ii. tinjauan pustaka 2.1 produk ekstrudat penunjang...
TRANSCRIPT
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produk Ekstrudat Penunjang Sarapan
Sarapan pagi memiliki manfaat yang sangat banyak bagi tubuh, salah
satunya yaitu dapat mencegah kegemukan, membentuk kebiasaan makan sehat
dan dapat meningkatkan fungsi kognitif yang berhubungan dengan memori.
Kebiasaan tidak sarapan berisiko meningkatkan kadar kolesterol jahat atau LDL
(Smith et al., 2010). Sarapan memiliki manfaat untuk tubuh, yaitu sarapan dapat
menyediakan karbohidrat yang digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah,
sehingga gairah dan konsentrasi dalam menjalankan produktivitas kerja
meningkat dan sarapan akan memberikan kontribusi zat gizi yang diperlukan
tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral (Khomsan, 2010). Makanan
yang sering disantap pada pagi hari salah satunya adalah makanan ringan siap saji
karena penyajiannya yang praktis, diantaranya produk ekstrudat.
Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan siap makan yang dibuat
dari bahan pangan sumber karbohidrat dan/atau protein melalui proses ekstrusi
dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (Badan Standardisasi
Nasional, 2015).
Produk ekstrudat merupakan produk hasil ekstrusi yang biasanya disajikan
untuk sarapan dengan atau penambahan susu dengan waktu penyajian kurang dari
3 menit untuk menunjang kebutuhan gizi dipagi hari. Ciri khas produk ini yaitu
kadar air yang rendah dan tekstur renyah. Produk ini biasa dijumpai dalam bentuk
6
serpihan (flake), hancuran (shredded), mengembang (puffed), dan panggang
(baked). Sereal merupakan salah satu contoh produk esktrusi yang dikonsumsi
pada pagi hari antara pukul 06.00-09.00 WIB dan menyumbangkan energi sekitar
25% dari asupan energi harian yang terdiri dari 450-500 kalori dan 8-9 gram
protein (Khomsan, 2010). Prinsip pembuatan sereal sarapan umumnya terdiri dari
dua yaitu pembentukan tekstur renyah melalui proses pengeringan dan mengalami
gelatinisasi. Prinsip kedua yaitu terbentuknya flavor akibat adanya proses
gelatinisasi, dekstrinasi, dan karamelisasi, selama proses pembuatan berlangsung.
Produk sereal sarapan menurut Lorenz dan Kulp (2012), dikelompokan
berdasarkan sifat fisik alaminya menjadi lima jenis. Jenis pertama yaitu sereal
tradisional (Traditional cereal that require cooking), sereal jenis ini memerlukan
pemasakan, dipasaran dijual dalam bentuk biji mentah yang sudah diproses
contohnya oat. Jenis kedua yaitu sereal tradisional panas siap saji (Instant
traditional hot cereal), untuk mengkonsumsi sereal jenis ini memerlukan air
panas. Jenis ketiga yaitu sereal siap santap (Ready to eat cereal), sereal jenis ini
sudah dimasak dan telah mengalami modifikasi, dipasaran dapat ditemukan dalam
bentuk flaked, puffed, atau shredded. Jenis keempat yaitu Ready to eat cereal
mixes, sereal jenis ini merupakan kombinasi dari bermacam-macam biji sereal,
polong-polongan (legumes), atau oil seeds, serta buah-buahan kering, contohnya
adalah granola. Jenis kelima yaitu produk sereal jenis lainnya (Miscellaneous
cereal products).
7
2.1.1 Kandungan Nutrisi Produk Ekstrudat
Kandungan nutrisi pada produk ekstrudat merupakan hal yang harus
diperhatikan untuk pemenuhan kebutuhan gizi di pagi hari. Senyawa antigizi pada
bahan menurun selama proses ekstrusi sehingga produk yang dihasilkan lebih
aman dan bergizi (Estiasih & Ahmadi, 2009). Syarat bahan baku dalam
pengolahan produk ekstrudat yaitu harus memiliki kadar air 11-14% dan kadar
lemak sekitar 3% (Trisnamurti 1980 dalam Sunyoto dkk, 2018). Kandungan
energi di dalam produk sarapan bervariasi, biasanya memiliki kandungan
karbohidrat tinggi, potein dan lemak yang rendah, dan beberapa mengandung
serat tidak larut (insoluble bran fiber) yang tinggi. Sarapan yang sehat adalah
sereal sarapan tinggi serat atau yang terbuat dari biji utuh (whole grains).
Bahan baku yang mempunyai kadar protein, lemak, dan serat kasar yang
tinggi akan menghasilkan produk ekstrusi yang kurang mengembang. Tingginya
kadar protein dan lemak akan menurunkan derajat gelatinisasi sehingga derajat
pengembangan juga akan turun. Serat kasar yang tinggi dalam bahan akan
menurunkan derajat pengembangan produk ekstrusi. Syarat mutu makanan ringan
ekstrudat ditinjau dari atribut mutu yang tercantum pada SNI 2886:2015 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Rendahnya kadar air yang disyaratkan karena apabila kadar air yang tinggi
maka produk yang dihasilkan akan mudah rusak. Menurut Von Elbe (1987) dalam
Oktavia (2007) menyatakan bahwa kadar air 4% mempunyai Aw 0,23 dimana
pada kondisi ini bakteri tidak dapat hidup dengan baik sehingga produk yang
dihasilkan tidak mudah rusak.
