laporan kasus tifoid dr. sri2
DESCRIPTION
4TRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
JL. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT HUSADA
Nama : Reynaldo Tanda Tangan:
NIM : 112014285
Dr. Pembimbing : dr. Roestanti, SpA
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. A Jenis kelamin : Laki-lakiTempat/tanggal lahir : Jakarta, 1 Maret 2004 Umur : 11 tahunSuku bangsa : Sunda Agama : IslamPendidikan : SD Alamat : Jl. Pangeran Jayakarta dalamHubungan dengan orangtua: anak kandung
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Tn. D. H Nama Ibu : Ny. R
Umur : 37 tahun Umur : 35 tahun
Pendidikan terakhir : SD Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : 2.000.000 Penghasilan : -
ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien tanggal 28 April 2015
Keluhan utama : demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan : sakit kepala, batuk, mual, muntah, nyeri perut
1
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 4 hari SMRS pasien memiliki demam yang naik-turun. Ibu pasien
mengaku panas yang dirasakan pada saat menjelang malam lebih panas
dibanding pagi ataupun siang. Selama demam pasien tidak menggigil, tidak
pernah ada kejang sebelumnya, tidak keluar keringat malam. Sebelumnya pasien
sempat diberi obat penurun panas, panasnya turun, tetapi kemudian panasnya
meningkat kembali. Selain itu pasien juga ada sakit kepala pada bagian
belakang, nafsu makan menurun, ada muntah dan batuk yang jarang dan tidak
produktif. Ibu pasien juga menyangkal anaknya mengalami mimisan ataupun
gusi berdarah.
Tiga hari SMRS pasien tetap merasakan demam yang tak kunjung hilang.
Nafsu makan pasien mulai menurun dibanding dengan sebelumnya, sakit kepala
tetap dirasakan pasien. Pasien mulai sulit untuk BAB, BAK normal warna
kuning, tidak ada nyeri. Pasien lalu dibawa ke dokter dan diberikan obat
antibiotika, penurun panas. Setelah minum obat ternyata belum ada perbaikan.
Sejak 2 hari SMRS pasien masih demam, pusing, nafsu makan menurun.
Badan pasien terasa lemah, mual disertai muntah 1 x, sebanyak ½ gelas aqua,
berisi air dan bewarna kuning, tidak ada darah. Kadang-kadang mengeluh nyeri
perut di bagian epigastrium. Nafsu makan pasien menurun, sulit untuk BAB,
BAK warna kuning, tidak ada darah dan nyeri. Pasien lalu dibawa lagi ke dokter
dan diperiksa darah, dari pemeriksaan pasien dikatakan menderita tifus serta
dianjurkan dirawat.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pernah dirawat di RS Husada saat usia 4 tahun dengan diagnosa Demam
Berdarah Dengue.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ayah: Darah tinggi
Ibu: Appendicitis, Maag
2
SILSILAH KELUARGA (FAMILY’S TREE)
Pasien adalah anak tunggal dari keluarga
DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 37 tahun 35 tahun
Perkawinan ke 1 1
Keadaan Kesehatan/ Penyakit
bila ada
Sehat Sehat
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
a. Antenatal care : Teratur f. Masa gestasi : Cukup bulan
b. Tempat kelahiran : Rumah bidan g. Berat badan lahir : 3000 gram
c. Ditolong oleh : Bidan h. Panjang badan lahir: 49 cm
d. Cara persalinan : Spontan i. Sianosis : Tidak ada
e. Penyakit kehamilan : Tidak ada j. Ikterus : Tidak ada
Kurva lubchenko
3
Kesan : Neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan
CORAK REPRODUKSI
Pasien anak tunggal dalam keluarga
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan rumah : rumah milik sendiri
Keadaan rumah : satu rumah ditinggali 5 orang, dengan 2 kamar tidur, 1
kamar mandi, 1 dapur, dan 1 ruang tamu. Cahaya
matahari dapat masuk dan mencapai sebagian besar
ruangan. Ventilasi terdiri satu jendela disetiap ruangan.
Rumah mempunyai 1 buah pintu masuk.
Keadaan lingkungan : saluran air sekitar rumah lancar, tidak bau dan sering
dibersihkan.
RIWAYAT IMUNISASI
Ibu pasien mengaku melakukan imunisasi dasar lengkap tetapi tidak mengingat
kapan waktu pemberiannya. Booster dan imunisasi tambahan (non-PPI) belum
dilakukan.
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Umur Berat Badan
0 tahun
9 bulan
3000 gram
8 kg
11 tahun 29 kg
Tumbuh gigi pertama: 6 bulan
Motorik Kasar
- Tengkurap: 5 bulan - Berjalan : 9 bulan
- Duduk : 7 bulan - Berdiri : 8 bulan
- Merangkak: 6 bulan - Berbicara : 12 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.
