bab ii konsep dasar -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Mansjoer (2000) menyatakan, hernia merupakan suatu penonjolan isi perut
dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat.
Menurut R.Syamsuhidajat, Wim Dejong (1998). Hernia merupakan produksi
atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau
bagian-bagian lemah dari lapisan muscular aponeurotik dinding perut. Hernia
terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia.
Penulis menyatakan bahwa, ”Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas
organ jaringan melalui lubang abnormal” (Dorlands WA Newman, 2002).
Hernioraphy membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik
untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.
(http://qittun.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
hernia.html). Pengertian lain yang diambil oleh penulis tentang Hernioraphy
adalah perbaikan hernia secara bedah dengan penjahitan.
Mengacu dari pengertian-pengertian diatas, penulis menyatakan bahwa
hernia merupakan herniasi omentum (lipatan peritoneum yang memanjang dari
7
lambung ke organ abdomen yang berdekatan), usus atau struktur tubuh lainnya
melalui dinding abdomen dan salah satu penatalaksanaanya dilakukan dengan cara
pembedahan plastik dan membuang kantong hernia atau sering disebut dengan
hernioraphy.
Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan terjadinya :
a. Hernia bawaan atau congenital
Hernia yang terdapat pada waktu lahir.
b. Hernia dapatan atau akuisita
Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau strain atau
cedera berat.
2. Menurut letaknya
a. Hernia Diafragma
Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga dada.
b. Hernia Inguinal
Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis.
c. Hernia Umbilikal
8
Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di umbilikus dan
ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.
d. Hernia Femoral
Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.
e. Hernia Epigastrika
Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.
f. Hernia Lumbalis
Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang lesshaft atau
segitiga lumbal.
3. Menurut sifatnya
a. Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau mengejan dan
masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala abstruksi usus.
b. Hernia Irreponibel
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong
hernia.
9
c. Hernia Inkarserata
Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai
akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga diartikan hernia
irreponible yang sudah disertai dengan gejala ileus yaitu tidak dapat flatus.
Jadi pada keadaan ini terjadi obstruksi jalan makan.
d. Hernia Strangulata
Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari bendungan
sampai nekrosis.
4. Hernia menurut terlihat atau tidaknya
a. Hernia Externa
Hernia yang menonjol keluar malalui dinding perut, pinggang atau
perineum.
b. Hernia Interna
Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut
seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau defek dapatan pada
mesinterium. Umpamanya setelah anatomi usus. (Syamsuhidayat, 1998:701)
10
B. Anatomi Fisiologi
Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus
yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis tranversus
abdominis. Dimedial bawah, diatas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh
anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis moblikus eksternus.
Atapnya adalah aponeurosis moblikus eksternus, dan didasarnya terdapat
11
ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum
rotundum pada perempuan.
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena
keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis
dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila
hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis.
(Sjamsuhidayat, 2004)
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut
akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang
sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga
perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali
kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis
inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang
kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan. (Mansjoer, 2002).
C. Etiologi
1. Kongenital
12
Terjadi sejak lahir adanya defek pada suatu dinding rongga.
2. Didapat (akquisita)
Hernia ini didapat oleh suatu sebab yaitu umur, obesitas, kelemahan umum,
lansia, tekanan intra abdominal yang tinggi dan dalam waktu yang lama
misalnya batuk kronis, gangguan proses kencing, kehamilan, mengejan saat
miksi, mengejan saat defekasi, pekerjaan mengangkat benda berat (Mansjoer,
Arif : 2000 : 314).
D. Pathofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan
yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis inguinalis,
faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal
ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis
ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena
kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia.
Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak
dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
13
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah
sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia
maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan
menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan
peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen
yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu
perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih
berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah. (Manjoer, Arif, 2000 : 314 –
315, Syamsuhidayat, 1998 : 706).
E. Manifestasi Klinis
Umumnya pasien mengatakan turunnya selangkangan atau kemaluan.
Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila
menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi berdiri bisa
timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri.
14
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak tampak, pasien
dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam posisi berdiri. Bila ada
hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus
diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta
berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu
skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti.
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk
dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus
sampai ke anulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat
masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang
menyentuh jari tangan: Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah
hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya
adatah hernia inguinalis medialis.
