patofisiologi sistem pulmonal

45
SISTEM PULMONAL KOMPONEN SISTEM PULMONAL Paru-paru melakukan oksigenasi darah dan mengeliminasi karbon dioksida dari dalam darah. Paru-paru memiliki dua komponen dasar: sistem trakeo-bronko-alveolar (yaitu jalan napas serta alveoli) dan -pembuluh darah. Gambar 2-1 A. Skema komponen paru. Unit fungsional paru berupa alveoli dan kapilernya. Pada dasarnya alveoli paru merupakan kantung .yang berisi udara ketika seseorang menghirup napas dan membiarkan udara mengalir lewat membran ke dalam pembuluh darah (kapiler, alveoli). Kemudian alveoli berkontraksi balik seperti balon yang kempis untuk membuat karbon dioksida mengalir keluar dan memulai siklus yang baru lagi. Alveoli merupakan cabang akhir jalan napas (trakea → bronkus → bronkiolus → alveoli). Apa yang menyebabkan sistem ini gagal bekerja? Suatu gangguan pada kantung udara (alveoli paru), jalan napas (trakea/bronkus/bronkiolus), membrannya atau pembuluh darah. Kantung Alveoli/Jalan Napas Semua alveoli harus terisi dengan oksigen dan semua jalan napas harus bekerja sebagai saluran bagi udara pernapasan yangdihirup/dihembuskan keluar. Gangguan apakah yang dapat mempengaruhi kantung alveoli dan/atau jalan napas? Kantung sudah terisi dengan substansi lain yang bukan udara pernapasan (Gambar 2-1B).

Upload: triati

Post on 26-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

patologi

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Sistem Pulmonal

SISTEM PULMONAL

KOMPONEN SISTEM PULMONAL

Paru-paru melakukan oksigenasi darah dan mengeliminasi karbon

dioksida dari dalam darah. Paru-paru memiliki dua komponen dasar: sistem

trakeo-bronko-alveolar (yaitu jalan napas serta alveoli) dan -pembuluh

darah.

Gambar 2-1 A. Skema komponen paru. Unit fungsional paru

berupa alveoli dan kapilernya. Pada dasarnya alveoli paru merupakan

kantung.yang berisi udara ketika seseorang menghirup napas dan

membiarkan udara mengalir lewat membran ke dalam pembuluh darah

(kapiler, alveoli). Kemudian alveoli berkontraksi balik seperti balon yang

kempis untuk membuat karbon dioksida mengalir keluar dan memulai siklus

yang baru lagi. Alveoli merupakan cabang akhir jalan napas (trakea →

bronkus → bronkiolus → alveoli). Apa yang menyebabkan sistem ini gagal

bekerja? Suatu gangguan pada kantung udara (alveoli paru), jalan napas

(trakea/bronkus/bronkiolus), membrannya atau pembuluh darah.

Kantung Alveoli/Jalan Napas

Semua alveoli harus terisi dengan oksigen dan semua jalan napas

harus bekerja sebagai saluran bagi udara pernapasan

yangdihirup/dihembuskan keluar. Gangguan apakah yang dapat

mempengaruhi kantung alveoli dan/atau jalan napas?

Kantung sudah terisi dengan substansi lain yang bukan udara

pernapasan (Gambar 2-1B).

Kantung tidak terbuka secara memadai (Gambar 2-1C).

Kantung tidak dapat melakukan ekspirasi secara memadai karena

terdapat obstruksi dalam jalan napas atau penurunan rekoiling

kantung alveoli itu sendiri (Gambar 2-1D).

Page 2: Patofisiologi Sistem Pulmonal
Page 3: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Gambar 2-1B. Kantung alveoli sudah terisi dengan sesuatu yang bukan

udara pernapasan. Apa yang dapat mengisi kantung alveoli? Pus (pneumonia) atau

cairan (edema atau darah). Setiap proses yang menyumbat alveoli akan mengurangi

kemampuannya untuk menahan oksigen (dan dengan demikian menurunkan kemampuan

melakukan oksigenasi darah dalam pembuluh kapilernya). Salah satu penyebab terisinya

alveoli adalah edema pulmonal kardiogenik: ketika jantung mengalami kegagalan dan

darah mengalir balik ke dalam paru-paru, maka kenaikan tekanan menyebabkan

transudasi cairan ke dalam kantung alveoli sehingga kantung ini tidak dapat terisi

oksigen secara memadai. Penyebab edema pulmonal non-kardiogenik adalah sindrom

distres akut pernapasan (ARDS; acute respirator}' distress syndrome) yang dapat terjadi

pada syok septik, trauma dan lain-lain. Pada ARDS, inflamasi menyebabkan kapiler

pulmonal mengalami kebocoran sehingga terjadi edema pulmonal. Di samping pus dan

cairan edema, darah dapat mengisi alveoli jika terdapat perdarahan pulmonal. Keadaan

ini dapat terjadi pada sindrom Goodpasture atau terjadi sekunder karena misalnya

kanker paru.

Gambar 2-1C. Kantung alveoli tidak dapat terbuka secara memadai.

Kantung alveoli tidak dapat terbuka secara memadai apabila menghadapi restriksi

tertentu yang menghalangi terbukanya kantung tersebut {penyakitparu restriktif) atau

jika otak tidak memberitahukan alveoli agar terbuka [sleep apnea sentral). Penyakit

paru restriktif dapat disebabkan oleh paru-paru yang kaku, dinding dada yang kaku

atau kelemahan otot pernapasan. Salah satu dari penyebab restriksi ini menghasilkan

suatu situasi di mana jalan napas tidak dapat terbuka di seluruh jalan tersebut dan

sulit membiarkannya terbuka sehingga terjadi kolaps dengan cepat. Penyakit paru

restriktif akan dibahas kemudian dalam Bab ini.

Page 4: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Apabila Anda menghembuskan keluar semua udara yang ada di dalam paru-paru

dan kemudian menahan napas Anda untuk waktu yang benar-benar lama, maka akhirnya

Anda akan terengah-engah mencari udara atau Anda akan meninggal. Keadaan ini

terjadi karena otak mendeteksi penurunan kadar oksigen (hipoksia) serta peningkatan

karbon dioksida (biperkarbid) dan membutuhkan suatu tarikan napas. Jadi salah satu

penyebab mengapa kantung alveoli tidak- akan terbuka adalah apabila otak tidak

melaksanakan kerjanya. Pada sleep apnea sentral diperkirakan terjadi penurunan

sensitivitas reseptor sentral di dalam otak terhadap keadaan hipoksia/hiperkarbia ini di

samping penurunan respons terhadap stimulus tersebut. Pusat- pusat dalam batang otak

yang “'menyuruh paru untuk bernapas" kadang-kadang berhenti bekerja seperti pada

keadaan tidur, pasien ini biasanya berhenti bernapas. Keadaan ini berbeda dengan sleep

apnea obstruktij di mana terjadi kolaps jalan napas bagian atas yang disebabkan

olehkelainan struktural. Akibat dari kedua tipe slcep apnea tersebut adalah

rasa mengantuk pada siang hari karena sering terbangun di malam yang

disebabkan oleh apnea.

Gambar 2-1D. Kantung alveoli tidak dapat menghembuskan

udara keluar secara memadai. Misalkan kantung itu terbuka, menghirup

oksigen dan mengalirkan oksigen lewat membran ke' dalam darah tanpa

permasalahan. Tetapi kemudian misalkan saja ketika kantung tersebut akan

menghembuskan udara napas yang berisi limbah karbon dioksida dan

menghirup kembali udara napas yang berisi oksigen, lalu entah bagaimana

kantung ini tidak dapat melakukannya. Bagaimana keadaan ini dapat

terjadi? Bisa karena obstruksi jalan napas atau rekoiling elastik

alveoli yang tidak memadai. Alveoli merupakan cabang akhir suatu

percabangan jalan napas yang dimulai dengan trakea. Trakea bercabang

dua menjadi dua buah bronkus yang kemudian bercabang lagi menjadi

bronkiolus yang selanjut bercabang menjadi alveoli paru. Obstruksi pada

salah satu tempat dalam jalan napas akan membuat alveoli tidak dapat

kembali kepada keadaan kempis (deflasi) dan dengan demikian terjadi

retensi karbon dioksida serta ketidakmampuan memulai sebuah siklus

pernapasan yang baru.

Page 5: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Bagaimana jalan napas dapat tersumbat? Benda asing (seperti sebutir

kacang yang terhirup ke dalam jalan napas pada anak-anak), tumor atau

pembentukan sumbat mukus yang kronis [bronkitis kronis atau kistik

fibrosis) semuanya dapat menimbulkan obstruksi mekanis. Di samping itu,

obstruksi jalan napas dapat terjadi jika jalan napas menjadi biper-reaktif

(yang membuatnya berkonstriksi dalam merespons udara dingin dan/atau

exercise dan/atau alergen . seperti pada asn\a) atau jika kerusakan pada

parenkim paru menyebabkan peningkatan kolapsnya jalan napas

(emfisema). Pada emfisema, kerusakan arsitektur paru juga menyebabkan

penurunan rekoiling elastik alveoli sehingga kekuatan ekspirasi paksa

berkurang. Masing-masing proses terjadinya penyakit ini akan dibahas

dengan lebih rinci di bawah judul penyakit paru obstruktif.

