kelompok 3 word
DESCRIPTION
Benjolan pada LeherTRANSCRIPT
LAPORAN KELOMPOK
MODUL II
BENJOLAN PADA LEHER
OLEH :
KELOMPOK 3
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
Modul benjolan pada leher skenario 2
SKENARIO 2
Wanita 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan massa pada leher, berbenjol-
benjol dirasakan sejak 3 bulan lalu. Benjolan dirasakan semakin membesar, berat
badan menurun. Dua minggu terakhir timbul benjolan serupa pada lipatan paha dan
ketiak.
KALIMAT KUNCI
Massa pada leher berbenjol sejak 3 bulan lalu
INFORMASI TAMBAHAN
Wanita 45 tahun
berbenjol-benjol
Benjolan dirasakan semakin membesar
berat badan menurun
Dua minggu terakhir timbul benjolan serupa pada lipatan paha dan ketiak.
PERTANYAAN
1. Jelaskan Anatomi dan Histologi organ-organ yang menyebabkan benjolan pada
leher ?
2. Sebutkan Faktor-faktor yang menyebabkan massa pada leher?
3. Bagaimana patomekanisme dari setiap gejala?
4. jelaskan langkah-langkah diagnostik?
5. Sebut dan jelaskan Diferensial Diagnosis dari Skenario?
6. Jelaskan penatalaksanaan ?
7. Bagaimana prognosisnya ?
8. Bagaimana pencegahannya?
JAWABAN
Anatomi yang berkaitan dengan kasus
Pasien pada kasus mengalami benjolan pada lehernya.Secara garis besar, jika
suatu benjolan timbul pada daerah leher, maka organ yang bisa dicurigai mengalami
gangguan adalah:
a. Kelenjar getah bening (KGB)
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh
kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah
submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah),
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.
Sistema Lympathica Colli Facialis
Gugusan superficialis berjalan mengikuti vena superficialis dan gugusan
profunda berjalan mengikuti arteria atau seringkali mengikuti vena profunda.
Gugusan superficialis membentuk suatu lingkaran pada perbatasan leher dan
kepala yang dinamakan lingkaran pericervicalis atau cervical Collar, meliputi
l.n.occipitalis, l.n.mastoideus (l.n.retro auricularis), l.n.preauricularis (l.n.parotideus
superficialis), l.n.parotideus profundus, l.n.submandibularis dan l.n.submentalis.
L.n.occipitalis terletak pada serabut-serabut cranialis m.trapezius, ditembusi
oleh v.occipitalis, kira-kira 2,5 cm di sebelah infero-lateralis inion. Menerima aliran
lymphe dari bagian belakang kepala dan mengirimkannya kepada lymphonodi
cervicales profundi dengan melewati bagian profunda m.sternocleidomastoideus.
L.n.pre-auricularis terletak pada glandula parotis sepanjang vena temporalis
superficialis dan vena facialis transversa. Menerima pembuluh afferen dan kepala
(scalp), auricula, palpebra dan pipi. Dan mengirim pembuluh afferen menuju ke
l.n.cervicalis superficialis.
L.n.submentalis berada di antara kedua venter anterior m.digasticus, pada
permukaan inferior dari m.mylohyoideus, membawa lymphe dari lidah bagian tengah
(juga apex lingua) dan dari labium inferius.
L.n.submandibularis biasanya dikelompokkan pada gugusan superficialis,
meskipun membawa drainage dari lidah dan glandula submandibulare. Lymphonodus
ini terletak pada vena facialis di sebelah caudal dari mandibula, dimana vena ini
menerima v.retromandibularis. pembuluh efferen membawa aliran lymphe menuju ke
l.n.cervicalis profundus pars cranialis.
Masih ada lymphonodus lainnya, yaitu l.n.facialis yang merupakan perluasan
ke cranialis dari l.n.submandibularis dengan mengikuti vena facialis, berada pada
facies.
L.n.cervicalis anterior berada sepanjang v.jugularis anterior, menerima
lymphe dari bagian tengah (linea mediana) leher dan mengalirkan lymphenya menuju
ke l.n.cervicalis profundus; gugusan ini dapat dianggap menerima afferen dari
l.n.submentalis.
