laporan kasus hernia diafragmatika 2 revisi lagi

31
Laporan Kasus HERNIA DIAFRAGMATIKA KONGENITAL Disusun oleh: W. Gilang Pratama 0808113095 Pembimbing: dr. DEWI A. WISNUMURTI, Sp.A (K), IBCLC KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU 0

Upload: gumballwatterson

Post on 27-Dec-2015

111 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

hghsd

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

Laporan Kasus

HERNIA DIAFRAGMATIKA KONGENITAL

Disusun oleh:

W. Gilang Pratama

0808113095

Pembimbing:

dr. DEWI A. WISNUMURTI, Sp.A (K), IBCLC

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

2014

0

Page 2: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

BAB I

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Hernia diafragma kongenital (HDK) merupakan defek kongenital yang

terjadi 1 dari 4000 kelahiran hidup. Insiden HDK sebenarnya sulit diketahui

karena kematian pada awal kehidupan sering terjadi dan hal itu disebut juga

sebagai “mortalitas tersembunyi” dari HDK. Sekitar 50% HDK berhubungan

dengan malformasi, terutama pada jantung, usus, tulang, dan defek pada ginjal.

Hernia diafragma juga berhubungan dengan trisomi 13, 18 dan 45 XO dan telah

dilaporkan sebagai suatu kelainan pada sindrom Goldenhar, Beckwith-

Wiedemann, Pierre Robin, Goltz-Gorlin dan Rubela.1

Lokasi HDK yang paling sering ditemukan yaitu di hemithoraks sinistra

dengan defek pada diafragma posterior (foramen Bochdalek). Sekitar 70% bayi,

HDK dapat terjadi pada hemithoraks kanan dengan defek pada anterior atau

posterior diafragma.1 Beberapa kasus HDK memiliki gejala yang asimtomatik, hal

ini biasa terjadi pada HDK tipe Morgagni.

Hernia diafragma kongenital (HDK) yang bertahan setelah koreksi bedah

memiliki masalah pada pernapasan yang diakibatkan oleh hipoplasia paru akibat

desakan organ viseral sebelumnya. Pasien dengan HDK yang setelah dilakukan

koreksi bedah dapat mengalami gangguan, yaitu gangguan pertumbuhan,

gangguan makan, gagal tumbuh, keterlambatan neurokognitif, gangguan

pendengaran, gangguan tingkah laku pada masa kanak-kanak dan remaja karena

efek dari penggunaan terapi seperti terapi extracorporeal membrane oxygenation

(ECMO).2

Hernia diafragma kongenital (HDK) sudah dikenal sejak bertahun-tahun

lalu dan angka keselamatan setelah operasi belum didapatkan sampai abad 20

namun peneliti di bidang bedah pediatrik melaporkan angka kematian yang sangat

rendah pada kasus HDK.3

1

Page 3: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hernia diafragma kongenital (HDK) adalah penonjolan organ abdomen ke

dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Lubang pada diafragma

ini dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan bagian viseral kedalam rongga

toraks. Lokasi HDK umumnya ditemukan di sebelah kiri.3

Defek diafragma terjadi pada masa embriogenesis, karena hal tersebut

organ viseral (intestinal, gaster, hati, dan limpa) masuk ke dalam rongga dada.

Dengan adanya isi perut di rongga dada, pertumbuhan dan perkembangan paru-

paru terganggu.2

Gambar 1. Hernia diafragmatikaDikutip dari: Lee KG.4

Hernia diafragma kongenital (HDK) mempunyai 3 subtipe berdasarkan

dari lokasi defek diafragma. Defek diafragma terjadi karena kegagalan penutupan

dari kanalis pleuroparietalis yang secara normal tertutup pada usia kehamilan

minggu ke-6 sampai ke-10. Tipe HDK yang paling sering adalah tipe Bochdalek.

Hernia Diafragmatika Kongenital (HDK) tipe bochdalek terdapat defek di bagian

2

Page 4: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

posterior diafragma setinggi costa 10 dan 11, tepat di atas glandula adrenal. Defek

ini dapat meluas dari lateral dinding dada sampai ke hiatus esophagus.

