laporan kasus ppok winny

31
BAB I PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) , merupakan obstruksi saluran pernapasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya. Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernapasan, infeksi jalan napas, pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK. Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernapasan. Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia. Dikatakan 80-90% kematian pada penderita PPOK berhubungan dengan merokok. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok. Dilaporkan perokok adalah 45% lebih berisiko untuk terkena PPOK berbanding bukan perokok. WHO turut menyatakan bahwa perokok pasif berisiko tinggi, terutama pada anak-anak dan individu yang terpapar. Diperkirakan perokok pasif dapat meningkatkan risiko PPOK pada orang dewasa sebanyak 10-43%. Menurut Regional COPD Working Group, jumlah kasus PPOK di Asia adalah tiga kali lipat jumlah kasus di negara-negara lain di 1

Upload: alfrid-robot

Post on 22-Dec-2015

126 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

penyakit pari obstruktif kronik dokter internsip

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus PPOK Winny

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenal sebagai Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran pernapasan yang progresif dan

ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya. Terdapat enam

faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernapasan, infeksi jalan

napas, pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan sebagai

faktor risiko utama terjadinya PPOK.

Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan

HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernapasan. Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa

sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat

PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-3

kematian di seluruh dunia.

Dikatakan 80-90% kematian pada penderita PPOK berhubungan dengan merokok. WHO

menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok.

Dilaporkan perokok adalah 45% lebih berisiko untuk terkena PPOK berbanding bukan perokok.

WHO turut menyatakan bahwa perokok pasif berisiko tinggi, terutama pada anak-anak dan

individu yang terpapar. Diperkirakan perokok pasif dapat meningkatkan risiko PPOK pada orang

dewasa sebanyak 10-43%.

Menurut Regional COPD Working Group, jumlah kasus PPOK di Asia adalah tiga kali

lipat jumlah kasus di negara-negara lain di dunia. Di negara-negara yang sedang berkembang,

perilaku merokok semakin bertambah sekitar 3.4% setiap tahun. Menurut WHO, bagian Pasifik

Barat, yang meliputi Asia Timur dan Pasifik, adalah bagian yang tercatat dengan angka merokok

tertinggi. Sekitar 80,000 hingga 100,000 anak-anak di seluruh dunia mulai merokok setiap hari

dan hampir sebagiannya adalah dari Asia. Regional COPD Working Group menunjukkan

sebanyak 56,6 juta individu telah dijangkiti PPOK yang sederhana dan buruk. Data ini adalah

dikalangan individu berumur 30 tahun ke atas di 12 buah negara Asia yang telah dikenal pasti.

Menurut Depkes RI, survei di lima rumah sakit propinsi di Indonesia pada tahun 2004

menunjukkan bahwa PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),

diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%). Penggunaan tembakau di

Indonesia diperkirakan telah menyebabkan 70% kematian akibat penyakit paru kronik dan

emfisema. Lebih dari setengah juta penduduk Indonesia menderita penyakit saluran pernapasan

akibat penggunaan tembakau pada tahun 2001.

1

Page 2: Laporan Kasus PPOK Winny

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan

diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat

progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

beracun/berbahaya.

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara

obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)

yang bervariasi pada setiap individu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat

merokok dalam waktu yang lama. Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat

keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala

komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran

udara.

Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :

Emfisema merupakan diagnosis patologi

Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis

Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.

II. FAKTOR RISIKO

Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan

penatalaksanaan PPOK. Beberapa studi longitudinal telah mengikuti populasi hingga 20

tahun, termasuk periode dan perinatal yang penting dalam membentuk masa depan individu

yang berisiko PPOK. Pada dasarnya semua risiko PPOK merupakan hasil interaksi

lingkungan dan gen. Misalnya, dua orang dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu

yang berkembang menjadi PPOK, karena perbedaan dalam predisposisi genetik untuk

penyakit ini, atau dalam berapa lama mereka hidup. Status sosial ekonomi dapat

dihubungkan dengan berat badan lahir anak yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan

pengembangan paru. Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK sampai

saat ini, yaitu :

a. Asap Rokok

Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh

lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi

sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian

2

Page 3: Laporan Kasus PPOK Winny

dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada perokok

mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok dengan

pipa dan cerutu mempunyai morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan

bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perokok sigaret.

Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai

merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks Brinkman). Tidak

semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor

risiko genetik setiap individu. Perokok pasif atau dikenal sebagai environmental tobacco

smoke (ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena

terjadi peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas.

Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-

rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-199

Sedang : 200-599

Berat : >600

b. Polusi Udara

Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi penyebab

terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek yang berbeda

terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.

c. Stres Oksidatif

Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari sel

fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.

Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses

oksidan dan atau deplesi anti oksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif

tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktivitas

molekuler sebagai awal inflamasi paru.

d. Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang

Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK. Kolonisasi

bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna menimbulkan

eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi

paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa

kemungkinan seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar

timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK. Pengaruh

berat badan lahir rendah akan meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor

risiko PPOK. Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian emfisema. Riwayat

3

Page 4: Laporan Kasus PPOK Winny

infeksi tuberkulosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih dari 40

tahun.

e. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara

pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi yang

jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan

dapat menjelaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan

kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan massa otot dan kekuatan serabut

otot. CT-scan paru perempuan dengan kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa

menunjukkan gambaran seperti emfisema.

f. Tumbuh Kembang Paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan pajanan

waktu kecil. Studi menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa

anak.

g. Asma

Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK, walaupun belum dapat

disimpulkan. The Tucson Epidemilogical Study mendapatkan bahwa orang dengan asma

12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah berhenti

merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan

ditemukannya obstruksi jalan napas ireversibel.

h. Gen

Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan α-1 antitrypsin

sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada

individu yang berasal dari Eropa Utara. Meskipun kekurangan α-1 antitrypsin yang

hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal ini menggambarkan interaksi antara gen

dan pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Risiko obstruksi aliran udara secara

genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan timbulnya

PPOK, termasuk TGF-1, mEPHX1 dan TNF. Gen-gen di atas banyak yang belum pasti

kecuali kekurangan α-1 antitrypsin.

III. PATOLOGI, PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran napas yang besar dan kecil

bahkan unit respiratori terminal. Terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar

patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukus dan emfisema paru yang

4

Page 5: Laporan Kasus PPOK Winny

ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal

bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.

Penyempitan saluran napas tampak pada saluran napas yang besar dan kecil yang

disebabkan oleh perubahan normal saluran napas terhadap respon inflamasi yang

persisten. Epitel saluran napas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami

metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertrofi. Proses

ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran napas tersebut, hanya saja proses

remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi

dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran napas yang kecil akan

memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran napasnya, termasuk hiperplasia sel

goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, serta hipertrofi dan

hiperplasia otot polos.

Gambar 1. Gambaran Epitel Saluran Napas pada PPOK dan Orang Sehat

Pola kerusakan saluran napas pada emfisema menyebabkan terjadinya

pembesaran rongga udara pada permukaan saluran napas yang kemudian menjadikan

paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.

Inflamasi pada saluran napas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi

yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin

dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidakseimbangan

pada protease dan anti protease serta defisiensi α-1 antitrypsin menjadi dasar patogenesis

PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan

melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada

saluran napas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran

napas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah

berhenti merokok.

5

Page 6: Laporan Kasus PPOK Winny

Peningkatan netrofil, makrofag dan

limfosit T di paru-paru akan memperberat

keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini

akan melepaskan beragam sitokin dan

mediator yang berperan dalam proses

penyakit, diantaranya adalah leucotrien-

B4, chemotactic factors seperti CXC

chemokines, interleukin-8 dan growth

related oncogene-α, TNF-α, IL-1ß dan

TGF-ß. Selain itu ketidakseimbangan

aktivitas protease atau inaktivitas

antiprotease, adanya stres oksidatif dan

paparan faktor risiko juga akan memacu

proses inflamasi seperti produksi netrofil

dan makrofag serta aktivasi faktor

transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor

inflamasi yang sebelumnya telah ada.

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi

silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi

saluran napas pada saluran napas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping

pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas

perbandingan ventilasi, yaitu perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia

arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi

pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi

arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri

pulmonalis (hipertrofi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi pulmonary capillary bad

menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

IV. DIAGNOSIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga

berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang

jelas. Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator ini ada pada

individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis pasti, tetapi

keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.

Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis PPOK.

