klinik teknologi pertanian - bptp...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR TAHUN
KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN
PENELITI UTAMA
Ir. T. ISKANDAR, M.Si.
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEHBALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIANKEMENTERIAN PERTANIAN
2012
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
31
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas terlaksananya penyusunan
Laporan Akhir Tahun Kegiatan Klinik Pertanian BPTP Aceh Tahun 2012.
Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan peran aktif seluruh
Dinas/Instansi yang terkait, petani kooperator dan penyuluh/peneliti yang ada di BPTP
Aceh. Namun demikian kami menyadari dalam pelaksanaan kegiatan ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
dimasa yang akan datang.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini
mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilanjutkan dengan
penyusunan laporan akhir tahun ini, kami ucapkan terimakasih dan semoga laporan ini
memberikan manfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Desember 2012
Penanggung Jawab,
Ir. T. Iskandar, M.SiNIP. 19580121 198303 1 001
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
32
RINGKASAN
Dalam upaya mengembangkan sektor pertanian telah banyak dihasilkan paket maupun komponen teknologidari berbagai aspek mulai dari budidaya sampai ke pasca panen, namun demikian sebagian besar dariteknologi yang dihasilkan tersebut ternyata belum terlihat penerapannya oleh petani (stakeholder). Olehkarena itu dalam penyebarluasan informasi teknologi pertanian perlu memperhatikan strategi komunikasiyang sesuai dengan khalayak sasaran yang dituju, selain itu kegiatan klinik teknologi pertanian jugamemberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung sebagai upaya pemecahan masalah pertanianyang ada di masyarakat. Salah satu cara yang mampu mendukung untuk keberhasilan tersebut adalahmelalui “Klinik Teknologi Pertanian (Klittan). Klinik dapat dijadikan sebagai tempat bertanya, berdiskusi,memecahkan masalah, memperoleh solusi, serta menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi petani disuatu wilayah tertentu.
Kata kunci : Klinik, teknologi, peternakan, pertanian
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
33
DAFTAR ISIHal
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... .. ..... i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………. ii
RINGKASAN ………………………………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………… Iv
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................... 3
1.3. Keluaran yang diharapkan ……………………………………………………… 3
1.4. Hasil yang Diharapkan …………………………………………………………… 3
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak ............................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………………. 4
2.1. Hama dan Penyakit Pisang………………………………………………………. 4
2.2. Hama dan Penyakit Cabai ………………………………………………………. 14
2.3. Asap Cair (Liquit Smoke) ……………………………………………………….. 15
III. METODOLOGI ................................................................................. 21
3.1 Ruang Lingkup Kegiatan ………………………………………………………... 21
3.2 Pendekatan …………………………………………………………………………… 21
3.3 Lingkup Kegiatan …………………………………………………………………… 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………………………. 26
4.1 Pelaksanaan Aplikasi Asap Cair pada Tanaman Pisang Kepok diKecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie ……………………………………
26
4.2 Penggunaan Asap Cair untuk Mengendalikan Penyakit Cabai Merah 28
4.3 Pembuatan Demplot Padi VUB, di Desa Maheng Kecamatan CotGile Aceh Besar ……………………………………………………………………..
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………………... 31
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………… 31
5.2 Saran …………………………………………………………………………………… 31
VI. KINERJA HASIL KEGIATAN …………………………………………………………….. 32
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………. 33
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………. 34
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
34
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Provinsi Aceh merupakan daerah yang sangat kaya akan sumberdaya alam,
termasuk di dalamnya adalah sumberdaya pertanian yang terdiri dari beberapa sub
sektor seperti : tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan dan
perikanan. Berdasarkan ilustrasi tersebut, pengembangan pertanian hendaknya berbasis
pada sumberdaya lokal spesifik lokasi, yaitu dengan memberdayakan seluruh potensi
yang ada secara optimal.
Pengelolaan sumberdaya lokal secara terpadu dan menyeluruh dapat
memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap keberhasilan pembangunan disektor
pertanian, adapun pengelolaan sumberdaya yang dimaksdu antara lain melalui
pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pola PTT ini merupakan sebuah
metoda peningkatan produktivitas tanaman dengan mengintroduksi berbagai komponen
teknologi secara terpadu sesuai dengan kondisi sumberdaya lokal yang ada.
Beberapa komponen pengelolaan tanaman terpadu yang dapat diterapkan
adalah, pengelolaan air sesuai dengan kebutuhan tanaman (pola pengairan berselang),
penggunaan pupuk kandang, penggunaan benih yang berasal dari varietas unggul,
pemupukan sesuai dengan rekomendasi, penggunaan alsintan serta pengendalian hama
dan penyakit secara terpadu sesuai dengan tingkat serangan hama di lapangan.
Kelompok tani adalah merupakan sebuah wadah di tingkat petani untuk saling
belajar dan bertukar informasi tentang pengelolaan usahatani. Untuk dapat meningkat
kualitas sumberdaya kelompok tani perlu adanya kegiatan kunjungan dan pelatihan dari
petugas pertanian lapangan. Pelayanan seperti ini dapat diperoleh melalui kegiatan
Sekolah Lapang (SL) dalam menyelesaikan setiap persoalan lapangan yang ditemui, di
dalam kegiatan sekolah lapang ini petani didampingi oleh petugas teknis yang berasal
dari BPP maupun BPTP selaku lembaga yang menangi tentang teknologi pertanian.
Guna mempercepat proses adopsi teknologi oleh petani diperlukan suatu
terobosan dan metode untuk menyampaikan informasi dari sumber teknologi ke
pengguna teknologi, sehingga setiap inovasi teknologi yang dihasilkan oleh BPTP dapat
segera diadopsi oleh pengguna (petani). Proses adopsi ini teknologi ini dapat terlaksana
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
35
melalui penerapan teknologi secara terfokus, sistematis, sinergi dan terintegrasi baik dari
segi pembinaan maupun pembiayaan.
Untuk mendorong percepatan proses adopsi hasil penelitian ini ke petani sebagai
pengguna akhir (end user) di butuhkan pendekatan berupa strategi komunikasi dalam
penyebaran dan penerapan paket teknologi. Klinik teknologi merupakan salah satu media
untuk mengatasi masalah tersebut. Secara umum Klinik Teknologi Pertanian diartikan
sebagai media atau wadah yang dapat menampung serta memberikan solusi terhadap
suatu masalah yang dihadapi oleh petani dalam penggelolaan usahatani (Novarianto,
dkk, 2004).
Selain itu konsep pengembangan klinik teknologi pertanian tidak hanya untuk
mempercepat transfer teknologi, baik fisik maupun sosial, tetapi juga untuk memahami
kebutuhan dan masalah yang dihadapi petani di lapangan. Klinik teknologi berperan
melayani kebutuhan petani di dalam mengembangkan usahataninya pada berbagai
bidang usahatani, oleh karena itu petani perlu diupayakan berada dalam sebuah wadah
yang disebut dengan kelompoktani.
Dalam upaya mengembangkan sektor pertanian telah banyak dihasilkan paket
maupun komponen teknologi dari berbagai aspek mulai dari budidaya sampai ke pasca
panen, namun demikian sebagian besar dari teknologi yang dihasilkan tersebut ternyata
belum terlihat penerapannya dilahan usahatani. Oleh karena itu dalam penyebarluasan
informasi teknologi pertanian perlu memperhatikan strategi komunikasi yang sesuai
dengan khalayak sasaran yang dituju, selain itu kegiatan klinik teknologi pertanian juga
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung sebagai upaya pemecahan
masalah pertanian yang ada di masyarakat.
Untuk mendukung program pemerintah di bidang pembangunan sektor pertanian
melalui Kementerian Pertanian adalah dengan diterapkannya program Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dengan komoditi padi, jagung, kedelai dan
kacang tanah, maka BPTP selaku lembaga teknis yang berperan sebagai penyedia
teknologi di daerah meluncurkan kegiatan klinik teknologi pertanian untuk mendukung
program SL-PTT dengan tingkat layanan 60 % gapoktan yang ada di wilayah Aceh.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
36
1.2. TUJUAN
1. Memberikan pelayanan kepada 7 gabungan kelompoktani (Gapoktan) di wilayah
kegiatan program SL-PTT pada kabupaten (Aceh Besar, Pidie, Aceh Timur, dan
Kabupatan Lain yang memerlukan pelayanan Klinik Teknologi Pertanian) di
Propinsi Aceh.
2. Mempercepat proses transfer teknologi pertanian melalui kegiatan apresiasi,
temu lapang dan demonstrasi plot inovasi teknologi.
