tifoid anak

29
Sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk RSUD. Waled, pasien panas badan mendadak tinggi pada siang hari tanpa disertai dengan nyeri kepala, nyeri sendi, mual

Upload: ferry-effendi

Post on 23-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ferry

TRANSCRIPT

Sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk RSUD. Waled, pasien panas badan

mendadak tinggi pada siang hari tanpa disertai dengan nyeri kepala, nyeri sendi,

mual dan muntah karena keluhan tersebut pasien dibawa langsung ke praktik

dokter umum dan kemudian diberikan obat penurun panas dan panasnya pun

menurun. Sehari kemudian pasien panas badan yang sama tinggi pada pagi dan

siang hari yang disertai dengan muntah yang berupa air kurang lebih ¼ aqua

gelas, nyeri perut di ulu hati, kemudian dibawa ke tempat praktik dokter umum

lagi dan kemudian diberikan obat suntik dipantat. Panas badan pun menurun dan

keadaan pun membaik.

Sehari sebelum masuk RSUD. Waled, pasien panas badan mendadak

tinggi lagi yang disertai dengan mual dan kemudian muntah yang berupa air

kurang lebih ¼ aqua gelas yang bercampur dengan sedikit darah, dada terasa

panas yang disertai batuk tanpa adanya sesak nafas, nyeri perut di ulu hati, tanpa

disertai dengan nyeri kepala dan nyeri sendi dengan keluhan tersebut pasien

langsung dibawa ke Puskesmas setempat. Karena penanganan tidak bisa

dilakukan di Puskesmas, kamudian pasien di rujuk ke RSUD. Waled. Selang

beberapa menit setelah masuk ke IGD umum RSUD. Waled, pasien mengeluarkan

darah sedikit melalui hidung. Sejak 3 hari yang lalu nafsu makan menurun dan

bila makan sangat sedikit, minum baik, belum BAB dan BAK jarang.

Dahulu pasien tidak pernah seperti ini, tidak pernah dirawat di Rumah

Sakit.

Di keluarga tidak ada yang seperti ini, tetangga, dan teman-teman bermain

dilingkungan rumah atau di sekolah tidak ada yang seperti ini juga.

Di sekitar lingkungan rumah tidak ada genangan air, tapi banyak nyamuk

didalam rumah.

Riwayat imunisasi yang pernah diberikan adalah polio 1 kali saat usia 6

bulan saja, yang lainnya tidak pernah diberikan hingga usia sekrang.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemas

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital : S = 37,8 0C N = 100 x/menit

RR = 20 x/menit TD = 110/90 mmHg

Status Gizi

BB = 57 kg TB = 135 cm `

BMI/U= overwaight

Kepala

Bentuk : simetris

Rambut : Bersih, tidak rontok, warna hitam

Kulit : Lembab

Mata

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Telinga : bentuk normal kanan kiri simetris, tidak ada lesi,

benjolan, terdapat

sedikit serumen

Hidung

Bentuk : tidak ada deviasi, simetris

Sekret : tidak ada darah, sedikit kotoran hidung

Mulut

Bibir : Basah, warna merah muda

Lidah : Tengah kotor, tepi hiperemis, tidak tremor

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Thorak

Pulmo : Tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor, wheezing

tidak ada,

ronkhi tidak ada, stridor tidak ada, retraksi tidak

ada

Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 murni regular, tidak ada

murmur,

gallop tidak ada

Abdomen : Bentuk datar dan simetris, nyeri tekan di kuadran

kanan

atas, bising usus normal, tidak ada pembesaran

organ, shifting dullness test negatif (-)

Ekstremitas Atas : akral hangat, tidak ada udema

Ekstremitas Bawah : akral hangat, tidak ada udema

Rumple Leed Test : Petechiae negative (-)

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin _29-12-2013

Hemoglobin : 14,5 gr% Basofil : 0 %

Leukosit : 3.700 /mm3 Eosinofil : 0 %

Trombosit : 88.000 /mm3 Netrofil Batang : 1 %

Eritrosit : 6,4 /mm3 Netrofil Segmen : 50 %

Hematokrit : 44 % Limfosit : 25 %

Monosit : 24 %

Darah Rutin _30-12-2013

Hemoglobin : 16,3 gr% Basofil : 4 %

Leukosit : 5.800 /mm3 Eosinofil : 0 %

Trombosit : 26.000 /mm3 Netrofil Batang : 2 %

Eritrosit : 7,0 /mm3 Netrofil Segme : 24 %

Hematokrit : 48 % Limfosit : 45 %

Monosit : 25 %

Serologi

IgG : Positif (+)

