jurnal fix

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik secara invasif atau noninvasive. Pemantauan tersebut merupakan suatu teknik pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi perkembangan pasien, serta untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk. Pemantauan hemodinamik juga dapat membantu mengevaluasi respon pasien terhadap terapi, menentukan diagnosa medis, memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh, dan kemampuan jantung untuk memompa darah (Burchell, L. & Powers, A., 2011). Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan hemodinamik invasive dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan mengetahui gelombang tekanan dalam ruang- ruang jantung. Kelebihan teknik invasif yaitu dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam pengambilan sampel darah, pemeriksaan laboratorium, pemberian obat- obatan/cairan dan pemasangan pacu jantung. Salah satu teknik pengukuran hemodinamik invasive yaitu Central Venous Pressure (CVP). CVP merupakan pengukuran langsung dari atrium kanan atau vena cava superior. CVP mencerminkan preload ventrikel kanan dan kapasitas vena 1

Upload: sitisari2

Post on 09-Dec-2014

307 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

About CVP

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem

kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik secara invasif atau noninvasive.

Pemantauan tersebut merupakan suatu teknik pengkajian pada pasien kritis,

mengetahui kondisi perkembangan pasien, serta untuk antisipasi kondisi pasien

yang memburuk. Pemantauan hemodinamik juga dapat membantu mengevaluasi

respon pasien terhadap terapi, menentukan diagnosa medis, memberikan informasi

mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh, dan kemampuan

jantung untuk memompa darah (Burchell, L. & Powers, A., 2011).

Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah

satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan

hemodinamik invasive dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan mengetahui

gelombang tekanan dalam ruang-ruang jantung. Kelebihan teknik invasif yaitu

dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam pengambilan sampel darah,

pemeriksaan laboratorium, pemberian obat-obatan/cairan dan pemasangan pacu

jantung. Salah satu teknik pengukuran hemodinamik invasive yaitu Central Venous

Pressure (CVP). CVP merupakan  pengukuran langsung dari atrium kanan atau

vena cava superior. CVP mencerminkan preload ventrikel kanan dan kapasitas vena

sehingga dapat diketahui volume pembuluh darah atau cairan, ketidakseimbangan

cairan, dan efektifitas jantung sebagai pompa (Wooods, 2010). Menurut Dellinger,

et al. (2013) dalam Surviving Sepsis Campaign Guidelines (SSCG), pengukuran

CVP telah menjadi standar untuk manajemen pasien dengan sepsis berat dan septik

syok dan dijadikan sebagai indikator untuk terapi cairan.

Ada berbagai cara untuk mengukur CVP, mulai dari yang konvensional

dengan menentukan titik nol dan kemudian memperhatikan undulasi pada

manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi atau yang biasa disebut dengan

water monometer, atau dengan cara yang lebih canggih yaitu dengan

menyambungkan CVC dengan monitor sehingga nilai CVP muncul di monitor

yang biasa disebut dengan transduser, dan ada juga dengan cara membaca

gelombang CVP yang muncul di monitor. Membaca gelombang CVP ini biasa

1

Page 2: Jurnal Fix

dilakukan oleh para dokter yang berpengalaman untuk menentukan nilai CVP

(Burchell, L & Powers, A, 2011).

Jain, et al. (2010) menyatakan bahwa cara pengukuran CVP yang berbeda-

beda menghasilkan nilai CVP yang berbeda sehingga manajemen terapi cairan yang

diberikan juga berbeda. Hal ini tentu saja menjadi sangat berbahaya jika terapi yang

diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh yang akhirnya dapat menyebabkan

kematian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menelaah jurnal yang berjudul

Variability in Central Venous Pressure Management and the Potential Impact on

Fluid Management ini lebih jauh tentang perbedaan cara mengukur CVP dan

dampaknya pada manajemen terapi cairan yang diberikan kepada pasien.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui cara-cara yang digunakan untuk mengukur CVP.

2. Untuk mengetahui dampak pengukuran CVP terhadap manajemen terapi cairan

yang diberikan.

3. Untuk melihat implikasi keperawatan dari jurnal tersebut pada peningkatan

pemberian asuhan keperawatan di Indonesia.

