analisis seminar jurnal fix

43
ANALISIS JURNAL “PENGARUH PEMBERIAN POSISI MIRING KIRI TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH SETELAH ANESTESI SPINAL PADA PASIEN SECTIO CAESARIAOLEH : IDA BAGUS PUTU SURYA WEDATAMA (0902105046) I PUTU AGUS PRAWITA STYAWAN (0902105068) NI KOMANG TRISNA DEWI (0902105041) DEWA AYU PRADNYANI PRABAWATI (0902105042) NI MADE EUIS DWI SARASWATI (0902105088) PUTU WIRA PRAMANA (0902105069) I GUSTI PUTU AGUS INDRA DIPUTRA (0902105016)

Upload: guzz-indra

Post on 25-Sep-2015

46 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

ANALISIS JURNALPENGARUH PEMBERIAN POSISI MIRING KIRI TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH SETELAH ANESTESI SPINAL PADA PASIEN SECTIO CAESARIA

OLEH :IDA BAGUS PUTU SURYA WEDATAMA (0902105046)I PUTU AGUS PRAWITA STYAWAN (0902105068)NI KOMANG TRISNA DEWI

(0902105041)DEWA AYU PRADNYANI PRABAWATI (0902105042)NI MADE EUIS DWI SARASWATI

(0902105088)PUTU WIRA PRAMANA

(0902105069)I GUSTI PUTU AGUS INDRA DIPUTRA (0902105016)PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA2014BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGSectio caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (sumber, tahun). Saat ini pembedahan sectio caesaria jauh lebih aman dibandingkan masa sebelumnya karena tersedianya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih baik, serta teknik anestesi yang lebih sempurna. Hal inilah yang menyebabkan saat ini timbul kecenderungan untuk melakukan sectio caesaria tanpa adanya indikasi yang cukup kuat (Hardiyanto, 2006). Maraknya bedah caesar tak luput dari kemajuan teknologi misalnya pemeriksaan ultrasonografi (USG) sehingga dapat di deteksi bayi yang esktra besar, posisi bayi sungsang, plasenta tidak sehat, terlilit plasenta. Selain itu, tuntutan caesar juga sering hanya berdasar keinginan pasien untuk memiliki vagina yang utuh tanpa tergores kepala bayi yang lahir alami (Handayani & Chairani, 2013).Pada kehamilan normal, organ jantung ibu akan mendapat beban untuk memenuhi kebutuhan selama kehamilan dan juga beban dari berbagai penyakit jantung yang mungkin diderita selama kehamilan (Hardiyanto, 2006). Pada proses kehamilan normal, tubuh akan beradaptasi terhadap perubahan fisiologis yang terjadi. Perubahan fisiologis tersebut antara lain adanya peningkatan tekanan darah, volume darah, tekanan darah perifer. Pada proses kehamilan, darah mengalir sekitar 625 ml melalui plasenta per menit selama bulan terakhir kehamilan sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan cardiac output sekitar 30 ke 40 persen di atas normal pada minggu ke 27. Sementara denyut nadi akan meningkat menjadi 10 kali/ menit. Volume darah meningkat sekitar 40 % pada kehamilan normal (Guyton, 2006 dalam Tobing, 2013). Kenaikan tekanan pembuluh darah perifer terjadi karena adanya peningkatan volume air total pada tubuh ibu dan hal ini sering menimbulkan edema perifer serta vena verikosa bahkan pada kehamilan normal (Hardiyanto, 2006). Kondisi pada ibu hamil, alirah darah uterus secara langsung ditentukan oleh tekanan darah maternal, oleh karena itu hipotensi akibat anestesi spinal yang tidak dikelola dengan baik akan berpengaruh buruk terhadap ibu dan janin (Nisa, 2013).Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Beberapa teknik anestesi regional yang biasa digunakan pada pasien obstetri yaitu blok paraservikal, blok epidural, blok subarakhnoid, dan blok kaudal (hardiyanto, 2006). Teknik anestesi yang umumnya digunakan dalam sectio caesaria adalah dengan menggunakan teknik anestesi spinal. Anestesi spinal sendiri didapatkan dengan menyuntikkan obat anestesi lokal secara langsung ke dalam cairan serebrospinalis di dalam ruang subaraknoid (Nisa, 2013). Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan pilihan utama dalam tindakan sectio caesaria. Alasan pemilihan anestesi spinal karena rendahnya efek samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya aspirasi pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri pasca operasi (Morgan, 2006 dalam Tobing, 2013).Proses persalinan dengan menggunakan metode sectio caesaria perlu diperhatikan dengan serius, karena proses persalinan ini memiliki risiko yang dapat membahayakan keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya (Nisa, 2013). Pemberian anestesi spinal sering diikuti oleh efek samping tertentu seperti hipotensi. Insiden terjadinya hipotensi pada anestesi spinal cukup signifikan, dimana dilaporkan pada literatur memiliki angka di atas 83%. Pada beberapa penelitian pula menyebutkan insidensinya mencapai 8 33 %. Hipotensi tersebut terjadi dikarenakan adanya blokade saraf simpatis yang berakibat pada penurunan resistensi vaskular sistemik dan perifer sehingga terjadi penurunan cardiac output (Surya, 2011 dalam Tobing, 2013). Keadaan ini tidak boleh terjadi karena ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak adekuat sehingga oksigenasinya tidak adekuat. Hal inilah yang menyebabkan perlunya pemantauan tekanan darah dan nadi selama proses operasi sectio caesaria (Nisa, 2013).Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya hipotensi pasca anestesi spinal yang telah diteliti, karena memiliki efek yang membahayakan pada neonatus ataupun maternal. Prosedur pergeseran uterin ke arah lateral merupakan salah satu prosedur tetap dalam mencegah hipotensi. Strategi lain adalah preload cairan intravena, kompresi pada kaki dan vasopressor profilaksis (Singh, 2009 dalam Tobing, 2013).Handayani dan Chairani (2013) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa pemberian posisi miring kiri setinggi 10 sampai 15 dari meja operasi, dengan posisi pasien supine terlentang dan memberikan bantal yang telah didesain pada bokong sebelah kanan selama lima menit, sehingga anggota badan bagian kanan lebih tinggi dari pada anggota tubuh bagian kiri dapat membuat kondisi tekanan darah dalam keadaan stabil. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk menganalisis jurnal mengenai Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria.B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana analisis PICOT pada jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria?2. Bagaimana implikasi keperawatan dalam penerapan pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria?3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari penerapan pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria?4. Bagaimana aplikasi di lapangan terkait penerapan pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria?C. TUJUAN1. Untuk mengetahui analisis PICOT pada jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria.2. Untuk mengetahui implikasi keperawatan dalam penerapan pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria.3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria.4. Untuk mengetahui aplikasi di lapangan khususnya di Ruang OK IBS RSUD Wangaya terkait penerapan pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah setelah anestesi spinal pada pasien sectio caesaria.D. MANFAAT1. Sebagai kajian dalam analisis jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria2. Sebagai informasi ilmiah di bidang keperawatan bedah dalam penerapan pencegahan hipotensi pada pasien yang menjalani operasi sectio caesaria dengan anestesi spinal dalam jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio CaesariaBAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Konsep Dasar Sectio Caesaria1. PengertianSectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).2. Etiologia. Indikasi Ibu Panggul sempit absolute Placenta previa Ruptura uteri imminen Partus lama Partus tak maju Perdarahan antepartum Pre eklampsia, dan hipertensia. Indikasi Janin Kelainan Letaka. Letak lintangBila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.b. Letak belakangSectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga. Gawat Janin Janin Besar Kontra Indikasi Janin Mati Syok, anemia berat. Kelainan congenital Berat3. Tujuan sectio caesareaTujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.4. Manifestasi klinisPersalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara lain : Nyeri akibat ada luka pembedahan Adanya luka insisi pada bagian abdomen Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru Terpasang kateter urinarius Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah, imobilisasi Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.5. Jenis-jenis sectio caesareaa. Abdomen (SC Abdominalis)1. Sectio Caesarea TransperitonealisSectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat,tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.2. Sectio caesarea profundaSectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih.

