tifoid preskas

29
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. 2. Epidemiologi Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh duna dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilapokan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenaranya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. 3. Etiologi dan predisposisi 4,5,6 Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, 1

Upload: raisadesytaa

Post on 05-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ggg

TRANSCRIPT

Page 1: Tifoid Preskas

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella

Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan saluran

pencernaan dan gangguan kesadaran.

2. Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena

penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World

Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh duna dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di

Negara berkembang, kasus demam tifoid dilapokan sebagai penyakit endemis dimana

95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenaranya adalah 15-25 kali

lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.

3. Etiologi dan predisposisi4,5,6

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak

membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut

getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam

air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600°C) selama

15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3

macam antigen, yaitu :

a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian

ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini

tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

1

Page 2: Tifoid Preskas

b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman.

Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid

tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi

kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan

pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam tifoid yaitu diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Faktor Host

Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan

Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman

yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau

urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam

bakterimia kepada bayinya (Soedarno, 2002).

b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat

menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109 kuman yang tertelan melalui makanan

dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan,

maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid (Syahrurahman, 1994).

c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis

terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar

hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran

demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart

hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian

Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) menunjukkan bahwa higiene perorangan yang

kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar

dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik.

2

Page 3: Tifoid Preskas

4. Patofisiologi1

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui fecal-oral

transmittion melalui orang ke orang maupun melalui perantaraan makanan dan minuman

yang tidak higienis yang terkontaminasi dengan feces atau urine. Sesampainya di

lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, dan sebagian lagi

masuk usus halus. Penyakit yang timbul tergantung pada beberapa faktor, antara lain (1)

jumlah organisme yang ditelan, (2) kadar keasaman dalam lambung. Untuk dapat

menimbulkan infeksi, diperlukan S. typhi sebanyak 105-109 yang tertelan. Sesampainya di

lambung sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung. Namun tidak semua

bakteri tersebut mati. Jumlah bakteri yang mampu bertahan hidup bergantung pada

keasaman lambung tersebut. Bakteri yang mampu bertahan hidup masuk ke dalam lumen

usus, lalu mengadakan perlekatan pada mikrovili dan menyerang epitel hingga mencapai

lamina propria. selanjutnya di lamina propria kuman berkembang biak serta difagosit,

terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag,

dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah, menuju organ – organ sistem

retikuloendotelial (RES) terutama di hepar dan limpa sehingga organ tersebut akan

membesar disertai nyeri pada perabaan. . Di organ retikuloendotelial kuman

meninggalkan sel makrofag dan berkembang biak di luar sel (seperti di sinusoid) dan

kembali masuk ke sirkulasi darah yang mengakibatkan bakteremia kedua yang

simptomatik (terdapat tanda dan gejala infeksi sistemik).

Kuman masuk ke kandung empedu dan berkembang biak, kemudian secara

intermiten dieksresikan ke lumen usus, kemudian proses yang sama terulang kembali.

Karena makrofag sudah teraktifasi dan hiperaktif pada saat fagositosis kuman dilepaskan

mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan

koagulasi. Di plak Peyeri kuman intra makrofag menginduksi reaksi sensitifitas tipe

lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis jaringan. Proses patologi jaringan ini dapat

3

Page 4: Tifoid Preskas

berkembang sampai ke lapisan serosa usus sehingga terjadi perforasi usus. Endotoksin

dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler sehingga timbul gejala neuropsikiatrik,

kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

5. Gambaran Klinis4,7

Masa inkubasi dari Demam Tifoid biasanya 7-14 hari tetapi juga bergantung pada

infeksi yang terjadi, umumnya 3-30 hari. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari sakit

ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sampai keadaan klinis yang berat

dengan gangguan pencernaan dan komplikasi yang berat. Banyak faktor yang

mempengaruhi berat ringannya penyakit pada demam tifoid. Hal ini mencakup lama

berlangsungnya penyakit sebelum dilakukannya terapi, pemilihan antibiotic yang sesusai,

umur, riwayat vaksinasi, strain bakteri, dan faktor imunitas seseorang.

Gejala klinis pada anak umumnya tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit

berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.

Gejala klinis demam tifoid umumnya adalah demam, gangguan saluran pencernaan

(diare, konstipasi, mual, nafsu makan menurun), pusing.

