makalah jurnal international farset fix

44
ABSTRAK Nano-emulsi terdiri dari minyak dalam air yang terdispersi secara halus, memiliki tetesan yang berukuran 100- 600nm.Pada penelitian ini, nano-emulsi disusun menggunakan mekanisme emulsifikasi spontan yang terjadi ketika face organik dan fese air dicampur.Fase organik adalah solusi homogen minyakyang terjadi ketika surfaktan lipofilik dan pelarut air bercampur, sedangkan fase air adalah campuran surfaktan hidrofilik dan air. Sebuah percobaan tentang nano-emulsi menggunakan proses berdasarkan distribusi ukuran yang diperlukan dan memiliki kaitan dengan jenis minyak, surfaktan dan air-larutan pelarut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa komposisi fase organik awal sangat penting untuk proses emulsifikasi spontan dan sebagainya. Untuk sifat fisiko-kimia diperoleh sebagai berikut : 1. Viskositas minyak dan HBL surfaktan yang berubah,α- tokoferol,minyak paling kental yang memberikan ukuran tetesan terkecil(171±2nm), HBL yang dibutuhkan untuk menghasilkan emulsi minyak dalam air yang unggul. 2. Efek dari pelarut air-larutan pada proses emulsifikasi dipelajari dengan menurunkan proporsi aseton dalam fase organik .proporsi pelarut aseton mengarah kepada nano- emulsi halus tetap pada 15/85% (v/v) dengan ETAC-aseton dan 30/70% (v/v) dengan MEK-aseton campuran. 1

Upload: ady-habun

Post on 09-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

semoga ini membantu kita semua untuk menambah ilmu

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Jurnal International Farset FIX

ABSTRAK

Nano-emulsi terdiri dari minyak dalam air yang terdispersi secara halus, memiliki

tetesan yang berukuran 100-600nm.Pada penelitian ini, nano-emulsi disusun menggunakan

mekanisme emulsifikasi spontan yang terjadi ketika face organik dan fese air dicampur.Fase

organik adalah solusi homogen minyakyang terjadi ketika surfaktan lipofilik dan pelarut air

bercampur, sedangkan fase air adalah campuran surfaktan hidrofilik dan air.

Sebuah percobaan tentang nano-emulsi menggunakan proses berdasarkan distribusi

ukuran yang diperlukan dan memiliki kaitan dengan jenis minyak, surfaktan dan air-larutan

pelarut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa komposisi fase organik awal sangat penting

untuk proses emulsifikasi spontan dan sebagainya.

Untuk sifat fisiko-kimia diperoleh sebagai berikut :

1. Viskositas minyak dan HBL surfaktan yang berubah,α-tokoferol,minyak paling kental

yang memberikan ukuran tetesan terkecil(171±2nm), HBL yang dibutuhkan untuk

menghasilkan emulsi minyak dalam air yang unggul.

2. Efek dari pelarut air-larutan pada proses emulsifikasi dipelajari dengan menurunkan

proporsi aseton dalam fase organik .proporsi pelarut aseton mengarah kepada nano-

emulsi halus tetap pada 15/85% (v/v) dengan ETAC-aseton dan 30/70% (v/v) dengan

MEK-aseton campuran.

Untuk menentukan kekuatan pelarut dipilih melalui karakteristik

Fisikkhususnya suhu auto-inflamasi dan titik nyala. Tahap optimasi emulsi merupakan

langkah yang penting dalam proses polimer persiapan nanocapsules menggunakan nanopreci

pitation atau polikondensasi antar muka dikombinasikan dengan teknik emulsifikasi spontan.

1

Page 2: Makalah Jurnal International Farset FIX

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi dan pengetahuan telah membawa perubahan-perubahan yang cepat

dan signifikan pada industri farmasi terutama dalambentuk-bentuk sediaan .Dengan

menggunakan teknologi modern, para peneliti sekarang dapat meneliti dan menciptakan jenis

sediaan obat yang baru yang mudah digunakan oleh masyarakat tidak seperti sediaan obat

pada zaman yang masih kuno.

Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis

dalam perdagangan internasional, maka jenis-jenis sediaan obat tersebut dalam waktu yang

singkat dapat menyebar keberbagai Negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan

mampu dijangkau seluruh masyarakat domestic maupun mancanegara.

Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus meningkat,

seiring dengan gaya hidup masyarakat yang lebih memilih suatu sediaan yang mudah

digunakan dan berefek lama ketimbang yang sulit digunakan dan efeknya hanya sebentar.

Dari gaya hidup masyarakat inilah pala ilmuan mancanegara ini gencar melakukan percobaan

agar mendapatkan sebuah sediaan yang dapat memuaskan masyarakat.

Untuk itu Indonesia juga harus memiliki pemikiran seperti para ahli dimancanegara agar

tidak ketinggalan jauh dalam membuat penelitian dan penciptaan jenis sediaan obat, kosmetik

dan yang lainnya.Karena Indonesia adalah Negara yang cukup besar menjadi konsumen

sedian-sedian tersebut. Maka dari itu kami mengambil pembahasan tentang

NANOTEKNOLOGI karena diIndonesia sendiri sediaan ini masih jarang bahkan tidak ada

digunakan padahal sediaan ini sangat menguntungkan untuk sang konsumen yang menderita

suatu penyakit.

2

Page 3: Makalah Jurnal International Farset FIX

I.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara membuat formulasi emulsi menggunakan emulsifikasi spontan?

2. Bagaimana pengaruh sifat minyak pada formulasi emulsi?

3. Bagaimanakah optimasi surfaktan dalam emulsi?

4. Apakah pelarut yang dapat digunakan untuk formulasi emulsi spontan?

I.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui cara membuat formulasi emulsi menggunakan emulsifikasi

spontan.

2. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh sifat minyak pada formulasi emulsi.

3. Untuk mengetahui seberapa jauh optimasi surfaktan dalam emulsi.

4. Untuk mengetahui jenis pelarut dan perbandingan jenis pelarut yang dapat digunakan

untuk formulasi emulsi spontan.

3

Page 4: Makalah Jurnal International Farset FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Deskripsi Nanoteknologi

Teknologi-Nano adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada

ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berada pada ranah 1 hingga 100 nanometer

(nm). Satu nm sama dengan satu-per-milyar meter (0.000000001 m), yang berarti

50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Saintis menyebut ukuran pada ranah 1

hingga 100 nm ini sebagai skala nano (nanoscale), dan material yang berada pada

ranah ini disebut sebagai kristal-nano (nanocrystals) atau material-nano

(nanomaterials).