L.n.cervicalis superficialis berada sepanjang v.jugularis externa. Menerima
aliran lymphe dari kulit pada angulus mandibulae, regio parotis bagian caudal dan
telinga, dan membawa aliran lymphenya menuju ke l.n.cervicalis profundus. Semua
lymphonodi akan memberi aliran lymphenya kepada l.n.cervicalis profundus.
Diantara gugusan superficial dan gugusan profunda terdapat gugusan intermedis,
yang terdiri atas :
L.n.infrahyoideus yang berada pada membrana thyreo-hyoidea, menerima afferen
yang berjalan bersama-sama dengan a.laryngea superior dan berasal dari larynx di
bagian cranialis plica vocalis.
L.n.prelaryngealis yang berada pada ligamentum cricothyreoideum, menerima
lymphe dari larynx di bagian cranialis plica vocalis, berada pada vasa thyreoidea
superior.
L.n.paratrachealis yang berada pada celah di antara trachea dan oesophagus,
menerima lymphe dari glandula thyreoidea dan struktur di sekitarnya, pembuluh
efferennya mengikuti vasa thyreoidea inferior menuju ke l.n.cervicalis profundus
(dan l.n.mediastinalis superior).
L.n.cervicalis profundus terletak di sebelah profunda m.
sternocleidomastoideus sepanjang carotid sheath. Terdiri atas banyak lymphonodus,
berada pada vena jugularis interna, mulai dari basis cranii sampai di sebelah cranialis
clavicula dan dibagi oleh venter inferior m.omohyoideus menjadi gugusan superior
dan gugusan infeior.
Gugsan superior atau l.n.cervicalis profundus pars superiro tereltak di sebelah
cranialis cartilago thyreoidea, menerima afferen dari cavum cranii, regio pterygoidea,
l.n.parotideus dan l.n.submandibularis, radix linguae, pars cranio-lateralis glandula
thyreoidea, larynx dan pharynx bagian caudal. Mengirimkan efferennya menuju ke
l.n.cervicalis profundus pars inferior. Terdapat perluasan dari l.n.cervicalis profundus
pars superior yang menuju ke arah medial dan membentuk l.n.retropaharyngealis
(berada di dalam spatium retropharyngeum), menerima lymphe dari nasopharynx,
tuba auditoria dan dari vertebra cervicalis, mengirimkan lymphenya menuju kepada
l.n.cervicalis profundus pars superior dengan mengikuti vena pharyngealis.
L.n.cervicalis profundus pars superior dan juga dari l.n.cervicalis superficialis, pars
caudalis glandula thyreoidea, larynx bagian cudal, trachea pars cervicalis dan
oesophagus. Pembuluh-pembuluh efferen membentuk sebuah pembuluh besar
(jugular trunk) dan bermuara ke dalam ductus thoracicus (dibagian kiri) serta ductus
lymphaticus dexter (bagian kanan).
Pada tempat persilangan antara m.digastricus dan vena jugularis interna
trdapat l.n.juguladigastricus.
Gugusan lymphonodus yang terletak di sebelah cranialis venter inferior
m.omhyoideus pada saat otot ini menyilang v.jugularis interna membentuk l.n.jugulo-
omohyoideus.
Gambar Kelenjar Getah Bening Pada Daerah Leher
GambMekanisme Kerja Saluran Limfe Histologi LimfeNodus Limfatikus
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe
akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh
limfe yang melewatinya.
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada
antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel
pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga
kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari
penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan
(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi
(masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher
disease).
Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan
kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.
b. Faring
Nasopharynx
Merupakan bagian yang paling luas dari cavum pharyngis. Terletak di
belakang cavum nasi dan cranialis dari palatum molle (palatum molle dapat dianggap
membentuk lantai nasopharynx). Ruangan ini dapat dipisahkan sama sekali dari
oropharynx dengan mengangkat palatum molle ke arah dinding posterior pharynx. kE
arah anterior berhubungan dengan cavum nasi dengan melalui choanae. Bagian ini
semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada setiap dinding lateral nasopharynx
terdapat muara dari tuba auditiva (tuba pharyngotympanica). Lubang ini terletak
ssetinggi concha nasalis inferior dan dibatasi di sebelah postero-superior oleh torus
tubarius, yaitu suatu penonjolan yang disebabkan oleh pars medialis dari tuba
auditiva. Di sebelah dorsal dari tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus
(rosenmuelleri) yang berjalan vertikal. Pada ostium pharyngeum tubae auditivae
terbentuk labium anterius dan labium posterior, dan labium posterius melanjutkan diri
ke caudal pada plica salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang dibentuk oleh
membrana mucosa yang membungkus m.salpingo pharyngeus.
Di bagian cranialis dinding posterior nasopharynx terdapat tonsilla
pharyngea, yang bertumbuh sampai usia anak 6 tahun, lalu mengalami retrogresi.
Bilamana terjadi hypetrophi maka nasopharynx dapat tertutup dan memberi gangguan
respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan jaringan lymphoid yang
membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini dapat menekan tuba
auditiva dan menghalangi aliran udara yang menuju ketelinga bagian tengah.
Pembesaran dari tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria akan membentuk adenoid.
Oropharynx
Terletak di sebelah dorsal cavum oris, di sebelah caudal dari palatum molle
dan di sebelah cranialis aditus laryngis. Mempunyai hubungan dengan cavum oris
melalui isthmus oropharyngeum (= isthmus faucium).
Batas lateral isthmus faucium dibentuk oleh arcus palatoglossus, yang
melekat dari palatum molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian posterior
pertengahan lidah). Di sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus
yang berasal dari tepi posterior palatum molle menuju ke caudo-dorsal mencapai
dinding lateral pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus palatopharyngeus dan bagian
posterior sisi lingua membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla
palatina.
Laryngopharynx
Bagian ini berada di sebelah dorsal larynx. Ke arah cranialis berhubungan
dengan oropharynx (hubngan bebas) dan ke arah caudalis melanjutkan diri menjadi
oesophagus. Aditus laryngis terletak pada dinding anterior laryngopharynx. Facies
posterior dari cartilago arytaenoidea dan cartilago cricoidea membentuk dinding
anterior laryngopharynx.
Vascularisasi, innervasi dan lymphonodus
Dinding pharynx mendapat suplai darah dari a.pharyngea ascendens (sebagai
cabang dari a.carotis externa), a.palatina ascendens (cabang dari a.facialis) dan
a.palatina major (cabang dari a.maxillaris). Pembuluh vena membentuk plexus
pharyngeus pada dinding posterior dan dinding lateral pharynx dan memberi aliran
darahnya kepada v.jugularis interna.
Innervasi motoris untuk otot-otot pharynx diperoleh dari plexus pharyngeus
terkecuali m.stylopharyngeus yang mendapatkan innervasi dari r.muscularis
n.glossopharyngeus. kelenjar pharyngealis (terutama pada nasopharynx)
mendapatkan serabut secretomotoris dari r.pharyngealis yang dikeluarkan oleh
ganglion pterygopalatinum.
Innervasi sensibel untuk membrana mucosa diperoleh dari plexus pharyngeus.
Faktor dan Mekanisme Timbulnya Benjolan Pada Leher
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya benjolan pada leher seperti
trauma, infeksi, hormon, neoplasma, dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja
dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu
ditekankan adalah tidak selamanya benjolan pada leher timbul karena kelainan yang
ada pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti
limpoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah
itu kelenjar paratiroid, tiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari
struktur jaringan lain seperti lemak , otot, dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher emlalaui beberapa
cara diantaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada
jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek
imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan KGB.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai
mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada
umumnya tidak menyebabkan pembesaran KGB.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan trauma dan reaksi imun,
maka otomatis sel0sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya sel
tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan
mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokinn berupa IL-2, IL-6,
dll. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi
arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran
intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh
darah keluar ke jaringan sekitar sehingga menimbulkan benjolan pada daerah
terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar
limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh baik, sel-sel pertahanan tubuh
seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen ifeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh
terutama eritrosi agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan
mengakibatkan pembesaran KGB karena bekerja keras memproduksi sel limfoid
maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen ifeksius yang
masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot,
sel limfoid, tulang maupun kelencar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi
displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi
sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis
molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh
diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang
bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada
semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma,
kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker
dari organ di luar leher.
