jurnal skripsi fix
TRANSCRIPT
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 1
ANALISA PENGARUH BUKAAN KERAN TEHADAP KINERJA
KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR (SOLAR WATER HEATER)
DENGAN KAPASITAS 19 LITER
Gamma Kus Sam Rohkmatulloh (02.2009.1.08060)
Jurusan Teknik Mesin,
Fakultas Teknologi Dan Industri,
Institut Teknologi Adhitama Surabaya
Abstrak
Indonesia akan kaya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan salah satu energi yang
terbarukan adalah energi surya atau panas matahari yang cukup melimpah dengan rata rata
4,5 kwh/m2/hari. Radiasi yang dihasilkan akan dikonversikan menjadi energi termal misal
untuk pemanas air dengan alat yang biasa disebut solar water heater Penelitian ini bertujuan
untuk menunjukkan pengaruh bukaan keran dengan variasi laju aliran massa fluida terhadap
efisiensi kolektor surya pemanas air (solar water heater) konfigurasi pipa pemanas miring.
Penelitian ini menggunakan bukaan keran dengan laju aliran massa fluida yaitu 0,07432 L/s
(open fully valve) ; 0,06944 (2/3 open fully valve) ; 0,05676 L/s (1/3 fully open valve).
Dari hasil tes menunjukkan bahwa efisiensi laju aliran massa fluida dicapai optimum pada
bukaan keran 1/3 open fully valve dengan suhu temperatur fluida keluar kolektor 49 C. hasil
ini cocok untuk keperluan rumah tangga.
Kata kunci : laju aliran massa fluida,konfigurasi sirip sirip pipa serpentist, jenis aliran fluida
dalam pipa
Abstract
Indonesia is rich in natural resources that can be utilized, one of the renewable energy is solar
energy or sunlight which is abundant with an average of 4,5 Kwh/m2/day. The radiation
produced would be converted into thermal energy, such as, for water heater with a tool called
a solar water heater. This research aims to show the influence of the opening tap with fluid
mass flow rate variation against the efficiency of a solar water heater collector in inclined
heater pipe configuration. This research applies the opening tap with a fluid mass flow rate
i.e 0,07432 L/s (Fully open valve) ; 0,06944 (2
3 open fully valve) ; 0,05676 (
1
3 open fully
valve). From the test result it shows that the optimum efficiency of fluid mass flow rate is at 1
3 open valve opening tap with the fluid temperature of 49 C when it goes out from the
collector. This is suitable for household needs.
Keyword : fluid mass flow rate, configuration of serpentist pipe fins, type of fluid flow in
pipe
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia akan kaya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan Salah satu energy yang
terbarukan adalah energy surya atau panas matahari yang cukup melimpah dengan rata rata
4,5 kwh/m2/hari.Radiasi yang dihasilkan akan dikonversikan menjadi energy thermal .misal
untuk pemanas air,pompa air. Metoda untuk pengkonversian dibahas secara rinci pada
teknologi thermal surya
Pemanfaatan energy surya banyak di gemari oleh industry pembuat system pemanas air
tenaga surya atau yang biasa disebut dengan solar water heater. Di Indonesia belum banyak
digunakan jika dibandingkan RRC yang mencapai 10 juta m2 yang telah terpasang dan
penjualan tahunan mencapai 3 juta m2 atau tiga kali dari yang terjual di eropa (Lex
Bosselaar,2001)
Gambar 1.1 Komponen penyusun Kolektor Surya
Gambar 1.2 Skema penangkapan radiasi surya ke kolektor
Simulasi Perhitungan Kebutuhan air panas yang dibutuhkan setiap hari banyaknya air hangat
( campuran air dingin dan panas ) akan dijelaskan sebagai berikut:
misal jumlah penghuni yang menggunakan air panas adalah 4 orang maka jika menggunakan
shower dan mandi pagi dan sore maka :
4 orang x 5 liter ( pemakaian shower ) = 20 liter
Jadi dalam satu hari dengan asumsi dua kali mandi dengan shower kita membutuhkan air
hangat sebanyak 40 liter
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 3
