crs anak (demam tifoid & vsd)

64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 DEMAM TIFOID 1.1.1. Definisi Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi 1 . 1.1.2. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. Sama dengan Salmonella lain, Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif. Salmonella typhi mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Bakteri ini mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Salmonella typhi juga mempunyai makromakuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel yang dinamakan 1

Upload: ike-suryani

Post on 26-Dec-2015

74 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 DEMAM TIFOID

1.1.1.Definisi

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi1.

1.1.2.Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. Sama dengan

Salmonella lain, Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif. Salmonella

typhi mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif

anaerob. Bakteri ini mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari

oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope

antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Salmonella typhi juga mempunyai

makromakuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari

dinding sel yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi dapat memperoleh

plasmid faktor-R yang berikatan dengan resistensi terhadap multiple

antibiotik1.

1

Page 2: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.1.3.Epidemiologi

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

berbagai negara berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di

dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala

dengan spektrum klinisnya sangat luas.

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi)2. Penyakit ini diperkirakan telah

menyebabkan 216.510 kematian di seluruh dunia selama tahun 20003. Insidens

penyakit ini sering dijumpai di negara-negara Asia dan dapat ditularkan

melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Di Indonesia, insidens demam

tifoid banyak (91%) dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun2,4.

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai

natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Samonella typhi dapat

mengeksekresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka

waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh

manusia dapat hidup dalam beberapa minggu apabila berada didalam air, es,

debu atau kotoran yang kering maupun pakaian, akan tetapi bakteri ini hanya

akan dapat hidup kurang pada satu minggu raw sewage, dan mudah dimatikan

dengan klorinasi dan pasteurisasi (temperature 63 C)1.

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan

atau minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau

pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute oral

vekal). Dapat juga terjadi transmisi transplansental dari seorang ibu hamil yang

2

Page 3: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

berada dalam bakterimia pada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oral-

vekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya pada

bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian1.

1.1.4. Patogenesis

Usus kecil bagian atas merupakan tempat invasi yang utama. Monosit

memfagositosis, tetapi tidak membunuh basil pada awal penyakit, dan mereka

membawa organisme dari darah ke kelenjar getah bening mesenterika dan

retikulo-endoteria lain tempat bakteri berproliferasi sehingga menghasilkan

radang pada kelenjar getah bening, hati dan limfa. Septikimia sekunder tersebar

dari tempat ini dan biasanya lama, menginvasi organ organ lain. Kandung

empedu biasanya paling rentan dan terinfeksi dari hati melalui sistem empedu

atau darah. Mikroorganisme yang memperbanyak diri pada kandung empedu

akhirnya dikeluarkan kedalam usus5.

1.1.5 Diagnosis4

A. Anamnesis

1. Demam naik secara bertahap setiap hari mencapai suhu tertinggi

pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus

tinggi

2. Anak sering mengigau, malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala dan

perut, diare atau konstipasi, muntah dan perut kembung

3. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai turunnya kesadaran,

kejang dan ikterus.

3

Page 4: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

B. Pemeriksaan fisik

Gejala klinis bervariasi dari ringan sampai berat dengan

komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak

memiliki lidah tifoid yaitu bagian tengah kotor dan bagian pinggir

hiperemis, meteorismus, hepatomegali, lebih sering dijumpai dari

splenomegali. Kadang kadang terdengar rongki pada pemeriksaan paru.

C. Pemeriksaan penunjang

1. Darah tepi perifer

Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang,

defisiensi Fe atau pendarahan usus

Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/Ul

Limfositosis relatif

Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat

2. Pemeriksaan serologi

Serologi widal: kenaikan titerestipititer O 1 : 200 atau kenaikan

4 kali titer fase akut ke fase konvalesens

Kadar IgM dan IgG (thypi-dot)

3. Pemeriksaan biakan Salmonella

Biakan darah terutama pada minggu 1 – 2 dari perjalanan

penyakit

Biakan susmsum tukang masih positif sampai minggu keempat

4

Page 5: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

4. Pemeriksaan radiologi

Foto thorax, apabila diduga komplikasi pneumonia

Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intra intestinal

seperti perforasi usus atau pendarahan saluran cerna.

1.1.6. Penatalaksanaan3

1.1.6.1. Pengobatan

1. Antibiotik

Kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari, oral atau iv dibagi dalam

4 dosis, selama 10 – 14 hari

Tiamfenikol 30-100mg/kgbb/hari

Amoxicillin 100 mg/kgbb/hr, oral atau iv selama 10 hari

Ampisilin 100mg/kgbb/hari dalam 4 dosis terbagi

Kotrimoksazol 6 mg/kg bb/hari, oral selama 10 hari

Azithromisin 10mg/kgbb/hari

Ceftriaxone 80 mg/kg bb/hari, iv atau im 1 kali sehari

selama 5 hari

Cefixime 10 mg/kg bb/hari, oral dibagi dalam 2 dosis

selama 10 hari

2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan

kesadaran

Dexamethason 1 – 3 mg /kg bb/hari secara iv dibagi dalam

3 dosis hingga kesadaran membaik

5

Page 6: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

3. Bedah

Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus.

4. Demam tifoid berat harus dirawat inap dirumah sakit.

a. Cairan dan kalori

Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila

perlu asupan cairan dan kaloridiberikan melalui sonde

lambung

Pada ensefalopati jumlah kebutuhan cairan dikurangi

menjadi 4/5 kebutuhan dengan kadar natrium rendah

Penuhi kebutuhan volume cairan intravascular dan

jaringan

Pertahankan sirkulasi dengan baik

Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2.

