jurnal mata fix timo

21
BAB I PENDAHULUAN Penyakit infeksi mata perlu mendapat pertolongan segera dan adekuat, agar tidak mengganggu penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan dan kebutaan. 4 Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air 1

Upload: timotheas

Post on 24-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUANPenyakit infeksi mata perlu mendapat pertolongan segera dan adekuat, agar tidak mengganggu penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan dan kebutaan.4Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva ( lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata ) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2 B. EtiologiKonjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:

Infeksi olah virus atau bakteri

Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik atau sinar matahari.C. Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari:1. Konjungtivitis bakterial 2. Konjungtivitis virus 3. Konjungtivitis alergi 4. Konjungtivitis Neonatorum

5. Trakoma

6. Konjungtivitis iritasi atau kimiaD. Gambaran klinik Konjungtivitis

a. Subjekstif

Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas,, gatal, kadang kabur, lengket waktu pagi.b. Objektif

1. Injeksi Konjungtiva

Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi gambaran berkelok-kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.2. Folikel

Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1mm. tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu kemerehan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik kearah puncak folikel.

3. Papil raksasa (Coble-stone)Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun berdekatan dengan permukaan datar. Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari bawah sentral.4. Flikten

Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel konjungtiva atau kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis.

5. Membran

Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau seluruh konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa puth ini dapat berupa endapan secret, sehingga mudah diangkat, dan disebut pseudomembran. Selain massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut membran.4Gejala lainnya adalah: - mata berair - mata terasa nyeri - mata terasa gatal - pandangan kabur - peka terhadap cahaya - terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.2E. Macam-macam Konjungtivitis1. Konjungtivitis Bakteri Definisi : inflamasi konjungtiva diakibatkan Staphylococcus aureus (berhubungan dengan blefaritis), S.Epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Haemophilus influenza (khususnya pada anak-anak) DiagnosisGejala : Mata merah, pedih, nyeri, mengganjal, eksudat, lakrimasi

Tanda :

Papila konjungtiva

Kemosis : pembengkakan konjungtiva

Konjungtiva injeksi

Tanpa adenopati preaurikuler

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan tajam penglihatan

Pemeriksaan segmen anterior bola mata

Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya)/ Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan PrognosisKonjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.1 Pencegahan Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.

Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.5KESIMPULANPenyakit infeksi mata perlu mendapat pertolongan segera dan adekuat, agar tidak mengganggu penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan dan kebutaan.Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Selain itu, air mata buatan juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. .

DAFTAR PUSTAKA1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000

2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005

3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1998

4. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta. 20025. Art of Therapy. FK UGM.Yogyakarta. 2008BAB II

JURNAL

Gatifloxacin Ophthalmic Solusio sebagai Terapi untuk Konjungtivitis Bakterial: Keamanan, Efisiensi, dan Perspeksi Pasien

I. Abstrak

Gatifloxacin merupakan generasi keempat dari antibiotik flurokuinolon yang biasa digunakan sebagai pengobatan sistemik. Obat yang dikembangkan oleh Kyorin (Jepang) ini dahulu berhubungan dengan reaksi toksik dan pernah dilarang di Amerika dan Kanada untuk digunakan secara oral. Gatifloxacin berlanjut digunakan sebagai terapi topikal mata karena toksisitas sistemik dari pemakaian oral tidak diobservasi dengan pemakaian pada mata. Pada data yang tersedia mengindikasikan bahwa pemakaian gatifloxacin pada mata itu aman dan efektif melawan bakteri spektrum luas termasuk bakteri intraselular dan anaerob.

Kata kunci: Antibiotik, mata, obat, anti-bakteria, topikal

II. Pendahuluan

Gatifloxacin termasuk dalam golongan antibiotik flurokuinolon. Telah diterima sebagai pengobatan konjungtivitis bakterial yang disebabkan oleh mikroorganisme luas. Berfungsi dengan menghambat enzim DNA bakteri dan topoisomerase IV. Dengan desain seperti ini dapat mengurangi peluang terjadinya resistensi antibiotik. Gatifloxacin dikembangkan oleh Kyorin Pharmaceutical Co, Ltd., Tokyo, Jepang. Konjungtivitis bakterial merupakan peradangan pada konjungtiva disebabkan bakteri piogenik dan gejalanya bisa berupa iritasi konjungtiva yang biasanya terlihat dari bagian mata yang lain, visus menurun, nyeri, dan eksudat mukopurulen. Pada kasus yang tidak diterapi dengan baik dapat menyebabkan kehilangan mata. Terapi pada kondisi seperti ini menggunakan antibiotik topikal secara agresif dan steroid bila diperlukan.