Penyerapan radiasi matahari sangat diperlukan dalam proses pengkonversian dari radiasi
surya menjadi energy thermal yang terkandung didalam fluida kerja. Pada kenyataanya
intensitas radiasi surya yang dihasilkan relative rendah sehingga untuk memperbesar radiasi
surya dengan cara memperbesar luas penampang kolektor menjadi komponen utama water
heater,diperlukan optimasi pada jumlah,model,desain spesifikasi pipa – pemanas, dan
pengaruh bukaan keran terhadap kinerja kolektor surya pemanas air
2.TINJAUAN PUSTAKA
Temperatur fluida yang masuk pipa tidak sama dengan temperatur air keluaran pipa
dikarenakan mengalami proses pemanasan selama air itu mengalir didalam pipa dan
Temperatur air masuk (Tfi) < Temperatur air keluar (Tfo). Fungsi temperatur air keluar
bergantung dari model efisiensi sirip dan rugi kehilangan kalor total dengan asumsi fungsi
linear dari Tf - Ta
Gambar 2.1 keseimbangan energi pada fluida masuk
Maka persamaanya bisa ditulis sebagai berikut :
........... (2.1)
Jika nilai y disubtitusikan dengan panjang (L) dan temperatur fluida disubtitusikan dengan
temperatur output (Tfo) maka persamaanya menjadi
Tfo− Ta−S
UL
Tfi− Ta−S
UL
= exp (−UL Ac F′
ṁCp) ......................... (2.2)
n W L merupakan Luasan kolektor = Ac sehingga persamaan 2.2 menjadi
Tfo− Ta−S
UL
Tfi− Ta−S
UL
= exp (−UL n W F′L
ṁCp) ........................ (2.3)
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 4
Dimana :
Tfo = temperatur keluaran air keluar (K)
Tfi = temperatur masukan air masuk (K)
ṁ = Laju aliran massa air (L/s)
W = jarak antar pipa dengan yang lainya (Meter)
L = panjang pipa (Meter)
Cp = kalor jenis fluida (kJ/kg K)
F’ = model efisiensi sirip total
S = total penerimaan panas radiasi oleh kolektor (W/m2) ;
UL = koefisien kehilangan kalor total (W/m2K)
Untuk mencari kehilangan kalor total (UL) perlu menghitung besarya koefisien kehilangan
kalor bagian atas (Ut) dari plat absorber kolektor surya dan koefisien kehilangan kalor bagian
bawah plat absorber kolektor (Ub). Ada kalaya para enginner menginginkan persamaan
empiris langsung dalam mempermudah perhitungan untuk kerugian kalor yang hilang bagian
atas.persamaan empiris untuk rugi kalor yang hilang bagian atas plat absorber (Ut)
dikembangkan oleh klein (1979) dan mengikuti prosedur dasar Hottel dan woertz yang
berguna untuk dikerjakan manual atau komputasi:
Ut = {N
C
Tp [
Tp− Ta(N+f)
]e+
1
hw}−1 +
σ (Tpm+Ta) (Tpm2+Ta
2)
(εp+0,0059 N hw)−1 + 2N+f−1+0,0133 εp
εg −N
...
........................................................................................................................................ (2.4)
Dimana :
f = (1+0,089 hw – 0,0116 hw ɛp) (1 + 0,07866 N)
C = 520(1- 0,000051β2) untuk 0° < β < 70° sedangkan untuk 70° < β < 90°,
gunakan β = 70°
e = 0,43(1 – 100/Tp)
hw = 5,7 + 3,8 V
Keterangan:
V = Kecepatan angin diatas permukaan cover paling atas (m/s)
N = Jumlah penutup/cover
εc = Emisivitas cover Glass = 0,88
εp = Emisivitas plat absorber
β = kemiringan kolektor
hw = Koefisien perpindahan panas konveksi akibat angin (W/m2K)
σ = Konstanta Stefan Boltzman (5.67 x 10-8 W/m2K4)
Tpm = Temperatur plat absorber (K)
Ta = Temperatur lingkungan (K)
Nilai koefisien rugi-rugi kalor bagian bawah didekati dengan persamaan berikut
𝑈𝑏 = 𝐾
∆𝐿 ...... (2.5)
dimana k = konduktivitas termal insulator (W/m2K) ; L = tebal insulator (Meter)
Maka Koefisien Kehilangan Kalor total UL = Ut + Ub
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 5
Distribusi temperatur antara dua pipa dapat diperoleh dengan mengasumsikan gradien suhu
pada arah aliran diabaikan.meninjau lapisan absorber - pipa pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.2 Plat dan Pipa
dan energi yang dapat dikonduksikan ke daerah tabung per satuan panjang dalam arah aliran
sekarang dapat ditemukan dengan mengevaluasi hukum fourier pada dasar sirip.
