laporan kasus disentri + tifoid
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
1/34
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
2/34
2011
HALAMAN PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Cipto Legowo
NIM : G6A 009 053
Bagian : Kepaniteraan Komprehensif Puskesmas Batealit
Judul Kasus Besar : Seorang Laki-laki 51 tahun dengan Disentri dan
Observasi Febris 2 Hari
Pembimbing : Dr. Lia Apriliana Ekaningtyas
Jepara, 19 Mei 2011
Pembimbing,
Dr. Al Manaf
Kepala Puskesmas
Dr. Murtono
Pembimbing,
Dr. Lia Apriliana Ekaningtyas
ii
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
3/34
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Suwardi
Umur : 51 tahun
Alamat : Desa Geneng RW01/RT02, Kec.Batealit, Kab.Jepara
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Tgl. Msk : 5 Juli 2011
II. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tgl No Masalah Pasif Tgl
1
2
Disentri
Observasi febris 2 hari
5 Juli 2011
5 Juli 2011
III. DATA DASAR
A. SUBYEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 5 Juli 2011 pukul 20.00, di UGD
Puskesmas Batealit.
Keluhan Utama : berak bercampur darah dan lendir
Riwayat Penyakit Sekarang :
2 hari ini pasien mengeluh berak yang bercampur darah segar
dan lendir. Dalam sehari pasien berak sebanyak 4x, cair, sedikit-sedikit,
bercampur ampas, tidak nyemprot, bau seperti biasa. Demam (+) tinggi,
terus menerus, mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), nyeri (+) di perut
bagian bawah, perut terasa tegang (-), nyeri saat BAB (-), BAK tidak ada
kelainan. Sebelumnya makan seperti biasa, riwayat minum obat-obatan
sebelumnya disangkal. Pasien merasa sangat kehausan dan pasien tidak
merasa ada penurunan berat badan. Riwayat bepergian jauh (-).
3
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
4/34
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Baru kali pertama sakit seperti ini, BAB sebelum sakit,
lancar tidak ada kelainan.
-Riwayat diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi
disangkal.
- Riwayat batuk lama dan pengobatan 6 bulan disangkal.
- Riwayat operasi daerah perut disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
- Riwayat asma dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.
- Riwayat sakit tumor dalam keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang petani, dan istrinya juga seorang petani.
Pasien memiliki 6 orang anak, 3 belum mandiri. Biaya perawatan
ditanggung oleh Jamkesmas.
Kesan : sosial ekonomi kurang.
B. OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 5 Juli 2011 di UGD Puskesmas Batealit pukul
20.30 WIB.
Keadaan umum : tampak gelisah dan kesakitan, dispneu (-).
Kesadaran : composmentis.
Tanda Vital :
- TD : 120 / 80
mmHg
- N : 96 x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 38,9C
(axiller)
4
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
5/34
TB : 170 cm, BB : 60 kg, BMI : 20,76 kg/m2 (normoweight)
Kepala : bentuk mesosefal, turgor dahi cukup, kulit kering (-)
Mata : konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata
cekung -/-
Telinga : discharge (-)
Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : JVP tidak meningkat, trakea di tengah
pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
Thorax : pernafasan thorakoabdominal, sela iga tidak melebar
Cor : In : IC tak tampak
Pa : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS tidak kuat
angkat, tidak melebar, pulsasi epigastrial (-),
pulsasi parasternal (-), sternal lift (-)
Pc : batas kanan : linea para sternalis dextra
batas kiri : di SIC V 2 cm medial LMCS
batas atas : di SIC II linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : BJ I II normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo : In : Simetris, statis-dinamis, tidak tampak retraksi otot
bantuan pernafasan
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pc : Sonor seluruh lapangan paru
Au : SD : vesikuler +/+ST : tidak ada -/-
Abdomen : In : datar, venektasi tidak ada
Au : bising usus (+) meningkat
Pc : tympani meningkat, pekak sisi (+) normal, pekak
alih (-), nyeri ketok (-)
Pa : hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (+) di
5
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
6/34
kuadran bawah
Ekstremitas : Superior Inferior
Oedema - / - - / -
Sianosis - / - - / -
Perabaan dingin - / - - / -
Capp. Refill
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
7/34
IV. RESUME
Seorang laki-laki 51 tahun datang ke UGD Puskesmas dengan keluhan
berak bercampur darah dan lendir. Sudah 2 hari ini pasien mengeluh berak
yang bercampur darah segar dan lendir. Dalam sehari pasien berak sebanyak
4x, cair, sedikit-sedikit, bercampur ampas, tidak nyemprot, bau seperti biasa.