1.3. KELUARAN YANG DIHARAPKAN
a) Terlayaninya 7 gapoktan yang ada di wilayah program kegiatan SL-PTT pada 3
kabupaten (Aceh Besar, Pidie, Aceh Timur, dan Kabupatan Lain yang
memerlukan pelayanan Klinik Teknologi Pertanian) di Propinsi Aceh.
b) Terlaksananya proses transfer teknologi melalui kegiatan apresiasi, temu lapang
dan demontrasi plot inovasi teknologi ke gapoktan di wilayah program SL-PTT.
1.4. PERKIRAAN HASIL
Diadopsinya teknlogi model PTT oleh 7 gapoktan yang ada di wilayah kegiatan
SL-PTT.
1.5. PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK
Dampak yang diharapkan dari kegiatan Klinik Teknologi Pertanian BPTP Nanggroe
Aceh Darussalam adalah meningkatnya kesadaran (awareness), menimbulkan minat
(interest), mencoba inovasi (trial), melakukan evaluasi (evaluation) dan petani mau dan
mampu mengadopsi (adoption) teknologi inovasi yang disampaikan oleh BPTP Aceh.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
37
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Hama dan Penyakit Pisang
2.2.1. Penyakit Fusarrium
Sejarah
Penyakit layu Fusarium pada pisang juga disebut penyakit Panama, karena
epidemic pertama terjadi di Panama, Amerika Tengah pada awal tahun 1890-an.
Penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc). Pada tahun
1915, pertama kali penggunaan nama penyakit layu pisang di Jamaica. Walau
bagaimanapun, penamaan penyakit ini tidak dapat membedakan layu fusarium atau layu
bakteri pada tanaman pisang.
Di Asia, penyakit layu Fusarium telah dilaporkan di India pada tahun 1911, di
Indonesia (jawa) pada tahun 1916 dan beberapa negara lain pada tahun 1920-an
(Stover, 1962). Di Filipina, pisang Silk atau Latundan (AAB) (= pisang Rastali) telah
diserang penyakit layu Fusarium pada tahun 1920. Di Afrika Timur penyakit layu
fusarium telah di laporkan pertama kali awal tahun 1950-an dari Kenya, Tanzania dan
Uganda (Stover, 1962).
Morfologi
Penyakit layu fusarium merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman
famili Musaceae. Penyebab penyakit layu fasarium adalah cendawan Fusarium
oxysporum f. sp. cubense (Ploetz, 2000). Menurut Watanabe (2002), F. oxysporum f.
sp. cubense termasuk dalam kelompok cendawan kelas deuteromycetes, memiliki
konidiofor hialin, bercabang, pendek atau tidak dapat dibedakan dari hifanya. Pada
ujung konidiofor terdapat massa spora yang diselimuti oleh suatu lapisan yang tipis
sehingga tampak seperti kepala (false head). F. oxysporum f. sp. cubense memiliki dua
jenis konidia yakni makrokonidia dan mikrokonidia. Makrokonidia berbentuk seperti
bulan sabit, bersepta, terdiri atas 4 – 7 sel, dan berukuran (17,5-) 29,1-45x2,9-4,7 µm,
sedangkan mikrokonidia berbentuk elip, terdiri atas 1 sel, berukuran 6-15,8x1,9-3,7(-5)
µm. Pada kondisi yang kurang menguntungkan, F. oxysporum f. sp. cubense dapat
membentuk klamidospora sebagai fase istirahatnya di dalam tanah sehingga dapat
bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu lama. Klamidospora berbentuk bulat,
berwarna cokelat, biasanya solitaire dengan diameter (5,3-)10,2-15 µm.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
38
F. oxysporum f. sp. cubense merupakan cendawan tular tanah (soil borne
pathogen) sehingga penyakit yang disebabkan oleh pathogen ini dapat ditularkan melalui
tanah, alat-alat pertanian, serta aliran air. Penggunaan bibit yang terinfeksi juga
berperan penting dalam penyebaran penyakit karena borpotensi sebagai sumber
inokulum awal di pertanaman. Penyakit layu fusarium dapat menyebar dengan cepat
pada tanah yang aerasinya jelek, air tanahnya tergenang. Kondisi ini biasanya pada
tanah berat (alluvial asam) atau tanah gambut.
Gejala
Gejala dari penyakit ini adalah sepanjang jaringan pembuluh pada batang semu
berwarna coklat kemerahan. Daun menguning dan menjadi layu, tangkainya menjadi
terkulai dan patah. Kadang-kadang lapisan luar batang semu terbelah dari bawah ke
atas. Yang paling khas adalah jika pangkal batang dibelah membujur, terlihat garis-garis
coklat atau hitam dari bonggol ke atas melalui jaringan pembuluh ke pangkal dan
tangkai daun. Penularan penyakit ini dapat melalui bibit, tanah dan air yang mengalir
mengandung spora jamur.
Patogenesis
Patogen menyebabkan penyakit melakukan infeksi tanaman melalui dua cara
yaitu menghasilkan toksin dan menghambat absorbs hara dan air. Toksin asam fusarik
dan enzim pektinase telah dibuktikan terlibat dalam patogenesis (Stover, 1962). Hifa
daripada spora patogen akan mengkoloni xilem setelah penetrasi menembusi akar.
Saluran xilem dipenuhi dengan miselium dan spora cendawan. Spora-spora ini akan
bercambah dan menyumbat system vascular dan ini akan menghambat pengangkutan
air dan zat makanan sehingga menimbulkan gejala layu. Di samping itu, patogen juga
mengeluarkan enzim-enzim seperti pektinase dan oksidase. Enzim pektinase yang
dihasilkan pathogen akan melemahkan dinding sel xilem. Patogen juga menghasilkan
asam fusarik yang beracun terhadap sel parenkima yang bersebelahan dengan xilem.
Sel-sel parenkima akan menghasilkan tilosa ke dalam xilem melalui pit pada dinding sel.
Selain itu, gel dan gam juga dihasilkan. Bahan-bahan ini akan menyumbat proses
pengangkutan air dan hara sehingga tanaman mengalami layu. Selain daripada itu,
perubahan warna pada rizom atau pseudostem juga disebabkan oleh penghasilan enzim
ini (Beckman dan MacHardy, 1981; Schumann, 1998).
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
39
2.3. Pengendalian
Pemilihan benih
Tingkat kecermatan dalam pemilihan benih pisang sangat berperan/ menentukan
munculnya penyakit layu pisang. Kemungkinan terdapatnya penyakit pada rumpun
diawali/terbawa benih yang memang sudah terserang atau berasal dari rumpun yang
terserang. Penggunaan benih hasil kultur jaringan terhadap penyakit layu perlu waktu
untuk aklimatisasi terlebih dahulu. Ukuran benih dari kultur jaringan disarankan minimal
± 50 cm. Hasil kultur jaringan sebelum di lepas ke petani hendaknya di tanam terlebih
dahulu di dalam polybag sampai muncul anakan baru, anakan tersebut yang nantinya
diberikan ke petani.
Alternatif pengendalian layu bakteri yaitu dengan penanaman pisang kepok yang
tidak mempunyai jantung pisang (terdapat di Pulau Sulawesi) dengan tujuan memotong
siklus penularan melalui ooze (eksudat) yang terbawa serangga/tawon yang hinggap
pada jantung pisang. Pisang sepatu Amora (dari Manado) dan pisang Puju (dari
Sulawesi) dilaporkan tahan terhadap penyakit layu. Perlu kawalan teknologi untuk benih
pisang yang dibagikan ke petani, antara lain perlu aplikasi agens antagonis terlebih
dahulu.
Pemanfaatan agens hayati
Eksplorasi agens antagonis Gliocladium, Trichoderma dan Pseudomonad
flourescens (Pf) dilakukan oleh Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman.
Eksplorasi Pseudomonas flourescens memberikan hasil yang lebih baik apabila dilakukan
pada lokasi yang potensial ditumbuhi tanaman Mimosa pudica (putri malu).
Perbanyakan Pf dilakukan di laboratorium oleh petugas sedangkan perbanyakan
Trichoderma dan Gliocladium dapat dilakukan petani langsung;
Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman hendaknya memiliki koleksi agens
hayati dan memeliharanya dengan cara yang benar sehingga tingkat keefektifannya
terjaga. Hal ini merupakan aset yang berharga dan bahan untuk perbanyakan agens
hayati di tingkat petani/kelompok tani pengguna agens hayati. Dalam penggunaan Pf,
cara perendaman dilaporkan lebih efektif dibandingkan dengan pencelupan. Kompos
yang mengandung agens antagonis sebelum diaplikasi hendaknya dicek terlebih dahulu
untuk mengetahui apakah agens antagonis tersebut masih aktif atau tidak. Aplikasi agen
antagonis dapat dilakukan pada pembenihan maupun saat tanam.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
40
Dalam aplikasi agens antagonis perlu memerhatikan kerapatan populasi agens
antagonis, standar cara pembuatan, konsentrasi, dan cara aplikasi; Jumlah propagule
(sesuatu yang dapat membentuk koloni) yang dianjurkan sebanyak 1010 untuk
cendawan, sedangkan untuk bakteri >1010. Pf ada yang bersifat endofit,
keberadaannya dalam tanah dapat menginduksi ketahanan tanaman.
