presentasi kasus ppok fixxxx

37
PRESENTASI KASUS Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Disusun oleh : Prabaa !u"asara #$A%&'% Aisyah Nur Aini #$A%&'% * +erlin,a !u,i Sa-utri #$A%&'% . Pe/bi/bin" : ,r0 In,ah Rah/aati1 S-0P S23 I42U PEN!AKIT DA4A2 RSUD PRO30 DR0 2AR#ONO SOEKARD5O 3AKU4TAS KEDOKTERAN DAN I42U6I42U KESE+ATAN

Upload: dimaswiantadiguna

Post on 04-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ppok

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUSPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Disusun oleh :

Prabawa YugaswaraG4A013085Aisyah Nur AiniG4A013086Herlinda Yudi SaputriG4A013087

Pembimbing :dr. Indah Rahmawati, Sp.P

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJOFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2014

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Pada tanggal, Mei 2014

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :

Prabawa YugaswaraG4A013085Aisyah Nur AiniG4A013086Herlinda Yudi SaputriG4A013087

Mengetahui, Pembimbing

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

BAB IPENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paruparu. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001).Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instansi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan dirumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 Miliyar per tahunnya. World health organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat.Merokok merupakan faktor resiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. (Sudoyo, 2006).

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITANama: Ny. SUsia: 53 tahunJenis kelamin : PerempuanStatus : MenikahAgama : IslamPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat : Purbadana RT02 RW1, PurwokertoTanggal masuk : 25 April 2014Tanggal periksa : 29 April 2014No. CM : 019276II. SUBJEKTIF1. Keluhan Utama: Sesak nafas2. Keluhan Tambahan: Batuk kering3. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSMS tanggal 25 April dengan keluhan sesak nafas. Keluhan tersebut pasien rasakan 1 hari sebelum masuk RSMS. Sesak nafas dirasakan sangat mengganggu aktivitas hingga pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya karna sesak nafas yang dirasakannya. Pasien merasa sesak semakin memberat. Sesak dirasakan terus menerus. Keluhan tersebut dirasa memburuk jika pasien berjalan, beraktivitas ringan, pada saat hawa dingin, di waktu pagi hari dan malam hari. Keluhan dirasa membaik jika pasien istirahat, berbaring dengan menggunakan 3 bantal dan minum obat. Pasien juga mengeluhkan batuk kering kambuh-kambuhan. Keluhan lain juga dirasakan oleh pasien saat batuk yaitu nyeri dada. Pasien mengaku sering minum jamu-jamuan sebagai pereda keluhan yang dirasakan, namun tidak membaik. Pasien mengaku sudah pernah dirawat di RSMS dengan keluhan yang sama. Dan setelah itu pasien rutin mengkonsumsi obat hisap ventolin sebagai pereda sesak nafas saat kambuh.4. Riwayat Penyakit Dahulua. Riwayat keluhan serupa: diakui sejak mudab. Riwayat mondok: diakui di RSMS c. Riwayat jantung: disangkald. Riwayat hipertensi: diakuie. Riwayat kencing manis: disangkalf. Riwayat asma: diakui sejak mudag. Riwayat alergi: diakuih. Riwayat obat-obatan: diakui minum jamu-jamuan5. Riwayat Penyakit Keluargaa. Riwayat keluhan serupa: diakui (ayah kandung)b. Riwayat mondok: disangkalc. Riwayat jantung: disangkald. Riwayat hipertensi: disangkale. Riwayat kencing manis: disangkalf. Riwayat asma: diakui (ayah kandung)g. Riwayat alergi: diakui6. Riwayat Sosial Ekonomia. CommunityPasien tinggal di pedesaan jauh dari pusat kota. Rumahnya berada di tepi jalan. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga di sekitar rumahnya baik. Pasien terkadang masih aktif mengikuti kegiatan pengajian yang diadakan di mushola atau rumah tetangga yang ada di dekat rumah pasien.b. HomePasien tinggal bersama dengan putra bungsunya, menantu, serta 2 cucunya. Pasien memiliki 2 orang putra dan 2 orang putri. Rumah pasien tidak cukup luas. Terdapat beberapa jendela dan ventilasi yang jarang dibuka, Lantai rumahnya sudah sebagian terbuat dari keramik, sebagian terbuat dari semen dan sebagian masih tanah. Terdiri dari 2 kamar tidur. 1 kamar mandi dan 1 WC. Sumber air berasal dari sumur. Pasien mengatakan rumahnya sering dibersihkan.c. Occupational Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. d. Personal habitPasien mengaku jarang melakukan olah raga. Pasien suka banyak macam makanan kecuali makanan bersantan dan makanan asam. Pasien tidak pernah merokok, namun tinggal bersama anaknya yang seorang perokok berat. Pasien mengaku biasa merebus air dengan menggunakan tungku.OBJEKTIF1. Keadaan Umum : baik 2. Kesadaran : compos mentis, GCS = 15 E4M6V53. Vital signa. Tekanan Darah : 140/80mmHg b. Nadi : 84x/menitc. RR : 20x/menitd. Suhu : 36 oC4. Status Generalisa. Kepala1) Bentuk : normochepal, simetris2) Rambut : warna hitam bercampur putih, tidak mudah dicabut, distribusi merata, tidak rontokb. Mata 1) Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)2) Konjungtiva : anemis (-/-)3) Sclera : ikterik (-/-)4) Pupil : reflek cahaya (+/+), isokor5) Eksofthalmus : (-/-)6) Lapang pandang : tidak dilakukan pemeriksaan7) Lensa : keruh (-/-)8) Gerak mata : normal9) Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan 10) Nistagmus : (-/-)c. Telinga1) otore (-/-)2) deformitas (-/-)3) nyeri tekan (-/-)d. Hidung1) nafas cuping hidung (-/-)2) deformitas (-/-)3) discharge (-/-)e. Mulut 1) bibir sianosis (-)2) bibir kering (-)3) lidah kotor (-)f. Leher 1) Trakhea : deviasi trakhea (-)2) Kelenjar lymphoid: tidak membesar, nyeri (-)3) Kelenjar thyroid : tidak membesar4) JVP : Tidak meningkat (5+2 cmH2O)g. Dada1) Parua) Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),retraksi (-), jejas (-)b) Palpasi : vocal fremitus kanan=kiriketinggalan gerak (-)c) Perkusi : sonor pada kedua lapang paru d) Auskultasi: Suara dasar vesikuler(+/+)Wheezing(+), ronkhi basah halus(-), ronkhi basah kasar (-)