Spektrum Anti-mikroba / KemampuannyaGatifloxacin dan flurokuinolon yang lain efektif dalam melawan bakteri spektrum luas, yang dapat menyebabkan infeksi mata pada manusia termasuk endofthalmitis dan konjungtivitis. Melo et al menemukan bahwa gatifloxacin efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif termasuk bakteri anaerob in vitro. Didesain sebagai dosis sekali sehari untuk eksaserbasi bakteri pada peradangan akut. Sayangnya hal ini juga berhubungan dengan toksisitas sistemik pada manusia. Data ini dikonfirmasi dari. Gatifloxacin diformulasikan dengan kombinasi sodium alginat dan selulosa sodium metilkarboksil sebagai alternatif dari tetes mata.

Kimia

Formula kimiawi untuk gatifloxacin yaitu C19H22FN3O4. Antibiotik ini memiliki efektifitas protein pengikat sebanyak 20% dan masa paruh (maksimum) 14 jam. Massa molekul antibiotik ini 375.394 g/mol. Mekanisme membunuh bakteri ini tidak bergantung pada siklus hidup bakteri tersebut. Dari data yang didapat, menunjukkan bahwa gatifloxacin akan membunuh fase laten dan fase pertumbuhan aktif dari bakteri E. Coli dan stafilokokus.

Toksisitas dan Keamanan

Pada makalah sebelumnya mengatakan bahwa gatifloxacin turut berperan dalam menghambat bakteri Mycobacterium tuberculosis. Gatifloxacin dievaluasi dengan ada dan tidak adanya benzalkonium chloride (BAK, 50 mg/mL). Data menunjukkan bahwa gatifloxacin membutuhkan waktu 120 menit pada tidak adanya BAK untuk bisa efektif dalam menurunkan aktivitas bakteri spektrum luas. Eksperimen ini termasuk S. Pneumoniae. Dengan adanya BAK maka waktu aktivitas anti-mikroba berkurang sampai 5 menit atau kurang. Darisini dapat dipertimbangkan bahwa BAK merupakan faktor terbesar dalam menurunkan jumlah mikroba. Selain itu McCraken juga menunjukkan bahwa gatifloxacin efektif dalam melawan S. Pneumoniae dengan menggunakan kelinci sebagai model. Di kasus ini tidak ada BAK. Darwis et al menunjukkan bahwa gatifloxacin merupakan agen sinergistik yang efektif dengan piperacillin, cefepime dan meropenem dalam melawan agen terpilih dengan 50% pengurangan jumlah bakteri sebagai perbandingan dengan nilai kontrol. Hoshi et al menemukan bahwa gatifloxacin lebih kuat dibanding levofloxacin dalam melawan resistensi metisilin S. Aureus. Gatifloxacin dapat menurunkan tingkat S. Aureus sebanyak 95% saat terukur secara interseluler.

Pre-klinik

Ishiwata dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa pria dengan diabetes yang diberi gatifloxacin secara sistemik (50 atau 100 mg I.V) akan meningkatkan sekresi epinefrin yang kemudian akan meningkat dalam serum glukosa dengan cepat. Konsentrasi serum epinefrin mencapai puncaknya pada 15 menit diikuti dengan pemberian gatifloxacin.

