kasus demam tifoid

45
Presentasi Kasus Demam Tifoid TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID DEFINISI Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah penyakit infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakteriemia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch. 1 EPIDEMIOLOGI Cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda di negara maju dan yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. 2 Sebagian besar dari penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima tahun. 3 ETIOLOGI Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi 1

Upload: praditya-f-setya

Post on 02-Dec-2015

177 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TIFOID

DEFINISI

Demam tifoid (Tifus abdominalis, Enterik fever, Eberth disease) adalah penyakit

infeksi akut pada usus halus (terutama didaerah illeosekal) dengan gejala demam selama 7

hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.

Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan bakteriemia tanpa

keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke

dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.1

EPIDEMIOLOGI

Cara penyebaran dan konsekuensi demam enterik sangat berbeda di negara maju dan

yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. Demam tifoid merupakan

penyakit endemis di Indonesia. 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi,

sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Sembilan puluh persen kasus demam tifoid

terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun.2 Sebagian besar dari

penderita (80%) yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM berumur di atas lima

tahun.3

ETIOLOGI

Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi,

Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C. Untuk

memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi

Salmonella typhi dapat bertahan hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka

terhadap proses klorinasi dan pasteurisasi pada suhu 63 0C. Manusia merupakan satu-satunya

sumber penularan alami Salmonella typhi melalui kontak langsung maupun tidak langsung

dengan seorang penderita demam tifoid atau karier kronis.3

Bakteri ini berasal dari feses manusia yang sedang menderita demam tifoid atau karier

Salmonella typhi. Mungkin tidak ada orang Indonesia yang tidak pernah menelan bakteri ini.

Bila hanya sedikit tertelan, biasanya orang tidak menderita demam tifoid. Namun bakteri

yang sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi serologi Widal yang

positif dan bermakna.4

Salmonella typhi sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen, yaitu:

1

Page 2: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

- Antigen O = Somatik antigen (tidak menyebar)

- Antigen H = flagella dan bersifat termolabil.

- Antigen Vi = Kapsul; merupakan kapsul yang melindungi kuman dari fagositosit

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan

pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen

tersebut. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar

dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid

faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1

Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada pasien bervariasi dari 1000 hingga 1

juta organisme. Untuk dapat mencapai usus halus biasanya Salmonella typhi ini harus dapat

bertahan melalui sawar asam lambung dan kemudian melekat pada sel mukosa serta

melakukan invasi. 5 Sel M sebagai sel epitel khusus yang melapisi sepanjang lapisan Peyer ini

merupakan tempat potensial Salmonella typhi untuk invasi dan sebagai transpor menuju

jaringan limfoid. Pasca penetrasi, bakteri ini menuju ke dalam folikel limfoid intestinal dan

nodus limfe mesenterik dan kemudian masuk dalam sel retikuloendotelial dalam hati dan

limpa. Pada keadaan ini terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada

villi, kelenjar kript, lamina propria usus halus, dan kelenjar limfe mesenterica.6

PATOLOGI

Huckstep membagi patologi dalam plaque Peyeri dalam empat fase. Keempat fase ini

akan terjadi secara berurutan bila tidak segera diberikan antibiotik yaitu :

Fase 1 : hiperplasia folikel limfoid

Fase 2 : nekrosis folikel limfoid selama seminggu kedua melibatkan mukosa dan submukosa

Fase 3 : ulserasi pada aksis panjang bowel dengan kemungkinan perforasi dan pendarahan

Fase 4 : penyembuhan terjadi pada minggu keempat dan tidak menyebabkan terbentuknya

struktur seperti pada tuberkulosis bowel.7

Ileum merupakan lokasi patologi tifoid klasik, tetapi folikel limfoid pada bagian

traktus gastrointestinal lainnya juga dapat terlibat seperti yeyunum dan kolon ascending.

Ileum biasanya mengandung plaque Peyeri lebih banyak dan luas dibandingkan yeyunum.

Jumlah folikel limfoid akan berkurang seiring dengan pertambahan usia.7

2

Page 3: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

PATOFISIOLOGI

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan

dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman sampai lambung maka

mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu, adanya

suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkannya. 8 Ada beberapa faktor yang

menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung, yaitu (1) jumlah kuman

yang masuk dan (2) kondisi asam lambung.9

Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 103-109 yang

tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat menghambat

multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat.

Pada penderita yang mengalami gastrektomi, hipoklorhidria atau aklorhidria maka akan

mempengaruhi kondisi asam lambung. Pada keadaan tersebut Salmonella typhi lebih mudah

melewati pertahanan tubuh.8

Sebagian kuman yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki

mekanisme pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus. Tubuh berusaha

menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh

kekuatan peristaltik usus. Di samping itu adanya bakteri anaerob di usus juga akan merintangi

pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan

menimbulkan suasana asam. Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di

lambung, maka kuman akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus,

kuman akan masuk ke dalam kripti lamina propria, berkembang biak dan selanjutnya akan

difagositosis oleh monosit dan makrofag. 9

Kemudian kuman akan masuk kedalam organ–organ system retikuloendotelial (RES)

terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada

perabaan. Dari sini kuman akan masuk ke dalam peredaran darah, sehingga terjadi

bakteriemia kedua yang simptomatis (menimbulkan gejala klinis). Disamping itu kuman yang

ada didalam hepar akan masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak disana, lalu

kuman tersebut bersama dengan asam empedu dikeluarkan dan masuk ke dalam usus halus.