Defferential diagnostic
I. Limfoma Maligna
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang
ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma
pada kelompok penderita AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori
yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan
tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar
limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan
jaringan lain.
Limfoma dibedakan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe
yang terlibat. Penggolongan tersebut terdiri dari Limfoma Hodgkin dan Non
Hodgkin. Walaupun tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan
prognosis berbagai limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai
limfoma tetap berlainan. Dengan demikian adalah suatu keharusan untuk
menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini, diambil sebuah kelenjar limfe
atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis. Limfoma dibedakan menurut jenis sel
yang mencolok yang terdapat pada kelenjar limfe. Umumnya, prognosis yang lebih
baik dihubungkan dengan distribusi nodular dimana terdapat limfosit yang menonjol.
Untuk mengenali asal neoplastik baik sebagai limfosit B ataupun sebagai limfosit T,
dilakukan pemeriksaan imunologis dan sitokimiawi.
Salah satu determinan utama dari pengobatan maupun prognosis adalah
stadium klinik penderita waktu diagnosis itu dibuat. Setelah diagnosis jaringan
ditegakkan, harus dilakukan penggolongan meurut stadiumnya. Ini biasanya berupa :
1. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada system limfatik (kelenjar
limfe, hati dan limpa)
2. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi dan hitung trombosit
3. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi ginjal dan hati; asam urat)
4. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hillus
(pembesaran kelenjar limfe bronkial)
5. CT Scan dada, abdomen dan pelvis
6. Limfangiogram bipedal untuk memeriksa adanya keterlibatan kelenjar
retroperitoneal dan iliaka.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang
Biopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi penderita yang
disertai gejala sistemik atau pada stadium III. Pada keadaan dimana sumsum tulang
tidak terlibat, biasanya dilakukan laparatomi dengan splenektomi dan biopsi hati
untuk mendapatkan diagnosis akurat pada penderita penyakit Hodgkin. Tindakan ini
tidak rutin dilakukan pada penderita limfoma non-hodgkin.
Limfoma Non-Hodgkin
Limfoma non hodgkin merupakan salah satu jenis limfoma maligna atau
keganasan sel limfoid. Keganasan ini dapat berasal dari sel limfosit B, Limfosit T
atau berasal dari sel Natural Killer. Limfoma Non Hodgkin yang berasal dari Limfosit
B adalah yang paling sering (85 %) sedangkan yang berasal dari Limfosit T dan NK
berjumlah 15 %. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi
limfosit, seperti membedakan limfosit dalam jenis sel B atau sel T memberikan
klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin. Secara garis besar berdasarkan
gradenya Limfoma Non Hodgkin dibedakan atas low-grade, intermediate–grade dan
high-grade.
Etiologi
Translokasi kromosom memegang peranan penting penyebab terjadinya
limfoma maligna.
Virus antara lain Epstein-Barr Virus (EBV), Human T-cell leukemia virus
type 1 (HTLV-1), Hepatitis C virus (HCV) dan Kaposi sarcoma–associated
herpesvirus (KSHV).
Faktor lingkungan antara lain akibat zat kimia (pestisida, herbisida),
kemoterapi dan radiasi.