2

Page 3: Jurnal Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP) adalah tekanan

intravaskular di dalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan

banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan kemampuan jantung untuk

memompa darah kedalam sistem arterial. Perkiraan yang baik dari tekanan

atrium kanan, merupakan faktor yang menentukan dari volume akhir diastolik

ventrikel kanan. Tekanan vena sentral menggambarkan keseimbangan antara

volume intravaskular, venous capacitance, dan fungsi ventrikel kanan. Prosedur

memasukkan kateter intravena yang fleksibel ke dalam vena sentral bertujuan

untuk memberikan terapi melalui vena sentral dengan ujung dari kateter berada

pada superior vena cava. Kateter ini disebut Central Venous Catheter (CVC)

(Burchell, L. & Powers, A., 2011).

Dellinger, et al. (2013) dalam Surviving Sepsis Campaign Guidelines

(SSCG) menyatakan bahwa pengukuran CVP telah menjadi standar untuk

manajemen pasien dengan sepsis berat dan septik syok dan dijadikan sebagai

indikator untuk terapi cairan. Nilai CVP pada pasien dengan sepsis berat atau

3

Page 4: Jurnal Fix

syok septic harus dipertahankan dalam rentang normal yaitu 8-12 mmHg dan

12-15 mmHg pada pasien dengan ventilator.

B. Penempatan CVC

Penempatan kateter vena sentral bisa melalui:

1. Vena jugularis interna

2. Vena subklavia. Tempat yang paling umum digunakan untuk penempatan

CVC

3. Vena jugularis eksternal

4. Vena femoralis.

C. Indikasi Pemasangan CVC

Adapun indikasi dari pemasangan CVC antara lain:

1. Pemantauan tekanan vena sentral pada pasien akut. 

Hal ini memungkinkan pemberi perawatan untuk memiliki wawasan status

keseimbangan cairan pasien. CVP tinggi akan menunjukkan overload cairan

atau gagal jantung. CVP rendah akan menunjukkan tingkat dehidrasi atau

kehilangan darah. Status cairan yang tepat hanya dapat dievaluasi dengan

menghubungkan Hb, fungsi jantung, hasil lab, dan sejarah klinis pasien.

2. Jumlah total parenteral nutrition (TPN)

Ketika pasien akut yang saluran pencernaannya tidak mampu menyerap

nutrisi maka tim pengobatan dapat memutuskan untuk memberikan nutrisi

yang disebut TPN. TPN dapat diberikan secara aman hanya melalui jalur

CVP atau PICC. Umumnya TPN diberikan melalui CVC yang dimasukkan

dalam vena subklavia atau jugularis. Pada bayi, vena umbilical digunakan

paling sering. Dasar pemikiran untuk menggunakan vena dalam yang besar

adalah kenyataan bahwa TPN menyebabkan flebitis pada vena perifer

karena mengandung komponen kaustik banyak. Contohnya termasuk

klorida, kalsium, dan potassium klorida.

3. Obat

Obat-obat tertentu dapat diberikan secara aman hanya melalui saluran

pusat. Oleh karena itu CVP mungkin dimasukkan untuk tujuan ini. Obat

4

Page 5: Jurnal Fix

yang kemungkinan akan menyebabkan flebitis mencakup agen kemoterapi

yang digunakan dalam pengobatan dan pengelolaan kondisi keganasan. 

4. Kurangnya akses perifer.

Pada beberapa pasien akut, ketika tidak ada akses vena perifer, pemasangan

CVC dapat dilakukan. Hal ini biasanya dilakukan untuk tujuan rehidrasi,

administrasi pengobatan dan produk darah

D. Persiapan Untuk Pemasangan CVP

1. Persiapan pasien

Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang:

- Tujuan pemasangan

- Daerah pemasangan

- Prosedur yang akan dikerjakan

2. Persiapan alat

- Set CVC

- Spuit 2,5 cc

- Antiseptik

- Obat anaestesi lokal

- Sarung tangan steril

- Bengkok

- Cairan NaCl 0,9% (25 ml)

- Plester

3. Persiapan Alat Ukur

- Skala pengukur

- Selang penghubung (manometer line)

- Standar infus

- Three way stopcock

- Pipa U

- Set infuse

E. Langkah Pemasangan :

Siapkan alat

5

Page 6: Jurnal Fix

Lakukan cuci tangan steril

Gunakan sarung tangan steril

Tentukan daerah yang akan dipasang ; vena yang biasa digunakan sebagai

tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal jugular.