Pelihara keadaan nutrisi

Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit

b. Antipiretik, diberikan apabila demam > 39°C, kecuali dengan

pasien kejang demam dapat diberikan dari awal

c. Diet

Makanan tidak berserat dan mudah dicerna

Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang

lebih padat dengan kalori cukup

d. Transfusi darah, kadang diperlukan pada pendarahan saluran

cerna dan flofurasi usus.

6

Page 7: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.1.6.2. Pemantauan

a. Terapi

Evaluasi demam dengan memonitor suhu. Apabila pada hari

keempat sampai kelima setelah pengobatan demam tidak reda

maka harus segera kembali di evaluasi adakah komplikasi,

infeksi lain, resistensi S. typhi terhadap antibiotik atau

kemungkinan salah menegakkan diagnosis.

b. Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam,

nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai

komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.

1.1.6.3. Pencegahan

Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella

typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan

minuman yang mereka konsumsi. S. typhi dalam air atau makanan akan

mati apabila dipanasi hingga suhu 50°C untuk beberapa menit atau dengan

proses iodinasi atau klorinasi. Penurunan endemisitas suatu negara atau

daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan

pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap

kebersihan pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menemungan angka

kejadian demam tifoid.

7

Page 8: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.2 DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

1.2.1 Definisi

Defek septum ventrikel (DSV) merupakan istilah yang digunakan

untuk menggambarkan satu atau lebih lobang pada dinding yang

memisahkan ventrikel kiri dan kanan jantung. Sebelum seorang bayi

lahir, ventrikel kiri dan kanan pada jantungnya tidak terpisah. Seiring

perkembangan fetus, terbentuklah dinding yang memisahkan kedua

ventrikel ini. DSV merupakan lobang yang tesisa pada dinding pemisah

kedua ventrikel ketika dinding pemisah tidak terbentuk dengan

sempurna6.

1.2.2. Epidemiologi

DSV merupakan jenis Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang paling

sering ditemukan, yaitu 20% dari semua jenis PJB4. Pada sebagian besar

kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa neonatus,

karena pada minggu-minggu pertama bising yang bermakna biasanya

belum terdengar oleh karena resistensi vaskular paru masih tinggi dan

akan menurun setelah 8-10 minggu7.

8

Page 9: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.2.3. Etiologi

Pada sebagian besar kasus penyakit jantung bawaan penyebabnya

tidak diketahui. Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan

penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor yang berpengaruh adalah :

Eksogen: berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X.

Endogen: penyakit genetik dan sindrom tertentu7.

1.2.4. Patofisiologi

Besarnya aliran pirau pada VSD tergantung pada besarnya defek

dan tahanan terhadap aliran darah (seperti tahanan vaskuler paru)8. Makin

rendah tahanan vaskuler paru, makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan.

Pada bayi baru lahir, dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan

vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri

ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat

usia 2-3 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi

penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat, maka aliran pirau dari

kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volum langsung

pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung9. Dengan

asumsi tidak terjadi stenosis pulmonar, seiring berjalannya waktu, aliran

pirau yang besar dapat menyebabkan hipertensi arteri pulmonar,

peningkatan tahanan vaskuler arteri pulmonar, dan hipertropi ventrikel8.

9

Page 10: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.2.5. Manifestasi Klinis

DSV Kecil. Biasanya asimtomatik. Jantung normal atau sedikit

membesar dan tidak ada gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung

biasanya normal, dapat ditemukan bising sistolik dini pendek yang

mungkin didahului early systolic click. Ditemukan pula bising

pansistolik yang biasanya keras disertai getaran bising dengan

pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan

menjalar ke sepanjang sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium.

DSV Sedang. Gejala timbul pada masa bayi berupa sesak napas saat

minum atau memerlukan waktu lebih lama/tidak mampu

menyelesaikan makan dan minum, kenaikan berat badan tidak

memuaskan, dan sering menderita infeksi paru yang lama

sembuhnya. Infeksi paru ini dapat mendahului terjadinya gagal

jantung yang mungkin terjadi pada umur 3 bulan. Bayi tampak kurus

dengan dispnu, takipnu, serta retraksi. Bentuk dada biasanya masih

normal. Pada pasien yang besar, dada mungkin sudah menonjol.

Pada auskultasi terdengar bunyi getaran bising dengan pungtum

maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri yang menjalar ke

seluruh prekordium.

DSV Besar. Gejala dapat timbul pada masa neonatus. Pada minggu I

sampai III dapat terjadi pirau kiri ke kanan yang bermakna dan

sering menimbulkan dispnu. Gagal jantung biasanya timbul setelah

minggu VI, sering didahului infeksi saluran napas bawah. Bayi sesak

10

Page 11: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

napas saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan

oksigen akibat gangguan pernapasan. Gangguan pertumbuhan sangat

nyata. Biasanya bunyi jantung masih normal, dapat didengar bising

pansistolik, dengan atau tanpa getaran bising, melemah pada akhir

sistolik karena terjadi tekanan sistolik yang sama besar pada kedua

ventrikel. Bising mid-diastolik di daerah mitral mungkin terdengar

akibat flow murmur pada fase pengisian cepat.

