ppt jurnal reading fix

47
Oleh : Endah Wahyu Mentari Adelina Dwi Putri Pembimbing : dr. Tiya, Sp. BS Philipp Tausssky et al.

Upload: endahwm

Post on 12-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

Page 1: Ppt Jurnal Reading Fix

Oleh :Endah Wahyu MentariAdelina Dwi Putri

Pembimbing :dr. Tiya, Sp. BS

Philipp Tausssky et al.

Page 2: Ppt Jurnal Reading Fix

Subdural Hematom

Page 3: Ppt Jurnal Reading Fix

DEFINISI

Penimbunan darah di dalam rongga subdural (di antara durameter dan arakhnoid)

Sering terjadi akibat robeknya bridging veins yang terletak antara cortex serebri dan sinus venosus , namun dapat juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak.

Paling sering terjadi pada permukaan lateral hemisferium dan bagian temporal (sesuai dengan distribusi bridging veins)

Page 4: Ppt Jurnal Reading Fix
Page 5: Ppt Jurnal Reading Fix

Lapisan-lapisan Meningens

Page 6: Ppt Jurnal Reading Fix

EPIDEMIOLOGI

SDH Akut dilaporkan terjadi pd 5-25% pasien dengan trauma kepala berat

SDH Kronik terjadi pada 1-3 kasus per 100.000 populasi

Laki-laki memiliki insiden yang lebih tinggi daripada perempuan

Lebih sering ditemukan pada umur 50-70 tahun (bridging veins mulai rapuh mudah ruptur bila trauma)

Pada bayi perdarahan subdural bilateral

Page 7: Ppt Jurnal Reading Fix

KLASIFIKASI

Page 8: Ppt Jurnal Reading Fix

KLASIFIKASI BERDASARKAN KETERLIBATAN JARINGAN OTAK KARENA TRAUMA

Page 9: Ppt Jurnal Reading Fix

ETIOLOGITRAUMA

- Trauma Kapitis- Trauma tempat lain pada badan yang mengakibatkan terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater (JATUH TERDUDUK)- Trauma leher Guncangan pada badan

NON TRAUMA- Pecahnya aneurysma atau malfomasi PD di dalam ruangan subdural- Gangguan pembekuan darah dan keganasan maupun perdarah dari tumor- Orang tua- Alkoholik- Gangguan hati- Penggunaan antikoagulan

Page 10: Ppt Jurnal Reading Fix

PATOFISIOLOGIRobeknya bridging veins atau robeknya arakhnoidea

trauma

Karena otak cairan serebrospinal (bergerak), sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir)

Perpindahan posisi otak

Merobek beberapa vena halus pada tempatnya

Perdarahan pada ruang subdura

Page 11: Ppt Jurnal Reading Fix

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: - beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma - kecepatan pertambahan volume SDH

Penderita-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan batang otak.

Penderita dengan SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi kecelakaan (initial impact).

Page 12: Ppt Jurnal Reading Fix

Pada penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma. SDH dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma.

Gejala yang timbul tidak khas dan merupakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit kepalamualmuntahvertigopapil edemadiplopia akibat kelumpuhan n. IIIepilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan riwayat trauma yang tidak jelas, sering diduga tumor otak.

Page 13: Ppt Jurnal Reading Fix

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil hemostasis/koagulasi.

Foto Tengkorakfoto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan adanya SDH. Fraktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan yang konsisten antara fraktur tengkorak dan SDH. Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap SDH.

Page 14: Ppt Jurnal Reading Fix

CT Scanmodalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan ekstra-aksial

Page 15: Ppt Jurnal Reading Fix

HASIL CT SCANSDH Akut

Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal.

Subdural hematom berbentuk cekung dan terbatasi oleh garis sutura.

Jarang sekali, subdural hematom berbentuk lensa seperti epidural hematom dan biasanya unilateral.