8
Tabel 1. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat
Kriteria Uji Satuan Spesifikasi
1. Keadaan
1.1 Bau
1.2 Rasa
1.3 Warna
1.4 Tekstur
-
-
-
-
normal
normal
normal
normal
2. Kadar air fraksi massa, % maks. 4
3. Kadar lemak
3.1 Proses penggorengan
3.2 Tanpa proses penggorengan
fraksi massa, %
fraksi massa, %
maks. 38
maks. 30
4. Kadar garam (dihitung sebagai NaCl) fraksi massa, % maks. 2,5
5. Kadar abu tidak larut dalam asam fraksi massa, % maks. 0,1
6. Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb)
6.2 Kadmium (Cd)
6.3 Timah (Sn)
6.4 Merkuri (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
maks. 0,25
maks. 0,2
maks. 40
maks. 0,03
7. Cemaran mikroba
7.1 Angka lempeng total
7.2 Escherichia coli
7.3 Salmonella sp
7.4 Staphylococcus aureus
koloni/g
APM/g
-
koloni/g
maks. 1 x 104
< 3
negatif/25 g
maks. 1 x 102
Sumber : Badan Standar Nasional (2015)
2.1.2 Takaran Saji Produk Sarapan Pagi
Takaran saji produk sarapan siap santap umumnya adalah berkisar 20-80
gram yang dapat menyumbangkan energi antara 80-160 kkal. Jumlah energi ini
tentu belum mencukupi kebutuhan energi di pagi hari, maka dari itu penyajian
sereal ini disarankan dengan penambahan susu agar memenuhi kecukupan energi
di pagi hari. Jumlah susu yang ditambahkan pada umumnya adalah setengah gelas
hingga satu gelas susu, atau berkisar antara 150 hingga 300 ml yang
menyumbangkan antara 130-260 kkal energi. Energi yang dihasilkan dengan
mengkonsumsi sereal sarapan pagi dengan susu adalah berkisar 210-420 kkal
energi, yang diharapkan mencukupi kebutuhan energi di pagi hari. Sarapan yang
9
baik apabila dilakukan pada waktu pagi hari bukan menjelang siang yaitu antara
bangun pagi sampai jam 9 pagi. Sarapan di Amerika Latin dilakukan antara pukul
5 pagi hingga 9 pagi dengan kandungan energi total lebih dari 100 kkal
(Alexander et al., 2009).
Menurut Khomsan (2010), sarapan pagi menyumbang kurang lebih 25%
zat gizi, yaitu sekitar 400-500 kkal untuk kecukupan energi 2000 kkal. Jumlah
asupan protein yang dianjurkan adalah 10-35%, sedangkan asupan lemak yang
dianjurkan adalah 20-35% dari total kebutuhan gizi harian. Jumlah energi dari
karbohidrat yang harus dipenuhi pada saat sarapan adalah 180-325 kkal,
sedangkan dari protein adalah 40-175 kkal dan dari lemak adalah 80-175 kkal.
2.2 Mekanisme Pengolahan Produk Ekstrudat
Pembuatan produk sarapan siap saji dapat diaplikasikan dengan cara
mengolah produk menggunakan teknologi ekstrusi, diolah dengan alat yang
bernama ekstruder, dimana alat ini akan menghasilkan sebuah produk berupa
ekstrudat. Ekstrudat yang dihasilkan sesuai dengan alat yang digunakan ataupun
die pada mesin ekstruder. Mekanisme pengolahan produk ekstrusi meliputi pra
ekstrusi, ekstrusi, dan post-ekstrusi (Pratama, 2007). Penggunaan tahapan ini
tergantung pada pengolahan dan jenis produk yang akan dihasilkan.
Tahap pra ekstrusi terdiri dari dua langkah utama yaitu pencampuran
(blending) dan penambahan air (moisturizing). Pencampuran bahan yang akan di
ekstrusi sesuai formulasi yang telah ditentukan, selain itu harus memperhatikan
ukuran bahan yang akan dicampur, dan cara pencampuran yang benar. Tahap
pencampuran dilakukan penambahan air agar bahan dapat menyatu dengan kokoh
10
dan homogen. Jumlah air yang ditambahkan biasanya berkisar antara 4% hingga
8% namun hal ini tergantung pada banyak faktor, seperti tingkat kelembapan
bahan saat pencampuran awal dan tekstrur produk akhir yang diinginkan. Pratama
(2007), menyatakan mesin yang biasa digunakan pada tahap pra ekstrusi terdiri
dari mixer dan moisturizer. Mixer berfungsi untuk proses pencampuran bahan
awal sebelum dimasukkan ke dalam mesin ekstruder.
Tahap kedua yaitu proses ekstrusi, bahan dimasukkan ke dalam mesin
ekstruder dengan tekanan yang tinggi (4-6 atm). Tekanan yang tinggi inilah
mendorong bahan keluar dengan cepat dari cetakan (die) sehingga menghasilkan
produk yang mengembang yang biasa disebut produk ekstrudat. Tahap terakhir
yaitu tahap setelah ekstrusi (post-extrusion), pada tahap ini tergantung dari produk
ekstrudat yang keluar yaitu, terdapat bahan yang sudah jadi atau bahan yang perlu
melalui proses berikutnya. Mesin yang biasa digunakan untuk proses setelah
ekstrusi dan atau terpasang pada ekstruder yakni mesin pengering, flavouring,
pemanggangan, pelapis (coating), dan pendingin yang mana semuanya sesuai
dengan kebutuhan pengolahan.