Pada DSV besar dapat terjadi perubahan hemodinamik dengan

penyakit vaskular paru/sindrom Eisenmenger. Pada fase peralihan

antara pirau kiri ke kanan dan kanan ke kiri, seringkali pasien

tampak lebih aktif, dengan toleransi latihan yang relatif lebih baik

dibanding sebelumnya. Saat terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri,

pasien tampak sianotik dengan keluhan dan gejala yang lebih berat

dibanding sebelumnya. Anak gagal tumbuh, sianotik, dengan jari-jari

tabuh (clubbing fingers). Dada kiri membonjol dengan peningkatan

aktivitas ventrikel kanan yang hebat. Bunyi jantung I normal, akan

tetapi bunyi jantung II mengeras dengan split yang sempit. Bising

yang sebelumnya jelas menjadi berkurang intensitasnya; kontur

bising yang semula pansistolik berubah menjadi ejeksi sistolik. Tak

jarang bising menghilang sama sekali. Hati menjadi teraba besar

akibat bendungan sistemik, namun edema jarang ditemukan7.

11

Page 12: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.2.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan foto toraks

Penilaian EKG

Pemeriksaan ekokardiografi4.

1.2.7. Penatalaksanaan

Anak dengan DSV kecil biasanya asimtomatik dan tidak

memerlukan obat atau tindakan bedah saat awal. Pada anak

asimtomatik, tindakan penutupan dapat dilakukan pada usia 2-4

tahun.

Jika anak dengan DSV sedang atau besar mengalami gagal jantung

simtomatik perlu diberikan obat anti gagal jantung (diuretik,

vasodilator, digoksin). Jika pengobatan medis gagal, maka perlu

dilakukan tindakan penutupan DSV pada usia berapa pun. Bayi

yang berespon terhadap terapi medis dapat dioperasi pada usia 12-

18 bulan. Pada defek besar, meski tanpa gejala, dioperasi pada usia

< 2 tahun jika didapatkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis.

Nutrisi tambahan, seperti formula tinggi kalori, perlu diberikan

sejak awal jika terdapat pirau yang besar, karena kebutuhan

metabolisme meningkat4.

12

Page 13: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

BAB II

ILUSTRASI KASUS

1.1. Anamnesis

1.1.1. Ilustrasi Kasus

Seorang pasien anak laki-laki umur 21 bulan datang ke IGD RSSN tanggal

14 Mei 2014 jam 11.35 WIB, dengan keluhan utama demam terutama pada

malam sejak 3 hari yang lalu hari sebelum masuk rumah sakit, sesak, batuk

berdahak, mual, nafsu makan menurun, tidak ada keluhan muntah, serta BAB dan

BAK normal. Berat badan pasien saat masuk RS adalah 7 kg.

1.1.1. Riwayat Penyakit Sekarang

Demam sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit terutama malam

hari, batuk berdahak, sesak, mual, tapi tidak muntah. Nafsu makan pasien

menurun.BAB / BAK normal.

1.1.2. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien diketahui menderita VSD sejak umur 6 bulan.

Pasien pernah menderita DBD dan dirawat pada Desember 2013,

Pasien juga menderita asma dan bronkopneumonia

1.1.3. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai penyakit VSD ataupun

penyakit jantung lainnya

13

Page 14: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.2. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik di IGD RSSN pada tanggal 14 Mei 2104 :

a. Keadaan Umum : Sedang

b. Tingkat kesadaran : CM

c. Berat Badan : 7 kg

d. Tanda vital

- Suhu : 39°C

- Frekuensi nadi : 120 x / mnt

- Frekuensi nafas : 24 x / menit

e. Pemeriksaan Fisik lainnya

Mata : CA -/- SI -/-

Thorax

Cor : S1S2, regular, gallop (-) murmur (-)

Pulmo : Bronkovesikuler, suaranafas-/-, Mengi+/+

Extermitas: Udema-/- Sianosis -/-

1.1. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap

Gula darah random

1.2. Diagnosa Kerja

Obs. Febris II e.c obs DBD

VSD

14

Page 15: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

1.3. Terapi / Tindakan

Terapi yang diberikan di IGD pada 14 mei 2014

IVFD RL 8gtt/i

Fasidol 4 x 0,8 ml

Cefadroxil syr 2 x ¾ cth

Puye rsesak(Salbutamol) 3 x 0,6 mg (bilasesak)

Puyer batuk(Ambroxol) 3 x 4 mg

Puyer Jantung I (Furosemid) 1 x 7 mg

Puyer Jantung II (Spironolakton)1 x 6,25 mg

15

Page 16: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

BAB III

FOLLOW UP

Hari Perawatan Pertama (14 Mei 2014)

S : Demam 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit terus menerus terutama

malam hari, batuk (+) berdahak, sesak (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan

menurun, BAB dan BAK normal

O : GDR : 70 mg%

Hemoglobin : 11,2 g/dl

Leukosit : 6500/mm

Trombosit : 112.000

Hematokrit : 33,8 vol%

14 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Siang 120 39 24 7

Malam 98 38 54

A : Obs. Febris II e.c obs DBD + VSD

P : Terapi yang diberikan :

IVFD RL 8 gtt/i (infus)

Fasidol drop 4 x 0,8mL (k/p)

Cefadroxil syrup 2 x ¾ cth

Puyer batuk (Ambroxol) 3 x 4 mg

Puyer sesak (Salbutamol) 3 x 0,6 mg (bila sesak)

Puyer jantung I ( Furosemid) 1 x 7 mg

Puyer jantung II (Sprinolakton) 1 x 6,25 mg

16

Page 17: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Hari Perawatan Pertama (15 Mei 2014)

S : Ibu pasien mengatakan pasien demam turun naik, batuk (+), nafsu makan

menurun, sesak (+)

O :

15 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi 130 38 60 7

Siang 134 39 45

Malam 120 39,7 64

A : Obs. Febris II e.c obs DBD + VSD

P : Terapi dilanjutkan.

