kor pulmonal kronik makalah edo 3
TRANSCRIPT
Tinjauan Pustaka
Kor Pulmonale Kronik
Pendahuluan
Kor pulmonale kronik merupakan keadaan hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan
akibat kelebihan beban tekanan berkepanjangan yang disebabkan oleh obstruksi arteri atau
arteriol paru atau penekananan atau obliterasi kapiler septum (misalnya karena hipertensi
pulmonaris atau emfisema). Bertolak dari kasus yang diberikan akan dibahas dalam tinjauan
pustaka ini tentang kor pulmonale kronis. Pembahasan terdiri dari anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjuang untuk mendapatkan diagnose yang baik serta akan di
bahas juga etiologi, patofisiologi serta penatalaksanaan pengobatan pada penyakit tersebut.
Kasus Skenario
Seorang laki-laki 50 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas yang semakin
memberat sejak 5 hari ang lalu. Awalnya pasien merasakan sesak nafas sejak 1 tahun yang
lalu. Sesak nafas dirasakan terutaman saat beraktifitas berat, berkurang saat istirahat dan tidak
dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak 3 bulan yang lalu dan
memberat sejak 1 minggu yang lau. Tidak didapatkan keluhan deman dan nyeri dada.
Pengukuran tanda-tanda vital : suhu 38 C , tekanan darah 180/80, frekuensi nadi 88⁰
kali/menit, frekuensi nafas 22 kali/menit. JVP 5 +2 cmH2O. Riwayat rokok 1 bungkus sejak
15 tahun yang lalu. Pada inspeksi didapatkan: barrel chest +. Pada perkusi terdapat
hipersonor pada seluruh lapang paru. Pada auskultasi didapatkan bunyi nafas vesikuler,
wheezing di kedua lapang paru, murmur -/- galop -/-. Hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costae, udem +, dan terdapat asites. Hasil radiologi torak didapatkan: hipertrofi ventrikel
kanan, dilatasi atrium kanan , arteri pulmonalis menonjol, paru tampak hiperplasi dan
diafragma mendatar.
*Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana, 1
NIM: 102011350, email: [email protected]
Heribertus Edo Tigit*
Kor Pulmonale Kronik
Pembahasan Kor Pulmonale Kronik
Anamnesis
Anamness didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya
atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat
pelayanan kesehatan. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.1-4
Anamnesis yang baik didahului dengan menanyakan identitas, yaitu: nama lengkap
pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau
penanggungjawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku bangsa dan agama.
Keluhan utama yang paling umum pada penyakit kardiovaskular adalah sesak napas,
nyeri dada, palpitasi, dan pusiang atau sinkop. Dalam melakukan anamnesis galilah ciri-ciri
gejala utama seperti onset, progresivitas dan derajat. Informasi yang bisa kita gali dari pasien
seperti: 1-4
- Sesak napas (dispenia) merupakan gejala penyakit jantung yang paling umum. Tentukan
apakah sesak timbul saat istirahat, saat aktivitas (berjalan menaiki tangga), saat berbaring
( ortopenia; membaik bila tidur dengan bantal tambahan), atau saat malam hari. Tentukan
kecepatan onset (mendadak, bertahap). Apakah baru saja terjadi? Dispenia akibat edema
pulmonal (gagal jantung) dapat menyebabkan keluhan terbangun dari tidur secara tiba-
tiba (paroxysmal nocturnal dyspnea, PND)
- Nyeri dada SOCRATES – Site (lokasi): dimana nakah lokasinya? Onset; bertahap, tiba-
tiba? Radiation (penjalaran): apakah nyeri menjalar ke lengan, leher, rahang? Association
(gejala terkait): apakah terkait dengan rasa mual, pusing atau palpitasi? Timing (waktu):
apakah nyeri bervariasi dalam satu hari? Exacerbating and relieving factor (faktor
pencetus dan pereda): apakah nyeri emburuk/ membaik dengan bernafas, keadaan postur
tubuh? Severity (keparahan): apakah nyeri mempengaruhi aktivitas sehari-hari atau saat
tidur? Angina dideskripsikan sebagai nyeri seperti ditekan atau diremas pada bagian
tengah dada, yang menjalar ke lengan atau bahu kiri, leher atau rahang. Nyeri akibat
perikarditis bersifat tajam dan hebat, yang diperparah saat bernafas dan membaik saat
mencondongkan badan ke depan.
