laporan kasus (tifoid)

23
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN No Rekam Medik : 00 81 **** Nama : An. AL Jenis Kelamin : Laki - laki Usia : 2 tahun Tanggal MRS : 21 Agustus 2015 Alamat : Cempaka Putih Timur ALLOANAMNESIS (21 Agustus 2015) Keluhan Utama : Demam sejak 3 hari SMRS Keluhan Tambahan : Batuk (+), pilek (+) Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam dirasakan terus menerus. Sebelumnya Os sempat berobat namun demam tetap tinggi. Ada batuk dan pilek. 1 hari SMRS Os muntah 1 kali. BAB dan BAK normal. Riwayat Penyakit Dahulu : 1

Upload: ateka7

Post on 13-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

demam tifoid

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus (TIFOID)

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

• No Rekam Medik : 00 81 ****

• Nama : An. AL

• Jenis Kelamin : Laki - laki

• Usia : 2 tahun

• Tanggal MRS : 21 Agustus 2015

• Alamat : Cempaka Putih Timur

ALLOANAMNESIS (21 Agustus 2015)

Keluhan Utama :

Demam sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan :

Batuk (+), pilek (+)

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam dirasakan terus menerus. Sebelumnya Os sempat berobat namun demam tetap tinggi. Ada batuk dan pilek. 1 hari SMRS Os muntah 1 kali. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat kejang pada usia 1 tahun, lamanya ± 5 menit, setelah kejang sadar.

1

Page 2: Laporan Kasus (TIFOID)

Riwayat Pengobatan :

- OS tidak sedang mengkonsumsi obat dan menjalani pengobatan dari suatu penyakit tertentu.

Riwayat Kehamilan :

- ANC dilakukan rutin di bidan,

- Selama hamil tidak pernah sakit, tidak menderita hipertensi.

Riwayat Persalinan :

- Lahir spontan pervaginam, dengan BBL 4000 g dan PBL 50 cm, keadaan sehat

Pola makan :

- Pola makan teratur

Riwayat Imunisasi : Hepatitis B saja

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang:

Tumbuh kembang sesuai dengan usia

Riwayat Alergi :

- Riwayat alergi obat disangkal oleh ibu pasien.

- Riwayat alergi makanan disangkal oleh ibu pasien.

- Riwayat alergi cuaca disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Psikososial :

Lingkungan sekitar rumah pasien bersih. Pasien sering tidak mencuci tangan sebelum makan

2

Page 3: Laporan Kasus (TIFOID)

PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 16 Desember 2014)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

Nadi : 124x/menit, kuat angkat, isi cukup, regular

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 39 ⁰C

Antropometri

BB : 13,5 kg

TB : 88 cm

Status Gizi

- BB / Umur : 13,5/12,5 x 100% = 108% Kesan : Gizi Baik

- TB / Umur : 88/87 x 100% = 101% Kesan : Normal

- BB/ TB : 13,5/12,6 x 100% = 107% Kesan : Gizi Baik

Kesan : Status Gizi Baik

Status Generalis

Kepala :

- Bentuk kepala normocephal.- Rambut berwarna hitam distribusi merata, rambut tidak rontok.- Ubun ubun besar menutup.- Ubun ubun tidak cekung

Mata :

- Reflek pupil (+/+), pupil isokor (+/+), edema palpebra (-/-)- Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-)

3

Page 4: Laporan Kasus (TIFOID)

Hidung :

- Pernafasan cuping hidung (-)- Epistaksis (-), sekret (+), deviasi septum (-)

Telinga :

- Bentuk telinga normotia- Serumen (-/-)- Membrane timpani intake

Mulut :

- Mukosa bibir kering (-)- Perdarahan gusi (-)- Lidah Kotor (+)- Faring hiperemis (-)- Tonsil hiperemis (-), T1/T1

Leher :

- Pembesaran KGB (-/-)- Pembesaran tiroid (-)

Thorak

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-).

Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-),

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

4

Page 5: Laporan Kasus (TIFOID)

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I, II reguler. Murmur (-), gallop (-).

Abdomen :

Inspeksi : abdomen terlihat datar.