Skala nano terbilang unik karena tidak ada struktur padat yang dapat diperkecil.

Hal unik lainnya adalah bahwa mekanisme dunia biologis dan fisis berlangsung pada

skala 0.1 hingga 100 nm. Pada dimensi ini material menunjukkan sifat fisis yang

berbeda; sehingga saintis berharap akan menemukan efek yang baru pada skala nano

dan memberi terobosan bagi teknologi.

Beberapa terobosan penting telah muncul di bidang nanoteknologi.

Pengembangan ini dapat ditemukan di berbagai produk yang digunakan di seluruh

dunia. Sebagai contohnya adalah katalis pengubah pada kendaraan yang mereduksi

polutan udara, devais pada komputer yang membaca-dari dan menulis-ke hard disk,

beberapa pelindung terik matahari dan kosmetik yang secara transparan dapat

menghalangi radiasi berbahaya dari matahari, dan pelapis khusus pakaian dan

perlengkapan olahraga yang dapat meningkatkan kinerja dan performa atlit. Hingga

saat ini para ilmuwan yakin bahwa mereka baru menguak sedikit dari potensi

teknologi nano.

Teknologi nano saat ini berada pada masa pertumbuhannya, dan tidak seorang pun

yang dapat memprediksi secara akurat apa yang akan dihasilkan dari perkembangan

penuh bidang ini di beberapa dekade kedepan. Meskipun demikian, para ilmuwan

yakin bahwa teknologi nano akan membawa pengaruh yang penting di bidang medis

dan kesehatan; produksi dan konservasi energi; kebersihan dan perlindungan

lingkungan; elektronik, komputer dan sensor; dan keamanan dan pertahanan dunia.

4

Page 5: Makalah Jurnal International Farset FIX

Ilustrasi Ukuran di Kehidupan :

Makhluk hidup tersusun atas sel –sel yang memiliki diameter ± 10 µm.

Bagian dalam sel memiliki ukuran yang lebih kecil lagi, bahkan protein dalam sel

memiliki ukuran ± 5 nm yang dapat diperbandingkan dengan nanopartikel buatan

manusia.

     Teknologi nano sebenarnya telah dimanfaatkan sejak dulu dalam bidang kesehatan

yaitu dalam mengamati prilaku vaksin dan mikroba lainnya serta efeknya terhadap

tubuh kita. Dalam kosmetik sudah kita lihat adanya sabun yang transparan dan baru

baru ini muncul produk baru yang disebut sebagai sunscreen transparent yang dipro

duksi oleh perusahaan bernama Nanophase Technologies, sunscreen ini dibuat dari

partikel zink okside yang berukuran nano meter sehingga transparan.

     Dalam bidang kesehatan teknologi nano ini selain mendapat sambutan yang positif

juga mendapat sambutan negatif yang antara lain karena adanya kekhawatiran para

akhli medis mengenai bahaya kontaminasi logam ukuran nano meter ke dalam tubuh

baik yang melalui saluran pernapasan maupun yang langsung melalui pori-pori kulit

tubuh, hal ini bisa terjadi karena partikel nanometer dalam keadaan tunggal tidak

terlihat oleh mata kita sehingga akan mudah terakumulasi dalam tubuh dan mungkin

juga tertransfer kesaluran darah yang bisa saja akan mengakibatkan kanker atau

penyakit lainnya.

5

Page 6: Makalah Jurnal International Farset FIX

II.2. Bidang Farmasi

      Nanoteknologi sudak banyak digunakan dalam bidang sains, antara lain biomedis,

elektronik, magnetik, optik, IT, ilmu material, komputer, tekstil, kosmetika, bahkan

obat-obatan. Sebagian besar obat obatan dan kosmetika yang beredar di pasaran saat i

ni bekerjanya kurang optimal disebabkan karena zat aktifnya :

* memiliki tingkat kelarutan yang rendah.

* membutuhkan lemak agar dapat larut.

* mudah teragregasi menjadi partikel besar

* tidak mudah diabsorpsi dan dicerna

     Terobosan nanoteknologi dalam bidang kosmetika dan obat-obatan mampu

menciptakan bahan kosmetika dan obat-obatan dengan efektivitas yang jauh lebih

baik. Sebagai contoh adalah penggunaan liposom dalam formula obat dan kosmetika.

     Liposom adalah vesikel berbentuk spheris dengan membran yang terbuat dari dua

lapis fosfolipid (phospholipid bilayer), yang digunakan untuk menghantarkan obat

atau materi genetik ke dalam sel. Liposom dapat dibuat dari fosfolipid alamiah dengan

rantai lipid campuran ataupun komponen protein lainnya. Bagian phospholipid bilayer

dari liposom dapat menyatu denganbilayer yang lain seperti membran sel, sehingga

kandungan dari liposom dapat dihantarkan ke dalam sel.

     Dengan membuat liposom dalam formula obat atau kosmetika, akhirnya bahan

yang tidak bisa melewati membran sel menjadi dapat lewat. Manfaat sistem

penghantaran zat

aktif kosmetika dengan menggunakan liposom berukuran 90 nm adalah :

* mampu menghantarkan zat aktif sampai lapisan bawah kulit.

6

Page 7: Makalah Jurnal International Farset FIX

* mampu menghantarkan zat aktif lebih cepatk, sehingga didapatkan recovery yang

lebih cepat pula.

II.2. Deskripsi Emulsi

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatan-bulatan kecil

zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005.

Halaman 376 )

      Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan

lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (FI IV. Halaman 6 )

      Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,

terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang

cocok. (FI III. Halaman 9 )

      Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur,

biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan

yang lain ( sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 )

Dari beberapa defini yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsiadalah sistem dua fase

yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran

kecil dan distabilkan dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok.

Emulsi Spontan

Emulsifikasi spontan terjadi bila suatu emulsi di bentuk tanpa penggunaan

pengadukan luar apapun. Mikroemulsi biasa terbentuk secara serentak, tetapi tidak semua

emulsi spontan transparan. Fenomena emulsifikasi spontan dapat diamati bila setetes

minyak di tempatkan pada larutan air dari suatu pengemulsi, dalam hal mana antarmuka

menjadi tidak stabil dan menghasilkan pembentukan tetesan-tetesan halus.

II.2.1. Macam-macam emulsi

      Oral

7

Page 8: Makalah Jurnal International Farset FIX

Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi,

minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna.

      Topikal

Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau

jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan

menghasilkan efek lokal.