Gatifloxacin ditemukan tingkatnya lebih tinggi dibanding ceftriaxon dan vankomisin dalam pengobatan terhadap S. Pneumoniae dengan kelinci sebagai model. Gatifloxacin juga digunakan pada studi pre-klinik dengan anak tikus dalam pengobatan terhadap infeksi M. Tuberculosis. Gatifloxacin dan moxifloxacin telah dievaluasi secara in vitro dan ditemukan memiliki aktivitas yang mirip dalam melawan M. Tuberculosis. Keduanya juga tidak ada yang seefektif isoniazid (INH). Perlu diketahui juga disini tidak ada reaksi toksik terhadap mata yang dilaporkan. Sugioka et al saat mempelajari penetrasi dari gatifloxacin, moxifloxacin dan levofloxacin ke jaringan mata kelinci menemukan bawa ada perbandingan antara moxifloxacin dan kedua obat lainnya dalam penetrasi ke kornea, humor aquos dan konjungtiva. Disini moxifloxacin lebih hydrosoluble dibanding dengan gatifloxacin maupun levofloxacin.

Studi berikutnya dengan gatifloxacin, gentamisin, dan moxifloxacin. Diukur dengan pengukuran ketebalan kornea. Pada studi ini tidak ada perbedaan diantara ketiganya, juga dapat mengindikasikan bahwa gatifloxacin tidak menyebabkan toksik. Sharma melakukan penelitian dengan menggunakan topikal gatifloxacin beserta flurokuinolon lainnya seperti norfloxacin, ciprofloxacin, lomefloxacin, sparfloxacin, dan moxifloxacin pada kornea tikus yang terbakar. Disini data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara gatifloxacin dan yang lainnya dalam menunda regenerasi kornea.Penggunaan Sistemik pada Manusia

Dari laporan klinik, AM-155 (gatifloxacin) terbukti tidak menimbulkan efek samping yang ekstrim. Penggunaan tunggal atau multipel secara oral telah dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik dan terdeteksi konsentrasinya dalam air liur, serum, dan urin. Dari 30 voluntir yang mendapat obat, dilaporkan tidak ada keracunan maupun reaksi yang berkebalikan. Namun tetap perlu diperhatikan dalam penggunaan secara sistemik. Pada tahun 2008 terdapat laporan kasus adanya hubungan antara gatifloxacin dengan rhabdomyolisis. Pasien pria 50 tahun yang diberikan gatifloxacin (200 mg I.V sekali sehari) dilaporkan menjadi demam dan gejala traktus urinarius bagian bawah. Adanya komplikasi ginjal, nyeri otot dan kelemahan. Kemudian gatifloxacin diganti dengan cefoperazon (1 g dua kali sehari). Setelah 24 jam kondisi pasien membaik. Efek lainnya yang disebabkan gatifloxacin diantaranya mual, nyeri kepala, dispepsia, mencret, demam, dan bintik merah (rash) bila diberi bersama dengan obat lain seperti rifampisin, INH, dan pyrazinamid. Absorpsi gatifloxacin menjadi menurun jika diberi bersama obat-obat tersebut. Bagaimanapun, gatifloxacin berhasil dalam pengobatan otitis media pada anak-anak.

Gatifloxacin juga berhubungan dengan serangan jantung pada pasien yang beresiko. Pemakaian secara oral pada pasien dengan riwayat penyakit jantung dilaporkan dapat menyebabkan ventrikular fibrilasi. Gatifloxacin juga berhubungan dengan meningkatnya resiko hipoglikemia dan hiperglikemia. Mekanismenya berhubungan dengan vakuolisasi dari sel beta pankreas yang kemudian akan menurunkan tingkat insulin dan menyebabkan hiperglikemia.

Disaat antibiotik lain seperti ciprofloxacin dan moxifloxacin berhasil digunakan pada pasien dengan abnormalias homeostasis glukosa, gatifloxacin tidak direkomendasikan.

Penggunaan Gatifloxacin pada Mata

Gatifloxacin ditemukan efektif dalam mencegah infeksi bakterial. Liu et al menggunakan gatifloxacin gel mata dan solusio mata sebagai terapi pada pasien katarak, menemukan bahwa konsentrasi maksimum dari keduanya diobservasi selama 60 menit tetapi konsentrasi aktif ditemukan 4.3 kali lebih tinggi pada formula gel mata dibanding dengan solusio. Namun, Gungor et al menemukan bahwa moxifloxacin dapat melakukan penetrasi ke humor aquos lebih baik dibanding gatifloxacin saat operasi katarak. Arantes dan rekan-rekan menemukan bahwa gatifloxacin yang diberikan 1 jam sebelum operasi katarak dan untuk 14 hari setelah operasi, lebih baik dibanding ciprofloxacin dalam hal menurunkan jumlah kultur konjungtival, yang dapat menurunkan resiko infeksi post operasi.