....... (2.6)
Persamaan (13) ini hanya untuk energi yang disimpan hanya pada satu pipa dimana 𝑘𝛿𝑚
𝑈𝐿
hanya 1
𝑚 dan untuk dua pipa energiya menjadi adalah
............... (2.7)
akan lebih mudah menggunakan konsep efisiensi sirip untuk menulis ulang Persamaan (2.7)
sebagai :
𝑞𝑓𝑖𝑛′ = (𝑊 − 𝐷) 𝐹 [𝑆 − 𝑈𝐿(𝑇𝑏 − 𝑇𝑎)] ......... (2.8)
Dimana :
𝐹 = tanh [
𝑚(𝑊−𝐷)
2]
𝑚𝑊−𝐷
2
......................... (2.9)
Keuntungan yang berguna dari kolektor juga termasuk energi yang terkumpul di atas wilayah
pipa. keuntungan energi untuk wilayah ini adalah
q’tube = D [S - UL (Tb - Ta)] ................. (2.10)
Keuntungan yang digunakan pada pipa dan model fin per unit dari panjang sesuai arah aliran
adalah penjumlahan dari persamaan 2.30 dan 2.32
qu’ = [(W-D) F+D] [S–UL(Tb -Ta) ] ................. (2.11)
Keterangan:
W = jarak antara dua pipa (meter)
D = diameter pipa (meter)
δ = ketebalan lembaran plat absorber (meter)
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 6
Tb = temperatur diatas perekat pipa dengan lembaran plat (K)
Ta = temperatur ambient atau temperatur lingkungan (K)
m = √𝑈𝐿
𝑘 𝛿 hasil bagi antara kerugian kalor yang hilang dengan koefisien konduktivitas
dengan tebal plat
Energi kalor yang didapatkan dari persamaan 2.11 harus di transferkan ke dalam fluida tetapi
selama proses perpindahan panas masih adanya hambatan perpindahan kalor ke fluida ialah
hasil jumlah dari bond dan pipa ke fluida. Proses ini dapat diekspresikan ke dalam persamaan
berikut ini:
𝑞𝑢′ =
𝑇𝑏−𝑇𝑎1
ℎ𝑓𝑖 𝜋 𝐷𝑖 +
1
𝐶𝑏
................. (2.12)
Dimana Cb:
𝐶𝑏 =𝐾𝑏𝑏
𝛾............. (2.13)
Keterangan :
Cb = konduktivitas termal perekat pipa dengan plat (W/m2K)
Kb = Koduktivitas panas dari bahan perekat (W/m2K)
γ = Rata rata ketebalan Perekat (Meter)
Bond (Perekat Plat dengan pipa) sangat penting diteliti untuk mendeskripsikan sebuah
performansi kolektor dan disarankan menggunakan bond dengan konduktansi lebih besar
dari 0,11 W/m°K. Maka laju perpindahan panas yang dipakai adalah
........... (2.14)
Dimana F’ adalah
𝐹′ =
1
𝑈𝐿
𝑊 [1
𝑈𝐿[𝐷+(𝑊−𝐷)𝐹]+
1
𝐶𝑏+
1
𝜋 𝐷𝑖ℎ𝑓𝑖] .......................... (2.15)
Keterangan:
hfi = koefisien perpindahan panas konveksi antara fluida dengan dinding pipa (W/m2K)
Di = Diameter dalam pipa (meter)
Tf = Temperatur Fluida (K)
hfi adalah koefisien perpindahan panas konveksi yang terlebih dahulu harus tahu karakteristik
aliran dalam pipa,apakah aliran itu turbulen atau laminar karena aliran ini berpengaruh
terhadap temperatur dari fungsi aliran. Untuk mengetahui aliran tersebut laminer ataukah
turbulen dengan persamaan reynolds number :
Red = 4 ṁ
𝜋 𝐷 𝜇 ...................... (2.16)
Dimana :
ṁ = Laju aliran massa air
D = diameter dalam pipa aluminium
𝜇 = viskositas kinematis fluida (air) pada suhu keluiaran air fluida
π = phi = 3,14
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 7
Jika aliran Red < 2200 maka aliran tersebut adalah laminar dan disarankan menggunakan