Page 16: Ppt Jurnal Reading Fix

SDH Sub Akut

Di dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran CT. Oleh karena itu pemeriksaan CT dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48 – 72 jam setelah trauma kapitis. Pada gambaran T1-weighted MRI lesi subakut akan tampak hiperdens.

Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak.

Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat CT generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras

Page 17: Ppt Jurnal Reading Fix

SDH KRONIK

Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran CT tanpa kontras.

Sekitar 20% subdural hematom kronik bersifat bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. Seringkali, hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara komponen akut (hyperdense) dan kronis (hipodense).

Page 18: Ppt Jurnal Reading Fix
Page 19: Ppt Jurnal Reading Fix
Page 20: Ppt Jurnal Reading Fix

MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. Akan tetapi CT-scan mempunyai proses yang lebih cepat dan akurat untuk mendiagnosa SDH sehingga lebih praktis menggunakan CT-scan ketimbang MRI pada fase akut penyakit. MRI baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan CT-scan. MRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak nonperdarahan, kontusio, dan cedera axonal difus. MRI dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada CT-scan.

Page 21: Ppt Jurnal Reading Fix
Page 22: Ppt Jurnal Reading Fix

DIAGNOSIS BANDING

a. Stroke b. Encephalitis c. Abses otak d. Adverse drugs reactions e. Tumor otak f. Perdarahan subarachnoid g. Hydrocephalus

Page 23: Ppt Jurnal Reading Fix

PENATALAKSANAAN

Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH, tentu kita harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya.

Didalam masa mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakrania (PTIK).

Seperti pemberian manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid 10 mg intravena, dihiperventilasikan.

Page 24: Ppt Jurnal Reading Fix

TINDAKAN OPERATIFBaik pada kasus akut maupun kronik, apabila

diketemukan adanya gejala- gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma.

Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation (ABCs).

Tindakan operasi ditujukan kepada: a. Evakuasi seluruh SDH b. Merawat sumber perdarahan c. Reseksi parenkim otak yang nonviable d. Mengeluarkan ICH yang ada.

Page 25: Ppt Jurnal Reading Fix

Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah: a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan

ketebalan > 10 mm atau pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-scan

b. Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK

c. Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan < 10 mm dan pergeeran struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS > 2 poin antara saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit

d. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil dilatasi asimetris/fixed

e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg.

Page 26: Ppt Jurnal Reading Fix
Page 27: Ppt Jurnal Reading Fix

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill craniotomy, subdural drain.

Trepanasi atau kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

Page 28: Ppt Jurnal Reading Fix

PERAWATAN PASCA BEDAH

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

Setelah operasipun kita harus tetap berhati hati, karena pada sebagian pasien dapat terjadi perdarahan lagi yang berasal dari pembuluh darah yang baru terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik, pergeseran otak yang tiba-tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembang kembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural. Maka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi dan sumber perdarahan harus ditiadakan. Serial skening tomografi pasca kraniotomi sebaiknya juga dilakukan.

Page 29: Ppt Jurnal Reading Fix

FOLLOW UP

CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

Page 30: Ppt Jurnal Reading Fix

KOMPLIKASI OPERASIPasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan lagi. Sebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat. Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah kraniotomi. Meningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.

Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi drainase, sebanyak 5,4-19% mengalami komplikasi medis atau operasi. Komplikasi medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi pada 16,9% kasus. Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom intraparenkim, atau tension pneumocephalus terjadi pada 2,3% kasus.

Page 31: Ppt Jurnal Reading Fix

PROGNOSIS

Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.

Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.

Page 32: Ppt Jurnal Reading Fix

Pendahuluan

Epidural Hematoma (EDH) merupakan kondisi yang sering dijumpai pada trauma pada kepala.

Di Amerika Serikat, kejadian epidural hematoma 1-2% dari trauma kepala (sekitar 40.000 kasus per tahunnya) dan 10% diantaranya dalam koma.

Angka mortalitas sekitar 5-43%

Liebeskind, David S., 2012. Epidural Hematoma.Price, Daniel D., 2012. Epidural Hematoma in Emergency

Medicine.