3. Sectio caesarea ekstraperitonealisMerupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : Sayatan memanjang (longitudinal) Sayatan melintang (tranversal) Sayatan huruf T (T Insisian)c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.Kelebihan : Mengeluarkan janin lebih memanjang Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distalKekurangan : Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm.Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum Perdarahan kurang Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecilKekurangan : Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.6. Komplikasia. Infeksi Puerpuralis Ringan: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja. Sedang: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.b. Pendarahan disebabkan karena : Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka Atonia Uteri Pendarahan pada placenta bledc. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi.d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.7. PrognosisDengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998).8. Pemeriksaan penunjanga. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksic. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darahd. Urinalisis / kultur urinee. Pemeriksaan elektrolit9. Penatalaksanaana. Pemberian cairanKarena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.a. DietPemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.b. MobilisasiMobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.3. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.c. KateterisasiKandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.d. Pemberian obat-obatan1. AntibiotikCara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu3. Obat-obatan lainUntuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. Ce. Perawatan lukaKondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan digantif. Perawatan rutinHal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan. (Manuaba, 1999)B. Anestesi Spinal1. Definisi anestesi spinal Anestesi spinal ( subarachnoid ) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal / subarachnoid disebut juga sebagai analgesi / blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub araknoid di daerah antara vertebra L2 - L3 atau L3 - L4 atau L4 - L5. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.2. Indikasi anestesi spinal (Latief, 2002)Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan tindakan: 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetrik - ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan 3. Kontraindikasi anestesi spinal Absolut a. Kelainan pembekuan Bahayanya adalah bila jarum spinal menembus pembuluh darah besar, perdarahan dapatberakibat penekanan pada medula spinalis. b. Koagulopati atau mendapat terapi koagulan c. Tekanan intrakranial yang tinggi Menyebabkan turunnya atau hilangnya liquor sehingga terjadi penarikan otak. d. Pasien menolak persetujuan e. Infeksi kulit pada daerah pungsi f. Fasilitas resusitasi minim g. Kurang pengalaman atau / tanpa didampingi konsultan anestesi. h. Hipotensi, sistolik di bawah 80 90 mmHg, syok hipovolemik Relatif a. Infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi ) b. Infeksi sekitar tempat suntikan c. Nyeri punggung kronis d. Kelainan neurologis e. Penyakit saluran nafas . Blok spinal medium atau tinggi dapat menurunkan fungsi pernafasan. f. Penderita psikotik, sangat gelisah, dan tidak kooperatif ( kelainan psikis ). g. Distensi abdomen. Anestesi spinal menaikkan tonus dan kontraktilitas usus yang dikhawatirkan dapatmengakibatkan perforasi usus. h. Bedah lama i. Penyakit jantung 4. Faktor yang mempengaruhi tinggi blok anestesi spinal a. Volume obat analgetik lokal : makin besar makin tinggi daerah analgesia. b. Konsentrasi obat : makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia. c. Barbotase : penyuntikan dan aspirasi berulang - ulang meninggikan batas daerah analgetik. d. Kecepatan : penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatanpenyuntikan yang dianjurkan : 3 detik untuk 1 ml larutan. e. Maneuver valsava : mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi. f. Tempat pungsi : pengaruhnya besar pada L4 - 5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal ( saddle block ) pungsi L2 - 3 atau L3 - 4 obat cenderung menyebar ke cranial.g. Berat jenis larutan : hiper, iso atau hipo barik. h. Tekanan abdominal yang meningkat : dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. i. Tinggi pasien : makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang diperlukan ( berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis obat ). j. Waktu : setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien. 5. Komplikasi anestesi spinala. Komplikasi tindakan 1. Hipotensi berat 2. Bradikardi 3. Hipoventilasi 4. Trauma saraf 5. Mual - muntah 6. Gangguan pendengaran 7. Blok spinal tinggi atau spinal total b. Komplikasi pasca tindakan 1. Nyeri tempat suntikan 2. Nyeri punggung 3. Nyeri kepala karena kebocoran liquor 4. Retensio urine 5. Meningitis C. Hemodinamika Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh sirkulasi darah terhadap setiap luas dinding pembuluh (Guyton, 2008). Pada setiap detak jantung, tekanan darah bervariasi antara tekanan maksimum ( sistolik ) dan minimum ( diastolik ). Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah dipompa ke dalam pembuluh tersebut selama sistol ventrikel jantung disebut tekanan darah sistolik ( TDS ), rata rata adalah 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar ke pembuluh hilir sewaktu diastol ventrikel jantung disebut tekanan darah diastolik ( TDD ), rata - rata 80 mmHg.Tekanan darah ditentukan oleh tahanan vaskuler sistemik dan curah jantung. Curah jantung ditentukan oleh laju nadi dan stroke volume, sementara stroke volume sendiri dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, after load, dan preload, dimana hal ini semua berhubungan dengan venous return. Venous return sendiri dipengaruhi oleh gravitasi ( gaya berat ), tekanan intratorakal dan derajat tonus venomotor. Tahanan vaskuler sistemik ditentukan oleh tonus simpatis vasomotor dan dipengaruhi oleh hormon - hormon seperti renin, angiotensin, aldosteron, dan hormon antidiuretik, metabolik lokal (pada jaringan dan darah), serta konsentrasi O2 dan CO2 (Kol IO, 2009) Perubahan dalam mikrosirkulasi juga mempengaruhi tekanan arterial, faktor tersebut bertanggung jawab untuk autoregulasi terhadap aliran darah. Ada dua mekanisme utama yaitu miogenik dan kimia. Aksi autoregulasi miogenik melalui reseptor regangan pada dinding pembuluh darah dimana akan menyebabkan konstriksi ketika tekanan menurun. Autoregulasi kimia dipengaruhi oleh konsentrasi lokal dari metabolit vasoaktif.1. Faktor Faktor Yang Berpengaruh Pada Tekanan Darah a. Tahanan Vaskuler PeriferBlok simpatis yang terbatas pada daerah thorax bagian bawah dan tengah menyebabkan vasodilatasi dari anggota badan di bawahnya dengan kompensasi vasokontriksi anggota badan atasnya. Bila blokade meluas lebih tinggi, vasodilatasi akan meningkat, dan beberapa saat kemudian kemampuan untuk vasokontriksi sebagai kompensasi akan menurun (Covino, 1994). b. Curah Jantung Anestesi spinal yang meluas sampai ke level torakal bagian atas atau servikal, menyebabkan pengurangan yang nyata pada curah jantung karena adanya perubahan pada laju nadi, venous return dan kontraktilitas (Covino, 1994). c. Laju Nadi Serabut simpatis dari T1 - T5 mengontrol laju nadi. Anestesi spinal yang memblokade serabut tersebut menyebabkan denervasi yang nyata dari persyarafan simpatis jantung. Sebagaimana normalnya derajat tonus 14 simpatis terhadap jantung, denervasi tersebut menyebabkan penurunan laju nadid. Stroke volume Stroke volume dapat berkurang selama spinal anestesi tinggi dengan pengurangan pada venous return dan penurunan kontraktilitas jantung.e. Venous Return Pada pasien yang tonus simpatisnya sudah dihilangkan, venous return akan tergantung pada gaya berat dan posisi tubuh. Kontrol simpatis pada sistem pembuluh darah sesungguhnya untuk mempertahankan venous return dan kardiovaskuler homeostasis selama perubahan postural. Pembuluh darah vena membentuk sistem tekanan darah dan merupakan proporsi yang besar dalam darah sirkulasi. Ketika anestesi spinal menghasilkan blokade simpatis, kontrol tersebut hilang dan venous return tergantung