Kemudian kuman akan menginvasi epitel usus kembali dan menimbulkan tukak yang

berbentuk lojong pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan

terjadinya perdarahan dan perforasi usus yang menimbulkan gejala peritonitis.1

3

Page 4: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Pada masa bakteriemia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya

sama dengan somatic antigen (lipopolisakarida). Endotoksin sangat berperan membantu

proses radang lokal dimana kuman ini berkembang biak yaitu merangsang sintesa dan

pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen

yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hypothalamus yang

mengakibatkan terjadinya demam.1 Sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan

oleh kelainan pada usus.5

Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu

pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa

adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan

sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.

Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun

tifoid kongenital.2

Bagan Patofisiologi Demam Typhoid

KUMAN S. TYPHI

Makanan + Minuman

Usus halus

Folikel getah bening intestinum

Multiplikasi Sel PMN

Aliran getah bening Mesenterika

Airan Darah(Bakteremia Primer)

Aliran Darah( Bakteremia Sekunder)

Hidup dan Berkembang Biak

MultiplikasiLokal

Usus

Lambung mati

4

Page 5: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

GEJALA KLINIK

Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan

asimtomatik. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah

inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan

kesadaran.5

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Demam

pada pasien demam tifoid disebut step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam

timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada

akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam

turun perlahan secara lisis. Pada saat demam sudah tinggi pada kasus demam tifoid dapat

disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan

kesadaran.1

Masa inkubasi rata-rata 10-14 hari, selama dalam masa inkubasi dapat ditemukan

gejala prodromal, yaitu: anoreksia, letargia, malaise, dullness, nyeri kepala, batuk non

produktif, bradicardia. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam

dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan

abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental.1 Pada sebagian pasien

lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga banyak

dijumpai meteorismus. Sembelit dapat merupakan gangguan gastrointestinal awal dan

kemudian pada minggu kedua timbul diare.2

Fase relaps adalah keadaan berulangnya gejala penyakit tifus, akan tetapi berlangsung

lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal

kembali. Terjadi sukar diterangkan, seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak

pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat Menurut teori, relaps

terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh

obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi

invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.5

RES Hati dan Limpa

5

Page 6: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

Demam yang naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir

minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering mengigau

(delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi,

muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran,

kejang, dan ikterus.

2. Pemeriksaan fisik

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Kesadaran

menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor

dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada

splenomegali. Kadang-kadang dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru.

3. Pemeriksaan penunjang

# Darah tepi perifer

- Anemia ; Pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau

perdarahan usus.

- Leukopenia, Namun jarang kurang dari 3000/ul

- Limfositosis relatif

- Trombositopenia, Terutama pada demam tifoid berat.

# Pemeriksaan serologi

- Serologi Widal; Kenaikan titer Salmonella typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali

titer fase akut ke fase konvalesens.

- Kadar IgM dan IgG (Typhidot)

# Pemeriksaan biakan Salmonella

- Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.

- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.

# Pemeriksaan radiologik

- Foto toraks; Apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia.

- Foto abdomen

Apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau

perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak distribusi udara tak merata, tampak air

fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar, dan udara bebas pada abdomen.1

6

Page 7: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

PEMERIKSAAN FISIK

Gejala-gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris

remittent dan tidak terlalu tinggi. Pada minggu I, suhu tubuh cenderung meningkat

setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan

malam hari. Dalam minggu II, penderita terus berada dalam keadaan demam.

Dalam minggu III suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir

minggu III.

2. Gangguan saluran cerna

Pada mulut; nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah- pecah (rhagaden),

lidah ditutupi oleh selaput putih kotor (coated tongue)., ujung dan tepinya

kemerahan. Pada abdomen dapat dijumpai adanya kembung (meteorismus). Hepar

dan lien yang membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat juga

konstipasi pada anak yang lebih tua dan remaja, akan tetapi dapat juga normal

bahkan terjadi diare pada anak yang lebih muda.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walau tidak berapa dalam berupa apatis

sampai somnolen. Jarang terjadi sopr, coma atau gelisah.

Disamping gejala-gejala diatas yang biasa ditemukan mungkin juga dapat ditemukan

gejala-gejala lain:

- Roseola atau rose spot; pada punggung, upper abdomen dan, lower chest dapat

ditemukan rose spot (roseola), yaitu bintik-bintik merah dengan diameter 2-4 mm

yang akan hilang dengan penekanan dan sukar didapat pada orang yang bekulit

gelap. Rose spot timbul karena embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Biasanya

ditemukan pada minggu pertama demam.

- Bradikardia relatif; Kadang-kadang dijumpai bradikardia relative yang biasanya

ditemukan pada awal minggu ke II dan nadi mempunyai karakteristik notch

(dicrotic notch).5,13

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran klinis pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan

bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila

hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid

7

Page 8: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk

membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi,

bakteriologis dan serologis.

a. Pemeriksaan darah tepi.

