RR=24x/menitSuhu=37oC

TD= 100/60 mmHg

- Konsul PICU untuk pengelolaan Post operasi

Program:Tunggu usaha PRC 200 cc

- Darah datang PRC 200cc→masukkan : 20 tts/mnt.- Observasi KU, TV, reaksi transfusi

12-08-2006Pukul 08.00 – 08.45: operasi appendiktomiPukul 12.30:Keluhan : nyeri luka operasi, mual muntah (-)KU : ppengaruh general anestesi, kontak (+),

bias menuruti perintah, kesan : sadar komposmentis.

TV : N = 88x/menit, isi & tegangan cukupRR=28x/menitSuhu=37,2oC

Pemeriksaan fisik :Kepala : mesosefalMata : konjunctiva anemis(-/-)Hidung : nafas cuping (-)Mulut : Sianosis(-) lidah kotor(+) tepi kemerahanTenggorokan :T1– T1 , faring tak hiperemisLeher : Pembesaran nnll tak ada.Dada : Simetris, retraksi (-)Cor : dalam batas normalPulmo : dalam batas normalAbdomen : Datar, lemas, BU(+) ↓, luka operasi tertutup kasa, hiperemis (-), rembes darah (-), nyeri tekan (+) di hipokondriaka dekstra, umbilical, & illiaca dekstra,defans muskuler (-),metallic sound (-).Hepar : ⅓ -⅓ BH, tepi tajam, kenyalLien : S0

--

et causa appendisitis kronik.

-hipokromik mikrositer

InfusTriofusin500 1920/80/20+NaCl5%35cc+KClots30cc→dlm 500cc Triofusin 500Infus Amiparen → stop

Inj Kloramfenikol 3x500 mg iv(9) Inj Cefotaxim 3x500mg iv(1)Inj Gentamycin 2x75mg iv(1)Inj Metronidazole 3x300 mg iv(1) Inj Tramadol ½ ampul(bila

kesakitan)

PO : parasetamol 1x 250 mg Vit BC 3x1 tablet

Diet : 8 x 90 cc susu

Program :- Pengawasan KU, TV- Tanda-tanda perdarahan post op- tanda-tanda akut abdomen- balance cairan 12 jam (pkl

6&18)- pantau akseptabilitas diet,

tingkatkan bertahap sesuai.kondisi. Berikan

18

Page 19: laporan kasus tifoid anak

Ekstremitas : Akral dingin : -/- -/-Sianosis : -/- -/-Cap. Refill : <2” <2”Bengkak : -/- +/-Pemeriksaan LaboratoriumDarah : Hb : 10,7 g/dl

Ht : 31,7 %Eritrosit : 3,78/mm3

MCV : 84 femtoliterMCH : 28,3 pikogramMCHC : 33,47 g/dlLeukosit : 9900/mm3

Trombosit : 88.000/mm3

Albumin : 3 gr/dl

makanan/minum bila peristaltic usus (+)

13-08-2006Pukul 07.30Kel : nyeri pada luka operasi. KU sadar, kurang aktifTV : N = 88 x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 24x/menitSuhu= 37oC

Pemeriksaan fisik : tetap

Pukul 18.00Kel : panasKU sadar, kurang aktifTV : N = 98 x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 24x/menitSuhu= 38,5oC

Balance cairan 12 jam (6-18): (+) 710ccDiuresis : 0,86/kgBB/jam

Pukul 19.30Kel : panasKU sadar, kurang aktifTV : N = 92 x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 20x/menitSuhu= 38,5oC

Pukul 24.00Kel : panasKU tidur

--

et causa appendisitis kronik.

-hipokromik mikrositer

InfusTriofusin500 1920/80/20+NaCl5%35cc+KClots30cc→dlm 500cc Triofusin 500Infus Amiparen → stop

Inj Kloramfenikol3x500 mg iv(10) Inj Cefotaxim 3x500mg iv(2)Inj Gentamycin 2x75mg iv(2)Inj Metronidazole 3x300 mg iv(2) Inj Tramadol ½ ampul(bila

kesakitan)

PO : parasetamol 1x 250 mg Vit BC 3x1 tablet

Diet : 8 x 90 cc susu

Program :- Pengawasan KU, TV- Tanda-tanda perdarahan post op- tanda-tanda akut abdomen- balance cairan 12 jam (pkl

6&18)- pantau akseptabilitas diet,

tingkatkan bertahap sesuai.kondisi. Berikan makanan/minum bila peristaltic usus (+)

19

Page 20: laporan kasus tifoid anak

TV : N = 98 x/menit, isi & tegangan cukupRR= 22x/menitSuhu= 40oC

Paracetamol extra

Tanggal / Jam Assesment Terapi/program14-08-2006Pukul 06.00:Balance cairan (18-6): (+) 380ccDiuresis : 1,7cc/kgBB/jam

Pukul 07.00:Keluhan : panas (+)KU : sadar, kurang aktifTV : N = 80x/menit, isi & tegangan cukup

RR=22 x/menitSuhu=38oC

Pemeriksaan fisik :Kepala : mesosefalMata : konjunctiva anemis(-/-)Hidung : nafas cuping (-)Mulut : Sianosis(-) lidah kotor(+) tepi kemerahanTenggorokan :T1– T1 , faring tak hiperemisLeher : Pembesaran nnll tak ada.Dada : Simetris, retraksi (-)Cor : dalam batas normalPulmo : dalam batas normalAbdomen : Datar, lemas, BU(+) N, luka operasi tertutup kasa, hiperemis (-), rembes darah (-),defans muskuler (-).Hepar : ⅓ -⅓ BH, tepi tajam, kenyalLien : S0

Ekstremitas : Akral dingin : -/- -/-Sianosis : -/- -/-Cap. Refill : <2” <2”Pemeriksaan labratorium:Widal ulang (II):Titer O : 1/80Titer H : 1/320Sp AO : 1/160Sp BO : (-)Sp BH : (-) Hb : 9,37 g/dl

Ht : 27,4 %Eritrosit : 3,43/mm3

MCV : 80 femtoliterMCH : 27,4 pikogramMCHC : 34,2 g/dlLeukosit : 8030/mm3

Trombosit : 38.400/mm3

Eosinofil : 0 Basofil : 0 Batang : 5 Segmen : 79 Limfosit : 10

- Demam Tifoid

- Post appendiktomi et causa appendisitis kronik.