Inflamasi kronik seperti Sjögren syndrome dan Hashimoto thyroiditis
Infeksi Helycobacter pylori
Epidemiologi
Median umur penderita limfoma non hodgkin adalah usia > 50 tahun kecuali
untuk jenis Limfoma Non Hodgkin yang high-grade utamanya terjadi pada anak-anak
dan usia dewasa muda. Low-grade limfoma insidensnya dalam masyarakat sekitar 37
% dengan usia diantara 35-64 tahun
Gejala klinik
Berdasarkan gradenya manifestasi klinik yang timbul pada penderita Limfoma
ini antara lain sebagai berikut :
Low-grade lymphomas
Limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh
kelenjar limfe perifer
Regresi spontan kelenjar limfe yang membesar
Gejala konstitusional berupa demam (>38°C), penurunan berat badan,
berkeringat pada malam hari
Apabila menginfiltrasi atau menginvasi sumsum tulang belakang akan
menyebabkan cytopenia.
Lemah dan lesu
Intermediate-grade lymphomas & High-grade lymphomas
Adenopathy
Gejala konstitusional
Lymphoblastic lymphoma, high-grade lymphoma, menunjukkan adanya
massa mediastinum anterior dan posterior
Pasien dengan limfoma burkitt menunjukkan adanya massa abdomen yang
besar dan adanya gejala obstruksi dari saluran pencernaan
Hidronefrosis obstruksi terjadi pada penderita limfoma burkitt akibat
obstruksi dari ureter
Gejala-gejala lain pada saluran pencernaan, kulit, tulang, traktus urinarius,
tiroid dan susunan saraf pusat
Pemeriksaan tambahan
a. Fisik
Low-grade lymphomas
Adenopathy perifeer
Splenomegali
Hepatomegali
Intermediate- and high-grade lymphomas
Limphadenopathi
Splenomegali
Hepatomegali
Massa abdomen yang besar.
Massa testis
Lesi pada kulit berupa lesi yang berhubungan dengan limfoma sel T
kutaneus (mycosis fungoides), anaplastic large cell lymphoma, dan
angioimmunoblastic lymphoma
Foto dada menunjukkan massa mediastinum bulky, yang berhubungan
dengan primary mediastinal large B-cell lymphoma atau lymphoblastic
lymphoma
b. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan :
Anemia akibat autoimun hemolysis, perdarahan dan akibat inflamasi
kronik.
Trombositopenia, leucopenia hingga pansitopenia akibat infiltrasi pada
sumsum tulang.
Lymphositosis dan trombositosis
Peningkatan kadar Laktat Dehirogenase (LDH) dan gangguan fungsi hati
Peningkatan beta 2-mikroglobulin
Penatalaksanaan
Terapi pada limfoma milignat non hodkin diberikan berdasarkan staging :
a. Stage Ia, Ib, IIa : Radioterapi
b. Stage IIb dan seterusnya : Kemoterapi
Karena pada Limfoma Non Hodkin dibagi atas tipe low grade dan high grade maka
terapinya juga berdasarkan grade tersebut.
Low Grade
Regimen CVP
- Cyclopospamid
- Vincristin
- Prednison
Fludarabin
Rituximad
High Grade
Regimen CHOP
- Cyclopospamid
- Doxorubicin
- Vincristin
- Prednison
Regimen CHOP + Rituximad
Transplantasi stem sel autolog
Prognosis
Faktor prognosis buruk :
Usia > 60 tahun
Kadar Laktik Dehidrogenase meningkat
Stage III/IV
Tampilan klinis atau performance status jelek
Untuk limfoma high grade prognosisnya tergantung respon terhadap kemoterapi
II. Limfoma Hodgkin
Definisi
Limfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar
getah bening yang ditandai dengan adanya sel Ree Stenberg.
Etiologi
Penyebabnya belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan adanya hubungan
dengan virus seperti virus Ebstein Barr. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat
ditemukan DNA virus ebstein barr pada sel Reed Stenberg. Penyakit Hodgkin bia
muncul pada berbagai usia, jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun, ditemukan
pada usia 20-40 tahun, dan diatas 60 tahun.
Gejala Klinis
Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran
kelenjar getah bening yang tidak nyeri, paling sering di leher,tapi kadang-kadang
penyebarannyasistemik.
Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri
dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak.
