laporan kasus ppok

Upload: anindiasari

Post on 09-Jul-2015

3.452 views

Category:

Documents


63 download

TRANSCRIPT

STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS I. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Agama Alamat Tanggal Masuk Tanggal Periksa No RM II. III. Keluhan Utama Sesak nafas Riwayat Penyakit Sekarang Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah diderita sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dirasa memberat terutama setelah beraktivitas, akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. dan pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal. Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan jika keluar dahak berwarna kuning, demam sumer-sumer, nggreges, penurunan berat badan drastis, nafsu makan menurun, keringat malam (+), nyeri dada (+) saat batuk. BAK dan BAB tidak ada kelainan. Dalam 1 bulan ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3x kumat. Namun, sekarang sesak nafas penderita mulai berkurang, penderita sudah bisa bicara perkalimat, tidak seperti pada awal masuk, yang terengahengah ketika berbicara. Batuk juga sudah berkurang. Sebelumnya, pasien rajin kontrol di BPKPM. Satu bulan ini pasien diberi obat kapsul dan diuap bila sesak. 1 : Tn. T : 52 tahun : Laki-laki : Buruh Bangunan : Islam : Mojosongo, Jebres, Surakarta : 29 September 2011 : 6 Oktober 2011 : 01.08.82.88

IV.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat DM Riwayat hipertensi Riwayat sakit jantung Riwayat minum OAT : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

V.

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa Riwayat Hipertensi Riwayat DM Riwayat Jantung : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

VI. Keadaan Sosial Ekonomi Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 3 anak, bekerja sebagai buruh bangunan dan menjadi tulang punggung keluarga. Pasien berobat dengan menggunakan Jamkesmas. VII. Riwayat Kebiasaan dan Gizi Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak porsi, dengan nasi, lauk pauk (tahu, tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan minum susu. Pasien minum air putih sebanyak 5-7 gelas belimbing pehari. Riwayat olah raga Riwayat minum alkohol Riwayat merokok II. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum B. Tanda Vital Tekanan darah Nadi Pernapasan : 120/80 mmHg : 96 x/menit : 30 x/menit 2 : sakit sedang, compos mentis, gizi cukup : disangkal : disangkal : disangkal

Suhu C. Kepala D. Mata E. Hidung F. Telinga G. Mulut H. Leher I. Thorax Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: 36,7 C : mesochepal, simetris. : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-) Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+). : Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-). : darah (-), secret (-). : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-). : JVP meningkat (4 cm), limfonodi tidak membesar. : retraksi (-). : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak kuat angkat : batas jantung kesan dalam batas normal : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

: Pengembangan dada kanan = kiri : Fremitus raba kanan = kiri : Sonor/sonor : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan RBK (+/+) Wheezing (+/+) Ekspirasi memanjang (+)

J. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada : Peristaltik (+) normal : Tympani : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

3

K. Trunk Inspeksi Palpasi Perkusi L. Ekstremitas Oedem Akral dingin : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-) : Nyeri tekan (-), massa (-) : Nyeri ketok (-)

M. Status Psikiatri 1. Deskripsi Umum a. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup b. Kesadaran : Compos mentis c. Perilaku dan Aktivitas Motorik d. Pembicaraan : Normal e. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup 2. Afek dan Mood Afek Mood Halusinasi Ilusi 4. Proses Pikir Bentuk Isi Arus : realistik : waham (-) : koheren : Appropiate : Eutimik : (-) : (-) : Normoaktif

3. Gangguan Persepsi

5. Sensorium dan Kognitif Daya konsentrasi : baik Orientasi : Orang Waktu Tempat Daya Ingat : baik : baik : baik : baik

: Jangka panjang 4

Jangka pendek Daya Nilai Insight N. Status Neurologis Kesadaran Fungsi Luhur Fungsi Vegetatif Nervus Cranialis Fungsi Sensorik 1. Rasa Eksteroseptik 2. Rasa Propioseptik 3. Rasa Kortikal : GCS E4V5M6 : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal :6

: baik

: Daya nilai realitas dan sosial baik

: suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal : stereognosis, barognosis dalam batas normal

Fungsi Motorik dan Reflek Kekuatan 5 5 5 5 Tonus N N N N R.Fisiologis +2 +2 +2 +2 R.patologis -

O. Range Of Motion (ROM) NECK Fleksi Ekstensi Lateral bending kanan Lateral bending kiri Rotasi kanan Rotasi kiri ROM Pasif 0 - 70 0 - 40 0 - 60 0 - 60 0 - 90 0 - 90 ROM Aktif 0 - 70 0 - 40 0 - 60 0 - 60 0 - 90 0 - 90