- Anemia hipokromik mikrositer

Terapi : tetap

Diit : 4x 90cc susu 3Xbubur sumsum

Program :- Pengawasan KU, TV- Tanda-tanda perdarahan- tanda-tanda akut

abdomen- balance cairan 12 jam

(pkl 6&18)- pantau akseptabilitas diet,

tingkatkan bertahap sesuai.kondisi. Berikan makanan/minum bila peristaltic usus (+)

- darah rutin,Diff count ulang, widal ulang

- aff NGT- pindah ke C1L2

20

Page 21: laporan kasus tifoid anak

Monosit : 6

Gambaran darah tepi : Eritrosit : anisositosis ringan, poikilositosis ringan.Trombosit : jumlah menurun, bentuk normal.Leukosit : jumlah tampak normal, vakuolisasi (+)

Pukul 10.00 :KU : panasTV : N = 98x/menit, isi & tegangan cukup

RR=22 x/menitSuhu=40oC

Pukul 18.00 :Balance cairan 12 jam (06.00-18.00) : (+) 50 ccDiuresis : 2,6 cc/kgBB/jam Extra paracetamol

15-08-2006Pukul 06.00 :Balance cairan 12 jam (18.00-06.00) : (+) 260 ccDiuresis : 1,7 cc/kgBB/jamPukul 07.00 :Keluhan : panas (-), batuk (+), dahak (-).KU : sadar, perdarahan spontan (-)TV : N = 92x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 24x/menitSuhu= 37oC

Pemeriksaan Fisik lain tetap

Tetap Terapi : inj.Metronidazole stop

Diet : 4x 200 cc susu 3x lunak

Program :- Pengawasan KU, TV

16-08-2006Bebas panas 2 hariPukul 07.00 :Keluhan : batuk (+), dahak (-)

KU : Sadar, perdarahan spontan (-)TV : N = 98 x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 24x/menitSuhu= 37oC

Pemeriksaan Fisik lain tetap

Tetap Terapi :Injeksi kloramfenikol,

cefotaxim, gentamycin stop

PO : Kloramfenikol 3 x 500 mg parasetamol 1x 250 mgVit BC 3x1 tablet.Topikal :Gentamycin zalf 2x1

Diet : 4x 200 cc susu 3x lunak

Program : Pengawasan KU dan TVInfus habis affBelajar duduk dan berjalan.Mobilisasi bertahap

21

Page 22: laporan kasus tifoid anak

17-08-2006Pukul 07.00Keluhan : -KU : Sadar, kurang aktif, perdarahan spontan (-)TV : N = 80 x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 20x/menitSuhu= 37oC

Pemeriksaan fiik :Abdomen :datar, lemas, bising usus (+) N, luka operasi kering.Pemeriksaan Fisik lain tetap

Tetap Terapi : tetap

Diet : 4x 200 cc susu 3x lunak

Program : Pengawasan KU dan TV

18-08-2006Bebas panas 4 hariPukul 07.00 :Keluhan : -KU : Sadar, cukup aktif, perdarahan spontan (-)TV : N = 80 x/menit, isi & tegangan cukup

RR= 20x/menitSuhu= 37oC

Pemeriksaan Fisik lain tetap

- Demam Tifoid

- Post appendiktomi et causa appendisitis kronik.

Terapi : tetapDiet : 4x 200 cc susu 3x lunak

Program : Pengawasan KU dan TVBelajar duduk dan berjalan.Mobilisasi bertahap

19-08-2006bebas panas 5 hariPukul 07.00:Keluhan : panas (-), mual (-), muntah (-), intake makanan baik, belum BAB sejak post operasiKU : sadar, cukup aktifTV : N = 80x/menit, isi & tegangan cukup

RR=20 x/menitSuhu=37oC

Pemeriksaan fisik :Kepala : mesosefalMata : konjunctiva anemis(-/-)Hidung : nafas cuping (-)Mulut : Sianosis(-) lidah kotor(-) Tenggorokan :T1– T1 , faring tak hiperemisLeher : Pembesaran nnll tak ada.Dada : Simetris, retraksi (-)Cor : dalam batas normalPulmo : dalam batas normalAbdomen : Datar, lemas, BU(+) N, luka operasi kering. Ekstremitas : Akral dingin : -/- -/-Sianosis : -/- -/-Cap. Refill : <2” <2”

- Demam Tifoid

- Post appendiktomi et causa appendisitis kronik.

PO : Kloramfenikol 3 x 500 mg parasetamol 1x 250 mgVit BC 3x1 tablet.

Topikal :Gentamycin zalf 2x1

Diet : 4x 200 cc susu 3x nasi

Program : Pengawasan KU dan TVPulang hari ini

22

Page 23: laporan kasus tifoid anak

K. HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Kunjungan rumah tanggal 02-09-2006

1. Keadaan Rumah

Status : rumah milik orang tua

Ukuran : 7 x 3 m

Halaman rumah : ada

Teras rumah : ada, ukuran 1 x 1 m

Dinding rumah : tembok

Lantai rumah : Plester

Ruangan : 2 ruang tidur ukuran 3 x 2 m dan 2 x 2 1 dapur ukuran 3 x 2 m,

1 kamar mandi ukuran 2 x 1 m.

Ventilasi : ada, kurang memadai

Pencahayaan : pencahayaan kurang karena sinar matahari yang masuk rumah

sedikit

Kebersihan : kurang

Sumber air : air sumur, jumlah air cukup, kualitas air cukup

Tempat sampah : ada, dari keranjang sampah, tidak ada tutupnya

2. Kebiasaan Sehari-hari

Rumah dihuni oleh 1 kepala keluarga dengan jumlah penghuni ada 4 orang.

Ayah bekerja sebagai buruh serabutan, Ibu sebagai ibu rumah tangga, anak diasuh oleh

ibu dan bapak. Makanan dan minuman dimasak dulu sebelum dimakan. Mempunyai

kebiasaan jajan, makanan dan minuman masak sendiri. Sumber air minum air sumur.

Alat makan dicuci dengan air sumur dan detergen. Mandi 2 kali sehari menggunakan air

sumur dan sabun. Pakaian kotor dicuci tiap hari. Rumah disapu 1 kali sehari. Sampah

dibakar 3-4 hari sekali yang sebelumnya ditampung terlebih dahulu di keranjang

sampah. Jika ada anggota keluarga sakit dibawa ke puskesmas.

