ii. tinjauan pustaka 2.1 produk ekstrudat penunjang...

25
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Ekstrudat Penunjang Sarapan Sarapan pagi memiliki manfaat yang sangat banyak bagi tubuh, salah satunya yaitu dapat mencegah kegemukan, membentuk kebiasaan makan sehat dan dapat meningkatkan fungsi kognitif yang berhubungan dengan memori. Kebiasaan tidak sarapan berisiko meningkatkan kadar kolesterol jahat atau LDL (Smith et al., 2010). Sarapan memiliki manfaat untuk tubuh, yaitu sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah, sehingga gairah dan konsentrasi dalam menjalankan produktivitas kerja meningkat dan sarapan akan memberikan kontribusi zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral (Khomsan, 2010). Makanan yang sering disantap pada pagi hari salah satunya adalah makanan ringan siap saji karena penyajiannya yang praktis, diantaranya produk ekstrudat. Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan siap makan yang dibuat dari bahan pangan sumber karbohidrat dan/atau protein melalui proses ekstrusi dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (Badan Standardisasi Nasional, 2015). Produk ekstrudat merupakan produk hasil ekstrusi yang biasanya disajikan untuk sarapan dengan atau penambahan susu dengan waktu penyajian kurang dari 3 menit untuk menunjang kebutuhan gizi dipagi hari. Ciri khas produk ini yaitu kadar air yang rendah dan tekstur renyah. Produk ini biasa dijumpai dalam bentuk

Upload: others

Post on 05-Nov-2019

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produk Ekstrudat Penunjang Sarapan

Sarapan pagi memiliki manfaat yang sangat banyak bagi tubuh, salah

satunya yaitu dapat mencegah kegemukan, membentuk kebiasaan makan sehat

dan dapat meningkatkan fungsi kognitif yang berhubungan dengan memori.

Kebiasaan tidak sarapan berisiko meningkatkan kadar kolesterol jahat atau LDL

(Smith et al., 2010). Sarapan memiliki manfaat untuk tubuh, yaitu sarapan dapat

menyediakan karbohidrat yang digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah,

sehingga gairah dan konsentrasi dalam menjalankan produktivitas kerja

meningkat dan sarapan akan memberikan kontribusi zat gizi yang diperlukan

tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral (Khomsan, 2010). Makanan

yang sering disantap pada pagi hari salah satunya adalah makanan ringan siap saji

karena penyajiannya yang praktis, diantaranya produk ekstrudat.

Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan siap makan yang dibuat

dari bahan pangan sumber karbohidrat dan/atau protein melalui proses ekstrusi

dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang

diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (Badan Standardisasi

Nasional, 2015).

Produk ekstrudat merupakan produk hasil ekstrusi yang biasanya disajikan

untuk sarapan dengan atau penambahan susu dengan waktu penyajian kurang dari

3 menit untuk menunjang kebutuhan gizi dipagi hari. Ciri khas produk ini yaitu

kadar air yang rendah dan tekstur renyah. Produk ini biasa dijumpai dalam bentuk

6

serpihan (flake), hancuran (shredded), mengembang (puffed), dan panggang

(baked). Sereal merupakan salah satu contoh produk esktrusi yang dikonsumsi

pada pagi hari antara pukul 06.00-09.00 WIB dan menyumbangkan energi sekitar

25% dari asupan energi harian yang terdiri dari 450-500 kalori dan 8-9 gram

protein (Khomsan, 2010). Prinsip pembuatan sereal sarapan umumnya terdiri dari

dua yaitu pembentukan tekstur renyah melalui proses pengeringan dan mengalami

gelatinisasi. Prinsip kedua yaitu terbentuknya flavor akibat adanya proses

gelatinisasi, dekstrinasi, dan karamelisasi, selama proses pembuatan berlangsung.

Produk sereal sarapan menurut Lorenz dan Kulp (2012), dikelompokan

berdasarkan sifat fisik alaminya menjadi lima jenis. Jenis pertama yaitu sereal

tradisional (Traditional cereal that require cooking), sereal jenis ini memerlukan

pemasakan, dipasaran dijual dalam bentuk biji mentah yang sudah diproses

contohnya oat. Jenis kedua yaitu sereal tradisional panas siap saji (Instant

traditional hot cereal), untuk mengkonsumsi sereal jenis ini memerlukan air

panas. Jenis ketiga yaitu sereal siap santap (Ready to eat cereal), sereal jenis ini

sudah dimasak dan telah mengalami modifikasi, dipasaran dapat ditemukan dalam

bentuk flaked, puffed, atau shredded. Jenis keempat yaitu Ready to eat cereal

mixes, sereal jenis ini merupakan kombinasi dari bermacam-macam biji sereal,

polong-polongan (legumes), atau oil seeds, serta buah-buahan kering, contohnya

adalah granola. Jenis kelima yaitu produk sereal jenis lainnya (Miscellaneous

cereal products).

7

2.1.1 Kandungan Nutrisi Produk Ekstrudat

Kandungan nutrisi pada produk ekstrudat merupakan hal yang harus

diperhatikan untuk pemenuhan kebutuhan gizi di pagi hari. Senyawa antigizi pada

bahan menurun selama proses ekstrusi sehingga produk yang dihasilkan lebih

aman dan bergizi (Estiasih & Ahmadi, 2009). Syarat bahan baku dalam

pengolahan produk ekstrudat yaitu harus memiliki kadar air 11-14% dan kadar

lemak sekitar 3% (Trisnamurti 1980 dalam Sunyoto dkk, 2018). Kandungan

energi di dalam produk sarapan bervariasi, biasanya memiliki kandungan

karbohidrat tinggi, potein dan lemak yang rendah, dan beberapa mengandung

serat tidak larut (insoluble bran fiber) yang tinggi. Sarapan yang sehat adalah

sereal sarapan tinggi serat atau yang terbuat dari biji utuh (whole grains).

