laporan kasus tifoid anak

27
STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : An. B Usia : 3 Tahun 8 Bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Nama Orangtua : Tn. A Agama : Islam Alamat : Kemayoran Timur Tangal msk RS : 29 Desember 2012 ANAMNESIS (ALOANAMNESIS) Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS Keluhan Tambahan : Keringat dingin, mual, muntah, batuk, pilek Riwayat penyakit sekarang 4 hari SMRS : Ibu os mengatakan bahwa anaknya demam , demamnya ini timbul perlahan, demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Os dibawa ke dokter dan diberi obat penurun panas dan puyer (tetapi tidak tau obat apa saja yang didalam puyer tersebut), setelah minum obat panasnya turun kemudian 1 jam berikutnya kembali demam lagi. Kepala sakit (-), mual (+), muntah (+) berisi makanan tidak disertai darah. 1

Upload: santi-cintya-dewi

Post on 07-Aug-2015

1.828 views

Category:

Documents


157 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Tifoid Anak

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : An. B

Usia : 3 Tahun 8 Bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Orangtua : Tn. A

Agama : Islam

Alamat : Kemayoran Timur

Tangal msk RS : 29 Desember 2012

ANAMNESIS (ALOANAMNESIS)

Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Keringat dingin, mual, muntah, batuk, pilek

Riwayat penyakit sekarang

4 hari SMRS: Ibu os mengatakan bahwa anaknya demam , demamnya ini timbul perlahan,

demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi

hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Os dibawa ke

dokter dan diberi obat penurun panas dan puyer (tetapi tidak tau obat apa

saja yang didalam puyer tersebut), setelah minum obat panasnya turun

kemudian 1 jam berikutnya kembali demam lagi. Kepala sakit (-), mual (+),

muntah (+) berisi makanan tidak disertai darah. Nafsu makan menurun dan

os merasa lemas. Batuk (+) berdahak tidak disertai darah , pilek (+), BAB

cair dengan frekuensi 2 x/hari , darah (-), berwarna kekuningan disertai

ampas, lendir (-). BAK tidak ada keluhan, mimisan (-), gusi berdarah (-),

riwayat pergi keluar kota (-).

1 hari SMRS: Demam masih dirasakan. Kepala pusing dan badan terasa lemas. Kejang (-)

MRS : Demam masih dirasakan, batuk dan keluhan lain pun masih dirasakan oleh

OS.

1

Page 2: Laporan Kasus Tifoid Anak

RPD :

Riwayat DBD disangkal

Riwayat TB Paru disangkal

Riwayat asma disangkal

RPK :

Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat TB Paru disangkal

Riwayat asma disangkal

R.Pengobatan :

OS sudah berobat ke klinik untuk keluhannya ini, tetapi tidak ada perbaikan.

R.Kehamilan :

ANC teratur di bidan

Riwayat penyakit saat hamil (-)

Konsumsi obat-obatan selama hamil (+) à obat-obatan yang diberikan bidan

(vitamin)

R.Kelahiran :

Lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan dan langsung menangis.

BBL: 3300 gr

PBL: 49 cm

R.Makanan :

ASI sejak usia 0 – 18 bulan

Susu formula sejak usia 18 bulan – 36 bulan

Makanan tambahan (bubur tim) diberikan sejak usia 4 bulan

Kesan : Makanan sesuai usia

R.Imunisasi :

Hepatitis 3x

2

Page 3: Laporan Kasus Tifoid Anak

BCG 1x

Polio 4x

DPT 3x

Campak 1x

Kesan à imunisasi dasar lengkap

R. Tumbuh Kembang :

• Tengkurap usia 3 bulan

• Merangkak usia 5 bulan

• Duduk usia 7 bulan

• Berjalan usia 12 bulan

• Sekarang sudah duduk dikelas 5 SD dan belum pernah tinggal kelas

Kesan: tumbuh kembang sesuai dengan usia

R.Alergi :

• Alergi udara (-)

• Alergi susu (-)

• Alergi makanan (-)

• Alergi obat (-)

• Alergi debu dan bulu-buluan (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

Suhu : 38,50 C

Nadi : 100 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Status Antropometri:

BB = 14 kg

TB = 89 cm

3

Page 4: Laporan Kasus Tifoid Anak

BB/U = 14/16 x 100 % = 87,5% è gizi baik

TB/U = 89/96 x 100 % = 92,7% è gizi baik

BB/TB= 14/14 x 100 % = 100% è gizi baik

Kesan: gizi baik

Status Generalis

Kepala : Normochepal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, edema palpebra(-), mata cekung (-