23

Page 24: laporan kasus tifoid anak

3. Lingkungan

Rumah penderita terletak di dalam gang, berada di perkampungan pinggiran

kota Demak. Lingkungan rumah berpenduduk cukup padat, keadaan sekitar rumah agak

kotor. Tidak ada selokan, air dari tiap – tiap rumah langsung mengalir ke halaman

belakang rumah ( merembes ke tanah) .

Rumah penderita berdinding tembok, jendela hanya dibagian depan rumah

sehingga ventilasi kurang. Kamar mandi terletak di samping dapur, belum memiliki

WC sendiri, BAB di sungai dekat rumah( ± 20 meter dari rumah ). Bak mandi di kuras

dua minggu sekali. Penghuni rumah ada 4 orang : ayah, ibu, 2 orang anak.

24

Page 25: laporan kasus tifoid anak

Gambar 1. Denah Rumah

KM

Tetangga

Tetangga

K. Tidur K. Tidur

Dapur

Teras

25

Page 26: laporan kasus tifoid anak

4. Kondisi anak saat kunjungan rumah

Tanggal 26 agustus 2006 pukul 16.30 wib, 7 hari setelah pulang dari rumah sakit.

Anak laki-laki umur 11 tahun. Anak sudah melakukan aktivitas harian seperti sedia kala

(anak sudah masuk sekolah). Nafsu makan baik. Tidak demam lagi. Kencing lancar,

berak 1 kali sehari, tak ada keluhan.

Berat badan : 27 kg

1) Keadaan umum: anak sadar, cukup aktif.

2) Tanda vital : N = 90x/menit, isi dan tegangan cukup

RR = 22x/menit

T = 37 C

3) Keadaan Tubuh

Kepala : Mesosefal

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut

Kulit : Turgor cukup, pigmentasi rata

Mata : Tidak cekung, konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera

Tidak ikterik.

Telinga : Tidak ada discharge

Hidung : Tidak ada sekret, tidak ada nafas cuping hidung

Mulut : Tidak kering, tidak sianosis

Tenggorok : T 1-1 , faring tak hiperemis.

Leher : Simetris pembesaran kelenjar limfe -/-

Gigi : Tidak karies

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan/kiri kanan/kiri

Oedem - / - - / -

Sianosis - / - - / -

Akral dingin - / - - / -

Capillary refill < 2 ‘’. <2’’

R.Fisiologis + N / + N + N / +

26

Page 27: laporan kasus tifoid anak

BAB III

PEMBAHASAN

A. DIAGNOSIS

Pada kasus ini dibahas seorang anak laki-laki umur 11 tahun dengan diagnosis

kerja demam tifoid, appendisitis kronik, anemia hipokromik mikrositer, dan gizi baik.

1. DEMAM TIFOID

Salmonella typhii, penyebab demam tifoid merupakan kuman gram negatif

berbentuk batang ,motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik

sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati

pada suhu 70 C, maupun oleh antiseptik. Salmonella typhii mempunyai 3 macam

antigen, yaitu :

- Antigen O = Ohne Hauch = Somatik antigen (tidak menyebar)

- Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil

- Antigen V1 = Kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi O antigen terhadap fagositosis

Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan

pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.4,6,7,8.

Kuman Salmonella masuk bersama makanan dan minuman yang tercemar.

Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung . Sebagian lagi masuk ke usus

halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus ( terutama Plak

Peyeri )dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan

nekrosis setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteriemia

primer) menuju organ retikulo endoptelial sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di

tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit,

berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke

darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteriemia sekunder), dan sebagian kuman

masuk ke organ tubuh terutama limpa, dan kandung empedu yang selanjutnya

kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan

27

Page 28: laporan kasus tifoid anak

menyebabkan reinfeksi di usus.1-3,5,8 Dosis infektif rata-rata bagi manusia adalah 10-5-108 Salmonella (tetapi mungkin cukup dengan 103 organisme S typhii) untuk

menimbulkan infeksi klinik atau subklinik. Demam tifoid disebabkan karena

endotoksin yang dihasilkan oleh Salmonella typhii yang merangsang sintesa dan

pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat

pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus

yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.4,8.

Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan suhu badan yang meningkat,

gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.1-5,7,8

a. Demam

Biasanya berlangsung 1-2 minggu. Pada minggu pertama sifat demam adalah

naik turun tetapi tidak sampai normal (remiten), kemudian demam terus –

menerus (kontinyu) pada minggu kedua.

b. Gangguan Saluran Pencernaan

Bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan

tepinya kemerahan, dan tremor, anoreksia, diare, konstipasi. Kadang-kadang

terdapat hepatomegali, splenomegali, dan meteorismus.

c. Gangguan Kesadaran

Gangguan kesadaran yang ringan sampai berat berupa apatis, somnolen, sopor,

koma, kadang-kadang timbul meracau.

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia normositik normokromik sering

ditemukan sesudah sakit beberapa minggu dan dihubungkan dengan kehilangan

darah usus atau penekanan sumsum tulang. Pemeriksaan hitung jenis dapat terjadi

aneosinofilia, limfositosis relatif dan leukopeni yang diduga disebabkan oleh

penghancuran leukosit oleh endotoksin. Laju endap darah (LED) dapat meningkat.

Uji serologi Widal yaitu reaksi aglutinin antara antigen dan antibodi, untuk

mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri S. typhii. Di Indonesia pengambilan

angka titer O agglutinin ≥ 1/140 dengan memakai widal slide agglutination

(prosedur membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96 %,

28

Page 29: laporan kasus tifoid anak

artinya apabila hasil tes positif, 96 % kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi

bila negatif tidak menyingkirkan. Apabila titer O ≥ 1/200 atau pada titer sepasang

menunjukkan adanya kenaikan titer O lebih dari 4 kali maka diagnosis demam

tifoid dapat ditegakkan. Uji Widal kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul hasil

positif palsu pada daerah demam endemis, dan sebaliknya dapat timbul negatif

palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.7

Akhir – akhir ini telah dikembangkan uji serologik lain yang lebih sensitif

dan lebih spesifik daripada uji widal yaitu dengan menggunakan protein membrane

luar (PML) Salmonella thyphii. Di Indonesia telah dikembangkan penggunaan uji

ini namun sampai saat ini belum dilakukan sebagai pemeriksaan rutin RS. Protein

Membran Luar (PML) terletak pada permukaan bakteri gram (-) yang akhir – akhir

ini dianggap sebagai antigen penting dalam menginduksi suatu respon imun

spesifik. Pemeriksaan serologi dengan menggunakan PML Salmonella thypii

sebagai antigen dengan cara ELISA ternyata mempunyai sensitivitas dan spesitifitas