Bahan baku yang mempunyai kadar protein, lemak, dan serat kasar yang

tinggi akan menghasilkan produk ekstrusi yang kurang mengembang. Tingginya

kadar protein dan lemak akan menurunkan derajat gelatinisasi sehingga derajat

pengembangan juga akan turun. Serat kasar yang tinggi dalam bahan akan

menurunkan derajat pengembangan produk ekstrusi. Syarat mutu makanan ringan

ekstrudat ditinjau dari atribut mutu yang tercantum pada SNI 2886:2015 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Rendahnya kadar air yang disyaratkan karena apabila kadar air yang tinggi

maka produk yang dihasilkan akan mudah rusak. Menurut Von Elbe (1987) dalam

Oktavia (2007) menyatakan bahwa kadar air 4% mempunyai Aw 0,23 dimana

pada kondisi ini bakteri tidak dapat hidup dengan baik sehingga produk yang

dihasilkan tidak mudah rusak.

8

Tabel 1. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat

Kriteria Uji Satuan Spesifikasi

1. Keadaan

1.1 Bau

1.2 Rasa

1.3 Warna

1.4 Tekstur

-

-

-

-

normal

normal

normal

normal

2. Kadar air fraksi massa, % maks. 4

3. Kadar lemak

3.1 Proses penggorengan

3.2 Tanpa proses penggorengan

fraksi massa, %

fraksi massa, %

maks. 38

maks. 30

4. Kadar garam (dihitung sebagai NaCl) fraksi massa, % maks. 2,5

5. Kadar abu tidak larut dalam asam fraksi massa, % maks. 0,1

6. Cemaran logam

6.1 Timbal (Pb)

6.2 Kadmium (Cd)

6.3 Timah (Sn)

6.4 Merkuri (Hg)

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

maks. 0,25

maks. 0,2

maks. 40

maks. 0,03

7. Cemaran mikroba

7.1 Angka lempeng total

7.2 Escherichia coli

7.3 Salmonella sp

7.4 Staphylococcus aureus

koloni/g

APM/g

-

koloni/g

maks. 1 x 104

< 3

negatif/25 g

maks. 1 x 102

Sumber : Badan Standar Nasional (2015)

2.1.2 Takaran Saji Produk Sarapan Pagi

Takaran saji produk sarapan siap santap umumnya adalah berkisar 20-80

gram yang dapat menyumbangkan energi antara 80-160 kkal. Jumlah energi ini

tentu belum mencukupi kebutuhan energi di pagi hari, maka dari itu penyajian

sereal ini disarankan dengan penambahan susu agar memenuhi kecukupan energi

di pagi hari. Jumlah susu yang ditambahkan pada umumnya adalah setengah gelas

hingga satu gelas susu, atau berkisar antara 150 hingga 300 ml yang

menyumbangkan antara 130-260 kkal energi. Energi yang dihasilkan dengan

mengkonsumsi sereal sarapan pagi dengan susu adalah berkisar 210-420 kkal

energi, yang diharapkan mencukupi kebutuhan energi di pagi hari. Sarapan yang

9

baik apabila dilakukan pada waktu pagi hari bukan menjelang siang yaitu antara

bangun pagi sampai jam 9 pagi. Sarapan di Amerika Latin dilakukan antara pukul

5 pagi hingga 9 pagi dengan kandungan energi total lebih dari 100 kkal

(Alexander et al., 2009).

Menurut Khomsan (2010), sarapan pagi menyumbang kurang lebih 25%

zat gizi, yaitu sekitar 400-500 kkal untuk kecukupan energi 2000 kkal. Jumlah

asupan protein yang dianjurkan adalah 10-35%, sedangkan asupan lemak yang

dianjurkan adalah 20-35% dari total kebutuhan gizi harian. Jumlah energi dari

karbohidrat yang harus dipenuhi pada saat sarapan adalah 180-325 kkal,

sedangkan dari protein adalah 40-175 kkal dan dari lemak adalah 80-175 kkal.

2.2 Mekanisme Pengolahan Produk Ekstrudat

Pembuatan produk sarapan siap saji dapat diaplikasikan dengan cara

mengolah produk menggunakan teknologi ekstrusi, diolah dengan alat yang

bernama ekstruder, dimana alat ini akan menghasilkan sebuah produk berupa

ekstrudat. Ekstrudat yang dihasilkan sesuai dengan alat yang digunakan ataupun

die pada mesin ekstruder. Mekanisme pengolahan produk ekstrusi meliputi pra

ekstrusi, ekstrusi, dan post-ekstrusi (Pratama, 2007). Penggunaan tahapan ini

tergantung pada pengolahan dan jenis produk yang akan dihasilkan.

Tahap pra ekstrusi terdiri dari dua langkah utama yaitu pencampuran

(blending) dan penambahan air (moisturizing). Pencampuran bahan yang akan di

ekstrusi sesuai formulasi yang telah ditentukan, selain itu harus memperhatikan

ukuran bahan yang akan dicampur, dan cara pencampuran yang benar. Tahap

pencampuran dilakukan penambahan air agar bahan dapat menyatu dengan kokoh

10

dan homogen. Jumlah air yang ditambahkan biasanya berkisar antara 4% hingga

8% namun hal ini tergantung pada banyak faktor, seperti tingkat kelembapan

bahan saat pencampuran awal dan tekstrur produk akhir yang diinginkan. Pratama

(2007), menyatakan mesin yang biasa digunakan pada tahap pra ekstrusi terdiri

dari mixer dan moisturizer. Mixer berfungsi untuk proses pencampuran bahan

awal sebelum dimasukkan ke dalam mesin ekstruder.