Teknologi ekstrusi pangan merupakan serangkaian proses pengolahan
dimana bahan dipaksa mengalir dibawah pengaruh beberapa unit operasi yang
bekerja secara simultan, meliputi pencampuran, pemanasan suhu tinggi dan
pemotongan melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil
ekstrusi yang bergelembung kering (puff dry) dalam waktu yang singkat (Shadiq,
2010). Sumber panas utama dalam proses ekstrusi berasal dari konversi energi
mekanik akibat gesekan antar bahan dengan ulir. Produk ekstrusi terbentuk dari
11
biopolimer alami yang berasal dari bahan baku seperti sereal, tepung umbi-
umbian yang tinggi karbohidrat, lemak dari biji kacang-kacangan, dan protein
(Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Klasifikasi proses ekstrusi berdasarkan temperaturnya dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu, ekstrusi panas (hot extrution) dan ekstrusi dingin (cold extrution).
Kedua proses ini mengalirkan adonan yang terbuat dari komponen utama tepung,
aditif dan air melalui barrel ekstruder. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009),
ekstrusi panas merupakan proses pemasakan pada suhu sekitar 180-190oC selama
20-40 detik High Temperature Short Time (HTST). Pemanasan ini menyebabkan
terjadinya proses gelatinisasi baik secara parsial maupun total (Mishra, 2012).
Ekstrusi dingin merupakan proses yang sama tetapi digunakan untuk membuat
pasta tanpa menggunakan input energi panas tambahan dan hanya mengandalkan
panas yang dihasilkan oleh proses friksi (temperatur rendah dibawah 70°C).
Proses ini menggunakan ekstruder pembentuk yang sederhana yang juga dikenal
sebagai pasta maker.
Alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi adalah ektruder.
Mekanisme kerja alat ini yaitu, bahan dimasukkan ke dalam bagian pengisi, pada
tahapan ini bahan terdorong keluar sehingga seluruh ruangan ulir terisi. Bahan
kemudian didorong ke dalam bagian kompresi dengan tekanan yang cukup tinggi.
Tekanan timbul karena terjadi penyempitan ruangan, sehingga energi mekanis dan
gaya geser terhadap bahan meningkat. Keadaan demikian berakibat pada suhu
bahan mulai naik. Bahan dicetak di atas die dengan perubahan tekanan yang
demikian besar dalam waktu yang singkat. Bahan yang telah dicetak mengalami
12
perubahan tekanan dan suhu, pada kondisi ini air di dalam bahan akan menguap
dan menyebabkan bahan menjadi mekar, kering, menghasilkan produk dengan
tekstur yang berongga.
Ekstruder berdasarkan jumlah ulirnya (screw) dibagi atas dua tipe, yaitu
ekstruder ulir tunggal (single screw extruder) dan ekstruder ulir ganda (twin screw
extruder). Ekstruder ulir tunggal dapat diklasifikasikan menjadi High Shear
Extruder (untuk produk sereal sarapan pagi dan makanan ringan), Medium Shear
Extruder (untuk produk semi basah), dan Low Shear Extruder (untuk pasta dan
produk daging). Ekstruder ulir ganda, terdiri dari dua ulir yang sama panjang dan
terletak berdampingan dalam satu laras (Pratama, 2007).
Struktur dan kecepatan ulir ekstruder sangat memengaruhi spesifikasi
produk ekstrusi yang dihasilkan. Peningkatan kecepatan ulir pada ekstruder
menghasilkan peningkatan derajat pengembangan ekstrudat (Baik et al., 2004).
Menurut Schmid et al (2005), derajat pengembangan meningkat kira-kira linear
dengan peningkatan kecepatan ulir. Peningkatan lebih jauh dari kecepatan ulir
ekstruder tidak menyebabkan perubahan derajat pengembangan ekstrudat.
Kecepatan ulir ekstruder yang digunakan semakin meningkat, maka terjadi
peningkatan dalam derajat gelatinisasi ekstrudat.
Produk yang dihasilkan dari proses ekstrusi disebut ekstrudat. Produk
ekstrudat yang dihasilkan sangat beraneka ragam tergantung bagian die-nya.
Fungsi die antara lain adalah untuk meningkatkan keragaman produk dengan
berbagai macam bentuk, kandungan, dan konsistensi (Holmes, 2007). Ekstrudat
13
memiliki sifat ringan seperti chiki, kerupuk, keripik, makanan instan, pasta, dan
sereal.
Kualitas ekstrudat yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kandungan
amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam bahan yang digunakan.
Amilopektin akan merangsang terjadinya pemekaran (puffing) sehingga semakin
tinggi amilopektin maka akan menghasilkan ekstrudat dengan tekstur yang ringan,
kering, porus, dan renyah. Kandungan amilosa yang tinggi pada bahan maka
ekstrudat yang dihasilkan lebih keras dan pejal (Sumarna, 2008).
2.2.1 Proses Pembuatan Ekstrudat Berbentuk Puffed
Makanan ringan yang digolongkan puffed snack mempunyai bentuk
mengembang, berongga, porus, dan renyah. Puffed snack termasuk ke dalam
makanan ringan ekstrudat yang terbuat dari biji utuh atau serealia yang diproses
sedemikian rupa membentuk partikel grits yang digunakan untuk membuat
produk tersebut. Proses produksi puffed meliputi persiapan bahan, pencampuran,
pemipihan, pengukusan adonan, pendinginan, pengeringan, penepungan (grits)
dan puffing.