1. Demam1,8,9

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam hanya

samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau

normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Pada kasus-kasus yang khas umumnya

demam berlangsung selama 3 minggu. Demam dapat mencapai 39-40 ◦C yang sifatnya

remitten. Demam disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia,

anoreksia, mual, dan muntah. Selama minggu pertama, suhu tubuh turun naik, meningkat

terutama pada sore-malam hari, pada minggu kedua demam berlangsung terus menerus.

Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga, suhu tubuh berangsur turun dan dapat

normal pada akhir minggu ketiga.

2. Lidah kotor

Sering ditemukan lidah yang terlihat kotor dan ditutupi selaput putih kotor, ujung dan

tepinya kemerahan serta tremor.

4

Page 5: Tifoid Preskas

3. Gangguan saluran pencernaan

Penderita sering mengeluh nyeri perut, teutama nyeri ulu hati, disertai mual dan

muntah. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah diare atau justru konstipasi.

4. Hepatosplenomegali

Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati

terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.

5. Bradikardi relatif

Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan

frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah peningkatan suhu 1◦C tidak diikuti

peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.

6. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan rutin

Pada darah perifer sering ditemukan leukopenia tetapi dapat pula normal atau

leukositosis. Dapat juga ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada hitung jenis

menunjukkan shift to the left. LED dapat meningkat, SGOT dan SGPT seringkali meningkat

tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.

2. Pemeriksaan kultur

Kultur darah merupakan metode diagnosis standar yang dianjurkan. Menurut laporan

survailens WHO pada tahun 2003, lebih dari 80% pasien dengan demam tifoid memberikan

hasil yang positif dengan kultur darah. Sensitivitas kultur darah lebih tinggi apabila

pemeriksaan dilakukan pada minggu pertama sakit dan akan semakin menurun dengan

didapatkannya riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.

3. Pemeriksaan serologis

a. Widal

Pemeriksaan Widal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan gejala-gejala yang

mengarah pada tifoid dan atau setidaknya sudah mengalami demam selama lebih kurang

satu minggu. Karena endemisitas tifoid di tiap-tiap daerah berbeda-beda maka masing-

masing sentral dianjurkan untuk memiliki nilai ambang batas yang dapat dijadikan patokan.

Saat ini diagnosis dengan menggunakan hasil Widal lebih dianjurkan dengan melihat

5

Page 6: Tifoid Preskas

peningkatan titer 2-4 kali dalam dua pemeriksaan Widal dengan jarak waktu kurang lebih 1

minggu dari pada pemeriksaan Widal satu kali saja.

b. Kit typhidot

Typhidot merupakan seperangkat kit dot ELISA yang digunakan untuk mendeteksi kadar

antibodi IgM dan IgG terhadap protein membran luar dari Salmonella typhi. Typhidot akan

memberikan hasil yang positif setelah 2-3 hari pasca infeksi. Typhidot memiliki efektivitas

yang lebih baik daripada Widal. Kelemahan kit ini tidak dapat membedakan apakah

penderita mengalami infeksi lampau atau reinfeksi bila hasil yang didapat IgM dan IgG

positif, pada keadaan tersebut gejala klinik dapat dijadikan pertimbangan.

c. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan lain yang lebih canggih adalah dengan metode deteksi DNA tifoid

menggunakan teknik PCR. Pemeriksaan ini memberikan hasil yang baik dengan sensitivitas

sampai 93% dan spesifisitas 100%.

d. Tes Tubex ®

Tes Tubex® merupakan pemeriksaan diagnostik in vitro semikuantitatif untuk mendeteksi

spesifik serum antibodi IgM terhadap antigen S.Typhi 09 lipopolisakarida. Reaksi positif

akan memberikan warna biru sedangkan reaksi negatif akan memberikan warna merah.

7. Komplikasi

Komplikasi yang paling banyak dijumpai pada demam tifoid adalah hepatitis tifosa,

pneumonia, ensefalopati, dan perdarahan dengan penyebab kematian terbanyak adalah

perforasi usus.

1. Hepatitis Tifosa11,12

Penyebab timbulnya kelainan hati pada demam tifoid tidak diketahui pasti, mungkin

multifaktorial termasuk kerusakan hati akibat endotoksin atau proses inflamasi.

