analisis klinik

22
PERCOBAAN I PENGUJIAN KADAR GLUKOSA URIN (UJI BENEDICT SEMI KUANTITATIF) A. Tujuan 1. Urin Urin merupakan hasil filtrasi darah oleh glomerulus ginjal. Tujuannya adalah membersihkan darah dari sisa-sisa metabolisme dan mengatur jumlah air dan elektrolit dalam tubuh. Fungsi ini disebut sebagai fungsi homeostatik tubuh oleh ginjal yang dijalankan oleh glomerulus oleh tubuli. Tubuli merupakan bagian ginjal yang menyeleksi dan mengatur bahan-bahan dengan mekanisme ekskresi dan absorbsi bahan-bahan termasuk air. Volume urin normal adalah 600-2500 mL/24 jam. Volume urin 24 jam dipengaruhi oleh asupan cairan, temperatur lingkungan, kelembaban, diet, mental, kerja dan ukuran fisik (Panii, 2007). 2. Urinalisis Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin, tetapi juga mengenai faal pelbagai organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, cortex adrenal dan lain-lain. Jika kita melakukan urinalisis dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya (Gandosoebrata, 1969).

Upload: monalytaa-panjaitan

Post on 12-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

glukosa dalam urin

TRANSCRIPT

PERCOBAAN IPENGUJIAN KADAR GLUKOSA URIN(UJI BENEDICT SEMI KUANTITATIF)

A. Tujuan 1. UrinUrin merupakan hasil filtrasi darah oleh glomerulus ginjal. Tujuannya adalah membersihkan darah dari sisa-sisa metabolisme dan mengatur jumlah air dan elektrolit dalam tubuh. Fungsi ini disebut sebagai fungsi homeostatik tubuh oleh ginjal yang dijalankan oleh glomerulus oleh tubuli. Tubuli merupakan bagian ginjal yang menyeleksi dan mengatur bahan-bahan dengan mekanisme ekskresi dan absorbsi bahan-bahan termasuk air. Volume urin normal adalah 600-2500 mL/24 jam. Volume urin 24 jam dipengaruhi oleh asupan cairan, temperatur lingkungan, kelembaban, diet, mental, kerja dan ukuran fisik (Panii, 2007). 2. Urinalisis Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin, tetapi juga mengenai faal pelbagai organ dalam tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, cortex adrenal dan lain-lain. Jika kita melakukan urinalisis dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya (Gandosoebrata, 1969).a. Urin sewaktuUntuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urin sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu uang tidak ditentukan dengan khusus. b. Urin pagiYang dimaksud dengan urin pagi ialah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada satu waktu yaitu pagi hari sebelum tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan siang hari. Jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein dan lain-lain, dan baik juga untuk tes kehamilan berdasarkan adanya HCC dalam urin.

