(word kelompok 3-sosialisasi diversifikasi pangan-thp a 2012

Upload: cazperftp12

Post on 19-Oct-2015

107 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SOSIALISASI DIVERSIFIKASI PANGAN

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL SOSIALISASI PANGAN LOKAL di TK MIFTAHUL ULUM, KLABANG-BONDOWOSO dan KAMPOENG BATJA, KREYONGAN-JEMBER

Disusun untuk mengampu tugas matakuliah Teknologi Pengolahan Pangan Lokal

Disusun oleh Kelompok 3 :Pratiwi Loelianda (121710101012)Fitria Nurulkharomah (121710101019)Dwi Sukma (121710101024)Iqbal adifatiyan Syah (121710101025)Dyah Ayu R (121710101046)

THP-A

Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Teknologi PertanianUniversitas Jember2014BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bahan pangan lokal yang beraneka ragam. Tidak hanya beraneka ragam, produksi bahan pangan lokal di Indonesia juga melimpah. Setiap daerah di Indonesia, rata-rata memiliki bahan pangan lokalnya sendiri yang biasanya menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Banyaknya ragam dan jumlah produksi bahan pangan lokal di Indonesia tidak diimbangi dengan pemanfaatan dan pengolahan yang maksimal. Sehingga banyak bahan pangan lokal yang tidak termanfaatkan atau bahkan tidak diketahui keberadaan oleh masyarakat. Sedangkan banyak ditemukan referensi yang menyatakan bahwa bahan pangan lokal Indonesia memiliki kandungan gizi yang sama dengan bahan pangan import. Selain memiliki kandungan gizi yang sama bahkan lebih, bahan pangan lokal juga mudah didapatkan dan harganya juga relatif lebih murah sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Salah satu bahan pangan lokal yang jumlahnya melimpah dan kurang termanfaatkan adalah Jantung Pisang.Didaerah Jember, Bondowoso dan sekitarnya produksi jantung pisang cukup melimpah. Namun pemanfaatannya masih sangat kurang sehingga banyak jantung pisang yang akhirnya tidak termanfaatkan. Sedangkan jantung pisang memiliki banyak manfaat yang berguna bagi kesehatan tubuh. Jantung pisang mengandung banyak serat, vitamin, dan beberapa mineral yang baik untuk pencernaan. Beberapa warga memang sudah ada yang mengenal dan memanfaatkan jantung pisang sebagai bahan masakan, namun pengolahannya hanya sebatas untuk dijadikan sebagai sayuran seperti pecel, lodeh, ataupun rujak yang notabennya tidak semua orang menyukainya dan kurang digemari oleh anak-anak. Minimnya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan bahan pangan lokal mendorong kami untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih paham mengenai pemanfaatan bahan pangan lokal dan diversifikasi pangan lokal. Untuk itu kami mencoba mengangkat kembali produk kreasi dari kakak angkatan 2010 berupa nugget dan abon jatung pisang yang kami rasa cocok untuk anak-anak maupun orang dewasa.Sosialisasi ini kami tujukan kepada ibu-ibu dikarenakan biasanya ibu-ibu memiliki pengetahuan mengenai bahan pangan dan urusan dapur daripada anggota keluarga yang lain. Biasanya juga ibu-ibu yang mengatur pola konsumsi dari suatu keluarga. Sehingga kami berharap dengan menambah wawasan para ibu-ibu mengenai pangan lokal dan diversifikasi pangan lokal ibu-ibu tersebut dapat mengenalkan atau bahkan membiasakan anggota keluarganya untuk mengkonsumsi bahan pangan lokal dengan berbagai kreasi yang nantinya dapat mewujudkan ketahanan pangan dalam keluarga tersebut yang berujung pada terwujudnya ketahanan pangan nasional di Indonesia. 1.2. Tujuan Untuk menambah wawasan masyarakat mengenai bahan pangan lokal Indonesia. Untuk menambah wawasan mengenai bagaimana cara mengolah bahan pangan lokal. Untuk memberikan referensi ide sebagai peluang berwirausaha.