      Injeksi

Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau

disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan

ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.Contoh : Vit. A diserap cepat melalui

jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi.

(Syamsuni, A. 2006)

II.2.2. Tipe-tipe emulsi

      Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar

atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.

      Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau

terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.

(Syamsuni, A. 2006)

Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan

      Creaming : terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase

dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika

dikocok perlahan akan terdispersi kembali.

      Koalesensi dan cacking (breaking) : pecahnya emulsi karena film yang meliputi

partikel rusak dan butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang

memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena :

a.    Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH

b.    Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan

c.    Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi

      Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau

sebaliknya sifatnya irreversible.

II.2.3. Komponen emulsi

8

Page 9: Makalah Jurnal International Farset FIX

A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi,

terdiri atas :

a.       Fase dispersi : zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair

lainnya.

b.      Fase pendispersi : zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar ( bahan

pendukung ) emulsi tersebut.

c.       Emulgator : bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

Contoh emulgator :

      Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM

      Tragacanth : Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth

      Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan

      Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan

      CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan

Emulgator alam

      Kuning telur : Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan

digerus dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit demi sedikit,

lalu diencerkan dengan air dan disaring dengan kasa.

      Adeps lanae

Emulgator mineral

      Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) : Cara Pembuatan diapaki 1%

      Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan

Emulgator buatan/sintesis

      Tween : Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping

mengandung ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :

a.    Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti minyak.

b.   Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan seperti minyak.

c.    Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat seperti minyak.

d.   Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti minyak.

      Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :

a.    Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan

b.   Span 40: Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam

c.    Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak

9

Page 10: Makalah Jurnal International Farset FIX

B. Komponen Tambahan yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi

untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan

pengawet

II.2.4. Metode Pembuatan Emulsi

      Metode GOM kering 4:2:1

~ GOM dicampur minyak sampai homogen

~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogeny

      Metode GOM basah

~ GOM dicampur dengan air sebagian

~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi

      Metode botol

~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok

~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.

(Ansel, Howard. 2005)

Stabilitas Emulsi

      Jika didiamkan tidak membentuk agregat

      Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi

      Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.

Evaluasi Sediaan Emulsi

      Organoleptis : Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada

penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12

jam.

         Volume Terpindahkan (FI IV. Halaman 1089)

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan selanjutnya

ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.

Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan

kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah

dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu

penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume rata-rata

larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume

10

Page 11: Makalah Jurnal International Farset FIX

wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah

volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu

wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak

lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume

yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata

larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada

etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang

dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.

      Penentuan viskositaas : Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas

dilakukan dengna viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).

      Daya hantar listrik : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala

kemudian dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi tipe

minyak dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe air dalam

minyak.

      Metode pengenceran : Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala

kemudian diencerkan dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air

dan sebaliknya.

      Metode percobaan cincin : Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas

saring maka emulsi minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling

tetesan.

      Metode warna : Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen )

dicampurkan ke dalam contoh emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi

yang diuji berjenis minyak dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji

bahan warna larut sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe

air dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar.

11

Page 12: Makalah Jurnal International Farset FIX

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Kegunaan Nano-emulsi

Nano emulsi baik adalah minyak dalam air yang terdispersi, memiliki tetesan menca

kup rentang ukuran 100-600 nm (Nakajima et al, 1993;.Nakajima, 1997). Nano-emulsi

juga disebut sebagai mini-emulsi (Ugelstadt et al, 1973;.. El-Aasser et al, 1988), tidak

seperti mikroemulsi (yang juga transparan atau nano-emulsi tembus dan stabil secara

termodinamika) tetapi nano-emulsi inihanya bersifat kinetis stabil. Terkadang jangka

panjangstabilitas fisiknano-emulsi (tanpa jelasflokulasiataupeleburan) membuat mereka

unikdanmereka kadang kadangdisebut sebagai"mendekati stabilitastermodinamika

"(Tadros etal, 2004;.Girardetal., 1997).

Daya tariknano-emulsi untuk aplikasi pribadi dan kosmetik serta perawatan

kesehatanmemiliki keuntungan sebagai berikut:

Tidak seperti mikroemulsi (yang memerlukan tinggi konsentrasi surfaktan, biasanya

sekitar 20% dan lebih tinggi), nano-emulsi dapat dibuat dengan menggunakan

konsentrasi surfaktan yang lebih rendah, konsentrasi surfaktan terdiri antara 3-10%

mungkin cukup.

Ukuran kecil dari tetesan untuk penggunaan kulit memungkinkan mereka untuk

berdeposit seragam pada kulit.

Nano-emulsi cocok untuk pengiriman yang efisien bahan aktif melalui kulit

(Sonneville-AUBRUN et al., 2004). Permukaan besar daerah dari sistem emulsi,

permukaan rendah ketegangan seluruh sistem dan antar muka yang rendah ketegangan

O / tetesan W memungkinkan meningkatkan penetrasi agen aktif.

Karena ukurannya yang kecil, nano-emulsi dapat menembus melalui "kasar"

permukaan kulit dan ini meningkatkan penetrasi aktif.

Sifat fluiditas dari sistem (pada konsentrasi minyak rendah) serta tidak adanya

pengental mungkin memberi mereka karakter estetika menyenangkandan kulit terasa

nyaman.

Nano-emulsi dapat diterapkan untuk menjadi pewangi, yang dapat dimasukkan pada

produk perawatan. Hal ini juga dapat diterapkan dalam parfum, yang diinginkan untuk

dirumuskan bebas alkohol.

12

Page 13: Makalah Jurnal International Farset FIX

Nano-emulsi dapat diterapkan sebagai pengganti untuk liposom dan vesikel (yang

jauh lebih sedikit stabil) dan mungkin dalam beberapa kasus untuk membangun pipih

fase kristal cair di sekitar tetesan nano-emulsi.