Hari Rawatan Ketiga (16 Mei 2014)

S : Ibu mengatakan anaknya masih demam terutama pada malam hari dan nafsu

makan masih menurun, batuk (+), sesak (+), pilek (+), ronki (-), wheezing (-)

O : BB : 7 kg

Hemoglobin : 10,4 g/dl

Leukosit : 6900/mm

Trombosit : 121.000

Hematokrit : 31,1 vol%

Widal test :

Salmonella Typhi H : (+) 1/320 Salmonella Typhi O : (+) 1/320

Salmonella Para Typhi AH : (+) 1/320 Salmonella Para Typhi AO : (+) 1/160

Salmonella Para Typhi BH : (+) 1/320 Salmonella Para Typhi BO : (+) 1/160

Salmonella Para Typhi CH : (+) 1/320 Salmonella Para Typhi CO : (+) 1/320

A : Obs. Febris II e.c obs DBD + VSD

P : Terapi dilanjutkan.

17

Page 18: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Hari Rawatan Ketiga (17 Mei 2014)

S : Ibu mengatakan demam anak berkurang, sesak (+)

O : KU : sedang

17 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi 80 37 40 6,9

Siang 112 37,3 46

Malam 98 37,7 36

A : Demam Tifoid + VSD

P : Terapi dilanjutkan dengan perubahan :

Cefadroxil stop diganti dengan Cefixime 2 x 50 mg

IVFD RL AFF diganti dengan IVFD KA-EN IB

Hari Rawatan Keempat (18 Mei 2014)

S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih sesak (+), nafsu makan masih

menurun

O :

18 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi 130 36,8 40 6,9

Siang 126 36,2 38

Malam 36,6

A : Demam Tifoid + VSD

P : Terapi dilanjutkan dengan perubahan

Fasidol drop 4 x 0,8 ml dihentikan

18

Page 19: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Hari Rawatan Kelima (19 Mei 2014)

S : Demam (-)

O : KU : sedang

19 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi - 36,6 - 6,9

Siang 78 36,6 52

Malam 74 37,2 50

A : Demam Tifoid + VSD

P : Terapi dilanjutkan

Hari Rawatan Keenam (20 Mei 2014)

S : Demam (-), Rh (-), Wh (+)

O : KU : sedang

20 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi 77 36 48 6,9

Siang 74 36 54

Malam 98 36,4 56

A : Demam Tifoid + VSD

P : Terapi dilanjutkan.

Hari Rawatan Ketujuh (21 Mei 2014)

S : Demam (-)

O : KU : sedang

21 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi 96 36,5 54 6,919

Page 20: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Siang 95 36,2 53

Malam 100 36,5 52

A : Demam Tifoid + VSD

P : Terapi dilanjutkan.

Hari Rawatan Kedelapan (22 Mei 2014)

S : Tidak ada keluhan dari keluarga pasien

O : KU : sedang

22 Mei

2014

Nadi

(x/menit)

Suhu

(oC)

Pernafasan

(x/menit)

Berat Badan

(Kg)

Pagi 96 36,1 50 6,9

A : Demam Tifoid + VSD

P : ACC pulang dengan obat pulang :

Puyer batuk 3 x 4 mg

Puyer sesak 3 x 0,6 mg

Puyer Jantung I 1 x 7 mg

Puyer Jantung II 1 x 6,25 mg

Cefixime 2 x 50 mg

20

Page 21: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

BAB IV

DISKUSI

Seorang anak laki-laki umur 21 bulan datang ke IGD RSSN tanggal 14

Mei 2014 jam 11.35 WIB, dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu,

terutama pada malam hari sebelum masuk rumah sakit. Nafas tampak sesak, batuk

berdahak, mual, nafsu makan menurun, tidak ada keluhan muntah, serta BAB dan

BAK normal. Berat badan pasien saat masuk RS adalah 7 kg.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Mei 2014

didapatkan hasil sebagai berikut: kadar GDR 70 mg%, kadar hemoglobin 11,2

g/dl, kadar leukosit 6500/mm, kadar trombosit 112.000, dan kadar hematokrit

33,8 vol%. Berdasarkan pemeriksaan klinis yang dilakukan di IGD, pasien

didiagnosa observasi febris III e.c. observasi Demam Berdarah Dengue (DBD)

dan Ventricular Septum Deffect (VSD).

Setelah 2 hari rawatan (tanggal 16 Mei 2014) dilakukan pemeriksaan

ulang laboratorium dan didapatkan hasil: kadar hemoglobin 10,4 g/dl, kadar

leukosit 6900/mm, kadar trombosit 121.000, kadar hematokrit 31,1 vol%. Di

samping itu, juga dilakukan tes Widal dan didapatkan hasil: Salmonella Typhi H

(+) 1/320, Salmonella Typhi O (+) 1/320, Salmonella Para Typhi AH (+) 1/320,

Salmonella Para Typhi AO (+) 1/160, Salmonella Para Typhi BH (+) 1/320,

Salmonella Para Typhi BO (+) 1/160, Salmonella Para Typhi CH (+) 1/320,

Salmonella Para Typhi CO (+) 1/320. Berdasarkan hasil tersebut, pasien

didiagnosa demam tifoid dan VSD.