Pencampuran bertujuan untuk pembentukan adonan yang ditandai dengan
terbentuknya adonan yang homogen, pencampuran bahan dilakukan sampai
terjadi konsistensi adonan hingga kalis. Adonan (dough) merupakan adonan yang
pada proses pembuatannya memiliki proporsi tepung lebih banyak daripada cairan
sehingga mempunyai konsistensi yang dapat diuleni. Adonan (dough) termasuk ke
dalam kelompok adonan keras yang dapat dibedakan atas soft dough dan stiff
dough. Soft dough adalah adonan yang diuleni dan bersifat elastis apabila
14
ditegakkan akan jatuh. Stiff dough yaitu adonan yang diuleni dan apabila
ditegakkan akan kukuh atau tidak jatuh. Adonan yang digunakan dalam
pembuatan puffed snack ini termasuk ke dalam adonan stiff dough adonan ini
tidak bersifat elastis karena bahan utama yang digunakan tidak mengandung
gluten yang bersifat elastis.
Adonan yang telah kalis dilakukan proses pemipihan (sheeting) dengan
ketebalan sekitar ± 0,5 cm. Adonan yang berbentuk lembaran tersebut dipotong
membentuk dadu dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm, kemudian dilakukan pengukusan
agar terjadi pragelatinisasi. Pragelatinisasi merupakan modifikasi fisik terhadap
pati yang terjadi karena pecahnya granula akibat air dan panas. Modifikasi fisik
dilakukan untuk mengubah struktur granula pati agar dapat mengembang, serta
dapat meningkatkan stabilitas granula pati selama proses pemasakan.
Adonan berbentuk dadu yang telah dikukus kemudian dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 60oC selama 1 jam. Dadu yang telah kering
didinginkan. Pembentukan grits/dadu ini dilakukan karena jika bahan yang
digunakan berbentuk tepung, akan menghasilkan produk yang kurang memuaskan
karena jika ukuran partikel terlalu halus produk yang dihasilkan akan hangus dan
partikel bahan tidak mengalami pemadatan sempurna serta kurang mengembang
(Shadiq, 2010). Proses ekstrusi bahan yang digunakan harus berbentuk butiran
kecil (grits) yang berukuran 1-3 mm. Adonan yang telah berbentuk dadu
dimasukkan ke dalam puffing machine yang telah dipanaskan pada suhu 190oC
dengan waktu retensi 20 detik hingga terjadi pengembangan (puffing).
15
Teknologi pengolahan produk ekstrudat berbentuk puffed yaitu melalui
proses puffing. Puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan, dimana
bahan mengalami pengembangan akibat pengaruh suhu dan tekanan yang
diberikan sehingga terjadinya perubahan struktur bahan tersebut. Puffed snack
dibuat di dalam puffing machine dengan suhu dan tekanan tinggi kemudian bahan
ditembakkan keluar alat. Perbedaan tekanan di dalam alat tersebut membuat bahan
menyerap udara sehingga bahan akan mengembang (puffed) (Guy, 2001).
Proses puffing dapat dilakukan jika bahan yang digunakan mengandung
pati, karena proses puffing pada dasarnya merupakan proses mengembangnya
granula pati menjadi lebih besar. Pembengkakan pati disebabkan oleh adanya
campuran pati dengan air yang dipanaskan sehingga menyebabkan molekul air
lebih kuat dari pada daya tarik menarik antar molekul pati, sehingga air masuk ke
dalam granula.
Kandungan pati bahan sangat memengaruhi daya kembang produk.
Granula pati akan mengalami peningkatan volume dan pembengkakan jika berada
pada suhu 60-70oC. Pembengkakan pati disebabkan karena adanya campuran pati
dengan air yang dipanaskan, sehingga energi kinetik molekul-molekul air menjadi
lebih kuat dari pada daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula pati,
sehingga air dapat masuk ke dalam granula. Kemampuan pati untuk mengembang
berbeda-beda untuk setiap jenis bahan. Untuk memperoleh kerenyahan kadar air
produk ini harus dipertahankan kurang dari 3%.
16
2.2.2 Prinsip Kerja Puffing Machine
Alat yang digunakan untuk membuat puffed snack adalah puffing machine.
Puffing merupakan suatu rekayasa terhadap bahan untuk menghasilkan produk
yang lebih porus sehingga mampu meningkatkan kemampuan bahan untuk
melepas kandungan air ke lingkungan. Mekanisme proses puffing yaitu di mulai
dengan masuknya gas ke dalam produk dengan tekanan dan waktu tertentu,
kemudian tekanan gas tersebut dilepas dalam sekejap sehingga terbentuk celah
dan struktur bahan menjadi lebih porus. Bahan yang semakin porus menyebabkan
semakin besar pula pori-pori bahan tersebut. Tekanan yang semakin tinggi pada
proses puffing akan menghasilkan struktur seluler bahan akan semakin
mengembang, berarti bahan juga akan menjadi lebih porus.