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan

sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini

sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan tetapi berguna untuk

membuat diagnosis yang cepat.5

Pada 2 minggu pertama demam dijumpai leukopenia dengan neutropenia dan

limfositosis relatif. Leukopenia dapat dijumpai tetapi jarang hingga di bawah 3000/ul.

Trombositopenia juga dapat terjadi bahkan dapat berlangsung beberapa minggu. Adanya

leukositosis menunjukkan kemungkinan perforasi usus atau supurasi.

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk

pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES

dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis, dan trombopoesis

berkurang.5

Pemeriksaan untuk membuat diagnosa

a. Pemeriksaan kultur

Diagnosis pasti dengan Salmonella typhii dapat diisolasi dari darah, sumsum tulang,

tinja, urin, dan cairan duodenum dengan cara dibiakkan dalam media ( kultur). Salmonella

typhi dapat diisolasi dari darah atau sumsum tulang pada 2 minggu pertama demam. Pada

90% penderita demam tifoid, kultur darah positif pada minggu pertama demam dan pada saat

penyakit kambuh. Setelah minggu pertama, frekuensi Salmonella typhi yang dapat diisolasi

dari darah menurun. Pada akhir minggu ke 3 hanya dapat ditemukan pada 50% penderita,

setelah minggu ke 3 pada kurang dari 30% penderita. Sensitifitas kultur darah menurun pada

penderita yang mendapat pengobatan antibiotik. Kultur sumsum tulang lebih sensitif bila

dibandingkan dengan kultur darah dan tetap positif walaupun setelah pemberian antibiotik

dan tidak dipengaruhi waktu pengambilan.2

Salmonella typhi lebih mudah diisolasi dari tinja antara minggu ke-3 sampai minggu

ke-5. Pada penderita karier Salmonella typhi dapat dijumpai 1011 organisme per gram tinja.

Salmonella typhi dapat diisolasi dari urin setelah minggu ke-2 demam. Pada 25% penderita,

kultur urin positif pada minggu ke 2-3.

8

Page 9: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Kultur merupakan pemeriksaan baku emas, akan tetapi sensitifitasnya rendah, yaitu

berkisar antara 40-60%. Hasil positif memastikan diagnosis demam tifoid sedangkan hasil

negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat dijumpai bila jumlah kuman

atau spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah mendapat

pengobatan dengan antibiotik.15

b. Tes Widal

Pada awalnya pemeriksaan serologis standar dan rutin untuk diagnosis demam

tifoid adalah uji Widal yang telah digunakan sejak tahun 1896. Uji serologi Widal memeriksa

antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela ( H) banyak dipakai untuk membuat

diagnosis demam tifoid.14

Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita

dicampur dengan suspensi antigen salmonella. Untuk membuat diagnosa dibutuhkan titer zat

anti thd antigen O. Titer thd antigen O yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan

kenaikan yang progresif pada pemeriksaan 5 hari berikutnya (naik 4 x lipat) mengindikasikan

infeksi akut. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita..5

Pada umumnya peningkatan titer anti O terjadi pada minggu pertama yaitu pada

hari ke 6-8. Pada 50% penderita dijumpai peningkatan titer anti O pada akhir minggu pertama

dan 90% penderita pada minggu ke-4. Titer anti O meningkat tajam, mencapai puncak antara

minggu ke-3 dan ke-6. Kemudian menurun perlahan-lahan dan menghilang dalam waktu 6-12

bulan.

Pada individu yang pernah terinfeksi Salmonella typhi atau mendapat imunisasi,

anti H menetap selama beberapa tahun. Adanya demam oleh sebab lain dapat menimbulkan

reaksi anamnestik yang menyebabkan peningkatan titer anti H. Peningkatan titer anti O lebih

bermakna.

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan antibodi

Antibodi terhadap antigen O merupakan IgM yang mendominasi, muncul pada

awal penyakit dan menghilang lebih dini. Antibodi terhadap H baik IgM maupun IgG muncul

lebih lambat tetapi bertahan lebih lama. Biasanya antibodi O muncul pada hari ke 6-8

sedangkan antibodi H pada hari 10-12 dari onset penyakit.10

9

Page 10: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Mengingat tingkat sensitivitas dan spesifisitas tes Widal rendah maka

pemeriksaan serologis untuk diagnosis dini demam tifoid mulai beralih dari tes Widal menuju

pelacakan antibodi terhadap antigen Salmonella typhi yang lebih spesifik seperti:

# Dot EIA ( Dot Enzyme Immunoabsorbent Assay ), pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi

protein spesifik pada membran luar atau outer membrane protein (OMP) dimana OMP

dengan berat 50 kDa ternyata sangat spesifik pada serum pasien tifoid. Sensitivitas Dot EIA

mencapai 95-100% jauh lebih baik daripada sensitivitas Widal yang hanya 60%. Pemeriksaan

Dot EIA tidak ada reaksi silang dengan salmonelosis non tifoid dibandingkan dengan Widal.