Nano-emulsi merupakan langkah utama dalam nanocapsules dan nanospheres sintesis

menggunakan nanoprecipitation (Fessi et al., 1986, 1989, 1992) dan polikondensasi ant

armuka dikombinasikan dengan emulsifikasi spontan (Bouchemal et al., 2004;

Montasser et al., 2001). Kedua teknik memerlukan emulsifikasi spontan langkah dalam

kondisi

optimal yang sama. Tetesan ukuran dan distribusi ukuran yang tergantung pada sponta

nitas emulsifikasi (Gopal, 1968; Becher, 1983; Shahizdadeh et al., 1999). Spontanitas e

mulsifikasi yang buruk didefinisikan, karena harus memperhitungkan tidak hanya

untuk tingkat emulsifikasi yang proses, tetapi juga untuk volume dan partikel distribusi

ukuran emulsi yang dihasilkan. Spontanitas proses emulsifikasi ini tergantung pada

variabel-variabel berikut: tegangan antar muka, antar muka dan viskositas bulk, fase

wilayah transisi dan surfaktan struktur dan konsentrasi (Lopes-Montilla et al., 2002;

Davies dan Rideal, 1961; Aveyard et al., 1986; Miller, 1988; Miller dan Raney, 1993;

Miller, 1996; Hackett dan Miller, 1988; Davies dan Haydon, 1957). Emulsifikasi

spontan dihasilkan oleh berbagai mekanisme yang tampaknya akan terpengaruh oleh

komposisi sistem dan fisikokimia mereka karakteristik (Lopes-Montilla et al., 2002).

Di makalah ini, pengaruh sifat fisik minyak dan sifat surfaktan pada emulsi distribusi

ukuran pertama kali dipelajari. Setelah minyak dan surfaktan dioptimalkan, efek air-

pelarut miscibility pada proses emulsifikasi dipelajari dengan mengubah proporsi

aseton dalam organik fase.

2. Metode dan Bahan

2.1. Bahan

Pelarut seperti etanol, aseton, tetrahidrofuran (THF), metil etil keton (MEK), metil

asetat (MeAc) danetil asetat (ETAC) diperoleh dari Sigma-Aldrich bahan

kimia.Minyak

seperti kaprilat/kaprat trigliserida (Miglyol® 812, Myritol®318) yang disediakan oleh 

CONDEA France, alpha tokoferol dan heksil laurat diperoleh dari COLETICA(Pranci

s).Surfaktan (Span® 80, Span®85, Tween®20,Tween®80, Pluronic®F68) yang dised

iakan oleh Seppic(Prancis).

Lipoid®S75diperoleh dari Lipoid GmbH Ludwigshafen Jerman.

13

Page 14: Makalah Jurnal International Farset FIX

Table 1

Konstituen nano-emulsi proporsi % (b/b) dengan menggunakan proses spontan

emulsifikasi sebelum dan sesudah penguapan pelarut

Senyawa Setelahpenguapan

(% (B/b))

Sebelum penguapan

(% (B/b))

Lipofiliksurfaktan

Hidrofiliksurfaktan

Minyak

Air

Pelarut air dapat tercampur

0,06

0,113

0,33

66,50

33,00

0,18

0,33

1

98,49

Ppm

2.2. Persiapan nano-emulsi

Metodologi untuk memperoleh emulsi dengan spontan emulsifikasi menyajikan

tiga langkah, yaitu:

a. Penyusunan solusi organic homogeny (S1) terdiri dari minyak (400

mg Miglyol®812,

Myritol®318, heksil lauratan atau alpha tokoferol) dan surfaktan lipofilik (86 mg Spa

n®80, Span®85, atauLipoid®S75) dalam pelarut air bercampur(40 ml) (Tabel 1).

Fasa air homogeny (S2) dibentuk olehair (80 ml), dan hidrofiliksurfaktan (136 mg

Tween®20, Tween®80 atau Pluronic®F68).

b. Fase organik disuntikkan pada fase air dengan pengadukanmagnetik: o /wemulsi

dibentuk seketika oleh difusi organic pelarut dalam eksternal fase air terkemuka pemb

entukan Nano droplets. Magnetik pengadukan dipertahankan selama 30 menit untuk 

membiarkan system mencapai keseimbangan.

c. Totalitas pelarut air bercampur telah dihapus oleh penguapan selama 45 menit di

bawah berkurang  tekanan. Nano droplets minyak terdispersi dalam larutan air dan sur

faktan hidrofilik.

14

Page 15: Makalah Jurnal International Farset FIX

1.3 . Optimisasi minyak, surfaktan danpelarut air-larut. Semua percobaan tentang

optimalisasi pembentukan emulsi dilakukan pada25° C.

2.3.1.Optimasi Minyak

Pengaruh sifat minyak pada emulsi Ukuran dipelajari menggunakan berbagai

jenis minyak difase organik (Miglyol® 812, Myritol®318, heksil laurat atau

alpha-tokoferol). Komponen lainnya yang tetap: (Span® 85/Tween®20) sebagai

surfaktan dan aseton sebagai air-larut pelarut.

2.3.2. Optimasi Surfaktan

         Dalam rangka untuk menentukan HLB yang diperlukan emulsi, fasa organic

yang mengandung migliol (r) 812, aseton dan surfaktan lipofilik disuntikkan

dilarutan homogeny air dan surfaktan hidrofilik. Pasangan surfaktan yang

digunakan adalah (Lipoid® S75/Pluronic®F68), (Span® 80/Tween®80)

dan(Span® 85/Tween®20) pada proporsi yang ditunjukkan dalam bagian 2.2.

2.3.3. Optimasi Pelarut

Setelah minyak dan surfaktan dioptimalkan, ukuran distribusi emulsi

diperoleh dengan menggunakan berbagai campuran pelarut dipelajari. Daftar

pelarut yang seluruhnya atau sebagian larut dengan air dipilih pada Farmakope Er

opa (edisi 4, 2002). Ada berbagai pelarut yang digunakan dalam pengolahan farm

asi. Pelarut ini telah diklasifikasikan menurut toksisitas mereka pada tiga kelas:

•KelasI: Pelarut yang harus dihindari.

•KelasII: Pelarut untuk menjadi terbatas.

•KelasIII: Pelarut dengan potensi beracun rendah.

Untuk alasan keamanan, pelarut dari Kelas III yang dipilih dalam proses

emulsifikasi spontan. Tabel 2 memberikan daftar Kelas pelarut III yang tercantum 

dalam Farmakope Eropa(4th ed., 2002) total atau sebagian larut dengan air.

15

Page 16: Makalah Jurnal International Farset FIX

Tabel2. Larutan air Kelas III pelarut menurut Eropa

Farmakope(ed keempat., 2002) dan buku saku Kimia dan Fisika(74ed., 1993-

1994)

Pelarut Larutan air

aseton

etanol

Tetrahidrofuran

Metil etil keton

Metil asetat

Etil asetat

Isopropyl asetat

Terlarut

Terlarut

Sangat larut

Sangat larut

Sangat larut

Sebagian larut

Sebagian larut

2.4. Tetesan pengukuran distribusi ukuran

Tetesan distribusi ukuran, salah satu yang paling penting karakteristik fisik

dari nano-emulsi,diukur dengan metode difusi menggunakan cahaya-hamburan

ukuran partikel analyzer CoulterLS230 (Beckman Coulter, CoultronicsPrancis).