Kemungkinan lain adalah kerusakan akibat mekanisme imun sekunder pada host.

Khosia memberikan kriteria hepatitis tifosa apabila ditemukan 3 atau lebih gejala

sebagai berikut:

1. Hepatomegali

6

Page 7: Tifoid Preskas

2. Ikterik

3. Kelainan laboratorium, antara lain :

- Bilirubin

- Peningkatan SGOT/SGPT

- Penurunan indeks waktu prothrombin

4. Kelainan histopatologi

2. Komplikasi intestinal

Komplikasi intestinal terdiri dari perdarahan usus, perforasi usus dan ileus paralitik.

Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoshezia. Tetapi dapat juga melalui

pemeriksaan lab feses (occult blood test). Komplikasi perforasi ini ditandai dengan gejala

– gejala akut abdomen dan peritonitis. Didapatkan gas bebas dalam rongga perut yang

dibantu dengan pemeriksaan klinis bedah dan foto polos abdomen 3 posisi.

Pada awal minggu kedua dari perjalanan penyakit demam tifoid, terjadi nekrosis

superficial yang disebabkan oleh toksis bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh

pembuntuan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hyperplasia sel limfoid (disebut sel

tifoid). Selanjutnya, mukosa yang nekrotik akan terlepasMukosa yang nekrotik kemudian

membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan terlepas sehingga membentuk ulkus

yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan

sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa

terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai

membrane serosa.

Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka

perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi usus. Kedua komplikasi tersebut,

yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering

menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya

penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Denyut nadi sangat

meningkat disertai oleh peritonitis local maupun umum, maka hal ini menunjukan telah

7

Page 8: Tifoid Preskas

terjadinya perforasi usus. Sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar nernafas dan kolaps

dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan

3. Toksik Tifoid1,13

Penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor,

koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan

cairan otak masih dalam batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti

disebut tifoid toksik atau tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atau demam tifoid

dengan toksemia. Manifestasi neuropsikiatri berupa delirium dengan atau tanpa kejang,

semikoma atau koma, parkinson rigidity, mioklonus generalisata, meningismus,

skizofrenia, maniak akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis perifer,

dan psikosis.

Di Indonesia, insiden terjadinya tifoid toksik sekitar 10-40% dari kasus demam tifoid

yang dirawat. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya tifoid toksik antara

lain sosial ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim,

nutrisi, kebudayaan dan adat yang masih terbelakang.

4. Komplikasi lain

a. Kardiovaskuler

Pada 10-15% pasien dengan demam tifoid ditemukan perubahan non spesifik

pada gambaran EKG. 1-5% pasien dengan demam tifoid mengalami toksik

miokarditis. Toksik miokarditis terjadi pada psien dengan sakit yang berat and

toksemia dan ditandai dengan takikardia, nadi dan suara jantung yang lemah,

hipotensi, dan abnormalitas gambaran ekg.

b. Komplikasi hematologi

Dapat ditemukan trombositopenia hingga koagulasi intravaskuler disseminata.

Penyebab KID belumlah jelas. Hal yang sering dikemukakan adalah endotoksin

mengaktifkan beberapa sistem biologi, koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan

kinin, histamine, dan prostaglandin menyebabkan vasokonstriksi dan kerusakan

8

Page 9: Tifoid Preskas

endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan

mekanisme koagulasi, baik KID kompensata maupun dekompensata.

c. Pankreatitis tifosa

Merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pemeriksaan enzim amylase dan

lipase serta ultrasonografi/ct scan dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan

akurat.

8. Penatalaksanaan

1. Non Farmakologis

Istirahat dan perawatan dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan. Diet dan terapi penunjang dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan

kesehatan pasien secara optimal. Pemberian bubur saring dan lauk pauk rendah serat

untuk menghindari perdarahan saluran cerna. Jika kesadaran menurun dapat dilakukan

pemasangan selang nasogastrik. Pemberian nutrisi lebih diutamakan secara oral atau

enteral untuk mencegah atrofi vili usus.

2. Farmakologis10,11

Pemberian antibiotik bertujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.