IgM : Positif (+)

Diagnosis Banding : Demam Dengue + ISPA

Demam Chikungunyah + ISPA

Diagnosis Kerja : Demam Dengue + ISPA

Penatalaksanaan

1. Infus RL 11 tetes macro/menit

2. Paracetamol 3 x 200 mg/hari diberikan jika demam

3. Antasid 3 x 200 mg/hari

4. Ambroxol sirup 3 x 1 ½ cth/hari

Edukasi :

1. Istirahat total

2. Perbanyak makan sayur, buah

3. Minum jus, susu, air putih

4. Buat suasana lingkungan yang bersih

5. 3 M Plus :

1) Menguras serta menyikat bak mandi

2) Menutup tampungan air

3) Mengubur barang-barang bekas

Plus :

1) Fisik : memasang kawat kassa pada kisi-kisi jendela, pakai kelambu,

tidak menggantung pakaian sembarangan

2) Biologi : Memelihara ikan pemakan jentik

3) Kimia : Menaburkan abate pada tempat yang sering fikuras

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD

I. Pendahuluan

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalahpenyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini,infeksi virus

Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Indonesia dimasukkan

dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD olehWorld Health Organization

(WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginyaangka perawatan rumah sakit

dan kematian akibat DBD, khususnyapada anak.1-3 Data Departemen

Kesehatan RI menunjukkan padatahun 2006 (dibandingkan tahun 2005)

terdapat peningkatan jumlahpenduduk, provinsi dan kecamatan yang

terjangkit penyakit ini, dengancase fatality rate sebesar 1,01% (2007).4-5

Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatandan

penyebaran kasus DBD, antara lain:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,

2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,

3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah

endemis,dan

4. Peningkatan sarana transportasi.4

Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut

(terutamakontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di

sampingpemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan

tujuanmenurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampaisaat

ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utamadalam terapi

DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.6 Dengan

memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaranklinis dan pemeriksaan

laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapatdilakukan secara efektif dan

efisien.

II. Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut

yangdisebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk

DBD.7 DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi

virusdengue.

Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus Dengue8

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai

berikut(gambar 1):5

1. Demam tidak terdiferensiasi

2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama2-

7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyerikepala,

nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasiperdarahan

[petekie atau uji bendung positif], leukopenia) danpemeriksaan

serologi dengue positif atau ditemukan pasien yangsudah dikonfirmasi

menderita demam dengue/ DBD pada lokasidan waktu yang sama.

3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

III. Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis

infeksidengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous

infectiontheory) dan hipotesis immune enhancement.

Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder9

Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh

Suvatte,1977 (gambar 2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus

dengueyang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan

terpicu,menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan

menghasilkantiter tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,

proliferasilimfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus

dengue.Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi

yangselanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan

C5amenyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darahdan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti

denganpeningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan

terdapatnyacairan dalam rongga serosa.9,10Hipotesis immune enhancement

menjelaskan menyatakan secaratidak langsung bahwa mereka yang

terkena infeksi kedua oleh virusheterolog mempunyai risiko berat yang

lebih besar untuk menderitaDBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada

akan mengenali viruslain kemudian membentuk kompleks antigen-

antibodi yang berikatandengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama

makrofag. Sebagaitanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator

vasoaktif yangkemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah,sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

syok.9,10

IV. Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila

semuahal ini terpenuhi:2,5,9

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending

positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;

hematemesisdan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuaiumur

dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi

cairan,dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,

hipoproteinemia,hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,5,9

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasiperdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit

danperdaran lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan

lemah,tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau

hipotensi,sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab,

tampakgelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidakterukur.

Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997)5

V. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar

hematokrit,jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat

adanyalimfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak harike

3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak

timbulnyademam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke3

demam.5Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau

kecurigaanterjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan

hemostasis(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan

lainyang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/

kreatinin.Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostic

melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau

biologimolekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagaibaku

emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkantenaga

laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari1–2 minggu), serta biaya

yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasanini, seringkali yang dipilih adalah

metode diagnosis molekuler dengandeteksi materi genetik virus melalui

pemeriksaan reverse transcriptionpolymerasechain reaction (RT-PCR).