2) Jantung a) Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V LMC sinistrab) Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra,tidak kuat angkatc) Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II LPSDBatas jantung kiri atas : SIC II LPSSBatas jantung kanan bawah : SIC V LPSDBatas jantung kiri bawah : SIC V LMCSd) Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)h. Abdomen1) Inspeksi : datar2) Auskultasi : bising usus (+) normal3) Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak beralih (-)4) Palpasi : supel, hepar tidak teraba, dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)i. EkstrimitasTabel 1. Pemeriksaan ekstremitasPemeriksaanEkstremitas superiorEkstremitas inferior

DextraSinistraDextraSinistra

Edema----

Sianosis----

Ikterik----

Akral dingin----

Reflek fisiologisBicep/tricepPatela++++++++

Reflek patologis----

SensorisD=SD=SD=SD=S

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah lengkap(dilakukan di RSMS Purwokerto) 25 April 2014Darah lengkapHemoglobin: 13,9 g/dl Leukosit: 5580 uLHematokrit: 42% Eritrosit: 4,6 10^6/uLTrombosit: 212.000/uLMCV: 90,3 fLMCH: 30,0 pgMCHC: 33,3 %RDW: 13,6 %MPV: 10,1 Hitung JenisBasofil: 0,9% Eosinofil: 12,5% H Batang: 0,2% LSegmen: 49,9% Limfosit: 23,1 % LMonosit: 13,4 % HKimia Klinik GDS: 103Natrium: 139Kalium: 3,6Klorida : 101

