hipertensi

33
A. Pengertian Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002). Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90

Upload: ratna-dewi

Post on 13-Jul-2016

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

A. Pengertian

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh

darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali

disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang

mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi

korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas

normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor

dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab

hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat

adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari

pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2002).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh

darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health

Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg.

Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg

Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh

meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini

biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit

jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi

adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada

pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh

darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

B. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi hipertensi:

a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7

Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program

merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan

agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada

tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).

Tabel 1Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection,

Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)

Kategori Tekanan Darah menurut JNC 7

Kategori Tekanan Darah menurut JNC 6

Tekanan Darah Sistol (mmHg)

dan/ atau

Tekanan Darah Diastol (mmHg)

Normal Optimal < 120 dan < 80Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89- Nornal < 130 dan < 85- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89Hipertensi: Hipertensi:Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100- Tahap 2 160-179 atau 100-109

Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110 (Sumber: Sani, 2008)

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya

dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi

kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra

hipertensi (Sani, 2008).

b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)

WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG)

telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-

tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).

Tabel 2Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Kategori Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diatol (mmHg)

OptimalNormalNormal-Tinggi

< 120< 130130-139

< 80< 8585-89

Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)Sub-group: perbatasan

140-159140-149

90-9990-94

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110Hipertensi sistol terisolasi(Isolated systolic hypertension)Sub-group: perbatasan

≥ 140

140-149

< 90

<90(Sumber: Sani, 2008)

c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society

Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah

<120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg

termasuk normal tinggi (Shimamoto, 2006).

Tabel 3Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS

Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diastol (mmHg)

CHS-2005

< 120 < 80 Normal120-129 80-84 Normal-Tinggi130-139 85-89

Tekanan Darah Tinggi140-159 90-99 Tingkat 1

160-179 100-109 Tingkat 2≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol

Terisolasi(Sumber: Shimamoto, 2006)

d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)

Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:

1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang berbeda,

maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas

pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.

2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi

sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70

mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.

3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai

pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.

Tabel 4Klasifikasi menurut ESH

Kategori Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diastol(mmHg)

Optimal < 120 dan < 80Normal 120-129 dan/atau 80-84Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110Hipertensi sistol terisolasi

≥ 140 Dan < 90

(Sumber: Mancia G, 2007)

e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB)

(Douglas JG, 2003)

Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:

1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori

yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang

lebih tinggi.

2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih

pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.

3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3

berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).

4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap

peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.

Tabel 5Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB

Kategori Tekanan Darah Sistol (mmHg)

Tekanan Darah Diastol (mmHg)

Optimal < 120 dan < 80Normal < 130 dan/atau < 85Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109Hipertensi Tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110Hipertensi Sistol terisolasi

≥ 140 dan < 90

(Sumber: Douglas JG, 2003)

f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Sani,

2008).

Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia

13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai

pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang

melayani masyarakat umum:

1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan

ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil

dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian

hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita

yang banyak masih jarang.

2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan

diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.

3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya

tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit

penyerta tertentu.

Tabel 6Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia

Kategori Tekanan Darah Sistol (mmHg)

dan/atau Tekanan Darah Diastol (mmHg)

Normal <120 Dan <80Prehipertensi 120-139 Atau 80-89Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99Hipertensi Tahap 2 ≥160-179 Atau ≥100Hipertensi Sistol terisolasi

≥140 Dan <90

(Sumber: Sani, 2008)

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan

hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah

jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan

sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi

(denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan

tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya

lebih besar.

Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil

menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah

yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik

berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi

diantara dua denyutan. Sedangkan menurut Arjatmo T dan Hendra U (2001) faktor

yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan

garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder

dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat

diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004).

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi

Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang

tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up.

Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai

dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti

otak, jantung dan ginjal (Mahalul Azam,2005).

C. Patofisiologi

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian

tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah Jantung x

Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006).

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi

esensial antara lain :

1) Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap

kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung

biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh

konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel

otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.

Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan

pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal

meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al. 2005).

2) Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin

yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus

aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan

garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al. 2005).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang

peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal)

akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang

sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena

bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang

diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah

meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan

kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al. 2005).

3) Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam

pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem

saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk

natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al. 2005).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

Renin

Angiotensin I

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas

Mengentalkan

Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Volume darah ↑

↑ Tekanan darah

↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan mereabsorpsinya di tubulus ginjal

↑ Konsentrasi NaCl di pembuluh darah

Diencerkan dengan ↑ volume ekstraseluler

↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat

bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intra vaskuler.

4) Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal

yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak

terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi

menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al. 2005).

5) Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan

vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan

sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin

lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium

jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan

ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan

hipertensi (Gray, et al. 2005).

6) Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding

pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),

ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat

menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah

dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat

anti-hipertensi (Gray, et al. 2005).

7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika

terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input

ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi

normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).

D. Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial

(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada

kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu

hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat

hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan

yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur

yang tinggi, merokok dan minum alkohol. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada

kedua orang tua, maka kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-

faktor lain yang mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan

(obesitas), pola makan, merokok (M.Adib,2009).