5

Ektremitas Superior Fleksi Ektensi Abduksi Adduksi Eksternal Rotasi Internal Rotasi Fleksi Ekstensi Pronasi Supinasi Fleksi Ekstensi Ulnar Deviasi Radius deviasi MCP I Fleksi MCP II-IV fleksi DIP II-V fleksi PIP II-V fleksi MCP I Ekstensi Fleksi EkstensiRight Lateral Bending Left Lateral Bending

ROM PasifDekstra Sinistra

ROM AktifDekstra Sinistra

Shoulder

Elbow

Wrist Finger

Trunk

0-90 0-50 0-180 0-75 0-90 0-90 0-150 0 0-90 0-90 0-90 0-70 0-30 0-20 0-50 0-90 0-90 0-100 0-30 0-90 0-30 0-35 0-35

0-90 0-50 0-180 0-75 0-90 0-90 0-150 0 0-90 0-90 0-90 0-70 0-30 0-20 0-50 0-90 0-90 0-100 0-30 0-90 0-30 0-35 0-35

0-90 0-50 0-180 0-75 0-90 0-90 0-150 0 0-90 0-90 0-90 0-70 0-30 0-20 0-50 0-90 0-90 0-100 0-30 0-90 0-30 0-35 0-35

0-90 0-50 0-180 0-75 0-90 0-90 0-150 0 0-90 0-90 0-90 0-70 0-30 0-20 0-50 0-90 0-90 0-100 0-30 0-90 0-30 0-35 0-35

Ektremitas Inferior Fleksi Ektensi Abduksi Adduksi Eksorotasi Endorotasi Fleksi Ekstensi Dorsofleksi Plantarfleksi Eversi Inversi

ROM PasifDekstra Sinistra

ROM AktifDekstra Sinistra

Hip

Knee

Ankle

0-120 0-30 0-45 0-45 0-30 0-30 0-120 0 0-30 0-30 0-50 0-40

0-120 0-30 0-45 0-45 0-30 0-30 0-120 0 0-30 0-30 0-50 0-40

0-120 0-30 0-45 0-45 0-30 0-30 0-120 0 0-30 0-30 0-50 0-40

0-120 0-30 0-45 0-45 0-30 0-30 0-120 0 0-30 0-30 0-50 0-40

6

P. Manual Muscle Testing (MMT) NECK Fleksor M. Sternocleidomastoideum Ekstensor M. Sternocleidomastoideum TRUNK M. Rectus Abdominis Thoracic group Lumbal group M. Obliquus Eksternus Abdominis M. Quadratus Lumbaris 5 5

Fleksor Ektensor Rotator Pelvic Elevation Ektremitas Superior Fleksor Ekstensor Abduktor Shoulder Adduktor

5 5 5 5 5Dekstra Sinistra

Internal Rotasi Eksternal Rotasi Fleksor Elbow Eksternsor Supinator Pronator Fleksor Ekstensor Abduktor Adduktor Fleksor Ekstensor

Wrist Finger

M. Deltoideus anterior M. Bisepss anterior M. Deltoideu M. Teres Mayor M. Deltoideus M. Biseps M. Latissimus dorsi M. Pectoralis mayor M. Latissimus dorsi M. Pectoralis mayor M. Teres mayor M. Infra supinatus M. Biseps M. Brachilais M. Triseps M. Supinatus M. Pronator teres M. Fleksor carpi radialis M. Ekstensor digitorum M. Ekstensor carpi radialis M. Ekstensor carpi ulnaris M. Fleksor digitorum M. Ekstensor digitorum

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

7

Ektremitas Inferior Hip Fleksor Ekstensor Abduktor Adduktor Knee Fleksor Ekstensor Ankle Fleksor Ekstensor Q. Indeks ADL Barthel No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Aktivitas Makan Mandi Berhias diri Berpakaian Kontrol BAB Kontrol BAK Pergi ke WC Transfer Berjalan Naik turun tangga Total

Dekstra

Sinistra

M. Psoas mayor M. Gluteus maksimus M. Gluteus medius M. Adduktor longus Hamstring muscle Quadriceps femoris M. Tibialis M. Soleus

5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5

Skor 10 5 5 5 10 10 10 5 5 5 70

Status Ambulansi

: Moderate dependent

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium darah (5 Oktober 2011) Hb Hct RBC WBC PLT GDS Albumin Kreatinin : 13 g/dL : 37 % : 3,92. 106 / ul : 13. 103 /ul : 330. 103 /ul : 155 mg/Dl : 3,1 g/dl : 0,7 mg/dl