RESUME1. AnamnesisPasien datang ke IGD RSMS tanggal 25 April dengan keluhan sesak nafas. Keluhan tersebut pasien rasakan 1 hari sebelum masuk RSMS. Sesak nafas dirasakan sangat mengganggu aktivitas hingga pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya karna sesak nafas yang dirasakannya. Pasien merasa sesak semakin memberat. Sesak dirasakan terus menerus. Keluhan tersebut dirasa memburuk jika pasien berjalan, beraktivitas ringan, pada saat hawa dingin, di waktu pagi hari dan malam hari. Keluhan dirasa membaik jika pasien istirahat, berbaring dengan menggunakan 3 bantal dan minum obat. Pasien juga mengeluhkan batuk kering kambuh-kambuhan. Keluhan lain juga dirasakan oleh pasien saat batuk yaitu nyeri dada. Pasien mengaku sering minum jamu-jamuan sebagai pereda keluhan yang dirasakan, namun tidak membaik. Pasien mengaku sudah pernah dirawat di RSMS dengan keluhan yang sama. Dan setelah itu pasien rutin mengkonsumsi obat hisap ventolin sebagai pereda sesak nafas saat kambuh.Riwayat penyakit dahulu a. Riwayat keluhan serupa: diakui sejak mudab. Riwayat mondok: diakui di RSMSc. Riwayat asma: diakui sejak mudad. Riwayat alergi: diakuie. Riwayat obat-obatan: diakui minum jamu-jamuanRiwayat Penyakit Keluargaa. Riwayat keluhan serupa: diakui (ayah kandung)b. Riwayat asma: diakui (ayah kandung)c. Riwayat alergi: diakuiRiwayat Sosial EkonomiPersonal habitPasien tidak pernah merokok, namun tinggal bersama anaknya yang seorang perokok berat. Pasien mengaku biasa merebus air dengan menggunakan tungku. 2. Pemeriksaan FisikParu Auskultasi: Suara dasar vesikuler(+/+)Wheezing(+), ronkhi basah halus(-), ronkhi basah kasar (-)

3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan DarahHitung JenisBasofil: 0,9% Eosinofil: 12,5% H Batang: 0,2% LSegmen: 49,9% Limfosit: 23,1 % LMonosit: 13,4 %

ASSESSMENTDiagnosis Klinis : PPOK

PLANNINGa. Rawat inap b. Farmakologi1. O2 3 lpm2. IVFD D5% + aminofillin 1 amp/ 12 jam3. Nebulizer ventolin + flixotide 3/hari 4. Inj. Ranitidin 2x1 amp5. Inj. MP 2x62,5 mg6. P.O. Ambroxol syr 3xCI7. P.O. Azitromisin 1x500 mg tabc. Non Farmakologi1. Edukasi tentang penyakit, faktor risiko, pengobatan dan komplikasi penyakit.2. Mengindari pajanan asap rokok, debu, bahan kimia dan polusi udara indoor maupun outdoor termasuk asap dari memasak.3. Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, karbohidrat yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering. 4. Rehabilitasi seperti latihan bernapas dengan pursed-lips, latihan ekspektorasi, latihan otot pernapasan dan ekstremitasd. Monitoring 1. Keadaan umum dan kesadaran2. Tanda VitalPROGNOSISAd vitam : dubia ad bonamAd fungsionam: dubia ad malamAd sanationam: dubia ad bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema merupakan kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, yang disertai oleh kerusakan dinding alveoli (PDPI, 2003).B. Epidemiologi dan InsidensiMenurut dataSurkernastahun 2001, penyakit pernafasan (termasuk PPOK) merupakan penyebab kematian ke-2 diIndonesia. Prevalensi PPOK meningkat dengan meningkatnya usia. Prevalensi ini juga lebih tinggi pada pria dari pada wanita. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada negara-negara dimana merokok merupakan gayahidup, yang menunjukan bahwa rokok merupakan faktor risiko utama.Di AS, penyakit ini merupakan penyebab kematian ke-4, di mana angka kesakitannya meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria daripada wanita. Kematian akibat PPOK sangat rendah pada pasien usia dibawah 45 tahun, dan meningkat dengan bertambahnya usia.Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (PDPI,2003). C. EtiologiFaktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :1. Kebiasaan merokokDerajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :a. Ringan : 0-200b. Sedang : 200-600c. Berat : >6002. Polusi udara3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja4. Riwayat infeksi saluran nafas5. Bersifat genetik yaitu difisiensi -1 antitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini (Mansjoer, 2001).D. Faktor Risiko1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :a. Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokokb. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat : >6002. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerjaa. Polusi di dalam ruangan: asap kompur (tungku)b. Polusi di luar ruangan: gas buangan kendaraan bermotor, debu jalananc. Polusi tempat kerja: bahan kimia, zat iritasi, gas beracun3. Hipereaktiviti bronkus4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. 16. Stress oksidatif7. Sosial ekonomi8. Gen9. Tumbuh kembang paruPada pasien ini, didapatkan 2 faktor risiko, yaitu paparan asap rokok (sebagai perokok aktif), dan asap kompor (tungku).