6

Gr 2. Mekanisme Inflamasi Pada PPOK

Page 7: Laporan Kasus PPOK Winny

Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai berikut :

a. Gambaran Klinis

Anamnesis :

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah

(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

Pemeriksaan fisik :

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

a) Inspeksi :

Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)

Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertrofi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan

edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater

Pink puffer :

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan

pernapasan pursed-lips breathing.

Blue bloater :

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema

tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed-lips breathing :

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi

yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

b) Palpasi :

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

7

Page 8: Laporan Kasus PPOK Winny

c) Perkusi :

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,

hepar terdorong ke bawah.

d) Auskultasi :

Suara napas vesikuler normal, atau melemah

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi

paksa

Ekspirasi memanjang

Bunyi jantung terdengar jauh

b. Pemeriksaan Penunjang :

a) Pemeriksaan rutin :

Faal paru : Spirometri

The National Heart, Lung, dan Darah Institute merekomendasikan spirometri untuk

semua perokok yang berusia 45 tahun atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak

napas, batuk, mengi, atau dahak persisten. Meskipun spirometri merupakan gold standard

dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang

dimanfaatkan oleh praktisi kesehatan.

Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1 (Forced Expiratory Volume in

1s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1 adalah volume udara yang pasien dapat

keluarkan secara paksa dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada

pasien dapat diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume

maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh.

Laboratorium darah :

Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Analisis Gas Darah.

Radiologi :

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

• Pada emfisema terlihat gambaran :

Hiperinflasi

Hiperlusen

Ruang retrosternal melebar

Diafragma mendatar

Jantung menggantung (jantung pendulum/ tear drop/ eye drop appearance)

• Pada bronkitis kronik :

Normal

8

Page 9: Laporan Kasus PPOK Winny

Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b) Pemeriksaan Penunjang Lanjutan :

Analisis gas darah :

Terutama untuk menilai gagal napas kronik stabil dan gagal napas akut pada gagal

napas kronik.

Elektrokardiografi (EKG) :

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan.

Ekokardiografi : menilai fungsi jantung kanan

Bakteriologi :

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan

untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran

napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di

Indonesia.

V. DIAGNOSIS BANDING

Berbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda menyerupai PPOK. Oleh sebab itu,

diagnosis PPOK harus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Tabel 1. Diagnosis Banding PPOKDiagnosis GejalaPPOK Onset pada usia pertengahan

Gejala progresif lambatLamanya riwayat merokokSesak saat aktivitasSebagian besar hambatan aliran udaraIreversibel

Asma Onset awal sering pada anakGejala bervariasi dari hari ke hariGejala pada malam / menjelang pagiDisertai atopi, rhinitis atau eksimRiwayat keluarga dengan asmaSebagian besar keterbatasan aliran udaraReversibel

Gagal Jantung Kongestif Auskultasi terdengar ronkhi halus di bagian basalFoto toraks tampak jantung membesar, edema paruUji faal paru menunjukkan restriksi bukan

9

Page 10: Laporan Kasus PPOK Winny

obstruksiBronkiektasis Sputum produktif dan purulen

Umumnya terkait dengan infeksi bakteriAuskultasi terdengar ronki kasarFoto toraks / CT-scan toraks menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus

Tuberkulosis Onset segala usiaFoto toraks menunjukkan infiltratKonfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah daerah

Bronkiolitis Obiterans Onset pada usia muda, bukan perokokMungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau pajanan asapCT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah hipodens

Panbronkiolitis Difus Lebih banyak pada laki-laki bukan perokokHampir semua menderita sinusitis kronikFoto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak menyebar kecil di sentrilobular dan gambaran hiperinflamasi

Gejala-gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing-masing, tetapi tidak terjadi pada setiap kasus. Misalnya, seseorang yag tidak pernah merokok dapat menderita PPOK (terutam di Negara berkembang yang faktor risiko lain mungkin lebih penting daripada merokok; asma dapat berkembang di usia dewasa bahkan pada lanjut usia.

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK adalah :

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) :

Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita

pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.

Pneumotoraks :

Dada cembung di tempat kelainan, perkusi hipersonor, auskultasi saluran napas melemah.

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : destroyed lung.

VI. KLASIFIKASI

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu

diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.

10

Page 11: Laporan Kasus PPOK Winny

Tabel 2. Klasifikasi PPOKDerajat Klinis Faal Paru

Gejala Klinis(batuk, produksi sputum)

Normal

Derajat I :PPOK Ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien seering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun

VEP1 / KVP < 70%.