yang jauh lebih baik daripada uji widal, dan cukup hanya memerlukan specimen

tunggal yang diambil pada minggu pertama demam. Menurut Rodriques AV, dkk

penderita yang secara klinis di diagnosis sebagai demam tifoid yang memberikan

hasil positif palsu dengan uji widal, dapat memberikan hasil positif dengan metode

ini. Hal ini disebabkan karena penderita kemungkinan besar telah terinfeksi oleh

Salmonella thypii, tetapi organisme tersebut tidak dapat tumbuh pada specimen

darah. Oleh karena itu ELISA sebagai metode deteksi dengan menggunakan PML

Salmonella thypii tampaknya merupakan salah satu pemeriksaan yang berguna

dalam menegakkan diagnosis demam tifoid pada daerah endemis. Tes ini

hendaknya dapat dipertimbangkan untuk digunakan bersama – sama kultur darah

untuk mendapatkan diagnosa dini demam tifoid terutama pada penderita yang telah

mendapatkan pengobatan sebelum pengambilan specimen darah,yang mungkin

memberikan hasil kultur darah (-).5

Pada pasien ini demam mirip dengan kurva demam tifoid yaitu demam

remiten pada minggu pertama (naik pada sore atau malam hari dan turun pada pagi

29

Page 30: laporan kasus tifoid anak

hari tapi tidak sampai normal), kemudian demam kontinyu pada minggu kedua.

Juga ditemukan gangguan sistem pencernaan berupa mual, muntah, diare, dan

konstipasi. Ketika datang ke RSDK pada pemeriksaan fisik didapatkan typhoid

tongue, hepar dan lien sulit dinilai karena adanya defans muskuler, kesan : 1/3 – 1/3

BH, tidak ada roseola, anak tampak apatis.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin pada tanggal 03-08-2006

ditemukan anemia dan trombositopeni. Dari hasil hitung jenis pada penderita ini

didapatkan aneosinofilia tetapi tidak didapatkan limfositosis relatif. Aneosinofilia

dan limfositosis relatif merupakan gambaran khas dari demam tifoid.

Pemeriksaan uji Widal pertama tanggal 03-08-2006 didapatkan titer O =

1/640 dan titer H = 1/640. Pada uji widal yang kedua tanggal 14-08-2006

didapatkan hasil yaitu titer O = 1/80 dan titer H = 1/320, penurunan titer ini dapat

terjadi karena pasien sudah mendapatkan pengobatan. Sampai saat ini belum ada

kepustakaan yang menyebutkan nilai titer Widal yang absolut untuk menentukan

diagnosis demam tifoid.8 tetapi titer O ≥ 1/200 atau pada titer sepasang

menunjukkan adanya kenaikan titer O lebih dari 4 kali maka diagnosis demam

tifoid dapat ditegakkan.7

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi Widal antara lain: 4,8.

a. Faktor penderita

- perjalanan penyakit pada saat dilakukan pemeriksaan Widal

- pengobatan dini dengan antibiotika

- keadaan umum gizi penderita

- penyakit tertentu yang menghambat pembentukan antibodi ;

agamaglobulinemia, lekemia, tumor

- pemakaian obat imunosupresif dan kortikosteroid

- vaksinasi

- infeksi subklinik

30

Page 31: laporan kasus tifoid anak

b. Faktor teknis

- reaksi silang

- konsentrasi suspensi antigen

- strain Salmonella yang dipakai untuk suspensi antigen

Adanya aglutinin atau antibodi pada peredaran darah penderita belum

merupakan kepastian bahwa seseorang menderita demam tifoid, sebaliknya reaksi

Widal negatif atau tetap rendah belum memastikan bukan penderita demam

tifoid.3,4,6

Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid meliputi komplikasi

intestinal dan ekstaintestinal.1,2,3,7,8

Komplikasi intestinal :

a. Perdarahan usus

Pada Plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk luka berbentuk lonjong

dan memanjang terhadap sumbu usus. Jika luka menembus lumen usus dan

mengenai pembuluh darah akan terjadi perdarahan. Bila sedikit, hanya

ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan Benzidin. Bila perdarahan

banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan

tanda-tanda renjatan.

b. Perforasi usus

Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan biasanya terjadi pada

bagian distal ileum. Dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3 % kasus demam tifoid

anak. Ditandai oleh nyeri abdomen local pada kuadran kanan bawah akan tetapi

dilaporkan juga nyeri menyelubung, kemudian diikuti muntah, nyeri pada

perabaan abdomen, defance muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-

tanda peritonitis yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai

manifestasi klinis yang tidak jelas.

Komplikasi ekstra intestinal :

a. Komplikasi neuropsikiatrik :

31

Page 32: laporan kasus tifoid anak

Sebagian besar bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium,

stupor bahkan koma.

Dari neurologik : meningitis, ensefalitis, mielitis transversal, sindrom guillain

barre.

b. Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan S-

T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.

c. Hepatitis tifosa asimtomatik, ditandai dengan peningkatan kadar serum

transaminase, ikterik, kolelitiasis akut.

d. Sistisis dan pielonefritis.

e. Pneumonia, bias oleh karena salmonella thypi tetapi dapat juga oleh karena

infeksi sekunder oleh kuman lain.

f. Penyulit lain yaitu : trombositopeni, koagulasi intravaskulair disseminate,

hemolitik uremic sindrom.

Pada penderita ini tidak didapatkan komplikasi ekstraintestinal, namun

didapatkan komplikasi intestinal yaitu adanya perdarahan usus minimal, hal ini

dibuktikan oleh hasil tes benzidin yang positif.