E. PatogenesisParadigma terkini tentang patogenesis dari PPOK adalah bahwa hambatan aliran udara napas kronik dihasilkan oleh suatu respon inflamasi abnormal dari partikel dan gas yang terhirup masuk ke saluran napas, dimana reaksi inflamasi yang abnormal ini dapat juga di deteksi pada sirkulasi sistemik. Banyak penelitian menemukan bahwa respon inflamasi paru terhadap pajanan gas atau asap rokok ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil, makrofag dan limfosit T yang didominasi oleh CD8+, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti leukotrien B4, IL-8 dan TNF- dan bukti bahwa stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau yang diaktifkan oleh sel inflamasi. Peningkatan jumlah limfosit T yang didomisasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal (Agusti, 2007). Makrofag yang diaktifkan asap rokok dan zat iritan lainnya akan melepaskan netrofil, IL8 dan TNF yang kembali menstimulasi makrofag dan netrofil mengeluarkan zat-zat protease seperti netrofil elastase, capthesin dan Matriks Metalo Protease (MMP) yang merusak dinding alveoli, jaringan penunjang pada parenkhim paru dan juga menstimuli terjadinya hipersekresi mukus. Asap rokok ini juga mengaktifkan sel epitel di saluran pernapasan untuk mengaktifkan T limfosit khususnya CD8 yang dapat langsung membuat kerusakan pada dinding alveoli dan juga dengan mengeluarkan berbagai macam mediator inflamasi, salah satunya TNF. Sel epitel yang terpajan asap rokok akan menyebabkan pembentukan fibroblas meningkat sehingga menyebabkan terjadinya fibrosis. Fibroblas akan diaktifasi oleh Growth Factor yang dilepaskan oleh makrofag dan sel epitel. Enzim-enzim ini pada kondisi normal akan diatasi oleh protease inhibitor, termasuk alpha 1 antitripsin, SLPI dan Tissue Inhibitor Metalo Protease (TIMP). Karakteristik PPOK adalah peradangan kronik mulai dari saluran napas, parenkim paru sampai struktur vaskular pulmoner. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan netrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti leukotrien B4, IL8, TNF dan lain-lain yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi netrofilik. Selain proses inflamasi terdapat 2 proses lain yang diduga berperan dalam patogenesis PPOK yaitu keseimbangan proteinase antiproteinase dan keseimbangan beban oksidan dan antioksidan (Rennard, 2002).Mekanisme obstruksi saluran napas adalah obstruksi oleh sekret pada saluran napas akibat produksi sekret yang berlebihan disertai penebalan kelenjar-kelenjar, submukosa, secara potensial merupakan komponen obstruksi saluran napas yang reversibel. Reaksi oksidasi stress dari asap rokok atau dari sel inflamasi memiliki beberapa efek antara lain : menurunkan aktivitas dari antiprotease, mengaktivasi Nuklear factor kB, meningkatkan sekresi sitokin IL8, meningkatkan produksi TNF, meningkatkan isoprotanase yang berperan dalam bronkokontriksi dan kebocoran plasma dan efek langsung terhadap saluran napas (bronkokontriksi) (GOLD, 2010).Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan menjadi tiga jenis emfisema, yaitu (1) Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama, (2) Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru, bagian bawah, (3) Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler dan terlokalisir di septa atau dekat pleura. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas (PDPI, 2003).

Gambar 1. Konsep Patogenesis PPOK

F. Manifestasi KlinisBerdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :1. Derajat I: PPOK ringanDengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 (VEP1) /Kapasitas Vital Paksa(KVP)< 70%; VEP1> 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.2. Derajat II: PPOK sedangSemakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.3. Derajat III: PPOK berat Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.4. Derajat IV: PPOK sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