Produk komersial pemeriksaan ini dikenal sebagai Typhidot.13 Salah satu modifikasi

Typhidot dengan inaktivasi IgG dalam sampel serum untuk menyingkirkan kemungkinan

ikatan kompetitif dan memungkinkan akses antigen terhadap IgM spesifik, dikenal sebagai

Typhidot M.6

# Polymerase Chain Reaction (PCR)

Untuk amplifikasi DNA dari teknik hibridisasi asam nukleat. Pada sistem

hibridisasi ini, sebuah molekul asam nukleat yang sudah diketahui spesifisitasnya (DNA

probe) digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya urutan asam nukleat yang sepadan dari

target DNA (kuman). Penggandaan target DNA dilakukan dengan teknik PCR menggunakan

enzim DNA polimerase. 16

# IgM Dipstick test

Pemeriksaan ini didasarkan pada ikatan antibodi IgM spesifik Salmonella typhi

pada LPS antigen Salmonella typhi. Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi

kuantitatif sederhana dan cepat. Hasil positif tes Tubex menunjukkan adanya infeksi

Salmonella walaupun tidak dapat menunjukkan Salmonella grup D mana yang menjadi faktor

kausatifnya. Infeksi Salmonella serotipe lainnya seperti Salmonella paratyphi A memberikan

hasil yang negatif. Oleh sebab itu, tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu

singkat.10,18

KOMPLIKASI

Komplikasi typoid dapat terjadi pada :

1. Intestinal (usus halus) :

Umumnya jarang terjadi, tapi sering fatal, yaitu:

a. Perdarahan (haemorrhage) usus.

10

Page 11: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Bervariasi dari mikroskopik sampai terjadi melena. Pada anak lebih jarang.

Dilaporkan di Surabaya terjadi pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3.Insidennya

berbeda-beda berkisar antara 0,8%-8,6%

Diagnosis dapat ditegakkan dengan:

Penurunan tekanan darah

Denyut nadi bertambah cepat dan kecil

Kulit pucat

Penurunan suhu tubuh

Mengeluh nyeri perut

Sangat iritabel

Darah tepi: sering diikuti peningkatan lekosit dalam waktu singkat

b. Perforasi usus

Timbul pada minggu ketiga atau setelah itu dan sering terjadi pada ileum

terminalis. Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Angka kejadian antara 0,4-2,5%.

Apabila hanya terjadi perforasi tanpa peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara

dalam rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara bebas (free air

sickle) diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam posisi

tegak.

c. Peritonitis

Pada umumnya tanda/gejala peritonitis sering didapatkan, penderita nampak kesakitan

di daerah perut yang mendadak, perut kembung, dinding abdomen tegang ( defense musculair

), nyeri tekan, tekanan darah menurun, suara bising usus melemah, pekak hati berkurang.

Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.

2. Ekstraintestinal

Terjadi umumnya karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteriemia):

a. Liver, gallbladder, dan pancreas

b. Kardiorespiratory

c. Nervous system

d. Hematologi dan renal

Terjadi DIC yang subclinical pada typhoid fever yang mana merupakan

manifestasi sindrom uremia hemolitik, dan hemolisis. Glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis.5,13

11

Page 12: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

TATALAKSANA

Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus dianggap dan

dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian yaitu:

perawatan

diet

obat

Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta

pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring

sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lampau. Mobilisasi dilakukan

sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita.

Diet

Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan

keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas maupun kuantitas ternyata dapat

diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori, protein,

elektrolit, vitamin maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose,

menghindari makan iritatif sifatnya. Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka

pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.

Obat-obatan

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian menurun secara

drastis(1-4%).

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:

- Kloramfenikol

- Tiamfenikol

- Co trimoxazol

- Ampisilin

- Amoksisilin

- Seftriakson

- Sefiksim

12

Page 13: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Kloramfenikol

Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada

ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan

peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Meskipun telah dilaporkan

adanya resistensi kuman Salmonella terhadap kloramfenikol di berbagai daerah.

Kloramfenikol tetap digunakan sebagai drug of choice pada kasus demam tifoid. Dalam

pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis, dosis yang dianjurkan ialah

50-100 mg/kg.bb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari serta untuk

neonatus sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25

mg/kgbb/hari.2,3

Tiamfenikol

Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat susunan

kimianya hampir sama hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan pemberian

tiamfenikol demam turun setelah 5-6 hari, hanya komplikasi hematologi pada

penggunaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan, sedangkan strain salmonella yang

resisten terhadap tiamfenikol. Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/kg.bb/hari.

Co Trimoxazole

Efektifitasnya terhadap demam tifoid masih banyak pendapat yang

kontroversial. Kelebihan co trimoxazole antara lain dapat digunakan untuk kasus yang

resisten terhadap kloramfenikol. Kelemahannya ialah terjadi skin rash (1-15%). Steven

Johnson sindrome, agranulositosis, tromositopenia, megaboblastik anemia, hemolisis

eritrosit terutama pada penderita defisiensi G6PD.

Dosis oral: 30-40 mg/kg.bb/hari dari sulfametoxazole dan 6-8 mg/kg.bb/hari,

oral, selama 10 hari untuk trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian.

Ampisilin dan Amoksisilin

Merupakan derivat penisilin yang digunakan pada pengobatan demam tifoid,

terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol, tetapi pernah dilaporkan

adanya Salmonella yang resisten terhadap ampisilin di Thailand.

Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan

dengan kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang

toksisitas.

Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%).

13

Page 14: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Dosis yang dianjurkan:

Ampisilin 100-200 mg/kg.bb/hari, oral atau IV selama 10 hari

Amoksisilin 100 mg/kg.bb/hari,

Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan

keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.