nusselt number ya Nu = 3,7 temperatur konstan dinding dan Nu = 4,4 untuk perpindahan
panas (heat flux) dengan kondisi fully developed dan profil pemanas. Jika 3000 ≤ Re ≤ 106
maka aliran tersebut turbulen fully developed didalam pipa dan disarankan untuk mencari
nusselt number ya dengan persamaan gnielniski adalah sebagai berikut :
𝑁𝑢𝐷 = (
𝑓
8)(𝑅𝑒𝐷−1000)𝑃𝑟
1+12,7 (𝑓
8)
12(𝑃𝑟
23−1)
................... (2.17)
Koefisien gesek darcy faktor didalam pipa yang halus antara fluida dengan pipa adalah :
........... (2.18)
Koefisien kehilangan kalor sepanjang pipa maka
hfi(L) =NuD 𝑘
𝐷............. (2.19)
Dimana :
k = koefisien perpindahan panas pada air (W/m2K)
D = diameter pipa
Red = reynolds number
Pr = prandtl number
f = koefisien gesek darcy didalam pipa
Sehubungan dengan bentuk bumi, posisi sumbu rotasi bumi, rotasi dan revolusi bumi
mengelilingi matahari maka penerimaan radiasi matahari di suatu wilayah akan bergantung
pada waktu (jam pada hari dan hari pada tahun) serta bujur dan lintang wilayah
tersebut.Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dijelaskan melalui Solar Geometry (Geometri
Surya).Radiasi surya diterima di permukaan bumi dalam dua cara, yaitu secara langsung
(radiasi langsung) dan melalui pantulan dari awan atau massa udara (radiasi baur) Geometri
surya ini lebih mempengaruhi nilai radiasi langsung yang diterima daripada radiasi baurnya.
Bentuk bumi yang mendekati bola membuat radiasi matahari akan jatuh pada intensitas yang
berbeda di berbagai wilayah di permukaan bumi. Koordinat pada bumi dinyatakan dengan
bujur (B) dan lintang (L). Pada suatu wilayah bujur mempengaruhi penerimaan radiasi pada
satu hari sedangkan lintang mempengaruhi penerimaan radiasi rata-rata dalam satu tahun.
Sudut jam merupakan sudut antara normal permukaan bumi dan sinar matahari yang
diproyeksikan berdasarkan pandangan dari kutub selatan. Sudut ini berubah sepanjang hari
akibat adanya rotasi bumi. Perhitungan sudut ini juga ditentukan oleh bujur dimana
pengukuran radiasi dilakukan. Sudut jam dihitung menggunakan
............ (2.20)
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 8
dimana ts merupakan waktu surya yang dihitung berdasarkan:
.......... (2.21)
oleh karena itu sudut jam bernilai negatif sebelum jam 12 dan positif setelah jam 12 (waktu
surya).
Posisi bumi dan sumbu putarnya terhadap bidang edar bumi terhadap matahari Akibat adanya
tumbukan meteor pada berjuta tahun yang lalu, sumbu putar bumi membentuk sudut
(inklinasi) kira-kira 23.45o terhadap sumbu yang tegak lurus bidang edarnya. Selama
revolusi bumi dalam waktu 365.25 hari, radiasi matahari yang jatuh ke suatu wilayah di
permukaan bumi akan berbeda. Pada tanggal 21 Juni, 23 Desember, 21 September dan 21
Maret sudut yang dibentuk antara bidang ekuator berada pada nilai-nilai yang ekstrim.