gravitasi. Pada anggota badan yang berada dibawah atrium kanan, pembuluh darah yang didenervasi akan dilatasi, sehingga menyimpan sejumlah besar volume darah. Gabungan dari penurunan venous return dan curah jantung serta dengan penurunan tahanan perifer dapat menyebabkan hipotensi yang hebat (Covino, 1994)f. Kontraktilitas Blokade persyarafan simpatis jantung dapat menyebabkan penurunan inotropism atau sifat inotropiknya yang mengakibatkan penurunan pada cardiac output.Anestesi spinal menyebabkan terjadinya blokade simpatis dimana serabut saraf simpatis preganglion terdapat dari T1 - L2 sedangkan serabut parasimpatis preganglion keluar dari medulla spinalis melalui serabut cranial dan sacral. Blok simpatis ini mengakibatkan ketidakseimbangan otonom dimana parasimpatis menjadi lebih dominan. Tonus vasomotor dipengaruhi oleh serabut simpatis dari T5 sampai L1 yang mensarafi otot polos arteri dan vena. Apabila terjadi pemblokan simpatis maka otot polos pada arteri akan berdilatasi dan mengakibatkan hipotensi, penurunan detak jantung dan kontraktilitas jantung. Hal ini disebabkan oleh menurunnya resistensi vaskuler sistemik dan curah jantung (Hartman, 2002). Pada keadaan ini terjadi pooling darah dari jantung dan thorax ke mesenterium, ginjal, dan ekstremitas bawah. Manifestasi fisiologi yang umum pada anestesi spinal adalah hipotensi dengan derajat yang bervariasi dan bersifat individual. Derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan obat lokal anestesi ke dalam ruang subarachnoid dan meluasnya blok simpatis.D. Hemodinamika Kehamilan NormalSirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula, mammae dan alat-alat lain yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah banyak, kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output yang meninggi sebanyak kira-kira 30%. Akibat hemodilusi tersebut, yang mulai jelas timbul pada kehamilan 16 minggu, ibu yang mempunyai penyakit jantung dapat jatuh dalam keadaan dekompensasi cordis.Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi keperluan transport zat asam yang dibutuhkan sekali dalam kehamilan. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar, sehingga konsentrasi hemoglobin dalam darah menjadi lebih rendah. Hal ini tidak boleh dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah hemoglobin pada wanita hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada sewaktu belum hamil. Jumlah leukosit meningkat sampai 10.000/ml, dan produksi trombositpun meningkat pula. Gambaran protein dalam serum berubah; jumlah protein, albumin dan gamma globulin menurun dalam triwulan pertama dan baru meningkat perlahan-lahan pada akhir kehamilan, sedangkan betaglobulin dan bagian-bagian fibrinogen terus meningkat. Laju endap darah pada umumnya meningkat sampai empat kali, sehingga dalam kehamilan tidak dapat dipakai sebagai ukuran. Segera postpartum, sirkulasi antara uterus dan plasenta berhenti, sejumlah darah untuk sirkulasi umum akan membebani jantung dan bila ada visium cordis, dapat timbul dekompensasio cordis. Setelah partus, terjadi pula hemokonsentrasi dengan puncaknya pada hari ke 3-5 postpartum. Hal ini harus juga diperhatikan jika berhadapan dengan ibu yang menderita visium cordis. Dengan adanya hemokonsentrasi dapat diduga pula bahwa ada konsentrasi trombosit, dan sebagainya.BAB IIIPEMBAHASANA. ANALISIS JURNALPICOTPopulationPopulasi dalam penelitian ini yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi dalam kurun waktu tertentu. Sampel penelitian ini berjumlah 17 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik Non probability sampling jenis consecutive sampling yaitu pengambilan sampel tidak berdasarkan peluang. Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah ibu hamil aterm yang dilakukan sectio caecaria dengan anastesi spinal, ibu tidak memiliki riwayat keluhan penyakit cardivaskuler sebelum kehamilan, ibu hamil yang mengalami hipotensi setelah pemberian anastesi spinal, ibu hamil yang mendapatkan obat Marcain dosis 0,5% heavy 3cc, tingginya segmen penyuntikan lumbal 3-4, posisi saat penyuntikan adalah posisi lateral dekubitus, kekuatan penyuntikan 5 detik dan cairan loading yang diberikan koloid 500cc.InterventionPada jurnal yang berjudul Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anastesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria intervensi yang diberikan yaitu posisi miring setinggi 100 sampai 150 dari meja operasi, dengan posisi pasien supine terlentang dan memberikan bantal yang telah didisain pada bokong sebelah kanan selama lima menit, sehingga anggota badan bagian kanan lebih tinggi daripada anggota badan bagian kiri. Penelitian ini melibatkan nomurator yaitu perawat anastesi atau dokter ahli anastesi yang telah dilate cara pemberian posisi miring kiri dan mengukur tekanan darah sebelum diberikan spinal anastesi, dan mengukur tekanan darah dalam rentang waktu lima menit setelah diberikan spinal anastesi.ComparisonDalam jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anastesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria dilakukan perbandingan antara tekanan darah sebelum diberikan posisi miring kiri dan setelah diberikan posisi miring kiri pada ibu hamil yang akan dilakukan tindakan bedah section caesaria. Hal yang dibandingkan meliputi tekanan sistole dan diastole sebelum maupun setelah diberkan posisi miring kiri dalam selisih waktu 5 menit. Selain itu juga dibandingkan nilai rata-rata tekanan darah dan 5 menit setelah pemberian posisi miring kiri pada pasien section caesaria. Jika dibandingkan dengan posisi duduk, posisi miring ini lebih efektif diterapkan, karena menurut jurnal yang berjudul Perbedaan Perubahan Hemodinamik Teknik Anastesi Spinal Posisi Duduk dan Miring Kiri Pada Pasien Seksio Sesarea posisi miring kiri tidak mempengaruhi hemodinamik pada nadi dan saturasi oksigen sebelum serta sesudah induksi anastesi spinal.Menurut Dobson M. B. (1994), saat kehamilan uterus akan menekan vena kava inferior pada saat pasien terlentang, ini akan menyebabkan curah jantung menurun. Juga bisa terjadi penurunan hebat tekanan darah (supine hypotension syndrome). Pada saat anestesi umum atau spinal, kemampuan vasokonstriksi hilang, sehingga tekanan darah akan menurun sampai tingkat yang membahayakan ibu dan janin. Hipotensi yang terjadi pada saat terlentang dapat dicegah dengan jangan membaringkan ibu pada posisi terlentang penuh. Letakkan bantal dibawah salah satu panggul, sehingga uterus akan mengarah ke satu sisi.Menurut Ueland, (1981) pada posisi terlentang terjadi penurunan rata-rata tekanan darah dari 124/72 mmHg menjadi 67/38 mmHg; penurunan rata-rata curah jantung 34% (dari 5400 menjadi 3560 ml/menit) dan isi sekuncup 44% (62 menjadi 35 ml). Sedangkan denyut jantung mengalami kenaikan rata-rata 17% (90 menjadi 109 kali/menit). Pengaruh pengeluaran bayi terhadap hemodinamik menunjukkan kenaikan rata-rata curah jantung 52% (2880 ml/menit) dan isi sekuncup 67% (42,2 ml); sedangkan denyut jantung menurun 11 kali/menit, disertai kenaikan rata-rata tekanan sistolik 21,8 mmHg, diastolik 6,3 mmHg, kenaikan tekanan vena sentral dari 4,9 menjadi 6,75 cm H2O. Keadaan ini disebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam sirkulasi utama akibat kontraksi uterus. Dengan mengubah posisi pasien dari terlentang menjadi lateral dapat menaikkan isi sekuncup 44,1%, menurunkan denyut jantung sebanyak 4,5%, dan menaikkan curah jantung 33,5%. Maka pasien yang akan dioperasi harus dibawa pada posisi miring.Jurnal yang berjudul Perbedaan Tekanan Darah Pasca Anatesi Spinal dengan Pemberian Preload 20cc/kgBB Ringer Laktat (RL) dan tanpa pemberian preload (TP) mengatakan bahwa adanya perbedaan penurunan tekanan darah yang bermakna antara pemberian preload dan tanpa pemberian preload pasca anastesi spinal. Secara statistic tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolic dan tekanan arteri rerata pada kelompok preload ringer laktat tidak mengalami penurunan tekanan darah yang bermakna pada menit-menit awal setelah anastesi spinal sampai menit ke 15, kemudian perubahan tekanan darah menjadi stabil kembali karena adanya peran efedrin untuk membantu menstabilkan tekanan darah. Sesuai dengan penelitian Vercauteren, et.al., dalam penelitiannya mengatakan pemberian ephedrine sebelum anastesi spinal juga dapat digunakan sebagai tindakan preventif terjadinya hipotensi.Outcome