1.3. Manfaat Peserta sosialisasi dapat mengetahui tentang bahan pangan lokal. Peserta sosialisasi dapat mengetahui pengolahan bahan pangan lokal yang baik dan benar. Peserta sosialisasi dapat berwirausaha dengan mengkreasikan bahan pangan lokal.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan LokalPangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Sumber lain mengatakan Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal, dan pengetahuan lokal pula. Di samping itu, produk pangan lokal biasanya dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal pula. Sehingga produk pangan lokal ini berkaitan erat dengan budaya lokal setempat. Karena itu, produk ini sering kali menggunakan nama daerah, seperti gudek jokya, dodol garut, jenang kudus, beras cianjur, dan sebagainya (Hariyadi, 2010).Aneka ragam pangan lokal tersebut berpotensi sebagai bahan alternatif pengganti beras. Sebagai contoh, di Papua ada beberapa bahan pangan lokal setempat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan baku pengganti beras, seperti ubi jalar, talas, sagu, gembili, dan jawawut. Produk pangan lokal tersebut telah beradaptasi dengan baik dan dikonsumsi masyarakat Papua secara turun temurun (Wahid Rauf dan Sri Lestari, 2009). Selain di Papua, beberapa pangan lokal yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatnya sebagai bahan pengganti beras adalah jagung di Madura dan Gorontalo.

2.2. Diversifikasi Pangan LokalTerdapat berbagai pengertian tentang diversifikasi pangan. Menurut Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (2011), penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras.Menurut Suhardjo dan Martianto (1992) semakin beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.Sementara, Soetrisno (1998) mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya.

2.3. AbonAbon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).Abon sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi konsumen. Para produsen abon disarankan membuat produk abon dengan memenuhi Standar Industri Indonesia (SII). Standar SII dapat dilihat pada tabel 2.1Tabel 2.1 Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85KomponenNilai

Lemak (Maksimum)30 %

Gula (Maksimum)30 %

Protein20 %

Air (Maksimum)10 %

Abu (Maksimum)9 %

Aroma, warna dan rasaKhas

Logam Berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As)Negatif

Jumlah Bakteri (Maksimum)3000/g

Bakteri Bentuk KoliNegatif

JamurNegatif

Sumber : Standart Industri IndonesiaBeberapa bumbu tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah santan kelapa, rempah-rempah (bumbu), gula, garam, minyak goreng. a. Santan Kelapa Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa. Kepekatan santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang ditambahkan. Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan lemaknya yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih rasanya dibandingkan abon yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa. b. Rempah-rempah Rempah-rempah (bumbu) yang ditambahkan pada pembuatan abon bertujuan memberikan rasa dan aroma yang dapat membangkitkan selera makan. Jenis rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan abon adalah bawang merah, bawang putih, kemiri, sereh dan daun salam. Manfaat lain penggunaan rempah-rempah adalah sebagai pengawet dikarenakan beberapa rempah-rempah dapat membunuh bakteri. c. Gula dan garam Penggunaan gula dan garam dalam pembuatan abon bertujuan menambah cita rasa dan memperbaiki tekstur suatu produk abon. Pada pembuatan abon, gula mengalami reaksi millard. Sehingga menimbulkan warna kecoklatan yang dapat menambah daya tarik suatu produk abon dan memberikan rasa manis. Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penguat rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik sangat peka terhadap kadar garam. d. Minyak goreng Fungsi minyak goreng dalam pembuatan abon adalah sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai gizi, khususnya kalori yang ada dalam bahan pangan. Menurut Suryani (2007) bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan abon dimana menghasilkan abon sebanyak 60 kg adalah : Daging 100 kg Bawang merah 7,5 kg (2,5 kg dijadikan bawang goreng) Bawang putih 1,5 kg Bubuk ketumbar 2,5 kg Lengkuas 10 kg Daun salam 0,5 kg Sereh2 kg Gula pasir 20 kg Garam 1-1,5 kg Penyedap rasa 1 kg Santan kental 20 liter (25 butir kelapa) Minyak goreng 15 liter Cara pembuatannya adalah : 1. Bersihkan daging dari sisa tulang, kemudian cuci hingga bersih. 2. Potong kecil daging dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm atau bisa juga lebih besar. 3. Panaskan air dalam panci lalu masukan garam, sereh dan daun salam. 4. Masukan daging lalu rebus selama 30-60 menit hingga matang dan empuk. 5. Pres atau tiriskan daging yang sudah matang. 6. Tumbuk perlahan daging yang sudah kering, kemudian cabik-cabik dengan garpu. 7. Campurkan bubuk ketumbar, garam, gula pasir dan penyedap rasa dalam daging yang sudah dicabik-cabik, lalu aduk hingga rata. 8. Giling bawang merah, bawang putih dan lengkuas hingga halus, lalu campurkan ke dalam daging. 9. Aduk campuran daging dengan bumbu hingga rata. 10. Tuangkan santan kental ke dalam campuran daging, kemudian aduk hingga rata. 11. Panaskan minyak goreng dalam wajan, kemudian masukan daging yang sudah dibumbui. 12. Goreng abon dengan api kecil sambil diaduk hingga matang. Ciri abon yang sudah matang yaitu timbul suara gemeresik jika diremas 13. Tiriskan abon. 14. Masukkan abon yang sudah matang ke dalam alat press. Caranya putar batang pengepres hingga sisa minyak terpisahkan dari abon. 15. Pisahkan abon yang menggumpal dengan garpu. 16. Campur abon dengan bawang goreng.