Karena posisi sumbu rotasi bumi ini tetap maka saat bumi berevolusi sudut yang terbentuk
antara sinar matahari terhadap suatu bidang di equator akan berubah sepanjang tahun. Sudut
ini disebut sebagai deklinasi surya. Hubungan antara deklinasi surya terhadap hari selama
satu tahun dinyatakan sebagai:
𝛿 = 23,45 sin(360284+𝑛
365) ..... (2.22)
Dimana : n adalah jumlah hari yang dihitung dari awal bulan januari
Karena permukaan bumi merupakan permukaan yang melengkung, maka akan lebih mudah
untuk menganalisis sudut datang matahari pada sistem koordinat horizontal. Dengan
menggunakan sistem koordinat horizontal, radiasi matahari terhadap permukaan (bidang)
Azimuth surya merupakan sudut antara proyeksi sinar matahari di bidang horzontal dari arah
selatan. Altitude (tinggi) matahari merupakan sudut yang dibentuk antara sinar matahari
dengan proyeksinya pada bidang horizontal. Sedangkan sudut zenit (sudut datang)
merupakan komplemen dari sudut tinggi surya yaitu diukur dari zenit. Sudut zenit ini
ditentukan berdasarkan persamaan:
𝐶𝑜𝑠 𝜃𝑧 = 𝑠𝑖𝑛𝛼 = cos 𝜃 𝑐𝑜𝑠𝛿 cos 𝜔 + sin 𝜃 sin 𝛿 ....... (2.23)
dimana
𝑆𝑖𝑛 𝜓 = 𝐶𝑜𝑠 𝛿 𝑆𝑖𝑛 𝜔
𝐶𝑜𝑠 𝛼 ........... (2.24)
Pada waktu sinar melintasi atmosfer, sebagian energi terserap, besarnya penurunan energi
sepanjang garis lintang ini ditentukan oleh konstanta penurunan energi (extinction
coefficient) B.
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 9
IDN = A exp (−𝑃
𝑃0
𝐵
𝐶𝑜𝑠𝜃𝑧) ............. (2.25)
𝑃
𝑃0= exp(−0,00001184𝐻) ........... (2.26)
Dimana:
IDN = radiasi langsung (W/m2)
A, B = tetapan
H = ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut (m)
P/Po = nisbah tekanan di suatu tempat terhadap tekanan atmosfer baku
θz = sudut datang terhadap normal, zenith (derajat)
Besarnya nilai konstanta B sangat bergantung pada kejernihan atmosfer sedangkan besarnya
konstanta A dan B dapat dilihat pada tabel 2.1. Perhitungan energi global pada keadaan cerah
dengan memakai rumus di atas harus ditambahkan sebesar 5-10% karena adanya radiasi baur.
Nilai konstanta A,B dan C Tabel 2.1 (Sumber: Duffie&Beckman, 1981)
Tanggal Hari
Ke-
Ф A
(W/m2)
B C Persamaan
Waktu (menit)
21 Januari
21 Februari
21 Maret
21 April
21 Mei
21 Juni
21 Juli
21 Agustus
21 September
21 Oktober
21 Nopember
21 Desember
19.85
54.06
80.00
110.47
140.15
172.50
201.84
232.49
265.00
292.34
324.20
357.50
-20
-10
0.0
+11.6
+20.0
+23.45
+20.60
+12.30
+0.00
-10.50
-19.80
-23.45
1230
1215
1186
1136
1104
1088
1085
1107
1150
1192
1221
1233
0.142
0.144
0.156
0.180
0.196
0.205
0.207
0.201
0.177
0.160
0.149
0.142
0.058
0.060
0.071
0.097
0.121
0.134
0.136
0.122
0.092
0.073
0.063
0.057
-11.2
-13.9
-7.5
+1.1
+3.3
-1.4
-6.2
-2.4
+7.5
+15.4
+13.8
+1.6
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 10
Pada suatu bidang datar, besarnya iradiasi global, H yang merupakan penjumlahan antara
radiasi langsung dan baur, dapat ditentukan dengan rumus berikut:
........ (2.27)
Suku pertama ruas kanan merupakan komponen radiasi langsung, sedangkan suku kedua
mengacu pada radiasi baur.