Distribusi tekanan darah (systole dan diastole) sebelum dan sesudah pemberian posisi miring kiri pada kelompok ibu hamil yang akan Sectio Caesaria di ruang kamar bedah Rumah Sakit Pusat PertaminaVariabelMean (SD) n=17Medium n=17Min-Mak n=17

SebelumSesudahSebelumSesudah Sebelum Sesudah

Tekanan sistol99.59 (15.038)112.29 0(15.475)94.0111.0071-12587-137

Tekanan diastole 58.65 (10.398)63.12 (9.137)60.063.0038-7449-75

Perbedaan rata-rata tekanan darah sebelum dan 5 menit setelah pemberian posisi miring kiri pada pasien Sectio Caesaria di kamar bedah Rumah Sakit Pusat PertaminaVariable Sebelum posisi miring kiri mean (SD)Setelah posisi miring kiri mean (SD)Hasil Uji statistic

Tekanan systole99.59 (15.038)112.29 (15.475)t=7.458; p=0.000

Tekanan diastole58.65 (10.398)63.12 (9.137)t=3.126; p0.000

TimePada jurnal ini penelitian dilaksanakan pada tanggal 17 februari 2010 sampai dengan 12 Maret 2010 di Ruang kamar bedah Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta.B. IMPLIKASI KEPERAWATANPada jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anastesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria dijelaskan bahwa ada peningkatan tekanan darah systole dan diastole pada pasien yang akan dilakukan section caesaria setelah mendapatkan anastesi spinal dan pemberian posisi miring kiri selama 5 menit. Kondisi ini menunjukkan pemberian posisi miring kiri efektif dalam meningkatkan tekanan darah pada upaya pencegahan terjadinya hipotensi berat.Peran perawat dalam penerapan jurnal ini adalah sebagai educator dimana perawat berperan besar untuk memberikan informasi kepada pasien maupun keluarga mengenai operasi sectio caecaria dengan menggunakan spinal anastesi. Informasi yang diberikan yaitu prosedur operasi, bagaimana cara kerja dari anastesi spinal, lokasi penyuntikan anastesi, posisi pasien saat di suntikkan obat anastesi, lamanya efek dari anastesi, dan efek setelah disuntikkan obat anastesi.Perawat juga berperan sebagai care giver yaitu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap pasien dengan tindakan section caesaria yang diberikan spinal anastesi. Pemberian posisi miring kiri ini merupakan salah satu bentuk intervensi mandiri dalam upaya pencegahan sindrom hipotensi terlentang pada ibu hamil trimester ke tiga. Adanya intervensi pemberian posisi miring kiri ini dapat membuat kondisi tekanan darah pasien stabil. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai dasar protap tindakan keperawatan perioperatif pada pasien yang akan dilakukan sectio caecaria dengan teknik pembiusan spinal anastesi. Tentunya sebelum hal ini direalisasikan perlunya ada kajian lebih lanjut mengenai pemberian posisi miring kiri ini. Sehingga disini peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan, untuk mengembangkan penelitian terkait. Perawat dapat meneliti lebih lanjut apakah posisi miring kiri juga berpengaruh terhadap perubahan nadi, respirasi ataupun saturasi oksigen pasien. Perawat juga dapat meneliti intervensi lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tekanan darah pasien dengan spinal anastesi. Selain sebagai advokat, perawat juga memiliki peran sebagai konselor, dimana perawat menjadi tempat konsultasi bagi pasien dan keluarga. Pasien dapat berkonsultasi pada perawat sebelum dilakukan tindakan sectio caesaria, sehingga diharapkan dengan berkonsultasi mengenai prosedur tindakan bedah dan pembiusan yang digunakan, rasa khawatir pasien sebelum operasi dapat berkurang. Perawat juga berperan sebagai fasilitator, untuk menfasilitasi pasien dan keluarga jika ada hal-hal yang belum dimengerti mengenai prosedur operasi ataupun pembiusan.Peran perawat yang tidak kalah pentingnya lagi adalah sebagai coordinator, dimana perawat melakukan koordinasi. Di dalam ruang operasi perawat dapat melakukan koordinasi terhadap petugas kesehatan baik dengan perawat lainnya ataupun dokter. Dengan adanya intervensi pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah, perawat dapat berkoordinasi dengan dokter atau rekan perawat lainnya untuk mengkaji lebih lanjut efektifitas posisi ini. Jika posisi miring kiri ini efektif untuk meningkatkan tekanan darah dan tidak ada efek samping maka intervensi ini dapat diterapkan. C. KELEMAHAN JURNAL1. Penelitian pada Jurnal hanya meneliti Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria tanpa menggunakan kelompok kontrol.2. Pengontrolan terhadap variabel perancu belum optimal, seperti faktor umur, psikologis, serta faktor lingkungan, penyakit penyerta dan kondisi lingkungan perawatan yang berdampak terhadap hasil penelitian ini.3. Pada penelitian ini, peneliti tidak berperan penuh dalam proses pemberian posisi miring kiri karena sudah dilakukan oleh perawat anasthesi dan TIM bedahD. KELEBIHAN JURNAL1. Disain penelitian pada jurnal adalah Pre-eksperimental One group Pretest postest design penelitian yang menggunakan variabel yang dikontrol secara ketat untuk mendapatkan hasil terhadap perlakuan yang diberikan pada satu kelompok penelitian sehingga didapatkan hasil penelitian yang akurat.2. Intervensi pada penelitian yang dilakukan sangat sederhana, hanya dengan memiringkan pasien tanpa menggunakan alat atau peraga, sehingga sedikit biaya yang dikeluarkan.3. Intervensi dari tindakan posisi miring 10-150 ini dapat dilakukan oleh perawat sendiri di ruangan operasi secara segera setelah induksi blok spinal anastesi sehingga yang akan memberikan intervensi ini untuk diaplikasikan di lapangan sudah tersedia.4. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik Non probability sampling jenis consecutive sampling yaitu pengambilan sampel tidak berdasarkan peluang. Semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi dalam kurun waktu tertentu.E. Aplikasi Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anastesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria

Saat ini untuk mencari informasi baru sangat mudah, karena saat ini sudah didukung oleh internet. Dengan internet kita dapat mencari hal baru dengan cepat dan mudah, begitupula dengan mencari informasi mengenai kesehatan. Pada jurnal Posisi Miring Pengaruh Pemberian Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anastesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria lebih berfokus pada bidang perioperatif. Intervensi yang diberikan sangat mudah yaitu dengan pemberian posisi miring 10-150. Tindakan ini dapat diaplikasikan dengan mudah karena tidak memerlukan peralatan yang rumit dan biaya yang banyak serta mudah dilaksanakan. Walaupun demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai intervensi ini jika dilakukan pada pasien diluar kriteia inklusi pada jurnal Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anastesi Spinal Pada Pasien Sectio Caesaria. Tindakan yang biasa dilakukan di lapangan adalah dengan memberikan cairan infus kristaloid (Ringer Laktat) secara cepat dengan memberikan dalam waktu 10 menit segera setelah penyuntikan anastesi spinal. Apabila dengan loading cairan infus tersebut tidak meningkatkan tekanan darah biasanya pasien akan mendapatkan obat vasopressor secara intravena sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Melihat dari aplikasi yang telah biasa dilakukan untuk mengatasi hipotensi pada pasien tersebut, maka intervensi dari tindakan pemberian posisi miring 10-150 memiliki keuntungan dan kelebihan dari tindakan yang telah biasa dilakukan di lapangan, serta sangat mudah dilakukan. BAB IVPENUTUP SIMPULAN1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh pemberian posisi miring kiri terhadap peningkatan tekanan darah dapat di tarik simpulan bahwa ada peningkatan tekanan darah systole dan diastole pada pasien yang akan dilakukan sectio caesaria setelah mendapatkan anestesi spinal yang bermakna setelah pemberian posisi miring kiri selama 5 menit. Kondisi ini menunjukkan pemberian posisi miring kiri efektif dalam meningkatkan tekanan darah pada upaya pencegahan terjadinya hipotensi berat2. Peran Perawat yang utama dalam hasil penelitian ini adalah sebagai care giver yaitu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap pasien dengan tindakan section caesaria yang diberikan spinal anastesi. Pemberian posisi miring kiri ini merupakan salah satu bentuk intervensi mandiri dalam upaya pencegahan sindrom hipotensi yang dapat diterapkan oleh perawat perioperatif.3. Melihat dari kekurangan dan kelebihan jurnal ini, tindakan pemberian posisi miring sebesar 10-150 masih aman untuk dapat dilakukan melihat dari minimalnya kontraindikasi dan komplikasi dari tindakan dan memberikan hasil yang cukup baik untuk mencegah hipotensi berat. SARAN --> lebih mengarah kepada perawat terutama perawat yg tugas diruang pulih utk dpt mengaplikasikan hasil penelitian ini. Setelah mhsw menganalisis jurnal tsbt, apkh layak diaplikasikan dilapangan atau tdk, bila layak mengapa, bila tdk mrngapa, atau dibutuhkan study ulang, krn apa dibutuhkan study ulang, misal krn analisis yg salah atau kesimpulan yg sangat lemah, atau hal lain yg dilihat mhsw saat menganalisa jurnal tsbt...Bagi perawat agar dapat melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai pemberian posisi miring kiri ini. Sehingga disini peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan, untuk mengembangkan penelitian terkait. Perawat dapat meneliti lebih lanjut apakah posisi miring kiri juga berpengaruh terhadap perubahan hemodinamik lainnya seperti perubahan nadi, respirasi ataupun saturasi oksigen pasien DAFTAR PUSTAKABagian Anestesiologi dan terapi intensif. 2010. Anestesiologi. Semarang: FKUNDIP Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGCCovino BG, Scott DB, Lambert DH. 1994. Handbook of spinal anaesthesia and analgesia. : 1-168.Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification (NIC).Missouri : MosbyGuyton AC. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC Handayani, Wiwi dan Reni Chairani. 2013. Pengaruh Pemberian Posisi Miring Kiri Terhadap Peningkatan Tekanan Darah Setelah Anestesi Spinal Pada PasienHardiyanto, Ismar Tri. 2006. Pengaruh Anestesi Spinal Terhadap HemodinamikKol IO. 2009. The effects of intravenous ephedrine during spinal anesthesia for cesarean. delivery: a randomized controlled trial. J Korean Med Sci; 24: 883-8.Latief SA, Kartini AS, Ruswan DM. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi Ed 2. Jakarta : FK UI; 133-140. Liguori GA. 2007. Hemodynamic Complications, Complications in Regional Anesthesia and Pain Medicine .1st ed; 43 52. Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGCManuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGCMochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGCMoorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : MosbyNANDA Internasional 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC Nisa, Alia Sajida. 2013. Pengaruh Perbedaan Pemberian Loading 500 cc Hes 130 dan HES 200 Terhadap Tekanan Darah pada Anestesi Spinal Pasien Sectio Caesaria, (online), (http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico/article/viewFile/4880/4715, diakses : 20 Juni 2014)pada Penderita dengan Seksio Sesarea, (online), (http://eprints.undip.ac.id/18973/1/ismar.pdf, diakses : 20 Juni 2014)Salinas FV. 2009. Spinal anesthesia. A practical approach to regional anesthesia.4th ed; 60 102. Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan. Cetakan ke-4. Jakarta : PT GramediSectio Caesaria, (online), (http://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/94JURNAL_WIWI_RENI.pdf, diakses : 17 Juni 2014)Tobing, Jonathan. 2013. Efektivitas Antara Pemberian Hes 130/0,4 Dengan Efedrin Dalam Mencegah Hipotensi Pada Pasien Seksio Sesarea Dengan Anestesi Spinal, (online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35224/5/Chapter%20I.pdf, diakses : 21 Juni 2014)Viscomi CM. 2004. Spinal anesthesia, regional anesthesia, 114 127