Tahap kedua yaitu proses ekstrusi, bahan dimasukkan ke dalam mesin

ekstruder dengan tekanan yang tinggi (4-6 atm). Tekanan yang tinggi inilah

mendorong bahan keluar dengan cepat dari cetakan (die) sehingga menghasilkan

produk yang mengembang yang biasa disebut produk ekstrudat. Tahap terakhir

yaitu tahap setelah ekstrusi (post-extrusion), pada tahap ini tergantung dari produk

ekstrudat yang keluar yaitu, terdapat bahan yang sudah jadi atau bahan yang perlu

melalui proses berikutnya. Mesin yang biasa digunakan untuk proses setelah

ekstrusi dan atau terpasang pada ekstruder yakni mesin pengering, flavouring,

pemanggangan, pelapis (coating), dan pendingin yang mana semuanya sesuai

dengan kebutuhan pengolahan.

Teknologi ekstrusi pangan merupakan serangkaian proses pengolahan

dimana bahan dipaksa mengalir dibawah pengaruh beberapa unit operasi yang

bekerja secara simultan, meliputi pencampuran, pemanasan suhu tinggi dan

pemotongan melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil

ekstrusi yang bergelembung kering (puff dry) dalam waktu yang singkat (Shadiq,

2010). Sumber panas utama dalam proses ekstrusi berasal dari konversi energi

mekanik akibat gesekan antar bahan dengan ulir. Produk ekstrusi terbentuk dari

11

biopolimer alami yang berasal dari bahan baku seperti sereal, tepung umbi-

umbian yang tinggi karbohidrat, lemak dari biji kacang-kacangan, dan protein

(Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Klasifikasi proses ekstrusi berdasarkan temperaturnya dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu, ekstrusi panas (hot extrution) dan ekstrusi dingin (cold extrution).

Kedua proses ini mengalirkan adonan yang terbuat dari komponen utama tepung,

aditif dan air melalui barrel ekstruder. Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009),

ekstrusi panas merupakan proses pemasakan pada suhu sekitar 180-190oC selama

20-40 detik High Temperature Short Time (HTST). Pemanasan ini menyebabkan

terjadinya proses gelatinisasi baik secara parsial maupun total (Mishra, 2012).

Ekstrusi dingin merupakan proses yang sama tetapi digunakan untuk membuat

pasta tanpa menggunakan input energi panas tambahan dan hanya mengandalkan

panas yang dihasilkan oleh proses friksi (temperatur rendah dibawah 70°C).

Proses ini menggunakan ekstruder pembentuk yang sederhana yang juga dikenal

sebagai pasta maker.

Alat yang digunakan untuk melakukan proses ekstrusi adalah ektruder.

Mekanisme kerja alat ini yaitu, bahan dimasukkan ke dalam bagian pengisi, pada

tahapan ini bahan terdorong keluar sehingga seluruh ruangan ulir terisi. Bahan

kemudian didorong ke dalam bagian kompresi dengan tekanan yang cukup tinggi.

Tekanan timbul karena terjadi penyempitan ruangan, sehingga energi mekanis dan

gaya geser terhadap bahan meningkat. Keadaan demikian berakibat pada suhu

bahan mulai naik. Bahan dicetak di atas die dengan perubahan tekanan yang

demikian besar dalam waktu yang singkat. Bahan yang telah dicetak mengalami

12

perubahan tekanan dan suhu, pada kondisi ini air di dalam bahan akan menguap

dan menyebabkan bahan menjadi mekar, kering, menghasilkan produk dengan

tekstur yang berongga.

Ekstruder berdasarkan jumlah ulirnya (screw) dibagi atas dua tipe, yaitu

ekstruder ulir tunggal (single screw extruder) dan ekstruder ulir ganda (twin screw

extruder). Ekstruder ulir tunggal dapat diklasifikasikan menjadi High Shear

Extruder (untuk produk sereal sarapan pagi dan makanan ringan), Medium Shear

Extruder (untuk produk semi basah), dan Low Shear Extruder (untuk pasta dan

produk daging). Ekstruder ulir ganda, terdiri dari dua ulir yang sama panjang dan

terletak berdampingan dalam satu laras (Pratama, 2007).

Struktur dan kecepatan ulir ekstruder sangat memengaruhi spesifikasi

produk ekstrusi yang dihasilkan. Peningkatan kecepatan ulir pada ekstruder

menghasilkan peningkatan derajat pengembangan ekstrudat (Baik et al., 2004).

Menurut Schmid et al (2005), derajat pengembangan meningkat kira-kira linear

dengan peningkatan kecepatan ulir. Peningkatan lebih jauh dari kecepatan ulir

ekstruder tidak menyebabkan perubahan derajat pengembangan ekstrudat.

Kecepatan ulir ekstruder yang digunakan semakin meningkat, maka terjadi

peningkatan dalam derajat gelatinisasi ekstrudat.

Produk yang dihasilkan dari proses ekstrusi disebut ekstrudat. Produk

ekstrudat yang dihasilkan sangat beraneka ragam tergantung bagian die-nya.

Fungsi die antara lain adalah untuk meningkatkan keragaman produk dengan

berbagai macam bentuk, kandungan, dan konsistensi (Holmes, 2007). Ekstrudat

13

memiliki sifat ringan seperti chiki, kerupuk, keripik, makanan instan, pasta, dan

sereal.

Kualitas ekstrudat yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kandungan

amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam bahan yang digunakan.