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 2
Kor Pulmonale Kronik
- Palpitasi yaitu kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung dengan sensasi yang
berlebihan. Mintalah pasien untuk menentukan iramanya; apakah konstan atau
intermiten? Denyut prematur dan ekstrasistol memberikan sensasi denyutan yang
menghilang.
- Rasa pusing/nyeri kepala pada hipotensi postural, aritmia parosismal dan penyakit
serebrovaskular perlu ditanyakan karena umum terjadi pada hipertensi dan gagal jantung.
- Sinkop, umumnya vasovagal, yang dicetuskan terutama oeh ansietas. Sinkop
kardiovaskular biasanya disebabkan oleh perubahan tiba-tiba irama jantung, misalnya
blokade jantung, aritmia parosismal (serangan Stokes-Adams).
- Lain-lain seperti kelelahan – gagal jantung, aritmia dan ganguan obat-obatan (misalnya β-
bloker). Edema dan rasa tidak nyaman di abdomen – peningkatan CVP, gagal jantung.
Nyeri tungkai saat berjalan dapat disebabkan oleh klaudikasio dan penyakit vaskular.
Dalam riwayat medis di masa lalu kondisi sebelumnya (termasuk masa kanak-kanak)
dan terkini, seperti infak miokard (MI), hipertensi, diabetes, deman rematik. Informasi resep
dan obat lainya, serta kepatuhan pasien. tinjau kembali tekanan darah, kadar lipid, rontgen
toraks, dan EKG sebelumnya.
Dalam riwayat keluarga, pekerjaan dan sosial perlu diperhatikan adanya hipertensi,
diabetes, stroke, atau kematian dini. Merokok, termasuk lama dan jumlahnya. Dan konsumsi
alkohol. Dalam pekerjaan apakah ada stress atau kurang gerak. 1-4
Khusus untuk kor pulmonale terdapat pada fase awal berupa pembesaran ventrikel
kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya.
Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan
misalnya edema dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung,
hipersekresi bronchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru
lalu timbul gagal jantung kanan.
Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya
peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis
penyakit paru) atau adanya overinflasi pada penyakit PPOK. Nyeri dada atau angina juga
dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya
arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami
arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga
ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan
hipoksemia. 1,4,5
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 3
Kor Pulmonale Kronik
Pemeriksaan Fisik
Yang perlu diperhatikan adalah tampilan secara umum termasuk ansietas, obesitas,
kahksia (pengecilan otot), ikterus, anemia dan ganguan lain. Juga diperhatikan apakah ada
sesak. Berikut adalah tampilan yang peru diperhatikan pada pasien: 1,2,4,5
- Tangan, tremor; sianosis perifer (warna biru, deoksihemoglobin > 5 g/dL, misalnya
vasokonstriksi, syok, gagal jantung; tidak terlihat pada anemia); pulsasi kapiler bantalan
kuku (Quincke’s sign; regurgitasi aorta, tirotosikosis); splinter hemorrhage dibawah kuku
(truma, endokarditis infektif); dan jari tambuh.
- Wajah dan leher, periksalah konjungtiva untuk anemia; lidah (bibir) untuk sianosis
sentral; kelopak mata untuk xantelasma (plak kuning; hiperlipidemia); retina untuk
kerusakan akibat hipertensi. Periksa perbesaran kelenjar getah bening atau tiroid, dan
tanda0tanda penyakit sistemik.
- Abdomen, palpasi perbesaran atau nyeri tekan hati (hepatomegali), asites (peningkatan
CVP, gagal jantung), spenomegali (endokarditis infektif)
- Ekstremitas bawah yaitu pergelangan kaki, nilailah edema dan tanda-tanda penyakit
vaskular periver.