LS230 mengukur distribusi ukuran menggunakan difusi sinar laser oleh partikel.

Informasi tentang tetesan kecil dari 600nm adalah terbatas dalam pola

difraksi, sehingga teknik lain adalah digunakan. Dengan demikian, LS230

termasuk pengukuran lain perakitan, disebut polarisasi intensitas diferensial

hamburan(PID). Sebuah PID perakitan terdiri dari sebuah sumber cahaya pijar dan

filter polarisasi, sebuah PID sampel sel dan tambahan tujuh detektorfoto diode

(enam untuk mengukurcahaya tersebar ditambah satu untuk memantau

kekuatanbalok).Untuk mengukur ukuran tetesan distribusi, 0,5 emulsi ml diperken

alkan untuk mengukur kompartemen (125 mlair). Hasil disajikan sebagai

distribusi volume (n =3).

2.5. Pengamatan mikroskopis

Morfologi dan struktur emulsi yang belajar menggunakan mikroskop

elektron transmisi (TEM) Topcon 002B beroperasi pada 200kV dan 0,18nm yang

mampu point-ke-point resolusi. Kombinasi lapangan terang (BF) pencitraan untuk

meningkatkan pembesaran dan modedifraksi digunakan untuk mengungkapkan

bentuk dan ukuran emulsi dan menentukan karakter amorf atau Kristal komponen

mereka.

16

Page 17: Makalah Jurnal International Farset FIX

Dalam rangka untuk melakukan pengamatan TEM, yang terkonsentrasi

emulsi pertama diencerkan dalam air(10/01), setetes emulsi diencerkan, kemudian

langsung disimpan pada film jaringan berlubang dan diamati setelah pengeringan.

Emulsi tampak gelap walaupun lingkungan dalam keadaan carah cerah, "positif"

gambar terlihat. Observasi langsung juga memungkinkan kita untuk melakukan

daerah electron yang dipilih difraksi (SAED) untuk memeriksa kristalinitas

komponen emulsi inti(Guinebretière etal., 2002;Louchetetal., 1988).

Gambar. 1.TEM karakteristik gambar tetesan emulsi yang diperoleh dari α –

tokoferol setelah aseton menguap.

3. Hasil Penelitian

1.1. Optimasi Minyak

3.1.1. α-tokoferol

Ukuran rata-rata nano-emulsi yang diperoleh dari α –tokoferol /aseton/(Span®

85/Tween®20)] sistemik sebelum dan sesudah penguapan ditentukan. Ukuran rata-

rata dari nano-emulsi adalah (163 ± 2nm) sebelum aseton menguap, ukuran ini

meningkat sedikit setelah aseton menguap(171 ±2nm),. Kenaikan ini tidak dapat

dianggap signifikan dalam pandangan akurasi sistem. Pengamatan mikroskopis

menunjukkan adanya tetes bola(Gambar 1dan2)

Ukuran rata-rata dihitung dari 94 tetes pengukuran diperkirakan 180nm,

dengan persetujuan analisis granulometri. Foto-foto ini menunjukkan dengan jelas

adanya fase padat dalam intidropemulsi (Gbr. 2AdanB). Hal ini dapat dijelaskan oleh

fakta bahwa inti minyak dalam nano-emulsi dapat mengkristal selama persiapan

sampel sebelum pengamatan mikroskopis(vakum tinggi).

17

Page 18: Makalah Jurnal International Farset FIX

3.1.2. Kaprilat/kaprat trigliserida (Myritol® 318, Miglyol®812) dan heksil laurat

Nano-emulsi diperiksa oleh mata telanjang dan adanya agregat atau kotoran

itu tidak terdeteksi bahkan setelah beberapa minggu penyimpanan. Itu analisis

granulometri dari emulsi berdasarkan Myritol®318 dan Miglyol®812, menunjukkan

dua populasi dari tetesan populasi nano-tetes dengan berarti ukuran 320±26,

310±14nm, dan populasi mikro-tetes dengan ukuran rata-rata 1986±70, 1986±7nm,

masing-masing.

Gambar 3 menunjukkan bahwa emulsi ukuran rata-rata disiapkan

dengan berbagai minyak meningkat pesat setelah pelarut menguap(aseton)

kecuali untuk alphs-tokoferol berdasarkan nano-emulsi. Peningkatan emulsi

turun rata-rata. Ukuran setelah penguapan mungkin karena aglomerasi tetesan

kecil, yang disebabkan oleh penguapan aseton ada dalam fasaeksternal. Ada

perbedaan luas dalam ukuran rata-rata emulsi turun sesuai dengan sifat minyak

yang digunakan. Hal ini jelas bahwa alpha-tokoferol (171 ±2nm) dan heksil

laurat (335 ±37nm) memberikan hasil yang lebih baik dari Myritol®318 dan

Miglyol®812 menurut tujuan ukuran rata-rata lebih kecil dari 600nm.

Penelitianpal(1998) mengungkapkan

bahwa tetes ukuran emulsi menurun ketika emulsi viskositas meningkat, pengamatan i

ni sejalan dengan hasil kami; alpha-tokoferol, minyak yang paling kental,

memberikan ukuran tetes yang lebih kecil (171 ±2nm). Myritol®312 dan

Miglyol®812 memiliki viskositas yang sama (27-33mPa pada 20◦C). Namun

viskositas minyak yang tinggi bukanlah cukup, kondisi untuk memperoleh emulsi

dengan ukuran tetes yang kecil ,karena heksil laurat menyajikan viskositas rendah

18

Page 19: Makalah Jurnal International Farset FIX

(4.5-7.5mPa pada 20◦C) dan memungkinkan untuk mendapatkan nano-emulsi dengan

ukuran terkecil rata-rata(310 ±14nm).

Tabel 3. Kepadatan dan viskositas alpha-tokoferol, larutan heksil,

myritol®312 dan Miglyol®812

Kepadatan pada 20◦C (gm3) Viskositas pada 20◦C (mPa)

Alpha-tokoferol

Larutan heksil

Myritol®312

Miglyol®812

0.940–0.960

0.840–0.850

0.945–0.949 27–33

0.950

3000–4500

4.5–7.5

27–33

27–33

3.2. Pilihan Surfaktan

Seperti dijelaskan di atas, nano-emulsi yang stabil dengan kombinasi dua

surfaktan. Tabel 4 menunjukkan keseimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB) dari sistem

dihitung sesuai dengan persamaan. (1). Semua surfaktan dikutip dalam literatur memil

iki nilai teoritis HLB dari 1 sampai kira kira 50 (Griffin, 1954). Semakin pengemulsi 

hidrofilik memiliki HLB nilai lebih besar dari 10, sedangkan pengemulsi lebih lipofili

k memiliki HLB nilai-nilai dari 1 sampai 10.