Hernia diafragmatika kongenital (HDK) pada tipe Morgagni terdapat defek

di bagian anterior diafragma dan tipe pars sternalis terdapat defek di sentral

diafragma (gambar 2). Sekitar 85% defek diafragma terjadi pada sisi kiri, 13%

pada sisi kanan dan 20% pada bilateral. Tipe bilateral dari defek diafragma jarang

terjadi dan biasanya merupakan kondisi yang berat. Hernia diafragmatika

kongenital (HDK) dikaitkan dengan kelainan kromosom atau malformasi. Hernia

diafragmatika kongenital (HDK) berkaitan dengan gangguan satu gen atau aberasi

kromosomal seperti sindrom turner, trisomi 13, dan trisomi 18.

Gambar 2.Klasifikasi hernia diafragmatika kongenitalDikutip dari: Thomas W dkk.5

2.2. Etiologi

Penyebab hernia diafragma kongenital masih belum diketahui. Informasi

spesifik mengenai HDK masih terbatas, tetapi kelainan genetik mempunyai

pengaruh untuk terjadinya HDK di beberapa penelitian. Hernia diafragmatika

kongenital (HDK) telah dikaitkan dengan kromosom yang abnormal, dan paling

sering terjadi duplikasi kromosom atau delesi pada kromosom, termasuk sindrom

Turner (monosomi X), sindrom Down (Trisomi 21), Edward sindrom (trisomi 18),

dan sindrom Patau (trisomi 13).

3

IVC hiatus

Esophageal hiatus

Tendon

Costal cartilages

Crura

Morgagni hernia

Other anterior hernias

Bochdalek hernia Morgagni hernia and other anterior hernias Central hernia

Page 5: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

Penelitian Albert 2007 menunjukkan data sitogenetika dari 200 pasien

dengan HDK terdapat 24 pasien (12%) menunjukkan kelainan. Empat belas

pasien (7%) menunjukkan kelainan numerik (trisomi 18 atau 21). Sisanya 10

pasien (5%) memiliki anomali struktural, dan 3 dari pasien (1,5%) yang terbukti

delesi pada dari kromosom 15q.

Gambar 3. Presentasi hasil penelitian kromosom 15q pada pasien HDK dan tanpa HDK

Dikutip dari : Klaassens.6

2.3. Embriologi

2.3.1. Perkembangan diafragma

Diafragma adalah suatu struktur seperti kubah musculotendineos yang

memisahkan rongga toraks dan abdomen. Diafragma terbentuk dari 4

struktur:

1. Septum transversum

Septum transversum merupakan pembentuk tendon sentral diafragma.

Septum transversum pertama kali diidentifikasi pada akhir minggu ke-3

sebagai massa mesoderm dari arah kranial ke rongga perikardial. Setelah

lipatan kepala terbentuk selama minggu ke-4, septum transversum menjadi

bagian tebal yang tidak komplit diantara rongga abdominopelvic dan toraks.

4

Page 6: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

Right common cardinal vein

Pericardioperitoneal canal

PLEURAL CAVITY

HEART

LUNGBUD

LEFT COMMON CARDINAL VEIN

PLEURO-PERITONEAL MEMBRANE

PERICARDIAL CAVITY

LATERAL BODY WALL

LUNG

PERICARDIAL CAVITY

INFERIOR VENA CAVA

CHEST WALL

AORTA

MESOESOPHAGUS

ESOPHAGUS IN PRIMITIVE

MEDIASTINUM

PERICARDIUM

PERICARDIAL CAVITY

PHRENIC NERVE

PLEURAL CAVITY

AORTA

Septum transversum menyatu ke arah dorsal dengan mesenkimal ventral ke

arah esofagus (mediastinum primitif) dan kemudian kearah membran

pleuroperitoneal pada akhir minggu ke-6.7

Gambar 3. Potongan transversal embrio pada bagian septum transversumDikutip dari: Moore KL.7

2. Membran pleuroperitoneal

Membran pleuroperitoneal menyatu dengan mesentrium dorsal esofagus

dan bagian dorsal dari septum transversum. Penggabungan membran

pleuroperitoneal tersebut melengkapi bagian dari rongga abdominopelvic dan

toraks, serta membentuk diafragma primitif.

Walaupun membran pleuroperitoneal membentuk sebagaian besar dari

diafragma primitif namun membran pleuroperitoneal hanya mewakili

sebagian kecil dari bentuk akhir diafragma.