2.4. NuggetNugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et al, 2002). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150 C. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007).Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :1. PenggilinganPenggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15C, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging keong sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).2. PengukusanPengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granulagranula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatanikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997).3. Batter dan BreadingMenurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produkproduk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung bendabenda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).4. PenggorenganPenggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan massa.Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010). Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010). Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005). Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987). Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992). Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).2.5. Jantung PisangJantung pisang adalah bunga dari pohon pisang yang merupakan bakal buah pisang. Suhardi (2002). Pada Jantung Pisang mineral, khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh. Berdasarkan berat kering, kadar besi Jantung Pisang mencapai 2 miligram per 100 gram dan seng 0,8 mg.Tabel 2.5.1 Komponen Per 100 Gram Jantung PisangKomponen Per 100 Gram Jantung Pisang

Protein1,38 gr

Lemak0,43 gr

Karbohidrat8,85

Kalsium4 mg

Besi0,2 mg

Fosfor60 mg

Vitamin A160 si

Vitamin B0,04 mg

Vitamin C8 mg

Sumber : Laboratorium Pangan dan Gizi Universitas Pasundan Bandung (2004)Dalam Jantung Pisang memiliki nilai sekitar 136 kalori untuk setiap 100 gram, yang secara keseluruhan berasal dari karbohidrat.Karbohidrat Jantung Pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Karbohidrat Jantung Pisang merupakan cadangan energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh.

Tabel 2.5.2 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jantung Pisang per 100 grJenis Jantung PisangProtein (gram)Lemak (gram)Karbo (gram)MineralVitamin

KalsiumBesiFosforABC

(mg)(mg)(mg)(si)(mg)(mg)