VEP1 ≥ 80% prediksi

Derajat II :PPOK Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.

VEP1 / KVP < 70%.

50% < VEP1 < 80% prediksi

Derajat III :PPOKBerat

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien

VEP1 / KVP < 70%.

30% < VEP1 < 50% prediksi

Derajat IV :PPOK Sangat Berat

Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat menganjam jiwa.

VEP1 / KVP < 70%.

VEP1 < 30% prediksi atau

VEP1 < 50% prediksi

disertai gagal napas kronik

VII. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan :

Mengurangi gejala

Mencegah progresivitas penyakit

Meningkatkan toleransi latihan

Meningkatkan status kesehatan

Mencegah dan menangani komplikasi

Mencegah dan menangani eksaserbasi

Menurunkan kematian

a) Edukasi :

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK

stabil. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari

edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan

perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,

11

Page 12: Laporan Kasus PPOK Winny

menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan

pengobatan dari asma.

b) Berhenti merokok :

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam

mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.

c) Obat-obatan :

Bronkodilator :

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat

berefek panjang (long acting).

Macam-macam bronkodilator :

• Golongan antikolinergik : digunakan pada derajat ringan sampai berat,

disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi mukus (maksimal

4 kali perhari).

• Golongan agonis β-2 : bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,

peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya

eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet

yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

• Kombinasi antikolinergik dan agonis β–2 : kombinasi kedua golongan obat

ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai

tempat kerja yang berbeda.

Antiinflamasi :

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison.

Antibiotika : hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.

Mukolitik :

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viskous.

Antitusif : diberikan dengan hati–hati

12

Page 13: Laporan Kasus PPOK Winny

d) Rehabilitasi :

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki

kualitas hidup penderita PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu :

latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan.

e) Terapi Oksigen :

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di

otot maupun organ-organ lainnya.

f) Nutrisi :

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan

energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan

hiperkapnia menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan

menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru

dan perubahan analisis gas darah.

VIII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

a. Gagal napas

Gagal napas kronik :

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal.

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

• Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

• Sputum bertambah dan purulen

• Demam

• Kesadaran menurun

b. Infeksi berulang :

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni

kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.

c. Kor pulmonal :

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung

kanan.

13

Page 14: Laporan Kasus PPOK Winny

IX. PENCEGAHAN

a. Mencegah terjadinya PPOK :

Hindari asap rokok

Hindari polusi udara

Hindari infeksi saluran napas berulang

b. Mencegah perburukan PPOK :

Berhenti merokok

Gunakan obat-obatan adekuat

Mencegah eksaserbasi berulang

14

Page 15: Laporan Kasus PPOK Winny

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. H.E

Tempat/ Tanggal Lahir : Romboken, 9 Januari 1948

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Pensiunan Guru

Alamat : Jl. Kembang

Tanggal Berobat : 2 Februari 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Sesak napas memberat sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak napas dirasakan memberat sejak 2 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan terus-

menerus, sesak semakin bertambah saat melakukan aktivitas, berkurang dengan istirahat.

Sesak napas tidak dicetuskan oleh karena menghirup debu atau bau-bauan. Riwayat sesak

napas sejak ±2 tahun yang lalu. Setiap hari pasien tetap merasa sesak napas meskipun

minimal dan bertambah berat seiring berjalannya waktu. Saat sesak napas, sering terdengar

suara mengi. Untuk mengobati keluhan ini, pasien telah berobat ke Puskesmas namun pasien

tidak mengetahui nama obat yang diberikan.

Batuk sejak ±2 minggu yang lalu, batuk berdahak berwarna kehijauan. Riwayat batuk

sejak ±2 tahun yang lalu, batuk berdahak berwarna putih. Riwayat batuk bercampur darah

disangkal.

Demam sejak ±2 minggu yang lalu, demam dirasakan sumer-sumer. Riwayat penurunan

berat badan yang drastis dalam waktu singkat disangkal. Berkeringat saat malam hari

disangkal.

Riwayat nyeri dada disangkal, riwayat jantung terasa berdebar-debar disangkal. Riwayat

sesak napas yang membuat pasien terbangun pada malam hari disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat diabetes melitus disangkal

15

Page 16: Laporan Kasus PPOK Winny

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat asma bronkial disangkal

Riwayat pengobatan TB paru disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Hanya penderita yang memiliki keluhan seperti ini.