HLB=(X aHLBa)

X a+(XbHLBb )

X bX a= ma

ma+mbX b= mb

ma+mb

19

Page 20: Makalah Jurnal International Farset FIX

ma=80 mg selama 40 ml fase organik, mb= 136 mg untuk 80 ml fasa air, Xa dan Xb 

mewakili proporsi berat lipofilik dan hidrofilik surfaktan, masing-masing. Madan mb 

mewakili berat lipofilik dan hidrofilik surfaktan, masing-masing, ditentukan menurut 

sebelumnya Penelitian (Montasser, 1999). 

Jelas bahwa ukuran nano emulsi bervariasi menurut sistem surfaktan (124±46nm) den

gan (lipoıd®S75/pluronic®F68), (516±71nm) dengan (span® 80/Tween®80) dan  

(725±198nm) diperoleh menggunakan (span® 85/Tween® 20). Ukuran partikel rata rata men

urun ketika nilai HLB dari sistem meningkat seperti yang diharapkan dengan o/w emulsi 

(Tabel 4).

 Hasil kami sesuai dengan Bru (1998) dan Seijo (1990) yang mengamati penurunan u

kuran partikel menggunakan Pluronic® F68 dan Tween® 80 sebagai surfaktan hidrofilik. Plu

ronic® F68 memberikan kontribusi untuk mengurangi ukuran partikel: Frisbee dan McGinity 

(1994) menunjukkan bahwa penggunaan Pluronic® F68 sebagai agen pengemulsi menghasil

kan ukuran terkecil nano-emulsi (Frisbee dan McGinity, 1994). Selanjutnya, Seijoetal. (1990) 

menyimpulkan bahwa konsentrasi Pluronic® F68 mampu mempengaruhi sangat profil distrib

usi ukuran dari yang diperoleh dispersi submicronic (nano-emulsi atau nano partikel) 

(Guinebretière, 2001;Bruetal,1998;. Seijoetal., 1990).

3.3. optimasi pelarut

              

Tujuan dari ini bagian dari penelitian ini adalah untuk menentukan pelarut atau campuranpela

rut yang memungkinkan pembentukan nano-emulsi dengan ukuran partikel kurang dari

600 nm. Optimasi pelarut yang sangat menarik dalam langkah untuk persiapan emulsi

denganspontan menggunakanemulsifikasiuntukfarmasidan kosmetik.

20

Page 21: Makalah Jurnal International Farset FIX

3.4. Etanol dan aseton

Nano- emulsi diperoleh dengan menggunakan aseton atau etanol disajikan aspek hom

ogen tanpa agregat atau pemisahan fasa.Ukuran mean diameter sekitar masing-masing

171±2dan195±5 nm.(Gambar. 4dan5).

Terlepas dari ukuran tetesan halus, distribusi ukuran dan stabilitas nano e

mulsi diperoleh dengan menggunakan etanol, pelarut ini tidak dapat diterima ka

rena ia menciptakan sekunder reaksi antara senyawa alkohol (-OH) dan monom

er yang berbeda (asam diklorida-CO-Cl atau diisosianat N==C==O) digunakan 

untuk nano capsulessintesis selama polikondensasiantar muka (Montasseretal. 2

001; Bouchemaletal. 2004). Pelarut yang digunakan harus inert dan berlaku unt

uk semua teknik.

21

Page 22: Makalah Jurnal International Farset FIX

 Alasannya, kami memilih pelarut lainnya. Properti utama yang dibutuhka

n untuk pelarut yang digunakan dalam emulsifikasi spontan, adalah miscibilityk

uasi Total dengan fasekontinyu (air). Mengingat hanya

titik ini, aseton adalah yang paling tepat pelarut. Namun, perangsangan tinggi da

pat membatasi keperluan industri. Untuk alasan ini kami mempelajari efek dari 

substitusi aseton dengan pelarut lain atau campuran pelarut.

3.4.1. Campuran pelarut pada 15/85% (v/v):THF-aseton, etil asetat-aseton, MEK-aseton dan 

metil asetat-aseton.

Lima formulasi disusun menggunakan aseton: THF-aseton, etil asetat-aseton, MEK-as

eton dan metil asetat-aseton pada 15/85% (v/v).

 Distribusi ukuran partikel dievaluasi oleh granul ometrianalisis. Emulsidiperoleh den

gan menggunakan MEK-aseton dan etil asetat-aseton muncul melalui pemeriksan mata berleh

er sebagai yang paling stabil tanpa pemisahan fasa dibandingkan dengan yang  diperoleh dari 

campuran pelarut lainnya. Jadi, kami mencoba untuk mengurangi volume aseton dicampurka

n dalam dua pelarut. Untuk menentukan volume minimum yang mungkin untukmendapatkan 

tetesan dengan mean diameter <600 nm.

3.4.2. Campuran etil asetat-aseton dengan berbeda proporsi: 20/80, 15/85 dan 10/90% (v/v)

            Nano-emulsi distribusi ukuran setelah pelarut penguapan disajikan pada Gambar. 6.N

ano-emulsi diperoleh dengan menggunakan campuran etil asetat-aseton pada tiga proporsi ya

ng berbeda dar imasing-masing pelarut disajikan dua populasi tetes, populasi nano-tetes dan

populasi mikro-tetes, proporsi yang terakhir satu meningkat dengan etil asetat jumlah mening

kat, 15% (v/v) merupakan proporsi tertinggi etil asetat diterima dalam campuran pelarut 

organik. Itu diukur ukuran rata-rata adalah 505 ± 82 nm, inirelatif bernilai tinggi adalah 

karena adanya populasi kedua dari micrometric tetes 1.908 ± 21 nm. Namun demikian, dua

populasi tetes bisa akhirnya dipisahkan dengan menggunakan filtrasi.

 Yang diwakili dalam Gambar. 7, penguapan pelarut yang dilakukan tidak memiliki pengaruh 

pada ukuran rata-rata emulsi yang dibuat dengan (Etil asetat/aseton) campuran.