Puffing machine bekerja secara kontinu dimana bahan mentah diubah
menjadi produk matang menggelembung siap santap. Pemasakan bahan mentah
terjadi karena adanya suhu dan tekanan yang menyebabkan bahan tergelatinisasi
sempurna dan mengembang hingga mencapai volume tertentu. Mesin di
operasikan dalam kondisi kesetimbangan dinamis, dimana input setara dengan
output, atau bahan yang masuk setara dengan produk yang dihasilkan. Bahan baku
masuk melalui wadah input (feed hopper) pada mesin dan terdorong ke cetakan
(die) sehingga menghasilkan produk yang seragam. Proses pemasakan
menggunakan suhu tinggi waktu pendek (HTST, High Temperature Short Time),
proses ini dapat mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim. Bahan yang
masuk dan kondisi pengoperasian harus diatur sedemikian rupa agar perubahan
17
kimia yang terjadi sesuai yang diinginkan serta mendapatkan karakteristik puffed
snack yang baik. Gambar puffing machine dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Puffing Machine
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
2.2.3 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia selama Proses Ekstrusi
Proses ekstrusi menyebabkan terjadinya beberapa perubahan pada bahan
baku, diantaranya gelatinisasi pati, denaturasi protein, pembentukan kompleks
lemak-pati, daya serap air, dan inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah
(Harper, 1981 dalam Sunyoto dkk, 2018). Perubahan tersebut dapat meningkatkan
daya cerna dan proses ekstrusi juga dapat menginaktivasi zat anti nutrisi yang
terdapat dalam bahan.
a. Gelatinisasi Pati
Proses ekstrusi menyebabkan komponen pati mengalami gelatinisasi.
Gelatinisasi pati adalah kerusakan ukuran molekul dalam butiran pati yang
bergantung pada suhu dan kandungan air, bersifat tidak dapat berubah, berawal
dari pembesaran ukuran granula pati, menyebabkan kenaikan kekentalan larutan
atau suspensi, bervariasi tergantung pada kondisi pemasakan dan tipe granula pati
18
pada bahan (Thomas, 2007). Mekanisme gelatinisasi yaitu mula-mula butir pati
menyerap air dan mengembang, dengan adanya panas dan tekanan tinggi yang
diberikan menyebabkan terputusnya ikatan struktur heliks dari molekul tersebut,
sehingga amilosa mulai berdifusi keluar dari butiran pati dan sebagian besar
ruangan terisi oleh amilopektin yang akhirnya pecah membentuk suatu matriks
dengan amilosa yang merupakan gel.
Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin dalam suatu pati akan
memengaruhi sifat-sifat fisik produk ekstrusi. Kandungan amilopektin yang tinggi
akan membuat produk mudah mengembang, sedangkan amilosa yang tinggi akan
lebih rapat, lebih keras, dan kurang mengembang secara radial ketika diekstrusi.
Proses pemanasan yang berlangsung akan mengakibatkan terjadi pengembangan
granula pati. Pengembangan granula pada awalnya bersifat dapat balik
(reversible), namun setelah pemanasan mencapai suhu tertentu pengembangan
menjadi tidak dapat balik (irreversible) dan terjadi perubahan struktur granula.
Suhu dimana gelatinisasi pati ini berlangsung disebut suhu gelatinisasi.
Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g, kelarutan 15-35%, dan
gelatinisasi pada suhu 75-88oC untuk granula berukuran kecil (Moorthy dan
Balagopalan, 2010). Pati ubi jalar ungu memiliki kekentalan tinggi dan
kemampuan membuat gel yang rendah, hal ini disebabkan karena kemampuan
pembengkakan (swelling) dan kelarutan pati ubi jalar ungu serta ukuran granula
pati ubi jalar ungu.
Faktor yang memengaruhi terjadinya gelatinisasi pati adalah suhu,
gesekan, waktu, tekanan, ketersediaan air serta lama pemanasan. Gelatinisasi akan
19
meningkat pada gesekan yang semakin tinggi serta waktu dan suhu yang semakin
tinggi. Pati yang mengalami gelatinisasi mudah terdestruksi akibat tekanan dan
gaya geser yang cukup tinggi, sehingga susunan bahan rapuh dan berongga.
Menurut hasil penelitian Richana dan Widaningrum (2009), lama pemanasan ubi
jalar ungu varietas Ayamurasaki untuk mencapai gelatinisasi adalah 36 menit.
Ginting dan Suprapto (2005), menunjukkan bahwa lama pemanasan yang
dibutuhkan untuk terjadinya gelatinisasi pada ubi jalar adalah 39 menit.
Gelatinisasi mengakibatkan terlepasnya isi granula pati dan terjadinya
degradasi polisakarida pati menjadi molekul yang lebih kecil dan ringan, seperti
dekstrin. Gelatinisasi pati juga mengakibatkan meningkatnya kemampuan
hidrolisis amilase. Adanya perlakuan panas dapat menginaktifkan inhibitor α-
amilase dalam bahan baku sehingga daya cerna pati produk ekstrusi meningkat.
Kondisi ini akan menyebabkan terbentuknya suatu suspensi yang dapat
meningkatkan viskositas sehingga semua biopolimer yang ada diubah menjadi
suatu larutan kental yang plastis dan meleleh secara homogen, dengan elastisitas
yang tinggi, yang hanya memiliki sejumlah air yang cukup untuk dibengkakkan
oleh ekstruder.
b. Denaturasi Protein
Perubahan yang terjadi akibat proses ekstrusi adalah terdenaturasinya
protein dan terbentuknya tekstur. Proses ekstrusi akan menyebabkan protein akan
mengalami denaturasi atau modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener,
serta terputusnya ikatan hidrogen (Shadiq, 2010). Suhu dan tekanan yang tinggi
20
dalam ekstruder mengakibatkan terjadinya ikatan intramolekul pada protein pecah
sehingga protein terdenaturasi (Oktavia, 2007).