21

Page 22: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Pasien mendapatkan terapi IVFD RL selama tiga hari (14 hingga 17 Mei

2014), kemudian diganti dengan IVFD KA-EN IB. Pasien juga mendapatkan

Cefadroxil 2 x ¾cth (93,75mg) selama tiga hari (14 hingga 17 Mei 2014) dan

kemudian diganti dengan cefixime 2 x ½ cth (50 mg), fasidol drop 4 x 0,8 mL,

furosemid 1 x 7 mg, spironolakton 1x 6,25 mg, salbutamol 3 x 0,6 mg, dan

ambroxol 3 x 4 mg.

Pada kasus ini pasien diberikan antibiotik cefixime untuk mengatasi

bakteri penyebab demam tifoid. Cefixime merupakan antibiotik golongan

cefalosporin yang bekerja menghambat sintesis mukopeptida di dinding sel

bakteri11. Pasien tidak diberikan kloramfenikol karena hasil pemeriksaan

laboratorium menunjukkan kadar sel darah merah (RBC) pasien 4,44 x 106/μL,

yakni dibawah nilai normal (4,7-6,1 x 106/μL). Kloramfenikol merupakan

antibiotik yang bekerja dengan cara mengganggu atau menghambat sintesis

protein mikroba yang terbukti efektif terhadap bakteri penyebab deman tifoid.

Namun, kloramfenikol dapat menyebabkan depresi sumsum tulang yang

mengarah ke anemia aplastik ataupun kelainan darah lainnya10.

Pasien juga mendapatkan terapi suportif berupa pemberian fasidol drop 4 x

0,8 ml (80 mg) sebagai antipiretik dalam penatalaksanaan demam tifoid. Fasidol

drop ini diberikan bila pasien demam. Pemberian cefixime dan paracetamol dalam

penatalaksanaan demam tifoid dipandang sudah tepat dan efektif.

Ventricular Septal Defect (VSD) yang dialami pasien diterapi dengan

kombinasi diuretik furosemid dengan spironolakton. Furosemid merupakan

diuretik yang paling banyak digunakan, murah, serta efektif. Namun furosemid

22

Page 23: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

dapat menyebabkan ekskresi kalium bertambah, sehingga pada dosis besar atau

pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium. Kombinasi antara furosemid

dan spironolakton bersifat aditif, yakni menambah efek diuresis. Spironolakton

bersifat menahan kalium, sehingga pemberian kalium tidak lagi diperlukan.

Kombinasi kedua obat ini dipandang sudah tepat.

Dosis pemberian spironolakton pada kasus ini tidak adekuat, karena dosis

lazim spironolakton untuk pasien VSD adalah 1-2 mg/kgBB/hari, sementara dosis

yang diberikan 6,25 mg/hari. Seharusnya pasien mendapatkan terapi

spironolakton dengan dosis 7-14 mg/hari.

Selain dari kedua penyakit utama di atas, pasien juga mengeluhkan batuk

berdahak dan sesak nafas. Ambroxol diberikan sebagai mukolitik untuk mengatasi

batuk berdahak pasien. Pada kasus ini, pemberian ambroxol sedikit melebihi dosis

lazim. Dosis lazim ambroxol adalah 1,2-1,6 mg/kgBB/hari, sementara dosis yang

diberikan 12 mg/hari. Seharusnya dosis yang diterima pasien dengan berat badan

7 kg adalah 8,4-11,2 mg/hari.

Pada kasus ini ditemukan beberapa potensi interaksi antar obat. Pertama,

terdapat potensi interaksi antara furosemid dengan salbutamol yang dapat

menambah efek hipokalemia10. Kedua, pada kasus ini juga terdapat potensi

interaksi antara spironolakton dengan KCl yang ditambahkan pada IVFD KA-EN

IB. Interaksi ini berpotensi meningkatkan efek hiperkalemia. Namun demikian,

kedua interaksi di atas dipandang tidak membahayakan pasien karena efek yang

ditimbulkan oleh interaksi furosemid dengan salbutamol (hipokalemia) dapat

ditutupi dengan pemberian spironolakton dan KCl (hiperkalemia).

23

Page 24: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Ketiga, terdapat interaksi sinergis antara spironolakton dengan furosemid

yang menambah efek diuresis. Interaksi ini juga dapat menyebabkan hiponatremia

serta meningkatkan resiko hipotensi. Spironolakton dan fursemid merupakan obat

diuretik yang dapat meningkatkan pengeluaran air dan natrium. Furosemid

bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada tubulus

proksimal dan distal dan lengkung Henle sedangkan spironolakton bekerja

menghambat aldosteron dalam tubulus distal yang mengakibatkan terjadinya

peningkatan ekskresi natrium dan air dan penurunan ekskresi kalium10.

24

Page 25: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

BAB V

KESIMPULAN

Setelah dilkakukan analisa masalah terkait obat didapatkan kesimpulan

bahwa pada kasus ini:

Korelasi antara terapi obat dengan penyakit sudah tepat.

Pemilihan obat yang diberikan telah sesuai

Terdapat permasalahan pada dosis spironolakton yang diberikan.