Dimana :
α = sudut ketinggian surya altitude
C = presentasi Baur
IDN = energy radiasi surya sebelum masuk ke atmosfer bumi
Hglobal atau S = Energi radiasi srya sesudah masuk ke atmosfer bumi
Untuk mengukur sebuah performansi dari kolektor adalah kolektor efficiency yang
didefinisikan sebagai rasio dari yang energy yang digunakan selama beberapa periode waktu
tertentu untuk energi surya yang masuk selama periode waktu yang sama persamaan ya
adalah :
ɳ = ∫ 𝑄𝑢 𝑑𝑡
𝐴𝑐 ∫ 𝐺𝑡 𝑑𝑡........(2.28)
Dimana :
Gt atau Hglobal = intensitas radiasi surya W/m2
Qu = energi kalor yang dapat diserap fluida kerja (Joule/S)
Ac = luas bidang tangkap absorber terhadap radiasi surya (m2)
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian uji coba alat untuk mengetahui performansi dari peralatan solar water heater yang
telah dibuat maka dilakukan pengambilan data selama 7 hari dari jam 10.00 – 13.00 WIB
3.1 Prosedur pengambilan data
1. Persiapan seluruh peralatan ukur yang diperlukan adalah
Gelas ukur
Termometer jenis Alkohol
Stopwatch
2. Peralatan uji coba solar water heater ditempatkan pada daerah lapang yang terkena
sinar matahari secara langsung
3. Posisikan kolektor pada sudut 45° dan buka keran pada tandon penampung 1/3 open fully valve, 2/3 open fully valve, dan open fully open valve
4. Catat semua data yang diperlukan antara lain
Temperatur udara luar
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 11
Temperatur awal air masuk
Temperatur air keluar
Temperatur kaca dalam
Temperatur kaca luar
Temperatur plat absorber
5. Pengambilan data dilakukan setiap 30 menit dengan selang waktu pengukuran setiap
30 menit dari jam 10.00 sampai dengan 13.00
Gambar 3.1 peralatan solar water heater
Gambar 3.2 kolektor surya water heater
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 12
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 GRAFIK ANALISA PERHITUNGAN KONDISI OPEN FULLY VALVE PADA
TANGGAL 21 MARET 2014
Grafik 4.1 Intensitas radiasi surya terhadap fungsi waktu pada tanggal 21 maret 2014
dengan laju aliran massa 0,074 L/s
Grafik 4.2 Efisiensi Kolektor surya terhadap fungsi waktu pada tanggal 21 maret 2014
dengan laju aliran massa 0,074 L/s
Efisiensi Kolektor surya sangat bergantung pada intensitas radiasi surya dan koefisien
kehilangan kalor total sangat bergantung pada intensitas radiasi surya. Semakin banyak total
kehilangan kalor maka efisiensi kolektor surya juga akan menurun terlihat pada Grafik 4.2
pada jam 11.30-12.00 efisiensi kolektor surya menurun dikarenakan Saat pengambilan data
pada jam 11.30-12.00 pada jam tersebut mengalami kondisi cuaca berawan mengakibatkan
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 13
intensitas radiasi mengalami radiasi pembauran kesegala arah tidak jatuh tepat di kolektor
surya berdampak pada data uji coba analisa sehingga efisiensi kolektor surya juga akan
menurun dan dapat juga disimpulkan bahwa efisiensi kolektor surya dengan koefisien
kehilangan kalor adalah berbalik nilai.