Membran

Membran alveoli memungkinkan O2 melintasi darah dan CO2 keluar

dari dalam darah. Setiap penyakit yang menyebabkan destruksi aiau

penebalan membran ini dapat mengurangi difusi oksigen lewat membran

tersebut. Destruksi bagian membran alveoli dapat terjadi pada emfisema

sehingga luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas menjadi

berkurang. Penebalan membran alveoli terjadi pada penyakit yang

menyebabkan fibrosis paru-paru (misalnya penyakit jaringan penyambung;

hipersensitivitas: penyakit pajanan seperti silikosis, beriliosis, asbestosis dan

lain-lain). Penyakit ini juga menyebabkan penyakit pulmonal restriktif

karena penebalan fibrotik akan menimbulkan restriksi yang membatasi

ekspansi paru yang normal.Kecuali jika terdapat penebalan membran

yang sangat berat. maka dilusi oksigen biasanya masih memadai untuk

memenuhi kebutuhan tubuh yang melakukan aktivitas. Keadaan ini

hanya menimbulkan dispnea eksersional (sesak napas pada saat

beraktivitas). Keadaan apa lagi yang dapat menyebabkan dispnea

eksersional? Angina akibat penurunan perfusi jantung yang disebabkan

oleh aterosklerosis pada arteria koronaria. Jadi, ketika Anda berpikir

Page 6: Patofisiologi Sistem Pulmonal

tentang dispnea eksersional, paru dan jantung keduanya merupakan

penyebab patofisiologis yang potensial.

Pembuluh Darah

Gambar 2-1E. Tujuan yang hendak dicapai oleh vaskulatur pulmonal

adalah membawa darah ke dalam paru-paru untuk mengambil oksigen dan

melepaskan karbon dioksida. Obstruksi pembuluh darah (yaitu akibat

emboli pulmonal) dapat menghalangi pengangkutan darah ke dalam paru-

paru untuk pertukaran gas. Penyakit pembuluh darah pulmonal yang lain

adalah hipertensi pulmonal yaitu kenaikan tekanan dalam sistem vaskular

pulmonal.

Bagaimana jika perubahan terjadi dalam darah itu sendiri? Sebagai

contoh, apabila kapasitas darah untuk membawa oksigen mengalami

penurunan, maka seberapa baiknya paru-paru bekerja dalam melakukan

oksigenasi darah tidak akan menimbulkan pengaruh apa pun mengingat

darah itu sendiri tidak dapat menerima oksigen secara memadai. Jadi,

keadaan anemia dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk memberikan

oksigen kepada jaringan. Jika kapasitas darah untuk mengangkut oksigen

mengalami penurunan, bagaimana tubuh akan mengimbanginya? Tubuh

akan mencoba mendapatkan lebih banyak oksigen dengan bernapas lebih

dalam serta lebih cepat dan dengan membuat sirkulasi volume darah yang

tersedia berlangsung lebih cepat untuk menempuh jarak sejauh mungkin.

Keadaan ini dapat menyebabkan sesak napas dan takikardia. Jadi penyebab

sesak napas bukan hanya mencakup permasalahan jantung dan paru-paru

tetapi juga permasalahan darah itu sendiri.

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF DANRESTRIKTIF

Suatu konsep yang penting dalam patofisiologi pulmonal adalah

perbedaan antara penyakit paru obstruktif dan restriktif. Jika terdapat

obstruksi di mana saja dalam jalan napas, maka keadaan ini membuat

Page 7: Patofisiologi Sistem Pulmonal

udarapernapasan sulit dihembuskan keluar. Penyebab obstruksi

meliputi:

1. Obstruksi mekanis jalan napas (misainya benda asing, tumor,

penyumbatan mukus yangkronis pada bronkitis kronis).

2. Peningkatan resistensi jalan napas (misalnya penebalan jalan napas

karena inflamasi pada bronkitis kronis).

3. Peningkatan tendensikearah penutupan jalan napas (suatu

komponen pada asma dan emfisema).

Penyakit paru restriktif membuat udara pernapasan sulit dihirup ke

dalam paru-paru. Penyakit paru restriktif dapat disebabkan oleh:

1.Paru-paru yang kaku (misalnya penyakit paru interstisialis).

2. Dinding dada yang kaku (misalnya kifoskoliosis, spondilitis ankilosing,

obesitas).

3. Kelemahan otot pernapasan (penyakit neurologi atau neuromuskular).

Mnemonic (jembatan keledai): obstruction makes it hardto get

theairout, restriction makes it hard to get the in.

Penyakit Paru Obstruktif

Emfisema

Di bawah mikroskop, paru-paru terlihat seperti sarang lebah: rongga-

rongga udara yang kosong dengan dikelilingi oleh membran alveoli. Ketika

menghirup udara pernapasan ke dalam paru, membran ini yang bersifat

lentur (fleksibel) akan meregang sehingga udara tersebut dapat mengalir

masuk ke dalam alveoli dan kemudian ketika melemas, membran ini

mendorong udara untuk kembali keluar.

Jika kita mengambil arsitektur paru yang mirip sarang lebah ini dan

mulai merobek sebagian membran alveoli, maka yang tertinggal adalah

alveoli dan bronkiolus yanglebih besar dan lebih terkulai (berbeda

dengan yang berukuran lebih kecil dan lebih kencang dalam paru-paru yang

normal). Ada dua konsekuensi dari keterkulaian ini: alveoli paru

Page 8: Patofisiologi Sistem Pulmonal

mengalami penurunan daya rekoiling elastik dan bronkiolus lebih

cenderung kolaps. Karena berkurangnya daya rekoiling elastik pada

alveoli yang terkulai ini, maka kekuatan alveoli paru tersebut untuk meng-

hembuskan udara pernapasan keluar menjadi lemah dibandingkan dengan

alveoli normal yang masih “lebih kencang” (bayangkan balon baru yang

masih kencang akan lebih sulit ditiup dibandingkan dengan balon bekas

yang sudah tua). Penurunan rekoiling elastik ini bersama dengan

bertambahnya bronkiolus yang kolaps akan membuai udara pernapasan

sulit dihembuskan keluar. Jika paru-paru mengalami kesulitan dalam

melakukan ekspirasi, maka keadaan ini akan menyebabkan biperinjlasi

dan terperangkapnya udara. Di samping itu, destruksimembran alveoli

akan mengurangi luas permukaan alveoli yang tersedia untuk pertukaran

gas. Keadaan ini merupakan emfisema yaitu salah satu tipe penyakit paru

obstruktif yang kronis (PPOK/COPD [chronic obstructive pulmonary disease]).

Pada emiisema, dinding alveoli mengalami penghancuran secara progresif

(misalnya dengan merokok atau lewat defisiensi antitripsin a-1) sehingga

terjadi dilatasi rongga-rongga udara di sebelah distal. Alveoli yang menjadi

seperti kantung yang kendur dan terkulai tidak akan mampu melakukan

pekerjaan ekspirasi danbronkiolus juga mudah menjadi kolaps sehingga

timbul obstruksi jalan napas.

Tanda dan Gejala Emfisema . Pasien emfisema akan menghirup

napas dalam dan kemudian mengalami fase ekspirasi yang memanjang

karena adanya obstruksi yang menghalangi ekspirasi. Paru-parunya bisa

begitu parah ketika harus menghembuskan udara pernapasan sehingga

otot-otot aksesoiis (misalnya otot-otot interkosta, otot-otot abdomen dan

lain-lain.) harus dilibatkan untuk membantu ekspirasi ini. Apa yang Anda

dengar ketika udara pernapasan berupaya meninggalkan paru-paru melalui

jalan napas yang tersumbat? Jika Anda menghembuskan udara lewat mulut

yang terbuka lebar, bunyinya terdengar seperti aliran udara yang

menghembus. Untuk mengeluarkan bunyi seperti bunyi pluit, Anda harus

membuat lubang yang sangat kecil dengan merapatkan kedua bibir Anda

Page 9: Patofisiologi Sistem Pulmonal

agar udara yang dihembuskan mengalir keluar lewat celah ini. Jadi, sebuah

lubang yang kecil dengan udara yang dipaksa mengalir melintasinya akan

memberikan bunyi bernada-tinggi. Demikian pula, jalan napas yang

tersumbat akan memperdengarkan bunyi wheezing pada pemeriksaan.

Jika Anda menghirup napas semaksimal mungkin, tahan dan kemudian

mencoba menarik napas lagi sementara dada Anda masih berada dalam

keadaan ekspansi. maka perasaan yang akan Anda peroleh sama seperti

perasaan seseorang yang menderita penyakit paru obstruktif kronis/PPOK

atau serangan asma (asthma flare). Selama terjadinya serangan asma,

pasien bernapas dengan volume paru yang tinggi sehingga melelahkan

samp.u pada titik dapat terjadinya gagal napas. Bernapas dengan volume

paru yang tinggi dapat pula menyebabkan hiper-ekspansi yang terlihat pada

foto rontgen toraks yaitu: paru-paru akan terlihat sangat besar (terutama

pada poros superior-inferior) dan diafragma tampak datar. Seorang pasien

emfisema dapat pula memiliki bentuk dada seperti tong (barrel chest).