Demam (+) tinggi, terus menerus, nyeri (+) di perut bagian bawah.Sebelumnya makan seperti biasa, riwayat minum obat-obatan sebelumnya
disangkal. Pasien merasa sangat kehausan dan pasien tidak merasa ada
penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum : tampak gelisah dan kesakitan, dispneu (-).
Kesadaran : composmentis.
Tanda Vital :
- TD : 120 / 80 mmHg
- N : 96 x/menit
- RR : 20
x/menit
- T : 38,9C
(axiller)
TB : 170 cm, BB : 60 kg, BMI : 20,76 kg/m2 (normoweight)
Kepala : bentuk mesosefal, turgor dahi cukup, kulit kering (-)
7
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
8/34
Mata : konjungtiva palpebra pucat -/- , mata cekung -/-
THT : discharge (-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : JVP tidak meningkat, trakea di tengah
pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
Thorax : pernafasan thorakoabdominal
Cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : In : datar, venektasi tidak ada
Au : bising usus (+) meningkat
Pc : tympani meningkat, pekak sisi (+) normal, pekak
alih (-), nyeri ketok (-)
Pa : hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (+) di
kuadran bawah
Ekstremitas : Superior Inferior
Perabaan dingin - / - - / -
Sianosis - / - - / -
Capp. Refill
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
9/34
8. Nyeri tekan abdomen kuadran bawah
9. Darah rutin, kesan : leukositosis segmen dan peningkatan LED I/II
10. Tes Widal, - Thypi O : 1/80
- Thypi H : 1/80
VI. DAFTAR MASALAH
1. Disentri
2. Observasi febris 2 hari
RENCANA PEMECAHAN MASALAH
1. Disentri
Assesment : - bakterial
- parasit
Rencana Awal :
Dx : S : -
O : feses rutin, kultur feses dan sensitivitas antibiotik
Rx : - Infus RL 30 tpm
- Inj. Cloramphenicol 1 gr (extra)
- Cotrimoksasol 2x1 tab (960mg)
- Attapulgit 3x1 tab
- Zinc 1x1 tab
- Diet lunak TKTP
Mx : Keadaan umum, tanda vital, feses (frekuensi, isi dan konsistensi)
Ex : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan
penyebab berak yang bercampur darah dan lendir pada pasien
- Menghimbau pasien untuk menampung tinja saat berak guna
dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab
- Menghimbau pada pasien untuk istirahat yang cukup dan minum
air yang banyak, terutama setelah mencret
9
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
10/34
- Menghimbau pasien untuk menjaga kebersihan diri terutama
tangan saat akan makan
2. Observasi febris 2 hari
Assesment : - Demam thypoid
- Enterocolitis
Rencana Awal :
Dx : S : -
O : -
Rx : - Tirah baring
- Parasetamol 1 tab/ 4 jam (jika T > 38C)
Mx : suhu axiller tiap 4 jam
Ex : Menghimbau kepada keluarga pasien untuk mengompres pasien
dengan air biasa
VIII. CATATAN KEMAJUAN
10
5 Juli 2011 6 Juli 2011 6 Juli 2011 7 Juli 2011Jam 20.00 07.30 19.00 07.30
Keluhan Mencret 4x,
Darah (+),lendir (+)
Mencret 3x,
Darah (+),lendir (+)
Perut sakit (+),
Mencret (-)
-
KU Gelisah & lemah lemah baik baik
Tanda Vital TD : 120/80
HR : 96x/RR : 20x/
T : 38,9 C
TD : 100/70
HR : 80x/RR : 20x/
T : 36,8 C
TD : 110/60
HR : 76x/RR : 18x/
T : 36,1 C
TD : 100/70
HR : 80x/RR : 20x/
T : 36,5 C
Abdomen Timpani ,BU(+), nyeri
tekan kuadranbawah(+)
Timpani ,BU(+), nyeri
tekan kuadranbawah(+)
Timpani ,BU(+), nyeri
tekan kuadranbawah(+)
Timpani ,BU(+), nyeri
tekan kuadranbawah(-)
Darah Rutin - LED I/II
Leukositosissegmen
- -
Terapi - tirah baring
- infus RL 30 tpm- inj. Clorampncl
1 gr (extra)- cotrimoksasol
2x1 tab (960mg)- parasetamol 1
tab/4 jam jika
T>38C- attapulgit 3x1tab- zinc 1x1 tab
- Diet lunakTKTP
tetap tetap tetap
Keterangan Boleh pulang
Tirah baringDiet lunak TKTP
Obat :- cotrimoksasol
2x1 tab (5hr)
- parasetamol3x1 tab jk
panas
- attapulgit3x1tab jk
masih mencret- zinc 1x1tab
(7hr)- vit Bc 1x1 tab
(3hr)
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
11/34
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE AKUT KARENA INFEKSI
I. PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
1,2
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare
yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus,
Bakteri, dan Parasit.3
11
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
12/34
II. PATOFISIOLOGI1,3,9,10
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi
diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan
tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan
pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya
adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam
magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi
yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat
toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam
empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik.Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
12
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
13/34
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan
waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel
epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization
factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti
Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic
E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),
menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak
terlihat pada infeksiEPECini dan diare terjadi akibatshiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihatpada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dariETECatauEHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel
epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi
inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya
13
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
14/34
mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman
Shigellajuga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalahEnterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat
menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC
serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin
kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang
aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga
terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya
sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP
selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili,
membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
PerananEnteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan
reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus
mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian
melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron
sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik
tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-
HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan
14
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
15/34
obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada
enterosit.
III. DIAGNOSIS
Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan
pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat
penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama
antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,13
Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutikterlihat pada gambar 1.
15
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
16/34
Manifestasi Klinis8,14,15
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang
16
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
17/34
pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali.
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai daripemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit,
jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non
infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin.
Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95%
tergantung dari jenis patogennya.3
17
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
18/34
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.
Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,
keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi
dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial,
sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan
kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita
diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau
latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus
dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan
harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa
gas darah dan pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya
biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.6
Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri1,3,15,16
a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan
yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak
tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri
abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang
terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada
pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
18
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
19/34
Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang
terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien.
Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik
dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora.
Enterotoksin dariB. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala
muntah lebih dominan.
Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala
akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam.
Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi
dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi.
Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk
spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari
enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 24 jam
setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri
epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi.
Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105
organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C
perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel
polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan.Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Vibrio cholerae
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan
menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi
setelah 3 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat
mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP,
19
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
20/34
sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air
yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat
menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit
dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera
digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang
signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat
ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif.
Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah
memerlukan cairan intravena.
Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare.
Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai
dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada
kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera
oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.
Escherichia colipatogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme
patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen
penting, yaitu :
1Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2Enterophatogenic E. coli (EPEC).3Enteroadherent E. coli (EAEC).
4Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala
ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang
terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24
20
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
21/34
jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3
pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah
putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan
penyakitself limited, dengan tidak ada gejala sisa.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untukE coli, lekosit
feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan
EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk
EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari
pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-
sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian
antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan
diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan dengan
EHEC.
2. Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.
Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons
inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen,
demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri
abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 5 hari
kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus
yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu. Shigellosis kronis dapat
menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala
pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic
Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak
terjadinya disentri.
21
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
22/34
Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah.
Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas
antibiotik.
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena,
tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi
antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan
penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali
sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.
Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di
Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan
penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti
dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult bloodjarang terjadi. Lamanya
berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se.
Kultur darah positip pada 5 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada
pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi
adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan
resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia
ekstrem ( bayi dan berusia > 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala
sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses). Pilihan antibiotik adalah
trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau
norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari atau Sephalosporin generasi ketiga
secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam
tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali,
delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid
adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan
22
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
23/34
dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan
terkontaminasi.
Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem
retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer
pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat
menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal.
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari.
Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan
perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan
defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada
minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia,
keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan
berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan
klinis.
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada
90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif
pada minggu kedua dan ketiga.
Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka
waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu
dapat menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.
Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu.
Jika terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier
disarankan sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi
ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi dan harus diberikan
IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah.
Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke
daerah endemik.
Campylobakter
23
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
24/34
Spesies Campylobakterditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus,
sering ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit
toksin dan invasi pada mukosa.
Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari
asimtomatis sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah
organisme masuk. Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen
dan feses berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah
demam, mual, muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari.
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat
ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin
dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik
diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata terkena
sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali sehari
secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya,
penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.
Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya
gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah
dihubungkan dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir
kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang
memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan. Antibiotik
tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare parah
atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
YersiniaSpesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai
dengan antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi
epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan
daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.
Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang
dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema
24
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
25/34
multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis,
mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses.
Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan
hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada
penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon
nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.
Enterohemoragik E Coli(Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini
terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari
setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan
penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan
perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control
(CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare
berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,
yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan
ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12
kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah.
Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3
pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada
kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien
memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi. Urinalisa
menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda
anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena
diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun)
dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko.
Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan
berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa
25
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
26/34
proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang
dari pada HUS.
Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe
biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan
vaskuler. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi
infeksi EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat
meningkatkan resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari.
Fosfomisin dapat memperbaiki gejala klinis, namun, studi lanjutan masih
diperlukan.
Aeromonas
Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas
menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.
Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah.
Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.
Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau
kondisi yang berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk
malignansi, penyakit hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan
antibiotik adalah trimetroprim sulfametoksazole.
Plesiomonas
Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif.
Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah
dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen,
demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari.
Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah
tritoprim sulfametoksazole.
IV. PENATALAKSANAAN
A. Penggantian Cairan dan elektrolit
26
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
27/34
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak
dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena
yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g
Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan
secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan
urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara : 8
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
MetodePierceberdasarkan keadaan klinis :
1 - Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
2 - Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
3 - Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
27
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
28/34
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Goldbeger(1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan :18
Cara I :
1 - Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
2-
Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat
badan saat itu.
3 - Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan
mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau
sekitar 3,5 7 liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg padafase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
28
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
29/34
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya
60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium
plasma sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang
B. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi
ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian
antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.1,5,9,16
C. Obat anti diare
Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara
luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim
enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
29
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
30/34
tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti
diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14
Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-
60mg 3x sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari.
Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan
absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10
Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan
infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar
kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia),Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid
dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi
feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam
bentuk kapsul atau tablet.9
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteriaatau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran
cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan
reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.3,7,19
V. KOMPLIKASI
30
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
31/34
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik.1,8
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.9,12,14
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita
kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot
pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre
tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.1
VI. PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
31
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
32/34
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.1
VII. PENCEGAHAN1,3,13,16
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-
buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC
terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang
dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yangtersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis
dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah
32
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
33/34
tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Disease. New York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases
2001;32:331-51.3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR,
Grendell JH,editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology.
2ndedition. New York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik
Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-
01.pdf
5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the
Management of acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and
Hepatology 2002;17: S54-S71.
33
-
7/30/2019 laporan kasus disentri + tifoid
34/34
6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut
2004; 53:296-305.
7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of
Bacterial Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J
Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-10.8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman
AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI ;1996. 451-57.
9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious
Diarrhoea). Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit
Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit
Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40.
10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang
Dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis
and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi PenerbitanBagian Penyakit Dalam FK UI, 2002. 49-56.
11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.
12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med
2004;350:1: 38-47.
13. Kolopaking MS.Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I,
Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
2002. 52-70.
14. Nelwan RHH.Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in
Internal Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit
Dalam FK UI, 2001. 49-56.
15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew
WL, Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious
Disease, New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.
16. Procop GW, Cockerill F.Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella
& Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors.
Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange
Medical Books, 2003. 584 - 66.17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW.
Pharmacotherapy Handbook. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.
18. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam : Tarigan P, Sihombing
M, Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap
Gastroenterologi-Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-
hepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU, 2003. 67-79.
19. Isaulauri E.Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.