Posisikan pasien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis

interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah

pemasangan.

Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic

Pasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.

Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah terjadinya emboli

udara, anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan nafas.

Masukkan jarum / kateter secara gentle, ujung dari kateter harus tetap

berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung. Teknik

pemasangan yang sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya

adalah dengan menggunakan mandarin yang dimasukkan melalui jarum,

jarum kemudian dilepaskan, dan kateter CVP dimasukkan melalui

mandarin tersebut. Jika kateter sudah mencapai atrium kanan, mandarin

ditarik, dan terakhir kateter disambungkan pada IV set yang telah

disiapkan dan lakukan penjahitan daerah insersi

Setelah selesai pemasangan sambungkan dengan selang yang

menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur CVP.

Lakukan fiksasi / dressing pada daerah pemasangan , agar posisi kateter

terjaga dengan baik.

Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali

Catat laporan pemasangan, termasuk respon klien (tanda-tanda vital,

kesadaran, dll), lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil

pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.

Setelah dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dada untuk

memastikan posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak

adanya hemothorax atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.

6

Page 7: Jurnal Fix

F. Cara Pengukuran

Ada berbagai cara untuk mengukur CVP, mulai dari yang konvensional

dengan menentukan titik nol dan kemudian memperhatikan undulasi pada

manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi atau yang biasa disebut

dengan water monometer, atau dengan cara yang lebih canggih yaitu dengan

menyambungkan CVC dengan monitor sehingga nilai CVP muncul di layar

monitor, dan ada juga dengan cara membaca gelombang CVP yang muncul di

monitor. Membaca gelombang CVP ini biasa dilakukan oleh para dokter yang

berpengalaman untuk menentukan nilai CVP (Burchell, L & Powers, A,

2011).

Cara mengukur CVP dengan water monometer adalah sebagai berikut:

Mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur

Letak jantung dapat ditentukan dengan cara membuat garis pertemuan

antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan axilla

Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada

manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi

Selain dengan menggunakan water monometer, CVP juga bisa diukur

dengan menggunakan transduser. Transduser adalah alat yang mengubah satu

bentuk energi ke dalam bentuk yang lain. Transduser dapat merasakan

perubahan pada aliran, suhu, konsentrasi, tekanan, intensitas cahaya, dan

variable-variabel fisiologis lainnya. Transduser yang paling umum digunakan

adalah transduser eksternal, sekali pakai, mempunyai ukuran regangan dan

tekanan. Sqwteaat tekanan diberikan pada diafragma dari transduser tipe ini,

kawat-kawat sensitive yang dihubungkan pada permukaan bawah dari

7

Page 8: Jurnal Fix

diaragma ditekan, peningkatkan jumlah aliran listrik ke amplifier-monitor.

Sistem amplifier-monitor kemudian mengubah sinyal listrik kecil yang yang

diteruskan oleh transduser ke layar pada tingkat dapat dibaca. Ada beberapa

tipe sistem amplifier-monitor yang digunakan tetapi semua mempunyai

fungsi dasar yang sama. Alat ini terdiri dari tombol on-off, sebuah digital

yang dapat dibaca dan oskiloskop untuk mendisplai tekanan, indicator untuk

mendisplai sistolik, diastolic, atau nilai tekanan rata-rata, sistem alarm

audible dengan batas tinggi dan rendah yang dapat diatur, pengontrol ukuran

atau pencapaian bentuk gelombang, dan pengontrol pengaturan dan kalibrasi.

Untuk memperoleh pengukuran yang akurat yakinkan bahwa posisi

pasien datar, dengan titik nol manometer pada setinggi area interkostal

keempat. Ketinggian ini tepat pada garis mid aksila klien dan dapat

ditentukan dengan pengukuran sekitar 5 cm di bawah sternum. Titik ini

dikenal sebagai aksis flebostatik. Konsistensi penting, dan semua pembacaan

harus dilakukan pada pasien dengan posisi yang sama dan titik nol dihitung

dengan cara yang sama. Jika penyimpangan dari prosedur yang rutin harus

dilakukan, seperti bila pasien tidak dapat mentolerir posisi datar dan

pembacaan harus dilakukan pasien dengan posisi semi fowler, ini bermanfaat

untuk mencatat pada lembar atau rencana perawatan pasien untuk

memberikan konsistensi pada pembacaan selanjutnya.