Seftriakson

Lebih aman dari Kloramfenikol. DOC jika terdapat resistensi terhadap

kloramfenicol. Seftriakson tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik. Dosisnya 80

mg/kgbb/hari, IV atau IM, sekali sehari, 5 hari.

Sefiksim

10mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari.

# Kortikosteroid

Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan

perdarahan usus dan relaps. Diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.

Dexametason 1-3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.2,3

# Antipiretik

Diberikan apabila demam > 39ºC, kecuali pada riwayat kejang demam dapat

diberikan lebih awal.

Lain-lain

Transfusi darah

Bedah

Monitoring

Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-5 setelah

pengobatan demam tidak reda, maka segera harus dievaluasi adakah komplikasi, sumber

infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah

menegakkan diagnosis.

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa

antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi.

Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.3

PENCEGAHAN

Higiene perorangan dan lingkungan

14

Page 15: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan utama

memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan lingkungan,

seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan pengamanan

pembuangan limbah feses, pemberantasan lalat, pengawasan terhadap kebersihan

penjual makanan.2,3

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi,

maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang

mereka konsumsi. Salmonella typhi dalam air akan mati apabila dipanaskan setinggi

57°C beberapa menit atau dengan proses iodinasi/ klorinasi.3

Imunisasi

Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

Beberapa vaksin telah ditemukan untuk mencegah demam tifoid, bentuknya berupa

vaksin demam tifoid oral, dan vaksin polisakarida parenteral.1

Vaksin Demam Tifoid Oral

Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non

patogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami siklus

pembelahan dalam usus dan dieliminasi dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya.

Tidak seperti vaksin parenteral, respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA.

Secara umum efektivitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang diinaktivasi

dengan pemanasan, namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin

tifoid oral dikenal dengan nama Ty-21a. Cara pemberian 1 kapsul vaksin dimakan

setiap hari ke 1,3,5 satu jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari

37°C. Kapsul ke 4 pada hari ke 7, Daya proteksi vaksin ini hanya 50-80%, maka yang

sudah divaksinasi juga dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan

minuman.

Vaksin Polisakarida Parenteral

Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5ml mengandung kuman Salmonella

typhi, polisakarida 0,025mg, fenol, dan larutan buffer yang mengandung natrium

klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat, dan pelarut untuk suntikan. Penyimpanan

pada suhu 2°C-8ºC, jangan dibekukan. Vaksin ini akan kadaluarsa dalam jangka waktu

15

Page 16: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

3 tahun. Pemberian secara intramuskuler atau subkutan pada daerah deltoid atau paha.

Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3 tahun.Kontraindikasi pemberian vaksin ini adalah

pasien yang alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, saat demam, penyakit akut,

penyakit kronik progresif. Daya proteksi 50-80%.15

PROGNOSIS

Prognosis pasien Demam Tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi

antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka

mortalitasnya >10%, mortalitas pada penderita yang dirawat 6%, biasanya karena

keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan yang meningkatkan kemungkinan

komplikasi dan waktu pemulihan.19

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser Typhi ≥ 3

bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak-

anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik dapat terjadi pada 1-5% dari

seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier

kronis dibandingkan dengan populasi umum. Sebanyak 5% penderita demam tifoid

kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi karier

kronis.7

Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat

datang berobat dan istirahat total. Prognosis menjadi buruk bila terdapat gejala klinis

yang berat seperti:

- Hiperpireksia atau febris kontinua

- Kesadaran yang menurun sekali; sopor, koma, delirium.

- Komplikasi berat; dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia.

- Keadaan gizi buruk (malnutrisi energi protein).5

DATA PASIEN

16

Page 17: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

I. IDENTITAS

Nama Pasien :An. Zumri

Tempat/ Tgl lahir : Bekasi, 7 Juni 1999

Umur :14 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat Rumah : Kp. Harapan Baru

Pendidikan : Kelas 2 SMP

No. RM : 523097

Masuk RS : 23 April 2013

Orang tua/Wali

Ayah Nama : Tn. Armin

Usia : 50 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Ibu Nama : Ny. Ramih

Usia : 45 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (dengan ibu pasien) pada tanggal

26 April 2013

A. Keluhan Utama

Panas tinggi sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit

B. Keluhan Tambahan

Pusing , mual , muntah -, batuk , berdahak kuning campur lendir, sakit

tenggorokan .

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan badan

panas naik turun sejak 7 hari SMRS. Panas timbul mendadak , bersifat naik turun

17

Page 18: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

dan panas mulai meninggi ketika sore menjelang malam hari, panas tidak disertai

kejang. Saat panas pasien sempat menggigil, mengigau dan tidak mengalami

penurunan kesadaran. Pasien sudah sempat dibawa ke Puskesmas dan diberi obat

puyer penurun panas namun belum ada perbaikan dan panas kembali meninggi.

Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan ataupun gusi berdarah dan

tidak timbul bintik merah pada kulit. Pasien juga kadang-kadang batuk berdahak

sejak sakit tetapi tidak ada darah namun disertai sedikit sesak napas dan nyeri

dada.