22

Page 23: Makalah Jurnal International Farset FIX

3.4.3. MEK-aseton pada 50/50, 40/60 dan 30/70% (v/v)

Tiga campuran MEK-aseton disusun dengan berbagai proporsi MEK-aseton: 30/70, 40/60

dan 50/50% (v /v).

Gambar.6. Studi Perbandingan nano-emulsi distribusi ukuran partikel setelah penguapan

campuran etil asetat-aseton pada berbeda proporsi: 10/90, 15/85 dan 20/80% (v /v).

Gambar.7. Pengaruh penguapan pelarut pada ukuran rata-rata emulsi diperoleh dengan 

campuran asetat-aseton etil yang berbeda: 20/80, 15/85 dan 10/90% (v/v).

Menggunakan MEK-aseton pada 50/50% (v/v) dan 40/60% (v/v), nano-

emulsi yang tidak

stabil (fase pemisahan) diperoleh bahkan beberapa menit setelah persiapan mereka. MEK-

aseton pada 30/70% (v/v) yang diwakili batas untuk mendapatkan nano-emulsi dengan 

ukuran partikel<600 nm. Metil etil keton diijinkan untuk mengurangi volume aseton 100-7

0% (v/v), dan menyebabkan nano-emulsi dengan distribusi mono modal (Gbr.8).

23

Page 24: Makalah Jurnal International Farset FIX

 Sekali lagi, penguapan pelarut tidak mempengaruhi distribusi ukuran. Tetesan ukuran 

dan distribusi  ukuran yang tergantung pada kinetik proses emulsifikasi.

Gambar.8.Nano-emulsi analisis granulometri sebelum dan sesudah penguapan campuran 

pelarut (MEK-aseton) pada 30/70% (v/v).

Gambar.9. Perbandingan suhu auto-peradangan pelarut organik yang berbeda. 

Terutama tergantung pada kelarutan pelarut organik dalam air (Wehrle etal., 1995). Sebagai k

onsentrasi gradien antara fase berair dan organik meningkat, difusi pelarutakan lebih cepat da

n tetes terbentuk lebih Kecil. Kinetika spontan emulsifikasi yang paling cepat ketika miscibili

ty yang antara faseorganik dan fase berair lebih baik. Menurut Tabel 5, etil asetat dan MEK d

24

Page 25: Makalah Jurnal International Farset FIX

apat bercampur dengan air pada 9,6 dan 28,69% (v/v), masing masing hasil eksperimen menu

njukkan bahwa 15% etil asetat dan 30% dari MEK merupakan batas untu mendapatkan camp

uran, pelarut air bercampur mempromosikan diri emulsifikasi dan memimpin pembentukan n

ano-emulsi dengan drop rendah ukuran.

Untuk kekuatan pilihan pelarut, kami membandingkan karakteristik fisik mereka, dan 

khususnya auto suhu inflamasi (Gbr.9) dan flashpoint (Gbr.10).

 Suhu auto-inflamasi adalah minimal suhu dimana senyawa terbakar secara spontan ta

npa penyediaan energi lainnya sebagai api ataup ercikan. Semakin rendah suhu ini, yang pali

ng mudah terbakar adalah produk. THF menyajikan tertinggi risiko peradangan auto saat pem

anasan. Flash point adalah suhu terendah dimana cairan dapat membentuk campuran ignitable 

di udara dekat permukaan cairan. Semakin rendah titik nyala, semakin mudah itu adalah untu

k menyalakan bahan. Titik nyala terdaftar di ◦C pada Gamb.10.MEK dan etil asetat menyajik

an terendah risiko pengapian (-9 dan-4,4◦C, masing-masing), tidak seperti THF dan aseton, y

ang menyajikan pelarut paling mudah terbakar. Dari semua  pertimbangan

tersebut harus disimpulkan bahwa campuran asetat-aseton MEK-aseton dan etil

Gambar.10. Perbandingan titik nyala pelarut organik yang berbeda pada 30/70 dan 15/85%

(v/v),  masing-masing, hadiah alternatif 

yang baik untuk menggantikan aseton dalam persiapan nano-emulsi menggunakan

teknik emulsifikasi spontan.

25

Page 26: Makalah Jurnal International Farset FIX

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

            Karena potensi nano-emulsi dalam kosmetik produk, studi intensif dilakukan untuk m

enujukan peransifat fisiko-kimia minyak, surfaktan dan pelarut air bercampur atau campuran 

bahan pelarut pada nano-emulsi distribusi ukuran. Viskositas minyak, surfaktan HLB dan yan

g miscibility pelarut dengan air merupakan penting parameter dalam menentukan kualitas akh

irnano-emulsi yang diperoleh dari proses emulsifikasi spontan.

 Pertama, viskositas minyak dan HLB surfaktan yang berubah, nano-emulsi terkecil te

tesan ukuran (171 ±2 nm) telah diperoleh dengan menggunakan? tokoferol, Yang minyak ken

tal yang paling, dana sosiasi(Lipo¨ıd® S75/ Pluronic ®F68)sebagai surfaktan. Kedua, aseton 

proporsi dalam fase organik menurun menggunakan campuran pelarut. Membandingkan nano-

-emulsi distribusi ukuran dan sifat fisik pelarut (suhu auto-peradangan dan titik nyala), ETAC-

-aseton dan MEK-aseton campuran di15/85 dan 30/70% (v/v) dipilih sebagai campuran pelar

ut penggantian aseton. Penelitian ini optimasi emulsi dapat dianggap sebagai langkah penting 

mengenai proses nano capsules obtention menggunakan nano precipitation atau polikondensa

si antar muka dikombinasikan dengan teknik emulsifikasi spontan. Nano partikel sintesis men

ggunakan salah satu dari dua teknik ini dapat dilakukan dalam sebelumnya sama kondisi opti

mal.

26

Page 27: Makalah Jurnal International Farset FIX

DAFTAR PUSTAKA

Aveyard, R., Binks, B.P., Clark, S., Mead, J., 1986. Interfacial tension minima in oil–water–

surfactant systems: behaviour of alkane–aqueous NaCl systems containing Aerosol OT. J.

Chem.

Soc., Faraday Trans. I 82, 125. Aveyard, R., Binks, B.P., Mead, J., 1986. Interfacial tension

minima

in oil–water–surfactant systems. J. Chem. Soc., Faraday Trans. I 82, 1755.

Becher, D.Z., 1983. Application in agriculture. In: Becher, P. (Ed.), Encyclopaedia of

Emulsion Technology, first ed. Marcel Dekker, New York, pp. 239–320.