G. Penegakan Diagnosis1. Anamnesisd. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasane. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerjaf. Riwayat penyakit emfisema pada keluargag. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, seperti berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udarah. Batuk berulang dengan atau tanpa dahaki. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (PDPI, 2003)2. Pemeriksaan Fisika. Inspeksi1) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)2) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)3) Adanya enggunaan otot bantu napas4) Hipertropi otot bantu napas5) Pelebaran sela iga6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai 7) Penampilan pink puffer atau blue bloater (PDPI, 2003)b. PalpasiPada emfisema fremitus melemah, sela iga melebarc. PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawahd. Auskultasi1) suara napas vesikuler normal, atau melemah2) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa3) ekspirasi memanjang4) bunyi jantung terdengar jauh(PDPI, 2003)3. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan rutin1) Faal parua) Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVPi. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).ii. Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %iii. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.iv. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%b) Uji bronkodilatori. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.ii. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 mliii. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2) Darah rutin: Hemoglobin, hematokrit, leukosit3) RadiologiFoto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :a) Hiperinflasib) Hiperlusenc) Ruang retrosternal melebard) Diafragma mendatare) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)Pada bronkitis kronik :a) Normalb) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasusb. Pemeriksaan khusus1) Faal parua) Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkatb) DLCO menurun pada emfisemac) Raw meningkat pada bronkitis kronikd) Sgaw meningkate) Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %2) Uji latih kardiopulmonera) Sepeda statis (ergocycle)b) Jentera (treadmill)c) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal3) Uji Provokasi BronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan4) Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid5) Analisis gas darahTerutama untuk menilai :a) Gagal napas kronik stabilb) Gagal napas akut pada gagal napas kronik6) Radiologia) CT - Scan resolusi tinggiMendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polosb) Scan ventilasi perfusiMengetahui fungsi respirasi paru7) ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.8) BakteriologiPemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.9) Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.(PDPI, 2003)

H. Penatalaksanaan

Alogaritama Penatalaksanaan PPOK Stabil Ringan

Alogaritama Penatalaksanaan PPOK Stabil Ringan

I. Pencegahan 1. Mencegah terjadinya PPOKa. Hindari asap rokokb. Hindari polusi udarac. Hindari infeksi saluran napas berulang2. Mencegah perburukan PPOKa. Berhenti merokokb. Menggunakan obat-obatan adekuatc. Mencegah eksaserbasi berulang(PDPI, 2003)J. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :1. Gagal napasc) Gagal napas kronikd) Gagal napas akut pada gagal napas kronikTanda dari gagal napas akut adalah sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam dan penurunan kesadaran2. Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.3. Kor pulmonalDitandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit >50 %, dapat disertai gagal jantung kanan(PDPI, 2003)K. Prognosis PPOK biasanya secara bertahap semakin memburuk dari waktu ke waktu dan dapat menyebabkan kematian.Tingkat di mana parahnya bervariasi antara individu.Faktor-faktor yang memprediksi prognosis yang lebih buruk adalah(PDPI,2003):1. Parah obstruksi aliran udara (FEV rendah1)2. Miskin menggunakan kapasitas3. Sesak napas4. Secara signifikan kurus atau gemuk5. Komplikasi seperti kegagalan pernapasan atau pulmonale cor6. Lanjutan merokok