5

Page 7: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

AORTAPERICARDIO-PERITONEAL CANAL

BODY WALL AND RIBS

ESOPHAGUS

INFERIOR VENA CAVA

CENTRAL TENDON

INFERIOR VENA CAVA

ESOPHAGUS

AORTA

crura

Septum transversum

Mesentery of the esophagus

Pleuroperitoneal membranes

Body wall

3. Mesentari dorsal dari esofagus

Struktur ini menyusun bagian median diafragma. Struktur fibromuskuler

yang membentang dari tiga buah lumbar vertebrae ke tendon sentral

diafragma atau disebut juga dengan crura berkembang dari serabut otot

menjadi mesentaria dorsal esofagus.7

Gambar 4. Skematik perkembangan diafragmatikaDikutip dari: Moore KL.7

4. Dinding tubuh

Selama masa perkembangan minggu ke-9 hingga minggu ke-12, rongga

pleura membesar dan meluas hingga ke dinding lateral abdomen. Selama

proses tersebut, jaringan dinding tubuh terpisah kearah medial dan

membentuk bagian perifer dari diafragma, sedangkan bagian eksternal

dibentuk dari membran pleuroperitoneal.

Perluasan dari rongga pleural hingga dinding tubuh membentuk sudut

costodiafragmatik yang menjadi karakteristik diafragma dewasa yaitu

berbentuk sperti kubah.7

6

Page 8: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

Bodywall Costo

diaphragmatic

lung Pleural cavity Pericardial cavity

diaphragma Recess of pleura

Gambar 5. Perluasan dari rongga pleura ke dinding tubuh Dikutip dari: Moore KL.7

2.3.2. Hernia diafragma

Hernia diafragma merupakan suatu malformasi kongenital dimana terjadi

defek pada diafragma. Defek posterolateral pada diafragma adalah gangguan

perkembangan yang sering terjadi. Hernia diafragma ini terjadi karena adanya

kegagalan penyatuan dari membran pleuroperitoneal yang normalnya

memisahkan ronga pleura dan peritoneal. Defek tersebut umumnya unilateral,

dimana terjadi pembukaan yang besar (sering disebut foramen Bochdalek)

pada regio posterolateral diafragma. Defek tersebut 5 kali lebih sering terjadi

pada sisi kiri dibandingkan yang kanan. Hal tersebut terjadi akibat penutupan

dini dari pleuroperitoneal kanan pada saat masa perkembangan.

Pada akhir minggu ke-6, normalnya membran pleuroperitoneal menyatu

dengan komponen diafragma lainnya. Jika membran pleuroperitoneal tidak

menyatu saat usus kembali ke rongga abdomen melalui tali pusat selama

minggu ke-10, maka usus tersebut akan masuk kedalam rongga dada.

Umumnya bila hal tersebut terjadi, maka limpa, sekum, apendik, kolon

asending dan transversum dapat masuk kedalam rongga dada. Organ-organ

viseral tersebut dapat bergerak secara bebas kedalam toraks melalui defek,

terutama saat bayi sedang berbaring dan kembali ke rongga abdominal saat

bayi berbaring kekanan. Jika organ viseral tersebut sudah berada dirongga

toraks sejak bayi lahir, maka akan terjadi gangguan pernapasan. Jantung dan

mediastinum umumnya bergeser kearah kanan karena organ viseral lebih

sering mengenai sisi toraks sebelah kiri. Paru-paru umunya mengalami

hipoplastik dan ukurannya mengecil. Gangguan perkembangan paru tersebut

7

Page 9: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

dikarenakan karena kurangnya ruangan untuk paru berkembang secara

normal pada rongga toraks. Sisi paru yang terkena dapat kembali terisi udara

dan mencapai ukuran normal jika dilakukan perbaikan defek pada diafragma

dan organ viseral kembali ke rongga abdomen.7

2.4. Gambaran Klinis

Bayi dengan hernia diafragma yang besar umumnya lahir dengan distres

pernapasan, sianosis, abdomen skapoid, hilang atau berkurangnya suara napas

pada bagian yang terdapat hernia dan suara jantung berpindah kearah yang

berlawanan dari lokasi hernia.1

Jika tidak ditangani secara cepat, keadaan respirasi akan memburuk

dengan cepat sampai pasien meninggal. Gejala pada pertukaran gas yang tidak

adekuat berhubungan dengan hipertensi pulmoner persisten yang disebabkan oleh

konstriksi arteriolar dan penutupan dari katup pulmoner yang mengakibatkan

terjadinya aliran langsung dari ventrikel kanan ke jantung kiri sehingga tidak

terjadi pertukaran gas yang efektif. Hipertensi pulmoner ini terjadi setelah

beberapa jam selama neonatus beradaptasi terhadap sirkulasi postnatal.8

Pada kasus-kasus tanpa gejala neonatal, HDK dapat bermanifestasi pada

segala usia dengan distres pernapasan ringan atau secara tidak sengaja ditemukan

saat dilakukan pemeriksaan medis.