Grafik 4.3 Perbandingan suhu fluida keluaran kolektor surya teoritis dan aktual terhadap
fungsi waktu pada tanggal 21 maret 2014 dengan laju aliran massa 0,074 L/s
4.2 GRAFIK ANALISA PERHITUNGAN DENGAN KONDISI 2/3 OPEN FULLY
VALVE PADA TANGGAL 7 APRIL 2014
Grafik 4.4 Intensitas Radiasi surya terhadap fungsi waktu pada tanggal 7 april 2014 dengan
kondisi laju aliran massa fluida 0,069 L/s
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 14
Grafik 4.5 Total koefisien kehilangan Kalor terhadap fungsi waktu pada tanggal 7 april
2014 dengan kondisi laju aliran massa fluida 0,069 L/s
Grafik 4.6 Efisiensi Kolektor Surya terhadap fungsi waktu pada tanggal 7 april 2014
dengan kondisi laju aliran massa fluida 0,069 L/s
Dari Grafik 4.6 pada jam 10.00 – 10.30 terlihat koefisien kehilangan kalor lebih rendah jika
dibandingkan dengan koefisien kehilangan kalor antara jam 10.30 s/d 12.00 ini menandakan
bahwa koefsien kehilangan kalor mengalami kenaikan dan mengalami penurunan suhu pada
kolektor sehingga jika dihubungkan dengan grafik efisiensi kolektor surya menurun sesuai
dengan grafik 4.6
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 15
Grafik 4.7 Perbandingan suhu fluida keluaran kolektor surya teoritis dan aktual terhadap
fungsi waktu pada tanggal 7 april 2014 dengan laju aliran massa 0,069 L/s
4.3 GRAFIK ANALISA PERHITUNGAN DENGAN KONDISI 1/3 OPEN FULLY
VALVE PADA TANGGAL 3 APRIL 2014
Grafik 4.8 Intensitas Radiasi surya terhadap fungsi waktu pada tanggal 3 april 2014 dengan
kondisi laju aliran massa fluida 0,056 L/s
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 16
Grafik 4.9 Koefsien kehilangan kalor total terhadap fungsi waktu pada tanggal 3 April
2014 dengan kondisi laju aliran massa fluida 0,056 L/s
Grafik 4.10 Efisiensi Kolektor Surya terhadap fungsi waktu pada tanggal 3 april 2014
dengan kondisi laju aliran massa fluida 0,056 L/s
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 17
Grafik 4.11 Perbandingan suhu fluida keluaran kolektor surya teoritis dan aktual terhadap
fungsi waktu pada tanggal 3 april 2014 dengan laju aliran massa 0,056 L/s
5. KESIMPULAN
Dari data percobaan yang dilakukan pada system kolektor surya dan diolah pada analisa bab
IV dengan variasi bukaan keran 1/3 open full,2/3 open full dan open full valve terlihat bahwa
1. Semakin besar kenaikan suhu pada temperature plat absorber (dalam hal ini jenis
plat seng) maka semakin pula besar koefisien kehilangan kalor yang berada di
system kolektor surya
2. Efsiensi sirip kolektor surya bernilai sekitar ± 40% dimana bergantung terhadap
koefisien kehilangan kalor total pada system kolektor.
3. Efisiensi kolektor surya bergantung terhadap intensitas radiasi surya yang
diterima dan koefisien kehilangan kalor, semakin besar koefisien kehilangan
kalor maka efisiensi kolektor surya menurun, terlihat bahwa efisiensi kolektor
surya tertinggi dengan efisiensi 36,68% dengan bukaan keran hanya 1/3 open
fully valve dengan koefisien kehilangan kalor 9,19 W/m2K dan intensitas radiasi
surya 1137 W/m2
4. Dari percobaan yang dilakukan bahwa semakin kecil bukaan keran maka suhu air
keluaran kolektor semakin naik dikarenakan laju aliran massa air sedikit sehingga
energy panas yang diterima semakin banyak terlihat uji coba pada tanggal 3 april
2014 suhu keluaran fluida dengan bukaan keraan yang hanya 1/3 open fully valve
dengan suhu keluaran 49 C jika dibandingkan 2/3 open fully valve yaitu 48 C dan
open fully valve hanya 41 C
JURNAL SKRIPSI
INSTITUT TEKNOLOGI ADHITAMA SURABAYA| 18
6. DAFTAR PUSTAKA
Beckman William & Duffie John. 1980. Solar Engineering Of Thermal Processes,
Madison Winconsin : John wiley & Sons Inc.
Incropera P. Frank & dkk. 2011. Fundamentals Of Heat and Mass Transfer seventh
edition, Danvers MA : John Wiley & Sons, Inc. All rights reserved
Gati Matilda & dkk. 2006. Desain Kolektor Plat Datar (Flat Plate) untuk pemanas
Air, Yogyakarta : UGM FISIKA TEKNIK
IPB Energi Surya pembelajaran elektronik,
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Energi%20dan%20Listrik%20Pertani
an/MATERI%20WEB%20ELP/Bab%20II%20ENERGI%20SURYA/index.htm
Luqman Buchori, ST MT. 2001 . Perpindahan panas (Heat Transfer), Semarang :
UNDIP TEKNIK KIMIA