Studi di Korea membandingkan Gatiflo dan Vigamox (0.5% moxifloxacin) secara bilateral pada pasien photorefractive keratectomy (PRK). Antibiotik-antibiotik ini setelah operasi menimbulkan nyeri, epitelisasi dan gangguan visual. Mungkin ini tidak mengejutkan karena kedua obat ini merupakan agen anti bakterial bukan agen penyembuh luka. Keduanya juga dilaporkan tidak menimbulkan toksik. Blair et al melakukan studi terhadap 30 pasien dengan ulkus kornea. Setengah diberi placebo dan setengahnya lagi diberi gatifloxacin dan 0.1% dexamethasone. Hasil pertama yaitu penurunan ukuran ulkus dalam 10 minggu. Tetapi tidak ada hasil yang memuaskan karena tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Campos et al menggunakan dosis pasti topikal kombinasi gatifloxacin (0.3%) dan prednisolon (1%) untuk terapi post operasi LASIK. Kritik terbanyak mengenai harga dari produk tersebut.

Gong et al membandingkan efisiensi gatifloxacin dengan levofloxacin pada 235 pasien dengan konjungtivitis bakterial. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya dan efisiensinya sekitar 93%. Efek samping dari topikal mata gatifloxacin berupa nyeri mata, pandangan buram, gejala konjungtival, mata bengkak dan kerusakan pembuluh darah mata, nyeri kepala, gangguan pengecapan, pembengkakkan tenggorok dan kesulitan bernapas. Tidak semua pasien memiliki gejala tersebut tetapi gejala-gejala tersebut sudah pernah ada yang mengalaminya akibat gatifloxacin. Beberapa dari gejala tersebut mirip dengan kondisi konjungtivitis yang seharusnya diobati oleh obat ini.

Kesimpulan

Disaat gatifloxacin sudah tidak digunakan lagi untuk penggunaan sistemik pada manusia, semakin berkembang penggunaan terapi untuk mata yang berguna melawan bakteri spektrum luas yang menyebabkan penyakit mata. Dari informasi yang tersedia menyatakan bahwa tidak ada toksisitas pada mata saat obat diberi secara topikal dan dalam konsentrasi yang benar. Data yang ada masih rancu terkait spektrum efektivitas gatifloxacin dibandingkan dengan penyakit lainnya, tetapi yang tidak perlu dipertanyakan ialah kemampuannya dalam mengontrol penyakit okuler bakterial. Pemantauan berkelanjutan terhadap pasien yang diobati dengan gatifloxacin akan memberikan bukti potensi efek samping maupun efek samping negatif yang belum diketahui sampai saat ini terkait penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tomioka H, Saito H, Sato K. Comparative antimycobacterial activities of the newly synthesized quinolone AM-1155. Anti Microbiol Agents Chemo. 1993;37:125963.

2. Hosaka M, Yasue T, Fukuda H, Tomizawa H, et al. In vitro and in vivo antibacterial activities of AM-1155, a new 6-Fluoro-8-Methoxy. Quinolone. 1992;36:210817.

3. Mather R, Karenchak LM, Romanowski EG, Kowalski EG. Fourth generation fluoroquinolones: new weapons in the arsenal of ophthalmic antibiotics. Am J Ophthalmol. 2002;133:463366.

4. Melo GB, Bispo PJM, Yu MCZ, Pignatari ACC, Hofling-Lima AL. Microbial profile and antibiotic suseptibility of culture-positive bacterail endophthalmitis. Eye. 2011;25:3828. Schultz 70 Ophthalmology and Eye Diseases 2012:4

5. Mohr JF, Peymann PJ, Troxell E, Lodise TP, et al. Risk factors for hyperglycemiain hospitalized adults receiving gatifloxacin: a retrospective, nested case-controlled analysis. Clin Ther. 2008;30:1527.

6. Onyenwenyi AJ, Winterstein AG, Hatton RC. An evaluation of the effects of gatifloxacin on glucose homeostasis. Pharma World Sci. 2008;30: 5449.