Amilopektin akan merangsang terjadinya pemekaran (puffing) sehingga semakin

tinggi amilopektin maka akan menghasilkan ekstrudat dengan tekstur yang ringan,

kering, porus, dan renyah. Kandungan amilosa yang tinggi pada bahan maka

ekstrudat yang dihasilkan lebih keras dan pejal (Sumarna, 2008).

2.2.1 Proses Pembuatan Ekstrudat Berbentuk Puffed

Makanan ringan yang digolongkan puffed snack mempunyai bentuk

mengembang, berongga, porus, dan renyah. Puffed snack termasuk ke dalam

makanan ringan ekstrudat yang terbuat dari biji utuh atau serealia yang diproses

sedemikian rupa membentuk partikel grits yang digunakan untuk membuat

produk tersebut. Proses produksi puffed meliputi persiapan bahan, pencampuran,

pemipihan, pengukusan adonan, pendinginan, pengeringan, penepungan (grits)

dan puffing.

Pencampuran bertujuan untuk pembentukan adonan yang ditandai dengan

terbentuknya adonan yang homogen, pencampuran bahan dilakukan sampai

terjadi konsistensi adonan hingga kalis. Adonan (dough) merupakan adonan yang

pada proses pembuatannya memiliki proporsi tepung lebih banyak daripada cairan

sehingga mempunyai konsistensi yang dapat diuleni. Adonan (dough) termasuk ke

dalam kelompok adonan keras yang dapat dibedakan atas soft dough dan stiff

dough. Soft dough adalah adonan yang diuleni dan bersifat elastis apabila

14

ditegakkan akan jatuh. Stiff dough yaitu adonan yang diuleni dan apabila

ditegakkan akan kukuh atau tidak jatuh. Adonan yang digunakan dalam

pembuatan puffed snack ini termasuk ke dalam adonan stiff dough adonan ini

tidak bersifat elastis karena bahan utama yang digunakan tidak mengandung

gluten yang bersifat elastis.

Adonan yang telah kalis dilakukan proses pemipihan (sheeting) dengan

ketebalan sekitar ± 0,5 cm. Adonan yang berbentuk lembaran tersebut dipotong

membentuk dadu dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm, kemudian dilakukan pengukusan

agar terjadi pragelatinisasi. Pragelatinisasi merupakan modifikasi fisik terhadap

pati yang terjadi karena pecahnya granula akibat air dan panas. Modifikasi fisik

dilakukan untuk mengubah struktur granula pati agar dapat mengembang, serta

dapat meningkatkan stabilitas granula pati selama proses pemasakan.

Adonan berbentuk dadu yang telah dikukus kemudian dikeringkan dengan

menggunakan oven pada suhu 60oC selama 1 jam. Dadu yang telah kering

didinginkan. Pembentukan grits/dadu ini dilakukan karena jika bahan yang

digunakan berbentuk tepung, akan menghasilkan produk yang kurang memuaskan

karena jika ukuran partikel terlalu halus produk yang dihasilkan akan hangus dan

partikel bahan tidak mengalami pemadatan sempurna serta kurang mengembang

(Shadiq, 2010). Proses ekstrusi bahan yang digunakan harus berbentuk butiran

kecil (grits) yang berukuran 1-3 mm. Adonan yang telah berbentuk dadu

dimasukkan ke dalam puffing machine yang telah dipanaskan pada suhu 190oC

dengan waktu retensi 20 detik hingga terjadi pengembangan (puffing).

15

Teknologi pengolahan produk ekstrudat berbentuk puffed yaitu melalui

proses puffing. Puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan, dimana

bahan mengalami pengembangan akibat pengaruh suhu dan tekanan yang

diberikan sehingga terjadinya perubahan struktur bahan tersebut. Puffed snack

dibuat di dalam puffing machine dengan suhu dan tekanan tinggi kemudian bahan

ditembakkan keluar alat. Perbedaan tekanan di dalam alat tersebut membuat bahan

menyerap udara sehingga bahan akan mengembang (puffed) (Guy, 2001).

Proses puffing dapat dilakukan jika bahan yang digunakan mengandung

pati, karena proses puffing pada dasarnya merupakan proses mengembangnya

granula pati menjadi lebih besar. Pembengkakan pati disebabkan oleh adanya

campuran pati dengan air yang dipanaskan sehingga menyebabkan molekul air

lebih kuat dari pada daya tarik menarik antar molekul pati, sehingga air masuk ke

dalam granula.

Kandungan pati bahan sangat memengaruhi daya kembang produk.

Granula pati akan mengalami peningkatan volume dan pembengkakan jika berada

pada suhu 60-70oC. Pembengkakan pati disebabkan karena adanya campuran pati

dengan air yang dipanaskan, sehingga energi kinetik molekul-molekul air menjadi

lebih kuat dari pada daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula pati,

sehingga air dapat masuk ke dalam granula. Kemampuan pati untuk mengembang

berbeda-beda untuk setiap jenis bahan. Untuk memperoleh kerenyahan kadar air

produk ini harus dipertahankan kurang dari 3%.

16

2.2.2 Prinsip Kerja Puffing Machine

Alat yang digunakan untuk membuat puffed snack adalah puffing machine.

Puffing merupakan suatu rekayasa terhadap bahan untuk menghasilkan produk

yang lebih porus sehingga mampu meningkatkan kemampuan bahan untuk

melepas kandungan air ke lingkungan. Mekanisme proses puffing yaitu di mulai

dengan masuknya gas ke dalam produk dengan tekanan dan waktu tertentu,

kemudian tekanan gas tersebut dilepas dalam sekejap sehingga terbentuk celah

dan struktur bahan menjadi lebih porus. Bahan yang semakin porus menyebabkan

semakin besar pula pori-pori bahan tersebut. Tekanan yang semakin tinggi pada

proses puffing akan menghasilkan struktur seluler bahan akan semakin

mengembang, berarti bahan juga akan menjadi lebih porus.