Tes Fungsi Paru

Tes fungsi paru yang digunakan untuk membedakan penyakit paru

obstruktif dengan penyakit paru restriktif adalah rasio FEVl/FVC(volume

ekspirasi paksa [lorced expiratory volume) dalamsatu detik yang dibagi

dengan kapasitas vital paksa [forced vital capacity]). FVC merupakan jumlah

udara yang diekspirasikan secara paksa sesudah inspirasi maksimal. FEV1

menyatakan berapa banyak udara pernapasan yang dapat dihembuskan

keluar dalam waktu satu detik pertama saat melakukan tugas ini. Jika

seseorang yang normal mencoba memaksakan semua udara dalam- paru-

parunya untuk terhembus keluar, maka tidak mungkin semua udara itu

mengalir keluar terlepas seberapa kuat orang itu sudah mencobanya, udara

yang tertinggal disebut volume residual. Keadaan ini terjadi karena pada

suatu titik tertentu di sepanjang ekspirasi, tekanan intratorakal melampaui

tekanan dalam jalan napas dan dengan demikian jalan napas akan kolaps.

Kolapsnya jalan napas ini menyebabkan sejumlah volume residual tertinggal

Page 10: Patofisiologi Sistem Pulmonal

di dalam paru-paru.

Tes Fungsi Paru (PFTfpulmonary function test) pada Emfisema

Gambar 2-2. Rasio FEV1/FVC pada penyakit paru obstruktif.

Dengan paru-paru emfi- sematous yang kendur, seorang pasien emfisema

tidak dapat menghembuskan udara napas dalam satu detik pertama dengan

volume sebanyak volume udara napas yang dihembuskan oleh orang

normal. Jadi, nilai FEV1 mengalami penurunan. Meskipun terdapat

peningkatan volume residual pada penyakit obstruktif karena gangguan

menghembuskan udara napas keluar, namun sebagian besar udara tersebut

pada akhirnya akan dapat diekspirasikan tetapi dengan sangat sangat

lambat. Jadi, jika angka yang ada di atas dalam sebuah pecahan menurun

sedangkan angka yang ada di bawahnya tetap, maka rasio FEV1/FVC akan

mengalami penurunan. Pada emfisema, nilai .FEVl mengalami

penurunan sementara nilai FVC tetap atau menurun (kendati

penurunannya lebih hecil daripada nilai FEVl) sehingga terjadi

penurunan rasio FE 1 ’l/FVC. Penurunan rasio FEVl/FVC merupakan tanda

utama gambaran tes lungsi paru pa#da penyakit paru obstruktif.

Destruksi dinding alveoli paru pada emfisema menyebabkan

penurunan luas permukaan alveoli untuk ambilan oksigen. Sebuah tes yang

dinamakan pemeriksaan kapasitas difusi paru-paru untuk karbon

monoksida (diffusion capacity ofthe lungs ior carbon monoxide/DLCO)

mengukur difusi gas karbon monoksida lewat membran alveoli dengan

menilai keseluruhan kapasitas difusi pada paru-paru. DLCO mengalami

penurunan pada penyakit emfisema. Perhatikan bahwa penyakit paru

obstruktif yang lain tanpa adanya destruksi alveoli (seperti misalnya pada

penyakit asma), maka hasil DLCO tidak akan menurun. Penurunan rasio

FEV1/FVC hanya ditemukan pada semua penyakit paru obstruktif.

Page 11: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Merokok merupakan penyebab emfisema yang paling sering.

Penyebab genetik yang lebili langka, yaitu defisiensi α-1 antitripsin ,

harus dipertimbangkan pada pasien bukan-perokok yang mengalami

emfisema. Penyakit hati (sirosis) juga dapat menimbulkan defisiensi a-1

antitripsin. Berikut ini sebuah logika untuk mengingat perbedaan gambaran

patologis antara emfisema a-1 antitripsin dan emfisema yang ditimbulkan

oleh merokok: jika sebuah gen tidak terdapat dalam setiap sel di dalam

paru-paru seperti pada kasus defisiensi a-1 antitripsin, apakah Anda

memperkirakan bahwa paru-paru akan mengalami destruksi lokal atau

destruksi menyeluruh? Jawabannya menyeluruh. Keadaan ini dikenal sebagai

emfisema panlobular (panasinar) yang terlihat pada emfisema yang

ditimbulkan oleh defisiensi a-1 antitripsin. Emlisema akibat merokok paling

sering menimbulkan destruksi bagian paru yang letaknya lebib dekat

dengan tempat masuknya asap rokok (yaitu di dekat jalan napas yang

mengalirkan asap rokok tersebut); dengan demikian, emfisema

sentrilobular merupakan gambaran patologis yang khas pada emfisema

yang berkaitan dengan merokok.

Bronkitis Kronis

Pada bronkitis kronis terjadi penyumbatan jalan napas oleh mukus

sehingga timbul resistensi terhadap aliran udara pernapasan. Bayangkan

jika Anda meniup udara lewat tabung gulungan toilet paper: mudahkan! Kini

bayangkan jika saluran dalam tabung tersebut terisi gumpalan toilet paper

yang basah sehingga lumennya pada hakekatnya sudah tersumbat:

sukarkan! Keadaan inilah yang terjadi pada paru-paru pasien bronkitis

kronis. Jalan napasnya terisi dengan mucus plug yang menghalangi

ekspirasi. Karena proses patofisiologi yang utama di sini berupa obstruksi,

maka FEV1 akan menurun dan demikian pula rasio FEVl/FYC juga akan

Page 12: Patofisiologi Sistem Pulmonal

mengalami penurunan seperti pada penyakit emfisema. Emfisema dan

bronkitis kronis keduanya disebut obstruktif dan keadaan ini dicerminkan

lewat hasil PFT yang serupa.

Merokok merupakan penyebab utama bronkitis kronis. Sebagian

pasien memiliki gambaran bronkitis kronis maupun emlisema. Pasien-pasien

ini biasanya mengalami sesak napas dalam derajat tertentu pada saat

beraktivitas karena fungsi parunya terganggu. Namun demikian,infeksi

pernapasan dapat menyebabkan serangan akui PPOKdi mana keadaan

umum pasien mengalami penurunan yang akut. Keadaan ini terjadi karena

peningkatan obstruksi yang mengakibatkan bertambahnya kesulitan

bernapas.

Penyakit Asma

Pada penyakit asma bronkiale, yaitu tipe penyakit paru obstruktif yang

lain, jalan napas bersifat hiper-reaktif.Pemicu yang mungkin menimbulkan

respons hiper-reaktif meliputi alergen, udara dingin dan aktivitas fisik. Kata

hiper-rcaktivitas mengacu kepada kenyataan bahwa jalan napas lebih

cenderung melakukan konstriksi sebagai respons terhadap stimulus ini.

Sama seperti penyebab obstruksi yang lain, pasien akan memperlihatkan

hiper-ekspansi dada, bunyi mengi (wheezing), fase ekspirasi yang

memanjang, penggunaan otot-otot aksesoris saat bernapas dan penurunan

FEV1. Perbedaan antara penyakit asma dan PPOK adalab bahwa

asma merupakan keadaan bronkokonstriksiyang reversibel. pasien

dan hasil PFT akan membaik ketika serangan eksaserbasi itu berakhir

(biasanya sesudah dilakukan terapi), dan pasien akan bernapas secara

normal kembali. Pada penyakit paru obstruktif yang lain (yaitu bronkitis

kronis dan emfisema) terdapat penurunan kronisfungsi paru yang akan

menjadi lebih buruk lagi pada eksaserbasi berikutnya. Seperti halnya pada

emfisema, pasien eksaserbasi asma akan bernapas dengan volume paru

yang tinggi sebagai akibat dari obstruksi, dan dengan demikian dapat

mengalami kelelahan otot-otot pernapasan hingga taraf gagal napas;

Page 13: Patofisiologi Sistem Pulmonal

keadaan gagal napas kadang-kadang memerlukan intubasi dan ventilasi

mekanis.

Ketika memeriksa pasien dengan serangan akut asma mungkin

ditemukan pulsusparadoksus.Selama serangan, peningkatan volume paru

membuat tekanan negatil yang sangat tinggi di dalam dada sehingga lebih

banyak alir balik vena (venous return) yang akan “terisap” ke dalam jantung.

Peningkatan venous return ini dapat membawa akibat yang cukup dramatis

karena membuat distensi ventrikel kanan hingga taraf yang menyebabkan

kompresi ventrikel kiri dan dengan demikian akan mempengaruhi aliran-

keluar ventrikel kiri. Aliran-keluar ventrikel kiri merupakan sumber sirkulasi

darah perifer (dan dengan demikian denyut nadi atau pulsus). Jadi ketika

meraba denyut nadi seorang pasien yang sedang mengalami serangan

asma, kita dapat merasakan penurunan denyut nadi perifer pada saat

inspirasi (pulsus paradoksus). Pulsus paradoksus juga dapat terjadi pada

tamponade jantung.