Pemeriksaan tanda-tanda vital juga harus dilakukan pada pasien untuk mengetahui
kondisinya seperti suhu, tekanan darah, nadi dan frekuensi nafas. 1-5
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik khusus kor pulmonal dengan PPOK, kita bisa
mendapatkan keadaan sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di
parasternal kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya
ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase dekompensasi,
maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan murmur akibat
insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi
pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan. 1,5
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan radiologi
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 4
Kor Pulmonale Kronik
Tergantung penyebabnya. Pada penyebab yang klasik, yakni emfisema dan bronkitis kronik,
didapatkan gambaran radiologi kedua penyakit ini. Apabila penyebabnya adalah hipertensi
primer dan emboli, maka hasil pemeriksaan radiologi adalah normal. Pada penyakit kronik
dimana didapatkan pelebaran arteri pulmonalis (lebih besar dari 17 mm), maka hal ini dapat
dipakai sebagai bukti. Pada stadium yang telah lanjut didapatkan pelebaran arteri pulmonalis
dan ventrikel kanan. 1,2,4
Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai pembesaran batas
kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan pembesaran bayangan
jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada lateral.
- Pemeriksaan EKG (elektrokardiografi)
Perubahan EKG yang timbul pada RVH (Right Ventricular Hypertrophy) dapat kita
pahami berdasarkan pengetahuan tentang pebentukan kompleks normal pada EKG. Seperti
telah di paparkan sebelumnya, aktivitas normal kedua ventrikel berlangsung hampir simultan.
Aktivitas ventrikel kanan akan memberikan vektor QRS normal menuju ke kanan anterior.
Namun pada EKG, vektor ventrikel kanan ditutupi oleh vektor ventrikel kiri yang dominan
karena massa otot yang lebih besar. Dengan demikian kita melihat dominasi gelombang S di
sadapan prekordial kanan (akibat resultan vektor menjauhi ventrikel kanan) dan dominasi
gelombang R disadapan perikordial kiri (akibat resultan vektor yang mendekati ventrikel
kiri). Pada RVH proses aktivasi kedua ventrikel masih berlangsung seperti biasa. Namun,
karena massa ventrikel kanan lebih besar, electrical force akan teralih menuju ventrikel kanan
yang dominan (ke arah kanan-anterior). Dengan demikian terjadi perubahan vektor QRS di
banding EKG normal. Pada pola yang klasik kita akan melihat dominasi gelombang R di
sadapan prekordial kiri (terbalik di bandingkan pola normal). 1,2,5
- Kateterisasi jantung. 1
Dapat mencatat perubahan dini yang terjadi pada ventrikel kanan. Katerisasi biasa
maupun ballon foltation catheter (kateter Swans Ganz) dapat digunakan untuk mengukur
tekanan di atrium kanan dan arteri pulmonalis.
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 5
Kor Pulmonale Kronik
- Pemeriksaan noninfansif.
Dengan menggunakan ekokardiografi dapat dideteksi adanya hipertrofi ventrikel kanan,
hipertensi pulmonal dan perubahan pada faal ventrikel kanan. Dengan demikian dapat pula
dideteksi kelainan pada katup trikuspid. 1,4
- Angiografi
Dengan menggunakan radionuklir seperti kripton 81 dan emas 191, maka dapat dinilai
keadaan ventrikel kanan dan reaksinya terhadap pengobatan yang diberikan. Technitium 99
dapat digunakan untuk mengukur makroagregat. 4
Diagnoisis Banding
- Kor pulmonale akut1,6
Kor pulmonal akut adalah perengangan atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal
akut, sering disebabkan oleh emboli paru masif. Pada kor pulmonale akut terjadi dilatasi
mencolok ventrikel kanan tanpa hipertrofi. Pada potongan melintang, bentuk ventrikel kanan
yang normalnya, seperti bulan sabit berubah menjadi ovoid melebar.
- Gagal jantung Kronik1
Gagal jantung adalah suatu kondisi patofisiologi, di mana terdapat kegagalan jantung
memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu defenisi objektif yang
sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat
karena tidak terdapat nilai batas yang tegas dengan disfungsi ventrikel.
Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefenisikan sebagai sindrom klinik
yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan
istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.
- Perikarditis1
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis atau keduanya. Respon
perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard),
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah
sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat berfariasi dari yang tidak khas. Variasi klinis
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 6
Kor Pulmonale Kronik
perikarditis sangat luas mulai dari efusi perikard tanpa tamponad, tamponad jantung,
perikarditis akut, dan perikarditis konstriktif. Perikarditis dapat akut dan merupakan
peradangan primer maupun sekunder perikardium parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi
bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasma, autoimun, trauma,
infark jantung sampai ke idiopatik.
Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal atau sebelah
kiri. Bertambah sakit bila bernafas, batuk atau menelan. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas
nyeri pleuritik diatas atau karena efusi perikard.
Diagnosis Kerja Kor Pulmonale
Kor pulmonale atau istilah yang sering digunakan untuk HHD (hypertensive heart
disease, HHD) pulmonaris atau penyakit jantung hipertensif pulmonaris (sisi-kanan) , adalah
hipertrofi, dilatasi dan kemungkinan kegagalan ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal
yang disebabkan oleh penyakit paru atau pembuluh darah paru. Penyakit jantung hipertensif
merupakan respon jantung terhadap peningkatan kebutuhan akibat hipertensi sistemik. HHD
pulmonaris adalah padanan sisi kanan dari HHD sisi kiri (sistemik). Meskipun dilatasi dan
penebalan ventrikel kanan akibat penyakit di sisi kiri jantung atau penyakit jantung
kongenital biasanya tidak di kategorikan dalam defenisi kor pulmonale, hipertensi vena
pulmonaris yang terjadi karena berbagai penyakit jantung sisi kiri cukup sering ditemukan.
Kor pulmonale dapat bersifat akut atau kronik, bergantung pada seberapa akut
timbulnya hipertensi pulmonaris. Kor pulmonale akut dapat terjadi setelah embolus paru
masif. Kor pulmonale kronik biasanya mengisyaratkan hipertrofi (atau dilatasi) ventrikel
kanan akibat kelebihan bebean tekanan berkepanjangan yang disebabkan oleh obstruksi arteri
atau arteriol paru atau penekanan atau obsterasi kapiler septum (mis, karena hipertensi
pulmonaris atau emfisema). 1,5,6
Istilah hipertrofi yang bermakna patologis sebaiknya diganti mejadi perubahan
struktur dan fungsi ventrikel kanan. Untuk menetapkan adanya kor pumonal secara klinis
pada pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisik yakni edema. Hipertensi
pulmonal “sine qua non” dengan kor pulmonal maka defenisi kor pulmonal yang terbaik
adalah : hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau
pembuluh darah paru; hipertensi pulmonal menghasilkan perbesaran ventrikel kanan.
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 7
Kor Pulmonale Kronik
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufiensi rspirasi kronik
dan kor pulmonal, diperkirakan 80 – 90% kasus.1
Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menentukan tanda PPOK; asidosis
dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah; hipertensi pulmonal,
hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan. 1
- PPOK
Adanay PPOK dapat diduga / ditegakkan dengan pemeriksaan klinis (anamnesis dan
pemeriksaan jasmani), laboratorium, foto torak, tes faal paru.
- Asidosis, Hiperkapnia, Hipoksia, Polisitemia dan Hiperviskositas darah.
Kelainan ini dapat dikenal terutama dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
klinis.
- Hipertensi pulmonal
Tanda hipertensi pulmonal bisa didapatkan dari pemeriksaan klinis, elektrokardiografi
dengan P pulmonal dengan deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, foto
toraks terdapat pelebaran daerah cabang paru di hilus, ekokardiografi dengan ditemukan
hipertrofi ventrikel kanan (RV) dan kateterisasi jantung.
- Hipertofi dan dilatasi ventrikel kanan
Dengan pemeriksaan foto toraks, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, Radionuclide
ventriculography, thalium Imaging: CT scan dan Magnetic resonance imaging (MRI)
- Gagal jantung kanan
Ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, biasanya dengan adanya peningkatan tekanan
vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tingkai.
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 8
Kor Pulmonale Kronik
Manifestasi klinis
Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.
Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria: (1) adanya penyakit
pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal dan (2) bukti adanya disertai hipetrofi ventrikel
kaan. Adanya hipoksia yang menetap, hiperkapnia dan asidsis atau pembesaran ventrikel
kanan pada radiogram menunjukan kemungkanan penyakit paru yang mendasarinya. Adanya
emfisema cenderuang mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul
sebagai gejala emfisema dengan atau tampa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan
mendadak atau kelelahan, pingsan pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada
substernal mangisyaratkan keterlibatan jantung. tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa
kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua dan bising
akibat insufiensi katup triskuspidalis dan pulmonalis. Irama gallop (suara jantung S3 dan S4),
distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali dan edema perifer
dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan. 1,5,6
Etiologi dan Epidemologi
Etiologi kor pulmonale dapat digolongkan dalam 4 kelompok: (1) Penyakit pembuluh
darah paru; (2) Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma atau fibrosis; (3) Penyakit neuro muskular dan dinding dada; (4) Penyakit yang
mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit paru lain adalah penyakit paru
interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur. 1,5,6
Insiden yang tepat dari kor pulmonale tidak diketahui, karena seringkali terjadi tanpa
dapat dikenali secara klinis atau pada waktu autopsi. Diperkirakan insidens korpulmonal
adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung. 1
Patofisiologi
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan: (1) berkurangnya “vascular bed” paru,
dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang
atau kerusakan paru; (2) asidosis dan hiperkapnia; (3) hipoksia alveolar, yang akan
merangsang vasokonstriksi paru; (4) polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 9
Penyakit paru kronis
Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang
mengembang
Hipoksia alveolar
Asidosis dan hiperkapnia
Berkurangnya vascular bed paru
Vasokonstriksi
Polisitemia dan hiperviskositas
darah
Hipertensi Pulmonal
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
Kor pulmonal
kronis
Kor Pulmonale Kronik
ini akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka
panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan
berlanjut menjadi gagal jantung kanan. 1,5
Bangan 1. Patogenesis kor pulmonale. 1
Perjalanan penyakit pada perokok
Curah jantung pada ventrikel kanan seperti pula di kiri disesuaikan dengan preload,
kontraktilitas, dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat
memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak (seperti saat
menarik napas). Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang
berlebihan. Hal ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di
pembuluh darah sendiri maupun akibat dari kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload
ventrikel kanan dapat terjadi karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 10
Kor Pulmonale Kronik
kapiler alveolar dan pemanjangan pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat
terjadi ketika volume paru turun mendadak akibat reseksi paru demikian pula pada restriksi
paru ketika pembuluh darah mengalami kompresi dan berubah bentuk. Afterload meningkat
pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan pada vasokontriksi paru dengan hipoksia atau
asidosis. Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi
pulmonal, kor pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang di ikuti dengan gagal
jantung.1
Morfologi
Pada kor pulmonale kronik, dinding ventrikel kanan menebal, kadang-kadang
mencapai 1,0 cm atau lebih dan bahkan mendekati ketebalan ventrikel kiri. Hipertrofi
ventrikel kanan yang lebih samar mungkin terlihat sebagai penebalan berkas-berkas otot di
saluran aliran keluar, tepat di bawah katup pulmonaris, atau penebalan pita moderator, berkas
otot yang menghubungkan septum ventrikel ke otot papilaris ventrikel kanan anterior.
Kadang kala terjadi penekanan sekunder ruang ventrikel atau regurgitasi trikuspid disertai
penebalan fibrosa katup ini.6
Tatalaksana dan Preventif
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK di tinjau dari aspek jantung sama
dengan pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk mengoptimalkan efisiensi pertukaran
gas, menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsung hidup, pengobatan penyakit
dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk
menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan, dan meningkatkan
kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dapat di laksanakan di awali
dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai berikut:1,6
- Tirah Baring dan Pembatasan Garam
Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya hipoksemia, yang
nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi
tidak secara berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk
menurunkan hiperkapnia.
- Terapi oksigen
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 11
Kor Pulmonale Kronik
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum
diketahui. Ditemukan 2 hipotesis, terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan
resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan, yang
kedua terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen
ke jantung, otak dan organ vital lain. Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam
(National Institute of Health/NIH, amerika), 15 jam (British Medical Research Council/MRC
dan 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup di bandingkan dengan pasien tanpa
terjadi terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen (dirumah) adalah Pa02 </= 55mmHg atau
Sa02</= 88%, Pa02 55-59 mmHg disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung
kanan, P pulmonal pada EKG, Ertrositosis hematokrit>56%.1
- Vasodilator
Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergic, inhibitor
ACE, dan postagladin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya secara rutin.
Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila didapatkan 4 respons
hemodinamik sebagai berikut, resistensi vaskuler paru yang di turunkan minimal 20%, curah
jantung meningkat atau tidak berubah, tekanan arteri pulmonal menurunkan atau tidak
berubah, tekanan darah sistemik tidak berubah secara signifikan. Kemudian harus dievaluasi
setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan hemodinamik di atas masih menetap
atau tidak. Pemakaian sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru pada primary
pulmonary hypertension, sedang di tunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap. 1,8
- Digitalis
Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila di sertai gagal jantung kiri.
Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal
dengan fungsi ventrikel kiri normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel
kiri yang menurunkan digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Disamping itu
pengobatan dengan digitalis menunjukan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia. 1,8
- Diuretika
Diuretika di berikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang
berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa memicu peningkatan
hiperkapnia. Disamping itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang
mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. 1,8
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 12
Kor Pulmonale Kronik
- Flebotomi
Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hamatokrit yang tinggi untuk
menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi tambahan pada
pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut. 1
- Antikoagulan
Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya
tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi
pada pasien. Disamping terapi di atas pasien kor pulmonal pada PPOK harus mendapat terapi
standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta. 1
Prognosis
Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari prognosis kor pulmonal
yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti "restrictive pulmonary disease", dan kelainan
pembuluh darah paru. Berberapa penelitian menunjukan penderita kor pulmonal masih dapat
hidup antara 5 sampai 17 tahun setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan
mendapat pengobatan yang baik..9
Penutup/Pembahasan contoh kasus
Kor pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) yang
terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernapasan,
tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri
atau penyakit jantung bawaan.
Penyebab yang paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan struktur jalan
napas dan hipersekresi yang mengganggu ventilasi alveolar. Penyebab lainnya adalah kondisi
yang membatasi atau menganggu ventilasi yang mengarah pada hipoksia atau asidosis
(deformitas sangkar iga dan obesitas massif) atau kondisi yang mengurangi jaring-jaring
vaskular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus paru). Kelainan
tertentu dalam sistem persarafan, otot pernafasan, dinding dada, dan percabangan arteri
pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal.
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi pulmonal yang
terjadi akibat mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh darah pulmonal, dan
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 13
Kor Pulmonale Kronik
trombosis in situ. Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya
hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya
adalah, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, serta pemeriksaan EKG.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian
oksigen, tirah baring dan pembatasan garam, diuretik, dan digitalis. Tetapi dari beberapa cara
yang dilakukan tersebut dapat ditemukan adanya efek samping yang berarti.
Dari perbandingan informasi pada skenario dan tinjauan pustaka ini maka dapat
dikatakan bahwa pasien menderita kor pulmonalis kronik, namun hal ini akan semakin
diperjelas dan pasti apabila dilakukan anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut agar bisa
memberi penatalaksaan yang terbaik bagi pasien.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed ke-4. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta.
2007. h. 25-68, 1596-601, 1725-7 , 1842-4.
2. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran
klinis. Ed ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45.
3. Davey P. At a glance medicine. Ed ke-1. Erlangga: Jakarta. 2006. h. 4-6,10-8, 138-68.
4. Aaronson PI, Ward JPT. The cardiovascular system at a glance. 3rd ed.
Massachusetts: Blackwell Science; 2007. P. 68-9, 100-2.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta.
EGC. Edisi ke 6; 2011. h.547-9, 558, 563.
6. Robbins, Cotran. Dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC; 2009.h.605-8.
7. Pakpahan HA. Elektrokardiografi ilustratif. Jakarta. FKUI. Cetakan pertama; 2012. h.
81-2
8. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta:
FKUI; 2011.h.341-60, 410-20.
9. Weitzenblum E. Chronic cor pulmonale. Heart. 2003; 89:225-30. Di unduh treakhir
pada 11 September 2013 di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1767533/
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 14
Kor Pulmonale Kronik
PBL Blok 19 : Sistem Kardiovaskular II, September 2013 15