2.5. Diagnosis

2.5.1. Diagnosis prenatal

Hernia diafragma kongenital (HDK) sering ditemukan pada pemeriksaan

ultrasonography (USG) setelah umur kehamilan 16 minggu. Terjadinya

polihidramnion pada pemeriksaan USG dapat dicurigai terjadinya HDK, karena

pada pasien dengan HDK cenderung mempunyai kesulitan dalam mengabsorbsi

cairan di usus. Pasien yang terdiagnosis pada usia kehamilan dini memiliki

keuntungan prognistik, dengan demikian rumah sakit tempat bayi tersebut akan

dilahirkan akan lebih mempersiapkan dan angka keselamatan juga akan

meningkat. Ditemukannya hati pada rongga toraks mempunyai tingkat keparahan

dan buruknya prognosis. Prognosis pasien HDK dapat dinilai dengan

8

Page 10: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

menggunakan lung-to-head ratio (LHR). Lung-to-head ratio (LHR) adalah

perbandingan dari luas permukaan paru sisi kontralteral dari sisi paru yang

terdapat hernia dibandingkan dengan lingkar kepala pasien. Lung-to-head ratio

(LHR) diukur disaat dilakukannya pemeriksaan biometry on ultrasound atau

magnetic resonance imaging (MRI). Pasien dengan nilai LHR < 1 memiliki

prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan LHR > 1,4. Pemeriksaan

volume paru relatif dengan MRI memiliki peran penting untuk memprediksi

morbiditas dan mortalitas. Semakin rendah angka prediksi maka resikonya akan

semakin meningkat.1

2.5.2. Diagnosis postnatal

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gerakan pernafasan yang tertinggal,

perkusi pekak, fremitus menghilang, suara pernafasan menghilang dan mungkin

terdengar bising usus pada hemitoraks yang mengalami gangguan.3

Foto toraks sangat sensitive dalam mendeteksi adanya hernia diafragma.

Bila didapatkan abnormalitas pada pemeriksaan foto toraks, selanjutnya dilakukan

pemeriksaan computerised tomography (CT) scan toraks atau USG focused

assessment with sonography for trauma (FAST) untuk memastikan diagnosis

hernia diafragma.1,2

Gambar 6.Foto toraks hernia diafragmatika kongenital

Dikutip dari: Tovar J.2

2.6. Penatalaksanaan

9

Page 11: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

a. Kasus yang berat yang telah didiagnosis sebelum persalinan dapat

dilakukan dengan tatalaksana prosedur ex utero intrapartum treatment

(EXIT) dengan pemberian ECMO segera. Extracorporeal membrane

oxygenation (ECMO) merupakan sebuah teknik untuk melakukan bypass

sementara dari jantung atau paru ke mesin ECMO yang berfungsi untuk

mensuplai oksigen pada pembuluh darah jantung yang akan dipompakan

ke seluruh tubuh sehingga tubuh tidak kekurangan oksigen.

Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) biasanya dilakukan

hanya sementara hingga kondisi bayi stabil dan membaik. Terapi ECMO

membutuhkan team multidisiplin yang terdiri dari ahli bedah, dokter

kandungan, neonatologis, anastesiologis, perawat, terapis respirasi dan

teknisi ECMO. Anastesi umum yang dalam diberikan pada ibu untuk

mendapatkan efek anastesi pada fetus. Laparotomi maternal dilakukan

dengan mengekspos uterus yang sudah hipotoni akibat anastesi.

Perdarahan diminimalisir dengan menggunakan alat khusus untuk

membuka uterus yang dapat memotong uterus dan secara simultan

memasang klip hemostatik pada sepanjang tempat insisi. Bayi kemudian

sebagian dilahirkan melalui pembukaan uterus. Sebuah pulse oxymetri

dipasang pada tangan bayi untuk mendapatkan monitor langsung dari

denyut jantung dan saturasi oksigen. Saturasi oksigen bayi dipertahankan

sekitar 60%. Jika saturasi oksigen terlalu tinggi maka pembuluh darah

umbilikal akan mengalami konstriksi dan suplai darah ke umbilikal akan

terhenti.