Protein Total : 5,60 g/dl

8

Ureum Natrium Kalium

: 49 mg/dl : 136 mmol/L : 3,5 mmol/L

Calsium ion : 0,96 mmol/L B. Analisis Gas Darah (5 Oktober 2011) pH pCO2 pO2 Hct cHCO3 BE : 7,47 : 36 mmHg : 75 mmHg : 29,8 % : 25,8 mmol/L : 1,9 mmol/L

Kesimpulan : gagal napas tipe II C. Foto Rontgen Thorax PA (3 Oktober 2011) Kesan: 1. Fibro-infiltrat kedua lapang paru 2. TB lesi luas dengan pleural reaction bilateral D. Laboratorium Mikrobiologi (1 Oktober 2011) Bahan Hasil Pemeriksaan : sputum : Tidak ditemukan Gram (+) coccus dan Gram (-) batang, dan tidak ditemukan BTA IV. ASSESSMENT Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut V. DAFTAR MASALAH A. Problem Medis A. Speech Terapi : (-) : Sesak nafas B. Problem rehabilitasi Medik

9

B. Okupasi Terapi C. Sosiomedik

: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari karena sesak nafas dan batuk

: terkadang membutuhkan bantuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari

D. Ortesa-protesa : (-) E. Psikologi F. Fisioterapi : beban pikiran karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari : sesak napas, retensi sputum

VI. PENATALAKSANAAN A. Terapi Paru 1. O2 2L/mnt 2. Nebu B:A = 0,8:0,2/8 jam 3. Inj. RL 1 amp aminophilin 16 tpm 4. inj Ceftriaxon 2gr/24 jam 5. inj dexametason 1 ampul/8jam 6. OBH syr 3 X C1 A. Terapi Rehabilitasi Medik 1. Fisioterapi Chest physical therapy: a. breathing control b. deep breathing c. latihan batuk d. chest expansion exercise e. postural drainage 2. Speech Terapi 3. Okupasi Terapi 4. Sosiomedik 5. Ortesa-protesa : (-) : latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari : memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit pasien : (-) 10

6. Psikologi kecemasan

: pasien

Psikoterapi

suportif

,

mengurangi

VII. Impairment, Disabilitas, dan Handicap A. Impairment B. Disabilitas C. Handicap VIII. Planning A. Planning Diagnostik B. Planning Terapi C. Planning Edukasi : spirometri (bila stabil) : tidak ada : : PPOK eksaserbasi akut : Sesak nafas dan batuk : Keterbatasan aktivitas sehari- hari karena mudah sesak

Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi : Evaluasi hasil terapi.

D. Planning Monitoring IX. Goal

A. Perbaikan keadaan umum, sehingga mempersingkat lama perawatan B. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien C. Mencegah komplikasi yang lebih buruk yang dapat memperburuk keadaan penderita (seperti gagal nafas, infeksi berulang, CPC) D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang diderita pasien

X. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam : baik : dubia et malam

11

Ad fungsionam

: dubia et bonam

TINJAUAN PUSTAKA I. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 12

A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial (Alsaggaf dkk, 2004). B. Epidemiologi Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005). C. Faktor Risiko Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit biasanya muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor host: 1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan. 2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK. Faktor lingkungan: 1. Asap tembakau 2. occupational dust anf chemical 3. Polusi udara 4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

D. Patofisiologi Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai 13

bagian paru dijumpai peningkatan akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004). Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004). Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. 14

Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006). E. Gejala klinis PPOK Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti : 1. Sesak Napas Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi. 2. Batuk Kronis Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi. 3. Sesak napas (wheezing) Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik. 4. Batuk Darah Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum. 5. Anoreksia dan berat badan menurun Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk, 2004) .

15

F. Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan : 1. Gambaran klinis a. Anamnesis gejala : riwayat penyakit yang ditandai dengan gejaladiatas.

b. Faktor-faktor resiko 1) Pemeriksaan Fisik : pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau wheezing) 2) Pemeriksaan penunjang : a) Pemeriksaan radiologi Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Normal

Hyperinflation

b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri) c) Pemeriksaan gas darah 16

d) Pemeriksaan EKG e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis) PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004). G. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi. 1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara. 2. Terapi eksaserbasi akut dengan: a. antibiotik b. terapi oksigen c. chest fisioterapi d. bronkodilator 3. Terapi jangka panjang dengan: a. antibiotik b. bronkodilator c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik d. mukolitik dan ekspektoran e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk, 2004) f. Rehabilitasi: 1) chest fisioterapi a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat 17

merelaksasi otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan naiknya abdomen, sementara dinding toraksnya masih diam. b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara yang kecil. c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret. d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat membantu mobilisasi sekret. e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang cukup untuk mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya jalan napas. f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama ekshalasi. 2) Psikoterapi Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari. 3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi) a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan penguatan ekstremitas superior. b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi. c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja. d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan peningkatan energi (Garisson, 2001). II. CHEST PHYSIOTHERAPY