Penanganan Serangan Akut Asma dan PPOK . Bagaimana

Anda akan membantu seorang pasien PPOK (atau asma) pada saat

mengalami serangan akut atau flarer Ada dua proses yangdapat Anda

koreksi: jalan napas yang tersumbat dan inflamasi. Untuk membuka jalan

napas, Anda harus mempengaruhi sistem simpatik pulmonal dan/atau sistem

parasimpatiknya.

Sistem saraf simpatik berfungsi untuk reaksi fight or fligbt, sedangkan

sistem saraf parasimpatik untuk istirahat dan mencerna makanan. Jika Anda

akan berkelahi dengan seekor harimau (atau lari dari harimau), Anda

memerlukan jantung yang berdenyut cepat untuk memompa darah ke dalam

otot-otot Anda sehingga Anda memiliki kekuatan untuk berkelahi (atau untuk

lari), kemudian jalan napas harus terbuka lebar sehingga Anda dapat

memperoleh cukup oksigen, dan kedua pupil Anda akan terbuka lebar

(dilatasi pupil) agar Anda dapat melihat harimau itu dengan jelas, dan usus

serta kandung kemih Ajida akan berhenti bekerja untuk sementara waktu

(karena Anda tidak mungkin berhenti dan mampir di toilet ketika Anda

Page 14: Patofisiologi Sistem Pulmonal

sedang berlari).

Sistem saraf parasimpatik melakukan hal sebaliknya: memperlambat

denyut jantung, menimbulkan konstriksi jalan napas, menimbulkan konstriksi

pupil dan menstimulasi proses pencernaan, defekasi serta urinasi. Meskipun

tidak pas dengan kerangka kerja logika kita, namun sistem parasimpatik

mengantarai (memediasi) ereksi penis sementara sistem saraf simpatik

memediasi eyakulasi.

Gambar 2-3. Bronkodilatasi. Kembali kepada jalan napas: Sistem saraf

simpatik membuka jalan napas sedangkan sistem saraf parasimpatik

menyempitkan jalan napas. Jadi pada serangan akut asma dan PPOK di mana

kita ingin membuka jalan napas, kita harus menstimulasi sistem saraf

simpatik dan/atau menghambat sistem saraf parasimpatik. Stimulasi

simpatik dalam paru- paru bekerja lewat reseptor β-2 sehingga Anda

memerlukan preparat agonis reseptor ini seperti misalnya albuterol. Sistem

parasimpatik dalam paru-paru bekerja lewat asetilkolin sehingga Anda akan

menghambat kerja reseptor ini dengan preparat antikolinergik seperti

ipratropium.

Kapan ketika Anda tidak ingin menggunakan β-agonis untuk membuka

jalan napas? Ingat preparat β-blockerdigunakan untuk mengatasi serangan

aritmia tertentu dan juga memperlambat denyut jantung sehingga

kebutuhan kalorinya akan berkurang ketika pasien sedang, dalam serangan

angina. Dengan memberikan β-agonist kepada pasien yang memerlukan

βblocker jelas merupakan gagasan yang buruk karena preparat β-agonis ini

dapat meningkatkan lrekuensi jantung sehingga memperparah serangan

angina.

Seperti dalam pengobatan untuk inflamasi, preparat steroid seperti

prednison dapat mengurangi komponen serangan akut ini. Karena infeksi

dianggap turut menyebabkan serangan akutpada pasien-pasien PPOK,

maka antibiotik kadang-kadang diberikan dalam penanganan serangan

akut PPOK.

Page 15: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Kistik Fibrosis

Kistik fibrosis merupakan penyebab penyakit paru obstruktif yang lain. Kistik fibrosis

disebabkan oleh mutasi dalam protein CFTR (cystic fibrosis transmembrane conductance

regulator) yang merupakan transporter klorida sel epitel di dalam kelenjar eksokrin. Gen

yang cacat diwariskan dengan pola autosomal resesif. Permasalahan pada transportasi

klorida menyebabkan kelainan aliran air sehingga sekret menjadi lebih kental. Sekret dalam

paru-paru yang kental dapat menimbulkan obstruksi yang merupakan predisposisi terjadinya

inieksi paru. Infeksi yang berulang dan inflamasi yang diakibatkan akan menyebabkan PPOK.

Mukus yang kental pada kistik fibrosis juga mengakibatkan insufisiensi pankreas (yang

menimbulkan malabsorpsi dan pada sebagian kasus, diabetes), obstruksi empedu dan

obstruksi intestinal.

Tanda/gejalanya dapat meliputi pelambatan lintasan mekonium (feses pertama pada

bayi), feses yang berbau busuk dan mengapung, (akibat malabsorpsi lemak), kegagalan

tumbuhkembang. batuk-batuk, infeksi pulmonal yang rekuren dan dispnea.

Diagnosis dipastikan lewat tes klorida keringat yang akan memperlihatkan kenaikan

kadar klorida dalam air keringat. Terapi meliputi obat-obat yang menguraikan mukus yang

kental(enzim DNAase yang dinamakan domase atau Pulmozyme),

bronkodilator, perkusi teratur bagian punggung dan dada untuk membantu

mengeluarkan sekret, terapi antibiotik untuk infeksi, penggantian enzim

pankreas dan suplemen gizi untuk mengatasi malabsorpsi. Jika paru-paru

sudah mengalami kerusakan yang berat, maka transplantasi paru mungkin

perlu dilakukan.

Page 16: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Bronkiektasis

Bronkiektasis yang merupakan dilatasi abnormal bronkus dapat terjadi

sebagai kelainan kongenital atau terjadi sekunder karena infeksi yang

menyebabkan inflamasi serta destruksi jalan napas. Infeksi kistik fibrosis

yang rekuren merupakan penyebab bronkiektasis yang sering ditemukan.

Jalan napas yang melebar mudah mengalami kolaps dan dengan demikian

bronkiektasis dapat dianggap sebagai penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Pasien bronkiektasis dapat asimtomatik atau memperlihatkan gejala

intermiten yang berkaitan dengan infeksi termasuk batuk-batuk, produksi

sputum yang purulen serta berbau busuk dan/atau hemoptisis (batuk darah).

Antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi, dan tindakan bedah reseksi

lobus paru yang sakit mungkin diperlukan pada kasus-kasus tertentu jika

pengobatan antibiotik tidak berhasil atau bila terdapat hemoptisis yang

berlebihan.

Penyakit Paru Restriktif

Penyakit paru restriktif dapat terjadi jika paru-paru menjadi kaku

(penyakit fibrosis), jika dinding dada menjadi kaku atau jika otot-otot

pernapasan menjadi lemah. Setiap keadaan ini dapat menghalangi ekspansi

paru yang adekuat. Penyebab paru restriktif meliputi:

1. Paru-paru yang kaku yaitu penyakit paru interstisial yang terjadi

karena

pneumokoniosis misalnya akibat asbes, berilium, silikon dan lain-lain.

pneumonitis hipersensitif (“farmer’s lungs,” “bird breeder’s lungs,”

pajanan kimia)

kelainan jaringan penyambung: skleroderma, artritis rcumatoid, lupus,

miositis

intoksikasi obat: amiodaron, bleomisin, metotreksat, radiasi

lain-lain: fibrosis pulmonal idiopatik, sarkoid, BOOP (bronehiolitis

obliterans organizing pneumonia), granuloma eosinofilik

Page 17: Patofisiologi Sistem Pulmonal

2. Dinding dada yang kaku: kifoskoliosis. spondilitis ankilosing,

obesitas.

3. Kelemahan olot pernapasan : Guillain-Barre, amio.trofik lateral sklerosis

(ALS), multipel sklerosis, distroli muskular, miastenia gravis, cedera medula spinalis.

Pada penyakit paru restriktif karena paru-paru yang kaku terdapat

dinding alveoli yang teba1 dan tidak fleksibel (berbeda dengan dinding

alveoli yang menjadi lemah dan tipis seperti pada emfisema). Keadaan apa

yang terjadi pada aliran udara akibat dari penyakit paru restriktif? (1) Alveoli

yang kaku berkontraksi lebih cepat dan lebih kuat, dan (2) jalan napas yang

kaku lebih jarang kolaps. Jadi, paru-paru yang restriktif “terlalu baik” untuk

menghembuskan keluar udara karena alveoli parunya kaku dan akan

memegas balik ke bentuk semula ketimbang melemas ke bentuk asalnya.

Berbeda dengan peningkatan volume residual pada pasien PPOK, pasien

penyakit paru restriktif umumnya memiliki volume residual yang berkurang.1

Pada awalnya keadaan ini tidak terlihat begitu parah tetapi jika paru-paru

menjadi terlampau kaku, pasien akan sulit menghirup napas dalam dengan

baik (atau bahkan tidak dapat bernapas secara normal).

Tes Fungsi Paru pada Penyakit Paru Restriktif

Gambar 2-4. Rasio FEV1/FVC pada penyakit paru restriktif.