Hari pertama panas, pasien mengeluh mual, nyeri pada ulu hati dan ada

muntah 1 kali, cair, ada sisa makanan, ada lendir, tidak ada darah, kira-kira

sebanyak ½ gelas aqua (±100 cc). Pasien juga mengeluh belum BAB ± 3 hari

SMRS. BAK normal.

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga

dan lingkungan keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berdarah

ataupun mengalami sakit serupa.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Orang tua pasien mengatakan pasien tidak pernah sakit seperti ini

sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang menderita seperti pasien.

III. RIWAYAT PASIEN

A. Riwayat Pasien

Pasien adalah anak kelima dari 5 bersaudara.

B. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Selama hamil ibu pasien tidak pernah memeriksakan kandungannya ke bidan

di klinik terdekat. Menurut ibu pasien tidak ada kelainan selama masa

kehamilannya. Pasien lahir spontan, cukup bulan sesuai masa kehamilan,

18

Page 19: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

lahir ditolong oleh paraji. Pada saat lahir, pasien enangis kuat. BB lahir

3500gram, PB tidak diketahui.

Kesan : riwayat antenatal care dan persalinan buruk

C. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi I : 7 bulan

Psikomotor :

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 5 bulan

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 12 bulan

Bicara : 1 tahun 3 bulan

Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik

D. Riwayat Pemberian Makanan

0 - 4 bulan : ASI

4 - 8 bulan : ASI + bubur susu

8-12 bulan : ASI+ nasi tim

12 - 24 bulan : ASI + menu keluarga

24 - sekarang : menu keluarga.

Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup

E. Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi Umur Pemberian (bulan)

BCG -

DPT -

Polio -

Campak -

Hepatitis -

Kesan : Riwayat imunisasi pasien tidak pernah mendapat imunisasi

19

Page 20: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

F. Riwayat Tempat Tinggal dan Sanitasi

Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan ketiga kakak nya. Pasien tinggal

disuatu perkampungan yang cukup padat penduduknya. Rumah berdinding

tembok dengan lantai semen, Ventilasi kurang baik, sinar matahari cukup

masuk ke dalam rumah

Kesan : Perumahan dan sanitasi lingkungan kurang

IV. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal : 26 April 2013)

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Berat badan : 44 kg

Tinggi badan : 155 cm

Tekanan darah : 110/ 70 mmHg

Frekuensi nadi : 88 x/mnt

Frekuensi nafas : 26 x/mnt

Suhu tubuh : 36,7 0C

Kepala : Normocephali, rambut hitam lurus, distribusi merata,

tidak mudah dicabut.

Mata : Pupil bulat isokor, conjungtiva anemis -/-

Sklera ikterik -/-, Reflex cahaya langsung +/+

Reflex cahaya tidak langsung +/+

Telinga : Normotia, Serumen -/-, Sekret -/-

Hidung : Bentuk normal, Septum deviasi Ө, Sekret -/-

Mulut : Cyanosis Ө, Lidah kotor , Tremor Ө

Tenggorokan : Tonsil T3 – T3 membesar, faring hiperemis

Leher : Trakhea lurus ditengah, KGB tidak teraba membesar,

kelenjar tiroid tidak teraba membesar.

Paru : Vocal fremitus simetris, suara nafas vesikuler, Rhonkhi

-/-, Wheezing -/-

20

Page 21: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Jantung : S1-S2 reguler, murmur -, gallop -

Abdomen : Datar, supel, Nyeri tekan , Bising usus normal, Hepar

- lien tidak teraba membesar.

Extremitas : Akral hangat, cyanosis Ө, oedem Ө

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah (tgl 23 April 2013) :

Nilai

Haemoglobin 10,9 g/dl

Leukosit 6.100/mm

LED 90 /jam

B/E/B/S/L/M 0/1/1/79/14/6

Eritrosit 39 jumlah/mm3

Hematokrit 33,5

Trombosit 244.000/mm

Kimia Darah

Nilai

SGOT 28

SGPT 54

GDS 113

Ureum 26

Creatinin 0,6

Imunoserologi

Serologi Widal

Salmonella Typhi O (+) 1/320

Salmonella Typhi H (-)

xx x

x

x

21

Page 22: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Salmonella Paratyphi A O (+)1/80

Salmonella Paratyphi A H (-)

Salmonella Paratyphi B O (-)

Salmonella Paratyphi B H (-)

Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80

Salmonella Paratyphi C H (-)

VI. RESUME

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang ke RSUD

Kabupaten Bekasi dengan keluhan utama demam tinggi mendadak yang hilang

timbul sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun

terutama sore menjelang malam hari, menggigil dan mengigau. Saat panas pasien

kadang-kadang batuk berdahak dan sedikit sesak serta nyeri dada. Pasien juga

menderita mual dan sempat muntah 1x cair, ada lendir,tidak ada darah, kira-kira

sebanyak 1/2 gelas aqua sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga

mengeluh susah BAB sejak ± 3hari SMRS, BAK pasien normal. Tidak ada yang

menderita kelainan serupa di keluarga dan lingkungan tetangga. Pasien sering

jajan makanan di luar rumah. Pada pemerisaan fisik didapatkan keadaan umum

lemah, tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis.