18

Mukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam paru dan jalan napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada udara yang kita hirup dan mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi dan iritasi, maka tubuh akan memproduksi mukus yang kental untuk membantu paru-paru melepaskan diri dari infeksi. Bila mukus yang kental ini menyumbat jalan napas, maka akan terjadi kesulitan bernapas. Sehingga untuk membantu membuang ekstra mukus ini dilakukanlah Chest Physiotherapy. Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan vibrasi dada. Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru yang berbeda diikuti dengan latihan napas dalam dan batuk. A. Postural Drainage Penumpukan sekresi saluran napas bila dibiarkan akan menimbulkan akibat yang serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik akibat iritasi lokal, obstruksi bronkus, atelektasis, infeksi paru, dan gangguan ventilasi perfusi. Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien yang memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke dalam bronkus mayor dan trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan. Indikasi: Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik, pneumonia, asma, abses paru, penyakit paru-paru obstruktif. Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan, dan pada pasien dalam kondisi tak sadar Kontra indikasi: Peningkatan TIK Segera setelah makan Refleks batuk (-)

19

Penyakit jantung akut Gangguan sistem pembekuan Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non invasif yang digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan. Manipulasi ini dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan vibrasi), gravitasi dan mekanisme batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai posisi sesuai dengan segmen paru yang terlibat. Segmen paru yang akan didrainase ditempatkan setinggi mungkin dan bronkus utama severtikal mungkin. Selanjutnya perhatikan gambar-gambar berikut ini untuk membantu pengaturan posisi drainase paru. Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih rendah terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses paru, hindari posisi pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan menyebabkan pengaliran abses ke sisi paru lainnya. Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung pada kondisi pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi, pasien dianjurkan napas dalam 5 7 kali diselingi napas biasa selama 1-2 menit. Tindakan ini dapat dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2 jam pada kasus sputum banyak dan kental dan dilakukan sebelum pemberian makanan. Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang kental menjadi lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang adekuat (oral atau intravena) dan pemberian medikasi mukolitik. Berikut macam-macam posisi postural drainage:

20

Lobus atas kanan - segmen anterior

Lobus atas kiri - segmen anterior

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari depan)

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari belakang)

Lobus atas kiri segmen posterior

21

lobus atas kiri - segmen posterior (posisi lain)

Lingula (dipandang dari belakang)

Kedua lobus bawah segmen anterior

22

Lobus bawah kanan segmen lateral

Lobus bawah kiri segmen lateral dan Lobus bawah kanan segmen kardiak (medial)

Kedua lobus bawah segmen posterior Perhatikan: bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

Lobus bawah kanan segmen posterior (Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)

23

Kedua lobus bawah segmen posterior B. Perkusi Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien berada pada posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu melepaskan sekret yang melengket pada dinding alveoli sehingga dapat mengalir ke percabangan bronkus dan trakea. Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa perkusi yang dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna akan meningkatkan kecepatan produksi sekret. Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan mem-fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan telunjuk, atau posisi telapak tangan seperti saat menampung air atau tepung kemudian dibalikkan. Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi. Selanjutnya pada area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau biarkan baju pasien tetap terpasang agar tangan tidak menyentuh kulit secara langsung. Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi. Jangan melakukan perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah rongga toraks. Bila perkusi dilakukan dengan benar maka perkusi tidak akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat kulit menjadi merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi tangan yang benar Kontra indikasi perkusi dada: Fraktur iga 24

C.

Cedera dada traumatik Perdarahan atau emboli paru Mastektomi Pneumotoraks Lesi metastatik pada iga Osteoporosis Trauma medulla servikal Trauma abdomen Vibrasi Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi

untuk mendorong sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah perkusi atau dapat digunakan sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri sekali. Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan merangsang terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru akan membantu menghilangkan mukus. Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa pasien-pasien yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi, dan penghisapan menunjukkan resolusi dari atelektasis yang lebih berarti dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan hiperventilasi saja. Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara berdampingan dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan didrainase. Selanjutnya pasien diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan ekshalasi secara perlahan. Selama pasien ekshalasi, dada divibrasi dengan cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu. Dapat juga digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada sama dengan kontraindikasi perkusi dada.

25

DAFTAR PUSTAKA Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Surabaya. Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas 26

Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com

27