4
RIWAYAT MAKANAN
a. Usia 0 - 4 bulan : ASI ad libitum dan ad demand
b. Usia 4 - 6 bulan : ASI ad libitum dan biskuit bayi
c. Usia 6 - 10 bulan :ASI ad libitum ditambah susu formula, bubur susu
f. Usia 10 - 12 bulan : ASI ad libitum ditambah susu formula
nasi tim 2x, buah
g.Usia 1tahun sampai sekarang : nasi 3x @ 1 piring dewasa + sayur + lauk
Kesan : Kualitas cukup kuantitas : cukup
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 28 April 2015
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : - Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 78 x / menit
- Suhu : 38,9 0C
- Pernapasan : 20 x / menit
Berat Badan : 29 kg
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut hitam distribusi
merata, tidak mudah dicabut. Ubun-ubun sudah menutup
Mata : Bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak cekung,
kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor
diameter 3 mm, refleks cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normal, lapang, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering, sianosis (-),
lidah kotor dengan tepi hiperemis, termor (-), tonsil T1-T1,
faring sedikit hiperemis,
5
gigi geligi tidak ada karies V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Leher : tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba
membesar, trakea di tengah, kaku kuduk (-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : bentuk normal, simetris keadaan stasis dan dinamis.
- Palpasi : nyeri tekan (-), hantaran vocal fremitus kanan sama
dengan kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
- Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di sela iga 5 linea
midclavikularis sinistra
- Perkusi : Tidak di lakukan
- Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : bentuk abdomen datar, lesi (-), benjolan (-)
- Palpasi : Supel, defens muskular (-), nyeri tekan epigastrium (+),
turgor kulit normal, hati dan limpa tidak teraba
membesar, ginjal ballotement (-),
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema
Kulit : warna sawo matang, turgor kulit baik, petechiae(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 25 April 2015 :
Hematologi
6
- Hemoglobin : 12,0 g / dl (11,8-15 g / dl)
- Hematokrit : 36 % (33-45 Vol %)
- Eritrosit : 4,62 juta / μl (4,6-6,2 juta / μl)
- Leukosit : 6800 / μl (5-10 x 10 3 / μl)
- Trombosit : 197.000 / μl (150-350 x 103 / μl)
Widal
Titer thypi O: (+)1/80
Titer thypi H: (+) >1/640
Titer Paratyphi BO: (+) 1/160
RESUME
An. A. R, laki-laki berusia 11 tahun datang dengan keluhan demam sejak
4 hari SMRS. Demam sering meningkat pada sore menjelang malam hari. Pasien
juga merasakan sakit pada kepala bagian belakang, adanya mual dan muntah
yang berisi air dan bewarna kuning. Nafsu makan semakin hari juga menurun.
Pada hari ke2 pasien merasakan demam, pasien mulai merasakan kesulitan BAB,
BAk normal warna kuning, tidak nyeri dan tidak ada darah.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
KU : Tampak sakit sedang ; Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital: TD: 110/70 mmHg ; N: 78 x/menit ; S: 38,9 0C ; RR: 20 x/menit
Mulut : lidah kotor dengan tepi hiperemis
Abdomen : nyeri tekan epigastrium (+)
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Widal: Titer typhi O: (+)1/80; Titer typhi H: (+)>1/640; Titer Paratyphi BO:
(+)1/160
DIAGNOSIS KERJA
Demam tifoid
DIAGNOSA BANDING
Demam berdarah, Leptospirosis
7
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
- Antibiotik : Ceftriaxon 1x 1g IV
- Antipiretik : Paracetamol 500mg, ½ tab 3x1tab
- Ondancentron : 2 x 4mg
Non-MedikaMentosa
Tirah baring
Menjaga kebersihan di lingkungan sekitar
Sering ganti posisi saat berbering, untuk mecegah dekubitus
Makan makanan yang lunak
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam: bonam
Ad sanationam : bonam
Follow up
28 April 2015
S; Demam +, mual +, sakit kepala +, nyeri perut epigastrium +
O: KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis; TTV: 100/70; N:
70x/menit; suhu 37,9oC; RR 20x/menit
A: Demam Tifoid
P: - ondancentron 2 x 4mg
- paracetamol tab 500mg ½ tab 3 x1/2 tab
- IVFD RL 1000ml/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 1x 1g IV
29 April 2015
S: Demam -, mual -, sakit kepala +, nyeri perut bagian epigastrium sedikit
baikan
8
O: KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis; TTV: 110/80; N:
74x/menit; suhu 37,3oC; RR 20x/menit
A: Demam tifoid dengan perbaikan
P: - paracetamol tab 500mg ½ tab 3 x1/2 tab
- IVFD RL 1000ml/24 jam