Tanda vital :

Frekuensi nadi : 88x/menit, regular, isi cukup, teraba kuat

Tekanan darah : 110/80 mm Hg

Frekuensi napas : 26x/menit

Suhu tubuh : 36,7ºC

Pada pemeriksaan sistematis didapatkan lidah yang kotor pada bagian

permukaan dan hiperemis pada tepi lidah. Cor dan pulmo dalam batas normal.

Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan nyeri tekan (+).

Pada pemeriksaan laboatorium pada tanggal 23 April 2013 didapatkan

hasil positif pada serologi Salmonella Typhi O (+) 1/320 , Salmonella Paratyphi

A O (+)1/80 dan Salmonella Paratyphi C O (+) 1/80.

Diagnosa Kerja

22

Page 23: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Demam Thypoid

Diagnosa Banding

DHF

Bronkitis

TB paru

Demam paratifoid

Malaria

Pemeriksaan Anjuran :

Kultur darah (gaal)

Kultur feses

Pemeriksaan urine lengkap

Pemeriksaan foto thorax

Tes mantoux

Widal ulang

VII. PENATALAKSANAAN :

- Tirah baring selama ±2 minggu- Diet makanan lunak cukup kalori, cukup protein, rendah serat

- IVFD RL 20g tt/mnt

- Ceftriaxone 2x1gr iv

- Ondansetron

- Ranitidin 2x1 amp

- Antrain 1cc (bila panas tinggi)

- Gentamisin 2x80 mg iv

- Paracetamol 3x500mg po

VIII. PROGNOSIS

Ad. Vitam : bonam

Ad. Functionam : bonam

Ad. Sanasionam : bonam

23

Page 24: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

IX. FOLLOW UP PASIEN

Selama di bangsal:

TANGGAL ANAMNESA TERAPI

24 April 2013 S: Panas badan (+), nyeri

dada (+), Batuk (+).

O: KU: sakit sedang

KS : compos mentis

Tensi : 110/70mmHg

Nadi : 80x/menit

Respi :26x/menit

Suhu : 37,7 ºC

P: Demam Tifoid

- IVFD RL 20g

tt/mnt

- Ceftriaxone 2x1gr

iv

- Ondansetron

- Ranitidin 2x1

amp

- Antrain 1cc (bila

panas tinggi)

- Gentamisin 2x80

mg iv

- Paracetamol

3x500mg po

25 April 2013 S: Panas badan (+),

Batuk(+), Sesak (+).

O: KU: sakit sedang

KS : compos mentis

Tensi : 100/60mmHg

Nadi : 72x/menit

Respi :26x/menit

Suhu : 36,7 ºC

P: Demam Tifoid

- IVFD RL 20g

tt/mnt

- Ceftriaxone 2x1gr

iv

- Ondansetron

- Ranitidin 2x1

amp

- Antrain 1cc (bila

panas tinggi)

- Gentamisin 2x80

mg iv

- Paracetamol

3x500mg po

26 september 2012 S: Panas badan (+) naik - IVFD RL 20g

24

Page 25: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

turun, nyeri dada (+),

Batuk (+).

O: KU: sakit sedang

KS : compos mentis

Tensi : 110/70mmHg

Nadi : 88x/menit

Respi :26x/menit

Suhu : 36,7 ºC

P: Demam Tifoid

tt/mnt

- Ceftriaxone 2x1gr

iv

- Ondansetron

- Ranitidin 2x1

amp

- Antrain 1cc (bila

panas tinggi)

- Gentamisin 2x80

mg iv

- Paracetamol

3x500mg po

- OBH syr 3x Icth

29 April 2013 S: Panas badan (+) naik

turun , sariawan (+),

Batuk (+).

O: KU: sakit sedang

KS : compos mentis

Tensi : 1o0/70mmHg

Nadi : 100x/menit

Respi :24x/menit

Suhu : 36,5 ºC

P: Demam Tifoid

- IVFD RL 20g

tt/mnt

- Ceftriaxone 2x1gr

iv

- Ondansetron

- Ranitidin 2x1

amp

- Antrain 1cc (bila

panas tinggi)

- Gentamisin 2x80

mg iv

- Paracetamol

3x500mg po

- OBH syr 3x Icth

30 April 2013 S: Panas badan (-)Batuk

(+) jarang.

- IVFD RL 20g

tt/mnt

25

Page 26: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

O: KU: sakit sedang

KS : compos mentis

Tensi : 110/70mmHg

Nadi : 88x/menit

Respi :24x/menit

Suhu : 36,7 ºC

P: Demam Tifoid

- Ceftriaxone 2x1gr

iv

- Ondansetron

- Ranitidin 2x1

amp

- Antrain 1cc (bila

panas tinggi)

- Gentamisin 2x80

mg iv

- Paracetamol

3x500mg po

- OBH syr 3x Icth

ANALISA KASUS

Demam typhoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan

bahkan asimptomatis. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi, namun gejala yang

timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran

pencernaan, (3) gangguan kesadaran. Pada kasus khas terdapat demam remitten pada

minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada malam hari.

Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara

berangsur-angsur pada minggu ketiga.