Bouchemal, K., Briançon, S., Perrier, E., Fessi, H., Bonnet, I., Zydowicz, N., 2004. Synthesis

and characterization of polyurethane and poly(ether urethane) nanocapsules using a new

technique of interfacial polycondensation combined to spontaneous emulsification. Int. J.

Pharm. 269 (1), 89–100.

Bru, M.N., Guillon, X., Breton, P., Couvreur, P., Lescure, F., Roques Carmes, C., Riess, G.,

1998.

Procédés de preparation de nanoparticules de methylidène malonate, nanoparticules contenan

t éventuellement une ou plusieurs molecules biologiquement actives et compositions

pharmaceutiques les

contenant. French Patent 2755136.

Davies, J.T., Haydon, D.A., 1957. Spontaneous emulsification. Int. Congr. Surf. Act. 2nd 1,

417–425.

Davies, J.T., Rideal E.K., 1961. Diffusion through Interfaces. In: Willmer, H. (Ed.),

Interfacial Phenomena, first ed. Academic Press, New York, pp. 343–450.

27

Page 28: Makalah Jurnal International Farset FIX

El-Aasser, M., Lack, C.D., Vanderhoff, J.W., Fowkes, F.M., 1988. The mini-emulsion

process-different of spontaneous emulsification. Colloid Surf. 29, 103–118.

European Pharmacopoeia, 2002, fourth ed. vol. 5.4, pp. 347–355.

Fessi, H., Devissaguet, J.P., Puisieux, F., 1986. Procédés de préparation de systèmes

collo¨ıdaux dispersibles d’une substance sous forme de nanocapsules. French Patent

8618444.

Fessi, H., Puisieux, F., Devissaguet, J.P., Ammoury, N., Benita, S., 1989. Nanocapsule

formation by interfacial polymer deposition following solvent deplacement. Int. J. Pharm. 55,

25–28.

Fessi, H., Devissaguet, J.P., Puisieux, F. 1992. Procédé de préparation de systèmes

collo¨ıdaux dispersibles d’une substance, sous forme de nanoparticules. EP 0275 796 B1.

Frisbee, S.E., McGinity, J.W., 1994. Influence of non-ionic surfactants on the physical

properties of a biodegradable pseudolatex. Eur. J. Pharm. Biopharmcol. 40 (6), 355–363.

Girard, N., Tadros, T.F., Bailey, A.I., 1997. Original contribution: styrene and

methylmethacrylate oil-in-water microemulsions. Colloid Polym. Sci. 275 (7), 698–704.

Gopal, R.E.S., 1968. Principles of emulsion formation. In: Sherman, P. (Ed.), Emulsion

Science. Academic Press, London, pp. 1–75.

Griffin, W.C., 1954. Calculation of HLB values of non-ionic

surfactants. J. Sos. Cosmet. Chem. 5, 249.

Guinebretière, S., 2001. Nanocapsules par émulsion–diffusion de solvant: obtention,

caractérisation et mécanisme de formation. Ph.D. Thesis No. 200. Lyon,

France. Guinebretière, S., Briançon, S., Fessi H., Teodorescu, V.S., Blanchin, M.G., 2002.

Nanocapsules of biodegradable polymers: preparation and characterization by direct high

resolution electron microscopy. Mater. Sci. Eng. C 21, 137–142.

28

Page 29: Makalah Jurnal International Farset FIX

Hackett, J., Miller, C.A., 1988. SPE Res. Eng. 3, 791. Handbook of Chemistry and Physics

(1993–1994), 74th ed.

Lopes-Montilla, J.C., Herrera-Morales, P.E., S, D.O., 2002. Pandey, spontaneous

emulsification: mechanisms, physicochemical aspects, modeling, and applications. J. Dispers.

Sci. Technol.

23 (1/3), 219–268.

Louchet, F., Verger-Gaugry, J.L., Thibault-Desseaux, J., Guyot, P., 1988. Microscopie

électronique en transmission In Les Techniques de l’Ingénieur, p. 87Miller, C.A., 1988.

Spontaneous emulsification produced by diffusion: a review. Colloid Surf. A 29, 89–102.

Miller, C.A., Raney, K.H., 1993. Solubilization–emulsification mechanisms of detergency.

Colloids Surf. A 74, 169–215.

Miller, C.A., 1996. Solubilization and intermediate phase formation in oil-water-surfactant

systems. Tenside Surf. Det. 33, 191– 196.

Montasser, I., Fessi, H., Briançon, S., Lieto, J., 2001. Method of preparing colloidal particles

in the form of nanocapsules. World Patent WO0168235.

Montasser, I., 1999. Préparation et caractérisation de vecteurs collo¨ıdaux submicroniques par

une nouvelle technique de polycondensation interfaciale. Ph.D. Thesis. Université Claude

Bernard Lyon 1. Nakajima, H., Tomomossa, S., Okabe, M., 1993. First Emulsion

Conference, Paris, France. Nakajima, H., 1997. In: Solans, C., Konieda, H. (Eds.),

Industrial Applications of Microemulsions. Marcel Dekker, New York. Pal, R., 1998. A

novel method to correlate emulsion viscosity data. Colloid Surf. A: Physicochem. Eng.

Aspects 275–286.

Seijo, B., Fattal, E., Roblot-Treupel, L., Couvreur, P., 1990. Design of nanoparticles of less

than 50 nm diameter: preparation characterization. Int. J. Pharm. 62, 1–7.

29

Page 30: Makalah Jurnal International Farset FIX

Shahizdadeh, N., Bonn, D., Aguerre-Chariol, O., Meunier, J., 1999. Spontaneous

emulsification: relation to microemulsion phase behaviour. Colloid Surf. A: Physicochem.

Eng. Aspects 147, 338–375.

Sonneville-Aubrun, O., Simonnet, J.-T., L’Alloret, F., 2004. Nanoemulsions: a new vehicle

for skincare products. Adv. Colloid Interf. Sci. 108/109, 145–149. 

Tadros, Th. F., Vandamme, A., Levecke, B., Booten, K., Stevens, C.V., 2004. Stabilization of

emulsions using polymeric surfactants based on inulin. Adv. Colloid Interf. Sci.

108/109, 207–226.

Ugelstadt, J., El-Aassar, M.S., Vanderhoff J.W., 1973. J. Polym. Sci. 11, 503.

Wehrle, P., Magenheim, B., Benita, S., 1995. The influence of process parameters on the

PLA nanoparticle size distribution, evaluated by means of factorial design. Eur. J. Pharm.

Biopharmcol.

41, 19–265-10

30