Restriksi paru akan menurunkan kapasitas total paru (TLC; total lung

capacity) sehingga baik FEV1 maupun FVC akan mengalami penurunan pada

penyakit paru restriktif. Jika baik FEV1 maupun FVC mengalami penurunan

secara proporsional, maka rasio FEV1/FVC akan tetap normal. Namun

demikian, pada beberapa kasus penyakit paru restriktif, penurunan FEV 1

dapat lebih sedikit daripada penurunan FVC karena peningkatan rekoiling

elastik paru-paru yang kaku atau dinding dada yang kaku dapat menyimpan

1Ada pengecualian pada keadaan ini: pada penyakit restriktif yang disebabkan oleh kelemahan otot pernapasan, maka otot-otot ekspirasi dapat terkena. Jika otot-otot ekspirasinya menjadi lemah, ekshalasi penuh tidak dapat terjadi danvolume residual akan meningkat.

Page 18: Patofisiologi Sistem Pulmonal

sebagian kekuatan FEV1. Apabila penurunan FEV1 kurang dari FVC, maka

rasio FEV1/FVC dapat menjadi lebih besar daripada nilai normalnya. Jadi,

rasio FEV 1/FVC pada penyakit paru restriktif dapat meningkat atau tetap

normal.

Jika penyakit paru restriktif terjadi karena fibrosis pulmonal (libat

penyebab di atas), keadaan ini menimbulkan membran alveoli yang tebal

sehingga terdapat defek difusi. Pada saat istirahat mungkin keadaan ini tidak

menjadi masalah tetapi pada keadaan exercise atau bahkan aktivitas yang

ringan, pasien dapat mengalami penurunan oksigenasi jaringan yang berat

bergantung pada intensitas penyakitnya. Fibrosis pulmonal menyebabkan

penurunan difusi yang nyata. Penurunan DLCO merupakan petanda utama

adanya penyakit fibrotik pulmonal.

Tanda dan Gejala Penyakit Paru Restriktif

Pasien penyakit paru restriktif dapat mengalami sesak napas yang

berat karena peningkatan beban kerja untuk membuka paru-paru. Otot-otot

aksesoris (misalnya muskulus sternoklei- domastoideus) dapaf direkruit

untuk membantu inspirasi. Apa yang mungkin terdengar pada auskultasi

seorang pasien penyakit paru restriktif? Crackles (ronki kasar) merupakan

bunyi yang terdengar ketika alveoli yang kaku meledak untuk terbuka.

Peristiwa ini menghasilkan bunyi gemeretak seperti velkro (semacam kain

kasar) di bawah stetoskop.

Penanganan Penyakit Paru Restriktif

Penanganan penyakit paru restriktif ditujukan kepada etiologi yang

melatari. Pada fibrosis yang terjadi karena penyakit paru inflamatorik

biasanya diberikan preparat steroid untuk mengurangi inflamasi.

Page 19: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Tinjauan tentang Penyakit Paru Obstruktif dan Restriktif

Dimulai dari pemahaman anatomi yang sederhana bahwa paru-paru

memiliki jalan napas yang berakhir pada alveoli. membran alveoli dan

pembuluh darah, kita dapat mengembangkan suatu kerangka kerja untuk

berpikir tentang kelainan patologi paru dengan mempertimbangkan

bagaimana komponen yang berbeda ini terkena. Peranan alveoli paru adalah

untuk mengisi O2 (yang melintas lewat membran alveoli) dan melepaskan

CO2. Jika alveoli tersumbat dengan pus, darah atau pun cairan, maka

fungsinya akan menurun.

Apabila jalan napas tersumbat, alveoli tidak dapat berkontraksi dengan

baik sehingga sukar untuk mendesak udara keluar. Keadaan ini membuat

paru mengalami hiper-ekspansi dengan retensi CO2 Obstruksi dapat terjadi

karena benda asing, serangan asma (pada kasus ini, obstruksinya

reversibel), penvumbatan mukus yang kronis (pada bronkitis kronis, kistik

fibrosis) atau karena destruksi membran alveoli yang membuat jalan napas

menjadi terkulai dandapat kolaps (emfisema). Bronkitis kronis dan emfisema

dikenal sebagai PPOK dan dapat terjadi secara terpisah atau bersama-sama;

kedua penyakit ini sering ditemukan pada perokok. Emfisema dapat pula

terjadi pada keadaan defisiensi a-1 antitripsin. (Kelainan patologi pada

defisiensi α-1 antitripsin berupa emfisema panlobular yang berbeda dengan

tipe sentrilobular pada emfisema yang ditimbulkan oleh merokok). Pada

PPOK, PFT akan memperlihatkan penurunan FEV1 (jumlah udara yang

dapat dihembuskan keluar dari dalam paru selama 1 detik—pikirkan bahwa

alveoli yang terkulai akan berkontraksi dengan sangat lambat melawan jalan

napas yang kolaps/yang memiliki resistensi tinggi tetapi dengan FVC yang

normal atau menurun. Keadaan ini menyebabkan penurunan rasio

FEV1/FVC pada penyakit paru obstruk- tif. Pasien-pasien ini akan bernapas

dengan volume paru yang tinggi, dapat berakhir dengan retensi C03, serta

dapat memperlihatkan gejala wheezing, fase ekspirasi yang memanjang

dan/atau penggunaan otot aksesoris pada pemeriksaan fisik serta hiper-

ekspansi pada foto toraks. Obstruksi pulmonal juga terjadi pada asma

Page 20: Patofisiologi Sistem Pulmonal

sehingga timbul gejala, tanda-tanda dan hasil PFT yang serupa. Akan tetapi,

perubahan fungsi pulmonal pada asma bersilat reversibel.

Pada penyakit paru restriktif, udara sukar dihirup masuk ke dalam

paru-paru. Penyebabnya meliputi penyakit paru intrinsik, setiap keadaan

yang menyebabkan dinding dada yang kaku atau kelemahan otot

pernapasan. Penyakit paru restriktif menimbulkan penurunan kapasitas total

paru (TLC) akan tetapi FEV1 dapat mengalami penurunan yang lebih sedikit

daripada penurunan FVC sehingga terjadi rasio FEVl/FVC yang

meningkat atau normal. Apabila penyebabnya fibrosis pulmonal, maka

defek difusi dapat terjadi sebagai akibat dari penebalan membran alveoli.

Keadaan ini bermanifestasi sebagai penurunan DLCO dan dapat menyebab-

kan oksigenasi darah yang tidak mencukupi pada saat exercise atau bahkan

saat melakukan aktivitas fisik yang ringan menurut taraf penyakitnya.

Terbukanya kantung alveoli yang kaku akan memperdengarkan bunyi

crackles pada auskultasi.

HIPERTENSI PULMONAL

Hipertensi pulmonal merupakan keadaan meningkatnya tekanan

dalam vaskulatur pulmonal.

Penyebab Hipertensi Pulmonal

Gambar 2-5. Penyebab hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal

dapat timbul akibat permasalahan dalam jantung kiri, jantung kanan atau

pun dalam vaskulatur pulmonal itusendiri .Jantung kiri dapat mengalami

penurunan aliran darah ke depan sehingga terjadi aliran darah balik ke

dalam sistem pulmonal misalnya pada gagal jantung, disfungsi valviilar,

kardiomiopati, aritmia. Untuk jantung kanan yang bertanggung jawab atas

peningkatan tekanan pulmonal harus terdapat peningkatan aliran darab

dan jantung kanan, seperti misalnya pada ventrikular septal defek (lihat

Bab 1) atau pirau kiri-ke-kanan yang signifikan lainnya. Permasalahan pada

Page 21: Patofisiologi Sistem Pulmonal

vaskulatur pulmonal itu sendiri (misalnya pada vaskulitis, hipertensi

pulmonal primer) atau permasalahan yang mengenai arsitektur paru seperti

pembuluh darah yang mengalami kompresi sekunder (misalnya pada

penyakit paru interstisial) dapat pula menimbulkan hipertensi pulmonal.

Di samping itu, vasokonstriksi hipoksia dapat menyebabkan

hipertensi pulmonal. Jika terdapat suatu bagian paru yang tidak

mendapatkan cukup oksigen (misalnya bagian paru yang terisi pus pada

pneumonia), maka demi kepentingan paru, darah akan dipintas menjauhi

bagian yang tidak cukup oksigen untuk dialirkan ke bagian paru yang lebih

cenderung teroksigenasi. Vasokonstriksi hipoksia akan menyelesaikan

pekerjaan ini: Di bagian paru yang tekanan oksigennya rendah, pembuluh

darah akan mengatup sehingga darah akan mengalir ke bagian lain. Ketika

terdapat satu bagian paru yang mengalami hipoksia, Anda dapat melihat

bagaimana mekanisme ini sangai membantu. Akan tetapi, apabila seluruh

paru mengalami hipoksia (misalnya karena berada di tempat tinggi, pada

PPOK, hipoventilasi karena penyakit restriktif pada paru/dinding dada/otot

dada), maka semua pembuluh darah pulmonal akan mengalami hipoksia

sehingga semuanya akan mengatup. Keadaan ini jelas merupakan adaptasi

yang abnormal dan dapat menimbulkan hipertensi pulmonal.

Page 22: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Jadi penyebab hipertensi pulmonal bisa dan paru-parunya itu

sendiri (yaitu akibat penyakit pada pembuluh darah pulmonal itu

sendiri atau akibat penyakit paru yang secara sekunder mengenai

pembuluh darah) atau dari jantung. Penyebab kardiak hipertensi

pulmonal berupa aliran darah balik dari jantung kiri atau

peningkatan aliran darah dari jantung kanan.