Tidak terdapat duplikasi terapi

Pasien tidak mengalami alergi terhadap obat yang diberikan

Tidak ada gejala/permasalahan medis yang timbul akibat obat yang

dibeerikan

Terdapat beberapa potensi interaksi antar obat.

25

Page 26: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

BAB VI

EDUKASI PASIEN

1. Cefixime merupakan antibiotik sebagai terapi untuk demam tifoid, diminum

2x1/2 cth (50mg) pada jam 8 pagi hari dan pada jam 8 malam hari, setelah

makan. Obat ini harus dihabiskan penggunaannya.

2. Furosemid dan spironolakton merupakan diuretik sebagai terapi untuk

penyakit VSD pasien, diminum masing-masing 1x1 bungkus pada pagi hari

setelah makan. Obat ini akan menyebabkan pasien akan sering berkemih.

Tidak perlu khawatir karena itu menandakan obat bekerja dengan baik.

3. Salbutamol merupakan obat asma. Diminum 3x1 bungkus (0,6 mg) pada pagi,

siang, dan malam hari, setelah makan.

4. Ambroxol merupakan mukolitik atau obat batuk berdahak bagi pasien.

Diminum 3x1 bungkus (4 mg) pada pagi, siang dan malam hari, setelah

makan.

5. Pasien sebaiknya tidak makan makanan pedas, asam dan pasien juga belum

boleh banyak beraktivitas (hindari capek).

6. Pasien dianjurkan banyak beristirahat.

7. Usahakan keluarga pasien dapat menghindari faktor pemicu yang dapat

menyebabkan asma pasien kambuh.

8. Apabila pasien lupa meminum obat dan baru teringat saat hampir atau pada

saat jam minum obat berikutnya, jangan menggandakan obat untuk diminum.

Cukup minum obat hanya untuk jam saat itu.

26

Page 27: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (edisi2). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2. Nelwan, RHH. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. CDK, 39, 4, 247-250.

3. Crump, J.A., Luby, S.P., Mintz, E.D. 2004. The Global Burden of Typhoid Fever. Bulletin of The WHO, 82, 346-353.

4. Pudjiadi, A.H (Ed). 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

5. Behrman, R.E, Kliegman, R.M. 2010. Nelson Essensi Pediatri (edisi 4). Jakarta: EGC.

6. Schumacher, K.R. 2011. Ventricular Septal Defect. http://www.nlm.nih.gov. Diakses hari Rabu tanggal 21 Mei 2014.

7. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W.I., Setiowulan, W (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran (edisi 3). Jakarta: FKUI.

8. Baffa, J.M. 2014. Merck Manual for Health Care Professionals: Ventricular Septal Defect (VSD). http://www.merckmanuals.com. Diakses hari Selasa tanggal 27 Mei 2014.

9. Roebiono, P.S. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. http://staff.ui.ac.id/system/files/users/poppy.roebiono/material/diagnosisdantatalaksanapjb-2.pdf. Diakses hari Rabu tanggal 21 Mei 2014.

10. American Society of Health-System Pharmacist. 2011. AHFS Drug Information Essential. Bethesda: ASHP.

11. Tatro, D.S. 2003. A to Z Drug Facts. San Fransisco: Ovid.

27

Page 28: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Lampiran 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

No Pemeriksaan Normal Tanggal

14 Mei 2014

1. Guladarah

Random <100 mg% 70 mg%

Nuchter 75-115 mg%

2 jam PP < 150 mg%

2. Ureum 20-40 mg%

3. Kreatinin 0,6-1,1 mg%

4. Total protein 6 – 8 mg%

Albumin 3,5-5,2 mg%

Globulin 1,5-2,5 mg%

5. Uric acid 3 – 6 mg%

6. SGOT P : <37 U/L

L : <31 U/L

7. SGPT P : <42 U/L

L : <32 U/L

8. Alkali Fosfatate 35-117 U/L

9. Total Billirubin 0,3-1 mg%

Direct 0,0-0,4 mg%

Indirect 0,0-0,6 mg%

10. HBSaG

11. Anti HBS

28

Page 29: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Pemeriksaan Hematologi

PARAMETER NORMAL TANGGAL

14 Mei 2014 16 Mei 2014

WBC 4,8-10,8 [103/uL] 6,5 6,9

RBC L : 4,7-6,1[103/uL]

P : 4,2-5,4 [103/uL]

4,01

HGB L : 14-18 [g/dL]

P : 12-16 [g/dL]

11,2 10,4

HCT L : 42-52 [%]

P : 37-47 [%]

33,8 31,1

MCV 79-99 [fL] 77,6

MCH 27-31 [pg] 25,9

MCHC 33-37 [g/dL] 33,4

PLT 150-450 [103/uL] 112 121

RDW-CV 11,5-14,5% 14,3

PDW 9-13 [fL] 15,4

MPV 7,2-11,1 [fL] 10,5

P-LCR 15-25 [%] 30,3

DIFFERENTIAL

NEUT# 1,8-8 [103/uL] 3,2

LYMPH# 0,9-5,2 [103/uL] 3,1

NEUT% 50-70 [%] 45,2

LYMPH% 25-40 [%] 45,5

29

Page 30: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Pemeriksaan Serologi/Imunologi

Widal Test (16 mei 2014)