E. Penggolongan Hipertensi

Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi

lebih sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes

melitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua

golongan, yaitu:

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak 90-

95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya.

Para pakar menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak faktor lain

yang mempengaruhi, dan para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat

keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk menderita penyakit ini.

Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun,

sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi essensial

adalah multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam pathogenesis hipertensi

essensial antara lain faktor genetik, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin

angiotensin, defek natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi

alkohol secara berlebihan.

b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder

Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada

5-10 persen kasus sisanya , penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan

hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau

berhubungan dengan kehamilan. Garam dapur akan memperburuk hipertensi, tapi

bukan faktor penyebab. Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik.

Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa

disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Penyebab hipertensi sekunder antara lain

penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal,

hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing, feokromsitoma, koarktasio

aorta, kehamilan, serta penggunaan obatobatan.

F. Gejala Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki

gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara

lain yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah,

tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa

berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari

hidung).

G. Faktor Resiko Terjadinya Hipertensi

Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat

dan tidak dapat dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

1) Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa

muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%

penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan

hormone estrogen setelah menopause.(Marliani,2007). Peran hormone estrogen

adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam

pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone estrogen

dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada

premenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang

selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

Proses ini terus berlanjut dimana terjadi perubahan kuantitas hormon estrogen

sesuai dengan umur wanita secara alami. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada

wanita umur 45-55 tahun (Kumar,2005).

2) Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang

lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia

lebih muda.. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,

karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada

kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita,

hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini

adalah produk samping dari keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama,

terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya

arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya

penyesuaian diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan

berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya

umur, dapat meningkatkan resiko hipertensi (Elsanti,2009). Prevalensi di kalangan usia

lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60

tahun.

3) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu

mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan

kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium

Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih

besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial

dengan riwayat hipertensi dalam keluarga. Seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi (Marliani, 2007).

Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi

cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua ada yang

mengidap tekanan darah tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk

mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah

tingi maka peluang untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1).Merokok

Fakta otentik menunjukan bahwa merokok dapat menyebabkan tekanan

darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin. Asap rokok

(CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari

kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah

merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Laporan dari Amerika

Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam

jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK)

sekitar 24.4% (Karyadi 2002). Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin

mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan

oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen

jantung, merangsang pelepasan adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama

jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh

lainnya.

2).Status Gizi

Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan

masalah penting karena selain mempunyai resiko penyakitpenyakit tertentu juga dapat

mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut

perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan

mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Indeks Massa Tubuh (IMT)

adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Seseorang dikatakan

kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai IMT≥25.0. Obesitas merupakan

faktor risiko munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, penyakit

jantung koroner dan diabetes mellitus.

Data dari studi Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2004)

menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan

meningkatkan tekanan darah 6.6 mmHg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol darah 11

mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT>30 pada laki-laki

sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17%

perampuan yang memiliki IMT<25 (Krummel 2004).

3). Konsumsi Na (Natrium)

Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui peningkatan

volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut berperan

yaitu sistem renin angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan

darah. Produksi rennin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf

simpatis. Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin

II. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan menyimpan

garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit

dkk,2001).

4).Stres

Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis

peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu).

Stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah yang menetap

tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti tetapi angka kejadian masyarakat di

perkotaan lebih tinggi dari pada di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan

pengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Roehandi,

2008). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi

pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas

saraf simpatis.

H. Komplikasi Hipertensi

Kondisi hipertensi yang berkepanjangan sangat berpotensi menyebabkan

gangguan pembuluh darah di seluruh organ tubuh. Secara umum kondisi darah

tinggi tidak bisa diprediksi secara dini akan menyerang organ bagian mana,

tergantung organ mana yang terlebih dahulu merespon tekanan yang abnormal.

Angka kematian yang tinggi pada penderita darah tinggi terutama disebabkan oleh

gangguan jantung.

a. Organ Jantung

Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi berupa

penebalan pada otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil rongga jantung

untuk memompa, sehingga jantung akan semakin membutuhkan energi yang besar.

Kondisi ini disertai dengan adanya gangguan pembuluh darah jantung sendiri

(koroner) akan menimbulkan kekurangan oksigen dari otot jantung dan berakibat rasa

nyeri. Apabila kondisi dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kegagalan

jantung untuk memompa dan menimbulkan kematian.

b. Sistem Saraf

Gangguan dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian dalam) dan

sistem saraf pusat (otak). Didalam retina terdapat pembuluh-pembuluh darah tipis

yang akan menjadi lebar saat terjadi hipertensi, dan memungkinkan terjadinya pecah

pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan pada organ pengelihatan.

c. Sistem Ginjal

Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh

darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat racun

bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibat dari gagalnya sistem ginjal akan terjadi

penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain

terutama otak.

I. Kerusakan Organ Target

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, naik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien

hipertensi adalah:

1. Penyakit ginjal kronis

2. Jantung

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Angina atau infark miokardium

c. Gagal jantung

3. Otak

a. Strok

b. Transient Ischemic Attack (TIA)

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati (Yogiantoro, 2006).

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ

tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau

karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI

angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan

lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas

terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya

kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).