c. Urin postprandialSampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosauria, ia merupakan urin yang pertama kali dilepaskan 1-3 jam sehabis makan. Urin pagi tidak baik untuk pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosauria. d. Urin 24 jamApabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin, urin sewaktu sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan proses-proses metabolik dalam badan. Hanya jika urin itu dikumpulkan selama waktu yang diketahui, dapat diberikan sesuatu kesimpulan agar angka analisa dapat dianalisa, biasanya dipakai urin 24 jam.(Gandosoebrata, 1969)Memperhatikan warna urin bermakna karena kadang-kadang didapat kelainan yang berarti untuk klinik. Berikut beberapa sebab warna urin:a. Kuning1) Zat warna normal dalam jumlah besar : uribilin, urochrom2) Zat warna abnormal : bilirubin3) Obat-obat dan diagnostika : santonin, PSP, riboflavinb. Hijau 1) Zat warna normal dalam jumlah besar : indikan2) Obat-obat dan diagnostika : methylen blue, evans blue3) Kuman-kuman : Ps. aeruginosa (B pyocyaneus)c. Merah 1) Zat warna normal dalam jumlah besar : ureorythrin2) Zat warna abnormal : hemoglobin, porfirin, porfobilin3) Kuman-kuman : B. prodigiosis4) Obat-obatan dan diagnostika : santonin, PSP, amidopyrin congored, BSPd. Coklat 1) Zat warna normal dalam jumlah besar : urobilin2) Zat warna abnormal : bilirubin, hematin, porfobiline. Coklat tua atau hitam1) Zat warna normal dalam jumlah besar : indikan2) Zat warna abnormal : darah Na, alkapton, melamin3) Obat-obat : derivate-derivat fenol, argyrolf. Serupa susu1) Zat warna normal dalam jumlah besar : fosfat, urat2) Zat abnormal : pus, getah prostat, cylus, zat-zat lemak, bakteri-bakteri, protein yang membeku(Gandosoebrata, 1969)e. GlikosuriaGlukosa difiltrasi oleh glomerulus dan reabsorbsi tubulus normal rata-rata lebih dari 90 persen glukosa yang memasuki filtrat glomerulus. Tubulus proksimalis ginjal bertanggungjawab bagi kembali glukosa ke sirkulasi. Jika aliran plasma ginjal normal dan ginjal sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah kapiler lebih dari sekitar 10 mmol/L, cukup glukosa yang difiltrasi ke tubulus ginjal untuk menjenuhkan proporsi bermakna dari kapasitas reabsorbsi yang bervariasi dan timbul glikosuria yang bisa dideteksi. Konsentrasi 10 mmol/L ini dikenal sebagai ambang ginjal bagi glukosa. Pengurangan kapasitas reabsorbsi tubulus untuk glukosa, yang bias akibat abnormalitas fungsi tubulus spesifik atau generalista ataupun akibat penyakit tubulus yang berat, dapat menyebabkan glikosuria bila kadar glukosa darah normal (Baron, 1984).Glikosuria berarti terdapat glukosa yang mencukupi untuk bias dideteksi dengan tes klinis yang sederhana. Penyebab glikosuria bias diringkaskan sebagai berikut :a. Hiperglikemia disertai dengan kelemahan toleransi glukosa b. Hiperglikemia sementarac. Ambang ginjal yang rendah(Baron, 1984)Kadar glukosa pada urin sehat tidak pernah melebihi 10 mg per 10 mL atau antara 0 sampai 250 mg dalam 24 jam. Pada ginjal yang sehat rata-rata tidak didapatkan glukosuria dalam darah mencapai 180 mg/100 mL. Pada orang usia lanjut yang sering terjadi penurunan glomeruli yang disebabkan oleh glomerulosklerosis. Keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan nilai ambang ginjal terhadap glukosa atau glukosuria tidak terjadi walaupun glukosa darah meningkat lebih tinggi dari 180 mg per 100 mL. sebaliknya, gangguan reabsorbsi oleh tubulus proximalis karena kelainan bawaan (sindroma fanconi) atau kerusakan oleh suatu penyakit (penyakit Wilson, dielonefritis), akan menyebabkan penurunan nilai ambang ginjal dan glukosuria terjadi walaupun kadar glukosa darah masih dibawah 180 mg per 100 mL, keadaan ini disebut renal glukosuria (Tjokroprawiro, 1986).f. Metode Pengujian dan PemeriksaanTujuan penurunan kadar glukosa dalam urin adalah untuk menetukan secara tidak langsung glukosa dalam darah. Untuk tujuan itu, metode pemeriksaan harus praktis, artinya harus lebih mudah dikerjakan dari penentuan kadar glukosa dalam darah sendiri. Selanjutnya harus mampu memberikan kadar glukosa darah pada saat pemeriksaan. Kemudia harus diusahakan metode yang teliti (precise), tepat (accurate), peka (sensitive, detectable) dan murah (cheap). Saat ini dikenal 2 kelompok metode penetuan glukosa dalam urin yang bersifat kualitatif dan semi kuantitatif (Tjokroprawiro, 1986).a. Kelompok semikuantitatif Kelompok pertama adalah metode reduksi (fehling, benedict dan clinitest tablet) dengan dasar reaksi reduksi cupri menjadi cupro. Metode ini tidak spesifik terhadap pengujian glukosa sehingga ketepatannya rendah. Semua bahan dalam urin yang bersifat reduktor akan menyebabkan reaksi positif palsu (false positive). Salah satu keuntungan dari metode ini adalah kuantitasi untuk memperkirakan kadar glukosa lebih baik disbanding metode enzimatik. b. Kelompok kedua (kualitatif)Kelompok kedua adalah metode enzimatik (test tape, dastcx, ainistix, glukotest) dengan menggunakan enzim glukosa oksidase untuk mengubah glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Enzim kedua, peroksidase selanjutnya menguraikan hidrogen peroksida menjadi oksigen yang langsung mengoksidasi zat warna ortotolidin yang berwarna merah menjadi biru. Umumnya pereaksi-pereaksi tersebut diresapkan (impregnation) pada kertas saring, sehingga metode ini sangat praktis. Metode enzimatik mempunyai spesifitas dan kepekaan yang lebih tinggi disbanding metode reduksi..tetapi interpretasi semikuantitatif pada metode ini kurang baik dan sering membingungkan. Oleh karena itu, metode enzimatik sebaiknya hanya dipakai untuk interpertasi kualitatif. (Tjokroprawiro, 1986)Analisis kimia urin umumnya dilakukan dengan cara uji dipstick yaitu suatu tes yang menggunakan stik yang dibuat khusus yang terdiri atas trip untuk mendeteksi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit leukosit. Penggunaan dipstick pada urinalisis tidak memerlukan keterampilan khusus, selain itu hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa waktu. Urin yang telah ditampung segera dengan dipstick dengan cara seperti mencelupkan masing-masing contoh urin selama 0,5 sampai 1 menit, hingga bagian warna-warninya terendam. Dipstick kemudian diangkat dari urin, didiamkan sekitar 1 menit. Warna-warna yang timbul pada dipstick dibandingkan dengan warna standar (Haryono, 2011).a. Metode BenedictGlukosa sebagai monosakarida paling sederhana kebanyakan bertindak sebagai gula pereduksi, yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Senyawa pengoksidasi yang selalu direduksi oleh monosakarida adalah Fe(CN)2, H202 dan ion kupri (Cu2+). Gula akan dioksidasi pada gugus karbonilnya. Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu sampel, biasanya menggunakan reagen Benedict. Reagen Benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu2+ yang melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan coklat atau merah bata (Indarti, 2011). Diantara reagensi yang mengandung cupri untuk menyatakan reduksi, reagen Benedictlah yang terbaik. Biarpun begitu, selalu hendaknya diingat bahwa yang ditentukan ialah sifat reduksi sesuatu zat saja, yang tidak selalu berarti glukosa. Zat bukan gula dalam urin yang memungkinkan mengadakan reduksi, umpamanya formalin (pengawet, glucuronat, vitamin C) (Gandosoebrata, 1969).