2. APPENDISITIS KRONIK

Appendisitis akut adalah suatu keadaan yang sering terjadi yang

membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosis appendisitis sulit pada

anak-anak. Secara klinis obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendisitis,

obstruksi ini dapat disebabkan oleh pengerasan tinja (fekolith), tinja ini bisa

mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai appendikolith (15-20%). Obstruksi

juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri (Yersinia, Salmonella,

Shigella) karena virus atau bakteri dapat menyebabkan oedema mukosa, sehingga

sekresi cairan tersumbat menyebabkan tekanan intralumen meningkat, sehingga

mukosa mengalami hipoksia, nekrosis dan ulserasi dan bakteri dapat menyerang

dinding lumen. 1, 9

32

Page 33: laporan kasus tifoid anak

Gejala prodromal berupa nyeri perut, lemas, mual, muntah, dan gelisah.

Anak sering tidur dengan paha kanan ditekuk, karena bila paha diluruskan maka

appendiks akan terangsang sehingga menimbulkan sakit. Demam biasanya tidak

terlalu tinggi pada permulaan, suhu yang tinggi biasanya bukan disebabkan oleh

appendicitis, demam tinggi bila telah terjadi perforasi dengan peritonitis. Pada

permulaan nyeri perut di daerah epigastrium, daerah periumbilikus, di seluruh

abdomen atau di kuadran kanan bawah. Rasa nyeri perut ini samar-samar, ringan

sampai moderat, dan kadang kadang berupa kejang. Sesudah 4 jam biasanya rasa

nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran kanan bawah

dan di sini rasa nyeri itu menetap dan secara progresif bertambah berat dan semakin

hebat bila pasien bergerak. Adanya nyeri tekan di kuadran kanan bawah dengan

spasme otot kuadran kanan bawah merupakan indikasi untuk operasi. Dari hasil

laboratorium 96 % kasus ditemukan lekositosis, kurang dari 4 % pasien

mempunyai hitung jenis normal dan hitung lekosit total normal. Pemeriksaan

pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi anak dengan kecurigaan

appendisitis adalah foto polos perut atau dada, USG, enema barium dan kadang-

kadang CT scan. Temuan appendisitis pada foto perut meliputi appendikolith yang

mengalami kalsifikasi, usus halus yang distensi atau obstruksi dan massa jaringan

lunak. Temuan pada enema barium adalah temuan pengaruh massa pada sekum

karena proses radang dan lumen appendiks yang tidak terisi atau terisi sebagian,

namun pada beberapa anak yang tidak sakit dapat memiliki appendiks yang tidak

terisi, sehingga harus diinterpretasi dengan hati-hati.1,9,10.

Diagnosis appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua

syarat yaitu riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik

appendiks secara makroskopis dan mikroskopis, dan keluhan menghilang setelah

appendiktomi. Kriteria mikroskopis appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh

dinding appendiks, sumbatan partial atau total lumen appendiks, adanya jaringan

33

Page 34: laporan kasus tifoid anak

parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insiden

appendisitis kronik antara 1-5 persen. 11

Komplikasi :

1. Perforasi

Terjadi pada 20 % pasien (80-90% anak-anak dan 30 % atau lebih pada pada

lanjut usia). Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang

menyebar dan jumlah lekosit yang tinggi merupakan tanda kemungkinan

terjadinya perforasi.

2. Peritonitis

Difus atau umum, peritonitis ini merupakan salah satu akibat perforasi.

Peritonitis disertai rasa sakit yang semakin hebat, rasa nyeri, kembung, demam

dan keracunan.

3. Abses appendiks

Teraba suatu massa lunak di kuadran kanan bawah atau di daerah pelvis. Massa

ini mula-mula berupa flegmon kemudian berkembang menjadi rongga yang

mengandung nanah.

4. Pileflebitis (tromboplebitis septic vena portal)

Akan mengakibatkan demam yang tinggi, panas dingin menggigil dan ikterus.

Pada pasien ini diagnosa appendisitis kronik ditegakkan dari gejala klinis

yaitu didapatkan nyeri perut hilang timbul di daerah epigastrium yang kemudian

menjalar ke perut kanan bawah, nyeri ini berlangsung selama lebih dari 2 minggu

(16 hari) dan keluhan menghilang setelah appendiktomi. Pada hari perawatan ke-9

pukul 17.30 anak mengeluh nyeri perut hebat dan suhu badan tinggi, kemudian

keesokan harinya pada pukul 08.00 dilakukan appendiktomi setelah itu keluhan

nyeri perut pun hilang. Dari pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan lekositosis,

dari pemeriksaan appendikografi tidak ditemukan appendikolith dan filling

appendiks (+). Pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi.

34

Page 35: laporan kasus tifoid anak

Pemeriksaan urin secara mikroskopis dan pemeriksaan urin secara

makroskopis telah di lakukan, makroskopis didapatkan urin warna kuning jernih,

bau khas, buih (-). Mikroskopis urin dalam batas normal. Dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik tidak menunjukkan kelainan pada saluran kemih sehingga

dignosis Infeksi Saluran Kemih dapat disingkirkan.

Diagnosis Differensial Infeksi malaria juga dapat disingkirkan karena dari

anamnesis didapatkan penderita tidak memiliki panas yang sesuai dengan tipe panas

malaria yaitu tipe panas intermiten, riwayat berpergian atau datang dari daerah

endemis malaria disangkal. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan ikterik,

ataupun pembesaran limpa, walaupun didapatkan anemia, tapi dari hasil preparat

darah hapus tidak didapatkan kesan gambaran malaria.

3. ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar hemoglobin,

hematokrit dan jumlah eritrosit kurang dari normal sesuai umur dan jenis kelamin.

WHO 1972 menetapkan kriteria anemia berdasarkan kadar Hb sebagai berikut :

6 bulan – 6 tahun dengan kadar Hb < 11 g/dl

6 tahun – 14 tahun dengan kadar Hb <12 g/dl

Keluhan anemia pada umumnya yaitu pucat, pusing, palpitasi, mudah lelah,

mudah tersinggung dan kreativitas kurang. Pemeriksaan fisik didapatkan dari

keadaan umum, konjungtiva palpebra, bibir, lidah, mulut, jantung, paru, hati, limpa

dan ekstermitas. Menurut etiologi dan fisiologi, anemia dibagi menjadi 4 golongan

yaitu anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia perdarahan dan anemia defisiensi

besi.

Dari anamnesis tidak ditemukan tanda-tanda yang mendukung diagnosis

anemia. Tetapi dari pemeriksaan fisik pada hari pertama dirawat di rumah sakit

anak tampak pucat dan konjungtiva tampak anemis. Pada pemeriksaan laboratorium

darah tanggal 03, 04, dan 07 agustus 2006 didapatkan nilai Hb dibawah normal

(8,7 ; 9,35 ; dan 9,22 gr/dl) dan nilai MCV < 80 femtoliter & MCHC > 30 gr/dl.