/-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-/-)

Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-), perdarahan gusi (-), Tonsil T1/T1, faring

hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Dada

Pulmo

Inspeksi : dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada

Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris, tidak ada bagian dinding dada yang

tertinggal

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler, Wheezing -/-, Ronki -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal

Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi abdomen (-), asites (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepatosplenomegali (-), nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen

Ekstremitas

4

Page 5: Laporan Kasus Tifoid Anak

atas bawah

Sianosis : -/- -/-

Akral dingin : -/- -/-

Udem : -/- -/-

RCT : < 2” < 2”

Peteki : -/- -/-

Inguinal : Pembesaran kelenjar inguinal (-)

Genitalia : Tidak ada kelainan

Laboratorium: tanggal 29 Desember 2011

RESUME:

An.B, laki-laki usia 3 tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4 hari SMRS.

Panas timbul perlahan, meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun pada

pagi hari. Mual (+), muntah (+), nafsu makan turun. OS juga mengeluh pusing, lemas, pilek,

batuk, BAB cair.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan KU tampak sakit sedang, kesadaran composmentis suhu:

38,50 C. Status gizi baik. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan:

Hb : 10,6 g/dl

Ht : 33%

5

Page 6: Laporan Kasus Tifoid Anak

Leukosit : 3470/uL

Trombosit : 232000

Pemeriksaan Tubex TF : +6

DAFTAR MASALAH:

• Demam Tifoid

• ISPA

ASSESMENT:

1. Demam Tifoid

Anamnesa: An. B, laki-laki usia 3tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4

hari SMRS. Demam timbul perlahan, meningkat pada sore hari hingga malam hari

dan menurun pada pagi hari. OS juga mengeluh mual, muntah, BAB cair.

PF: suhu à 38,50 C

Pemeriksaan laboratorium didapatkan:

o Hb : 10,6 g/dl

o Ht : 33%

o Leukosit : 3.470/uL

o Trombosit : 232.000

Tubex TF = ( +6)

Rencana diagnosis : Pemeriksaan darah lengkap, dengue IgM

Working Diagnosis : Thypoid fever

Rencana terapi: (BB : 14 kg)

perhitungan cairan BB 14 Kg

Cairan maintenance = (10 x 100cc) + (4x 50cc) = 1200 cc

Kenaikan suhu 1oCelcius + 12.5% dari cairan maintenance

= 12.5% x 1200 = 150 cc

Total cairan = 1200cc + 150cc = 1350cc

Tetesan infus = 1350 cc x 15tts = 14 tpm à 14 tpm

24 x 60

Paracetamol syrup : 10-15 mg/kg bb/x , syrup 125mg/5ml

14 kg X 10 mg = 140 mg , 14 kg X 15 mg = 210 mg

6

Page 7: Laporan Kasus Tifoid Anak

à 140 mg-210 mg

à3 x 11/2 cth

Cefixime : 10-15 mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian selama 10 hari

Sediaan cefixime syrup 100mg/2ml, 1 BOTOL = 30ml

14 kg X 10 mg = 140 mg : 2 = 70mg/x , 14 X 15 mg = 210mg : 2 = 105 mg/x

à70 mg/x – 105 mg/x

à2 x 1 cth

2. ISPA

Anamnesa: An. B, laki-laki usia 3tahun MRS dengan keluhan pilek dan batuk

berdahak sejak + 4 hari SMRS. Batuk tidak disertai darah.

Pemeriksaan fisik dalam batas normal .

Working Diagnosis : ISPA

Rencana terapi : (BB 14 kg)

CTM : 0, 35 mg/kg bb/hari terbagi dalam 3-4 kali, 1 tab : 4mg

14 kg x 0,35 mg = 4,9 mg = 1 tablet / hari à 3 tablet untuk 3 hari dibuat puyer

à 3 x 1 puyer

Ambroxol : 1,2 mg – 1,6 mg/kg bb/hari terbagi dalam 3 kali pemberian, 1 tab

= 30 mg

1,2 mg x 14 kg = 16,8 mg

1,6 mg x 14 kg = 22, 4 mg

16,8 mg- 22, 4 mg / hari = 20 mg/hari x 3 hari = 60 mg, 2 tablet untuk 3 hari

dibuat puyer

à3 x 1 puyer

FOLLOW UP

N

O

Tgl/Jam S O A P

Keadaan

Umum

Vital Sign Penunj

ang

7

Page 8: Laporan Kasus Tifoid Anak

1 30-12-2012 Demam (+)