Gejala lainnya adalah symtom B yaitu demam, keringat malam, dan penurunan berat
badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel- Ebstein dimana suhu tubuh
meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah
normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Stadium Limfoma Hodgkin
Stadium Penebaran Penyakit
I Mengenai kelenjar getah bening pada satu bagian tubuh
II Mengenai dua atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama
III Mengenai kelenjar getah bening diatas dan dibawah diafragma
IV Mengenai kelenjar getah bening di bagian tubuh lainnya misalnya
sum sum tulang, paru paru, hati
Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya)
salah satu atau lebih dari gejala berikut :
1. Demam dengan suhu 37,8 C
2. Keringat malam
3. Penurunan berat badan
Diagnosis
Pada penyakit hodgkin kelenjar getah bening membesar dan tidak
menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi, jika pembesaran ini berlangsung lebih ari 1
minggu maka dapat dicurigai penyakit Hodgkin, terutama jika demam, berkeringat
malam dan disertai penurunan berat badan.
Untuk mengetahui secara pasti penyakit Hodgkin dilakukan biopsi kelenjar
getah bening yang hasilnya positif jika ditemukan sel Reed Stenberg.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui stadium dari limfoma Hodgkindapat dilakukan pemeriksaan :
1. Rontgen dada
2. Limfangiogram
3. CT scann
4. Skenning galium
5. Laparatomi
Penatalaksanaan
Dua jenis pengobatan limfoma Hodgkin yang efektif adalah dengan
radioterapi dan kemoterapi. Terapi penyinaran menyembuhkan 90 % Hodgkin
stadium I dan II. Pengobatan dilakukan 4-5 minggu. Pengobatan ditujukan pada
kelenjar getah bening yang terkena dan sekitarnya. Untuk stadium III dengan gejala
dilakukan radioterapi sedangkan yang tanpa gejala dilakukan kemoterapi dengan atau
tanpa radioterapi. Pada stadium IV dilakukan kombinasi dengan obat obat
kemoterapi.
Prognosis
Stadium I lebih dari 90 %
Stadium II 90 %
Stadium III 80 %
Stadium IV 60-70 %
III. Karsinoma Tiroid
Etiologi
Etiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara
umum penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti.
Namun terdapat beberapa factor factor resiko yang dapat menyebabkan
karsinoma tiroid, yang antara lain ialah :
Riwayat Radiasi
Riwayat keluarga
Nodul soliter
Anak – anak
Laki laki dewasa
Nodul tiroid timbul relatif cepat dan tidak sakit
Struma pada anak anak
Struma pada wanita >45 tahun
Umur < 25 tahun : 50% ganas
Umur < 15 tahun : 75% ganas.
Epidemiologi
Karsinoma tiroid agak jarang didapat , yaitu sekitar 3 – 5% dari semua tumor
malignant. Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis
tidak berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada
usia muda (7 – 20 tahun) dan usia setengah baya (40 – 60 tahun). Insiden pada pria
adalah sekitar 3/100.000/tahun dan wanita 8/100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi
pada struma nodusa. Karsinoma aganya timbal diantara nodul bukan didalamnya.
80 % ádalah jenis papiller
Patogenesis
Difrensiasi
Sel Normal Sel Kanker
Onkogen
Radiasi
Protoonkogen
Proses : Inisiasi
Promosi
Progresi
Pada keadaan awal dimana sel sel tiroid dalam keadaan normal Namun setelah
ada paparan dengan bahan bahan karsinogenik seperti terlihat pada bagan yakni
radiasi maka sel normal tersebut dapat berubah menjadi sel kanker, dimana sel kanker
juga melalui beberapa tahap, yakni Inisiasi, yakni dimana terjadi amplifikasi dari
DNA Namun Belum menimbulkan ekspresi gen, sehingga pada tahapo ini dapat
dikatakan bahwa jumlah dari gen gen meningkat Namun belum menimbulkan efek
kepada sel itu sendiri, Namun pada proses promosi dimana pada tahap ini terpapar
lagi oleh bahan bahan karsinogenik dapat serupa dengan bahan pada saat tahap
inisisai Namun dapat pula berbeda, pada tahap ini terjadi ekspresi gen dimana sel sel
telah menjadi sel abnormal Namun pada tahap ini sel sel tersebut bersifat reversible
dengan kata lain apabila pada tahap ini kita dapat mengobati dengan komplit maka sel
tersebut dapat kembali menjadi sel normal kembali Namun apabila tidak komplit
maka dapat menjadi sel kanker, dan selanjutnya pada tahap progresi maka terjadi
perubahan serta perbanyakan sel secara cepat dan tidak terkendali lagi.