Mekanisme denaturasi protein diawali dengan adanya suhu tinggi yang
menyebabkan butiran protein terurai dari bentuk globular menjadi bentuk
memanjang. Hal ini disebabkan oleh terputusnya ikatan-ikatan ionik, disulfida,
hidrogen, dan Van der Walls. Beberapa molekul akan terpisah sesuai dengan sub-
unitnya yang bersifat tidak larut, selanjutnya terjadi penggabungan molekul-
molekul tersebut dan membentuk agregat. Protein yang terdenaturasi akan
menurun sifat kelarutannya dan viskositas intrinsik meningkat serta mengalami
penurunan aktivitas enzim. Ikatan-ikatan antara molekul protein tersebut akan
membentuk suatu matriks, pada suhu sekitar 135°C (Shadiq, 2010). Protein tidak
berbentuk butiran lagi karena pecah dan berdifusi dengan pati selama pemanasan.
c. Serat
Tahapan proses ekstrusi atau puffing, serat dapat digunakan sebagai
bulking agent, sebagai pemberi nutrisi, dan untuk memodifikasi tekstur produk
tersebut. Pada bahan baku ekstrusi yang menghendaki produk yang mengembang,
penggunaan serat sebagai sumber nutrisi sering dibatasi karena jika dalam jumlah
berlebih akan menghambat daya kembang produk.
d. Kompleks Lemak-Pati
Peranan lemak dalam proses ekstrusi kurang mendapat perhatian karena
apabila lemak diproses dengan teknologi ekstrusi akan membentuk kompleks
dengan pati. Lemak akan berikatan dengan amilosa dan amilopektin sehingga
dapat menghambat pengembangan dan mengurangi sifat renyah dari produk.
21
Pembentukan kompleks lemak tersebut akan memengaruhi proses ekstrusi atau
menyebabkan penurunan derajat pengembangan produk ekstrusi yang dihasilkan
(Mercier & Fillet 1975 dikutip Shadiq 2010).
Mekanisme penghambatan lemak yaitu lemak akan membentuk suatu
lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air
ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi
yang rendah. Lemak akan mengurangi konversi energi mekanis untuk menaikkan
suhu gelatinisasi pati dan sekaligus menurunkan ekspansi produk ekstrusi.
e. Water Absorbtion Index (WAI) dan Water Solubility Index (WSI)
Water Absorbtion Index (WAI) atau indeks penyerapan air merupakan
jumlah air maksimum yang dapat diikat oleh produk ekstrusi, dimana terjadi
penurunan kekerasan pada produk akibat semakin banyak air yang diserap maka
produk akan semakin lunak. Indeks penyerapan air berhubungan dengan derajat
gelatinisasi, meningkatnya derajat gelatinisasi dapat meningkatkan penyerapan
air. Kemampuan penyerapan air pada pati yang telah tergelatinisasi sangat besar
dan cepat selama granulanya masih utuh, penyerapan air ini tergantung dari
ketersediaan grup hidrofilik yang mengikat molekul air dan kapasitas
pembentukan gel dari makromolekul.
Penurunan penyerapan air terjadi apabila pati yang telah mengalami
gelatinisasi tersebut dipanaskan terus menerus sehingga menyebabkan pecahnya
garanula pati dan rusaknya struktur internal pati (Gomez dan Aguilera, 1983
dikutip Restiana, 2009). Kandungan lemak dan protein yang tinggi dapat
22
menurunkan indeks penyerapan air, karena lemak tersebut dapat menghambat
grup hidrofilik pada protein sehingga indeks penyerapan air akan menurun.
Water Solubility Index (WSI) atau indeks kelarutan air merupakan
kemampuan suatu bahan untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan
banyaknya jumlah (g) bahan puffed yang terlarut dalam sejumlah air (mL). Indeks
penyerapan air dan kelarutan air dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
Water Absorbtion Index (WAI) =
Water Solubility Index (WSI) =
2.3 Tepung Ubi Jalar Ungu sebagai Bahan Baku Puffed Snack
Tepung ubi jalar merupakan olahan setengah jadi dari ubi jalar segar.
Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk
menyimpan dan mengawetkan ubi jalar ungu sehingga menjadi komoditas yang
bernilai tinggi serta akan lebih mudah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
pangan ataupun non pangan (Murtiningsih dan Suyanti, 2011). Tepung ubi jalar
dapat diolah menjadi produk jadi seperti pada pembuatan roti, kue, bahkan produk
ekstrudat karena kandungan patinya yang tinggi. Kandungan pati dalam ubi jalar
ungu yaitu amilosa 19,76%-24,88% dan amilopektin 75,12-80,24% (Richana dan
Widianingrum, 2009). Produk yang memiliki kandungan amilopektin tinggi
bersifat ringan, porus, garing, dan renyah. Kandungan amilosa yang tinggi akan
keras dan pejal karena proses pemekarannya terbatas.
Kandungan gizi pada tepung ubi jalar ungu tergantung pada varietas ubi
jalar serta lingkungannya. Tepung ubi jalar ungu umumnya didominsai oleh
23
karbohidrat, berdasarkan penelitian Suparmo (2011), kadar amilopektin yang
terdapat dalam tepung ubi jalar ungu 74,57 % (bk), amilosa 24,79 % (bk), kadar
air 10,92 % (bk), protein 6,44 % (bk), dan kadar serat kasar 2,40 % (bk).