Raja1,350,438,6540,2601600,048

Susu1,320,327,7240,3401500,0510

Kepok1,260,358,3160,4501400,069

Klutuk2,10,456,2480,7601700,0037

Lilin2,020,387,530,1301650,0048

Sumber : Drs, Munadjim. Bsc.1983

Kasiat dan Manfaat Jantung Pisang bagi tubuh diantaranya sebagai berikut: a) Mengikat lemak dan kolesterol yang kemudian dikeluarkan melalui feses, sehingga mengurangi resiko penyakit jantung b) Mempunyai indeks glikemik yang rendah, sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi energi semakin sedikit dan baik bagi penderita diabetes. c) Memberikan perasaan kenyang yang lebih lama sehingga dapat mencegah obesitas. d) Meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara meninggkatkan pergerakan usus besar e) Berdasarkan analisis laboratorium Dendeng Jantung Pisang ini dapat dikatakan sebagai Dendeng nabati rendah lemak atau rendah kolesterol. f) Mineral Jantung Pisang, khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1. Waktu dan Tempat PelaksanaanWaktu: Sabtu, 22 Februari 2014Pukul: Sosialisasi 1 10.00 11.30 WIB Sosialisasi 2 16.00 17.00 WIBTempat: Sosialisasi 1 TK Miftahul Ulum, Klabang Bondowoso Sosialisasi 2 Kampung Baca, Kreyongan JemberTema: Sosialisasi Diversifikasi Pangan Lokal daerah Sekitar