Puffing machine bekerja secara kontinu dimana bahan mentah diubah

menjadi produk matang menggelembung siap santap. Pemasakan bahan mentah

terjadi karena adanya suhu dan tekanan yang menyebabkan bahan tergelatinisasi

sempurna dan mengembang hingga mencapai volume tertentu. Mesin di

operasikan dalam kondisi kesetimbangan dinamis, dimana input setara dengan

output, atau bahan yang masuk setara dengan produk yang dihasilkan. Bahan baku

masuk melalui wadah input (feed hopper) pada mesin dan terdorong ke cetakan

(die) sehingga menghasilkan produk yang seragam. Proses pemasakan

menggunakan suhu tinggi waktu pendek (HTST, High Temperature Short Time),

proses ini dapat mencegah kontaminasi mikroba dan inaktivasi enzim. Bahan yang

masuk dan kondisi pengoperasian harus diatur sedemikian rupa agar perubahan

17

kimia yang terjadi sesuai yang diinginkan serta mendapatkan karakteristik puffed

snack yang baik. Gambar puffing machine dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Puffing Machine

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

2.2.3 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia selama Proses Ekstrusi

Proses ekstrusi menyebabkan terjadinya beberapa perubahan pada bahan

baku, diantaranya gelatinisasi pati, denaturasi protein, pembentukan kompleks

lemak-pati, daya serap air, dan inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah

(Harper, 1981 dalam Sunyoto dkk, 2018). Perubahan tersebut dapat meningkatkan

daya cerna dan proses ekstrusi juga dapat menginaktivasi zat anti nutrisi yang

terdapat dalam bahan.

a. Gelatinisasi Pati

Proses ekstrusi menyebabkan komponen pati mengalami gelatinisasi.

Gelatinisasi pati adalah kerusakan ukuran molekul dalam butiran pati yang

bergantung pada suhu dan kandungan air, bersifat tidak dapat berubah, berawal

dari pembesaran ukuran granula pati, menyebabkan kenaikan kekentalan larutan

atau suspensi, bervariasi tergantung pada kondisi pemasakan dan tipe granula pati

18

pada bahan (Thomas, 2007). Mekanisme gelatinisasi yaitu mula-mula butir pati

menyerap air dan mengembang, dengan adanya panas dan tekanan tinggi yang

diberikan menyebabkan terputusnya ikatan struktur heliks dari molekul tersebut,

sehingga amilosa mulai berdifusi keluar dari butiran pati dan sebagian besar

ruangan terisi oleh amilopektin yang akhirnya pecah membentuk suatu matriks

dengan amilosa yang merupakan gel.

Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin dalam suatu pati akan

memengaruhi sifat-sifat fisik produk ekstrusi. Kandungan amilopektin yang tinggi

akan membuat produk mudah mengembang, sedangkan amilosa yang tinggi akan

lebih rapat, lebih keras, dan kurang mengembang secara radial ketika diekstrusi.

Proses pemanasan yang berlangsung akan mengakibatkan terjadi pengembangan

granula pati. Pengembangan granula pada awalnya bersifat dapat balik

(reversible), namun setelah pemanasan mencapai suhu tertentu pengembangan

menjadi tidak dapat balik (irreversible) dan terjadi perubahan struktur granula.

Suhu dimana gelatinisasi pati ini berlangsung disebut suhu gelatinisasi.

Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g, kelarutan 15-35%, dan

gelatinisasi pada suhu 75-88oC untuk granula berukuran kecil (Moorthy dan

Balagopalan, 2010). Pati ubi jalar ungu memiliki kekentalan tinggi dan

kemampuan membuat gel yang rendah, hal ini disebabkan karena kemampuan

pembengkakan (swelling) dan kelarutan pati ubi jalar ungu serta ukuran granula

pati ubi jalar ungu.

Faktor yang memengaruhi terjadinya gelatinisasi pati adalah suhu,

gesekan, waktu, tekanan, ketersediaan air serta lama pemanasan. Gelatinisasi akan

19

meningkat pada gesekan yang semakin tinggi serta waktu dan suhu yang semakin

tinggi. Pati yang mengalami gelatinisasi mudah terdestruksi akibat tekanan dan

gaya geser yang cukup tinggi, sehingga susunan bahan rapuh dan berongga.

Menurut hasil penelitian Richana dan Widaningrum (2009), lama pemanasan ubi

jalar ungu varietas Ayamurasaki untuk mencapai gelatinisasi adalah 36 menit.

Ginting dan Suprapto (2005), menunjukkan bahwa lama pemanasan yang

dibutuhkan untuk terjadinya gelatinisasi pada ubi jalar adalah 39 menit.

Gelatinisasi mengakibatkan terlepasnya isi granula pati dan terjadinya

degradasi polisakarida pati menjadi molekul yang lebih kecil dan ringan, seperti

dekstrin. Gelatinisasi pati juga mengakibatkan meningkatnya kemampuan

hidrolisis amilase. Adanya perlakuan panas dapat menginaktifkan inhibitor α-

amilase dalam bahan baku sehingga daya cerna pati produk ekstrusi meningkat.

Kondisi ini akan menyebabkan terbentuknya suatu suspensi yang dapat

meningkatkan viskositas sehingga semua biopolimer yang ada diubah menjadi

suatu larutan kental yang plastis dan meleleh secara homogen, dengan elastisitas

yang tinggi, yang hanya memiliki sejumlah air yang cukup untuk dibengkakkan

oleh ekstruder.

b. Denaturasi Protein

Perubahan yang terjadi akibat proses ekstrusi adalah terdenaturasinya

protein dan terbentuknya tekstur. Proses ekstrusi akan menyebabkan protein akan

mengalami denaturasi atau modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener,

serta terputusnya ikatan hidrogen (Shadiq, 2010). Suhu dan tekanan yang tinggi

20

dalam ekstruder mengakibatkan terjadinya ikatan intramolekul pada protein pecah

sehingga protein terdenaturasi (Oktavia, 2007).