Pada pasien ini di tegakkan diagnosa demam typhoid tanpa komplikasi.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis:

Pasien demam 7 hari yang remitten. Demam menjelang sore hari dan demam

turun pagi harinya sehingga pasien dapat bersekolah pada pagi harinya (aktivitas

pasien tidak terganggu)

Demam disertai dengan gangguan pencernaan berupa mual dan konstipasi

26

Page 27: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Pasien sering jajan makanan dan minumam di luar rumah, yang tidak jelas

kebersihannya

Pada pasien ini pemerikasaan fisiknya ditemukan :

Didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, keadaan umum yang

sedang, tanpa gangguan kesadaran

Pada lidah pasien ditemukan kotor pada tengahnya dan hiperemis pada

pinggirnya, tremor (-)

Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan (+)

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa demam typhoid dibagi

dalam 3 kelompok, yaitu (1) isolasi kuman penyebab demam typhoid melalui biakan

kuman dari spesimen penderita seperti darah, sumsum tulang, urin, tinja, cairan

duodenum dan rose spot, (2) uji serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen,

(3) pemeriksaan melacak DNA kuman S. Tyhpi

Diagnosis demam typhoid dengan biakan kuman sebenarnya amat diagnostik,

namun identifikasi kuman memerlukan waktu 3-5 hari. Biakan darah positif pada 40-

60% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit, sedangkan biakan feses atau

urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan dari sumsum tulang akan positif

pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif.

Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak

menyingkirkan demam typhoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah

bergantung pada beberapa faktor, antara lain (1) jumlah darah yang diambil, (2)

perbandingan volume darah dan media empedu, (3) waktu pengambilan darah.

Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kultur darah karena membutuhkan

waktu yang cukup lama untuk mengetahui hasilnya dan pemeriksaan melacak DNA

tidak dilakukan karena biaya yang mahal dan fasilitas rumah sakit yang terbatas.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan serologis dan didapatkan hasil positif

pada serologi Salmonella typhi O dan Salmonella paratyphi CO sebesar 1/80.

Walaupun uji serologi Widal untuk menunjang diagnosis demam typhoid telah luas

digunakan namun manfaatnya masih menjadi perdebatan.

27

Page 28: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

Penatalaksanaan penderita dengan demam typhoid, terutama pada pasien ini

dengan perawatan bed rest, pemberian diet yang lunak yang mudah dicerna dengan

kalori dan protein yang cukup dan rendah serat. Pemberiaan obat-obatan diberikan

antibiotik ceftriaxone 2x1gr Iv sebagai pengobatan kausalnya. Selain itu diberikan

antipiretik (paracetamol), anti mual (Ranitidin), dan ekspektorant (OBH) sebagai

pengobatan simptomatis.

Untuk memastikan diagnosa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kultur

darah atau urin atau feses.

Pasien diperbolehkan pulang setelah perawatan di rumah sakit karena tidak ada

keluhan dan ada perbaikan klinis. Namun pasien tetap dianjurkan untuk istirahat dan

mobilisasi bertahap, diet makanan lunak, dan melanjutkan antibiotik sampai 5 hari

bebas demam.

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis., ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia: h.367-75.

2. Rampengan TH. Penyakit infeksi tropik pada anak, ed 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: h.46-62.

3. Pusponegoro HD, dkk. Standar pelayanan medis kesehatan anak, ed 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004: h.91-4.

4. NN. Mengenal demam typhoid. Available from : http://abughifari.blogspot.com/2008/11/mengenal-demam-typhoid.html ( cited : 2013 May 3th).

5. Hassan R, dkk. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2, ed 11. Jakarta : Percetakan Infomedika, 2005: h.592-600.

6. NN. Demam typhoid. Available from : http://cetrione.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html (cited : 2013 May 3th).

7. NN. Demam tifoid (typhoid fever). Available from : http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever ( cited : 2013 May 4th).

8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics, 18th ed. Philadelphia, 2007: p.1186-1190.

9. Partini P. Tritanu dan Asti Proborini. Demam Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003: h.37-43.

10. Hartoyo E, Yunanto A, Budiarti L. UJi sensitivitas salmonella typhi terhadap berbagai antibiotik di bagian anak RSUD Ulin Banjarmasin. Sari Pediatri. September 2006;8(2):118-121.

11. Concise Reviews of Pediatrics Infectious Diseases. Management of Typhoid Fever in Children. February 2002: p.157-159.

12. NN. Demam tifoid. Available from: http://www.medicastore.com (cited : 2013 May 3th).

13. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatrics diagnosis & treatment., 18th ed. USA, 2007: p.279, 1184-5.

14. Hadinegoro SRS, Tumbelaka AR, Satari HI. Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak. Sari Pediatri. 2001;2(4):182-7.

29

Page 30: kasus demam tifoid

Presentasi Kasus Demam Tifoid

15. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB. Pedoman imunisasi di Indonesia, ed 2. Jakarta : Badan Penerbit Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005: h.173-4.

16. Retnosari S, Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik serologik dan pelacak antigen salmonella typhi. Sari Pediatri. 2000;2(2):90-5.

17. World Health Organization. Backgroud Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Geneva: WHO, 2003. Available from: http://www.who.int/vaccines-documents/ (cited : 2013 May 5th).

18. Zulkarnain I. Patogenesis demam tifoid. Jakarta : Pusat informasi & penerbitan bagian ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000: h.3-5.

19. Brusch JL, Garvey T. Penyakit tipus fever. Available from : http://www.medscape.com/files/public/blank.htm (cited : 2013 May 4th).

30