8

Page 9: Jurnal Fix

Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan

refleksi dari setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan

variasi tekanan yang terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai

bentuk gelombang yang karakteristik. Pada gelombang CVP terdapat tiga

gelombang positif (a, c, dan v) yang berkaitan dengan tiga peristiwa dalam

siklus mekanis yang meningkatkan tekanan atrium dan dua gelombang (x

dan y) yang dihubungkan dengan berbagai fase yang berbeda dari siklus

jantung dan sesuai dengan gambaran EKG normal.

Gelombang a : diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada saat

kontraksi atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada EKG

Gelombang c : timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke dalam

atrium pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik. Dikorelasikan

dengan akhir gelombang QRS segmen pada EKG

Gelombang x descent : gelombang ini mungkin disebabkan gerakan ke

bawah ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum timbulnya

gelombang T pada EKG

Gelombang v : gelombang v timbul akibat pengisisan atrium selama

injeksi ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap

tertutup) digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG

Gelombang y descendent : diakibatkan oleh terbukanya tricuspid valve

saat diastol disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan. Terjadi

sebelum gelombang P pada EKG.

9

Page 10: Jurnal Fix

Ada dua cara untuk membaca gelombang CVP, yaitu :

1. Tentukan gelombang A rata-rata dengan cara cara sebagai berikut :

Tentukan nilai tertinggi dari gelombang A

Kemuadian tentukan nilai terendah dari gelombang A

Tambahkan nilai tertinggi dengan nilai terendah

Bagi hasilnya dengan 2

Hasilnya adalah nilai CVP

Gelombang A pada CVP muncul setelah gelombang P pada EKG

berakhir dan menggambarkan kontraksi atrium. Nilai yang tinggi dari

gelombang A merupakan tekanan atrium saat kontraksi maksimal.

Selama gelombang A muncul, tekanan atrium lebih besar dibandingkan

dengan tekanan diastolic ventrikel sehingga katup trikuspid terbuka dan

terjadi pengisian ventrikel.

2. Tentukan z-point.

Tentukan z-point yang muncul di pertengahan sampai akhir

kompleks QRS pada EKG

Baca z-point

Z-point muncul sebelum penutupan katup trikuspid. Oleh karena itu,

z-point merupakan indikator end diastolic pressure ventrikel kanan. Z-

10

Page 11: Jurnal Fix

point sangat berguna saat gelombang A tidak muncul, misalnya pada

atrial fibrilasi.

G. Kontraindikasi Pemasangan CVC

Nyeri dan inflamasi pada area penusukan

Bekuan darah karena tertekuknya kateter

Perdarahan: ekimosis atau perdarahan besar bila jarum lepas

Tromboplebitis

Microshock

Disritmia jantung

Pembedahan leher

Insersi kawat pacemaker

H. Komplikasi

Pemasangan CVC dapat mengakibatkan timbulnya beberapa hal antara lain :

Infeksi lokal

Disritmia

Laserasi pada pembuluh darah

Perforasi ventrikel kanan

Tromboflebitis

Hematoma pada daerah pemasangan CVC

Pneumothorax

Malpositioned catheter

Emboli udara

11

Page 12: Jurnal Fix

Untuk mencegah terjadinya infeksi, Centre for Disease Control and

Prevention (CDC, 2011) memperbaharui panduan untuk pencegahan infeksi

yang disebabkan karena pemasangan kateter intravaskular. CDC membaginya

dalam dua kategori yaitu kategori IA yang sangat direkomendasikan untuk

dilakukan dan didukung oleh evidence based yang kuat dan kategori IB yang

direkomendasikan untuk dilakukan dan didukung oleh beberapa penelitian dan

teori yang kuat tetapi evidence based-nya kurang.

Menurut CDC (2011), yang termasuk dalam kategori IA adalah CVC

harusnya tidak dipasang di daerah femoral karena kemungkinan tinggi terjadinya

komplikasi, infeksi, dan trombosis iliofemoral. Jika pemasangan CVC di daerah

femur dilakukan saat keadaan darurat, ada baiknya untuk segera mengganti

lokasi pemasangan ke tempat yang lain. Selain itu, CDC mengharuskan

pemakaian sarung tangan pada saat pemasangan CVC, dan segera melepas CVC

jika tidak lagi dibutuhkan.