Bayi kemudian diintubasi dan dinilai lalu segera dilakukan keputusan

apakah perawatan selanjutnya dilakukan sesuai dijelaskan pada

(b.intubasi). Jika kondisi bayi tidak membaik setelah intubasi atau hernia

diafragma maka prosedur EXIT dapat dilakukan sebagai jembatan untuk

dilakukan pemasangan ECMO. Setelah bayi sebagian dilahirkan, maka

ahli bedah akan mengeksplorasi pembuluh darah utama di leher dan

memasang kateter ECMO. Peralatan ECMO portable dibawa di operasi

dan digunakan selama transportasi keruang unit perawatan intensif.

10

Page 12: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

b. Intubasi : semua bayi harus segera diintubasi setelah dilahirkan jika

sebelumnya telah didiagnosis saat antenatal care atau pada saat diagnosis

postnatal. Perawatan harus diiringi dengan pemasangan ventilator agar

tekanan inspirasi tetap rendah untuk menghindari kerusakan atau ruptur

dari paru-paru kontralateral. Sedasi yang dalam harus dihindari karena

pernapasan spontan membantu dalam penggunaan ventilator untuk

menghindari barotrauma.

c. Penatalaksanaan preoperasi : difokuskan untuk menghindari barotrauma

dan meminimalisirkan terjadinya hipertensi pulmoner, maka hiperkapniea

merupakan metode pendekatan pernapasan yang dilakukan walaupun

metode ini masih cukup kontroversial. Pemberian nitrit oxyda inhalasi

tidak tampak menunjukkan penurunan kebutuhan terhadap ECMO namun

dapat bermanfaat mengurangi cedera pada jantung kanan.1

d. Waktu yang tepat dilakukannya koreksi bedah : Pertimbangan waktu

untuk dilakukannya koreksi bedah dapat dilakukan dengan penanganan

secara cepat (< 24 jam) atau dengan melakukan stabilisasi awal terlebih

dahulu dengan menggunakan strategi ventilasi yang bervariasi sebelum

dilakukan operasi. Akan tetapi, hal tersebut masih menjadi kontroversi

apakah menunda operasi lebih dapat memberikan keuntungan. Pada dua

penelitian secara acak dengan total 86 bayi yang membandingkan waktu

dilakukannya operasi secara cepat (<24 jam) dan penundaan (>24 jam)

bayi HDK dengan gejala pada saat lahir dilaporkan bahwa tidak terdapat

perbedaan berarti terhadap angka kematian pada kedua kelompok

tersebut.9

e. Koreksi bedah : HDK merupakan kegawatdaruratan bedah yang dilakukan

koreksi secara bedah segera setelah lahir. Akan tetapi, penundaan

pembedahan belum menunjukkan mengurangi mortalitas dengan asumsi

terjadinya stabilisasi pasien dan hipertensi pulmoner telah tertatalaksana

dengan baik. Akan tetapi, waktu yang tepat untuk dilakukannya operasi

masih belum diketahui. Banyak ahli bedah menunda intervensi operasi 7

hingga 10 hari setelah kelahiran agar vaskularisasi pulmoner telah

berelaksasi maksimal. Perbaikan dengan operasi dipertimbangkan setelah

11

Page 13: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

bayi memiliki pertukaran gas yang adekuat dengan menggunakan tekanan

inspiratorik yang rendah dan resistensi vaskuler paru yang telah berkurang.