35

Page 36: laporan kasus tifoid anak

Anemia yang terjadi pada kasus ini disebabkan oleh karena adanya

perdarahan pada usus, supresi pada sumsum tulang dan defisiensi besi. Perdarahan

usus ditunjukkan oleh hasil benzidin tes yang positif, tidak ditemukan melena atau

darah waktu BAB. Sedangkan supresi pada sumsum tulang dapat menyebabkan

produksi sel – sel darah menurun.

Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan salah

satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Defisiensi

besi terjadi karena masukan makanan kurang baik dari segi kuantitas dan kualitas

serta nafsu makan yang turun selama sakit sehingga pemenuhan kebutuhan besi

bagi tubuh berkurang ditambah kondisi pasien yang berada dalam usia pertumbuhan

yang tentunya memerlukan masukan yang lebih besar. Pada kasus ini telah

dilakukan pemeriksaan SI dan TIBC, dengan hasil Fe = 38 ug/dl (N=35–150 ug/dl)

dan TIBC 174 ug/dl (N=250-450 ug/dl ). Dari pemeriksaan feses tidak didapatkan

adanya telur cacing atau cacing yang dapat menyebabkan anemia.

Berdasarkan pendekatan morfologi sel darah merah dari sediaan darah

hapus, anemia dibedakan menjadi anemia makrositik, normositik, dan anemia

mikrositik. Untuk menentukannya digunakan indeks sel darah merah dengan harga

normal sebagai berikut :

Mean Corpusculair Volume (MCV) : 90 ± 7 ft

Mean Corpusculair Hemoglobin (MCH) : 30 ± 3 pg

Mean Corpusculair Hemoglobin Concentration (MCHC) : 32 ± 2 gr/dl(5)

Bentuk sel darah merah MCV MCHC

Makrositik

Normositik

Mikrositik hipokrom

>94

80-90

<80

>30

>30

>30

36

Page 37: laporan kasus tifoid anak

B. PENGELOLAAN

1. ASPEK KEPERAWATAN

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, abservasi

serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus

tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lampau.

Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan atau

perforasi usus. Mobilisasi dilakukan sewajarnya, sesuai dengan kondisi dan situasi

penderita. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar

tidak terjadi aspirasi serta tanda-tanda komplikasi demam tifoid yang lain. Buang air

besar dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi

obstipasi, diare dan retensi air kemih.

Pada penderita ini dilakukan tirah baring , mobilisasi dilakukan bertahap

mulai dari duduk, berdiri dan berjalan. Selain itu didapatkan obstipasi sementara

buang air kecil lancar. Selama perawatan juga tidak didapatkan gejala dan tanda-

tanda komplikasi yang mungkin terjadi.2,3

2. ASPEK MEDIKA MENTOSA

a. Demam Tifoid

- Pemberian antibiotik, dengan tujuan menghentikan dan mencegah

penyebaran bakteri. Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama,

dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari maksimal 1500 mg/hari dibagi

dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila keadaan penderita tidak memungkinkan

diberikan peroral maka dapat diberikan Kloramfenikol injeksi 50

mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis secara intravena.

- Roboransia: Vitamin B kompleks dan vitamin C.

- Bila panas tinggi dapat diberikan antipiretik; Parasetamol 10 mg/kgBB/kali

dan kompres dingin.

37

Page 38: laporan kasus tifoid anak

- Bila dengan pengobatan Kloramfenikol selama 5 hari penderita masih panas

maka dapat dikombinasikan dengan Trimetoprim 100 mg dan

Sulfametoksazol 80 mg (Kotrimoksazol) 1 tablet pediatrik/2,5 kg BB serta

mencari penyebab lain. 2,3,8

Sejak tahun 1948 kloramfenikol merupakan drug of choice untuk infeksi

Salmonela. Keampuhan kloramfenikol pada pengobatan demam tifoid telah diakui

berdasarkan efektifitasnya terhadap Salmonella typhi di samping harga obat relatif

murah. Setelah kloramfenikol bertahan sekitar 25 tahun, dilaporkan oleh beberapa

peneliti di berbagai negara adanya strain Salmonella typhi yang resisten terhadap

kloramfenikol. Di samping kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol

(pengobatan lini pertama), terdapat antibiotik alternatif lain untuk pengobatan

demam tifoid yaitu golongan sefalosporin generasi ketiga (seftriakson intravena),

dan golongan fluoro-kuinolon. Akhir-akhir ini telah dilakukan beberapa uji klinis

sefalosporin generasi ketiga oral (cefixime) untuk mengobatan demam tifoid. Uji

klinis komparatif telah dilakukan antara cefixime dengan kloramfenikol,

seftriakson, maupun aztreonam. Memon dkk melaporkan hasil yang ditinjau dari

proporsi kesembuhan klinis, mikrobiologis, maupun kejadian relaps. Penurunan

suhu pada kelompok cefixime (n=39) adalah 5,6 hari, sedangkan pada kelompok

kloramfenikol (n=44) 4,4 hari. Tampaknya, bila salmonela masih sensitif terhadap

kloramfenikol demam akan turun lebih cepat, tetapi bila ditinjau mengenai

kesembuhannya, kelompok cefixime sembuh 95% sedangkan kelompok

kloramfenikol 30%. Melihat hasil penelitian tersebut di atas, tampaknya di negara

yang telah banyak ditemukan MDR Salmonella typhi, cefixime merupakan

antibiotik pilihan.5

Pada penderita ini sejak pertama diberikan Kloramfenikol injeksi dengan

dosis 3x 500 mg intravena per hari selama 12 hari, kemudian dilanjutkan dengan

pemberian kloramfenikol oral 3x500mg. Selain itu penderita juga mendapat

Parasetamol, dan roboransia berupa vitamin B kompleks. Pemberian Kloramfenikol

38

Page 39: laporan kasus tifoid anak

harus disertai pemantauan ketat hitung sel darah karena mengingat efek samping

yang bisa ditimbulkan oleh obat ini diantaranya menekan sistem hemopoetik.