Hipertensi pulmonal menciptakan tahanan ekstra untuk jantung

kanan karena jantung kanan memompa darah ke dalam sistem

vaskular pulmonal. Jika tidak dikoreksi, keadaan ini dapat menimbulkan

hipertrofi dan gagal jantung kanan (korpulmonale).

INFEKSI RESPIRATORIUS

Merokok menyebabkan inflamasi dan penurunan fungsi mukosilia

di dalam traktus respiratorius. Perbuatan ini menjadi predisposisi salah

satu infeksi yang tercantum di bawah ini, dan berhenti merokok turut

mempercepat kesembuhan infeksi tersebut.

Gambar 2-6. Tempat-tempat infeksi pernapasan.

Page 23: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Rinitis

Rinitis yang merupakan inflamasi mukosa nasal dapat bersifat

alergik (“hay fever” sebagai respons terhadap tepung sari bunga,

debu, bulu binatang) atau infeksius (“demam selesma atau common

cold” yang biasanya disebabkan oleh adenovirus, rhinovirus).

Tanda/gejalanya meliputi hidung yang tersumbat, pilek (“runny nose”

atau rinore), bersin-bersin, batuk, sakit menelan (sore throat) dan lain-

lain. Karena rinitis infeksiosa bersifat sembuh sendiri, terapinya

umumnya ditujukan kepada pengurangan gejala (misalnya pemberian

antihistamin, pseudoefedrin, preparat steroid nasal). Rinitis alergika

juga ditangani secara simtomatik bersama dengan pengurangan

pajanan dengan alergen. Pada kasus-kasus rinitis alergika yang berat,

tindakan desensitisasi lewat imunoterapi (“suntikan alergi”) dapat

dipertimbangkan.

Sinusitis

Sinusitis merupakan inflamasi sinus paranasal. Jika aliran keluar

mukus dari sinus-sinus tersebut terganggu, maka mukus yang

terperangkap dalam rongga sinus dapat menciptakan suatu lingkungan

yang mempermudah penumbuhan bakteri sehingga terjadi sinusitis.

Aliran keluar mukus paling sering terganggu oleh proses inflamasi dan

pembengkakan akibat infeksi saluran napas atas. Namun demikian,

predisposisi terjadinya sinusitis dapat .timbul pada setiap penyebab

Page 24: Patofisiologi Sistem Pulmonal

inflamasi sinus (misalnya rinitis alergika) dan/atau obstruksi (misalnya

pemasangan pipa nasogastrik/nasotrakeal), polip nasi, kelainan

anatomi seperti deviasi septum). Penyebab sinusitis yang paling sering

adalah Streptococcus pneumoniae, Hemopbilus influenzae, dan

Branhamella (Moraxella) catarrhalis. Gejalanya mencakup gejala

rinitis (yang dapat kambuhan), mukus yang berbau, rasa nyeri/tekanan

di sekitar mata dan pipi (khususnya ketika pasien membungkuk karena

gerakan ini akan meningkatkan tekanan pada sinus) dan sakit kepala.

Terapinya ditujukan untuk menghilangkan obstruksi dengan nasal

spray dekongestan (misalnya oksimetazolin atau fenilefrin),

pengobatan infeksi dengan antibiotik, dan penanganan alergi jika

terdapat. Pada sinusitis kronis (yang diderita lebih dari 3 bulan)

mungkin diperlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan

obstruksi apabila terapi lainnya tidak berhasil menyembuhkan.

Faringitis

Faringitis yang merupakan inflamasi laring dapat disebabkan oleh virus

(adenovirus, rhinovirus, virus parainfluenza dan banyak lagi lainnya) atau

bakteri (.Streptococcus β-hemolyticus Group A, N. gonorrhoeae, C.

diphtheriae, H. Influenzae , Moraxella catarrhalis). Gejalanya meliputi

sakit menelan atau sore throat, demam dan tanda-tanda infeksi lainnya

(meriang/malaise, menggigil dan lain-lain). Tanda-tandanya dapat mencakup

adenopati senakal, pembesaran tonsil dengan atau tanpa eksudat, dan

eritema faring. Meskipun eksudat pada tonsil (bercak- bercak putih pada

tenggorok) secara popular dianggap dapat membedakan faringitis virus

dengan bakteri, namun tanda ini dapat ditemukan pada kedua etiologi

tersebut. Mikroorganisme penyebab ditentukan lewat pemeriksaan kultur

tenggorok, dan terapi dengan antibiotik yang tepat untuk mikroorganisme

penyebabnya segera dimulai. Faringitis oleh Streptococcus β-

hemolyticus Group A yang tidak diobati dapat menyebabkan demam

reumatik (lihat Bab 1).

Page 25: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Laringitis

Laringitis yang merupakan inflamasi laring, dapat disebabkan

oleh strain pita suara (akibat penggunaan suara yang berlebihan),

GERD (gastroesophageal reflux disease; penyakit refluks

gastroesofagus) atau infeksi virus (rhinovirus, adenovirus, virus

influenza dan banyak lagi lainnya). Gejalanya meliputi suara yang

menjadi parau (disfonia) dan gejala infeksi saluran napas atas. Kasus-

kasus akibat infeksi virus akan sembuh sendiri; strain pita suara

memerlukan istirahat pita suara; dan faringitis yang ditimbulkan oleh

GERD membutuhkan terapi GERD. Suara parau yang berkepanjangan

dengan sendirinya memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk

mencari penyebab yang melatari seperti kelainan

neurologi/neuromuskular atau neoplasia yang menekan nervus

laringeus rekuren (misalnya kanker kepala/leher atau polip pita suara).

Epiglotitis

Epiglotitis merupakan inflamasi epiglotis. Sebagian besar inflamasi ini

disebabkan infeksi Hemophilus influenzae; epiglotitis sudah jarang

ditemukan di Amerika Serikat saat ini berkat vaksinasi yang dilakukan

terhadap mikroorganisme tersebut. Epiglotitis paling sering terjadi pada

anak kecik Epiglotis yang mengalami inflamasi dapat menyebabkan gejala

air liur atau sekret yang terus menetes (karena tidak bisa mengeluarkan

sekretnya), distres pernapasan, stridor (bunyi inspirasi bernada tinggi). suara

yang tidak jelas dan postur tubuh yang klasik yaitu duduk dengan

membungkukkan badan sementara leher diekstensikan untuk memudahkan

bernapas (“tripoding”). Pemeriksaan faring harus dihindari pada pasien

suspek epiglotitis karena dapat menimbulkan spasme sehingga terjadi

penutupan mendadak jalan napas. Antibiotik digunakan untuk mengobati

inleksi. Pasien epiglotitis harus dipantau dengan ketat: intubasi trakeal dapat

diperlukan jika gagal napas menjadi ancaman.

Page 26: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Bronkitis

Bronkitis merupakan inflamasi bronkus. Bronkitis kronis yang

merupakan salah satu tipe PPOK sudah dibahas di atas. Bronkitis akut

secara tipikal disebabkan oleh virus (rhinovirus, respiratory syncitial virus,

adenovirus, virus influenza, virus parainfluenza). Batuk dan gejala infeksi

saluran napas atas secara tipikal ditemukan. Walaupun bronkitis virus bisa

sembuh spontan, namun batuknya sendiri dapat dikurangi dengan obat anti-

tusif (misalnya Robitussin) dan/atau bronkodilator.

Bronkiolitis

Bronkiolitis merupakan inflamasi bronkiolus. Keadaan ini secara tipikal

terjadi pada bayi dan paling sering disebabkan oleh respiratory syncytial

virus (RSV). Bronkiolitis dapat pula disebabkan oleh adenovirus, virus

influenza dan virus parainfluenza. Gejalanya dapat berkisar dari gejala

saluran napas atas yang khas hingga gejala distres pernapasan (wheezing,

pernapasan cuping hidung, takipnea, takikardia dan lain-lain). Terapinya

bersifat suportif dan bergantung pada beratnya penyakit (oksigen, infus

cairan dan/atau ventilasi mekanis jika diperlukan). Terapi dengan antivirus

ribavirin masih menjadi masalah yang kontroversial.

Pneumonitis

Pneumonitis mengacu kepada inflamasi paru-paru dan bukan infeksi.

Inflamasi semacam ini dapat disebabkan oleh radiasi, inhalasi zat kimia

(misalnya dalam pabrik atau akibat inhalasi klorin, pestisida dan lain-lain),

atau oleh hipersensitivitas terhadap suatu antigen lingkungan (misalnya

“farmer’s lungs” akibat serbuk jerami yang berjamur, “bird breeder’s lungs

dan lain-lain). Pneumonitis hipersensitivitas yang akut dapat ditemukan

dalam bentuk gejala batuk- batuk, dispnea, malaise dan/atau demam yang

timbul 4-6 jam sesudah terpajan. Pajanan kronis dan/atau rekuren terhadap

toksin dapat pula menimbulkan fibrosis pulmonal yang menyebabkan

Page 27: Patofisiologi Sistem Pulmonal

penyakit paru restriktif.