3.2. Hasil SosialisasiPelaksanaan sosialisasi yang dilakukan oleh kelompok kami berada di 2 tempat yang berbeda. Sosialisasi pertama dilakukan di Halaman depan TK Miftahul Ulum, Klabang Bondowoso dan sosialisasi kedua dilakukan Rumah Kampoeng Batja milik Bapak Iman Suligi, Kreyongan Jember. Kelompok kami menggunakan 2 tempat yang berbeda dikarenakan terjadi pemberitahuan mendadak dari Ketua RT Kampung Baca yang menyatakan bahwa beliau tidak dapat menjamin adanya ibu-ibu yang akan datang pada saat sosialisasi. Hal tersebut dikarenakan kesibukan-kesibukan ibu-ibu Kampung Baca yang sebagian besar menjadi tulang punggung keluarga karena banyak yang sudah menjanda. Selain itu, sebagian besar ibu-ibu kampung baca sudah berumur lebih dari 50 tahun sehingga agak kurang berminat bila diadakan pertemuan diluar jadwal PKK. Pemberitahuan ini kami dapat pada hari jumat sedangkan sosialisasi kami akan dilaksanakan pada esok harinya yaitu hari sabtu. Pamflet dan brosur sudah disebarkan kerumah-rumah warga dan kami juga sudah mengkonfirmasi tempat yang akan digunakan untuk sosialisasi sehingga tidak bisa untuk dibatalkan. Dikarenakan khawatir tidak ada satupun ibu-ibu yang datang maka kami mencari alternatif tempat lain agar sosialisasi yang kami laksanakan berjalan lancar dengan jumlah audiens yang cukup. Akhirnya dengan bantuan beberapa pihak kami mendapatkan tempat sosialisasi lain yaitu di TK Miftahul Ulum, Bondowoso yang kebetulan pada hari sabtu mengadakan rapat pertemuan walimurid sehingga kami dapat mengisi sosialisasi setelah rapat usai. Peserta sosialisasi juga merupakan ibu-ibu walimurid dari murid TK Miftahul Ulum, Bondowoso. Materi yang kami bawakan pada saat sosialisasi yaitu mengenai Diversifikasi Pangan Lokal yaitu jantung pisang yang diolah menjadi nugget dan abon jantung pisang. Sosialisasi pertama yang kami lakukan di TK Miftahul Ulum, Klabang-Bondowoso dilaksanakan jam 10.00 setelah rapat walimurid selesai. Konsep sosialisasi yang kami gunakan yaitu berupa demo masak, sekilas penjelasan tentang pangan lokal, diversifikasi pangan dan jantung pisang, kemudian ada pembagian doorprize dan resep nugget dan abon jantung pisang. Kami melakukan demo masak dikarenakan di TK Miftahul Ulum tidak terdapat viewer untuk pemaparan materi sehingga kita harus melakukan praktek. Jumlah peserta sosialisasi yang datang di TK Miftahul Ulum ini sekitar 45 orang ibu-ibu yang sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Tanggapan dari ibu-ibu walimurid TK Miftahul Ulum ini sangat baik dan ramah. Mereka sangat antusias dalam menyimak dan memperhatikan bagaimana cara mengolah jantung pisang menjadi nugget dan abon. Keantusiasan mereka dibuktikan dengan banyaknya ibu-ibu yang berdiri mendekati salah satu anggota kelompok kami pada saat demo masak dimulai. Pada saat pembagian resep pun, ibu-ibu sampai berebut untuk mendapatka resep karena takut kehabisan. Mereka juga mencatat penjelasan-penjelasan kami tentang bagaimana mengolah abon dan nugget jantung pisang yang tidak ada dalam resep. Selain itu, keantusiasan mereka juga dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan ibu-ibu tentang pembuatan nugget dan abon jantung pisang ini. Disamping memberikan materi-materi dan demo masak, kami juga membagi-bagikan doorprize kepada ibu-ibu yang mau membantu kami dalam melakukan praktek demo masak dan yang mampu menjawab pertanyaan yang kami berikan. Hal tersebut kami lakukan sebagai wujud interaksi dan apresiasi kami kepada ibu-ibu walimurid TK Miftahul Ulum. Dan ternyata ibu-ibu disana cukup bersemangat dan saling berebut untuk dapat membantu dan menjawab pertanyaan yang kami berikan. Kami juga memberikan tester nugget dan abon jantung pisang kepada ibu-ibu sosialisasi. Dari tester yang kami berikan banyak dari ibu-ibu tersebut yang menyukai abon dan nugget tersebut. Tidak hanya ibu-ibu, anak-anak TK Miftahul Ulum juga menyukai produk yang kami berikan.Sosialisasi kedua kami lakukan di rumah kampung baca kediaman Bapak Iman Suligi, Kreyongan-Jember pada pukul 16.00 WIB. Konsep sosialisasi yang kami gunakan hampir sama dengan konsep yang kami gunakan di TK Miftahul Ulum. Namun untuk sosialisasi di kampung baca kami tidak melakukan demo masak karena keterbatasan alat yang diperlukan sehingga kami melakukan sosialisasi dengan pemaparan materi dan penjelasan bagaimana memngolah jantung pisang menjadi nugget dan abon menggunakan PowerPoint dan video yang ditayangkan menggunakan viewer. Tidak lupa disediakan doorprize untuk bingkisan ibu-ibu peserta sosialisasi dan diskusi singkat mengenai pemanfaatan bahan pangan lokal daerah. Peserta sosialisasi yang datang di kampung baca berjumlah 6 orang ibu-ibu yang sebagian besar adalah pensiunan yang sekarang sedang berwirausaha termasuk bu Iman Suligi pemilik rumah baca. Peserta di kampung baca jauh lebih sedikit daripada di TK Miftahul Ulum dikarenakan kesibukan ibu-ibu warga kampung baca. Tanggapan ibu-ibu warga kampung baca juga sangat baik dan ramah. Mereka juga sangat antusias dalam menyimak video dan mendengarkan apa yang kami jelaskan lewat PPT dan video yang kami tayangkan. Keantusiasan mereka juga dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang ibu-ibu lontarka pada kami mengenai kandungan gizi, manfaat dan bahan pangan lokal lain yang bisa dikreasikan. Bahkan ibu-ibu kampung baca ada yang berminat untuk menjual produk hasil kreasi pangan lokal. Kami juga menyediakan tester nugget dan abon jantung pisang. Sama seperti di TK Miftahul Ulum, ibu-ibu kampung baca juga menyukai tester tersebut bahkan ibu-ibu kampung baca meminta lebih untuk dibawa pulang kerumah masing-masing. Dikarenakan jumlah ibu-ibu yang sedikit, maka doorprize yang telah disiapkan kami berikan secara cuma-cuma sebagai bingkisan ucapan terima kasih.