Dan perubahan dari sel normal menjadi sel kanker perlu digarisbawahi juga
bahwa disini terjadi perubahan dari protoonkogen menjadi onkogen, dan terjadi
inaktivasi dari supresor sehingga tidak ada lagi penghambat bagi sel tersebut untuk
terus memperbanyak diri, maka jadilah sel normal tersebut menjadi sel ganas.
Gambaran Klinik
Pada karsinoma tiroid ini terdapat beberapa tipe, dan masing masing tipe
tersebut juga berbeda gambaran kliniknya, adapula pembagiannya ialah :
a. Epitelial
Adenokarsinoma papiller
Adenokarsinoma folikuler
Undifferentiated karsinoma/anaplastia
Small cell karsinoma
Giant ceel karsinoma
Spindle cell karsinoma
Karsinoma meduller
Squamos cell karsinoma
b. Non Epitelial
Limphoma
Sarcoma
Metastasis tumor
Malignant teratoma
Unclassified tumor
c. Well Differentiated
Type papiller
Type folikuler
Type meduller
d. Undifferentiated
Type anaplastik
Pemeriksaan Tambahan
Untuk pemeriksaan tambahan guna dapat mendiagnosis karsinoma tiroid kita
dapat lakukan sesuai dengan type karsinoma itu sendiri, yang antara lain :
1. Adenokarsinoma Papiller
Tumor biasanya dapar diraba dengan mudah dan umunya dapat pula dilihat.
Yang khas untuk tumor tiroid ialah tumor ikut dengan gerakan menelan.
Ultrasonografi dapat dilakukan untuk membedakan nodul kistik atau padat
dan menentukan volume tumor.
Pemeriksaan Roentgen berguna untuk melihat dorongan dan tekanan pada
trakea serta kalsifikasi didalam jaringan tiroid.
Foto thorax dibuat untuk melihat kemungkinan penyebaran kemediastinum
bagaian atas atau keparu.
Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan yodium 131.
Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid dikenal nodul
dingin, yaitu nodul yang menangkap yodium lebih sedikit dibandingkan sel kelenjar
normal, atau tidak menangkat sama sekali. Nodul hangat menangkap yodium
radioaktif sama banyak dengan kelenjar normal, dan nodul panas menangkap yodium
radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiller biasanya kurang menangkap yodium atau
sama sekali tidak menagkap.
Biopsi insisi dianjurkanpada karsinoma tiroid yang masih layak bedah. Biopsi
aspirasi jarum halus dapat dilakukan tetapi ketepatan diagnosis tergantung kepada
kejelian ahli patologi atau sitologi.
2. Adenokarsinpoma Meduler
Jika dicurigai Adenokarsinoma meduler maka dilakukan pemeriksaan kadar
kalsitonin dalam darah sebelum atau sesudah suntikan pentagastrin atau kalsium.
3. Adenokarsinoma Anaplstik
Pada anamnesis ditemukan struma yang telah diderita cukup lama dan
kemudian membesar dengan cepat. Bila disertai suara parau harus dicurigai
Adenikarsinoma Anaplastik.
Pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen torax dan seluruh tulang tubuh
dilakukan untuk mencari metastasis keorgan tersebut.
Penatalaksanaan
Untuk penataksanaan karsinoma tiroid dilakukan sesuai dengan masing
masing tipe karsinoma tiroid :
1. Adenokarsinoma Papiller
Pada struma nodul tunggal sebainya tidak dilakukan enukleasi, sebab bila
hasil pemeriksaan patologi ternyata ganas maka sel tumor sudah tercecer dan
pembedahan berikutnya menjadi tidak sempurna lagi. Harus diingat bahwa sebagian
struma nodul tunggal adalah ganas, dan juga nodul yang terba tunggal adalah tunggal
mungkin merupakan bagian struma multinodusa. Nodul soliter jinak jarang terdapat
pada anak, pria (semua umur), dan wanit dibawah 40 tahun. Bila ditemukan struma
nodul tunggal pada golongan tersebut harus dianggap suatu keganasan dan dilakukan
istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologi, sekitar 10% menunjukkan
keganasan dan biasanya jenis adenokarsinoma papiller.