Pilek (+)

Batuk (+)

BAK tidak

ada keluhan

BAB hari ini

belum

Tampak

sakit

sedang,

CM

T : 37,90 C

RR:24x/menit

HR:88x/menit

Akral hangat

Demam Tifoid

ISPA

Infus RL 12

tpm

Paracetamol

(3x11/2 cth)

Puyer

Ambroxol+CT

M (3x1)

Cefixime

(2x1cth)

2 31-12-2012 Demam (+)

Pilek (-)

Batuk (+)

BAB 1 x cair

Tampak

sakit

sedang,

CM

T : 37,80 C

RR:28x/menit

HR:80x/menit

Akral hangat

Demam Tifoid

ISPA

Terapi

Lanjutan

3 01-01-

2013

Demam (-)

Batuk (-)

Pilek (-)

BAB 1 x

Tampak

sakit

sedang,

CM

T : 36,20 C

RR:24x/menit

HR:80x/menit

Akral hangat

Demam Tifoid

dengan

perbaikan

Cefixime 2x1

8

Page 9: Laporan Kasus Tifoid Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada

saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

1.2 EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika,

Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit

menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16

juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus

demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua

sumber penularan S.typhi : pasien yang menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari

carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi

dalam tinja selama lebih dari satu tahun.2,3,4

1.3 ETIOLOGI

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), kuman berbentuk basil gram

negatif berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm, bergerak dengan flagel peritrik, dan tidak berspora.

Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah memfermentasi

laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya

memproduksi hidrogen sulfide atau H2S. Pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8

milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth. Salmonella typhi mempunyai antigen somatik

(O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang teridi dari protein dan

envelope antigen (Vi) yang terdiri polisakarida. Kuman ini mempunyai makromolekular

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel yang

dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang

berikatan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. Kuman ini tumbuh dalam suasana

aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56ºC dan pada keadaan kering. Di dalam

air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung

garam empedu.1

.

9

Page 10: Laporan Kasus Tifoid Anak

1.4 PATOGENESIS

Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke

dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam

(pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,

gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor

pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di dalam usus halus, bakteri

melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding

usus, tepatnya di ileum dan yeyenum.

Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan

limfoid usus halus (plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah

menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh

limpa masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial

sistem (RES) terutama hati dan limfa . Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel

fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada

akhir masa inkubasi, berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke

seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh

terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan

kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus.

Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan

kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida) yang semula

diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid.

Endotoksin mempunyai peranan membantu proses peradangan lokal. Endotoksinnya

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen pleh leukosit pada jaringan yang

meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat

termoregulator dihipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.

Patogenesis terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita

akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selajutnya monokin ini dapat

menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilasi vaskuler, depresi

sumsum tulang dan panas.

Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh

makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah

terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi,

10

Page 11: Laporan Kasus Tifoid Anak

terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe

mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.

Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang

hiperplasi(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu

ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat

ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu pannjang usus dan ulkus

ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak

didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital.

1.5 DIAGNOSIS

Anamnesis

- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu

pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi

- Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri

perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.

- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus

Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.

Keasadaram menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu

dibagian tengah kotor dan pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering

dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.

Pemeriksaan Penunjang

Darah tepi perifer :

- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau

perdarahan usus

- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL

- Limfositosis relative

- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat

Pemeriksaan serologi :

11

Page 12: Laporan Kasus Tifoid Anak

- Serologi widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut

ke fase konvalesens

- Kadar IgM dan igG (Typhi-dot)

Pemeriksaan biakan salmonella

- Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit

- Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4

Pemeriksaan Radiologi

- Foto thoraks apabila diduga terjadinya komplikasi pneumonia

- Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus

atau perdarahan saluran cerna

- Pada perforasi usus tampak:

Distribusi udara tidak merata

Airfluid level

Bayangan radiolusen di daerah hepar

Udara bebas pada abdomen

1.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis

dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis,

tularemia, sh ige lo s i s dan ma la r i a j uga pe r l u d ip ik i rkan . Pada demam

t i fo id yang be ra t , sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai

dignosis banding.

1.7 PENYULIT

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5 – 3%,

sedangkan pe rda rahan u sus pada 1 – 10% kasus dema t i f o id anak .