Apabila dalam perjalanan jumlah lekosit <2000/mm3, maka Kloramfenikol harus

diganti dengan Kotrimoksazol 5

Tanggal 12-08-2006 (post appendiktomi) anak diberikan terapi tambahan

yaitu injeksi Cefotaxim dan injeksi gentamycin selama 5 hari, injeksi

metronidazol selama 3 hari dan injeksi Tramadol ½ ampul bila kesakitan.

3. ASPEK DIETETIK

Makanan untuk penderita demam tifoid harus mengandung cukup cairan,

kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung serat, dan tidak

merangsang serta tidak menimbulkan banyak gas.2,3 Bila stadium akut telah dilewati

dan temperatur telah kembali normal, bahaya komplikasi sudah mengurang, maka

diet dapat diberi`lebih bebas seperti bubur, nasi tim, dll.

Pada penderita ini diberikan infus Triofusin + NaCl 5 % + KCl otsuka, infus

Amiparen dan diet 6 x 100 cc Vitaplus, post operasi appendiktomi diet diganti

dengan 8 x 90 cc susu yang diberikan bertahap sesuai kondisi. Dua hari post

appendiktomi, diet ditingkatkan yaitu dengan diberikan 4 x 90 cc susu dan 3 x

bubur sumsum. Tiga hari post appendiktomi diet : 4 x 200 cc susu dan 3 x lunak.

Hari terakhir di RS anak diberikan 4x200 cc susu dan 3 x nasi. Pemberian makanan

tidak harus diberikan sekaligus satu porsi tapi dapat diberikan dalam jumlah sedikit-

sedikit tetapi sering mengingat kondisi pasien yang masih lemah dan nafsu

makannya belum baik.

4. ASPEK EDUKASI

Menjelaskan kepada orang tua dan penderita tentang pencegahan demam

tifoid, yaitu dengan menjaga higiene makanan dan lingkungan. Anak hendaknya

dididik untuk selalu cuci tangan bila hendak makan, dan mengurangi jajan makanan

di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya serta selalu membudayakan hidup

39

Page 40: laporan kasus tifoid anak

bersih, minum obat secara teratur sesuai dengan petunjuk dokter, juga dianjurkan

agar memeriksakan penderita secara teratur ke Puskesmas atau rumah sakit untuk

kontrol guna memantau perjalanan penyakitnya.

Dan untuk diagnosa Anemia hipokromik mikrositer dengan edukasi tentang

makanan yang banyak mengandung zat besi baik hewani (daging, hati, ikan, dll)

maupun nabati (sayuran) serta protein hewani (daging, hati, ikan, telor, dll) dan

nabati (kacang-kacangan dll) kepada ibu penderita, diharapkan ibu dapat

memberikan makanan yang juga disesuaikan dengan tingkat sosial ekonomi

keluarga dan motivasi ibu untuk mencegah anemia karena dampak buruk anemia

pada pertumbuhan dan kecerdasan anaknya. Setiap hari anak hendaknya diberi

makanan yang banyak mengandung kalori dan protein misalnya nasi dengan lauk

tempe, tahu, telur, ikan, ayam, daging, dan sayur dengan frekuensi pemberian 3x1

piring atau jika anak tidak mau makan bisa diberikan dengan porsi yang lebih kecil

dan frekuensi yang lebih sering serta bervariasi. Disarankan juga untuk memberikan

susu untuk melengkapi kebutuhan gizi anak.

C. PROGNOSIS

Demam tifoid pada anak biasanya baik bila mendapatkan pengobatan yang

cepat. Keadaan yang dapat memperburuk prognosis adalah:2,3,5

- Kesadaran yang sangat menurun, delirium, koma.

- Hiperpireksia yang tak teratasi

- Dehidrasi, asidosis, peritonitis, syok septik

- Keadaan penderita dengan gizi buruk

Pada penderita ini Prognosis untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah ad bonam,

karena keadaan penderita membaik selama perawatan. Prognosis terhadap kesembuhan

40

Page 41: laporan kasus tifoid anak

(quo ad sanam) adalah ad bonam dan prognosis terhadap fungsi (quo ad fungsionam)

adalah quo ad bonam.

D. BAGAN PERMASALAHAN

.

Perilaku dan pendidikan

Lingkungan :fisikbiologi

Sumber infeksibakterivirusparasit

Pelayanan kesehatan :pengobatanpencegahan

Infeksi demam tifoid

Anemia hipokromik mikrositer

Tumbuh kembang yang optimal

Kuratif

AsahAsihAsuh

PreventifPromotifRehabilitatif

Appendisitis Kronik

41

Page 42: laporan kasus tifoid anak

BAB IV

RINGKASAN

Telah dilaporkan seorang anak dengan demam tifoid, appendisitis kronik, anemia

hipokromik mikrositer dan gizi baik. Keluhan utama penderita adalah panas dengan tipe

remiten. Didapatkan gangguan pencernaan berupa mual muntah, diare dan obstipasi.

Didapatkan gangguan penurunan kesadaran berupa apatis. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan lidah kotor dengan tepi kemerahan dan tidak tremor. Didapatkan hepatomegali.

Dari hasil laboratorium didapatkan uji Widal positif dengan titer O = 1/640, titer H = 1/640.

Pemeriksaan darah rutin menunjukkan anemia hipokromik mikrositer dan trombositopeni.

Dari hitung jenis didapatkan aneosinofilia, tidak ditemukan limfositosis relatif. Pada

pemeriksaan status gizi didapatkan gizi baik. Pada penderita ini didapatkan komplikasi

intestinal berupa perdarahan usus minimal, hal ini dibuktikan dengan hasil tes benzidin

yang positif. Anak juga didiagnosa appendisitis kronik, diagnosa ditegakkan dari gejala

klinis yaitu didapatkan nyeri perut hilang timbul di daerah epigastrium yang kemudian

menjalar ke perut kanan bawah, nyeri ini berlangsung selama lebih dari 2 minggu (16 hari)

dan keluhan menghilang setelah appendiktomi.

Penderita dirawat di bangsal infeksi selama 8 hari, kemudian dirawat di HND

selama 3 hari (post appendiktomi), setelah kondisi membaik anak dirawat lagi di bangsal

infeksi selama 5 hari. Penderita istirahat tirah baring, mobilisasi dilakukan secara bertahap.

Penderita mendapat terapi Kloramfenikol, Cefotaxim, Gentamycin dan Metronidazol.