- Inj. Ceftriaxon 1x 1g IV
30 April 2015
S: Demam -, mual -, nyeri perut bagian epigastrium sudah membaik
O: KU: tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis; TTV: 120/80; N:
74x/menit; suhu 36,6oC; RR 20x/menit
A: Demam tifoid dengan perbaikan
P: - terapi dilanjutkan
- Edukasi keluarga kontrol 3 hari kemudian
- Pasien bisa pulang
Tinjauan Pustaka
DEMAM TIFOID ( TYPHOID FEVER )
PENDAHULUAN
Penyakit demam tifoid atau lebih dikenal dengan nama penyakit tifus
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica,
khususnya turunannya yaitu bakteri Salmonella typhi. Penyakit tifus ini
menyerang saluran pencernaan yang penularannya atau penyebarannya
melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh bakteri
Salmonella tersebut. Anak-anak dan Orang dewasa bisa terkena penyakit
demam tifoid. Bila tak terawat, demam tifoid dapat berlangsung selama
tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari
kasus yang tidak terawat
Penyakit demam tifoid biasanya akan menunjukan gejala-gejala antara
lain seperti nyeri pada perut, mual, muntah, demam tinggi (39° sampai
9
40°C), sakit kepala dan diare yang kadang-kadang bercampur darah,
nyeri otot myalgia, badan lemah, kehilangan nafsu makan, denyut
jantung lemah, dan pada kasus tertentu muncul penyebaran vlek merah
muda (“rose spots”).
PATOGENESIS
Kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S.
paratyphi) ke dalam tubuh manusia setelah memakan makanan yang
terkontaminasi kuman tersebut. Sebagian kuman akan dimusnahkan di
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan seterusnya
berkembang biak. Apabila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel epitel, terutamanya sel-M,
dan selanjutnya ke lamina propia.
Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel – sel
fagosit terutamanya oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya
melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
masuk ke sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ – organ ini kuman meninggalkan
makrofag dan membiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi, mengakibatkan bakterimia kedua
yang disertai dengan tanda – tanda dan gejala – gejala penyakit infeksi
sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke kandung empedu, berkembang
biak, dan dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus bersama
cairan empedu. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian
lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama
berulang kembali, berhubung makrofag yang telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
10
reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilasi vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersentivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar Peyeri plague yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia
akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa
usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
GEJALA KLINIS
Periode inkubasi demam tifoid bervariasi tergantung dari beratnya
infeksi, rata-rata 10 – 14 hari.
Pasien sering asimptomatis selama periode inkubasi,
Pada masa bakteremia, Periode inkubasi berakhir dan
pasien mulai mengalami demam, dimana umumnya meningkat secara
bertahap dalam 2 – 3 hari. Hampir semua pasien mengalami demam,
dan sebagian besar disertai sakit kepala.
Pada minggu pertama, gejala tidak spesifik, dengan sakit
kepala, malaise dan peningkatan demam hingga suhu 39 – 40 C.
Demam lebih sering tinggi pada malam hari dibanding dengan pagi
hari.
Sering disertai konstipasi, batuk nonproduktif sedang,
mual, muntah, lemas.
Pemeriksaan Fisik
Bintik-bintik kemerahan diameter 2 – 4 meter (Rose
spots) yang menghilang saat penekanan, timbul pada abdomen atas
dan dada bagian bawah antara hari ke tujuh dan dua belas. Rose spots
disebabkan oleh embolisasi bakteri dalam kapiler kulit. Pada saat
yang bersamaan umumnya ditemukan relative bradikardi.
11
Selama minggu ke dua, pasien tampak penampilan toksik
dan tampak apatis dengan disertai pireksia. Perut kembung ringan,
dan umumnya ditemukan hepatosplenomegali.
Pada minggu ke tiga, Peningkatan toksisitas dan
pertimbangkan adanya penurunan berat badan. Persisten pireksia dan
keadaan delirium (Typhoid state). Perut kembung menjadi lebih berat
, dan diare dengan tinja cair, berbau busuk dan berwarna hijau-
kekuningan. Pasien tampak lemah dan takipneu. Pada keadaan ini
dapat terjadi kematian karena toksemia yang berlebihan, perdarahan
intestinal atau perforasi.