Kandungan gizi tepung ubi jalar ungu per 100 gram bahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu per 100 gram
Parameter Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu
Energi (Kal) 123
Kadar air (%) 7,28
Kadar lemak (g) 0,81
Kadar protein (g) 2,79
Kadar serat kasar (g) 4,72
Kadar karbohidrat (g) 83,81
Sumber : (Susilawati dan Medikasari, 2008 dalam Ambarsari, 2009)
Tepung ubi jalar ungu secara fisik memiliki karakterisik warna cenderung
lebih gelap, hal ini dipengaruhi oleh pigmen serta kandungan protein dan lemak
yang terkandung dalam ubi tersebut.
2.4 Ampas Kelapa sebagai Sumber Serat
Ampas kelapa merupakan limbah hasil dari pengolahan basah daging buah
kelapa yang dapat dijadikan sebagai sumber serat karena kandungan serat
kasarnya sekitar 15% (Putri, 2010). Kandungan ini merupakan salah satu yang
sangat dibutuhkan untuk proses fisiologis dalam tubuh manusia. Serat merupakan
zat non gizi yang terbagi atas dua jenis yaitu, serat pangan (dietary fiber) dan serat
kasar (crude fiber). Kedua serat ini memiliki prinsip yang berbeda. Serat kasar
belum menunjukan kandungan serat total dalam makanan, sehingga memiliki nilai
yang lebih rendah dibanding serat makanan. Serat makanan adalah bagian dari
bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan.
24
Makanan yang mengandung serat tinggi akan memberikan rasa kenyang
dengan cepat karena komposisi karbohidrat kompleks yang akan mengurangi
nafsu makan. Serat dapat mengontrol pelepasan glukosa, membantu pengontrolan
diabetes melitus dan obesitas, dalam jumlah yang cukup sangat bagus untuk
pencernaan yang baik dalam usus (Ramulu dan Rao, 2003).
Serat dalam pelabelan dapat dikatakan tinggi serat (high fiber) apabila
lebih dari 5%, jika kadarnya 3-5% dikatakan sebagai sumber serat (source of
fiber), dan dikatakan penambahan serat jika kadar kurang dari 3% (added fiber)
(Vaughan dan Judd, 2003). Konsumsi serat pangan harian yang dianjurkan
berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang Acuan
Label Gizi, yaitu sebesar 30 gram atau 6-15 gram serat kasar untuk memenuhi
energi sebesar 2150 kkal per orang.
2.4.1 Karakteristik Tepung Ampas Kelapa
Ampas kelapa mengandung kadar air 16%, protein 23%, lemak 15%,
karbohidrat 40%, kalori 368 kal, dan mineral (Su’I et al., 2012). Komposisi
tepung ampas kelapa setelah diolah menjadi tepung kadar airnya menjadi 4,85%,
abu 0,61%, protein 16,98%, lemak 42,27%, karbohidrat 43,55%, serat kasar
33,02%, dan mineral Na 85,61 ppm (Dewi, 2015). Tingginya kadar serat kasar
tepung ampas kelapa memungkinkan dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku
dalam pengolahan produk pangan, terutama untuk penderita diabetes, konsumen
yang berisiko tinggi terhadap obesitas, dan kardiovaskuler.
25
Tabel 3. Kandungan Gizi Tepung Ampas Kelapa
Parameter Tepung ampas kelapa
Energi (kkal/kg) 503, 9
Air (%) 4,85
Abu (%) 0,61
Protein (%) 16,98
Lemak (%) 42,27
Karbohidrat (%) 43,55
Serat (%) 33,02
Sumber : Dewi (2015)
2.4.2 Proses Pembuatan Bubuk Ampas Kelapa
Ampas kelapa dapat diolah menjadi bubuk ampas kelapa untuk
mendapatkan nilai mutu yang lebih bermanfaat dan nantinya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku dalam industri makanan. Bubuk ampas kelapa didapatkan
dengan cara menghaluskan limbah ampas kelapa yang telah dikeringkan. Bubuk
ampas kelapa dapat dibuat dari kelapa parut kering yang dikeluarkan sebagian
kandungan lemaknya melalui proses pressing.
Pembuatan bubuk ampas kelapa dilakukan melalui tahapan berikut, bubuk
ampas kelapa terlebih dahulu dilakukan pembersihan dan proses blanching pada
air mendidih yang telah ditambahkan 3% NaCl selama 3 menit (Samirih, 2015).
Proses blanching dilakukan untuk melunakan tekstur bahan sebelum dikeringkan
dan untuk menginaktivasi enzim yang berperan dalam penurunan kualitas bahan
yang akan diolah (Fellows, 2000).
Penambahan NaCl bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Pseudomonas cocovenenans, meningkatkatkan derajat keputihan, serta mencegah
terjadinya reaksi pencoklatan pada saat pengeringan. Ampas kelapa setelah di
blanching, segera di press menggunakan mesin spinner untuk menurunkan
26
kandungan airnya, dan dikeringkan pada suhu 65oC selama 1 jam. Proses
penggilingan dilanjutkan berfungsi sebagai proses pengecilan dan penyeragaman
ukuran sehingga didapatkan keseragaman ukuran yang diinginkan (Sarofa et al.,
2011). Peningkatan rendemen pembuatan bubuk dengan ukuran mesh dapat
dilakukan dengan penggunaan vibrating screen yang memiliki ukuran mesh
bertingkat sehingga dapat diatur ukuran mesh yang diinginkan.