1) Preparasi reagen Benedict50 g natrium sitrat dan 86,5 natrium karbonat dalam air hangat sebanyak 300 mL dan tembaga sulfat sebanyak 8,65 g dilarutkan dalam 150 mL aquades. Kedua larutan dicampur dalam labu ukur 500 mL, ditepatkan dengan aquades sampai tanda batas.2) Interpretasi Perubahan warnaDilaporkanPerkiraan kadar

Biru jernih atau hijau0< 100 mg/dL

Keruh tanpa endapan

Hijau dengan endapan1+250 mg/dL

Kuning

Kuning sampai jingga2+800 mg/dL

Coklat3+1400 mg/dL

Jingga sampai merah4+7200 mg/dL

(Tjokroprawiro, 1986)

C. Alat dan Bahan1. Alat a. Gelas kimia 1 Lb. Penangas airc. Penjepit tabungd. Pipet tetese. Pipet volume 5 mLf. Pro pipetg. Rak tabung h. Tabung reaksi2. Bahan a. Larutan glukosa 0,3%b. Larutan glukosa 1%c. Larutan 5%d. Pereaksi Benedicte. Urin

D. Prosedur Kerja1. Disiapkan 4 buah tabung reaksi.2. Dipipet 2,5 mL pereaksi Benedict ke dalam 4 buah tabung reaksi yang telah disiapkan.3. Ditambahkan 10 tetes urin ke dalam tabung I.4. Ditambahkan 10 tetes glukosa 0,3% ke dalam tabung II.5. Ditambahkan 10 tetes glukosa 1% ke dalam tabung III.6. Ditambahkan 10 tetes glukosa 5% ke dalam tabung IV.Dipanaskan masing-masing tabung reaksi dalam penangas air mendidih selama 5 menit.7. Dibiarkan larutan menjadi dingin perlahan-lahan.8. Diamati perubahan yang terjadi. Terbentuknya endapan hijau, kuning atau merah menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja menandakan bahwa reaksi negatif.E.Hasil Pengamatan1.Tabel PengamatanTabungPerlakuanWarna AwalSetelah PemanasanPenilaian