Pemilihan antibiotik perlu disesuaikan dengan pola resistensi kuman Salmonella typhi

lokal sehingga kegagalan terapi dapat dihindarkan. Obat-obat antimikroba yang sering

digunakan untuk demam tifoid adalah sebagai berikut :

a. Kloramfenikol

Penggunaan kloramfenikol telah dikenal cukup lama dan telah digunakan secara

luas. Selain merupakan obat pilihan utama, obat ini banyak digunakan karena

harganya relatif murah. Dosis yang diberikan adalah 4X500 mg perhari dapat

diberikan secara per-oral atau intravena. Diberikan hingga 7 hari bebas panas.

b. Tiamfenikol

Efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol, tapi komplikasi hematologi lebih

rendah dari kloramfenikol. Dosis yang diberikan 4X500 mg.

9

Page 10: Tifoid Preskas

c. Kotrimokzasol

Efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis dewasa 2X2 tablet (1 tablet

mengandung sulfanetoksazol 400mg dan 80mg trimetoprim) diberikan selama 2

minggu.

d. Ampicillin dan Amoxiciliin

Kemampuan menurunkan demam lebih rendah dari kloramfenikol. Dosis yang

dianjurkan 50-150mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

e. Sefalosporin generasi ketiga

Hingga saat ini terbukti dalam sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif

untuk demam tifoid adalah seftriakson dosis yang dianjurkan 3-4g dalam

dekstrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus 1 kali sehari selama 3-5 hari.

f. Golongan fluoroquinolon

Norfloksasin dosis 2X400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin dosis 2X500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin dosis 2X400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin dosis 400mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin dosis 400mg/hari selama 7 hari

Berdasarkan penelitian oleh Iskandar Zulkarnain mengenai uji kepekaan Salmonella

Typhii terhadap beberapa jenis antibiotika ditemukan Ampisilin, amoksisilin, dan

sulfametoksasol-trimetoprim presentasi kepekaan terhadap Salmonella adalah 95,12%

sedangkan kloramfenikol, seftriakson dan golongan fluorokuinolon masih sensitif (100%)

untuk kuman Salmonella.

Pada tifoid toksik dapat diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah

ampicilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.7 Sumarsona dalam tulisannya

mengemukakan bahwa pemberian kortikosteroid amat membantu penyembuhan. Nyunting

dan Khosla melaporkan hal yang sama. Smadel menganjurkan pemberian steroid tidak

lebih dari 4 hari. Nelwan menganjurkan selama 3-5 hari dengan dosis 0,5-2 mg/kgBB/hari.

10

Page 11: Tifoid Preskas

Saat ini sedang dikembangkan penelitian mengenai penggunaan florokuinolon pada

tifoid toksik, dimana ternyata penderita dapat membaik tanpa pemberian kortikosteroid.

Hal ini mungkin dapat dijelaskan dengan sifat-sifat imunomodulasi kelompok obat ini.

9. Pencegahan14,15

Penularan demam tifoid melalui makanan dan air yang terkontaminasi bakteri. Untuk

menurunkan insidensi demam tifoid, harus diidentifikasi bakteri penyebab, meningkatkan

kesehatan umum,personal dan memperbaiki hygine serta pendidikan kesehatan terhadap

masyarakat.

Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesehatan umum adalah:

- Sanitasi lingkungan

- Penyediaan sumber air yang bersih

- Meningkatkan pengamanan bahan pangan agar terhindar dari kontaminasi bakteri.

-

Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid, yaitu ; 1.

Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun karier

tifoid; 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella typhi akut

maupun karier; 3. Proteksi terhadap orang yang beresiko terinfeksi.

10. Prognosis16

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang

adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%,

biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya

komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis,

endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

11

Page 12: Tifoid Preskas

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn U

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 26 tahun

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Alamat : Desa sibubut

Tanggal masuk : 07 Agustus 2015

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : demam naik turun sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan demam naik turun 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul perlahan dan naik turun. Demam dirasakan naik

pada malam hari dan turun menjelang pagi atau saat diberikan obat penurun panas. Demam

disertai menggigil dan terkadang disertai batuk.

Selain demam, pasien juga mengeluh pusing, mual muntah dan sakit perut. Pusing diakui

terasa semenjak sakit saja. Mual muntah dan nafsu makan menurun juga dikeluhkan oleh pasien.

Setiap mau makan, perut terasa mual sehingga asupan makanan berkurang daripada biasanya.