Kategori IB menurut CDC (2011) adalah mempertahankan kondisi steril

saat pemasangan dan perawatan CVC dan barrier precautions yang maksimal

seperti penggunaan cap, masker, gaun steril, dan sarung tangan steril. Mencuci

tangan dengan sabun biasa atau hand rubs yang berbasis alkohol sebelum dan

setelah palpasi lokasi pemasangan CVC, juga pada saat sebelum dan setelah

memasang, dan saat mengganti, memperbaiki, atau membersihkan lokasi

pemasangan dan kateternya.

I. Peran perawat

Perawat mempunyai peranan yang sangat penting pada klien yang

terpasang CVC. Peranan perawat dimulai dari sebelum, saat pemasangan dan

setelah CVC terpasang pada klien.

1. Sebelum pemasangan

a. Mempersiapkan alat-alat pemasangan, penusukan dan pemantauan

b. Mempersiapkan pasien yaitu memberikan penjelasan mengenai

prosedur dan tujuan pemantauan serta mengatur posisi pasien.

2. Saat pemasangan

a. Memelihara alat-alat yang digunakan selalu dalam keadaan steril

12

Page 13: Jurnal Fix

b. Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat

pemasangan

c. Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur

dilakukan.

3. Setelah pemasangan

a. Mengkorelasikan nilai CVP dengan keadaan klinis klien

b. Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik

c. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan

d. Mencegah terjadinya komplikasi dan mengetahui gejala dan tanda

komplikasi

e. Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien

f. Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat

dengan memantau gelombang pada monitor dan monitor hasil foto

toraks

g. Mengevaluasi gelombang, menginterprestasi data, dan

mengkonsulkan pada dokter

BAB III

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di RS Universitas Wake Forest, North Carolina

pada tahun 2006 dan merupakan studi observasi. Pada studi observasi, peneliti

hanya mengamati perjalanan alamiah peristiwa, membuat catatan siapa yang

terpapar dan tidak terpapar faktor peristiwa (Notoadmodjo & Soekidjo, 2010).

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 100 orang (antara bulan Juni 2006

dan Agustus 2006) di ruang ICU RS Universitas Wake Forest, North Carolina dan

terpasang CVC di vena subclavia dan jugularis interna dengan usia 18 tahun ke

atas. Kriteria eksklusi penelitian ini jika nilai CVP pasien diukur melalui kateter

arteri pulmonal. Berikut ini merupakan data demografic sampel penelitian ini.

13

Page 14: Jurnal Fix

Dari tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa usia rata-rata sampel pada

penelitian ini adalah antara usia 23-82 tahun dengan 50% diantaranya adalah lelaki.

Pasien medikal 49% dan bedah 51% dengan 69% diantaranya terpasang ventilator

mekanik. 18% dari sampel penelitian merupakan pasien yang hasil pengukuran

CVP-nya harus dilaporkan kepada tim pengobatan untuk tujuan terapi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan nilai CVP yang

diperoleh dari monitor dan nilai yang diperoleh dari dokter dengan membaca

gelombang CVP yang telah dicetak. Penelitian ini dilakukan dengan

membandingkan nilai CVP yang diperoleh dari monitor kemudian

didokumentasikan ke flow sheet dengan nilai CVP yang diperoleh dari hasil

pembacaan gelombang CVP oleh empat orang dokter yang sedang menjalani

residensi di bagian penyakit dalam dan anastesi. Rekaman gelombang CVP yang

diberikan kepada dokter terdiri dari gelombang CVP selama tiga kali siklus

pernapasan. Setelah selesai membaca gelombang, para dokter ini kemudian diminta

untuk menjelaskan cara mereka untuk menginterpretasikan gelombang CVP

tersebut. Hasilnya, keempat dokter tersebut menggunakan metode yang sama dalam

menginterpretasikan gelombang CVP tersebut. Nilai CVP-P dan CVP-M kemudian

dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan resusitasi cairan dari perspektif klinik

yaitu kurang dari 8 mmHg, 8-10 mmHg, dan lebih dari 12 mmHg. Dari hasil

analisa data menggunakan SPSS 13.0, dengan menggunakan analisis Cohen,

diperoleh kesamaan antara CVP-P dan CVP-M paling tinggi pada kelompok kurang

dari 8 mmHg (93%), kemudian pada kelompok lebih dari 12 mmHg (88%), dan

yang paling rendah pada kelompok 8-12 mmHg (65.5%) Hal ini ditunjukkan dalam

tabel berikut :