Mekanisme denaturasi protein diawali dengan adanya suhu tinggi yang

menyebabkan butiran protein terurai dari bentuk globular menjadi bentuk

memanjang. Hal ini disebabkan oleh terputusnya ikatan-ikatan ionik, disulfida,

hidrogen, dan Van der Walls. Beberapa molekul akan terpisah sesuai dengan sub-

unitnya yang bersifat tidak larut, selanjutnya terjadi penggabungan molekul-

molekul tersebut dan membentuk agregat. Protein yang terdenaturasi akan

menurun sifat kelarutannya dan viskositas intrinsik meningkat serta mengalami

penurunan aktivitas enzim. Ikatan-ikatan antara molekul protein tersebut akan

membentuk suatu matriks, pada suhu sekitar 135°C (Shadiq, 2010). Protein tidak

berbentuk butiran lagi karena pecah dan berdifusi dengan pati selama pemanasan.

c. Serat

Tahapan proses ekstrusi atau puffing, serat dapat digunakan sebagai

bulking agent, sebagai pemberi nutrisi, dan untuk memodifikasi tekstur produk

tersebut. Pada bahan baku ekstrusi yang menghendaki produk yang mengembang,

penggunaan serat sebagai sumber nutrisi sering dibatasi karena jika dalam jumlah

berlebih akan menghambat daya kembang produk.

d. Kompleks Lemak-Pati

Peranan lemak dalam proses ekstrusi kurang mendapat perhatian karena

apabila lemak diproses dengan teknologi ekstrusi akan membentuk kompleks

dengan pati. Lemak akan berikatan dengan amilosa dan amilopektin sehingga

dapat menghambat pengembangan dan mengurangi sifat renyah dari produk.

21

Pembentukan kompleks lemak tersebut akan memengaruhi proses ekstrusi atau

menyebabkan penurunan derajat pengembangan produk ekstrusi yang dihasilkan

(Mercier & Fillet 1975 dikutip Shadiq 2010).

Mekanisme penghambatan lemak yaitu lemak akan membentuk suatu

lapisan pada bagian luar granula pati dan sekaligus akan menghambat penetrasi air

ke dalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatinisasi

yang rendah. Lemak akan mengurangi konversi energi mekanis untuk menaikkan

suhu gelatinisasi pati dan sekaligus menurunkan ekspansi produk ekstrusi.

e. Water Absorbtion Index (WAI) dan Water Solubility Index (WSI)

Water Absorbtion Index (WAI) atau indeks penyerapan air merupakan

jumlah air maksimum yang dapat diikat oleh produk ekstrusi, dimana terjadi

penurunan kekerasan pada produk akibat semakin banyak air yang diserap maka

produk akan semakin lunak. Indeks penyerapan air berhubungan dengan derajat

gelatinisasi, meningkatnya derajat gelatinisasi dapat meningkatkan penyerapan

air. Kemampuan penyerapan air pada pati yang telah tergelatinisasi sangat besar

dan cepat selama granulanya masih utuh, penyerapan air ini tergantung dari

ketersediaan grup hidrofilik yang mengikat molekul air dan kapasitas

pembentukan gel dari makromolekul.

Penurunan penyerapan air terjadi apabila pati yang telah mengalami

gelatinisasi tersebut dipanaskan terus menerus sehingga menyebabkan pecahnya

garanula pati dan rusaknya struktur internal pati (Gomez dan Aguilera, 1983

dikutip Restiana, 2009). Kandungan lemak dan protein yang tinggi dapat

22

menurunkan indeks penyerapan air, karena lemak tersebut dapat menghambat

grup hidrofilik pada protein sehingga indeks penyerapan air akan menurun.

Water Solubility Index (WSI) atau indeks kelarutan air merupakan

kemampuan suatu bahan untuk dapat larut dalam air yang dinyatakan dengan

banyaknya jumlah (g) bahan puffed yang terlarut dalam sejumlah air (mL). Indeks

penyerapan air dan kelarutan air dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

Water Absorbtion Index (WAI) =

Water Solubility Index (WSI) =

2.3 Tepung Ubi Jalar Ungu sebagai Bahan Baku Puffed Snack

Tepung ubi jalar merupakan olahan setengah jadi dari ubi jalar segar.

Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk

menyimpan dan mengawetkan ubi jalar ungu sehingga menjadi komoditas yang

bernilai tinggi serta akan lebih mudah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri

pangan ataupun non pangan (Murtiningsih dan Suyanti, 2011). Tepung ubi jalar

dapat diolah menjadi produk jadi seperti pada pembuatan roti, kue, bahkan produk

ekstrudat karena kandungan patinya yang tinggi. Kandungan pati dalam ubi jalar

ungu yaitu amilosa 19,76%-24,88% dan amilopektin 75,12-80,24% (Richana dan

Widianingrum, 2009). Produk yang memiliki kandungan amilopektin tinggi

bersifat ringan, porus, garing, dan renyah. Kandungan amilosa yang tinggi akan

keras dan pejal karena proses pemekarannya terbatas.

Kandungan gizi pada tepung ubi jalar ungu tergantung pada varietas ubi

jalar serta lingkungannya. Tepung ubi jalar ungu umumnya didominsai oleh

23

karbohidrat, berdasarkan penelitian Suparmo (2011), kadar amilopektin yang

terdapat dalam tepung ubi jalar ungu 74,57 % (bk), amilosa 24,79 % (bk), kadar

air 10,92 % (bk), protein 6,44 % (bk), dan kadar serat kasar 2,40 % (bk).