Pengeringan ampas kelapa ditujukan untuk menurunkan kadar air bahan
dan dilanjutkan dengan pengilingan yang bertujuan untuk mengecilkan ukuran
bahan sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Faktor yang memengaruhi kualitas
bubuk ampas kelapa antaranya derajat keputihan, tingkat kehalusan, dan sisa
kadar air (Putri, 2014).
a. Tingkat Keputihan
Tingkat keputihan tepung ampas kelapa dipengaruhi oleh varietas bahan
baku yang digunakan, proses pembuatan, kualitas air yang digunakan, proses
blanching, faktor pengemasan dan penyimpanan (sebaiknya di tempat yang kedap
udara dan air), dan penggunaan bahan pemutih, yaitu garam dengan konsentrasi
2%. Penggunaan garam (NaCl) bertujuan untuk meningkatkan derajat/tingkat
keputihan tepung ampas kelapa. Bahan pemutih (garam digunakan untuk
mencegah reaksi pencoklatan (enzymatic browning), terutama pada saat
pengeringan.
b. Tingkat Kehalusan
Tingkat kehalusan tepung ampas kelapa ditentukan oleh ukuran ayakan
dengan satuan ukuran mesh. Pengayakan apabila dilakukan dengan mesin yang
27
dilengkapi ayakan berukuran 40-100 mesh, hasil yang diperoleh lebih lembut.
Tepung ampas kelapa umumnya dibuat secara manual menggunakan ayakan
dengan ukuran yang kurang sesuai (di bawah 40 mesh) sehingga hasil yang
didapat lebih kasar, untuk industri kecil dapat digunakan ayakan dari kain sifon.
c. Kadar Air Tersisa
Kadar air yang tersisa umumnya berkisar antara 12-15%. Pengeringan
dengan sinar matahari menghasilkan tepung ampas kelapa dengan tingkat
kekeringan rendah daripada pengeringan dengan (oven). Kadar air tepung ampas
kelapa setelah pengeringan dapat berubah karena menyerap air dari udara,
tercemar air ataupun embun. Kadar air di atas 15% menyebabkan tepung ampas
kelapa menjadi lembap sehingga cepat rusak.
2.5 Formulasi Pembuatan Puffed Snack
Komposisi bahan dasar dalam pembuatan puffed snack dapat memengaruhi
kualitas hasil yang akan dibuat, maka untuk mendapatkan hasil yang baik, semua
bahan ditimbang sesuai formulasi yang telah ditentukan. Pengolahan berbagai
macam produk pangan pada umumnya tidak lepas dari formulasi adonan yang
tepat. Formulasi umum yang digunakan adalah 90% sereal, 8% gula, 1% garam,
dan 1% malt (Sugandhi, 2015). Formulasi bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan ekstrudat ini meliputi jumlah tepung komposit, gula, garam, leaving
agent, dan susu skim.
a. Tepung Tapioka
28
Tapioka digunakan sebagai pengikat karena memiliki kemampuan
mengikat air yang tinggi pada proses gelatinisasinya. Granula pati pada suspensi
tepung tapioka memiliki kemampuan menyerap air yang besar bila dipanaskan
dan tergelatinisasi kemudian membentuk gel yang kuat setelah didinginkan.
b. Susu Skim
Fungsi susu dalam pembuatan produk ekstrudat ini adalah menambah
aroma, menambah nilai gizi, memperbaiki warna. Penggunaannya dalam
pengolahan bahan juga dapat berfungsi sebagai penstabil (emulsifier), pengikat
air, dan koagulasi. Susu skim merupakan susu bubuk tak berlemak karena
lemaknya telah dipisahkan dan mengandung protein tinggi yaitu 36,4% (Faridah,
2008). Menurut Syarbini (2013), susu dapat didefinisikan sebagai emulsi partikel
globul lemak dalam air yang mengandung protein, gula, dan mineral.
c. Gula Halus
Gula berfungsi memberikan rasa manis, sebagai pembentuk tekstur dan
kerenyahan adonan, dan membentuk susunan fisik kue menjadi lebih halus.
Pemakaian gula berlebihan membuat bentuk produk melebar dan cepat gosong,
sedangkan kekurangan gula membuat produk berwarna pucat, tingkat kematangan
yang lama, dan aromanya kurang harum (Sutomo, 2008).
d. Garam
Garam berfungsi membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya. Garam
adalah suatu bahan pemadat (pengeras). Adonan yang tidak ditambahkan garam,
maka adonan akan menjadi agak basah. Faktor yang dapat menentukan
penambahan jumlah garam adalah formula yang digunakan.
29
e. Air
Air berfungsi untuk melarutkan garam, menahan, dan menyebarkan bahan
bukan tepung secara seragam, membasahi, dan mengembangkan pati. Fungsi air
dalam pembuatan puffed snack berfungsi sebagai media reaksi antara pati dan air,
melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal. Pati akan mengembang dengan
adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini
disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH.
f. Leaving Agent
Bahan pengembang (leaving agent) dalam pembuatan puffed snack,
berfungsi sebagai pembentukan volume dan membuat produk menjadi ringan.
Leaving agent dalam adonan penting untuk tekstur dan warna yang dihasilkan
pada produk. Adonan setelah pengeringan sukar untuk mengembang, memiliki
remah-remah yang tebal dan uap dalam adonan tidak terdispersi dengan baik.
Leaving agent yang digunakan dalam pembuatan puffed snack ini adalah baking
powder yang berfungsi dalam pembentukan volume, mengatur aroma, mengontrol
penyebaran dan hasil produksi menjadi ringan (Setyowati, 2014).