Pneumonia

Pneumonia merupakan infeksi parenkim paru dan penyebabnya dapat berupa virus,

bakteri atau fungus. Mikroorganisme patogen dapat mencapai paru-paru melalui inhalasi/aspirasi

atau lewat penyebaran hematogen dari lokasi inieksi yang lain di dalam tubuh.

Pneumoniaaspirasi terjadi ketika muntahan atau partikel makanan terhirup ke

dalam paru-paru seperti misalnya pada intoksikasi alkohol/obat, trauma,

serangan kejang atau bangkitan epilepsi, stroke atau pun kehilangan

kesadaran lainnya. Aspirasi dapat pula menyebabkan pembentukan abses

pulmonal (bercak nekrosis dalam paru) subakut atau empiema (pus dalam

kavum pleura).

Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling sering

pneumonia kendati banyak bakteri lainnya (termasuk Stapbylococcus

aureus, Hemopbilus influenzae, Chlamydia pneumoniae, Moraxella

catarrhalis, Legionella pneumophila, Klebsiella pneumoniae,

Mycoplasma pneumoniae, Coxiella bumetii) dan virus (termasuk RSV,

parainfluenza dan influenza) dapat pula menyebabkan pneumonia.

Pneumonia fungal (misalnya Pneumocystis carinii, Cryptococcus

neoformans, Aspergillus fumigatus) dapat terjadi pada pasien-pasien

yang sistem imunnya terganggu (misalnya pada pasien infeksi HIV, pasien

yang menjalani kemoterapi).

Tanda/gejala pneumonia meliputi demam, batuk-batuk (biasanya

produktif dengan mengeluarkan sputum), nyeri dada dan/atau abdomen, dan

jika terdapat daerah konsolidasi (yang paling sering terjadi pada pneumonia

bakterialis) akan ditemukan bunyi yang pekak pada perkusi paru-paru,

egofonia serta berkurangnya bunyi pernapasan.

Gambaran foto toraks pada pneumonia . Pneumonia

bakterialis cenderung mengenai satu lobus paru sehingga terbentuk

gambaran sebagai suatu bercak konsolidasi pada foto toraks sementara

pneumonia viral dan fungal cenderung menghasilkan pola interstisial yang

lebih difus.

Page 28: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Penanganan pneumonia meliputi pemberian antibiotik untuk

mikroorganisme penyebabnya dan dukungan respiratorik jika diperlukan.

Tuberkulosis (TB)

Mycobacterium tuberculosis dapat mengenai setiap sistem organ

dengan menimbulkan pneumonia, osteomielitis tuberkulosis (TB), meningitis

TB, perikarditis "IB, tuberkulosis adrenal dan/atau tuberkulosis renal. TB

milier merupakan infeksi TB yang menyebar luas di seluruh paru. Pajanan

TB umumnya terjadi lewat inhalasi. Butir-butir dahak yang terhirup dapat

menyebabkan infeksi primer yang ditemukan sebagai misalnya pneumonia

pada anak-anak, manuia dan pasien-pasien yang sistem imunnya terganggu

(misalnya pasien infeksi HFV/AIDS). Infeksi awal lebih sering terjadi secara

asimtomatik; bakteri tuberkulosis terdapat dalam granuloma di dalam paru-

paru (tuberkel) yang dapat mengalami kalsifikasi (fokus Ghon). Kompleks

Ghon merupakan keadaan terdapatnya fokus Ghon plus granuloma yang

mengalamikalsifikasi dalam limfonodi perihilar. Gambaran ini dapat terlihat

pada foto rontgen. Di samping tanda-tanda radiologi, infeksi TB yang laten

dapat diidentifikasi lewat pemeriksaan PPD (purified protein derivative). PPD

merupakan suntikan antigen protein yang berasal dari kuman TB yang sudah

mati. Jika seseorang pernah terpajan kuman TB, maka akan timbul respons

imun yang menyebabkan suatu daerah indurasi pada tempat suntikan.

Begitu mengalami kontak dengan kuman TB, pasien mungkin masih tidak

memperlihatkan gejala (asimtomatik) dalam periode waktu yang lama

dengan sekitar 5% peluang per tahunnya untuk terjadinya perkembangan ke

arah reaktivasi atau TB sekunder (risiko pada pasien yang sistem imunnya

terganggu adalah sekitar 10% per tahun). Gejala reaktivasi TB meliputi

batuk-batuk, hemoptisis dan gejala konstitusional seperti demam, penurunan

berat badan, dan/atau keringat malam. Di samping itu, setiap sistem organ

Page 29: Patofisiologi Sistem Pulmonal

yang disebutkan di atas dapat pula terkena. Terapinya meliputi pemberian

isoniazid, rifampin, etambutol dan pirazinamid.

KANKER PARU

Penyakit kanker paru umumnya disebabkan oleh kebiasaan

merokok kendati radiasi dan pajanan lingkungan yang lain (misalnya

asbes) dapat pula meningkatkan risiko untuk terkena kanker paru.

Secara patologis kanker paru dibagi menjadi kanker paru small cell

dan non-small cell (karsinoma sel besar, karsinoma sel skuamosa

serta adenokarsinoma). Kanker paru tipe small cell atau sel kecil

membentuk kategonnya sendiri karena jenis ini umumnya lebih agresif

kendati lebih responsif terhadap kemoterapi, dan berkaitan dengan

sindrom paraneoplastik tertentu. Sindrom paraneoplastik terjadi

ketika sebuah tumor menyebabkan tanda/gejala yang tidak

berhubungan dengan efek langsung tumor itu sendiri atau

metastasenya.

Kanker paru dapat menimbulkan gejala pulmonal (yaitu batuk-

batuk, dispnea, hemoptisis), gejala konstitusional (demam, penurunan

berat badan, keluhan mudah lelah/fatigue, keringat malam), gejala

yang berkaitan dengan kompresi struktur di sekitarnya seperti

esofagus (dis- fagia), nervus laringeus rekuren (suara yang parau),

ganglion servikalis superior (sindrom Horner: ptosis, miosis,

anhidrosis), vena kava superior (sindrom vena kava superior:

pembengkakan wajah/lengan, sakit kepala, ortopnea, distensi vena

jugulans) dan gejala yang berkaitan dengan sindrom paraneoplastik.

Sindrom paraneoplastik yang paling sering terkait dengan kanker paru

small cell meliputi syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone

secretion (SIADH) (yang dibahas dalam Bab 3), produksi ACTH

(adrenocorticotropic hormone) ektopik (yang dibahas dalam Bab 5),

dan sindrom Lambert-Eaton yaitu suatu sindrom yang menyerupai

Page 30: Patofisiologi Sistem Pulmonal

penyakit miastenia gravis (yang dibahas dalam Bab 7). Karsinoma sel

skuamosa paru dapat melepaskan protein yang terkait-hormon

paratiroid (PTHrP) sehingga terjadi hiperkalsemia. Karsinoma sel

skuamosa lainnya pada kepala dan leher dapat juga melepaskan PTHrP

dan ini akan dibahas dalam Bab 5.

Terapi kanker paru meliputi pembedahan, kemoterapi serta

radiasi, dan bergantung pada stadium penyakit yang ditentukan oleh

ukuran tumor, penyebaran lokal, keterlibatan limfonodi dan metastase

ke tempat yang jauh.

PENYAKIT PADA PLEURA DAN KAVUM PLEURA

Paru-paru dibungkus oleh membran tipis yaitu pleura yang

memiliki dua lapisan: lapisan yang satu membungkus paru-paru

sedangkan lapisan lainnya melapisi dinding dalam dada sehingga di

antara kedua lapisan tersebut terdapat sebuah rongga yang

dinamakan rongga pleura (kavum pleura). Secara patologis, pleura

dapat mengalami inflamasi (pleuritis/ pleurisi) dan dapat timbul efusi

dalam kavum pleura (efusipleura).

Pleuritis (Pleurisi)

Pleuritis (yang juga disebut pleurisi) merupakan inflamasi pleura.

Pleuritis dapat disebabkan oleh infeksi pulmonal, penyebaran

hematogen infeksi pada pleura, trauma tembus dada, ruptur esofagus,

asbestosis, sel-sel neoplastik atau penyakit inflamatori.

Nyeri pleuritik merupakan nyeri yang menusuk, tajam dan

menjadi semakin parah ketika menarik napas'atau batuk. Keadaan ini

disebabkan bagian pleura yang mengalami inflamasi saling bergesek.

Meskipun menjadi ciri khas inflamasi pleura, nyeri pleuritik dapat pula

disebabkan oleh kelainan patologi pulmonal yang lain seperti emboli

Page 31: Patofisiologi Sistem Pulmonal

pulmonal, pneumonia atau kanker paru. Kendati jarang terdengar pada

auskultasi paru, pleuralfrietion rub merupakan petanda diagnostik

untuk pleuritis. Pleural lriction rub merupakan bunvi gesekan yang

terus terdengar selama keseluruhan siklus pernapasan.

Meskipun aspirin dapat meredakan nyeri pada pleuritis, namun

penanganan penyebab yang melatari juga diperlukan.

Inflamasi pada pleura biasanya menyebabkan efusi pleura yaitu

adanya cairan dalam rongga pleura.