Kandungan gizi tepung ubi jalar ungu per 100 gram bahan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu per 100 gram

Parameter Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu

Energi (Kal) 123

Kadar air (%) 7,28

Kadar lemak (g) 0,81

Kadar protein (g) 2,79

Kadar serat kasar (g) 4,72

Kadar karbohidrat (g) 83,81

Sumber : (Susilawati dan Medikasari, 2008 dalam Ambarsari, 2009)

Tepung ubi jalar ungu secara fisik memiliki karakterisik warna cenderung

lebih gelap, hal ini dipengaruhi oleh pigmen serta kandungan protein dan lemak

yang terkandung dalam ubi tersebut.

2.4 Ampas Kelapa sebagai Sumber Serat

Ampas kelapa merupakan limbah hasil dari pengolahan basah daging buah

kelapa yang dapat dijadikan sebagai sumber serat karena kandungan serat

kasarnya sekitar 15% (Putri, 2010). Kandungan ini merupakan salah satu yang

sangat dibutuhkan untuk proses fisiologis dalam tubuh manusia. Serat merupakan

zat non gizi yang terbagi atas dua jenis yaitu, serat pangan (dietary fiber) dan serat

kasar (crude fiber). Kedua serat ini memiliki prinsip yang berbeda. Serat kasar

belum menunjukan kandungan serat total dalam makanan, sehingga memiliki nilai

yang lebih rendah dibanding serat makanan. Serat makanan adalah bagian dari

bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan.

24

Makanan yang mengandung serat tinggi akan memberikan rasa kenyang

dengan cepat karena komposisi karbohidrat kompleks yang akan mengurangi

nafsu makan. Serat dapat mengontrol pelepasan glukosa, membantu pengontrolan

diabetes melitus dan obesitas, dalam jumlah yang cukup sangat bagus untuk

pencernaan yang baik dalam usus (Ramulu dan Rao, 2003).

Serat dalam pelabelan dapat dikatakan tinggi serat (high fiber) apabila

lebih dari 5%, jika kadarnya 3-5% dikatakan sebagai sumber serat (source of

fiber), dan dikatakan penambahan serat jika kadar kurang dari 3% (added fiber)

(Vaughan dan Judd, 2003). Konsumsi serat pangan harian yang dianjurkan

berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang Acuan

Label Gizi, yaitu sebesar 30 gram atau 6-15 gram serat kasar untuk memenuhi

energi sebesar 2150 kkal per orang.

2.4.1 Karakteristik Tepung Ampas Kelapa

Ampas kelapa mengandung kadar air 16%, protein 23%, lemak 15%,

karbohidrat 40%, kalori 368 kal, dan mineral (Su’I et al., 2012). Komposisi

tepung ampas kelapa setelah diolah menjadi tepung kadar airnya menjadi 4,85%,

abu 0,61%, protein 16,98%, lemak 42,27%, karbohidrat 43,55%, serat kasar

33,02%, dan mineral Na 85,61 ppm (Dewi, 2015). Tingginya kadar serat kasar

tepung ampas kelapa memungkinkan dimanfaatkan sebagai salah satu bahan baku

dalam pengolahan produk pangan, terutama untuk penderita diabetes, konsumen

yang berisiko tinggi terhadap obesitas, dan kardiovaskuler.

25

Tabel 3. Kandungan Gizi Tepung Ampas Kelapa

Parameter Tepung ampas kelapa

Energi (kkal/kg) 503, 9

Air (%) 4,85

Abu (%) 0,61

Protein (%) 16,98

Lemak (%) 42,27

Karbohidrat (%) 43,55

Serat (%) 33,02

Sumber : Dewi (2015)

2.4.2 Proses Pembuatan Bubuk Ampas Kelapa

Ampas kelapa dapat diolah menjadi bubuk ampas kelapa untuk

mendapatkan nilai mutu yang lebih bermanfaat dan nantinya dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku dalam industri makanan. Bubuk ampas kelapa didapatkan

dengan cara menghaluskan limbah ampas kelapa yang telah dikeringkan. Bubuk

ampas kelapa dapat dibuat dari kelapa parut kering yang dikeluarkan sebagian

kandungan lemaknya melalui proses pressing.

Pembuatan bubuk ampas kelapa dilakukan melalui tahapan berikut, bubuk

ampas kelapa terlebih dahulu dilakukan pembersihan dan proses blanching pada

air mendidih yang telah ditambahkan 3% NaCl selama 3 menit (Samirih, 2015).

Proses blanching dilakukan untuk melunakan tekstur bahan sebelum dikeringkan

dan untuk menginaktivasi enzim yang berperan dalam penurunan kualitas bahan

yang akan diolah (Fellows, 2000).

Penambahan NaCl bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Pseudomonas cocovenenans, meningkatkatkan derajat keputihan, serta mencegah

terjadinya reaksi pencoklatan pada saat pengeringan. Ampas kelapa setelah di

blanching, segera di press menggunakan mesin spinner untuk menurunkan

26

kandungan airnya, dan dikeringkan pada suhu 65oC selama 1 jam. Proses

penggilingan dilanjutkan berfungsi sebagai proses pengecilan dan penyeragaman

ukuran sehingga didapatkan keseragaman ukuran yang diinginkan (Sarofa et al.,

2011). Peningkatan rendemen pembuatan bubuk dengan ukuran mesh dapat

dilakukan dengan penggunaan vibrating screen yang memiliki ukuran mesh

bertingkat sehingga dapat diatur ukuran mesh yang diinginkan.