Kadang disertai muntah tapi tidak setiap hari, hanya sesekali setelah makan. Yang dimuntahkan

adalah makanan yang dimakan, tidak disertai darah, ataupun berwarna hitam. Selain itu, buang

air besar menjadi jarang.

12

Page 13: Tifoid Preskas

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal serupa. Riwayat sakit maag (+) DM dan

Hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku sering telat makan dan suka jajan sembarangan.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Berat badan : 42 kg

Tinggi badan : 150 cm

Tanda vital

Tekanan darah: 100/60 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu Cە38 :

Kepala :

Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata.

Mata :

Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-).

Telinga :

Bentuk normal, NT auricular (-/-), secret (-/-).

Hidung :

Bentuk normal, septum deviasi (-), secret (-), pernafasan cuping hidung (-).

Mulut :

Bibir kering (+), bibir pucat (-), mukosa mulut pucat (-). Lidah tampak kotor di bagian tengah.

13

Page 14: Tifoid Preskas

Leher :

KGB dan tiroid tidak teraba membesar.

Thorax

Cor

o Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

o Palpasi :ictus cordis teraba pada linea midclavicula sinistra ICS 5

o Perkusi : batas jantung dalam batas normal

o Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

o Inspeksi : gerak dada simetris saat statis dan dinamis.

o Palpasi :vocal fremitus simetris

o Perkusi :sonor pada kedua lapang paru

o Auskultasi :vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen

o Inspeksi: bentuk datar, warna sawo matang, venektasi (-), smiling umblicus (-),

efloresensi (-)

o Auskultasi: Bising usus (+)

o Palpasi: tegang, nyeri tekan (+) pada regio hipocondriaca dextra dan sinistra, regio

epigastrica, regio abdominal lateralis dextra. Hepar dan lien tidak teraba membesar

o Perkusi: timpani (+), shifting dullness (-)

Ekstremitas

o Ekstremitas atas :akral hangat +/+, oedem -/-

o Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, oedem -/-

14

Page 15: Tifoid Preskas

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium diambil pada tanggal 09 agustus 2015 pada saat pasien berada di IGD

RSUD Arjawinangun.

Parameter Hasil Nilai normal

Hb 11,3g/dL 12-16

Leukosit 11,29 /uL 3,80-10,60

Trombosit 433 /uL 150-440

Hematokrit 34,3% 36-47

Basofil 0 % 0-1 %

Eosinofil 1 % 1-3 %

Neutrofil 71 % 40-70 %

Limfosit 16 % 20-45 %

Monosit 8 % 2-8 %

Imunologi

Widal salmonella IgM (+) Negatif

Widal salmonella IgG (+) Negatif

Kimia

Glukosa darah sewaktu 89 mg/dl < 140 mg/dl

E. RESUME

Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan demam naik turun 1 minggu, menggigil

(+) mual muntah (+) nafsu makan menurun(+) konstipasi (+) lab hb: 11,3 leukosit: 11,29

hematokrit: 34,3 widall salmonella igM igG (+)

15

Page 16: Tifoid Preskas

BAB III

ANALISA KASUS

I. DAFTAR MASALAH

Demam tifoid

II. PENGKAJIAN

1. Demam tifoid

Atas dasar : Demam sejak 7 hari SMRS, pola demam naik turun, naik pada menjelang sore

dan turun saat menjelang pagi, disertai menggigil, Terdapat konstipasi, semenjak sakit

pasien mengeluh susah buang air besar. Saat dirawat , pasien tidak pernah buang air besar.

Biasanya pasien BAB teratur setiap hari.

Hasil pemeriksaan lab salmonella igG igM (+)

Planing diagnosis :

Terapi non Farmakologi

-Tirah baring

-Diet lunak

Terapi Farmakologi

-Infuse Asering 20 ttpm

-Inj ranitidin 2x1 ampul

-Inj ceftriakson 1x1 ampul

-Inj ondansentron 3x1 ampul

-Pct3x1 tab

16

Page 17: Tifoid Preskas

III. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungtionam : bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

IV. FOLLOW UP

08 agustus 2015

S Pasien sudah tidak demam, sakit kepala sudah berkurang, pasien masih mual.