IBenedict + urinBiru Larutan biru kehijauanNegatif

IIBenedict + glukosa 0,3%BiruEndapan merah bata++

IIIBenedict + glukosa 1%BiruEndapan merah bata+++

IVBenedict + glukosa 5%BiruEndapan merah bata++++

Keterangan : ++: kadar 0,5%-1,0 +++ : kadar 1,0%-2,0% ++++ : kadar > 2%

2.Reaksi

3.Gambar

F. Pembahasan Urin merupakan hasil filtrasi darah oleh glomerulus ginjal. Dengan tujuan membersihkan darah dari sisasisa metabolisme dan mengatur jumlah air dan elektrolit dalam tubuh. Tubuli merupakan bagian ginjal yang dijalankan oleh glomerulus dan tubuli. Akan tetapi, tubuli mempunyai kemampuan yang terbatas untuk menyerap glukosa, yaitu 350 mg per menit yang disebut dengan nilai ambang ginjal terhadap glukosa yang setara dengan kadar glukosa darah 170 mg.Prinsip dari uji benedict adalah pada metode reduksi, pereaksi benedict akan bekerja sebagai gugus pengoksidasi yang mengalami reduksi dari kupri oksida menjadi kupro oksida yang berwarna. Pereaksi benedict berisikan dua larutan yaitu, tembaga sulfat yang dilarutkan dalam aquades dan natrium sitrat, natrium karbonat yang dilarutkan dalam aquades kemudian dipanaskan. Setelah itu pada saat dingin kedua larutan dicampurkan dan membentuk larutan benedict berwarna biru dan stabil pada suhu ruangan.Penggunaan urin dalam uji kadar glukosa dikarenakan sebagi acuan kadar glukosa darah memiliki batasan ialah 180 mg per 100 ml. Kemudian darah yang disaring di glomerulus akan direabsorbsi, sehingga partikel atau molekul glukosa pasti tersaring di glomerulus ginjal pada orang normal. Dan sebaliknya bila tidak normal akan terdapat glukosa dalam urin yang didapatkan glukosuria (peningkatan kadar glukosa dalam urin).Penentuan kadar glukosa dalam urin ini dilakukan dengan uji semi kuantitatif. Uji semi kuantitatif adalah suatu metode uji yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya senyawa tertentu dalam sampel dengan melekukan uji kualitatif terlebih dahulu. Uji kualitatif adalah uji yang dilakukan dengan pengamatan organoleptis seperti pada pengamatan visual berupa perubahan warna atau adanya endapan untuk menentukan keberadaan suatu senyawa pada sampel. Perbedaan uji kualitatif dengan uji semi kuantitatif yaitu uji semi kuantitatif dapat ditentukan perkiraan kadar yang berupa skala atau range yang berdasarkan perbandingan warna endapan dengan larutan standar. Uji semi kuantitatif mampu menunjukkan adanya perubahan warna atau terbentuknya endapan akibat ada suatu senyawa atau kadar senyawa tersebut dapat diperkirakan jumlahnya. Uji kuantitatif berbeda dengan uji semi kuantitatif karena ada dalam uji kuantitatif kadar atau konsentrasi suatu senyawa dapat ditentukan secara pasti melelui perhitungan dari data yang telah ada. Sampel urin yang digunakan adalah urin pagi. Urin pagi yaitu urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Pemakaian urin pagi sebagai sampel percobaan adalah karena urin ini lebih pekat yang mengandung sisa hasil metabolisme dari semua senyawa yang oleh ginjal selama tidur . urin pagi bersifat asam dan sangat baik untuk pemeriksaan medis seperti adanya glukosa yang tidak diserap oleh jaringan, protein dan sedimen.Percobaan dilakukan dengan menggunakan empat sampel, yaitu urin, glukosa 0,3%, 1% dan 5%. Dari keempat sampel terlebih dahulu ada pereaksi benedict kemudian dicampurkan dengan sampel. Perbedaan kadar glukosa pada sampel menyebabkan pula hasil warna endapan yang berbeda. Karena pereaksi Benedict yang tereduksi bergantung pada kekuatan gula pereduksi yang disesuaikan dengan kadar atau konsentrasi gula pereduksi untuk mengubah gugus kupri oksida menjadi kupro oksida.Pengamatan penentuan kadar glukosa urin, tabung reaksi yang telah berisikan sampel bercampur perekasi Benedict dipanaskan. Tujuan pemanasan adalah mempercepat reaksi antara pereaksi dan sampel. Sehingga dengan pemanasan gugus aldehid dan keton pada gula pereduksi akan lebih cepat membebaskan gugus OH yang reaktif. Reaksi reduksi antara glukosa dan pereaksi benedict ditunjukkan