Salmonella Thypii H (+) 1/320 Salmonella Thypii O (+) 1/320

Salmonella Para Typii AH (+) 1/320 Salmonella Para Typii AO (+) 1/160

Salmonella Para Typii BH (+) 1/320 Salmonella Para Typii BO (+) 1/160

Salmonella Para Typii CH (+) 1/320 Salmonella Para Typii CO (+) 1/320

30

Page 31: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Lampiran 2.Tanda - Tanda Vital

14 Mei 2014

Nadi (x/menit)

Suhu (oC)

Pernafasan (x/menit)

Berat Badan (Kg)

Siang 120 39 24 7Malam 98 38 54

15 Mei 2014Pagi 130 38 60 7Siang 134 39 45Malam 120 39,7 64

16 Mei 2014Pagi 80 37 40 6,9Siang 112 37,3 46Malam 98 37,7 36

17 Mei 2014Pagi 130 36,8 40 6,9Siang 126 36,2 38Malam 36,6

18 Mei 2014Pagi 36,6 6,9Siang 78 36,6 52Malam 74 50 37,2

19 Mei 2014Pagi 77 48 36 6,9Siang 74 36 54Malam 98 36,4 56

20 Mei 2014Pagi 96 36,5 54 6,9Siang 95 36,2 53Malam 100 36,5 52

21 Mei 2014Pagi 96 36,1 50 6,9

31

Page 32: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Lampiran 3: Data Obat

1. Fasidol

Komposisi Paracetamol 60 mg/0,6 ml

Indikasi Antipiretik dan analgetik

Dosis 10-15 mg/kgBB/ dosis

Kontra Indikasi Hipersensitif terhadapp obat ini

Efek Samping Kerusakan hati, mual, muntah

Pemberian obat Sesudah makan

Interaksi Obat Antikonvulasan, anti koagulan oral, isoniazid,

fenotiazin

2. Puyer Jantung I

Komposisi Furosemid 7 mg

Indikasi Edema dan hipertensi

Dosis 1,2-1,6 mg/kgBB/hari. Max : 6mg/kgBB/hari

Kontra Indikasi Anuria, hipersentisivitas

Efek Samping Hipotensi ortostatik, bingung,

ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemi,

hiponatremi, hipokloremia), fotosensitivitas

Pemberian obat Setelah makan (pagi hari)

Interaksi Obat Antikonvulsan, antidiabetes, antihipertensi,

barbiturat, glikosida jantung (digoksin),

kloralhidrat, indometasin, litium, norepinefrin,

salisilat, sukralfat

32

Page 33: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

3. Puyer Jantung II

Komposisi Spironolakton 6,25 mg

Indikasi Edema, hipertensi, CHF, aldosteronisme

primer, hipokalemia

Dosis

Kontra Indikasi Anuria, gangguan ginjal berat, hiperkalemia,

hipersensitivitas

Efek Samping Hiperkalemia, hiponatermia, anoreksia,

muntah, diare, nyeri perut, gastritis, perdarahan

lambung, sakit kepala, demam, rush, vaskulitis.

Pemberian obat

Interaksi Obat ACE Inhibitor, antihipertensi, barbiturat,

kortikosterioid, digoksin, diuretik, litium,

NSAID, suplemen makanan dan atau makanan

yang mengandung kalium, vasopresor

(norepinefrin)

4. Cefadroxil

Indikasi Faringitis dan tonsilitis, infeksi kulit, infeksi

saluran kemih, pencegahan endokarditis

Dosis

Kontra Indikasi Hipersensitivitas

Efek Samping Dispepsia, mual, muntah

Pemberian obat

Interaksi Obat

33

Page 34: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

5. Cefixime

Indikasi Infeksi saluran pernafasan, otitis media akut,

faringitis dan tonsilitis, infeksi saluran kemih,

gonorrhea, infeksi salmonella dan shigella

Dosis 10-15mg/kgBB/hari

Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap cefixime atau

cefalosporin lainnya

Efek Samping Gangguan saluran pencernaan ( diare, nyeri

perut, mual, muntah, dispepsia, flatulen)

Pemberian Obat Setelah makan

Interaksi Obat Antikoagulan oral, karbamazepin, nifedipin,

probenesid, salisilat, tes glukosa dan tes keton

6. Puyer Sesak

Komposisi Salbutamol 0,6 mg

Indikasi Bronkospsme pada semua jenis asma bronkial,

bronkitis kronik dan emfisema

Dosis 0,05-0,1 mg/kgBB/hari

Kontra Indikasi Hipersensitifitas

Efek Samping Sakit kepala, palpitasi, takikardia, tremor halus

otot rangka

Pemberian obat Pada saat perut kosong

Interaksi Obat MAOI, penyekat beta selektif dan non selektif.

34

Page 35: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

7. Puyer Batuk

Komposisi Ambroxol 4 mg

Indikasi Terapi sekretolitik pada penyakit

bronkopumonal akut dan kronik yang

berhubungan dengan sekresi mukus abnormal,

dan gangguan transportasi mukus

Dosis 1,2 – 1,6 mg/kgBB/hari

Kontra Indikasi Hipersensitifitas

Efek Samping Gangguan GI ringan, reaksi alergi

Pemberian obat Berikan setelah makan

Interaksi Obat Amoksisilin, doksisiklin, eritromisin

35

Page 36: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Lampiran 4. Pemberian Obat Bersamaan