BAB 4. PENUTUP

4.1. KesimpulanDari hasil sosialisasi yang kami lakukan didapatkan beberapa kesimpulan, antara lain :a. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan bahan pangan lokal masih kurang sehingga perlu adanya kegiatan sosialisasi untuk menambah pengetahuan masyarakat.b. Sosialisasi kelompok 3 ini bertempat di TK Miftahul Ulum, Klabang-Bondowoso dan Kampoeng Batja, Kreyongan-Jember.c. Jantung pisang mengandung banyak serat, vitamin, dan mineral yang baik untuk kesehatan tubuh.d. Jantung pisang dapat dijadikan bahan baku pembuatan nugget dan abon.e. Peserta sosialisasi di 2 tempat tersebut sangat antusias dan serius dalam menyimak dan memahami materi sosialisasi.

4.2. SaranDalam melakukan sosialisasi hendaknya benar-benar dipersiapkan sebaik mungkin seperti perijinan dan penjaminan peserta sosialisasi agar pemberitahuannya tidak mendadak. TERIMA KASIH.

DAFTAR PUSTAKA

Abon. Standar Industri Indonesia (SII) No. 0368-80, 0368-85

Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Program Studi Peternakan. Fakultas Pertanian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Agus Pakpahan dan Sri Hastuti Suhartini.1989. Permintaan rumah tangga kota di Indonesia terhadap keanekaragaman pangan. Jurnal Agroekonomi. Vol. 8,No 2, Oktober

Astawan, Made. 2007. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Aswar. 2005. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.). Skripsi. Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Bogor: Institut Pertanian Bogor

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3707-1995 Abon. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.

BPS. 1993. Buku Profil ibu dan anak, Jakarta

Buckle, KA. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta. Universitas Indonesia Press.

Erawaty, R.W. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan Daya Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu Sapu (Hyposascus pardalis). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd ed. Woodread.Pub.Lim. Cambridge. England. Terjemahan Ristanto.W dan Agus Purnomo

Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan Daerah. Prosiding Seminar Nasional 2010. "Peran Keamanan Pangan Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan Menekan Laju Inflasi". Purwokerto. Universitas Jenderal Sudirman.

Jamaludin, R.B; Hastuti P; dan Rochmadi.2008. Model Matematik Perpindahan Panas dan Massa Proses Penggorengan Buah pada Keadaan Hampa. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian. Yogyakarta : Universitas Gajah mada

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta. UI-Press

Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Terhadap Karaktristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor

Muadjim,Drs.,Bsc.1983.Teknologi Pengolahan Pisang. PT Gramedia, Jakarta

Palungkun, R., A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: PT. Penebar Swadaya

Rahayu, R.Y. 2007. Komposisi Kimia Rabbit Nugget dengan Komposisi Filler Tepung Tapioka yang Berbeda. Skripsi.Yogyakarta : Fakultas Peternakan Universitas Gajah MadaRauf, A.W dan Sri Lestari,M. 2009. Pemanfaatan komoditas pangan lokal Sebagai sumber pangan alternatif di papua. Papua. Jurnal Litbang Pertanian.

Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta. BAPENAS.

Rismunandar, M., N. Riski. 2003. Lada Budidaya dan Tata Niaga. Edisi revisi. Jakarta : Penebar Swadaya

Saleh, M., K. Prana, S. Hartatik. 2002. Dokumen Tepat Guna. Institut Pertanian Bogor. UPT. Perpustakaan. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Sianturi, R. 2000. Kandungan Gizi dan Uji Palatabilitas Abon Daging Sapi dengan Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Sebagai Bahan Pencampur. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soetrisno 1998. Diversifikasi Konsumsi Dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Jakarta. PT Gramedia Pustaka.

Suhardi(2002). Casuarina equisetifolia planting for rehabilitation of coastal sand dune area. Proceedings of The 11th International Workshop of Bio-Refor. Seoul, Korea, 8-12 October 2002, pp. 143-150. Seoul: Seoul National University.

Suhardjo dan Martianto. D. 1992. Pengembangan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Seminar Pengembangan Diversifikasi Pangan.. Jakarta. Bapenas.

Suhardjo. 1998. Konsep dan Kebijakan Diversifikasi Konsumsi Pangan dalam Rangka Ketahanan Pangan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta. LIPI.

Suryani, A, Erliza Hambali, Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya. JakartaTanoto, E. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN