kasus limfadenopati

Upload: mumunka92

Post on 02-Jun-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    1/13

    Kelainan Kelenjar Limfe

    Pembimbing:

    dr. Hj. Yanti Daryanti, Sp.B-KBD

    Presentan :

    Andrew Adhytia Lieputra (2013-061-028)

    Karina Aprilia Wirajaya (2013-061-029)

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    2/13

    Kelainan Kelenjar Limfe

    1. Struktur

    Sistem limfatik memiliki tiga komponen :1. Kapiler limfatik terminal yang berfungsi untuk mengabsorbsi

    2. Pembuluh pengumpul yang berfungsi saluran utama untuk transport

    3. Limfo nodus yang berada diantara pembuluh limfe yang berfungsi menyaring cairan

    limfe dan pertahanan tubuh oleh sel-sel imun.

    Pempluh kspiler limfatikmemiliki karakteristik structural yang khusus, dimana memungkinkan

    makromolekul bahkan sel dan bakteri untuk memasuki sistem limfatik. Pembuluh limfatik

    pengumpul mengalir sesui dengan pembuluh darah utama dari organ atau ekstermitas,

    kemuadian melewati limfo nudus dan kemudian memasuki system vena melalui duktus

    thorasikus. Beberapa dari stuktur dalam tubuh tidak memiliki system limfatik seperti pada

    epidermis, kornea, system syaraf pusat, kartilago, tendon, dan otot.

    2.Fungsi

    Sistem limfatik memiliki tiga fungsi utama, Pertama, cairan interstisial dan makromolekul yang

    mengalami ultrafiltrasi pada arteri kapiler akan direabsorbsi dan dikembalikan ke pembuluh

    darah melalui system limfatik. Kedua mikroba yang menginvasi cairan interstisial akanmemasuki sitem limfatik dan akan bertemu dengan sel imun di limfonodus. Ketiga, secara fungsi

    penyerapan makanan, pembuluh limfe berfungsi untuk menyerap dan menyalurkan lemak yang

    diserap pada usus halus.

    Pergerakan dari aliran cairan limfe lebih banyak dipengaruhi oleh faktor instrintik, yaitu

    kontraksi dari masing-masing pembuluh darah limfe, sehingga dalam jumlah besar akan menjaga

    arah aliran dari kelenjar limfe. Hal ini berbeda dari vena pada limfatik factor lain seperti

    krontaksi otot sekitar, tekanan negatif dari pernafasan memiliki peranan yang kecil. Faktor-faktor

    lain tersebut akan menjadi lebih penting pada kondisi kelenjar limfe yang stasis dan kongesti.

    3. Pathofisiology dan staging

    Limfadema adalah hasil dari ketidak mampuan system limfatik untuk menyalurkan protein dan

    cairan dari intertisial. Stadium pertama dari limfadema, ketidak mampuan system limfe akan

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    3/13

    menyebakan penumpukan protein dan cairan dalam rongga intertisial sehingga pada klinis akan

    tampak pitting edema. Stadium kedua akan terjadi akumulasi dari sel fibroblast, adiposity, dan

    makrofag yang dapat menyebabkan inflamasi lokal. Pada stadium kedua ini edema akan terlihat

    semakin jelas , edema berubah menjadi pitting edema dan meiliki kosistensi seperti spons. Hal

    ini disebabkan oleh perubahan struktural karena pembentukan jaringan ikat dan pembentukan

    jaringan adipose pada kulit dan subkutaneus. Pada stadium ketiga, atau stadium akhir, jaringan

    yang telah berubah menjadi lebih parah oleh karena danya infeksi yang berulang. Hal ini akan

    menyebabkan terjadinya fibrosis pada subkutaneus dan s caring.

    4.Diferential Diagnosis

    Pada kebanyakan pasien dengan lifadema stadium dua atau tiga maka diagnosis sudah mudah

    ditentukan dari karakteristik gejalanya. Tungkai yang edema akan teraba padat dan keras.Tungkai tersebut juga akan kehilangan bentuk dari perimalleolarnya dan membentuk bentukan

    seperti batang pohon.Bagian dorsum pedis akan mengalami pembekakan yang akan membentuk

    kubah yang disebut juga buffalo hump, dan jari-jari kaki menjadi tebal dan berbentuk kotak.Pada

    stadium ketiga kulit daerah yang edema juga mengalami perubahan seperti lichenification, peau

    dorange dan hyperkeratosis. Lifedema tidak akan berespon oleh elevasi yang hanya dilakukan

    dalam semalam tidak seperti pada penyakit lain.

    Evaluasi dari edema ekstermitas harus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

    lengkap. Penyebab paling sering dari edema ekstermitas yang bilateral adalah berasal dari

    kelainan sistemik yang paling sering adalah disebabkan oleh cardiac failure , Renal failure,

    Hypoproteinemia, sirosis hepatic, nephrotic simdrom. dan malnutrisi.

    Ketika penyebab sistemik telah berhasil disingkirkan, edema sekunder yang disebabkan oleh

    kelainan vena dan linfatik harus dipikirkan. Kelainan pada vena merupakan penyebab tersering

    dari edema tungkai unilateral. Gejala klinisnya biasanya adanya pitting edema, yang biasanya

    lebih parah pada ankle dan kaki. Edema akan berespon jika dielevasi tungkai semalman.

    5..Klasifikasi

    Lifadema biasnya diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Primer jika tidak diketahui

    penyebabnya sekunder jika diketahui penyebabnya. Linfadema primer dibagi lagi menjadi tiga

    klasifikasi berdasarkan umum. Limfadema primer yang terjadi pada 1 tahun awal kehidupan,

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    4/13

    disebut congenital. Dari umur 1-35 tahun disebut lymfadema praecox. Dan yang paling terakhir

    lifadema primer yang terjadi diatas usia 35 tahun, limfadema tarsa.

    Penyakit limfadema merupakan penyakit yang jarang, hanya terjadi 1/10,000 individual. Dari

    semua itu yang paling sering ada kasusnya adalah dengan limfadema praecox. Pada limfadema

    sekunder yang paling sering penyebabnya adalah filariasis, yang lain dapat pula disebabkan oleh

    terapi radiasi, invasi tumor, trauma langsung, dan proses inflamasi.

    5.Pemeriksaan Penunjang.

    Diagnosis limfadema termasuk mudah jika telah memasuki stadium kedua atau pun ketiga. Hal

    ini dapat susah didiagnosis pada stadium pertama. Terhadap pasien dengan suspek sekunder

    lifadema dapat dilakukan CT-Scan atau MRI untuk mengetahui adanya tumor yang

    menyebabkannya. Untuk limfadema yang tidak diketahui penyebabnya maka dapat dilakuakanlimfoscintigraphy adalah pemeriksaan penunjang pilihan. Pemeriksaan ini digunakan untuk

    mengetahui adanya gannguan pada system limfatik. Diagnosis dari limfadema primer hanya

    dapat dibuat jika telah menyingkirkan kemungkinan adanya tumor melalui CT-Scan atau MRI.

    Infeksi

    Limfadenitis dan limfangitis yang sering terjadi merupakan penyebab sentripetal dari

    infeksi bacteria sistem atau organ yang dilayani oleh pembuluh limfe bersangkutan. Infeksi dari

    satu fokus akan menjalar sepanjang pembuluh limfe dan menyebabkan gejala dan tanda radang

    akut yang nyeri. Limfangitis biasanya disertai tanda radang akut kelenjar limfe regional.

    Etiologi dapat berasal dari Streptococcus beta haemoliticus dan Staphylococcus aureus .

    Gejala umum yang ditemukan adalah febris dengan sepsis, malaise, dan tanda leukositosis.

    Kadang dapat terbentuk fistel terutama yang berkaitan dengan tuberkulosa. Penyakit ini sering

    terjadi rekurensi.

    Tatalaksana dapat dilakukan dengan melakukan istirahat pada daerah yang bersangkutan

    dan pemberian antibiotic. Pasien dapat terjadi pus sehingga memerlukan insisi dan drainase.

    Limfadenitis spesifik akibat jamur, tuberculosis kronik biasanya memerlukan biopsy atau kultur.

    6. Limfadema

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    5/13

    Biasanya terjadi setelah inflamasi dan disebabkan karena adanya linfangitis dan/

    limfadenitis yang menyebabkan terbentuknya fibrosis sehingga menyumbat saluran dan kelenjar

    limfe. Biasanya radang merupakan radang bakteri yang kambuh seperti erysipelas, limfangitis,

    dan limfadenitis tuberkulosa, filariasis, radang jamur, dan limfogranuloma venerum.

    7.Tumor Kelenjar Limfe

    Limfangioma adalah istilah yang mirip dengan hemangioma pada pembuluh darah.

    Diklasifikasikan dengan dua tipe yaitu limfangioma simpe atau kapilary, dan limfangioma

    kavernosa atau higroma kistik. Saat volume limfe pada tumor kista meningkat, tumor akan

    bertumbuh lebih besar mengelilingi jaringan sekitar. Kebanyak tumor adalah jinak yang ada

    sejak lahir atau telihat pada akhir tahun pertama kehidupan. Limfangioma kavernosa kebanyakan

    terjadi di leher dan aksila dan jarang pada retroperitoneum. Limfangioma kapilary biasanyaterdapat pada daerah subkutan di kepala, leher, dan aksila. Tatalaksana dapat dilakukan dengan

    bedah eksisi.

    Limfangiosarkoma adalah tumor jarang yang berkembang akibat komplikasi dari

    limfedema yang lama (lebih dari 10 tahun). Gejala yang timbul adalah pasien merasakan edema

    akut yang memburuk dan nodul pada jaringan subkutan dengan potensi hemorrhage dan ulserasi.

    Tumor ini dapat ditangani seperti sarcoma yang lain dengan preoperative kemoterapi dan radiasi

    diikuti dengan bedah eksisi, dimana biasanya dilakukan dari amputasi radikal. Semua tumor

    ganas memiliki prognosis yang buruk.

    8.Trauma

    Cedera pembuluh limfe dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau tajam yang tidak

    jarang merupakan tindak bedah. Trauma dapat menyebabkan fistel, limfudem, dan kista limfe.

    Cedera dapat menyebabkan sumbatan limfe dan menimbulkan edema. Cairan limfe dapat keluar

    dan menimbulkan fistel kulit. Jika cedera tidak lengkap dapat menimbulkan limfadenokel yang

    disebut kista limfe.

    9.Tatalaksana

    Kebanyakan pasien dengan limfedema diberikan terapi kombinasi dari elevasi tungkai,

    pakaian kompresi khusus, complex decongestive pump , dan pompa kompresi. Terdapat terapi

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    6/13

    medikamentosa yang sedang digunakan yaitu dengan benzopyrones . Pembedahan dilakukan pada

    pasien dengan stadium lanjut, limfedema dengan komplikasi dimana gagal dengan pemberian

    tatalaksana nonoperatif.

    Penilaian Tatalaksana secara Umum

    Pasien dengan limfedema butuh diedukasi agar menghindari cedera atau trauma.

    Pasien sebaiknya selalu diinstruksikan agar waspada pada tanda-tanda awal infeksi

    karena progresivitas yang cepat dan dapat menyebabkan infeksi sistemik. Infeksi harus

    ditatalaksana secara agresif dengan antibotik yang tepat terutama untuk bakteri gram

    positif. Eczema yang terdapat pada telapak kaki dan jari kaki membutuhkan terapi segera,

    krim yang mengandung hidrokortison. Selain itu, pasien perlu melakukan latiha-latihan

    sederhana pada gerakan didaerah yang bersangkutan untuk dapat menilai keberhasilan

    terapi. Kemudian pasien perlu mempertahankan berat badan ideal dalam mencapai

    penyembuhan yang baik.

    Elevasi dan Pakaian Kompresi

    Pasien dengan limfedema pada semua stadium penyakit dapat ditangani dengan

    pakaian elastic berkualitas tinggi setiap saat kecuali pada saat sedang melakukan elevasi

    pada tungkai diatas jantung. Pakaian kompresi yang ideal adalah dengan custom-fitted

    dan memberikan tekanan sekitar 30 60 mmHg. Beberapa pakaian kompresi lain dapatmemberikan perlindungan seperti pada panas, laserasi, gigitan binatang. Pasien sebaiknya

    menghindari berdiri pada waktu yang lama dan melakukan elevasi tungkai pada malam

    hari kurang lebih setinggi 15cm.

    Complex Decongestive Physical Therapy

    Tatalaksana Complex Decongestive Physical (CDP) adalah teknik pemijatan

    khusus pada pasien dengan limfedema yang didesain untuk menstimulasi pembuluh limfe

    yang masih berfungsi, evakuasi genangan yang mengandung cairan kaya protein dengan

    memecah deposit subkutan dari jaringan fibrosa, dan menyalurkan aliran limfe ke lokasi

    tubuh yang memiliki aliran limfe yang normal. Teknik ini diinisiasi oleh sisi kontralateral

    tubuh yang normal, evakuasi cairan yang berlebihan dan mempersiapkan area limfatik

    pada ekstremitas yang tidak terpengaruh, diikuti oleh dareah pada area tubuh dimana

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    7/13

    tungkai yang terinfeksi, sebelum perhatian dialihkan semuanya pada ekstremitas yang

    mengalami pembengkakan. Ekestremitas yang terinfeksi dipijat dengan cara segmental

    dengan area proksimal dilakukan pemijatan terlebih dahulu kemudian setelah itu baru

    pemijatan beralih ke bagian distal. Teknik ini membutuhkan waktu yang lama tetapi

    efektif dalam mengurangi volume tungkai yang mengalami limfedema. Setelah sesi

    pemijatan selesai dilakukan, ekstremitas dibungkus dengan menggunakan bahan yang

    elastisitas rendah, dan tungkai digunakan pakaian kompresi untuk mempertahankan

    tekanan yang telah dihasilkan selama pemijatan berlangsung. Terapi jenis ini perlu

    dilakukan pada semua pasien limfedema semua stadium.

    Ketika pasien pertama di rujuk untuk terapi CDP, pasien mengikuti sesi pemijatan

    setiap hari sekitar 8-12 minggu. Tungkai dilakukan elevasi dan menggunakan stocking

    elastik. Setelah maksimal volume yang dapat direduksi dicapai, pasien dikembalikan pada pemijatan setiap 2-3 minggu.

    Tatalaksana Pompa Kompresi

    Pompa kompresi pneumatic adalah salah satu metode efektif dalam mereduksi

    volume tungkai yang mengalami limfedema dengan menggunakan prinsip yang sama

    seperti terapi pemijatan. Tungkai yang limfedema diposisikan dalam suatu alat, dan

    kompartemen dalam alat tersebut meningkat satu per satu sehingga dapat mengeluarkancairan dari ekstremitas.

    Saat pasien dengan limfedema lanjut dirujuk pada terapi pertama kali, pasien

    harus dievaluasi dan observasi selama 3-4 hari di rumah sakit termasuk pada elevasi

    tungkai, CDP perhari, dan tatalaksana pompa kompresi untuk mendapatkan hasil yang

    baik pada pasien dengan limfedema. Pasien dengan disfungsi jantung dan ginjal

    dimonitor pada kelebihan cairan. Setelah masa tatalaksana intensif, pasien diberikan

    pakaian kompresi kualitas tinggi untuk mempertahankan volume tungkai konstan.

    Tatalaksana Medikamentosa

    Benzopyrones berpotensi sebagai agen yang efektif dalam tatalaksana limfedema.

    Obat kelas ini termasuk coumarin (1,2-benzopyrone) , digunakan untuk mengurangi

    limfedema dengan cara stimulasi proteolisis pada makrofag jaringan dan stimulasi pada

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    8/13

    aksi peristaltis dan pompa dalam kelenjar limfatik. Benzopyrones tidak memiliki aktivitas

    antikoagulan. Penelitian crossover trial menunjukan bahwa coumarin lebih efektif dalam

    mengobati lmfedem daripada pemberian placebo. Coumarin tidak hanya mengurangi

    volume, namun juga berfungsi dalam perbaikan suhu kulit, inflamasi, turgor kulit, dan

    supel yang kurang.

    Diuretik dapat memperbaiki limfedema stadium satu sementara, dan

    menyebabkan pasien meminta terapi yang sama secara terus-menerus.

    Pembedahan

    95% pasien dengan limfedema dapat ditatalaksana tanpa operasi. Pembedahan

    dilakukan pada pasien dengan limfedema stasium 2 dan 3 yang memiliki gangguan

    fungsional yang berat, limfangitis rekuren, dan nyeri hebat walaupun telah dilakukan

    terapi medikamentosa. 2 kategori operasi yang dilakukan adalah dengan rekostruktif dan

    eksisi.

    Operasi rekosntruktif dilakukan pada pasien dengan obstruksi proksimal pada

    sirkulasi limfe ekstremitas, kelenjar limfe distal yang mengalami dilatasi akibat obstruksi.

    Pada pasien seperti ini, kelenjar limfe distal yang residual dapat dianastomosis ke vena

    terdekat atau ditrasfer pada hubungan limfe yang masih sehat untuk membuat drainase

    yang efektif pada ekstremitas yang mengalami limfedema. Tatalaksana ini memiliki perbaikan secara obyektif sebanyak 20-60%, dan dengan keberhasilan reduksi rata-rata

    volume pada tungkai yang bermasalah sebanyak 40-50%.

    Pada pasien dengan limfedema primer yang memiliki hipoplastik atau fibrotic

    pada pembuluh limfe distal, operasi rekonstruksi tidak merupakan pilihan tatalaksana.

    Bagi pasien tersebut, pembedahan dengan rencana mentransfer jaringan lymphatic-

    bearing (oemntum yang lebih banyak) ke tungkai yang terinfeksi dapat dilakukan. Ini

    dilakukan untuk menghubungkan limfe residual yang hipoplastik dari tungka yang

    competen pada jaringan yang ditransfer. Selain itu, dapat juga digunakan satu segmen

    ileum dapat diputuskan hubungannya dengan abdomen, dari mukosa, dan dimobilisasi ke

    permukaan kelenjar ilioinguinal residual untuk memberikan jembatan bagi limfatik

    mesenterika pada tungkai.

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    9/13

    Operasi eksisi dilakukan hanya pada pasien dengan ukuran residual yang tidak

    adekuat jika dilakuakan rekonstruksi operasi. Terutama dilakukan pada pasien stadium 2

    dan 3 yang berat dan jaringan kulit sekitar yang sehat. Prosedur eksisi dilakukan dengan

    mengeluarkan segmen besar limfedema pada jaringan subkutan dan kulit dibawahnya. Ini

    merupakan tindakan paliatif. Operasi ini diawali dengan insisi medial dari maleolus

    medial ke paha tengah. Flap yang digunakan sekitar 1-2 cm ketebalannya diatas anterior

    dan posterior tungkai, dan seluruh jaringan subkutan. Setelah prosedur pertama selesai

    dilakukan dan jika ada jaringan limfedem yang perlu dibuang, kemudian dilakukan

    operasi kedua, biasanya sekitar 3-6 bulan kemudia dengan teknik yang sama pada lateral

    tungkai.