oleh adanya endapan. Hasil pengujian diperoleh urin setelah direaksikan dengan pereaksi benedict dan dipanaskan menghasilkan larutan berwarna biru kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa urin yang diuji adalah urin normal karena perubahan warna saja dan tidak terdapat glukosa dalam urin. Hasil pengujian pada tabung II (larutan glukosa 0,3%), tabung III (larutan glukosa 1%), dan tabung IV (larutan glukosa 5%) semua sampel memberikan warna endapan merah bata dengan hasil pada larutan glukosa semakin meningkat kadarnya maka semakin pekat warna endapan merahnya. Endapan merah bata dari hasil reduksi kupri oksida menjadi kupro oksida pada penentuan kadar glukosa urin dapat digunakan sebagai acuan penyakit diabetes melitus (DM), kerusakan glomerulus pada ginjal dan kerusakan kelenjar pankreas untuk menghasilkan hormon insulin. Adanya diabetes melitus dikarenakan kadar glukosa dalam urin sekurang-kurangnya adalah 10 mg per 100 ml sudah dinyatakan glukosuria. Ditetapkan sebagai acuan ialah karena pada proses metabolisme normal glukosa akan masuk ke dalam jaringan yang disimpan dalam otot dan hati, dan digunakan sebagai sumber energi tubuh. Dan kemudian darah yang mengandung banyak glukosa akan masuk pada filtrasi di ginjal, acuan glukosa akan masuk berada di urin filtrasi atau penyaring di glomerulus juga rusak, sehingga glukosa berada dalam urin, karena glomerulus memiliki ambang batas menyaring glukosa. Kebanyakan glukosa, penyaring rusak dan glukosa berada di urin. Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh hati untuk membuka kanal bagi masuknya glukosa ke dalam jaringan. Insulin tidak sensitif atau kurang maka pemasukan glukosa dalam tubuh tidak dapat dimasukkan semua ke dalam jaringan.Diabetes melitus adalah penyakit kencing manis atau penyakit gula darah. Penyakit dengan tanda awalnya yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah sebagai akibatnya terganggu fungsi pankreas dalam menghasilkan hormon insulin atau tidak mencukupi keberadaan hormon insulin. Diabetes melitus dibagi menjadi tiga bagian atau tipe yaitu diabetes tipe I, diabetes tipe II dan diabetes gestasional.Diabetes tipe I adalah dimana system imun tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas. Diabetes tipe II adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor genetik, pola hidup dan makanan, tekanan darah tinggi, usia tua dan cenderung mengalami obesitas sehingga insulin tidak sensitif terhadap datangnya glukosa untuk memasukkan ke dalam jaringan. Sedangkan diabetes gestasional adalah sebab oleh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan. Peningkatan kadar beberapa hormon yang dihasilkan sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin (resistensi insulin). Karena plasenta terus berkembang selama kehamilan produksi hormonnya juga semakin banyak dan memperberat resistensi insulin yang telah terjadi. Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Kelebihan uji benedict adalah memberikan hasil uji yang jelas secara kualitatif, mudah dalam pembuatan larutan pereaksi benedict. Kekurangan larutan pereaksi bendict adalah tidak spesifik terhadap glukosa, namun untuk semua monosakarida dan sakarida.

G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:Kadar glukosa dalam urin dengan metode Benedict < 0,5.

DAFTAR PUSTAKA

Baron, D. 1984. Patologi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Gandosoebrata, R. 1969. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta.

Haryono, I. 2011. Urinalisis Menggunakan Dua Jenis Dipstick (Batang Celup) pada Sapi Bali. Jurnal Veterisier Volume 12 Nomor 1.

Indarti, D. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict secara Adsorbsi untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar Volume 12 Nomor 2.

Panii, Z. 2007. Memahami Teori dan Praktik Biokimia Dasar Medis. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Tjokroprawiro, A. 1986. Diabetes Melitus Aspek Klinik dan Epidemiologi. Airlangga University Press. Jakarta.