Pengeringan ampas kelapa ditujukan untuk menurunkan kadar air bahan

dan dilanjutkan dengan pengilingan yang bertujuan untuk mengecilkan ukuran

bahan sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Faktor yang memengaruhi kualitas

bubuk ampas kelapa antaranya derajat keputihan, tingkat kehalusan, dan sisa

kadar air (Putri, 2014).

a. Tingkat Keputihan

Tingkat keputihan tepung ampas kelapa dipengaruhi oleh varietas bahan

baku yang digunakan, proses pembuatan, kualitas air yang digunakan, proses

blanching, faktor pengemasan dan penyimpanan (sebaiknya di tempat yang kedap

udara dan air), dan penggunaan bahan pemutih, yaitu garam dengan konsentrasi

2%. Penggunaan garam (NaCl) bertujuan untuk meningkatkan derajat/tingkat

keputihan tepung ampas kelapa. Bahan pemutih (garam digunakan untuk

mencegah reaksi pencoklatan (enzymatic browning), terutama pada saat

pengeringan.

b. Tingkat Kehalusan

Tingkat kehalusan tepung ampas kelapa ditentukan oleh ukuran ayakan

dengan satuan ukuran mesh. Pengayakan apabila dilakukan dengan mesin yang

27

dilengkapi ayakan berukuran 40-100 mesh, hasil yang diperoleh lebih lembut.

Tepung ampas kelapa umumnya dibuat secara manual menggunakan ayakan

dengan ukuran yang kurang sesuai (di bawah 40 mesh) sehingga hasil yang

didapat lebih kasar, untuk industri kecil dapat digunakan ayakan dari kain sifon.

c. Kadar Air Tersisa

Kadar air yang tersisa umumnya berkisar antara 12-15%. Pengeringan

dengan sinar matahari menghasilkan tepung ampas kelapa dengan tingkat

kekeringan rendah daripada pengeringan dengan (oven). Kadar air tepung ampas

kelapa setelah pengeringan dapat berubah karena menyerap air dari udara,

tercemar air ataupun embun. Kadar air di atas 15% menyebabkan tepung ampas

kelapa menjadi lembap sehingga cepat rusak.

2.5 Formulasi Pembuatan Puffed Snack

Komposisi bahan dasar dalam pembuatan puffed snack dapat memengaruhi

kualitas hasil yang akan dibuat, maka untuk mendapatkan hasil yang baik, semua

bahan ditimbang sesuai formulasi yang telah ditentukan. Pengolahan berbagai

macam produk pangan pada umumnya tidak lepas dari formulasi adonan yang

tepat. Formulasi umum yang digunakan adalah 90% sereal, 8% gula, 1% garam,

dan 1% malt (Sugandhi, 2015). Formulasi bahan baku yang digunakan dalam

pembuatan ekstrudat ini meliputi jumlah tepung komposit, gula, garam, leaving

agent, dan susu skim.

a. Tepung Tapioka

28

Tapioka digunakan sebagai pengikat karena memiliki kemampuan

mengikat air yang tinggi pada proses gelatinisasinya. Granula pati pada suspensi

tepung tapioka memiliki kemampuan menyerap air yang besar bila dipanaskan

dan tergelatinisasi kemudian membentuk gel yang kuat setelah didinginkan.

b. Susu Skim

Fungsi susu dalam pembuatan produk ekstrudat ini adalah menambah

aroma, menambah nilai gizi, memperbaiki warna. Penggunaannya dalam

pengolahan bahan juga dapat berfungsi sebagai penstabil (emulsifier), pengikat

air, dan koagulasi. Susu skim merupakan susu bubuk tak berlemak karena

lemaknya telah dipisahkan dan mengandung protein tinggi yaitu 36,4% (Faridah,

2008). Menurut Syarbini (2013), susu dapat didefinisikan sebagai emulsi partikel

globul lemak dalam air yang mengandung protein, gula, dan mineral.

c. Gula Halus

Gula berfungsi memberikan rasa manis, sebagai pembentuk tekstur dan

kerenyahan adonan, dan membentuk susunan fisik kue menjadi lebih halus.

Pemakaian gula berlebihan membuat bentuk produk melebar dan cepat gosong,

sedangkan kekurangan gula membuat produk berwarna pucat, tingkat kematangan

yang lama, dan aromanya kurang harum (Sutomo, 2008).

d. Garam

Garam berfungsi membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya. Garam

adalah suatu bahan pemadat (pengeras). Adonan yang tidak ditambahkan garam,

maka adonan akan menjadi agak basah. Faktor yang dapat menentukan

penambahan jumlah garam adalah formula yang digunakan.

29

e. Air

Air berfungsi untuk melarutkan garam, menahan, dan menyebarkan bahan

bukan tepung secara seragam, membasahi, dan mengembangkan pati. Fungsi air

dalam pembuatan puffed snack berfungsi sebagai media reaksi antara pati dan air,

melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal. Pati akan mengembang dengan

adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini

disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH.

f. Leaving Agent

Bahan pengembang (leaving agent) dalam pembuatan puffed snack,

berfungsi sebagai pembentukan volume dan membuat produk menjadi ringan.

Leaving agent dalam adonan penting untuk tekstur dan warna yang dihasilkan

pada produk. Adonan setelah pengeringan sukar untuk mengembang, memiliki

remah-remah yang tebal dan uap dalam adonan tidak terdispersi dengan baik.

Leaving agent yang digunakan dalam pembuatan puffed snack ini adalah baking

powder yang berfungsi dalam pembentukan volume, mengatur aroma, mengontrol

penyebaran dan hasil produksi menjadi ringan (Setyowati, 2014).