Pada pasien yang dapat bertahan hingga minggu ke
empat , demam, tingkat kesadaran dan perut kembung secara
perlahan membaik dalam bebrapa hari, tetapi komplikasi intestinal
masih terjadi. Memasuki periode konvalesen dan kebanyakan relaps
(kambuh) terjadi pada masa ini.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah tepi
Anemia,
Leukosit normal/meningkat/menurun
Trombositopenia
Pemeriksaan serologi
Tes widal merupakan pemeriksaan serologi tradisional
yang digunakan untuk mendiagnosis demam tifoid. Dengan
mengukur antibody aglutinasi terhadap antigen flagel (H) dan
somatic (O) salmonella thypi dan parathypi.
Pada infeksi akut, antibody O muncul pertama kali,
meningkat secara bertahap dan kemudian menurun dan baru
hilang setelah beberapa minggu. Antibodi H timbul kemudian
secara perlahan tetapi bertahan lama.
Peningkatan titer antibodi O umumnya merupakan
indikasi infeksi akut, dimana peningkatan antibody H membantu
untuk mengidentifikasi tipe demam enteric.
12
Serologi Widal : Kenaikan titer S. thypi O 1 : 200 atau
kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens.
Kadar IgM dan IgG (thypi-dot)
Pemeriksaan Salmonella
Pemeriksaan darah terutama pada minggu 1 – 2 dari
perjalanan penyakit
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke 4
KOMPLIKASI
1. Perforasi usus atau perdarahan saluran cerna : Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selainn
gejala umum dari demam tifoid, penderita yang disertai dengan perforasi
akan mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di kuadran kanan bawah
yang kemudian menyebar ke seluruh bagian perut.
2. Ekstraintestinal : Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S. Typhi dan S.
Paratyphi.
3. DIAGNOSIS BANDING
Malaria
Suatu infeksi pada bagian dari sel darah yaitu infeksi pada sel darah
merah. Ditularkan oleh nyamuk yang membawa parasit yang
menyebabkan malaria. Apabila nyamuk pembawa parasit ini menggigit
anda, parasit dapat masuk ke dalam aliran darah.
Leptospirosis
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur
yang telah terkontaminasi dengan urine binatang yang telah terinfeksi
leptospira, melalui luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir.
Manifestasi yang sering timbul berupa demam, menggigil, sakit kepala,
anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam
13
kulit, dan fotopobi. Sedangkan splenomegali mungkin muncul, walaupun
kejadian ini terhitung jarang.
4. PENALAKSANAAN
Non-medika mentosa
1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat pertumbuhan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan
kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai harus
dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan penyakit demam tifoid karena makanan yang kurang akan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan
proses penyembuhan akan menjadi lama
Dimasa lampau pasien akan diberikan diet bubur saring,
kemudian ditingkatkan kepada bubur kasar, dan akhirnya nasi. Perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (menghindari sayuran dan makanan berserat buat
sementara waktu) dapat diberikan secara aman pada pasien demam tifoid.
Medika mentosa
Pemberian antimikroba, untuk menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman
14
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengubati demam tifoid
adalah seperti berikut:
Kloramfenikol. 100mg/KgBB/hari per oral atau intravena, dibagi
menjadi 4 dosis, selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah
demam turun. Tetapi tidak dapat diberikan pada pasien dengan
leukosit <2000/L.
Amoksisilin. 100mg/Kg/BB per oral atau intravena selama 10 hari.
Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini, golongan sefalosporin
generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah
seftriakson, 80 mg/KgBB/hari intravena atau intramuskular, sekali
sehari, selama 5 hari.
Sefiksim 10mg/KgBB per oral, dibagi menjadi 2 dosis, selama 10
hari.
PENCEGAHAN
Higiene perorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute oro-fekal, maka pencegahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan hygiene perorangan
dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air
bersih, pengamanan pembuangan limbah feses.
PROGNOSIS
Umumnya prognosis baik dengan penanganan yang cepat. Mortalitas
pada penderita yang dirawat ialah 6 %. Prognosis menjadi kurang baik /
buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris
kontinua
2. Kesadaran menurun sekali yaitu spoor, koma
dan delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya
dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumoni dan lain-lain.
15
4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi
energi protein)
Referensi :
1. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,
Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.
2. Hassan R, Alatas H. Demam tifoid. Dalam : Buku Kuliah 2 Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta :FKUI, 2002 .hal 593-598.
3. Rampengan T, Laurentz I. Demam tifoid. Dalam : penyakit infeksi
Tropik pada Anak. Jakarta : EGC,1997. hal 53-71.
4. Sudoyo AW, et al.. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed 5.
Jakarta: Internal Publishing; 2009. H 2797-805
5. Soedarmo SPS, Garna K, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi
dan pediatri tropis. Ed 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
h.338-45.
16