7. Kendall C, Wooltorton E. People with diabetes should avoid antibiotic gatifloxacin. CMAJ. 2006;174:108990.

8. Ramesh S, Ramakrishnan R, Bharathi MJ, Amuthan M, Viswanathan S. Prevalence of bacterial pathogens causing ocular infection in South India. Ind J Pathol Micro. 2010;53:2816.

9. Moriyama AS, Hofling-Lima AL. Contact lens-associated microbial keratitis. Arq Bras Oftalmol. 2008;71:19.

10. Duraniraj C, Kadam RS, Chandler JW, Hutcherson SL, Kompella UB. Nanosized dendritic polyguanidilyated translocator for enhanced solubility, permeability and delivery of gatifloxacin. IOVS. 2010;51:580416.

11. Kesavan K, Nath G, Pandit JK. Sodium alginate based mucoadhesive system foe gatifloxacin and its in vitro antibacterial activity. Sci Pharma. 2012;78:94157.

12. Gradelski E, Kolek B, Bonner D, Fung-Tomc J. Bactericidal mechanism of gatifloxacin compared with other quinolones. J Antimicrob Chemo. 2002;49:1858.

13. Haas W, Pillar CM, Hesje CK, Sanfilippo CM, et al. In vitro time-kill experiemnts with besifloxacin, moxifloxacin and garifloxacinin the absense and presence of benzalkonium chloride. J Antimicrob Chem. 2011;66: 8404.

14. McCracken GH. Pharmacodynamics of gatifloxacin in experimental models of pneumococcal meningitis. CID. 2000;31(2): S4550.

15. Dawis MA, Isenberg HD, France KA, Jenkins SG. In vitro activity of gatifloxacin alone and in combination with cefepime, meropenem, piperacillin and gentamicin againsst multidrug-resistant organims. J Antimicrobial Chemo. 2003;51:120311.

16. Kato N, Kato H, Tanaka-Bandoh K, Wantanabe K, et al. Comparative in vitro and in vivo activity of AM-1155 against anaerobic bacteria. J Antimicrobial Chemo. 1997;40:6317.

17. Hoshi S, Kikuchi K, Sasaki T, Sotozono C, et al. Postantibiotic effects and bactericidal activities of levofloxacin and gatifloxacin at concentrations simulating those of topical ophthalmic administration against fluoroquinoloneresistant and fluoroquinolone-sensitive methicillin-resistant Staphylococcus aureus strains. J Antimicrobial Chemo. 2008;52:29703.

18. Yamamoto T, Hosaka M, Fukuda H, Oomori Y, et al. Uptake and intracellular activity of AM-1155 in phagocytic cells. 1996;40:27569.

19. Ishiwata Y, Sanada Y, Yasuhara M. Effects of gatifloxacin on serum glucose concentration in normal and diabetic rats. Biol Pharma Bull. 2006;29:52731.

20. Perrig M, Acosta F, Cottagnoud M, Gerber CM. Efficacy of gatifloxacin alone and in combination with cefepine against penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae in a rabbit meningitis model and in vitro. J Antimicrob Therap. 2001;47:7014.

21. Alvirez-Freites EJ, Carter JL, Cynamon MH. In vitro and in vivo activities of gatifloxacin against Mycobacterium tuberculosis. Antimicrob Agents and Chemo. 2002;46:10225.

22. Sugioka K, Fukuda M, Komoto S, Itahashi M, et al. Intraocular penetration of sequentially instilled topical moxifloxacin, gatifloxacin and levofloxacin. Clin Ophthalmol. 2009;3:5537.

23. Kobayakawa S, Hiratsuka Y, Watabe Y, Murakami A, et al. Comparison of the influence of intracameral gentamicin, gatifloxacin and moxifloxacin on the corneal endothelium in a rabbit model. Jap J of Ophthal. 2010;54: 4815.

24. Sharma C, Velpandian T, Baskar SS, Ranjan BN, et al. Effect of fluoroquinolones on the expression of matrix metalloproteinase in debrided cornea of rats. Toxicol Mech Methods. 2011;21:612.

25. Nakashima M, Uelatsu T, Kosuge K, Kusajima H, et al. Single and multipledose pharamcokinetics of AM-1155, a new 6-fluro-8-methoxy quinolone, in humans. Anti Microb Agents Chem. 1995;39:263540.