14

Page 15: Jurnal Fix

Table 2. Percentage agreement for calssification of volume resuscitation (CVP) between physician and

bedside monitor

Hasil pembacaan gelombang CVP tersebut kemudian diinterpretasikan

sesuai dengan panduan untuk resusitasi cairan berdasarkan Sepsis Campaign

Guidelines (SSCG) yang memnunujukkan apakah resusitasi cairan perlu

ditingkatkan, dipertahankan atau dikurangi, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Table 3. Clinical implications of CVP measurements

Kolom kedua sampai empat menunjukkan kriteria standar yang akan

digunakan untuk menentukan resusitasi cairan berdasarkan nilai CVP hasil

pengukuran dokter. Sedangkan kolom lima sampai tujuh menunjukkan perubahan

strategi resusitasi berdasarkan nilai CVP dari monitor.

Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa peneliti tidak menentukan salah

satu dari kedua metode pengukuran CVP yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai kriteria standar untuk mengukur nilai CVP sehingga resusitasi cairan tidak

bisa dilakukan berdasarkan hasil penelitian ini. Empat dokter yang membaca

gelombang CVP ada dalam institusi yang sama yang memungkinkan adanya bias

yang sama pada metode interpretasi dan mengurangi variabilitas antar dokter.

Selain itu, peneliti tidak menguji kemampuan perawat dalam cara

15

Page 16: Jurnal Fix

pendokumentasian nilai CVP-M ke flow sheet. Tujuannya adalah untuk melihat

kemampuan pengambilan keputusan dokter atau perawat secara cepat dalam

kondisi tertentu. Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign Guidelines (SSCG),

pengukuran CVP telah menjadi standar untuk manajemen pasien dengan sepsis

berat dan septik syok dan dijadikan sebagai indikator untuk terapi cairan (Dellinger,

et al., 2008). Akan tetapi, pada penelitian ini tidak banyak sampel penelitian yang

merupakan pasien dengan sepsis saat pengukuran CVP dilakukan. Seandainya

semua sampel penelitian adalah pasien sepsis, perbedaan antara nilai CVP-P dan

nilai CVP-M akan berkurang.

Terlepas dari semua keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian ini, hasil

penelitian Jain, et al. (2010) ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai CVP

yang diperoleh dari metode pengukuran CVP dengan menggunakan monitor dan

pengukuran nilai CVP dengan menggunakan gelombang CVP. Nilai CVP yang

berbeda tentu saja memberi dampak pada strategi resusitasi cairan yang diberikan.

Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign Guidelines (SSCG), nilai CVP normal

adalah 8-12 mmHg. Jika kurang dari 8 mmHg mengindikasikan hipovolemia dan

jika lebih dari 12 mmHg mengindikasikan kelebihan volume cairan dalam tubuh

atau hipervolemia. Pada pasien dengan sepsis berat dan septik syok, nilai CVP

harus dipertahankan pada nilai normal yaitu 8-12 mmHg (Dellinger, et al., 2013).

Penentuan strategi resusitasi cairan seperti penambahan atau pembatasan cairan

harus berdasarkan nilai CVP yang diperoleh. Hal ini mengindikasikan bahwa

pengukuran nilai CVP harus dilakukan dengan akurat untuk memperoleh hasil yang

akurat pula. Hasil pengukuran nilai CVP yang tidak akurat akan berdampak pada

kesalahan pemberian terapi yang bisa berdampak pada kematian (Marik, et al.

2008)

Murakawa & Kobayashi dalam Marik et al. (2011) menyatakan bahwa

hipovolemia yang tidak terkoreksi meningkatkan hipoperfusi organ dan terjadinya

iskemia. Hipervolemia yang ditunjukkan dengan nilai CVP yang tinggi pada pasien

dengan penurunan fungsi jantung dan disfungsi renal juga meningkatkan risiko

kematian (Damman, et al., 2009 ; Uthof, et al., 2010). Pemberian resusitasi cairan

yang tepat dan sesegera mungkin menurunkan kemungkinan kegagalan organ dan

16

Page 17: Jurnal Fix

memberikan hasil yang memuaskan pada proses penyembuhan pasien dengan

sepsis berat dan syok septik (Rivers, et al., 2001).