Riwayat Sosial :

Pasien merokok sejak berumur 16 tahun dan sampai saat ini pasien masih merokok.

Pasien merokok ± 18 batang/hari.

Indeks Brinkman (IB) : 51 tahun x 18 batang/hari = 918 Perokok Berat

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 26 x/menit

Suhu : 37,9 °C

Status Gizi

Keadaan Gizi : cukup

TB : 165 cm

BB : 55 Kg

IMT : 20,2

Status Internus

Kepala : mesosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut

Kongjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Pernapasan cuping hidung : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Leher :

Trakea : letak di tengah

Kelenjar Getah Bening : tidak membesar

JVP : 5+2 cmH2O

16

Page 17: Laporan Kasus PPOK Winny

Toraks :Bentuk dada : barrel chest

Paru : Anterior - Inspeksi : Statis : simetris kanan dan kiri

Dinamis : simetris kanan dan kiri

Retraksi : (-)

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor kanan = kiri

Auskultasi : suara pernapasan vesikuler,

rhonki basah kasar setinggi ICS III ke bawah kanan dan

kiri,

wheezing diseluruh lapangan paru kanan dan kiri.

Posterior - Inspeksi : Statis : simetris kanan dan kiri

Dinamis : simetris kanan dan kiri

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor kanan = kiri

Auskultasi : suara pernapasan vesikuler,

rhonki basah kasar setinggi ICS IV ke bawah kanan dan

kiri,

wheezing diseluruh lapangan paru kanan dan kiri.

Jantung :Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V

linea midclavicularis sinistra

Perkusi :

batas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra

batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra

Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, reguler, bising (-)

Abdomen :Inspeksi : datar, lemas

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-),

hepar dan lien tidak teraba,

nyeri tekan supra pubik (-)

Perkusi : timpani

Ekstremitas : keempat ekstremitas edema (-),

akral hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik

17

Page 18: Laporan Kasus PPOK Winny

IV. RESUMELaki-Laki, 67 tahun, datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RS. Ratumbuysang Manado

dengan keluhan sesak napas yang dirasakan memberat sejak 2 hari yang lalu, bertambah saat

beraktivitas, berkurang dengan istirahat. Riwayat sesak napas sejak ±2 tahun yang lalu,

bertambah berat seiring berjalannya waktu. Batuk sejak ±2 minggu yang lalu, batuk berdahak

berwarna kehijauan. Riwayat batuk berdahak sejak ±2 tahun yang lalu. Demam sumer-sumer

sejak ±2 minggu yang lalu. Merokok selama ±51 tahun dengan jumlah ±18 batang/hari. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan respirasi 26 x/menit dan suhu 37,9 °C. Toraks berbentuk barrel

chest, ronkhi basah kasar setinggi ICS III ke bawah kanan dan kiri, wheezing diseluruh

lapangan paru kanan dan kiri.

V. DIAGNOSIS KERJAPPOK Eksaserbasi Akut dengan Suspek Pneumonia

VI. DIAGNOSIS BANDING Asma Bronkial TB Paru Gagal Jantung Kongestif

VII. RENCANA PEMERIKSAAN Hematologi rutin, LED, analisis gas darah, gula darah, profil lipid, fungsi hati (SPOT,

SGPT), fungsi ginjal (ureum, kreatinin, asa urat), elektolit (Na, K, Cl), kultur darah, kultur sputum, sputum BTA 3x, urinalisis.

Spirometri X-Foto Toraks PA dan Lateral EKG Ekokardiografi

VIII. PENATALAKSANAAN

a. Non farmakologis :

Edukasi tentang penyakit kepada pasien dan keluarga, tentang obat-obatan, cara

pencegahan perburukan, berhenti merokok, penyesuaian aktivitas, makan makanan

bergizi.

b. Farmakologis :

Inhalasi Berotec 100 mcg (Fenoterol hidrobromida), 3 x sehari (terutama saat serangan sesak)

Salbutamol 4 mg, 3 x 1 tablet

Inhalasi Spiriva 18 mcg (Tiotropium Bromide), 2 x sehari

Metilprednisolon 4 mg, 3 x 1 tablet

Azitromisin 500 mg, 1 x 1 kaplet

Ambroxol 30 mg, 3 x 1 tablet

18

Page 19: Laporan Kasus PPOK Winny

BAB IV

PEMBAHASAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi

merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi yang ditandai dengan adanya perburukan

gejala pernapasan yang akut dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, memberatnya sesak

napas dan bertambahnya volume serta purulensi sputum. Mekanisme inflamasi yang

mengakibatkan eksaserbasi PPOK masih banyak yang belum diketahui. Pada eksaserbasi ringan

dan sedang terdapat peningkatan netrofil, beberapa studi lainnya juga menemukan eosinofil

dalam sputum dan dinding saluran napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi

mediator tertentu, termasuk TNF-α, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif.

Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian

menunjukkan peningkatan netrofil pada dinding saluran napas dan peningkatan ekspresi

kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperflasi dan terperangkapnya udara, dengan

pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.

Penyebab tersering eksaserbasi adalah infeksi virus, bakteri, dan polusi udara. Sampai

saat ini, peran bakteri sebagai penyebab utama eksaserbasi masih diperdebatkan. Hurst dkk,

mendapati 76% eksaserbasi berhubungan dengan infeksi bakteri. Bakteri yang sering dijumpai

saat eksaserbasi antara lain Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae dan Moraxela

catarrhalis. Selain itu terdapat pula Pseudomonas aeruginosa, Klebsiela spp, Staphylococcus.

aureus, Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia spp. Global initiative for Obstructive Lung

Disease (GOLD) 2007 sepakat adanya sputum yang purulen mengindikasikan dapat dimulainya

terapi antibiotik secara empiris.

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang

ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Obat yang diperlukan pada

eksaserbasi akut berupa bronkodilator, kortikosteroid serta antibiotik. Penggunaan preparat β2-

agonis baik inhalasi maupun oral dengan atau tanpa antikolinergik serta glukokortikoid oral

merupakan pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi akut. Pada pasien ini diberikan

kombinasi preparat β2-agonis kerja cepat dengan antikolinergik yaitu berupa inhalasi Berotec

100 mcg (Fenoterol hidrobromida) saat serangan sesak, dan salbutamol oral 30 mg, 3 x 1 tablet.

Untuk terapi maintenence pasien diberikan inhalasi Spiriva 18 mcg (Tiotropium Bromide) 2 x

sehari. Pasien ini juga diberikan Metilprednisolon 4 mg, 3 x 1 tablet untuk mengurangi proses

inflamasi yang terjadi di saluran napas.

19

Page 20: Laporan Kasus PPOK Winny

Pemakaian Ambroksol saat eksaserbasi akut masih dipertanyakan, namun kegunaannya

terbukti efektif untuk mengurangi eksaserbasi serta dapat meredakan gejala penderita bronkitis

kronik. Efek ini kemungkinan disebabkan karena Ambroxol bersifat mukolitik sehingga dapat

mengurangi hipersekresi mukus. Pada pasien ini diberikan terapi Ambroxol 30 mg dengan dosis

3x1 tablet sehari.

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman. Pemberian antibiotik di rumah

sakit sebaiknya intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya

kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal. PPOK eksaserbasi

menunjukkan hubungan antara purulensi sputum dengan terdapatnya bakteri. Keputusan untuk

memilih penggunaan antibiotik oral atau intravena berdasarkan kemampuan pasien untuk makan

dan farmakokinetik antibiotik tersebut. Pada pasien ini diberikan Azitromisin 500 mg, 1 x 1

kaplet selama 3 hari.

Prognosis untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah dubia ad bonam, karena tidak adanya

kegawatan selama pasien berada di poliklinik. Dengan adanya penanganan yang berkelanjutan

dari terapi non farmakologis maupun farmakologis maka prognosis terhadap kesembuhan (quo

ad sanam) dan fungsi (quo ad fungsionam) adalah dubia ad bonam.

20

Page 21: Laporan Kasus PPOK Winny

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Pedoman

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.

2. Wright JL, Churg A. Pathologic features of chronic obstructive pulmonary disease:

Diagnostic criteria and differential diagnosis. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi

MA, Senior RM, et al. editors. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4 th ed. New

York: McGrow Hill; 2008, P 693-706.

3. Reilly JJ, Shapiro SD, Silverman EK. Chronic obstructive pulmonary disease: Introduction.

In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, et al, editors. Harrison’s

Principles of Internal Medicine, 18th ed. New York: McGrow Hill; 2012.

21