Pemeriksaan RT-PCR memberikanhasil yang lebih sensitif dan lebih cepat

bila dibandingkan dengan isolasivirus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal

serta mudah mengalamikontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil

positifsemu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah

pemeriksaanserologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti

dengue.Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,

meningkatsampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada

infeksiprimer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada

infeksisekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.11

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembangadalah

pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigennonstructural protein

1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaansel yang terinfeksi virus

Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa

lama antigen NS1dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaanmencatat

dengan metode ELISA, antigen NS1 dapatterdeteksi dalam kadar tinggi sejak

hari pertama sampaihari ke 12 demam pada infeksi primer Dengueatau sampai

hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.Pemeriksaan antigen NS1 dengan

metode ELISA jugadikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yangtinggi

(88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulantersebut, WHO

menyebutkan pemeriksaandeteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik

untukpelayanan primer.11Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak

danlateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihatada tidaknya efusi

pleura, terutama pada hemitorakskanan dan pada keadaan perembesan

plasmahebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks.Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi denganUSG.5,9

VI. Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportifdan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untukmengganti kehilangan cairan akibat

kebocoranplasma dan memberikan terapi substitusi komponendarah bilamana

diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu

dilakukan adalahpemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.Proses

kebocoran plasma dan terjadinya trombositopeniapada umumnya terjadi antara

hari ke 4 hingga6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proseskebocoran

plasma akan berkurang dan cairan akankembali dari ruang interstitial ke

intravaskular. Terapicairan pada kondisi tersebut secara bertahapdikurangi.

Selain pemantauan untuk menilai apakahpemberian cairan sudah cukup atau

kurang, pemantauanterhadap kemungkinan terjadinya kelebihancairan serta

terjadinya efusi pleura ataupun asitesyang masif perlu selalu

diwaspadai.Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputitirah baring (pada

trombositopenia yang berat)dan pemberian makanan dengan kandung-an

giziyang cukup, lunak dan tidak mengandung zat ataubumbu yang mengiritasi

saluaran cerna. Sebagai terapisimptomatis, dapat diberikan antipiretik

berupaparasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasikeluhan dispepsia.

Pemberian aspirin ataupun obatantiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari

karenaberisiko terjadinya perdarahan pada saluran cernabagaian atas

(lambung/duodenum).

Protokol pemberian cairan sebagai komponenutama penatalaksanaan DBD

dewasa mengikuti 5 protokol,mengacu pada protokol WHO. Protokol ini

terbagidalam 5 kategori, sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar4).

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat (gambar 5).

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20% (gambar 6).

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBDdewasa

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa(gambar 7).

Gambar 4. Penanganan tersangka DBD tanpa syok5

Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat5

Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%5

Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa5

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi

cairankhususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue:

pertamaadalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan

yang akan diberikan. Karenatujuan terapi cairan adalahuntuk mengganti

kehilangancairan di ruang intravaskular,pada dasarnya baik

kristaloid(ringer laktat, ringer asetat,cairan salin) maupun koloiddapat

diberikan. WHO menganjurkanterapi kristaloidsebagai cairan standar

padaterapi DBD karena dibandingkandengan koloid, kristaloidlebih

mudah didapat dan lebihmurah. Jenis cairan yang idealyang sebenarnya

dibutuhkandalam penatalaksanaan antaralain memiliki sifat bertahanlama

di intravaskular, amandan relatif mudah diekskresi,tidak mengganggu

sistem koagulasitubuh, dan memiliki efekalergi yang minimal.1-3

Secara umum, penggunaankristaloid dalam tatalaksanaDBD aman

dan efektif.Beberapa efek sampingyang dilaporkan terkait

denganpenggunaan kristaloidadalah edema, asidosis laktat,instabilitas

hemodinamik danhemokonsentrasi.12,13 Kristaloidmemiliki waktu

bertahanyang singkat di dalam pembuluhdarah. Pemberian larutanRL

secara bolus (20 ml/kgBB) akan menyebabkan efekpenambahan volume

vascular hanya dalam waktu yang singkatsebelum didistribusikanke

seluruh kompartemen interstisial(ekstravaskular) denganperbandingan 1:3,

sehinggadari 20 ml bolus tersebutdalam waktu satu jam hanya5 ml yang

tetap berada dalamruang intravaskular dan 15ml masuk ke dalam ruang

interstisial.14Namun demikian,dalam aplikasinya terdapatbeberapa

keuntungan penggunaankristaloid antara lainmudah tersedia dengan

hargaterjangkau, komposisi yangmenyerupai komposisi plasma,mudah

disimpan dalamtemperatur ruang, dan bebasdari kemungkinan reaksi

anafilaktik.15,16

Dibandingkan cairankristaloid, cairan koloid memilikibeberapa

keunggulan yaitu:pada jumlah volume yang sama akan didapatkan

ekspansi volumeplasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan

untuk waktulebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini,

diharapkankoloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan

hemodinamikterjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin

didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis,

koagulopati, danbiaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid

terbukti memilikiefek samping koagulopati dan alergi yang rendah

(contoh: hetastarch).15,16 Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid

padasindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan

parameterstabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan,

memberikanhasil sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah

penelitian lainyang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid

pada penderitadewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah

selesaidilakukan, dan dalam proses publikasi.Jumlah cairan yang diberikan

sangat bergantung dari banyaknyakebocoran plasma yang terjadi serta

seberapa jauh proses tersebutmasih akan berlangsung. Pada kondisi DBD

derajat 1 dan 2, cairandiberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance)

dan untuk mengganticairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis,

kebutuhan rumatanpada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah

sebanyakkurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran

plasmayang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-

3000ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD

denganhemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam.

Namundemikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk

menilaiapakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah

jumlahcairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.

Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis

pasien,stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi

hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara

bolusatau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah

hemodinamikstabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi

hinggakondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7).

Padakondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat,

namunkondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar

hemoglobindan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan

terjadinyaperdarahan internal.

VII. Kesimpulan

Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah

kesehatandi Indonesia. Dengan mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis

klinisdapat segera ditentukan. Di samping modalitas diagnosis standar

untukmenilai infeksi virus Dengue, antigen nonstructural protein 1

(NS1)Dengue, sedang dikembangkan dan memberikan prospek yang

baikuntuk diagnosis yang lebih dini.

Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi

kehilangancairan akibat kebocoran plasma. Dalam terapi cairan,

halterpenting yang perlu diperhatikan adalah: jenis cairan, jumlah

sertakecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratories

untuk menilai respon kecukupan cairan.

Daftar Pustaka

1. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ

2002;324:1563-6

2. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue

haemorrhagicfever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2001.p.5-17

3. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue

shocksyndrome in the context of the integrated management of childhood

illness. Departmentof Child and Adolescent Health and Development.

WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva,2005

4. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

DepartemenKesehatan RI. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan

lingkungan. Jakarta,2007

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di

sarana pelayanankesehatan, 2005.p.19-34

6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.

Dalam: Sudoyo,A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi 4. Jakarta:PusatPenerbitan IPD FKUI, 2006.p.1774-9

7. Rani, A. Soegondo, S. dan Nasir, AU. (ed). Panduan Pelayanan Medik

PerhimpunanDokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:Pusat

Penerbitan IPD FKUI,2006.p.137-8

8. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment,

preventionand control. Geneva, 1997

9. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di

Indonesia.Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menulardan Penyehatan Lingkungan. 2004

10. Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Ha-

dinegoroSRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.

Jakarta: Balai PenerbitFKUI, 1999.p.32-43

11. Nainggolan L. Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan

platelia dengueNS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue. 2008

12. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. 4th ed. New York:Churchill

Livingstone,2000.p.236-7

13. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 4th

ed. NewYork:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006.p.692-4

14. Kaaallen A J and Lonergan JM. Fluid resusciaation of acute hypovolemic

hypoperfusionstatus in pediatrics. Pediat Clin N Amer 1990; 37(2):287-94

15. Venu Goppal Reddy. Crystalloids versus colloids in hypovolemic shock.

Proceedings of5th Indonesian-International Symposium on Shock and Critical

Care 26-33

16. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate revisited.

Medscape2004. Available from:

URL:http://www.medscape.com/viewarticle/480288

17. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison

of three fluidsolutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J

Med 2005; 353:877–89

18. Ngo NT, Cao XT, Kneen R, Wills B, Nguyen VM, Nguyen TQ, et al. Acute

managementof dengue shock syndrome: a randomized double-blind

comparison of 4 intravenousfluid regimens in the first hour. Clin Infect Dis

2001; 32:204–13