BAB IV

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Implikasi keperawatan dari jurnal yang berjudul Variability in Central

Venous Pressure Management and the Potential Impact on Fluid Management

adalah sebagai berikut :

1. Pemberian terapi cairan kepada pasien sepsis harus berlandaskan pada nilai

CVP yang diperoleh.

17

Page 18: Jurnal Fix

2. Dari penelitian ini, diketahui bahwa selain dengan cara konvensional

menggunakan water monometer, nilai CVP juga bisa diketahui melalui

monitor dan pembacaan gelombang CVP

3. Diperlukan adanya kriteria standar untuk metode pengukuran CVP. Hal ini

karena perbedaan metode pengukuran CVP yang digunakan akan berdampak

pada nilai CVP yang diperoleh.

4. Akurasi dari pengukuran nilai CVP harus diperhatikan agar hasil yang

diperoleh juga akurat. Hal ini disebabkan karena pemberian terapi cairan akan

sangat bergantung pada hasil CVP yang diperoleh. Kesalahan nilai CVP yang

diperoleh akan menyebabkan strategi terapi cairan yang diberikan juga salah

hingga berdampak pada kematian.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari jurnal yang berjudul Variability in Central

Venous Pressure Management and the Potential Impact on Fluid Management,

penulis menarik kesimpulan bahwa ada berbagai metode pengukuran CVP yaitu

dengan menggunakan water monometer, monitor, dan pembacaan gelombang

18

Page 19: Jurnal Fix

CVP. Perbedaan metode pengukuran CVP yang digunakan akan berdampak

pada nilai CVP yang diperoleh. Oleh karena itu, diperlukan kriteria standar

metode yang digunakan untuk mengukur CVP sehingga strategi terapi cairan

yang diberikan bisa cepat dan tepat.

B. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penulis memberi saran sebagai

berikut :

1. Agar mahasiswa keperawatan dan perawat di Intensive Care Unit (ICU)

secara khusus diajarkan semua metode pengukuran CVP, termasuk

membaca gelombang CVP walaupun alat untuk merekam gelombang CVP

belum umum digunakan di RS di Indonesia, khususnya di RS Universitas

Hasanuddin

2. Perawat ICU memperhatikan rekomendasi CDC dalam tahap persiapan,

pemasangan, dan perawatan CVC untuk mencegah terjadinya infeksi

akibat pemasangan kateter intravaskular.

3. Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian tentang pengukuran CVP

menggunakan water monometer dan keakuratannya dalam menentukan

nilai CVP.

DAFTAR PUSTAKA

Burchell, L. P., Powers, A. K. (2011). Focus on central venous pressure monitoring in acute care setting. Journal of Nursing2011, 39-43

Damman, K., Deursen, V. M., Navis, G., Voors, A. A., Valduisen D. J., Hillege, H. L. (2009). Increased central venous pressure is associated with impaired renal function and mortality in a broad spectrum of patients with cardiovascular disease. Journal of the American College of Cardiology, 53(7), 582-588

Dellinger, R. P., Levy, M. M., Rhodes, A., Annane, D. (2013). Sepsis campaign : International guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Critical Care Medicine Journal, 41(2), 580-637

19

Page 20: Jurnal Fix

Jain, R. K., Antonio, B. L., Bowton, D. L., Houle, T. T., MacGregor, D. A. (2010). Variability in central venous pressure measurements and the potentiaal impact on fluid management. SHOCK, 33(3), 253-257

Marik, E. Paul, Monnet, X., Teboul, J. (2011). Hemodynamic parameters to guide fluid therapy. Annals of Intensive Care, 1(1), 1-9

Notoadmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Rivers, M., Nguyen, B., Havstad, S., Ressler, J., ...., Tomlanovich, M. (2001). Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. The New England Journal of Medicine, 345(19), 1368-1377

Uthoff, H., Breidthard, T., Klima, T., Aschwanden, M., Arenja, N., ...., Mueller, C., (2011). Central venous pressure and impaired renal function in patients with acute heart failure. European Journal of Heart Failure, 13, 432-439

Woods, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. U., Bridges, E. J. (2010). Cardiac Nursing (6th ed.). Philadelphia, PA : Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins

20