Bila ditemukan pembesaran kelenjar limfe leher, kemungkinan besar telah
terjadi penyebaran melalui saluran limfe didalam kelenjar sehingga perlu dilakukan
tiroidektomi total dan diseksi kelenjar leher pada sisi yang sama.
Diseksi leher merupakan pengeluaran semua kelenjar limfe leher. Bila tidak
ada penyusupan struktur diluar kelenjar getah bening, diseksi dapat dibatasi pada
kelenjar getah bening saja, artinya m. Sternocleidomastyoideus, n. Accesorius dan v.
Jugularis interna tidak turut diangkat./ Bedah diseksi leher yang dimodifikasi ini
menguntungkan, karena pengangkatan m. Sternocleidomastoideus dan atrofi m
trapezius mengakibatkan gangguan kosmetik yang mencolok sekali. Atrofi m.
Trapezius disebabkan karena putusnya n. Accesorius pada pengeluaran m
sternocleidomastoideus.
Penyulit tiroidektomi terpenting adalah gangguan n laryngeus inferior (n.
Recurrens) dan hipoparatiroid. Pada setiap tiroidektomi n recurrens harus dipisahkan
untuk mencegah cedera.
Pengobatan dengan radioaktif tidak memberi hasil karena adenokarsinoma
papiller pada umumnya tidak menyerap yodium. Pascatiroidektomi total ternyata
yodium dapat ditangkap oleh sel anak sebar tumor papiller tertentu sehingga
pemberian pada keadaan itu yodium radioaktif bermanfaat. Radiasi ekstern dapat
diberikan bila tidak terdapat fasilitas radiasi intern. Metastasis ditanggulangi secara
ablasio radioaktif.
2. Adenokarsinoma Folikuler
Pembedahan untuk adenokarsinoma folikuler adalah tiroidektomi total.
Karena sel karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat
digunakan. Bila masih tersisa ataupun terdapat metastasis, maka dilakukan pemberian
yodium radioaktif ini.
Radiasi ekstern untuk metastasis ternyata memberi hasil yang cukup baik.
3. Adenokarsinima Meduler
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian radioterapi
tidak memuaskan. Pemberian yodium radioaktif juga tidak akan berhasil karena
tumor ini berasal dari sel C sehingga tidak menangkap dan menyerap yodium.
4. Adenokarsinoma Anaplastik
Pembedahan biasanya sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga hanya dapat
dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu satunya terapi yang
bisa diberikan adalah radiasi ekstern.
Prognosis
Untuk prognosis dari karsinoma tiroid ini, maka dapat dikatakan bahwa
Adenokarsinoma Papiller mempunyai prognosis yang bagus jika dibandingkan
dengan tipe yang lainnya, sedangkan untuk Adenokarsinoma Anaplastik mempunya
prognosis yang buruk jika dibanding denga tipe adenokarsinoma tiroid yang lainnya.
Dan untuk adenokarsinoma folikuler mempunyai prognosis bagus jika tipenya
mikroinvasif.
Komplikasi
Karena untuk adenokarsimona tiroid ini ditangani sebagian besar dengan
tiroidektomi total maka ada beberapa komplikasi dari tindakan tersebut, yang antara
lain :
a. Durante Operasi
Perdarahan
Krisis tiroid
Cedera nervus, trakea dan esofagus
Pratiroid terangkat
b. Pasca operasi
Hematoma
Tracheomalacia
Hipokalsemia
Suara parau/ hilang
Tersedak
DAFTAR PUSTAKA
Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: FKUI
Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI
Aru Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Jakarta: IPD
Bahan kuliah blok onkologi