Pendekatan sosial
Keberhasilan dalam penanggulangan penyakit layu pisang dapat dicapai melalui
penerpaan PHT dengan pola SL. Dalam SL ini diharapkan petani dapat termotivasi untuk
secara konsisten mematuhi penerapan budidaya tanaman sehat serta melaksanakan
pengendalian secara mandiri dan berkelompok. Pendekatan kepada tokoh
masyarakat/petani maju dalam operasionalisasi pengendalian akan cukup membantu
efektivitas pengendalian. Dalam pelaksanaan pengendalian, diperlukan kepatuhan
petani mengikuti prosedur baku teknis pengendalian.
Eradikasi tanaman terserang
Eradikasi penyakit layu pisang yang dilakukan dengan penyuntikan minyak
tanah/glyphosat lebih efektif dan lebih mudah bila dibandingkan dengan pembongkaran
karena kemungkinan masih terdapatnya sumber inokulum. Penggunaan buldozer
dikhawatirkan dapat meratakan sumber inokulum ke lahan-lahan sekitarnya. Pada
benih, untuk mengurangi tersebarnya patogen layu eradikasi dapat dilakukan dengan
cara mematikan titik tumbuh.
Pengerodongan buah
Kerodong buah pisang disarankan sepanjang ± 50 cm sampai dengan di bawah
ujung buah, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya penularan penyakit melalui
serangga, selain itu agar hama Nacoleia octasema (penyebab scab/kudis pada
buah)tidak bisa masuk menyerang jantung.
Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman dapat dilakukan dengan menanam padi gogo, dapat juga
dengan bawang sabrang. Pergiliran tanaman dengan bawang sabrang dilaporkan dapat
menurunkan serangan penyakit layu diduga bawang sabrang memiliki zat alelopati yang
dapat menghambat patogen.
Solarisasi (membiaskan penyinaran sinar matahari) lubang tanam dan tanah
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
41
Solarisasi dimaksudkan untuk mengekspose lubang tanam dan tanah agar tekena
sinar matahari langsung sehingga dapat mematikan sumber inokulum. Sebelum
melakukan penanaman dianjurkan untuk melakukan solarisasi lubang tanam dan tanah
selama 2-3 minggu.
Epidemiologi
Epidemiologi penyakit layu pisang dilakukan untuk mengetahui faktor abiotik dan
biotic. Buah pisang terinfeksi yang terbawa dalam pengangkutan benih dapat
menularkan penyakit (menjadi sumber inokulum) di daerah yang belum terserang.
Kecepatan penyebaran penyakit dapat mencapai 100 km per tahun. Potongan jantung
pisang yang dibuang sembarangan juga dapat menjadi sumber infeksi.
Desinfestasi peralatan pertanian, alat potong
Desinfestasi dimaksudkan untuk mensterilkan (suci hama) peralatan
pertanian/alat potong yang biasanya digunakan untuk memotong tandan pisang.
Sebelum memotong tanaman agar dicelupkan terlebih dahulu dalam larutan desinfektan,
misalnya kloroks dengan pengenceran 1:2.
Diseminasi informasi
Untuk mengefektifkan upaya penanggulangan OPT pisang penyebaran informasi
perlu disebarluaskan mengenai informasi teknologi pengendalian OPT pisang.
Sarana Identifikasi
Untuk mengidentifikasi OPT maupun agens hayati diperlukan mikroskop,
sedangkan saat ini mikroskop tersebut belum dimiliki di tingkat Kabupaten.
Upaya penanaman kembali di lahan bekas daerah serangan
Penanaman kembali di lahan bekas daerah serangan layu pisang dapat
dimungkinkan dengan catatan harus dikawal dengan teknologi pengendalian. Lubang
tanam dapat dibuat di samping rumpun terserang dan diaplikasi agens hayati dan
solarisasi lubang tanam. Untuk mengurangi risiko terjangkitnya penyakit penanaman
pisang kembali disarankan dilakukan 6 bulan setelah eradikasi.
Peraturan Daerah
Perlu dibuat peraturan untuk pengawasan lalu lintas benih pisang. Daerah yang
telah terjadi endemic penyakit layu dilarang masuk ke daerah yang masih bersih.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
42
2.2.2. Penyakit layu Bakteri
Gejala
Gejala awal hampir sama dengan gejala disebabkan oleh penyakit layu Panaman,
yaitu terjadinya penguningan daun. Perbedaannya adalah penguningan daun akibat
penyakit darah di mulai pada bagian tengah di dekat pelepah daun dan diikuti dengan
layunya daun tersebut. Hal ini terjadi bila daun tersebut telah membuka. Pada kasus
lain daun yang masih menggulung menjadi patah. Apabila bonggol dibelah melintang,
maka akan tampak bercak berwarna kuning pucat sampai coklat gelap atau biru
kehitaman. Bercak-bercak berwarna ini cenderung menuju ke bagian tengah-tengah dari
bonggol. Gejala yang spesifik dari penyakit ini adalah terdapatnya lendir bakteri yang
berwarna putih abu-abu sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau
bonggol tanaman pisang (Muharam dan Subijanto, 1991; Sulyo, 1992; Baharuddin,
1994). Yang lebih berbahaya adalah bahwa seringkali tanaman terinfeksi masih tampak
normal dari luar, daun-daun masih hijau dan buah kelihatan berkembang normal. Hal ini
memperbesar peluang penyebaran penyakit melalui distribusi buah hasil panen keluar
daerah endemis (Hermanto et al., 1998). Secara internal, bercak pembuluh berwarna
coklat bisa diamati pada tangkai buah, tangkai tandan, batang semu dan buah. Gejala
yang paling kahs/tipikal adalah terjadinya pembusukan daging buah sehingga terjadi
perubahan warna menjadi kuning sampai coklat kemerahan.
Penularan
Penularan penyakit ini dapat ditularkan melalui bibit, tanah, air, irigasi, alat-alat
pertanian dan serangga serta dapat bertahan paling singkat satu tahun dalam tanah
tanpa kehilangan virulensinya (Stover, 1972; Wardlaw, 1972; Sulyo, 1992). Sedikitnya
terdapat 3 jenis serangga pengunjung bunga yang mampu menularkan penyakit darah
pada tanaman pisang (Maryam et al., 1994). Penularan melalui serangga ini terjadi
secara non persisten karena isolasi hanya dapat dilakukan dari bagian kepala serangga
(Maryam et al., 1997). Ditemukan tiga jenis serangga pengunjung bunga dari ordo
Diptera yang mampu menularkan penyakit darah. Disamping itu dilaporkan juga lebah
Trigona corvine sebagai penyebar penyakit darah (Feakin, 1972). Menurut Leiwakabessy
(dalam Suprijadi, 2002) jenis serangga yang diduga vector BDB yaitu golongan Diptera:
Ciioropidae, Platypezidae, dan Drosophilidae, dan di samping itu ada serangga yang
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
43
diduga sebagai karier BDB, yaitu dari ordo Diptera, Blattaria, Lepidoptera dan
Hymenoptera.
Faktor penyebab
Penyebab penyakit diidentifikasikan oleh Gaumann sebagai Pseudomonas
celebensis (Wardlaw, 1972). Pada media biakan umum, koloni bakteri non-fluidal,
berukuran lebih kecil dan berkembang lebih lambat dibanding pada P. solanacearum,
menggunakan dan memproduksi asam dari galaktosa dan gliserol, tetapi tidak glukosa
dan karbohidrat lain, serta tidak mereduksi nitrat. Isolat bakteri penyakit darah tidak
bersifat patogenik terhadap Solanaceae, tetapi gejala segera terjadi pada penularan
mekanis terhadap bonggol atau batang semu pisang pada semua tingkat umur. Analisis
genetic melalui pengelompokan genom RFLP dengan cara membandingkan rangkaian 16
s ribosomal DNA dan analisis produk amplifikasi primer tRNA mengindikasi bahwa bakteri
penyakit darah sangat berkaitan dengan strain-strain P. solanacearum, meskipun masih
terdapat beberapa perbedaan. Berkaitan dengan itu, dan mengingat bahwa identifikasi
terhadap penyakit darah yang belum tuntas, Eden Green (1994) menyarankan
penggunaan istilah banana blood disease (BDB) untuk penyakit darah, untuk
membedakan dari strain-strain penyakit Moko (P. solanacearum ras 2) yang juga
terdapat di Asia Tenggara.