Penyu l i t i n i b i a sanya t e r j ad i pad a minggu ke - 3 s ak i t , wa l au pe rnah

d i l apo rka n t e r j ad i pada m inggu  pe r t ama . Kompl ika s i d i dahu lu i

dengan penu runan suhu , t ekana n da rah dan   p e n i n g k a t a n f r e k u e n s i

n a d i . P a d a p e r f o r a s i u s u s h a l u s d i t a n d a i o l e h n y e r i abdomen lokal

pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung.

12

Page 13: Laporan Kasus Tifoid Anak

Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,defance

muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain.

Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yangtidak

jelas.

Dilaporkan pada kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian

besar  bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientas i, delirium, obtundasi,

stupor  bahkan koma. Beberapa penulis mengaitkan manifestasi klinis

neuropsikiatriden gan p rogno s i s bu r uk . Pen yak i t neu ro l og i l a i n ada l ah

T rom bos i s s e r ebe ra l , afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal,

neuritis perifer maupun k ra n i a l , men ing i t i s , en s e f a lomie l i t i s , s i nd rom

Gu i l l a i n -B a r r e . Da r i be r baga i  penyakit neurologik yang terjadi, jarang

dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele).

M i o k a r d i t i s d a p a t t i m b u l d e n g a n m a n i f e s t a s i k l i n i s b e r u p a

a r i t m i a ,  perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak

maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai

pada kasus demamt i f o id d i t anda i pen ingka t an kad a r t r an sam ina se yan g

t i d ak menco lok . I k t e ru sdengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase,

maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada

penderita setelahmen ga l ami dem am t i f o id dap a t d ik a i t kan den gan ada nya

ba t u empedu dan fenomena pembawa kuman (karies).

Seb ag i an ka sus dem am t i f o id men ge l ua rkan bak t e r i Sa lmon e l l a

t yp h i melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan

pielonefritisdapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering

dijumpai,s ed angkan g lomer u lo ne f r i t i s yang dapa t be r man i f e s t a s i

s eb aga i gag a l g in j a l mau pun s i nd rom ne f ro t i k mempun ya i p ro gnos i s

bu r uk . Pne umo n ia s eb aga i komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid.

Keadaan ini dapat ditimbulkanoleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali

sebagai akibat infeksi sekunder o l e h kum an l a i n . Pen yu l i t l a i n yang dap a t

d i j umpa i ada l ah t r ombo s i t open i a , koagulasi intrvaskular diseminata,

Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai

akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan

persendian.

R e l a p s y a n g d i d a p a t p a d a 5 - 1 0 % k a s u s d e m a m t i f o i d s a a t

e r a p r e antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam

13

Page 14: Laporan Kasus Tifoid Anak

timbulk e m b a l i d u a m i n g g u s e t e l a h p e n g h e n t i a n a n t i b o i t i k .

N a m u n p e r n a h j u g a dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalsens,

saat pasien tidak demam akan t e t ap i ge j a l a l a i n mas ih j e l a s dan mas ih

da l am pengoba t an an t i b io t i k . Pada umumnya relaps lebih ringan dibandingkan

gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat.

1.8 PENATALAKSANAAN

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan

tirah  b a r i n g , i s o l a s i y a n g m e m a d a i , p e m e n u h a n k e b u t u h a n

c a i r a n , n u t r i s i s e r t a  pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat

harus dirawat dirumah sakitagar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta

nutrisi disamping observasikemungk inan t imbu l penyu l i t dapa t

d i l akukan dengan s eksama . Pengoba t an antibiotik merupakan pengobatan

utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan

keadaan bakteriemia.

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :

Kloramfenikol

Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap

kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai

obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh

Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat

menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh

penderita. Kekurangan k lo r amfen iko l an t a r a l a i n i a l ah r eaks i

h ipe r sens i t i f i t a s , r e aks i t oks ik , g r ey syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat

untuk pengobatan karier.

Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis

yang d i an ju rkan i a l ah 50 – 100 mg /kgBB/ha r i , s e l ama 10 – 14 ha r i .

Un tuk  neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis

tidak  boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari

Tiamfenikol

 Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol karena

susunan kimianya hampir sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya.

14

Page 15: Laporan Kasus Tifoid Anak

Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 – 6 hari. Komplikasi

hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral dianjurkan 50 –

100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari

Kotrimoksasol

Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid

masihkontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan

untuk kasusy a n g r e s i s t e n t e r h a d a p k l o a m f e n i k o l , p e n y e r a p a n d i

u s u s c u k u p b a i k , d a n k e m u n g k i n a n t i m b u l n y a k e k a m b u h a n

p e n g o b a t a n p e n g o b a t a n l e b i h k e c i l dibandingkan kloramfenikol.

Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 –  1 5 % ) , s i n d r o m S t e v e n

J o h n s o n , a g r a n u l o s i t o s i s , t r o m b o s i t o p e n i a , a n e m i a megaloblastik,

hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD.

Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazoldan 6 – 8

mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama

10 – 14 hari

Ampisilin dan Amoksisilin

Merupakan de r i va t Pen i s i l i n yang d igunakan pada pengoba t an

demam t i f o i d , t e r u t a m a p a d a k a s u s y a n g r e s i s t e n t e r h a d a p

K l o r a m f e n i k o l . P e r n a h dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap

Ampisilin di Thailand.

Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkandengan

Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik.

Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%).

Ampi s i l i n mempunya i daya an t i bak t e r i yang s ama dengan

Ampi s i l i n , terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar obat yang

tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%)

dan karier (0 – 5%).

Dosis yang dianjurkan adalah : Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14

hari dan Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Pengoba t an demam

t i fo id yang menggunakan oba t kombinas i t i dak  memberikan keuntungan

yang lebih baik bila diberikan obat tunggal

15

Page 16: Laporan Kasus Tifoid Anak

Seftriakson

Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam2 dosis iv.

Sefotaksim

Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4dosis iv.

Siprofloksasin

Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak

berumur lebih dari 10 tahun.

1.9 PENCEGAHAN

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang

merekakonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC

untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan

sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secaramerata juga dapat mematikan kuman

Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara atau daerah tergantung

pada baik buruknya pengadaan sarana air dan  pengaturan pembuangan sampah

serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat

membantu menekan angka kejadian demam tifoid

Vaksin Demam Tifoid

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam

tifoid,yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen

Vi dariSalmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A,

S.  pa r a typh i B yang d ima t ikan (TAB Vacc ine ) t e l ah pu luhan t ahun

d igunakan dengan cara pemberian suntikan subcutan; namun vaksin ini

hanya memberikandaya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada

tempat suntikanyang cukup s e r i ng . Vaks in yang be r i s i kuman

Sa lmone l l a t yph i h idup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali

dengan interval pemberian selang s eha r i , member i daya pe r l i ndungan 6

t ahun . Vaks in i n i d ibe r i kan pada anak     be rumur d i a t a s 2 t ahun .

16

Page 17: Laporan Kasus Tifoid Anak

Vaks in Ty -21a d ibe r i kan pada anak be rumur d i a t a s 2 tahun. Pada

penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbandingterbalik

dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari

S a l m o n e l l a t y p h i d i b e r i k a n s e c a r a s u n t i k a n

i n t r a m u s k u l a r m e m b e r i k a n  perlindungan 60-70% selama 3 tahun

1.10 PROGNOSIS

P r o g n o s i s d e m a m t i f o i d t e r g a n t u n g k e t e p a t a n t e r a p i , u s i a ,

k e a d a a n ke seha t an s ebe lumnya , dan ada t i daknya kompl ika s i .

D inega ra ma ju , dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <

1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena

keterlambatan diagnosis, perawatan,dan pengobatan. Munculnya komplikasi

seperti perforasi gastrointestinal atau  pe rda rahan heba t , men ing i t i s ,

endoka rd i t i s dan pneumon ia , mengak iba tkan morbiditas dan mortalitas yang

tinggi.Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.

ser.Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko

menjadikarier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier

kronik terjadi pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Laporan Kasus Tifoid Anak

1. Pudjiadi, Antonius dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis –Ikatan Dokter Anak

Indonesia, jilid 1. Hal 33-35. Jakarta. Badan Penerbitan IDAI

2. Campak dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Hal. 180-183.

2009. Jakarta. WHO

3. Depkes, R.I., 2004. Demam Tifoid di Indonesia. http://www.penyakit infeksi . Info

4. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri

Tropis;Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.

5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa

Indonesia:A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.

6. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi

IV;Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007

7. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam

PediatricsUpdate. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003

8. Rampengan . T H : Penyak i t i n f eks i T rop i s pada Anak ; ed i s i 2 .

J aka r t a : EGC 2007

18

Page 19: Laporan Kasus Tifoid Anak

DAFTAR PUSTAKA

Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS, WHO

Ilmu Penyakit Dalam PDSPDI jilid III

Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN DR. Cipto

Manngunkusumo. 2007

Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, Prof. Dr. T. H. Rampengan, Sp. A (K)

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-3. FK UNPAD RS Dr.

Hasan Sadikin Bandung. 2005

19