Auskultasi : bising usus normal.

Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : perut teraba supel, nyeri tekan epigastrium (-)

Turgor kulit : Normal

Ekstremitas Atas

Akral : hangat.

CRT : <2 detik.

Edema : -/-

Sianosis : -/-

Ekstremitas Bawah

Akral : hangat.

CRT : <2 detik

Edema : -/-

Sianosis : -/-

Genitalia : Normal

Refleks :

R. Fisiologis : R. patella (+), R. Bisep (+), R. Trisep (+) R. Patologis : Kaku kuduk (-)

5

Page 6: Laporan Kasus (TIFOID)

Pemeriksaan Penunjang Tanggal 21 Agustus 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHemoglobin 10,4 g/dl 11,8 - 15,0 g/dlHematokrit 31 % 40 – 52 %

Leukosit 18.320 / ul 4500 -13.500 ribu / ulTrombosit 371.000 / ul 156.000 – 408.000 / ulEritrosit 4,35 4.40 – 5.90MCV 71 fl 80 – 100 flMCH 24 pg 26 - 34 pg

MCHC 34 g / dl 32 – 36 g/dl

Pemeriksaan Hasil Nilai NormalSalmonela typhi O - NegatifSalmonela typhi H 1/320 NegatifSalmonela paratyphi OA 1/320 NegatifSalmonela paratyphi OB - NegatifSalmonela paratyphi OC - NegatifSalmonela paratyphi HA 1/320 NegatifSalmonela paratyphi HB - NegatifSalmonela paratyphi HC - Negatif

Resume :

Anak laki-laki usia 2 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan demam ±3 hari yang lalu, demam teus menerus. Batuk (+), pilek (+), 1 hari SMRS muntah 1x berupa cairan dan sedikit bercampur makanan, BAB dalam batas normal, BAK dalam batas normal. Riwayat kejang pada usia 1 tahun, lamanya ±5 menit setelah kejang sadar.

Pemeriksaan fisik :

Kesadaran : CM; Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

N : 124 x/m; S : 39,4 C; RR : 22 x/m; Lidah kotor (+)

Lab : Hb : 10,4 S. Typhi H : 1/320

Ht : 31 S. Paratyphi AH : 1/320

Trombosit : 371.000 S. Paratyphi AO : 1/320

Leukosit : 18.300

6

Page 7: Laporan Kasus (TIFOID)

ASESMENT DAN DIAGNOSIS

Assesment

- Febris H4

- Batuk

Diagnosis

- Klinis : Demam Tifoid

- Gizi : Gizi Baik

- Imunisasi : Imunisasi dasar tidak lengkap

- Tumbang : Sesuai Usia

TATALAKSANA

- Terapi cairan RL 1050 cc / 24 jam = 11 tetes per menit makro

- Terapi oral Ceftriaxone 1x1 grParacetmol 3x150 mgSalbutamol 3x0,6 mgBisolvon 3x1/4 tab

FOLLOW UP

Hari/Tanggal S O A P22 Agustus 2015 Demam (+)

masih naik turun sejak malam

Batuk (+) tidak berdahakPilek (-)

S: 36,0 CN: 89 x/mRR: 24 x/m

Lidah kotor (+)

Typhoid IVFD RL 12 tpmCeftriaxone 1x1 grParacetmol 3x150mgSalbutamol 3x0,6 mgBisolvon 3x1/4 tab

23 Agustus 2015(09.30)

Demam (+) jam 3 pagiBatuk (+)BAB (-)BAK (+) TAK

S: 35,1 CN: 90 x/mRR: 24x/m

Typhoid dengan perbaikan

Terapi lanjutkan

23 Agustus 2015(19.30)

Demam (-)Batuk (+)BAB (3x) TAKBAK TAK

S: 36,9 CN: 90 x/mRR: 23x/m

Typhoid dengan perbaikan

Terapi lanjutkan

7

Page 8: Laporan Kasus (TIFOID)

Lidah kotor (-)BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan

bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi bakteri

sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati,limpa,kelenjar limfe usus

dan Peyer’s patch.

II. Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara

sedang berkembang. Diperkirakan angka kejadian dari 900/100.000/tahun di Asia. Umur

penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus.

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir).

Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya melalui secret saluran

nafas,urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Salmonella typhi yang berada di

luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di air,es,debu atau

kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang

dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi

(temp 63⁰C). Terjadi penularan sebagian besar melalui makanan atau minuman yang

tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau biasanya bersam-sama keluar bersama

dengan tinja. (rute oralfekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu

hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya.

III. Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri gram negative,

mempunyai flagella,tidak berkapsul,tidak membentuk spora,fakultatif anaerob. Mempunyai

8

Page 9: Laporan Kasus (TIFOID)

antigen somatic (o) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari

protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan

endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan

dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.

IV. Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organism, yaitu :

1. Penempelan dan invasi sel-sel M payer’s patch

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s Patch, nodus

limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal system retikuloendotelial

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.

Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh melalui

mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (PH<2) banyak bakteri yang mati.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-

sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus tepatnya di ileum

dan yeyenum. Sel-sel M sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s Patch,merupakan tempat

internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus mengikuti aliran ke

kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan

RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi bermutiplikasi di dalam sel fagosit

mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. Setelah

melewati periode inkubasi, yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta

respon imun pejamu maka salmonella typhi akann keluar dari habitatnya dan melalui duktus

torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini, maka salmonella typhi dapat

mencapai organ yang disukai seperti hati.limpa,sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s

Patch dari ileum terminal.

9

Page 10: Laporan Kasus (TIFOID)

Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-

14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak

memerlukan perawatan khusus smapai berat sehingga harus di rawat. Semua pasien demam

tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada demam tifoid ada istilah khusus

yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidus, kemudian

naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada minggu pertama, setelah

itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis,

kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolestitis, abses jaringan lunak maka demam akan

menetap. Pada saat demam tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf

pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi atau penurunan kesadaran

mulai apatis sampai koma.

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,

anoreksia,nausea,mialgia,nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berat pada

saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat dijumpai penderita demam

tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kekurangan cairan dan makanan.

Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi yang disusul episode diare, pada

sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya

kemerahan. Dapat dijumpai gejala meteorismus. Rose spot suatu ruam makulopapular yang

berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen,

toraks,ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan

pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.

Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.

Penyulit (Komplikasi)

1. Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3% sedangkan perdarahan usus

pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya terjadi padaa minggu ke3

sakit, walau pernah dilaporkan pada minggu pertama. Komplikasi didahului dengan

penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus

halus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah kemudian diikuti

10

Page 11: Laporan Kasus (TIFOID)

muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defence muskular, hilangnya keredupan hepar

dan tanda-tanda peritonitis.

2. Sebagian besar komplikasi neuropsikiatri bermanifestasi klinis gangguan kesadaran,

disorientasi,delirium,obtundasi, stupor dan koma. Penyakit neurologi lain adalah

trombosis serebral, afasia, ataksia serebral akut, tuli, mielitis transversal, neuritis

perifer maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain Barre.

3. Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi berupa aritmia, perubahan ST pada

EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.

4. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai

peningkatan kadar transminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa

disertai kenaikan kadar transminase, maupun kolestitis akut juga dapat dijumpai.

5. Pneumoniae sebagai penyulit sering dapat dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini

dapat ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun seringkali sebagai akibat

sekunder infeksi lain.

6. Trombositopenia

7. Koagulasi intravaskular diseminata

8. Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)

Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre biotik, sekarang lebih

jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul kembali 2 minggu setelah

penghentian antibiotik.

Gambaran darah tepi

Anemia normokromi normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi sumsum

tulang. Jumlah leukosit rendah, namun jarang di bawah 3000/ul. Apabila terjadi abses

piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000 – 25.000/ul.

Trombositopenia sering dijumpai, kadang-kadang beberapa minggu.

V. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan

gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran dengan kriteria ini

11

Page 12: Laporan Kasus (TIFOID)

maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis pasti

ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan

mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan

yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen

yang berasal dari sumsum tulang mempunyai sensitivitas yang lebih tertinggi, hasil positif di

dapat pada 90% kasus. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang

diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.

Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi

terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam

tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji widal

slide aglutinin menunjukkan nilai positif 96%. Apabila titer O aglutinin sekali periksa

1/200 atau pada titer terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.

Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi

aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (carrier).

VI. Diagnosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat

menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan

bronkopenumoniae. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler

seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid

yang berat, sepsis,leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat dijadikan sebagai

diagnosis banding.

VII. Tatalaksana

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang

memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk

kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi

disamping observasi kemungkinan timbul penyulit. Pengobatan antibiotik merupakan

pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan

dengan keadaan bakteremia. Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada

12

Page 13: Laporan Kasus (TIFOID)

pengobatan demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4

kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada

kasus dengan malnutrisi atau penyakit pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6

untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan

kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan carrier.

Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan

dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4 kali

pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kg/bb/hari dibagi dalam 4 kali

pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan

demam lebih lama. Kombinasi trimetophrim sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil

yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10

mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di india sudah dilaporkan terjadi

resisten ganda terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan TMP-SMZ terjadi sebanyak 49-83%.

Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian

sefasloporin generasi ketiga seperti seftriakson 100 mg/kgBB/hari di bagi dalam1-2 dosis

(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam

3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan untuk

anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan

sebagai alternatif, terutama apabila leukosit <2000/ul atau dijumpai resistensi terhadap

S.typhi.

Pada demam tifoid yang kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma atau

shock pemberian deksametason intravena (3mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis

awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang

memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid

dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan

apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto

abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparotomi segera dilakukan jika perforasi

usus disertai penambahan antibiotik metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Reseksi 10

cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hiup. Transfusi

trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat sehingga

menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan

untuk dilakukan intervensi bedah.

13

Page 14: Laporan Kasus (TIFOID)

Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral ditambah

dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu

memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bila

terdapat kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil,

koleksistektomi dianjurkan setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200 mg/kgbb/hari dalam

4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30

mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral selama 30 hari. Kasus demam tifoid yang mengalami

relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam tifoid serangan pertama.

VIII. Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usai, keadaan kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang

adekuat, angka mortalitasnya <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%

biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya

komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,meningitis, endokarditis,

dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

IX. Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap

individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.

Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit

atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C untuk

beberapa menit atau secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi.

Penurunan endemisitas suatu negara/ daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan

sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap

higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

X. Vaksin demam tifoid

14

Page 15: Laporan Kasus (TIFOID)

Saat sekarang dikenal 3 macam vaksin untuk penyakit demam tifoid yaitu yang berisi

kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang

berisi kuman Salmonella typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine)

dengan cara pemberian suntikan subkutan, namun vaksin ini hanya memberikan kekebalan

yang terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup kering. Vaksin

yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga

kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin

Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari

Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70%

selama 3 tahun.

XI. Indikasi Rawat Inap

Demam tifoid berat harus dirawat inap di rumah sakit.

1. Cairan dan kalori

- Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori

diberikan melalui sonde lambung.

- Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan

kadar natrium rendah.

- Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan.

- Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik.

- Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2.

- Pelihara keadaan nutrisi.

- Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.

2. Antipiretik diberikan apabila demam >39C kecuali pada pasien dengan riwayat

kejang demam dapat diberikan lebih awal.

3. Diet

- Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.

- Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori

cukup.

4. Transfusi darah

Kadang- kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi usus.

15

Page 16: Laporan Kasus (TIFOID)

XII. Pemantauan

Terapi

- Evaluasi demam dengan memonitor shu. Apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan

demam tidak reda, maka harus segera kembali di evaluasi adakah komplikasi, sumber

infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik atau kemungkinan salah

menegakkan diagnosis.

- Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu

makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan

dilanjutkan di rumah.

16

Page 17: Laporan Kasus (TIFOID)

DAFTAR PUSTAKA

Soedarmo, Sumarmo.S Poorwo. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Pudjiadi, H Antonius.2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I.Jakarta.

17