Selain itu juga mendapatkan Parasetamol kalau panas dan Roborantia. Pengelolaan dietetik

mengandung cukup cairan, kalori dan protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung

serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

Pada orang tua dan penderita dijelaskan tentang pencegahan demam tifoid, yaitu

dengan menjaga higiene makanan dan lingkungan, serta kemungkinan mengalami relaps.

Anak dididik untuk selalu cuci tangan bila hendak makan, dan mengurangi jajan makanan

di luar rumah yang tidak terjamin kebersihannya serta selalu membudayakan hidup sehat.

42

Page 43: laporan kasus tifoid anak

Orang tua juga perlu memperhatikan menu sehari-hari yang seimbang untuk kebutuhan gizi

anak yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga.

Penderita dipulangkan karena sudah bebas panas 5 hari, keadaan klinis membaik,

cukup aktif, nafsu makan membaik, serta dapat makan dan minum dengan baik.

43

Page 44: laporan kasus tifoid anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin. Alih bahasa : Wahab A. Samik. Nelson Textbooks

of Pediatrics, Ilmu Kesehatan Anak volume 2 edisi 15. Jakarta. EGC, 2000: 970 - 3

2. Anggoro DB. Sachro, Soetono, Herawati Yuslam. Demam tifoid. Dalam: Hartantyo I,

dkk. Pedoman Pelayanan Medik. Edisi ke-2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP.

Semarang, 1997: 3 – 5.

3. Staf Pengajar FK UI. Tifus abdominalis Buku Kuliah IKA 2 edisi ke-4. Jakarta. Balai

Penerbit FK UI, 1997.

4. Rachmat Juwono. Demam tifoid Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi ke-3.

Jakarta. Balai Penerbit FK UI, 1996.

5. Cermin Dunia Kedokteran, http//: www. Ppmpp.depkes.go-id/catalog

cde/kamus_detail_klik_asp?abjad=s&id=2005 111810220104830722&count=16 &

page=1

6. Robinson MJ, Lee LEE dkk. Paediatric Problems in Tropical Countries second edition.

Singapore. PG Publishing, 1991: 183 - 5.

7. MMDEAH Hapsari. Seri kuliah : Demam Tifoid pada Anak. Sub Bagian Infeksi

Bagian Anak RSU dr. Kariadi/FK UNDIP Semarang, 2005

8. Rampengan TH, Laurente IR. Infeksi Bakteri. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik pada

Anak. Jakarta. EGC, 1994: 53-73.

9. Schrock, Theodorer. Alih bahasa : Dharma A, Petrus L, Gunawan. Handbook of

Surgery, Ilmu Bedah edisi 7. Jakarta. EGC, 1993 : 276-280.

10. Sabiston. Alih bahasa : Adrianto P. Essentials of Surgery, Buku Ajar Bedah. Jakarta.

EGC, 1995 : 490-499.

11. Sjamsuhidajat R, De Jong. W. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta. EGC, 2004 :

640-651.

12. Waspadai Sakit Saluran Pencernaan. http//: www.

Pikiran-rakyat.com/cetak/0703/05/0307. htm.

44

Page 45: laporan kasus tifoid anak

45

Page 46: laporan kasus tifoid anak

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT atas terselesaikannya Laporan Kasus

tentang Seorang anak dengan Demam Tifoid, Appendisitis Kronik, Anemia hipokromik

mikrositer, suspek ISK dan Gizi Baik yang dibuat guna memenuhi tugas Kepaniteraan

Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteraan Universitas Diponegoro.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. dr. M.M.DEAH Hapsari, Sp.A (K) selaku penguji

2. dr. Ninung Rose Diana selaku pembimbing

3. Rekan-rekan Co-Ass bagian Ilmu kesehatan Anak

4. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan disebabkan

karena keterbatasan kami, baik dibidang pengetahuan maupun kemampuan kami. Oleh

karena itu semua saran dan kritik yang bersifat membangun akan kami terima dengan

senang hati.

Akhir kata kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami dan

pembaca pada umumnya.

Semarang , September 2006

penulis

Page 47: laporan kasus tifoid anak

HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : Rr. Kurnia K. W

NIM : G6A001162

JUDUL : Seorang anak dengan DEMAM TIFOID, APPENDISITIS KRONIK,

ANEMIA HIPOKROMIK

MIKROSITER DAN GIZI BAIK.

BAGIAN : Ilmu Kesehatan Anak

PENGUJI : dr. MMDEAH Hapsari, Sp.A (K)

PEMBIMBING : dr. Ninung Rose Diana

DIAJUKAN : September 2006

Semarang, September 2006

Penguji Pembimbing

( dr. MMDEAH Hapsari, Sp.A (K )) ( dr. Ninung Rose Diana )

Page 48: laporan kasus tifoid anak

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK DENGAN DEMAM TIFOID, APPENDISITIS

KRONIK, ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

DAN GIZI BAIK

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh

Nama

N I M

: Rr. Kurnia K. W

: G6A 001 162

Penguji

Pembimbing

: dr. MMDEAH Hapsari Sp.A (K)

: dr. Ninung Rose Diana

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKF A K U L T A S K E D O K T E R A N

UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG

Page 49: laporan kasus tifoid anak

2006DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................................... i

Halaman Pengesahan..................................................................................................................... ii

Daftar Isi........................................................................................................................................ iii

Kata Pengantar............................................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1

B. Tujuan................................................................................................................................ 2

C. Manfaat.............................................................................................................................. 2

BAB II LAPORAN KASUS.......................................................................................................... 3

A. Identitas Penderita............................................................................................................. 3

B. Anamnesis......................................................................................................................... 3

C. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................................. 6

D. Pemeriksaan Laboratorium................................................................................................ 8

E. Pemeriksaan Antropomertri............................................................................................... 13

F. Diagnosa Deferensial......................................................................................................... 14

G. Diagnosa Sementara.......................................................................................................... 14

H. Daftar Masalah.................................................................................................................. 14

I. Penatalaksanaan.................................................................................................................. 14

2

Page 50: laporan kasus tifoid anak

J. Perjalanan Penyakit............................................................................................................ 17

K. Hasil Kunjungan Rumah................................................................................................... 23

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................................. 27

A. Diagnosis........................................................................................................................... 27

B. Pengelolaan........................................................................................................................ 37

C. Prognosis........................................................................................................................... 40

D. Bagan permasalahan......................................................................................................... 41

BAB IV RINGKASAN.................................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 44

3