4

2

BAB IVPEMBAHASAN

Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis1) Keluhan utama :Sesak nafas2) Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSMS tanggal 25 April dengan keluhan sesak nafas. Keluhan tersebut pasien rasakan 1 hari sebelum masuk RSMS. Sesak nafas dirasakan sangat mengganggu aktivitas hingga pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya karna sesak nafas yang dirasakannya. Pasien merasa sesak semakin memberat. Sesak dirasakan terus menerus. Keluhan tersebut dirasa memburuk jika pasien berjalan, beraktivitas ringan, pada saat hawa dingin, di waktu pagi hari dan malam hari. Keluhan dirasa membaik jika pasien istirahat, berbaring dengan menggunakan 3 bantal dan minum obat.Pasien juga mengeluhkan batuk kering kambuh-kambuhan. Keluhan lain juga dirasakan oleh pasien saat batuk yaitu nyeri dada. Pasien mengaku sering minum jamu-jamuan sebagai pereda keluhan yang dirasakan, namun tidak membaik. Pasien mengaku sudah pernah dirawat di RSMS dengan keluhan yang sama. Dan setelah itu pasien rutin mengkonsumsi obat hisap ventolin sebagai pereda sesak nafas saat kambuh.Riwayat penyakit dahulu a. Riwayat keluhan serupa: diakui sejak mudab. Riwayat mondok: diakui di RSMS 1 c. Riwayat asma: diakui sejak mudad. Riwayat alergi: diakuie. Riwayat obat-obatan: diakui minum jamu-jamuanRiwayat Penyakit Keluargaa. Riwayat keluhan serupa: diakui (ayah kandung)b. Riwayat asma: diakui (ayah kandung)c. Riwayat alergi: diakuiRiwayat Sosial EkonomiPersonal habitPasien tidak pernah merokok, namun tinggal bersama anaknya yang seorang perokok berat. Pasien mengaku biasa merebus air dengan menggunakan tungku. Hasil anamnesa yang sudah dilakukan, pasien sudah meiliki riwat PPOK. Diperkuat dengan intensitas sesaknya dikarenakan pasien terpapar oleh zat iritan seperti rokok dan asap dari tungku.Pemeriksaan Fisik Pulmoa) Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),retraksi (-), jejas (-)b) Palpasi : vocal fremitus kanan=kiriketinggalan gerak (-)c) Perkusi : sonor pada kedua lapang paru d) Auskultasi: Suara dasar vesikuler(+/+)Wheezing(+), ronkhi basah halus(-), ronkhi basah kasar (-)Hasil pemeriksaan fisik dalam status lokalis pulmo abnormal. Pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan suara wheezing, ditemukan pada pasien karena kemungkinan adanya obstruksi pada saluran napas pasien.PlanningPada pasien ini, ada terapi yang bisa diberikan adalah terapi farmakologi, terapi oksigen, dan terapi non farmakologi.e. Terapi farmakologi1. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).Macam - macam bronkodilator :a) Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).b) Golongan agonis beta 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.d) Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.2. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.3. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :a) Lini I : amoksisilin, makrolidb) Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baruPerawatan di Rumah Sakit dapat dipilih:a) Amoksilin dan klavulanab) Sefalosporin generasi II & III injeksic) Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonase) Aminoglikose per injeksif) Kuinolon per injeksig) Sefalosporin generasi IV per injeksi4. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.5. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f. Terapi OksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.Manfaat oksigen:1. Mengurangi sesak2. Memperbaiki aktiviti3. Mengurangi hipertensi pulmonal4. Mengurangi vasokonstriksi5. Mengurangi hematokrit6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri7. Meningkatkan kualiti hidupIndikasi:1. Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%2. Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,sleep apnea, penyakit paruMacam terapi oksigen :1. Pemberian oksigen jangka panjang2. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napasTerapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan menjadi:1. Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy= LTOT )2. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak4. Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.Alat bantu pemberian oksigen1. Nasal kanul2. Sungkup venture3. Sungkuprebreathing4. SungkupnonrebreathingPemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebutg. Terapi non farmakologi1. EdukasiEdukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalaha) Pengetahuan dasar tentang PPOKb) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnyac) Cara pencegahan perburukan penyakitd) Menghindari pencetus (berhenti merokok)e) Penyesuaian aktivitiAgar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut :a) Berhenti merokokDisampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkanb) Pengunaan obat obatat- Macam obat dan jenisnya- Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser)- Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja)- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnyac) Penggunaan oksigen- Kapan oksigen harus digunakan- Berapa dosisnya- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigend) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigene) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannyaTanda eksaserbasi :- Batuk atau sesak bertambah- Sputum bertambah- Sputum berubah warnaf) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasig) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitiEdukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel2. Keseimbangan NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :a) Penurunan berat badanb) Kadar albumin darahc) Antropometrid) Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)e) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus(nocturnal feedings)dengan pipa nasogaster.Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenitoxygen comsumptiondan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :a) Hipofosfatemib) Hiperkalemic) Hipokalsemid) HipomagnesemiGangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

BAB VKESIMPULAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. Faktor-faktor yang menyebabkan PPOK adalah kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja, riwayat infeksi saluran nafas. Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas, gagal napas kronik, gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, cor pulmonal.

DAFTAR PUSTAKA

Agusti, A.G.N, A. Noguera, J. Sauleda, E. Sala, J. Pons, X. Busquets. 2003. Systemic Effect on Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Eur Respir J. 21: 347-360.GOLD. 2010. Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: GOLD.Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jiid I. Jakarta: media AesculapiusPerhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru obstruktif kronik : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Hal 2-27.PDPI. 2003. PPOK: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra GrafikaPDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPISudoyo A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI; 2006Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Interna PublishingsSmeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002).Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth, vol:1. Jakarta: EGC.

LAMPIRAN

Dosis Tunggal

dr. Margono SoekarjoSIP. 08/2014/DU/BMSJl. Pamijen28 Purwokerto0281 606060

Purwokerto, 27 Maret 2014

R/ Ambroxol syr No.IS 3 dd 1 cth p.c

R/ aztromicin tab 500 mg no X S 1 dd 1 tab p.c

R/ metilprednisolone Inj. 62,5mg S 2 dd 1 p.c R/ ranitidin Inj S 2 dd 1 amp

Pro: Ny. SUsia: 63 tahunAlamat: Purbadana, Purwokerto Timur