NO Nama Obat Dosis Frek RuteTANGGAL

14 Mei 2014 15 Mei 2014 16 Mei 2014 17 Mei 2014 18 Mei 2014

1 IVFD RL iv STOP

2 Fasidol 0,8 ml 4x1 po 12 18 22 8 12 18 22 8 12 18 22 8 12 18 22 STOP

3 Cefadroxil syr 2x3/4 cth po 18 8 18 8 18 8 STOP

4Puyer batuk (Ambroxol) 4 mg 3x1 po

18 8 12 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18

5Puyer sesak (Salbutamol) 0,6 mg 3x1 po

8 12 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18

6Puyer jantung I (Furosemid) 7 mg 1x1 po

8 8 8 8 8

7Puyer jantung II (Spironolakton) 6,25 g 1x1 po

8 8 8 8 8

8 IVFD KA-EN IB iv

9 Cefixime 50mg 2x ½ cth po 18 8 18

36

Page 37: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Lampiran 4. Pemberian Obat Bersamaan (Lanjutan)

NO Nama Obat Dosis Frek RuteTANGGAL

19 Mei 2014 20 Mei 2014 21Mei 2014

1

Puyer batuk

(Ambroxol) 4 mg 3x1 po8 12 18 8 12 18 8 12 18

2

Puyer sesak

(Salbutamol) 0,6 mg 3x1 po8 12 18 8 12 18 8 12 18

3

Puyer jantung I

(Furosemid) 7 mg 1x1 po8 8 8

4

Puyer jantung II

(Spironolakton)

6, 25

mg 1x1 po8 8 8

5 IVFD KA-EN IB iv

6 Cefixime 50mg 2x ½ cth po 8 18 8 18 8 18

37

Page 38: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

Lampiran 5. Tabel Analisa DRPs

NO

JENIS PERMASAALAHAN

ANALISA MASALAH

PERMASALAHAN YANG TERKAIT DENGAN OBAT

KOMENTAR /REKOMENDASI

1Korelasi antara terapi obat-dengan penyakit

1. Adakah obat tanpa indikasi medis?

2. Adakah pengobatan yang tidak dikenal?

3. Adakah kondisi klinis yang tidak diterapi? dan apakah kondisi tersebut membutuhkan terapi obat ?

Tidak ada permasaalahan.

Tidak ada obat tanpa indikasi klinis dan semua kondisi klinis diterapi.

2 Pemilihan obat yang sesuai

1. Bagaimana pemilihan obat? Apakah sudah efektif dan merupakan obat terpilih pada kasus ini?

2. Apakah pemilihan obat tersebut relative aman?

3. Apakah terapi obat dapat ditoleransi oleh pasien?

Tidak ada permasaalahan.

Pada kasus ini pemilihan obat sudah efektif, relatif aman, dan dapat ditorensi oleh pasien.

3 Regimen dosis 1. Apakah dosis, frekwensi dan cara pemberian

Ada permasaalahan. Dosis pemberian spironolakton pada kasus ini tidak adekuat, karena dosis

38

Page 39: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

sudah mempertimbangkan efektifitas keamanan dan kenyamanan serta sesuai dengan kondisi pasien?

2. Apakah jadwal pemberian dosis bisa memasikmalkan efek terapi, kepatuhan , meminimaIkan efek samping,interaksi obat, dan regimen yang komplek?

3. Apakah lama terapi sesuai dengan indikasi ?

lazim spironolakton untuk pasien VSD adalah 1-2mg/kgBB/hari. Seharusnya pasien mendapatkan dosis spironolakton 7-14mg/hari.

Dosis pemberian ambroxol pada kasus ini sedikit melebihi dosis lazim. Dosis lazim ambroxol 1,2-1,6mg/kgBB/hari, seharusnya dosis yang diterima pasien 8,4-11,2mg/hari.

4 Duplikasi terapi 1. Apakah ada duplikasi terapi

Tidak ada permasaalahan.

Dalam kasus ini tidak terdapat duplikasi terapi.

5 Alergi obat atau intoleran

1. Apakah pasien alergi atau intoleran terhadap salah satu obat (atau bahan kimia yang berhubungan dengan pengobatanya)?

2. Apakah pasien telah tahu yang harus dilakukan jika terjadi alergi serius?

Tidak ada permasaalahan.

Pasien tidak alergi terhadap obat yang diberikan

39

Page 40: Crs Anak (Demam Tifoid & Vsd)

6 Efek merugikan obat 1. Apakah ada gejala / permasaalahan medis yang diinduksi obat?

Tidak ada permasaalahan.

Tidak ada permasalahan terhadap efek yang merugikan terhadap obat

7 Interaksi dan Kontraindikasi

1. Apakah ada interaksi obat dengan obat? Apakah signifikan secara kilnik?

2. Apakah ada interaksi obat dengan makanan? Apakah bermakna secara klinis?

3. Apakah ada interaksi obat dengan data laboratorium? Apakah ber-makna secara klinis?

4. Apakah ada pemberian obat yang kontra indikasi dengan keaadaan pasien?

Ada permasaalahan. Pada kasus ini terdapat potensi interaksi antara furosemid dengan salbutamol, sehingga dapat menambah efek hipokalemia.

Terdapa tinteraksi yang sinergis antara spironolakton dengan furosemid, sehingga menambah efek diuresis dan dapat juga menyebabkan hiponatremia, serta hipotensi.

Pada kasus ini terdapat potensi interaksi antara spironolakton dengan IVFD KA-EN IB (terdapat kandungan KCl), sehingga dapat menambah efek hiperkalemia.

Pemberian NSAID dapat mengurangi efek dari diuretik.

40