Page 33: Ppt Jurnal Reading Fix

EPIDURAL HEMATOMA

Page 34: Ppt Jurnal Reading Fix

Definisi

Epidural hematoma (EDH) didefinisikan sebagai adanya penumpukan darah diantara dura dan tabula interna dari tulang tengkorak

Sastrodiningrat, A. Gofar., 2012 . Neurosurgery Lecture Notes.

Evans, Randolph W., 1996. Neurology and Trauma.

Page 35: Ppt Jurnal Reading Fix

Etiopatogenesis

Sastrodiningrat, A. Gofar., 2012 . Neurosurgery Lecture Notes.

Evans, Randolph W., 1996. Neurology and Trauma.

Marion, Donald W. 1999. Traumatic Brain Injury.

Page 36: Ppt Jurnal Reading Fix
Page 37: Ppt Jurnal Reading Fix

Doktrin Monro – Kellie

Lindsay, Kenneth W., 1997. Neurology and Neurosurgery Illustrated.

Page 38: Ppt Jurnal Reading Fix

Lindsay, Kenneth W., 1997. Neurology and Neurosurgery Illustrated.

Page 39: Ppt Jurnal Reading Fix

Patofisiologi

Sastrodiningrat, A. Gofar., 2012 . Neurosurgery Lecture NotesSelladurai, Ben. dan Reilly, P., 2007. Initial Management of Head Injury A

Comprehensive Guide.

Page 40: Ppt Jurnal Reading Fix

Trias Lucid Interval (+) Dilatasi pupil ipsilateral Hemiparese kontralateral

Sastrodiningrat, A. Gofar., 2012 . Neurosurgery Lecture NotesSelladurai, Ben. dan Reilly, P., 2007. Initial Management of Head Injury A

Comprehensive Guide.

Page 41: Ppt Jurnal Reading Fix

Pemeriksaan Penunjang

Foto Polos Kepala (+) Fraktur Tulang

Head CT-Scan (+) Gambaran hiperdens berbentuk bikonveks,

batas tegas Midline terdorong ke sisi kontralateral (+) Garis fraktur

MRI (+) Massa hiperintens bikonveks yang

menggeser posisi durameter (+) Batas frakturDanhert, W., 1993. Radiology Review Manual.

Markam, S., 2005. Kapita Selekta Neurologi. Mardjono, M. dan Sidharta, P., 2003. Neurologi

Klinis Dasar.

Page 42: Ppt Jurnal Reading Fix

Fraktur Linier

Foto Polos Kepala

Gambaran Hiperdens berbentuk bikonveks

Head CT-Scan

Page 43: Ppt Jurnal Reading Fix

Gambaran Hiperintens berbentuk bikonveks

MRI

Page 44: Ppt Jurnal Reading Fix

Penatalaksanaan

Intervensi bedah segera Pengamatan klinis ketat

Indikasi Operasi : Volume perdarahan > 30 cc GCS < 8

Mardjono, M. dan Sidharta, P., 2003. Neurologi Klinis Dasar.

Page 45: Ppt Jurnal Reading Fix

Komplikasi

EDH

Herniasi subfalcin

e

Herniasi ke bawah batang

otak

Herniasi transtentori

al

Arteri serebral anterior, posterior

tersumbat

Infark serebral

Perdarahan Duret

Palsy nervus III kranialis ipsilateral

Mardjono, M. dan Sidharta, P., 2003. Neurologi Klinis Dasar.

Snell R.S., 2006. Neurologi Klinik.

Page 46: Ppt Jurnal Reading Fix

Prognosis

Angka kematian keseluruhan pada kebanyakan  pasien dengan perdarahan epidural berkisar antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%.

Karena perdarahan epidural tidak melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan akan menjadi sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan.

Prognosis lebih baik jika ada interval lucid

Mardjono, M. dan Sidharta, P., 2003. Neurologi Klinis Dasar.

Page 47: Ppt Jurnal Reading Fix