Pada beberapa centre, penggunaan bantuan ventilasi dapat ditunda sampai

bayi mampu mentoleransi pada masa transisi ventilasi konvensional

dilepas selama rentang waktu lamanya operasi berjalan.1-3,9

2.7. Hal-hal penting setelah koreksi bedah

Bayi yang sudah dilakukan koreksi bedah memiliki beberapa hal penting

yang perlu diperhatikan. Pada bayi yang mengalami permasalahan paru-paru yang

kronis, perlu diperhatikan kebutuhan oksigen dan pengobatan untuk membantu

bayi tersebut bernapas. Pada kasus seperti ini, umumnya bayi akan dirawat di

NICU setel ah dilakukannya operasi untuk beberapa minggu, bulan ataupun tahun.

a. Gangguan gastrointestinal

Pada bayi HDK yang sudah dilakukan koreksi bedah akan membutuhkan

kalori yang lebih dari bayi pada umumnya untuk dapat tumbuh dan sehat. Akan

tetapi, pada beberapa kasus bayi akan mengalami gastrooesofageal refluk (GER),

dimana asam lambung naik hingga ke esofagus, yang menyebabkan bayi sering

muntah, sehingga bayi mengalami kesulitan untuk makan. Hal tersebut dapat

menyebabkan bayi gagal tumbuh.

b. Gangguan perkembangan

Beberapa penelitian jangka panjang terhadap bayi yang bertahan setelah

koreksi bedah, didapatkan adanya abnormalitas neurologik dan gangguan

perkembangan yang ringan sampai sedang, terutama pada bayi yang menerima

terapi ECMO. Informasi mengenai hal ini masih terbatas, karena masih sedikitnya

penelitian prospektif yang menilai mengenai gangguan perkembangannya. Untuk

mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan fisioterapi, terapi bicara, terapi

kemandirian untuk membantu bayi tersebut untuk mendapatkan kekuatan otot dan

koordinasi.

c. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran sensorineural didapatkan pada 25% bayi dengan

HDK dan 100% dari bayi tersebut dirawat dengan menggunakan terapi ECMO.

Sebuah penelitan terhadap bayi dengan terapi ECMO didapatkan terjadi gangguan

12

Page 14: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

pendengaran sensorineural, umumnya onset lambat dan angka kejadiannya 2,5

kali lebih sering pada bayi yang diterapi dengan ECMO dibandingkan yang tidak

diberikan terapi ECMO. Terapi jangka panjang dengan pemberian aminoglikosida

dan ECMO meningkatkan resiko terjadinya gangguan pendengaran sensorineural.

Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran sensorineural

adalah penggunaan nitrit oxyda, ventilasi mekanik frekuensi tinggi jangka

panjang, dan kondisi metabolik alkalosis.11

2.8. Mortalitas dan prognosis

Mortalitas akibat hernia diafragma berhubungan dengan besarnya defek

yang terjadi, hipoplasia pulmoner dan penyakit jantung kongenital.

Tekanan oksigen (PO2) dan tekanan CO2 (PCO2) dapat memprediksi

prognosis pada bayi dengan HDK. Semakin lambat onset terjadinya gejala pada

saat postnatal, maka angka keselamatan juga akan semakin tinggi. Terapi ECMO

dan nitrit oxyda inhalasi akan meningkatkan angka keselamatan.1

13

Page 15: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. N

Umur : 7 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Raya Pekanbaru, Duri Km 71, Kandis

MRS : 6 Januari 2014

ALLOANAMNESIS

Diberikan oleh ibu kandung pasien

Keluhan Utama

Bayi usia 7 hari, rujukan Puskesmas Kandis dengan gangguan nafas berat dan

sianosis.

Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi lahir tanggal 31 Desember 2013 jam 09.15di klinik Muara Fajar secara

spontan, ditolong bidan, nilai APGAR tidak diketahui, resusitasi dilakukan tidak

diketahui, keadaan setelah lahir merintih, injeksi neo K (-), salep mata tidak

diketahui, sisa ketuban jernih, IMD (-), sudah diberi ASI, BAB (+), BAK (+),

muntah (-), kembung (-), sesak (+), biru (+), banyak terdapat lendir dimulut,

demam (+)dengan suhu 37.8oC. Setelah lahir, pasien sesak kemudian dibawa ke

Puskesmas yang diperiksa oleh bidan dan dikatakan tidak ada masalah dengan

pasien. 6 hari SMRS pasien hanya dirawat dirumah saja, selama dirumah pasien

tampak sesak, menyusu kurang, gerak tidak aktif, demam (-), muntah (-), BAB

(+), BAK (+).1 hari SMRS, tubuh pasien membiru, tidak mau menyusu, sesak,

14

Page 16: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

gerak tidak aktif, dikarenakan keadaan pasien tidak juga membaik, orang tua

pasien kemudian membawa pasien ke Puskesmas Kandis lalu pasien langsung

dirujuk ke RSUD AA.