26. George P, Das J, Pawar B, Badyal D. Gatifloxacin-induced rhabdomyolysis. J Postgrad Med. 2008;54:2334.

27. McIlleron H, Norman J, Kanyok TP, Fourie PB, et al. Elevated gatifloxacin and reduced rifampicin concentrations in a single-dose interaction study amongst healthy volunteers. J Antimicrobial Chemo. 2007;60:1398401.

28. Pichichero ME, Arguedas A, Dagan R, Sher L, et al. Safety and efficacy of gatifloxacin therapy for children with recurrent acute otitis media (AOM) and/or AOM treatment failure. CID. 2005;41:4708.

29. Bertino JS, Owens RC, Carnes TD, Iannini PB. Garifloxacin-associated corrected QT interval prolongation, torsades de pointes, and ventricular fibrillation in patients with known risk factors. CID. 2002;34:13.

30. Iannini PB. Circiumaru I. Gatifloxacin-induced QTc prolongation and ventricular tachycardia. Pharmacotherapy. 2001;21:3612.

31. Owens RC, Risk assessment for antimicrobial agent-induced QTc interval prolongation and torsades de pointes. Pharmacotherapy. 2001;21:3019.

32. Park-Wyllie LY, Juurlink DN, Kopp A, Shah BR, et al. Outpatient gatifloxacin therapy and dysglycemia in older adults. N Engl J Med. 2006;354(13):135261.

33. Baker SE, Hangii MC. Possible gatifloxacin induced hypoglycemia. Ann pharmacother. 2002;36:17226.34. Tailor SA, Simor AE, Cornish W, Phillips E, et al. Analysis of spontaneous report of hypoglycemia and hyperglycemia associated with marketed systemic fluroquinolones made to the Canadian Adverse Drug Reaction Monitoring Program. Can J Hosp Pharm. 2004;57:127.

35. Greenberg AL, Decerbo M, Fan J. Gatifloxacin therapy associated with hypoglycemia. CID. 2005;40:12101.

36. Frothingham R. Glucose homeostasis abnormalities associated with the use of gatifloxacin. CID. 2005;41:126976.

37. Liu X, Wang N, Wang Y, Chen MA, et al. Determination of drug concentration in aqueous humor of cataract patients administered gatifloxacin ophthalmic gel. Chinese Med J. 2010;123:210510.

38. Gungor SG, Akova YA, Bozkurt A, Yasar U, et al. Aqueous humor penetration of moxifloxacin and gatifloxacin eye drops in different dosing regimens before phacoemulsification surgery. Br J Ophthalmol. 2011;95:12725.

39. Arantes TE, Castro CM, Cavalcanti RF, Severo MS, et al. Conjunctival bacterial flora after topical use of ciprofloxacin and gatifloxacin in cataract surgery. Arg Bras Oftalmol. 2008;7:1916.

40. Kim SJ, Toma HS. Antimicrobial resistance and ophthalmic antibiotics: 1-year results of a longitudinal controlled study of patients undergoing intravitreal injections. Arch Ophthalmol. 2011;129:11808.

41. Shin JH, Lee HB, Park HY. Comparison of the effects of fourth-generation fluoroquinolones on epithelial healing after photorefractive keratectomy. Cornea. 2010;29:123640.

42. Blair J, Hodge W, Al-Ghamdi S, Balabanian R, et al. Can J Ophthalmol. 2011;46:405.

43. Campos M, Muccioli C, Malta J, Gerade RA, et al. Efficacy and tolerability of a combined gatifloxacin plus prednisolone formulation for topical prophylaxis after LASIK. Clin Opthalmol. 2011;5:20914.

44. Gong L, Sun XH, Qiu XD, Zhang YQ, et al. Comparative research of the efficacy of gatifloxacin and levofloxacin for bacterial conjunctivitis in human eyes. Chinese J Ophthalmol. 2010;46:52531.

45. Cervantes LJ, Mah FS. Clinical use of gatifloxacin ophthalmic solution for treatment of bacterial conjunctivitis. Clin Ophthalmol. 2011;3:495502.

11