kor pulmonal

21
Kor Pulmonal et causa PPOK Tria Puspa Ningrum Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470 Email : [email protected] Pendahuluan Pada dewasa ini keadaan sesak napas banyak berkaitan dengan salah satu penyakit maupun kelainan paru-paru ataupun jantung, akan tetapi bisa juga sesak napas berhubungan dengan kelainan jantung dan paru-paru secara bersamaan, yang disebut Kor Pulmonale. Penyakit ini tidak bisa dilepaskan dari sistem kerja jantung dan paru-paru dalam sistem sirkulasi darah. seperti kita ketahui, jantung dan paru menjadi organ utama dalam sistem sirkulasi darah manusia ". Dari ventrikel kiri, darah akan dipompa meninggalkan jantung melewati pembuluh darah aorta, untuk diedarkan ke seluruh tubuh untuk kelangsungan hidup. Darah kemudian masuk ke ventrikel kanan melalui vena cava superior dan inferior. Dari ventrikel kanan, darah dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis untuk dibersihkan. Kemudian dari paru darah masuk kembali ke jantung melewati vena pulmonalis, masuk melalui atrium kiri kemudian masuk ke ventrikel kiri untuk diedarkan kembali ke seluruh tubuh. Siklus pun terulang kembali. Kor Pulmonale adalah penyakit paru yang disertai penebalan (hipertrofi) dan atau pelebaran (dilatasi) bilik jantung

Upload: tria-itu-ridut-ningnang-ningrum

Post on 01-Feb-2016

65 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

for free

TRANSCRIPT

Page 1: kor pulmonal

Kor Pulmonal et causa PPOK

Tria Puspa Ningrum

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470

Email : [email protected]

Pendahuluan

Pada dewasa ini keadaan sesak napas banyak berkaitan dengan salah satu penyakit maupun

kelainan paru-paru ataupun jantung, akan tetapi bisa juga sesak napas berhubungan dengan

kelainan jantung dan paru-paru secara bersamaan, yang disebut Kor Pulmonale. Penyakit ini

tidak bisa dilepaskan dari sistem kerja jantung dan paru-paru dalam sistem sirkulasi darah.

seperti kita ketahui, jantung dan paru menjadi organ utama dalam sistem sirkulasi darah

manusia ". Dari ventrikel kiri, darah akan dipompa meninggalkan jantung melewati

pembuluh darah aorta, untuk diedarkan ke seluruh tubuh untuk kelangsungan hidup. Darah

kemudian masuk ke ventrikel kanan melalui vena cava superior dan inferior. Dari ventrikel

kanan, darah dialirkan ke paru melalui arteri pulmonalis untuk dibersihkan. Kemudian dari

paru darah masuk kembali ke jantung melewati vena pulmonalis, masuk melalui atrium kiri

kemudian masuk ke ventrikel kiri untuk diedarkan kembali ke seluruh tubuh. Siklus pun

terulang kembali.

Kor Pulmonale adalah penyakit paru yang disertai penebalan (hipertrofi) dan atau pelebaran

(dilatasi) bilik jantung (ventrikel) kanan. Penyebabnya adalah adanya gangguan atau penyakit

di paru, misalnya akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), sumbatan pembuluh darah

paru, hipertensi arteri pulmonal atau penyempitan pembuluh darah pulmonal secara

menyeluruh. Sebagian besar kasus Kor Pulmonale terjadi pada pasien PPOK. Penyebab

utama PPOK adalah merokok. Oleh karena itu tidak heran jika Kor Pulmonale banyak

menimpa orang dewasa yang memiliki kebiasaan merokok dalam waktu lama.

Anamnesis

Untuk meneggakkan diagnosis yang tepat , seorang dokter harus melakukan melakukan

anamnesis. Menanyakan riwayat penyakit di sebut ‘anamnesa’. Anamnesa berarti tahu lagi

atau kenangan. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter,

Page 2: kor pulmonal

peminta bantuan dan pemberi bantuan. anamnesis di lakukan secara auto anamnesis yang

berarti mendapat informasi pasien dari pasienya itu sendiri, dan atau alloanamnesis jika

pasien masih kanak-kanan atau dalam tidak sadar serta memiliki kendala untuk memberikan

informasi. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan

penyakitnya dan yang menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat (merekam) riwayat

penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah

penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas untuk penyakit bersangkutan. anamnesis juga

merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya mengenai

masalah yang menyebabkan pasien mendatagi dokter. Perpaduan keahlian mewawancarai dan

pengetahuan yang mendalam tentang gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit

akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menitikan diagnosis kemungkinan sehingga

membantu dalam menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya.1

Pertama yang harus di tanyakan adalah identitas pasien, seperti umur, jenis kelamin,

pekerjaan, alamat tempat tinggal dan lain sebagainya, kemudian pertanyaan khusus yang

dapat ditanyakan kepada pasien yang menderita Kor Pulmonale, antara lain: keluhan utama

yang membawa pasien datang meminta bantuan dokter, yang di dalam skenario ini pasien

datang karena sesak napas. Lalu di tanyakan onset dari sesak nafas, seperti sejak kapan pasien

merasakan keluhan, dan apakah ada waktu khusus pasien untuk sesak bisa terjadi atau terus

menerus. sudah berapa lama pasien mengalami serangan sesak yang di rasakan. dalam kasus

ini di penyakit Kor Pulmonale disebabkan oleh PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) dan

pasien mengeluh kadang-kadang mengalami batuk,maka perlu di tanyakan tentang onset

batuk pada pasien tersebut, adakah suara nafas patologis seperti ronki dan wheezing. perlu di

tanyakan apakah pasien sudah menerapkan obat sebelum datang ke dokter, jika iya, obat apa

saja yang dusah di konsumsi. keluhan penyerta dari ujung kepala sampai ujung kaki juga

tidak bisa di lewatkan karna petunjuk untuk gejala klinis selain keluhan utama sendiri. Serta

faktor yang memperberat sesak dan memperingan sesak pada pasien.

Untuk mendapat informasi pasien guna menyingkirkan diagnosa banding perlu di tanyakan

riwayat penyakit keluarga, adakah keluarga sebelum atau yang sedang mengalami keluhan

yang sama dengan pasien dan apakah di kelurga pasien memiliki riwayat penyakit menahun

maupun penyakit keturunan. Atau apakah pasien memiliki riwayat penyakit menahun seperti

PPOK dan penyakit menahun lainya. lalu perlu di tanyakan pakah pasien sedang dalam terapi

atau meminum obat-obatan tertentu dlam jangka waktu lama. Kita juga perlu menanyakan

riwayat pribadi pasien seperti pekerjaan, gaya hidup, konsumsi rokok, minuman beralkohol

Page 3: kor pulmonal

dan pola makan pasien. Riwayat sosial juga perlu di tanyakan seperti tempat tinggal dan jenis

pekerjaan pasien.1

dari hasil anamnesis di dapatkan:

Keluhan Utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang : sesak napas sejak 5 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu :sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu yang di rasakan terutama

saat beraktivitas berat.

Keluhan Penyerta :3 bulan yang lalu kadang-kadang mengalami batuk dan

memberat sejak 1 minggu yang alu

Riwayat Pribadi : -

Riwayat Sosial : -

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum dan tingkat

kesadaran (status generalis) untuk evaluasi keadaan sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler

dan sistem saraf yang merupakan sistem vital untuk kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan

keadaan lokal (status lokalis abdomen) pada penderita dilaksanakan secara sistematis dengan

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan sebagai

berikut:2

a. tanda-tanda vital yang di lakukan pada pasien mendapat hasil tekanan darah adalah

180/80 mmHg, frekuensi nadi 88 kali permenit, frekuensi pernapasan 28 kali permenit,

serta suhu yang afebris.

b. Inspeksi

Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , konjungtiva tidak anemis, sklera

tidak ikterik.

c. Palpasi

pada pemeriksaan thoraks normal namun terdapat pembesaran hari 2 jari dibawah arcus

costae, 2 jari dibawah proccecus xyphoideus, konsistensi terasa kenyal, tepi terasa

tumpul serta tidak adanya rasa nyeri tekan, serta di temukan shifting dullnes + dan di

Page 4: kor pulmonal

temukan edema pada ekstremitas +/+. pada pemeriksaan Jugular Vein Pressure di

dapatkan hasil 5+2 cmHg.

d. Perkusi

Pada paru terdengar hipersonor pada seluruh lapang paru.

e. Auskultasi

Pada paru ditemukan wheezing +/+ dan ronki -/-, bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2

terdengar murni dan reguler , tidak di temukan suara murmur namun di temukan suara

gallop +.

Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi

Pada pasien dengan kor pulmonal kronis, foto rontgen dada dapat menunjukkan

pembesaran arteri pulmonal. Hipertensi pulmonal harus dicurigai saat arteri pulmonalis

lebih besar dari 16 mm dan arteri pulmonalis kiri lebih besar dari 18 mm. Pembesaran

ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter transversal bayangan jantung ke

kanan pada posteroanterio dan pinggang jantung terangkat ke atas /upward. 3

2. EKG

Kelainan EKG pada kor pulmonal menggambarkan Hipertrofi ventrikel kanan, diagnosis

hipertrofi ventrikel harus ditegakkan melalui penilaian komplek QRS yang cermat di

banyak sadapan. Hipertrofi ventrikel merupakan peningkatan massa ventrikel akibat

meningkatnya ukuran miosit, pada umumnya kondisi ini disebabkan oleh kelebihan

tekanan atau volume yg dialami ventrikel. Miokardium perlahan-lahan mengalami

hipertrofi sebagai adaptasi untuk mengatasi tahanan sistemik yang tinggi. Peningkatan

massa otot jantung ini kemudian dapat menimbulkan peningkatan voltase QRS pada

EKG.4

Disadapan ekstremitas, gambaran tersering yang dijumpai pada hipertrofi ventrikel kanan

adalah deviasi aksis ke kanan, artinya aksis listrik kompleks QRS yang biasanya terletakdi

antara 0° dan +90°, kini menyimpang diantara +90° dan +180°. Ini menggambarkan

dominasi listrik baru ventrikel kanan yang biasanya lebih rendah secara elektris. Sadapan

perikordial juga dapat membantu mendiagnosis hipertrofi ventrikel kanan. Pola normal

progresi gelombang R, yakni pembesaran amplitudo gelombang R mulai dari sadapan V1

Page 5: kor pulmonal

sampai V5, mengalami gangguan. Amplitudo gelombang R bukannya meningkat ketika

sadapan semakin mendekati ventrikel kiri,malah menjadi sebaliknya. Dapat terlihat

gelombang R yang besar disadapan V1 (terletak diatas ventrikel kanan yang mengalami

hipertrofi) dan gelombang R yang kecil disadapan V5 dan V6 (terletak di ventrikel kiri

normal yang sekarang tidak lagi dominan secara elektris). Serupa dengan ini, gelombang S

disadapan V1 tampak kecil, sementara gelombang S disadapan V6 tampak besar.

Penyebab hipertrofi ventrikel kanan tersering adalah penyakit paru dan penyakit jantung

kongenital. Pada kasus didapatkan hasil EKG hipertrofi ventrikel kanan (R≥ di V1),

deviasi aksis ke kanan, dan P pulmonal.4

Ekokardiografi

Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume

tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan

dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri.Septum interventrikel dapat

bergeser ke kiri.4

Diagnosis Kerja

Kor Pulmonal et causa PPOK

Kor Pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang

di sebabkan oleh penyakit parenkim parudan atau pembuluh darah paru yg tidak berhubungan

dengan kelainan jantung kiri. istilah hipertrofi yang bermakna menurut weitzemblum

sebaiknya di ganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan. untuk menetapkan

adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas di perlukan tanda pada

pemeriksaan fisik yakni edema. hiperetensi pulmonal “sine qua non” dengan kor pulmonal

maka definisi korpulmonal yang terbaik adalah : hipertensi pulmonal yang di sebabkan

penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru ; hipertensi pulmonal

menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan

berjalanya waktu menjadi gagal jantung kanan. penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal, di perkirakan 80-

90 % kasus.3

Kor pulmonal kronis adalah hipertofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal

yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif pada PPOK, progresifitas

hipertensi pulmonal berlangsung lambat.3

Page 6: kor pulmonal

Diagnosis Banding

Gagal jantung kongestif (CHF)

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann fungsi jantung,

sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian volume diastolik secara

abnormal.3

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif adalah penurunan kontraksi

ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan

darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang

mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara

waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan

kontraksi jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi,

peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban

jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.3

Perikarditis

perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viceralis atau keduanya. respon perikard

terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi erikard), deposisi

fibrin, proliferasi jarigan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. itulah sebabnya

manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas. salah

satu. reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan (eksudasi) di dalam

rongga perikard yang si sebut sebangai efusi perikard.3

Efek hemodinamik efusi perikard di tentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan

perikard. efusi yang banyak atau timbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel,

penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jangtung sekuncup dan semenit berkurang.

Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan menyebabkan

gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi organ dengan

segala akibatnya yang di sebut sebagi tamponad jangtung. Bila reaksi radang ini berlanjut

terus perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, klasifikasi dan juga terisi

eksudat, yang akan menghambat proses diastolik ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan

semenit serta mengakibatkan kongestif sistemik (perikarditis konstriktiva).3

Page 7: kor pulmonal

Kor Pulmonal Akut

Penyakit ini lebih kurang samadengan cor pulmonal kronis. Terdapat juga hipertrofi ventrikel

atau dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan juga dekompensasi. Etiologinya adalah

disebabkan embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan

menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. Biasanya penyakit ini segera disusul oleh

kematian, terjadi dilatasi dari jantung kanan. Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi

akut yang luas pada pembuluh darah paru, akibatnya adalahtahanan vaskuler  paru

meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang

terganggu hipoksia  tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.

Tahanan paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah

arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).3

Etiologi

Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :

1. Penyakit pembuluh darah paru

2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh mediastinum, aneurisma, granuloma atau

fibrosis

3. Penyakit neuromuskular dan dinding dada

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit paru

lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur.3

Epidemiologi

PPOK adalah penyebab paling umum dari kor pulmonal kronis di Amerika Utara. PPOK

mengenai lebih dari 14 juta orang setiap tahunnya di Amerika serikat dan merupakan

penyebab utama kematian. Prevalensi sebenarnya pasien kor pulmnal dengan PPOK sulit

untuk didapat, namun diperkirakan antara 10-30% daari seluruh pasien di rumah saki tuntuk

gagal jantung di Amerika Serikat tiap tahunnya adalah karena kor pulmonale. Pasien dengan

penyakit paru kronis ditemukan lebih dari 40% memiliki faktor resiko kor pulmonale.

Prevalensi kor pulmonal juga meningkat pada pasien hippoksemia, hiperkapnia, atau

obstruksi saluran nafas, dalam sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien dengan

PPOK dan kor pulmonale memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.5

Page 8: kor pulmonal

Patofisiologi

Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya “vascular bed” paru, dapat

disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau

kerusakan paru, asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar, yang akan merangsang

vasokonstriksi pembuluh paru, polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini

akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka

panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan

berlanjut menjadi gagal jantung kanan.3

Sirkulasi paru-paru terletak di antara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas.

Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya

tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernapasan.

Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah

maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu

latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria pulmonalis. Keadaan ini dapat

terjadi karena besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya

25% dalam keadaan istirahat, serta kemampunan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh

sewaktu latihan fisik. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah

penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru

berulang, dan penyakit yang mengganggu aliaran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan

obstruktif atau restriktif. PPOK terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari

kor pulmonal. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat

berupa penyakit-penyakit ´intrinsik´ seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan ´ektrinsik´

seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuskuler berat yang

melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan

obstruksi terhadap aliran darah dan kor pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya

merupakan akibat dari emboli paru-paru berulang.3

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonal biasanya terjadi peningkatan

resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal  pada akhirnya

meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan

kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada

peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteri dan arteriola kecil.3

Page 9: kor pulmonal

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-paru adalah:

1) Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru.

Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonal.

Hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOK bronkitis

lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme

itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk

menimbulkan vasokontriksi pulmonar daripada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar

kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul

respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnea dan hipoksemia

bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan)

darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang

oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan arteri di paru-

paru.3

2) Obstruksi dan/atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru.

Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan tekanan arteri paru-

paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari

struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler di

sekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya

anyaman vaskuler. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga

tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang besar.Tetapi, peranan

obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak

sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira dua per tiga

sampai tiga per empat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak

sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri di paru-paru yang bermakna. Asidosis

respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif

sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi. Dalam

pembahasan di atas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi

pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau anyaman vaskuler paru-paru dapat

mengakibatkan kor pulmonal.3

Page 10: kor pulmonal

Manisfestasi klinis

Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu :

Fase I

Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal

penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru,

bronkiektasis dan sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan

sering dalam anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok.6

Fase II

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara

lain, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis, sesak napas, mengi, sesak napas

ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum

nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas

berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah

dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya

corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal. 6

Fase III

Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan

berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada

pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru yang

lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia. 6

Fase IV

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada

keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran. 6

Fase V

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-

tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat

kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal

jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,

hepatomegali, edema tungkai dan kadang asites. 6

Tatalaksana

Page 11: kor pulmonal

Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK dituinjau dari aspek jantung sama dengan

pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk mengoktimalkan efisiensi pertukaran gas,

menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsungan hidup, pengobatan penyakit

dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk

menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan

kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dpat dilaksanakan diawali

dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai berikut :3

1. Terapi oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum

diketahui. Ditemukan 2 hipotesis yaitu terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan

menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup

ventrikel kanan, dan juga terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan

meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lainnya. Pemakaian

oksigen secara continyu selama 12 jam, 15 jam, dan 24 jam meningkatkan kelangsungan

hidup dibandingkan dengan pasien tanpa dengan terapi oksigen.

Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah

1. PaO2≤ 55 mmHg atau SaO2≤ 80%

2. PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari: Edema disebabkan gagal jantung kanan,

P pulmonal pada EKG, Ertrositosis hematokrit > 56%.3

2. Vasodilator

Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, inhibitor ACE,

dan postaglandin sampai saat ini belum di rekomendasikan pemakaianya secara rutin.

Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila di dapatkan 4 respon

hemodinamik sebagai berikut: a. resistensi vaskular paru di turunkan minimal 20%; b.

curah jantung meningkatkan atau tidak berubah; c. tekanan arteri pulmonal menurunkan

atau tidak berubah; d. tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian

harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik

diatas masih menetap atau tidak.3

3. Digitalis

Hanya digunakan pasa pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis

tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal dengan

fungsi ventrikel ventrikel kiri normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi

Page 12: kor pulmonal

ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bila meningkatkan fungsi ventrikel kanan.

Disamping itu pengobatan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi

aritmia.3

4. Diuretik

Diuretik diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretik yang berlebihan

dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia.

Disamping itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang

mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. Contoh agen

diuretik yang digunakan dalam terapi kor pulmonal kronis. Furosemide adalah loop

diuretik kuat yang bekerja pada loop of Henle, menyebabkan blok reversibel dalam

reabsorpsi natrium dan kalium klorida. Dosis dewasa adalah 20-80 mg / per hari/ PO / IV

/ IM (dosis maksimum 600 mg / hari).3

5. Antikoagulan

Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya

tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya daktor

imobilisasi pada pasien.3

Prognosis

Prognosis kor pulmonal adalah variabel yang tergantung pada penyakit yang mendasari.

Pasien dengan kor pulmonae karena PPOK memiliki angka kematian 2 tahun lebih tinggi.

Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap terapi medis yang tepat sangat

penting karena pengobatan, baik untuk hipoksia dan penyakit yang mendasari dapat

menentukan mortalitas dan morbiditas.7

Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi dari cor pulmonal yaitu:8

1. Sinkop

2. Edema perifer

3. Hipoksia

4. Kematian

Pencegahan

Page 13: kor pulmonal

Untuk langkah pencegahan, kita bisa mencegah dari terjadinya PPOK dengan hindari asap

rokok, hidari pajanan polusi udara dan hindari infeksi saluran napas yang berulang.

Seterusnya harus mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-

obatan yang adekuat guna mencegah eksaserbasi berulang.

Kesimpulan

Kor pulmonal adalah perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel kanan yang

disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan. Penyebab yang paling

sering adalah PPOK. Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya

hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya

adalah pemeriksaan pemeriksaan foto toraks, EKG, ekokardiografi. Ada beberapa cara yang

dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan,

diuretik, digitali, dan anikoagulan.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 173.

2. Bickley LS. Guide to phisical examination. 10th ed. Philadelphia:Wolters Kluwer

Lippincott Williams & Wilkins, 2009.h.296-319.

3. Setiati S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 ed VI. Jakarta: Interna Publising.

2014; 1251-3. 1238-1240

4. Thaler MS. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan ed 7. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC. h. 2012; 84-5.

5. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ,2003,Edisi ke -6,Penerbit Buku Kedokteran

EGC,h. 633-639.

6. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam

diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6.

7. Soegondo S, Masjoer A, et al. Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publising.2009.

8. Braunwald E, Heart failure and cor pulmonale. Harisson’s principles internal medicine,

edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-78.