Riwayat Kehamilan

G2P1A0H1 dengan usia gestasi 42 minggu, riwayat hipertensi (-), diabetes

melitus (-), keputihan (-), demam (-), minum alkohol (-), merokok (-), minum

obat-obatan (-), trauma (-). ANC di bidan sebanyak 5 kali. HPHT 1 Maret 2013.

Saat usia kehamilan 6 bulan, terdapat benjolan pada vagina ibu pasien dan

disarankan untuk melahirkan di Pekanbaru oleh dokter.

Riwayat Persalinan

Pasien mulai merasakan sakit pada pinggang pada tanggal 31 Desember 2013 jam

08.30, keluar air-air yang tidak bisa ditahan (+), keluar lendir campur darah (+),

pasien langsung dibawa ke klinik Muara Fajar, disana pasien dilakukan

pemeriksaan dalam dan sudah ada pembukaan,jam 9.00 pasien langsung

direncanakan untuk melahirkan secara spontan. Bayi lahir tanggal 31 Desember

2014 jam 9.15.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak kulit sianosis, tonus lemah, gerakan letargi, tangis

lemah, akral dingin, nafas sesak(+), kesadaran letargi

Tanda-tanda vital :

- Frekuensi jantung : 132 x/menit

- Frekuensi nafas : 68x/menit

- Suhu : 36,8 0C

- Akral dingin

Riwayat pertumbuhan :

- BBL : 3900 gr

- BBM : 3420 gr

15

Page 17: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

- PB :51cm

- LK :37cm

- LiLa : 11 cm

- LP : 29 cm

- LD : 32 cm

Sistem saraf pusat: warna kulit sianosis, aktivitas bayi mengantuk,

kesadaran letargi, ukuran pupil 2mm/2mm, refleks pupil (+/+), kejang (-),

tonus otot lemah.

Kepala/wajah : fontanella datar, sutura normal, langit-langit normal,

sianosis sentral, lidah biru (+), telinga low set ear (-)

Sistem kardiovaskuler : frekuensi jantung 132x/i, bunyi jantung 1 dan

bunyi jantung 2 (+), bising jantung (-), denyut perifer (+), CRT 2 detik

Sistem respirasi: frekuensi nafas 68x/i, bernapas dengan upaya keras,

merintih (+), pernapasan cuping hidung (+), sesak (+), retraksi interkosta

(+),gerakan dinding dada asimetris, kanan agak tertinggal, bunyi nafas

bronkovesikuler, ronkhi (-/-),DownScore = 6

Sistem gastrointestinal: warna dinding abdomen pucat, LP 29 cm, perut

supel, bising usus (+) normal, anus paten, organomegali (-), edema tali

pusat (-),

Sistem genitalia: ♀ dalam batas normal

Ekstrimitas : simetris, CTEV (-), polidaktili (-), akral dingin, CRT 2”,

gerakan sendi panggul normal, spina bifida (-),kelainan pada garis

tangan(-), denyut nadi femoral (+)

Kelainan kongenital : jejas persalinan (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah rutin: 6Januari 2014

- Hb : 15,7 gr/dl

- Ht : 46,4%

- Leu : 17.000/µl

- Plt : 335.000/µl

16

Page 18: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

- GDS : 72 mg/dl

Agda dan Elektrolit:7Januari 2014

- pH : 7,2

- pCO2 : 82

- pO2 : 55 mmhg

- HCO3 : 32,8

- TCO2 : 35,5

- BE : 49

- SO2 : 81

- Na+ : 140 mmol/l

- K+ : 3,1 mmol/l

- Ca++ : 0,81 mmol/l

Foto Baby Gram: 7 Januari 2014

Diagnosis

Neonatus cukup bulan (42 minggu) sesuai masa kehamilan berat bayi lahir cukup

3900 gram + gawat nafas + Hernia diafragma sinistra + hipotermi

17

Page 19: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

Penatalaksanaan

Rawat instalasi neonatus NICU

Jaga Kehangatan (rawat inkubator)

Jaga jalan nafas (kapan perlu isap lendir)

Oksigenasi ventilator

IVFD N5 + KCL 18,5 cc/jam

Inj. IV Pipertazol 2x200mg

Inj. IV Mikasin 2x20 mg

18

Page 20: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Bayi, perempuan usia 7 hari ditegakkan diagnosis hernia diafragma

kongenital sinistra berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pasien tampak sesak berat dan sianosis pada tubuh pasien, terdapat

pernapasan cuping hidung, gerakan dinding dada tidak simetris, dada sebelah kiri

agak tertinggal. Hasil rontgen toraks didapatkan adanya gambaran usus di rongga

toraks sinistra dan terdorongnya mediastinum kearah kontralateral. Berdasarkan

gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang diatas menunjukkan beberapa

masalah yang ditemukan pada hernia diafragma kongenital (HDK). Hal ini sesuai

dengan literatur mengenai hernia diafragma kongenital (HDK) dan berdasarkan

hasil rontgen menunjukkan HDK tipe bochdalek.

Koreksi bedah pada pasien ini dapat dilakukan secara cepat atau dengan

stabilisasi awal terlebih dahulu. Kondisi pasien saat masuk dalam keadaan yang

tidak stabil yaitu gangguan pernapasan yang berat, sianosis dan takipnue maka

penundaan koreksi bedah hingga keadaan klinis pasien stabil merupakan pilihan

yang tepat. Hal ini sesuai dengan literatur mengenai penundaan operasi hingga

pasien stabil diharapkan vaskularisasi pulmoner bayi dapat berelaksasi maksimal,

pertukaran gas sudah adekuat dan resistensi vaskular paru telah berkurang.

Penyebab hernia pada kasus ini masih belum diketahui secara pasti.

Hernia diafgrama dikaitkan dengan kromosom yang abnormal dan paling sering

terjadi duplikasi kromosom atau delesi pada kromosom. Kelainan struktur

kromosom dapat didiagnosis saat prenatal, maka diperlukan pemeriksaan

antenatal care yang baik untuk mengetahui secara dini kemungkinan hernia

diafragma. Sehingga konsultasi prenatal dianjurkan pada orang tua pasien jika

ingin memiliki anak dikemudian hari.

19

Page 21: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

DAFTAR PUSTAKA

1. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of neonatal care. 6thedition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p.621-623.

2. Benjamin JR, Bizzaro MJ, Cotton C. Congenital diaphragmatic hernia: updates and outcomes. American Academy of Pediatrics. [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2011 September 30]; 439-52. Available from:http://pediatrics.unm.edu/divisions/ neonatology/docs/HDK.pdf

3. Tovar J. Congenital diaphragmatic hernia. OJRD Journal [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2012 Jan 3]; 1(15). Available from: http://www.ojrd.com/content/7/1/1

4. Lee KG. Associate Professor of Pediatrics. Division of neonatology. Medical University of South Carolina. [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2011 Juni 18]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/9036.htm

5. Thomas W, Ronald B,Valerie W. General thoracic surgery. Foramen of Morgagni hernia. 6th edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins; 2005. P.773-776.

6. Klaassens M, et al. Congenital diaphragmatic hernia and chromosome 15q26: determination of a candidate region by use of fluorescent in situ hybridization and array-based comparative genomic hybridization. Department of Cytogenetics. [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2005 March 4]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1199376/

7. Moore KL. The developing human. Clinically Oriented Embryology. 2nd

edition. New York. W.B. Saunders Company; 1977.p.150-152.

8. Kinsella J, Ivy D, Abman SH. Pulmonary vasodilator therapy in congenital diaphragmatic hernia: acute, late, and chronic pulmonary hypertension. Semin Perinatol 29. [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2005 April 8];123-28. Available from: http://umanitoba.ca/faculties/medicine/units/pediatrics/sections/neonatology/media/HDK_and_PH.pdf

20

Page 22: Laporan Kasus Hernia Diafragmatika 2 Revisi Lagi

9. Kays KW. Congenital diaphragmatic hernia and neonatal lung lesions. Surg Clin N Am 86.[serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2006 Jun]; 329-52. Available from: http://www.ohsu.edu / res_lounge_kays-HDK- review.pdf

10. Deprest JA, Nicolaides K, Gratacos E. Fetal surgery for congenital diaphragmatic hernia Is back from never. Fetal Diaggn Ther. [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2011 February 3]; p.6-17. Available from: http://www.fetalmedicine.com/fmf/2011_8a.pdf

11. Pober BR, Russell MK, Ackerman KG. Congenital diaphragmatic hernia. University of Washington. [serial on the internet]. 2014 Feb [cited 2010 March 16]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1359/

21