F. Komplikasi
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga
isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia
inguinalis ireponibilis. pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi
usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis adalah
omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi
15
lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan
ireponibilis daripada usus halus.
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang
masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan
gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis
strangulata.
Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung,
muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan
kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah.
G. Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis dilak-ukan tindakan bedah
elektif karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sebaliknya bila telah terjadi proses
strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya
nekrosis usus.Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis:
1. Untuk memperoleh keberhasilan maka faktor-faktor yang menimbulkan
terjadinya hernia harus dicari dan diperbaiki (batuk kronik, prostat, tumor,
asites, dan lain-lain). Dan defek yang ada direkonstruksi dan diaproksimasi
tanpa tegangan.
2. Sakus hernia indirek harus di isolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan diligasi.
Anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal normal, repair hanya terbatas
pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan cincin ke ukuran yang
16
semestinya. Pada kebanyakan hernia orang dewasa, dasar inguinal juga harus
direkonstruksi. Cincin inguinal juga dikecilkan. Pada wanita, cincin inguinal
dapat ditutup total untuk mencegah rekurenasi dari tempat yang sama.
3. Hernia rekuren yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya
menunjukkan adanya repair yang tidak adekuat. Sedangkan rekuren yang terjadi
setelah dua tahun atau lebih cenderung disebabkan oleh timbulnya kelemahan
yang progresif pada fasia pasien.. Rekurensi berulang setelah repair berhati-
hati yang dilakukan oleh seorang ahli menunjukkan adanya defek dalam
sintesis kolagen.
Tindakan bedah pada hernia adalah henioplasty dan hernioraphy. Pada
bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat, dan
dilakukan Bassinplasty atau. tekan yang lain untuk memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis.
Pada bedah darurat, prinsipnya hampir sama dengan bedah elektif. Cincin
hernia langsung dicari dan dipotong. Usus halus dilihat vital atau tidak. Bila
vital dikembalikan ke rongga perut, sedangkan bila tidak, dilakukan reseksi dan
anastomosis end to end. Untuk fasilitas dan keahlian terbatas, setelah cincin
hernia dipotong dan usus dinyatakan vital langsung tutup kulit dan dirujuk ke
rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap. (Mansjoer Arif, 2000 : 315).
17
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Abdomen
Dapat menyatakan adanya kengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus
terlokalisis.
2. Urinalisis
Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
3. Elektrolit
Ketidakseimbangan akan menunggu fungsi organ, misalnya penurunan kalium
akan mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada penurunan
curah jantung.
4. AGD (Analisa Gas Darah)
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
5. ECG (Elektrocardiograf)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian
untuk memberikan anestesi (Doengoes, 2000 : 902).
I. Fokus Pengkajian
Adapun data-data yang menjadi data fokus dari hernia adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat,
tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
18
Tanda : Gangguan dalam berjalan, kelemahan ambulasi.
2. Eliminasi
Gejala: : Konstipasi, tidak dapat flaktus.
Tanda : Adanya retensi urine atau inkontinensia urine.
3. Makanan / cairan
Gejala : Hilangnya nafsu makan, mual, muntah.
Tanda : BB turun, dehidrasi, lemas otot.
4. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan pada kwadran bawah, semakin memburuk dengan
adanya batuk, bersin, mengangkat benda berat, defekasi, nyeri
tak ada hentinya atau ada episode nyeri yang lebih berat
secara intermiten.
Tanda : Prubahan gara berjalan, nyeri tekan abdomen.
5. Keamanan
Gejala : Peningkatan suhu 39.6 - 400C
Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai
berikut :
1. System pernafasan
19
Potensi jalan nafas, perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR
< 10 x/menit, auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan.
Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal, thorax drain.
2. System cardiovascular
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x),
2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil. Kaji sirkulasi
perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas).
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit : inspeksi membrane mukosa (warna dan
kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake / output, monitor cairan intravena
dan tekanan darah
4. System persarafa.
Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.
5. System perkemihan
Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam pasca anesthesia,
retensio urine, Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30
ml/jam)
6. System gastrointestinal
Mual muntah, kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji
palitik ileus, Insersi NG tube intra operatif dengan drainage lambung (untuk
20
memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat,
jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6- 8 jam).
7. System integument
Kaji factor infeksi luka, diostensi dari odema/palitik illeus, tekanan pada daerah
luka, dehiscence, eviscerasi.
8. Drain dan balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post
anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain
dan tanggal observasi.
9. Pengkajian nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra
operatif. Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah,
hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan
setelah pemberian analgetik.
21
J. Pathway
Gangguan
integritas kulitKetidaknyamanan /
keterbatasan gerak
Resiko infeksi
Invasi kuman
Adanya luka insisi
Perawatan luka yang
kurang
Nyeri
Kekurangan nutrisi
kurang darikebutuhan
tubuh
Nutrisi inadekuat
Diit cairan
Post operasi hernia
Penurunan fungsi usus
Kekurangan volume
cairan
Keseimbangan cairan
System irigasi
Tindakan pembedahan
Dapat kembali secara
spontan (manual)
Hernia
Tonjolan akan sampai ke spektrum
Jika cukup panjang akan menonjol keluar dari annulus inguinalis ekstermus
Masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis
Peningkatan tekanan intra abdomen
Tidak dapat kembali
secara normal
Factor didapat (batuk kronis, mengejan
saat mkiksi, mengejan saat defekasi,
pekerjaan saat mengangkat benda berat
Factor konginetal (kegagalan
penutupan prosesus vaginalis
pada waktu kehamilan)
Diskontinuitas
jaringan
22
K. Diagnosa keperawatan.
Dari teori tentang Post Operasi Hernioraphy, dapat ditarik beberapa diagnose
antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan ditandai dengan luka pada
abdomen.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post
operasi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai
dengan ketidaknyamanan keterbatasan gerak.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan
ditandai dengan penuruna fungsi usus.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi / drainage
ditandai dengan keseimbangan cairan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman ditandai dengan
perawatan luka yang kurang.
23
(NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)
L. Fokus Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau
hilang, Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi intensitas (Skala 0-10)
Rasional : Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan
keefektifan analgesic atau dapat menyatakan terjadinya
komplikasi.
b. Pantau tanda-tanda vital
24
Rasional : Respons autoromik meliputi perubahan pada TD, nasi dan
pernafasan yang berhubungan dengan keluhan / penghilangan
nyeri.
c. Dorong Ambulasi diri
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flaktus.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi
Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat
meningkatkan koping.
e. Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik
Rasional : Memberikan penurunan nyeri hebat
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post
operasi.
Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
Kriteria hasil : Menunjukkan mobilitas yang aman dan Meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
25
a. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
Rasional : Imbolitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.
b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien
Rasional : Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien.
c. Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien
Rasional : Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi
biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional : Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien
selama melakukan aktivitas.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menunjukkan penyembuhan luka cepat dan menunjukkan
perilaku atau teknik untuk meningkatkan penyembuhan,
mencegah komplikasi.
Intervensi :
a. Lihat semua insisi.
26
Rasional : mencegah komplikasi
b. Evaluasi proses penyembuhan.
Rasional : mengetahui peningkatan penyembuhan.
c. Kaji ulang penyembuhan terhadap pasien
Rasional : menunjukkan penyembuhan luka.
d. Catat adanya distensi dan auskultasi peristaltik usus
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltic usus merupakan tanda bahwa
fungsi defekasi hilang.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit
cairan.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu dan menyiapkan pola diet dengan masukan
kalori adekuat, menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.
Intervensi :
a. Berikan porsi kecil tapi sering.
Rasional : meningkatkan nafsu makan.
b. Evaluasi status nutrisi, ukur berat badan normal.
Rasional : adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi.
c. Evalusai status dan ukur berat badan setiap harinya.
Rasional : mengetahui adanya perubahan status gizi.
27
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi/ drainage.
Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, tanda vital stabil,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Awasi tanda vital.
Rasional : cairan yang masuk dapat merubah keseimbangan cairan.
b. Observasi karakter drainase.
Rasional : pemantauan cairan yang masuk
c. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral.
Rasional : diberikan agar tidak kekurangan cairan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Tanda vital dalam batas normal, luka kering tidak ada pus.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Suhu malam hari memucak yang kembali ke normal pada pagi
hari adalah karakteristik infeksi.
28
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Pertahankan keperawatan luka aseptic
Rasional : Lindungi pasien dari kontaminasi selama pengantian
d. Pertahankan balutan kering
Rasional : Balutan basah bertindak sebagai sumbu penyerapan kontaminasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Rasional : Diberikan untuk mengatasi nyeri-nyeri.