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    10/13

    Figure 69-4 A to C, Schematic representation of Kontoleon's or Homans'

    procedure. Relatively thick skin flaps are raised anteriorly and posteriorly, and all

    subcutaneous tissue beneath the flaps and the underlying medial calf deep fascia is

    removed along with the necessary redundant skin.

    Ketika limfedema menginfeksi kulit, reduksi sederhana tidak adekuat dalam

    menagatasi hal tersebut. Pada kasus ini, eksisi klasik dapat dilakukan. Procedure

    termasuk eksisi lengkap pada kulit, jaringan subkutan, fasia pada tungkai yang

    bersangkutan. Eksisi biasanya dilakukan pada satu stadium, dan digunakan full-thickness

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    11/13

    grafting . Pada kasus-kasus berat dan lanjut, yang dimana banyak terdapat komplikasi

    seperti selulitis kronik, kulit hancur, dapat dilakukan tindakan amputasi.

    Figure 69-5 A to C, Schematic representation of Charles' procedure. It involves

    complete and circumferential excision of the skin, subcutaneous tissue, and deep

    fascia of the involved leg and dorsum of the foot. Coverage is provided preferably

    by full-thickness grafting from the excised skin.

    Chylothorax

    Efusi pleura chylous biasanya merupakan akibat sekunder yang berasal dari trauma

    duktus torakis (biasanya iatrogenic setelah pembedahan thoraks) dan jarang merupakanmanifestasi dari penyakit malignant yang berat atau lanjut dengan metastasis kelenjar limfe.

    Adanya kilomikron pada pemeriksaan analisis lipoprotein dan level trigliserida > 110mg/dL

    dalam cairan pleura merupakan suatu indikasi diagnostic. Pasien dapat ditatalaksana secara

    nonoperatif dengan tabung torakostomi dan diet trigliserida medium-chain atau total parenteral

    nutrisi. Pada pasien dengan cedera pada duktus torakis dan efusi yang bertahan setelah satu

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    12/13

    minggu drainase, diet atau total parenteral nutrisi dapat diberikan, torakoskopi atau torakotomi

    dapat dilaksanakan dan ligasi pada duktus torakis diatas dan dibawah daerah yang bermasalah.

    Pasien dengan kanker yang berhubungan dengan chylothorax dan drainase yang persisten dapat

    dilakukan kemoterapi dan radioterapi, pleurodesis dalam mencegah rekurensi.

    Chyloperitoneum

    Yang banyak menyebabkan asites chylous adalah abnormalitas pada kelenjar limfe

    terutama pada anak-anak dan keganasan yang menyerang kelenjar limfe abdominal pada dewasa.

    Cedera akibat pembedahan sangat jarang menyebabkan asites ini. Adanya kilomikron pada

    pemeriksaan analisis lipoprotein dan level trigliserida > 110mg/dL merupakan suatu indikasi

    diagnostic. Tatalaksana seperti paracentesis diikuti dengan trigliserida medium-chain atau total parenteral nutrisi. Pada pasien dengan post operasi chyloperitoneium, jika asites tidak merespon,

    setelah 1-2 minggu dari tindakan nonoperatif, dapat dilakukan eksplorasi dan ligasi. Jika asites

    masih tetap ada pada pasien dengan kongenital asites makan dapat dilakukan limfesinsitigrafi

    atau limfengiografi dengan celiotomy.

  • 8/10/2019 kasus limfadenopati

    13/13

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Townsend, Beuchamp, et al. Sabiston Textbook of Surgery, 18 th edition. USA: An

    Imprint of Elsevier ; 2007.

    2. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2 . Jakarta: EGC; 2005.