Meskipun belum terdapat kesepahaman di antara ahli-ahli taksonomi bakteri,
tatanama bakteri penyebab penyakit layu bakteri pada tanaman pisang secara umum
adalah sebagai berikut (Goto, 1990):
Kingdom : Prokaryotae
Devisi : Gracilicutes Gibbons and Muraay 1978
Klass : Proteobacteria
Famili : Pseudomonadaceae Winslow, Broahurs, Buchanan, Krumwiede,
Rogers, and Smith 1917
Genus : Pseudomonas (= Ralstonia).
2.5. TEKNIK PENGENDALIAN
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit darah
pada tanaman pisang adalah:
Bercocok Tanam (culture practice)
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
44
Sebagaimana telah diutarakan di atas bahwa pathogen penyebab penyakit darah
dapat bertahan hidup di dalam tanah selama satu tahun sehingga disarankan untuk
melakukan rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang dan umur tanaman melebihi
satu tahun. Seperti yang dilakukan di Colombia rotasi dilakukan dengan menggunakan
tanaman Cassava (Manihot), disebabkan karena siklus hidupnya tertutup (tidak
berhubungan dengan pathogen) dan lebih dari satu tahun (Granada, 2002).
Cara bercocok tanam yang baik juga dapat mengurangi infeksi pathogen
terhadap tanaman, diantaranya adalah pemberian pupuk organic (kompos, pupuk
kandang), penjarakan anakan, dengan cara memotong anakan yang telah mencapai
tinggi 30 cm ± 5 cm dari titik tumbuh, pembuatan drainase, sanitasi lingkungan
pertanaman, menghindari terjadi luka pada akar, menggunakan benih sehat (bukan dari
daerah serangan atau rumpun terserang, menggunakan benih dari kultur jaringan) atau
benih baru setiap musim tanam, system pindah tanam setelah tiga kali panen maksimal
tiga tahun, pengapuran atau perlakuan dengan abu (Daryanto, 2002).
Fisik / Mekanis
Eradikasi
Untuk lokasi tanaman pisangnya terserang berat, saat ini tidak ada cara
pengendalian selain segera melakukan eradikasi. Walaupun untuk mematikan pisang
hingga tanaman kering membutuhkan waktu cukup lama, namun cara ini mudah
dilaksanakan, lebih aman dan efektif dibandingkan menebang dan membongkar.
Eradikasi yang dianjurkan adalah dengan menyuntik tanaman dengan round-up dengan
takaran 12 cc untuk tanaman induk; 2-3 cc untuk anakan umur 4-6 bulan (50-100 cm)
dan 1 cc untuk anakan kurang dari 4 bulan atau 50 cm. Sebagai pengganti round-up
yang mahal, dapat menggunakan minyak tanah denga takaran 5 sendok makan untuk
tanaman induk, 3 sendok makan untuk tanaman berumur 4-6 bulan dan 1-2 sendok
makan untuk tanaman kurang dari 4 bulan. Penyuntikan dilakukan 20-40 cm di atas
leher akar untuk tanaman induk dan sekitar 10-15 cm untuk tanaman anakan.
Penyuntikan dilakukan sampai pada bagian tengah (empulur) tanaman pisang dengan
sudut kemiringan sekitar 60 derajat (Nasir et al., 2002).
Menurut Hermanto (2000) penerapan teknik eradikasi terhadap tanaman pisang
yang menunjukkan gejala penyakit darah di perkebunan pisang petani dapat
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
45
menghambat perkembangan penyakit ini. Pada bulan April 2000 intensitas penyakit
9.09%, Juli 2000 hanya meningkat menjadi 6.67%. Sedangkan pada kebun yang tidak
menerapkan teknik eradikasi pada bulan Maret 2000 intensitas penyakit 7,35%, Juli 2000
meningkat menjadi 58,56%.
“Budding”
Penyakit darah dapat ditularkan oleh serangga pengunjung bunga. Untuk itu
disarankan memotong bunga jantan segera setelah sisir terakhir terbentuk, untuk
menghindari infeksi lewat serangga penular (Jones, 2000). Dari hasil penelitian
hermanto (2000) penerapan teknik pemotongan bunga jantan setelah sisir terakhir
muncul, perkembangan penyakit agak lambat yaitu pada April 2000 intensitas penyakit
0%, Juli 2000 hanya meningkat 6,67%.
“Bagging”
Tindakan ini untuk menanggulangi penyakit darah yang disebarkan oleh serangga
pengunjung bunga. Pembungkusan dengan menggunakan plastic biru saat sisir telah
keluar, ditujukan untuk menghalangi infeksi yang dapat dilakukan oleh serangga vector
atau karier penyakit darah (Gambar 4). Namun bila tanah terinfeksi, maka usaha ini
tidak akan berhasil. Pembungkusan juga menghalangi serangan serangga perusak kulit
buah (Granada, 2002; Nasir et al. 2002). Perkebunan pisang yang menerapkan teknik
“bagging” yang diikuti “budding” dapat menghambat perkembangan penyakit darah,
pada bulan April 2000 intensitas penyakit 1.14% sedangkan pada bulan Juli 2000 hanya
meningkat menjadi 2.27% (Hrmanto, 2000).
Karantina dan Isolasi wilayah
Karantina sangat diperlukan untuk pencegahan transportasi material yang dapat
menularkan penyakit dan mencegah masuknya pathogen ke daerah yang belum
terserang. Dalam hal ini keikutsertaan pemerintah sangat diperlukan. Isolasi dilakukan
terhadap lokasi yang intensitas serangan penyakit darahnya masih rendah. Lahan
terserang segera diisolasi dan tanaman sakit dimusnahkan dengan cara eradikasi. Di
Taiwan, tindakan preventif dilakukan dengan mematikan juga sepuluh tanaman tau
tanaman dalam radius 20 m dari tanaman yang memperlihatkan gejala terserang.
Makin cepat tindakan eradikasi dilakukan makin besar kemungkinan lokasi dan tanaman
disekitarnya dapat diselamatkan.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
46
Cara Biologi
Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan pemanfaatan agens antagonis
seperti Psedomonas fluorescens dan Bacillus subtilis dengan atau tanpa kompos.
Aplikasi ini dilakukan pada saat tanam dan diulangi secara periodic selama pertumbuhan
tanaman (Daryanto, 2002).
Cara Kimiawi
Semua alat yang digunakan didisinfektan dengan kloroks (NaOCl) atau dicuci
bersih dengan sabun. Alat-alat tersebut dapat dicelupkan kedalam larutan selama satu
menit. Hal ini dilakukan untuk mencegah tertularnya pathogen layu bakteri dari
tanaman sakit ke tanaman sehat (Granada, 2002; Nasir et al., 2002).
Menurut Jones (2000) pisau yang digunakan untuk pemangkasan dapat
dicelupkan kedalam larutan 10% formaldehid selama 10 menit atau selama 5% selama
30 menit. Petani yang bekerja di kebun, untuk memangkas biayanya menggunakan dua
pisau. Pisau yang satu disterilisasi dengan larutan 10% formaldehid atau 5% sementara
yang satunya lagi digunakan.
2.2 HAMA DAN PENYAKIT CABAI
Jenis-jenis hama yang banyak menyerang tanaman cabai antara lain kutu daun
dan trips. Kutu daun menyerang tunas muda cabai secara bergerombol. Daun yang
terserang akan mengerut dan melingkar. Cairan manis yang dikeluarkan kutu, membuat
semut dan embun jelaga berdatangan. Embun jelaga yang hitam ini sering menjadi
tanda tak langsung serangan kutu daun.
Pengendalian kutu daun (Myzus persicae Sulz.) dengan memberikan Furadan 3 G
sebanyak 60-90 kg/ha atau sekitar 2 sendok makan/10 m2 area. Apabila tanaman sudah
tumbuh semprotkan Curacron 500 EC, Nudrin 215 WSC, atau Tokuthion 500 EC.
Dosisnya 2 ml/liter air. Serangan hama trips amat berbahaya bagi tanaman cabai, karena
hama ini juga vektor pembawa virus keriting daun.
Gejala serangannya berupa bercak-bercak putih di daun karena hama ini
mengisap cairan daun tersebut. Bercak tersebut berubah menjadi kecokelatan dan
mematikan daun. Serangan berat ditandai dengan keritingnya daun dan tunas. Daun
menggulung dan sering timbul benjolan seperti tumor. Hama trips (Thrips tabaci) dapat
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
47
dicegah dengan banyak cara. Pemakaian mulsa jerami, pergiliran tanaman, penyiangan
gulma atau rumputan pengganggu, dan menggenangi lahan dengan air selama beberapa
waktu. Pemberian Furadan 3 G pada waktu tanam seperti pada pencegahan kutu daun
mampu mencegah serangan hama trip juga. Akan tetapi, untuk tanaman yang sudah
cukup besar, dapat disemprot dengan Nogos 50 EC, Azodrin 15 WSC, Nuracron 20 WSC,
dosisnya 2-3 cc/1.
Adapun jenis-jenis penyakit yang banyak menyerang cabai antara lain antraks
atau patek yang disebabkan oleh cendawan Colletotricum capsici dan Colletotricum
piperatum, bercak daun (Cercospora capsici), dan yang cukup berbahaya ialah keriting
daun (TMV, CMVm, dan virus lainnya). Gejala serangan antraks atau patek ialah bercak-
bercak pada buah, buah kehitaman dan membusuk, kemudian rontok. Gejala serangan
bercak daun ialah bercak-bercak kecil yang akan melebar. Pinggir bercak berwama lebih
tua dari bagian tengahnya. Pusat bercak ini sering robek atau berlubang. Daun berubah
kekuningan lalu gugur. Serangan keriting daun sesuai namanya ditandai oleh keriting
dan mengerutnya daun, tetapi keadaan tanaman tetap sehat dan segar.
Selain penyakit keriting daun, penyakit lainnya dapat dicegah dengan
penyemprotan fungisida Dithane M 45, Antracol, Cupravit, Difolatan, Trimiltoa, dan
Zincofol. Konsentrasi yang digunakan cukup 0,2-0,3%. Bila tanaman diserang penyakit
keriting daun maka tanaman dicabut dan dibakar. Sedang pengendalian keriting daun
secara kimia masih sangat sulit.
2.3. ASAP CAIR (LIQUIT SMOKE)
Latar Belakang Asap Cair
Asap cair (bahasa Inggris: wood vinegar, liquid smoke) merupakan suatu hasil
kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun
tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,
hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Bahan baku yang banyak digunakan antara
lain berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas
atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Asap cair merupakan campuran terlarut
dari disperse asap tempurung dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
48
hasil priolisis tempurung atau merupakan kondensat dari asap tempurung yang di
dalamnya terkandung berbagai unsur senyawa dengan titik didih yang berbeda beda.
Di bidang pertanian, asap cair digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dan
menetralisir asam tanah, Membunuh hama tanaman dan mengontrol pertumbuhan
tanaman, pengusir serangga, mempercepat pertumbuhan pada akar, batang, umbi,
daun, bunga, dan buah. Dengan demikian asap cair diyakini dapat menggantikan fungsi
pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Asap cair mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena adanya
senyawa asam, fenol dan karbonil. Pengasapan konvensional seperti mutu, citra rasa dan
aroma yang konsisten sulit dicapai, senyawa tar terdeposit dan apabila suhunya terlalu
tinggi akan terbentuk senyawa korsinogrenik benzopiren. Pada penggunaan asap cair
fungsi yang diharapkan dari asap seperti citra rasa, warna, anti oksidan dan anti
mikrobia dapat dipertahankan sehingga kelemahan pengasapan konvensional dapat
diatasi.
Sekarang ini penggunaan bahan pengawet untuk makanan semakin merajalela
yang meracuni dan berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan formalin untuk
mengawetkan makanan merebak. Padahal, Badan Pengawasan Obat dan Makanan
melarang penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan. Sebab, formalin
berdampak buruk bagi kesehatan seperti memicu depresi susunan saraf, memperlambat
peredaran darah, dan kencing darah
Proses pembuatannya tidak terlalu rumit karena dapat menggunakan alat-alat
sederhana, namun masyarakat belum mengetahui proses menghasilkan asap cair dan
pemanfaatannya secara luas. Selain itu bahan baku yang melimpah di desa-desa sangat
memungkinkan bagi masyarakat untuk memanfaatkan untuk menghasilkan asap cair.
Selain sebagai salah satu sumber minyak nabati, tanaman kelapa juga sebagai sumber
pendapatan bagi keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan
kerja, pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai
pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa dan produk
ikutannya di Indonesia.
Saat ini para petani belum mengetahui manfaat asap cair di bidang pertanian
sebagai pengganti hormon dan pestisida. Untuk itu perlu dilakukan pengujian aplikasi
asap cair untuk tanaman menyangkut dosis/ konsentrasi dan cara penggunaannya.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
49
Sifat Fisik:
Berbentuk cairan dispersi asap cair dalam air, khas berbau asap, tidak bisa
terbakar, tidak mudah menguap dan terurai, dan tidak mudah tercuci.
Sifat Kimia:
Bahan anti bakteri / microba / cedawan, serangga hama tanaman dan anti
oksidan. Cairan bersifat isotonic dan bersifat systemic. Memiliki kekayaan senyawa-
senyawa organik dan menurut TRANNGONO et.al. (1996) asap cair tempurung kelapa
memiliki 7 macam komponen dominan, yaitu phenol; 3-metil-l,2-siklopentadion; 2-
mektosiphenol; 2-metoksi-4-metilphenol; 4-etil-2-metoksiphenol; 2,6-dimetoksiphenol;
dan 2,5 dimetoksi benzyl alkohol.
Manfaat:
1. Bidang Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Dapat diaplikasikan secara luas untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Dengan dosis minimal 20 cc perliter air dan dengan interval 1-2 minggu sekali maka
cukup efektif untuk menanggulangi berbagai jenis pathogen cendawan, kutu-kutu, virus
mozaik dan serangga hama.
Hasil pengamatan pada tanaman yang diperlakukan dengan Asap Cair kecuali
terhindar dari serangan hama penyakit, maka tanaman menunjukkan pertumbuhan yang
lebih sehat. Pertunasan dipacu, daun-daun lebih hijau tua dan batang - ranting bersih
dari noda-noda cendawan. Pada efek gejala ini menunjukkan sifat isotonik dan
systemiknya Asap Cair.
Pada tanaman Kakao walau tanpa dilakukan pemangkasan ternyata habitus yang
rimbun gemuk itu bebas dari serangan berbagai fungi, acarine dan serangga hama.
Malahan cendawan Fusarium pada Pisang juga teratasi dengan Asap Cair.
Asap Cair bisa diaplikasikan pada kebun karet, kopi, dan lain-lain. Untuk pengoiahan
karet, asap cair yang bersifat anti bakteri / microba dan anti oksidan juga member efek
menghilangkan terjadinya pembusukan yang baunya sangat menyengat dan efek lain
adanya peningkatan rendemen getah.
Untuk tanaman Hortikultura sangat baik dianjurkan untuk menggunakan Asap Cair dalam
pengendalian hama dan penyakitnya, agar diperoleh produk yang organis, sehat alami.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
50
Yang tidak boleh :
Janganlah mengaplikasikan Asap Cair dekat-dekat dengan pangkal batang bagi
jenis-jenis pepohonan yang hidupnya bersimbiose dengan Micoriza, baik yang bersifat
endothrop maupun exothrope.
2. Bidang Perikanan dan Peternakan
Aplikasinya bisa dicampur dengan es atau larutan sendiri untuk pengawetan ikan
tangkapan sebagai pengganti penggunaan formaline atau borax.
Di Sidoharjo, Jawa Timur, bandeng asap dikerjakan dengan menyemprotkan Asap Cair.
Demikian juga dengan daging asap.
Diprediksi pada peternakan unggas, jika pada air minumannya diberi Asap Cair
grade - 2, maka flsesnya tidak mengumbar bau busuk yang mengganggu lingkungan dan
ayam pun tambah sehat.
Pada kolam ikan / udang, pemberian Asap Cair akan terhindar dari gangguan bakteri dan
cendawan parasit.
3. Bidang Industri Makanan
Asap Cair grade - 1 dan 2 telah disetujui oleh beberapa negara untuk digunakan
sebagai pengawet yang aman pada industri makanan. Industri makanan seperti tahu,
mie, bakso, nugget, daging asap, ikan asap, juga untuk makanan jajanan seperti kue-
kue basah, kue-kue kering, roti potong, kuah lemak, sambal giling, minuman es cendol,
es campur, dan sebagainya. Asap Cair kecuali berfungsi sebagai anti bakteri / microba /
cendawan dan anti oksidan juga memberikan nutrisi tambahan.
4. Bidang Industri Pengolahan Kayu
Asap Cair grade - 3 baik sekali jika diaplikasikan pada proses pengolahan kayu.
Kecuali akan merubah struktur kayu menjadi lebih keras, lebih padat, maka kayu
terhindar dari serangan jamur dan rayap / gegat perusak kayu. Baik sekali diaplikasikan
pada industri meubiler, kosen jendela, pintu, daun pintu - jendela, rangka bangunan
rumah terutama yang dari bahan kayu kelas rendah atau kayu yang relatif masih muda.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
51
Caranya bisa dengan dioleskan rata dengan kwas, direndam, disemprotkan
bersama cat. Dicampurkan dengan cat pada bagian exterior rumah maka cat lebih baik
daya rekatnya dan anti jamur serta lumut. Jadinya cat tahan lama.
5. Bidang Industri Pengolahan Kulit
Digunakan sebagai penyamak kulit dan pengawet.
6. Bidang Farmasi
Dulu, puluhan / ratusan tahun yang lampau pengasapan badan sering dilakukan
oleh ibu-ibu setelah melewati persalinan. Di Aceh dikenal dengan istilah "disale", seperti
istilah "sale" untuk "pisang sale". Lagi Raja di Jawa (Mataram) melakukan pengasapan
badan dengan menggunakan kayu-kayu yang memiliki aroma wangi. Berlokasi di Taman
Sari-nya sambil menanti menggilir para "garwa ampean" (selir-selir-nya). Tentu disini
mengambil manfaat asap guna pemulihan kebugaran / kesehatan, meningkatkan
stamina serta mungkin juga meningkatkan daya vitalitas.
Abdullah 65 tahun, dulu mengobati luka dengan asap cair yang keluar dari
bakaran kayu yang sedang dipakai untuk masak di dapur. Selain itu manakala sakit
mata, maka tangkai daun sirih / pucuk muda pohon sirih dipanaskan dengan lampu
minyak. Cairan yang keluar dari ujung sebelah dipakai untuk tetes mata.
Hasil penelitian modern menyatakan bahwa asap cair grade - 2 dan 1 yang telah
bebas dari Tar (Benzoa pirena) maka tidak mebahayakan kesehatan. Manfaat Asap Cair
adalah kesembuhan dari :
Gejala rheumatik ,
Gejala asam uarat
Varises
Keropos tulang
Cemekam (infeksi pada kuku ibu jari kaki)
Macam-macam penyakit kulit termasuk gejala kanker kulit
Menipisnya gejala bintik-bintik hitam tanda penuaan usia
Untuk keramas agar mematikan ketombe
Sakit gigi
Salah urat, leher sakit karena salah tidur
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
52
Yang bersifat insidentil :
Luka terbuka karena terkena benda tajam, darah cepat berhenti dan luka cepat
sembuh tanpa bekas.
Kulit melepuh akibat terkena radiasi waktu mengelas (kerja sebagai tukang las).
Terkena sengatan serangga (kutu babi), tawon.
Gatal-gatal terkena miang belukar.
III. METODOLOGI
3.1. Ruang Lingkup Kegiatan
Pelaksanaan Klinik Teknologi Pertanian mendukung program SL-PTT di Propinsi
Aceh bertujuan untuk mempercepat proses adopsi inovasi teknologi yang telah dihasilkan
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan teknologi yang telah dihasilkan
oleh balai penelitian komoditas, khususnya pada wilayah yang ada kegiatan SL-PTT
sehingga setiap persalahan yang muncul dapat segera advokasi. Selain kegiatan
advokasi juga dilakukan kegiatan demonstrasi plot inovasi teknologi yang sesuai dengan
program SL-PTT. Dalam pelaksanaannya program klinik teknologi adalah salah satu
bagian dari program diseminasi, alih teknologi hasil penelitian dan pengkajian untuk
menampung dan upaya pemecahan masalah, menyediakan inovasi teknologi pertanian
bagi pengguna baik petani maupun stake holders lainnya.
Untuk mendapatkan masukan dalam pemecahan masalah dan penyediaan inovasi
teknologi pertanian dilakukan analisis terhadap keadaan awal (situasi) inovasi pertanian
di tingkat petani mencakup beberapa aspek: (1) praktik usahatani sebelumnya; (2)
kebutuhan teknologi; (3) inovasi yang tersedia ditingkat petani; dan (4) norma dari
sistem sosial.
3.2. Pendekatan
Pelaksanaan kegiatan klinik teknologi pertanian dilakukan berdasarkan adanya
program dan kebutuhan daerah serta berdasarkan isue yang berkembang di lapangan
terutama dalam mendukung program pemerintah pusat tentang SL-PTT padi, kedelai,
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
53
jagung dan kacang tanah di masing-masing kabupaten yang ada di Propinsi Aceh. Untuk
mengetahui sejauh mana isue yang berkembang tersebut serta informasi yang
merupakan kebutuhan dari masyarakat, maka di lakukan subuah studi yang disebut
dengan pengenalan wilayah secara partisipatif yaitu Participatory Rural Appraisal (PRA).
Dalam kegiatan ini dilakukan studi terhadap potensi, kendala dan peluang yang
ada di suatu wilayah serta komponen teknologi yang sudah ada dan berkembang
ditingkat masyarakat tersebut. Kegiatan survey partisipatif ini dilakukan dengan
melibatkan tim kerja yang berasal dari berbagai disiplin ilmu, untuk menghimpun data
informasi digunakan narasumber dari berbagai elemen masyarakat. Kegiatan ini sangat
penting, karena semua keputusan dan rekomendasi yang akan digunakan adalah
berdasarkan hasil pleno atau suara terbanyak dari narasumber yang hadir pada saat
proses pengambilan keputusan.
Dalam hal transfer teknologi dari BPTP sebagai sumber teknologi maka dalam
kegiatan klinik teknologi pertanian ini lebih mengarah kepada penerapan komponen
teknologi dengan pola pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi, kedelai,
jagung, dan kacang tanah. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya di lapangan kegiatan
klinik teknologi pertanian ini di harapkan dapat berdampingan dengan kegiatan SL-PTT
yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten dan oleh BPTP. Sedangkan tenaga yang
terlibat di lapangan sebagai pengawal teknologi akan dilakukan kerjasama dengan pihak
pemerintah kabupaten, yaitu para penyuluh yang ada di kecamatan baik yang sudah PNS
maupun para penyuluh kontrak.
3.3 Lingkup Kegiatan
Identifikasi lokasi
Kegiatan ini adalah merupakan langkah awal dari sebuah kegiatan diseminasi
hasil pengkajian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal suatu wilayah. Infromasi
yang dikumpulkan pada kegiatan ini adalah menghimpun data potensi wilayah,
permasalahan dan peluang pengembangan maupun introduksi paket teknologi di wilayah
tersebut.
Dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi lokasi ini harus melibatkan tenaga dari
berbagai disiplin ilmu, sehingga semua permasalahan yang diperoleh di lapangan dapat
dirumuskan oleh masing-masing disiplin ilmu tersebut. Metoda yang sering digunakan
dalam kegiatan identifikasi lokasi ini adalah metoda partisipatif yaitu PRA, di dalam
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
54
metoda ini diharapkan petani dapat berpartisipasi di dalam menyampaikan persoalan-
persoalan yang dihadapinya selama ini.
Lingkup kegiatan identifikasi lokasi ini meliputi pengumpulan data tentang
keadaan potensi sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, keadaan sosial ekonomi,
teknologi eksisting di tingkat petani, serta peluang introduksi teknologi baru. Dengan
peluang introduksi teknologi baru ini diharapkan dapat memberikan perbandingan dan
pilihan kepada masayarakat petani sebagai pengguna akhir tekmologi. Hasil identifikasi
lokasi ini akan dijadikan program dalam pelaksanaan kegiatan klinik teknologi pertanian
yang dapat mendukung pelaksanaan program SL-PTT.
Perakitan komponen teknologi
Kegiatan ini dilakukan setelah ada data hasil kegiatan identifikasi lokasi dan
rumusan permasalahan di lapangan. Perakitan komponen teknologi ini disesuaikan
dengan kondisi sumberdaya yang ada di lokasi dan menggunakan semaksimal mungkin
potensi sumberdaya alam yang tersedia, sehinga di dalam pelaksanaan inovasi teknologi
tidak mengalami kesullitan.
Penyiapan materi informasi
Materi informasi yang akan disampaikan pada kegiatan klinik teknologi pertanian
mendukung program SL-PTT, disesuaikan dengan kebutuhan informasi yang ada pada
wilayah pengembangan SL-PTT yang telah ditetapkan untuk wilayah kegiatan klinik
teknologi pertanian, sasarannya adalah memberikan informasi kepada 60 % gapoktan di
wilayah SL-PTT.
Adapun materi informasi yang akan disampaikan adalah berupa pendistribusian
lembar informasi pertanain, diskusi ilmiah melalui kegiatan temulapang serta pembuatan
demplot sebagai media pembelajaran bagi gapoktan tentang pengenalan beberapa
varietas padi dan kacang tanah unggul.
Bahan informasi yang akan disampaikan dapat berupa tulisan singkat seperti
leaflet, brosur dan buletin, poster, dan juga dapat berupa rekaman video. Penyiapan
materi informasi ini diharapkan merupakan hal-hal yang menarik bagi petani ataupun
merupakan sebuah teknologi baru yang sangat diharapkan oleh petani.
Pengumpulan data
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
55
Dalam kegiatan klinik teknologi pertanian ini di samping melakukan transfer
teknologi pertanian kepada pengguna, juga dilakukan kegiatan penyusunan data based
tingkat inovasi teknologi di tingkat petani. Penyusunan data based ini dilakukan dengan
melibatkan berbagai unsur masyarakat petani sebagai narasumber dan dipandu oleh
petugas teknis dari BPP, peneliti, penyuluh dari BPTP.
Data yang dikumpulkan dalam kegiatan klinik teknologi pertanian mendukung
program SL-PTT dan tingkat pelayanan 60 % gapoktan ini adalah antara lain; tingkat
keberhasilan penerapan demplot (tingkat produksi yang diperoleh), jumlah partisipan
pada saat diskusi ilmiah atau temu lapang, tingkat adopsi inovasi teknologi serta jumlah
gapoktan yang dapat dilayani dan yang ikut berpartisipasi.
Pelaksanaan kegiatan
Sebelum pelaksanaan kegaitan terlebih dahulu disusun tim yang akan terlibat di
dalam setiap kegiatan pelayan informasi teknologi. Disiplin ilmu tim yang mendukung
kegiatan ini disesuaikan dengan pokok permasalahan yang berkembang di lapangan
ataupun berdasarkan isue yang berkembang menurut kebutuhan daerah. Adapun
tahapan kegiatan yang akan dilalui nanti akan disuaikan dengan pokok permasalahan
yang akan ditangani ataupun jenis pelayanan yang akan diberikan, bentuk-bentuk ini
akan dituangkan ke dalam sebuah petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan. Adapun jenis
kegiatan klinik teknologi pertanian yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 ini adalah
meliputi;
1. Pengendalian penyakit pisang menggunakan pupuk asap cair
2. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Cabe Merah Menggunakan Pupuk asap
cair dan Pupuk Organik Cair Lokal Desa Gampong Pasar kuta bakti Kec kuta
Bakti Kab Pidie.
3. Pembuatan demplot padi varietas unggul baru (VUB) berupa Inpari-1, Inpari-2 dari
IR-70 di Desa Maheng Kecamatan Cot Glie Kabupaten Aceh Besar.
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi adalah merupakan sebuah kegiatan yang sangat perlu
dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan ataupun kegagalan dari kegiatan yang
dilakukan. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala dengan melibatkan
tenaga profesional yang berasal dari berbagai bidang disiplin ilmu, sehingga akan
mendapatkan sebuah rekomendasi yang akurat tentang keadaan kegiatan di lapangan.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
56
Pelaksanaan temu wicara
Kegiatan sosialisasi paket teknologi dilakukan bersamaan dengan
dilaksanakannya kegiatan temu wicara hasil inovasi teknologi klinik teknologi pertanian.
Dalam kegiatan ini peserta yang hadir adalah petugas teknis dari dinas instansi terkait,
penyuluh dan peneliti dari BPTP, petani sebagai pengguna teknologi serta pengusaha
bidang agribisnis.
Dalam kegiatan temu wicara ini akan berlangsung proses diskusi antara peneliti,
penyuluh dengan petani tentang permasalahan yang berkembang di dalam masyarakat
yang belum teratasi, semua bahan masukan hasil ini akan dijadikan bahan rekomendasi
dan batabased bagi BPTP dan juga untuk menjadi masukan bagi pengambil kebijakan
dibidang pembangunan pertanian.
Kegiatan temu wicara ini adalah merupakan salah satu kegiatan diseminasi yang
sangat penting di dalam proses transfer teknologi kepengguna, karena pada kesempatan
ini antara pengguna dan nara sumber dapat bertemu langsung sehingga banyak
permasalahan yang dapat dipecahkan. Bagi nara sumber (peneliti/ penyuluh dan
pengambil kebijakan ini adalah merupakan bahan masukan yang cukup berarti
untukmengukur tingkat keberhasilan penerapan teknologi baru di lapangan.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
57
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampai dengan Desember 2012, kegiatan klinik teknologi pertanian BPTP Aceh
telah melaksanakan 3 (tiga) kegiatan yaitu :
1. Pengendalian penyakit pisang menggunakan pupuk asap cair.
2. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Cabe Merah Menggunakan Pupuk asap cair
dan Pupuk Organik Cair Lokal Desa Gampong Pasar kuta bakti Kec kuta Bakti Kab
Pidie.
3. Pembuatan demplot padi varietas unggul baru (VUB) berupa Inpari-1, Inpari-2 dari IR-
70 di Desa Maheng Kecamatan Cot Glie Kabupaten Aceh Besar.
1. Pelaksanaan Aplikasi Asap Arang Cair Pada Tanaman Pisang Kepok yangTerserang Penyakit Bakteri di Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie
Berdasarkan hasil monitoring yang kita lakukan khususnya di kecamatan Padang
Tiji pada desa-desa yang merupakan sentra produksi pisang, ternyata jenis pisang kepok
dan pisang wak sudah diserang oleh sejenis penyakit layu bakteri dengan tingkat
kerusakan sangat bervariasi mulai ringan, sedang, berat dan puso, kalau kita
persentasikan sudah mencapai 85% dari luas areal penanaman pisang yang ditanami
masyarakat sudah dalam kondisi yang tidak produktif lagi, sehingga perekonomian
petani pisang sangatlah terpuruk, petani yang selama ini mengandalkan hasil pisang
yang dapat menopang ekonominya sehari-hari hilang sudah.
UPAYA-UPAYA YANG SEDANG DILAKUKAN
Pemerintah kabupaten sampai saat tidak ada solusi yang dapat menolong petani
sehingga pisang dapat berproduksi tinggi lagi. Badan Litbang Kementerian Pertanian
melalui unit kerja Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh kegiatan klinik
teknologi sedang melakukan kajian-kajian pengendalian penyakit pisang dengan
berbagai metode:
1. Penyuntikan asap arang cair pada batang pisang bagian bawah.
2. Perendaman bonggol atau umbi pisang kedalam larutan asap arang cair selama
kurang lebih 20 menit.
3. Melakukan eradikasi pohon/rumpun pisang yang terserang
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
58
4. Sanitasi pohon yang masih sehat.
LOKASIPELAKSANAAN
Kelompok Tani Pante Jaya
Desa Pante Cermen
Kecamatan Padang Tiji
TEKNIS PENYUNTIKAN
Penyuntikan pertama tanggal 24 Maret 2012
Penyuntikan kedua tanggal 04 April 2012
Penyuntikan Ketiga tanggal 14 April 2012
Proses perendaman bibit dilakukan pada tanggal 29 April 2012 sebanyak 20 bonggol.
Dengan lama perendaman 20 menit kemudian langsung ditanam
KRITERIA TANAMAN SAKIT SUNTUK ADALAH
Pohon yang terserang ringan
Pohon yang terserang sedang
Pohon yang terserang berat
HASIL YANG TELAH DICAPAI
Berdasarkan hasil pengamatan yang kita lakukan pada tanaman yang telah kita
suntik pada intensitas ringan sudah mulai menunjukkan adanya perubahan kearah
sembuh, sedangkan pada kategori serangan sedang belum menunjukkan adanya
perubahan, sedangkan pohon yang terserang berat tidak ada perubahan sama sekali.
TAHAP-TAHAP PENYUNTIKAN
Pohon pisang yang sakit pada berbagai tingkat kerusakan kita bor kiri dan kanan
dengan kedalaman tergantung pada besar kecilnya pohon tidak sampai menyentuh
empelur. Selanjutnya setiap lobang bor kita suntikkan 20 s/d 30 ml asap arang cair,
penyuntikan dilakukan 3 kali dengan interval waktu 10 hari sekali. Setelah asap arang
cair kita suntikkan lobang kita tutup atau kita sumbat dengan alat penyumbat tergantung
bahan, supaya bila ada hujan tidak masuk air.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
59
2. Hasil Pengkajian Penggunaan Asap Cair Pada Tanaman Cabai Merah
Dari hasil pelaksanaan Aplikasi Penggunaan Asap Cair untuk pengendalian hama
dan peyakit tanaman Cabai Merah sesuai dengan tingkat uji yang di tentukan yaitu :
1. Pemberian Penyiraman larutan Asap Cair 5-7 cc / liter air sebelum tanam pada
bedengan sebanyak 150 cc / tanaman.
2. Penyemprotan pada tanaman sesudah tanam / pengecoran pada tanaman
3. Pengecoran pad tanaman yang sudah ada gejala serangan penyakit atau keriting
Hasil yang diperoleh :
Untuk pada tahap perlakuan pertama tersebut diatas yaitu penyiraman larutan asap
cair dengan dosis 5-7 cc / liter air menunjukkan ada keberhasilan bahwa serangan
hama dan penyakit sangat berkurang walaupun kelihatan kira-kira atau perkiraan 1-
3%. Namun sudah di katakana berhasil, kendati harus banyak melakukan penguian-
pengujian lanjutan.
Untuk tahap kedua Penyemprotan pada tanaman dari awal tanam sampai
pemeliharaan khir pertumbuhan generatif. Ada pengeruh kesuburan dan ketahanan
dari serangan gejala-gejala hama dan penyakit. Tetapi bila menggunakan pada
tanaman mulai umur 1 bulan keatas bila ada serangan agar lamban untuk kembali
sehat lagipun harus sering-sering di ulang, tetapi membuat banyak terpakai asap
cair.
Untuk tahap ketiga Pengecoran pada tanaman yang sudah terserang penyakit ada
sedikit sekaliyang pulih sempurna masih kurang efektif karena belum tepat waktu
aplikasi pemberian, tapi untuk Virus Kuning ada perubahan kesembuhannya, secara
sempurna masih melakukan kelanjutan pengkajian untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
3. Pembuatan demplot padi varietas unggul baru (VUB) berupa Inpari-1,Inpari-2 dari IR-70 di Desa Maheng Kecamatan Cot Glie Kabupaten AcehBesar.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
60
Sampai dengan pertengahan Bulan Juni 2012, kegiatan pembuatan demplot padi
VUB Inpari-1, Inpari-2 dan IR-70 sampai pada tahap penanaman (tranplanting) yang
dilakukan pada tanggal 16 Juni 2012. Pemilihan Desa Maheng Kecamatan Cot Glie
Kabupaten Aceh Besar berdasarkan masukan dari para Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL) Kecamatan Seulimum dan pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten
Aceh Besar selanjutnya dilakukan observasi lapangan oleh tim Klinik Teknologi Pertanian
didampingi PPL dan THL yang bertugas di Desa Maheng.
Berdasarkan masukan dari Ketua Kelompok Tani dan Geuchik (kepala desa)
Maheng bahwa sebenarnya desa ini memiliki potensi yang sangat besar bidang
pertanian yang dapat dikembangkan. Desa ini terletak dlkaki Gunung Seulawah dan
secara administratif masuk kedalam Kecamatan Cot Glie Kabupaten Aceh Besar, berjarak
15 km dari Jantho (ibu kota Kabupaten Aceh Besar), 10 km dari jalan negara Banda
Aceh-Medan dan 62 km dari Ibu Kota Provinsi Aceh (Banda Aceh).
Secara kultur, masyarakat desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani
(95%) terutama padi sawah, jagung dan hortikultura. Sedangkan sisanya berprofesi
sebagai pencari kayu. Desa ini secara berkala dialiri oleh irigasi teknis dengan kondisi
ketersediaan air sepanjang tahun yang berasal dari bendungan irigasi Seuneubok,
walaupun pada musim kemarau (gadu) kondisi air terpaksa digilir berdasarkan kontur
wilayah dimana untuk masing-masing wilayah mendapat jatah 12 jam untuk rentang
waktu 4-5 hari. Sistem ini mulai diberlakukan mulai Bulan Mei-Oktober.
Pada TA.2012 kegiatan Klinik Teknologi Pertanian melakukan pembuatan demplot
padi VUB berupa varietas Inpari-1, Inpari-2 dan IR-70. Kegiatan ini dilaksanakan dalam
rangka mendukung upaya Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian untuk melaksanakan sistem IP-400 yang artinya dalam 1
(satu) tahun lahan pertanian dapat dimanfaatkan untuk 4 (empat) kali musim tanam.
Sedangkan pemilihan varietas di atas berdasarkan masukan dari pihak Balai Besar
Penelitian Padi Sukamandi bahwa varietas-varietas tersebut dapat diandalkan untuk
menjawab upaya pemerintah menuju sistem IP-400.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
61
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Di bidang pertanian, asap cair digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dan
menetralisir asam tanah, Mengendalikan hama tanaman dan mengontrol pertumbuhan
tanaman, pengusir serangga, mempercepat pertumbuhan pada akar, batang, umbi,
daun, bunga, dan buah. Dengan demikian asap cair diyakini dapat menggantikan fungsi
pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
5.2. Saran
Perlu pengkajian yang lebih mendalam tentang asap cair secara konsep
metodelogi penelitian untuk membuktikan secara statistic tentang keunggulan asap cair
sebagai pestisida nabati dan bahan organic cair sebagai pengganti pestisida kimia dan
pupuk kimia pada tanaman.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
62
VI. KINERJA HASIL KEGIATAN
Pelaksanaan Klinik Teknologi Pertanian di Aceh pada umumnya berjalan mendekati
baik, yang dimulai dari koordinasi Dinas/Instansi terkait baik di tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota, terutama dalam penentuan/penetapan lokasi.
Khusus dalam pendampingan/pengawalan teknologi dalam usahatani telah
dilakukan perakitan beberapa komponen teknologi budidaya melalui pendekatan
pemilihan teknologi PTT baik itu teknologi dasar maupun teknologi pilihan sesuai
kebutuhan lokasi dengan memperhatikan aspek lingkungan atau sumberdaya yang
tersedia, sehingga diperoleh teknik budidaya yang spesifik lokasi, upaya ini dilakukan
untuk pencapaian peningkatan produktivitas jagung hibrida >10%.
Selanjutnya lokasi Pengkajian teknologi pertanian di Aceh adalah Kabupaten Pidie
dan Aceh Besar. Diperlukan dukungan kebijakan yang mendukung tersedianya teknologi
pengendalian penyakit berbasis alam/nabati.
Keluaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah terdapat paket teknologi
pengendalian penyakit pada tanaman pisang dan cabai menggunakan asap cair sebagai
pestisida nabati dan pupuk organic cair spesifik lokasi. Manfaat dari kegiatan ini adalah
penurunan serangan penyakit pada tanaman pisang dan cabai sehingga terjadi
peningkatan produksi.
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
63
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian, 2003. Pedoman Penyusunan dan Pembahasan ProyekPenelitian dan Pengembangan Pertanian TA.2004. Badan Litbang Pertanian,Jakarta.
Gunawan, dkk. 2005. Peran dan Aktivitas Klinik Teknologi Pertanian di PropinsiBengkulu. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Lahan Kering,Bengkulu 11-12 Nopember 2005. Kerjasama PSE Bogor dan UniversitasBengkulu, Bengkulu.
Jaya, R., dkk. 2007. Laporan Akhir Kegiatan Klinik Teknologi Pertanian BPTP ACEHTA.2007, Banda Aceh. (belum dipublikasi).
Jaya, R., dkk. 2008. Laporan Akhir Kegiatan Klinik Teknologi Pertanian BPTP ACEHTA.2008, Banda Aceh. (belum dipublikasi).
Novarianto, R, dkk, 2004. Pedoman Umum Klinik Teknologi Pertanian, BPTP SulawesiUtara. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Zulham, A., dkk. 2006. Laporan Akhir Kegiatan Klinik Teknologi Pertanian BPTP ACEHTA.2006, Banda Aceh. (belum dipublikasi).
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
64
FOTO KEGIATAN
APLIKASI ASAP CAIR PADA TANAMAN PISANG
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
65
APLIKASI ASAP CAIR PADA TANAMAN CABAI
DEMPLOT PADI VARIETAS UNGGUL BARU
LAPORAN AKHIR KEGIATAN KLINIK TEKNOLOGI PERTANIAN TA.2012
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) AcehJl. P. Nyak Makam No. 27 Lampineueng, Banda Aceh – 23125. Telp (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077
Email : [email protected] ; [email protected]:http://nad.litbang.deptan.go.id
66