Efusi Pleura

Efusi pleura diklasifikasikan menjadi transudat atau eksudat.

Transudat (hidrotoraks) merupakan keadaan bertumpuknya cairan

yang timbul dari kelebihan cairan saja tanpa perubahan pada

permeabilitas vaskular sementara eksudat disebabkan oleh keadaan

inflamasi yang meningkatkan permeabilitas vaskular. Jadi, eksudat

cenderung memiliki kandungan protein, sel dan/ atau material padat

yang lebili tinggi daripada transudat. Transudat dapat disebabkan oleh

gagal jantung kongestif, sirosis, sindrom nefrotik atau

hipoalbuminemia. Eksudat dapat disebabkan oleh salah satu penyebab

pleuritis (misalnya infeksi, neoplasia, penyakit inflamasi, asbestosis) di

samping oleh uremia atau pankreatitis. Kriteria Ligbt menyatakan

bahwa cairan tersebut berupa eksudat jika dipenuhi salah satu dari

sejumlah kriteria berikut ini: rasio protein cairan pleura/ protein serum

> 0,5; LDH cairan pleura/LDH serum > 0,6; atau kadar LDH cairan

pleura >2/3 batas aias kadar LDH serum. Kriteria pertama

memperlihatkan sifat inflamasi pada eksudat, karena peningkatan

permeabilitas vaskular menyebabkan kadar protein yang tinggi dalam

cairan pleura dibandingkan dengan yang disebabkan oleh transudat.

LDH merupakan indikator inflamasi dan dengan demikian mengalami

kenaikan yang lebih tinggi di dalam eksudat.

Empiema yaitu pus di dalam kavum pleura dapat menjadi

Page 32: Patofisiologi Sistem Pulmonal

komplikasi pada pneumonia atau keadaan ini dapat disebabkan oleh

trauma tembus dada atau ruptur esofagus.

Efusi pleura dapat menyebabkan dispnea, nyeri dada yang

bersifat pleuritik, dan/atau pleural friction rub. Akumulasi cairan di

antara paru dan dinding dada menyebabkan bunyi pekak pada perkusi

dan berkurangnya/tidak terdengarnya bunyi napas. Foto rontgen dada

akan memperliharkan gambar opasitas yang dapat menutupi sudut

diafragma (penumpulan sudut kostofrenika).

Torakosentesis untuk mengeluarkan cairan diperlukan bagi

penegakan diagnosis dan sebagai tindakan terapi. Cairan tersebut

dapat dianalisis untuk menemukan mikroorganisme penyebab infeksi,

sel-sel malignan, sel-sel inflamasi dan berbagai petanda lainnya yang

menunjukkan etiologi di baliknya.

Kilotoraks, Hemotoraks dan Pneumotoraks

Cairan limle dalam kavum pleura (kilotoraks) dapat disebabkan

oleh trauma atau obstruksi duktus torasikus. Darah dalam kavum

pleura (hemotoraks) dapat terjadi karena trauma atau ruptur

aneurisma aorta.

Pneumotoraks merupakan keadaan terdapatnya udara dalam

kavum pleura dan keadaan ini dapat terjadi spontan, iatrogenik atau

pun traumatik. Pneumotoraks spontan terjadi karena ruptur alveoli

paru. Keadaan ini dapat terjadi sekunder karena penyakit pulmonal

yang melatari atau terjadi secara idiopatik. Pneumotoraks spontan

yang idiopatik lebih sering ditemukan pada orang muda yang bertubuh

tinggi. Pneumotoraks iatrogenik mengacu kepada masuknya udara ke

dalam kavum pleura pada saat ventilasi mekanis atau karena tindakan

seperti torakosentesis, pemasangan kateter vena sentral atau pun

biopsi paru di mana paru mungkin tertusuk oleh jarum. Pneumotoraks

traumatik dapat terjadi karena luka tembus dada atau fraktur kosta

yang menusuk paru.

Page 33: Patofisiologi Sistem Pulmonal

Pneumotoraks dapat menimbulkan nyeri dada dan/atau dispnea,

atau keadaan ini bisa asimtomatik jika ukurannya kecil. Pemeriksaan

fisik dapat mengungkapkan penurunan bunyi napas dan peningkatan

resonansi terhadap perkusi. Pada foto rontgen toraks, pneumotoraks

terlihat sebagai sebuah garis atau kantung radiolusensi (gambaran

gelap) antara paru dan dinding dada. Pneumotoraks yang berukuran

kecil dapat menghilang secara spontan sementara pneumotoraks yang

berukuran besar mungkin memerlukan pengeluaran udara dari dalam

kavum pleura lewat aspirasi jarum suntik atau pemasangan selang

dada.

Tension pneumotoraks terjadi ketika udara yang masuk ke

dalam kavum pleura tidak dapat mengalir keluar seperti misalnya pada

luka tembus dada. Tension pneumotoraks dapat membuat kolaps paru

pada sisi yang terkena dan menyebabkan kompresi struktur dalam

mediastinum yarig dapat membawa kematian. Tanda dan gejalanya

serupa dengan yang dibahas di atas untuk pneumotoraks, dan juga

dapat meliputi tidak terdengarnya bunyi napas pada sisi yang terkena,

hipotensi serta distensi vena jugularis. Pengeluaran udara dengan

cepat lewat jarum suntik yang berkaliber besar biasanya akan

menyembuhkan keadaan ini.

PEMERIKSAAN FISIK PARU

Perkusi

Ketuklah sebuah tong dan Anda akan mendengar bunyi bergaung

yang resonan (sonor) dan indah. Ketuklah sebuah batu bata dan Anda

akan mendengar bunyi ketukan yang pekak. Melalui analogi ini, apabila

Anda mengetuk sebuah paru yang berisi udara (sebagaimana

seharusnya demikian), maka Anda akan mendengar bunyi bergaung

yang resonan. Jika Anda mengetuk paru yang berisi cairan atau pus,

maka Anda akan mendengar bunyi ketukan yang pekak. Apa yang

membuat paru mengeluarkan bunyi hiper-resonan (lebih resonan

Page 34: Patofisiologi Sistem Pulmonal

daripada biasanya) pada perkusi? Hiper-resonan pada perkusi harus

diartikan bahwa ada udara dalamjumlah yang Iebih banyak daripada

keadaan biasa. Keadaan ini dapat terjadi pada penyakit asma atau

PPOK akibat hiperekspansi atau terperangkapnya udara. Hiper-resonan

juga dapat terjadi pada pneumotoraks karena toraks terisi dengan

udara yang membungkus paru.

Fremitus, Egofonia dan Pektoriloqui

Material yang padat dan cair akan menghantarkan bunyi lebih

cepat daripada udara. Fremitus, egofonia dan pektoriloqui bisikan

(whisper pectoriloquy) memanfaatkan fenomena ini. Taktil fremitus

terjadi ketika seseorang merasa getaran pada punggung pasien ketika

pasien berbicara. Untuk menilai egofonia, kita dapat meminta pasien

untuk mengucapkan bunyi “i” (seperti ketika melafalkan kata Inggeris

“eat [iet]”) dan melakukan auskultasi lewat stetoskop untuk

mendengar apakah bunyinya mirip bunyi “e”-(seperti ketika melafalkan

kata Inggeris “say [sei]” atau “bay [bei]”). Pektoriloqui bisikan terjadi

ketika kita meminta pasien untuk membisikkan suatu kata dan

mendengarkan lewat stetoskop yang diletakkan pada punggung

pasien. Kelebihan apakah yang sama-sama dimiliki oleh kedua tes ini?

Semua tes ini menguji seberapa baik paru dan dinding dada

menghantarkan bunyi. Karena paru yang normal berisikan udara dan

karena udara tidak menghantarkan bunyi dengan baik, maka bisikan

maupun bicara masing-masing harus terdengar secara samar-samar

dan getarannya ketika diraba juga terasa samar-samar, dan bunyi “i”

yang diucapkan harus terdengar “i.” Jika terdapat cairan edema atau

konsolidasi (misalnya pus pada pneumonia), bagian paru tersebut akan

menjadi lebih padat daripada bagian paru yang berisi udara, dan

dengan demikian akan menghantarkan bunyi dengan lebih baik . Jika

paru terisi sesuatu yang bukan udara, maka pada perkusi akan

dihasilkan bunyi pekak, pada pemeriksaan taktil fremitus akan

Page 35: Patofisiologi Sistem Pulmonal

terasa getaran yang bertambah, dan pada pektoriloqui bisikan

akan tei'dengar bunyi bisikan yang lebih jelas serta terdapat

perubahan bunyi dari “i”menjadi “e”(pada egofonia).

Clubbing

Clubbing (jari tabuh) merupakan pembesaran ujung-ujung jari

tangan yang membuat sudut antara kuku dan dasar kuku (nail bed)

berkurang. Clubbing atau jari tabuh dapat disebabkan oleh banyak

penyakit pulmonal. Kita tidak tahu dengan pasti mengapa hal ini

terjadi. Penyebab clubbing yang lain dapat meliputi penyakit jantung

sianotik, malignansi, penyakit usus inflamatori dan kelainan clubbing

primer yang bersifat genetik (misalnya pada pakidermoperio- stosis,

familial clubbing).