Nafsu makan membaik. buang air besar 1satu kali, cair, tidak ada lendir

O TD : 100/70 mmHg, nadi : 68x/mnt, napas : 15x/mnt, suhu : 37,0ºC

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : dbn

Thorax : Cor → BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-), Pulmo → suara napas

vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen : Supel, BU (+), nyeri tekan (+) di epigastrium

Ektremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, oedem +/+

A Demam tifoid

P infus RL 20 ttpm

Inj Ceftriakson 2x1

Inj Ranitidin 2x1

Pct 3x1

09 Agustus 2015

S Pasien masih pusing, pasien sudah tidak demam, sakit kepala sudah tidak ada,

pasien masih mual.

17

Page 18: Tifoid Preskas

O TD : 110/80 mmHg, nadi : 70x/mnt, napas : 18x/mnt, suhu : 36,8ºC

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : dbn

Thorax : Cor → BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-), Pulmo → suara napas

vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen : Supel, BU (+), nyeri tekan (+) di epigastrium

Ektremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, oedem +/+

A Demam tifoid

P infus RL 20 ttpm

Inj Ceftriakson 2x1

Inj Ranitidin 2x1

10 Agustus 2015

S Pasien sudah tidak demam, sakit kepala sudah tidak ada, pasien sudah tidak mual ,

BAK dan BAB normal.

O TD : 120/80 mmHg, nadi : 80x/mnt, napas : 18x/mnt, suhu : 36,8ºC

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : dbn

Thorax : Cor → BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-), Pulmo → suara napas

vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

Abdomen : Supel, BU (+), nyeri tekan (+) di epigastrium

Ektremitas atas : akral hangat +/+, oedem -/-

Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, oedem +/+

A Demam tifoid

P infus RL 20 ttpm

Inj Ceftriakson 2x1

Inj Ranitidin 2x1

18

Page 19: Tifoid Preskas

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D. Demam tifoid. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati

S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD

FKUI ; 2006 : 1752-7.

2. Zulkarnain I. Demam tifoid : Perkembangan terbaru dalam diagnosis dan terapi. Dalam :

Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A. Naskah lengkap

pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 2006. Jakarta : Pusat informasi dan

penerbitan bagian IPD FKUI; 2006:35-43.

3. Ochiai RL, Acosta CJ, Danovaro-Holliday MC, Baiqing D, Bhattacharya SK, Agtini MD, et

al. A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden and implications for

controls. Bulletin of the World Health Organization 2008;86:260-8.

4. Rampengan, T. H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Jakarta: EGC. Soedarno SS.,

Garna H, Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter

Anak Indonesia.

5. Syahrurahman, Agus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta:

Penerbit Binarupa Aksara.

6. Lubis, R. 2001. Faktor Resiko Kejadian Demam Tifoid Penderita Yang Dirawat di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga Surabaya.

7. Hendarwanto. Clinical Picture of Typhoid Fever. Acta Medica Indonesiana, 1996, 3:151-58.

8. Nelwan RHH. Sebuah Studi Deskriptif Klinik Mengenai Diagnosis Dini Demam Tifoid. Acta

Medica Indonesiana, 1993, 1;13-18

9. Zulkarnain I. Demam tifoid : Perkembangan terbaru dalam diagnosis dan terapi. Dalam :

Sumaryono, Setiati S, Gustaviani R, Sukrisman L, Sari NK, Lydia A. Naskah lengkap

pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 2006. Jakarta : Pusat informasi dan

penerbitan bagian IPD FKUI; 2006:35-43.

19

Page 20: Tifoid Preskas

10. Khosia, SN. Typhoid hepatitis. Postgrad Med J. 1990, 66:923-25.

11. Pramoolsinsap C, Viranuvatti V. Salmonella Hepatitis. Journal of Gastroenterol and

Hepatology 1998, 13: 745-50.

12. Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farar JJ. Typhoid fever. N Engl J Med.

2002;347(22):1770-82.

13. Daigle, France. 2008. Typhi Genes Expressed During Infection or Involved in Pathogenesis.

J Infect Developing Countries. 2008; 2(6): 431-437

14. Moehario, Lucky H. 2009. The Molecular Epidemiology of Salmonella Typhi Accros

Indonesia Reveals Bacterial Migration. J Infect Dev Ctries.2009; 3(8): 579-584

15. Garna H, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta. 2008 :368-375

20

Page 21: Tifoid Preskas

21