hipertensi

Upload: amhar-syukur-rizki

Post on 16-Oct-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

NO. URUT PESERTA WISUDA DAN JUMLAH PESERTA WISUDA1. RA PERSIS 96 -------------------------18 org 2. RA AT THOHIRIYAH ------------------5 org3. RA HAMIDATUNNISA ---------------60 org4. RA AL MUSTOFA ---------------------26 org5. RA AT TAJULIYAH --------------------10 org6. RA MIFTAHUL IKHLAS ---------------46 org7. RA AL HIDAYAH 3 ---------------------8. RA MIFTAHUL ANWAR --------------9. RA DARUL FIKRI 2 ----------------------12 org10. RA AL IKHLAS KIARALAWANG ------30 org11. RA AL MAASY ---------------------------19 org12. RA AL BARKAH --------------------------13 org13. RA AL MUKHTARIYAH -----------------20 org14. RA AL LUQMAN -------------------------18 0rg15. RA DARUL FIKRI 1 -----------------------21 org16. RA NURUL HIDAYAH -------------------10 org17. RA AT TAQWA ---------------------------22 org18. RA NAFISATUL ULUM ------------------17 org19. RA AS SALAMAH -------------------------20. RA MATHLA’UL ANWAR ---------------25 org21. RA AL HIKMAH ---------------------------19 org22. RA NURUL HIKMAH ---------------------12 org23. RA ASSA’DIYAH ---------------------------30 org24. RA HIDAYATUSSALAM ------------------13 org25. RA AL FURQON ----------------------------16 org26. RA AL HIDAYAH CIKAREO --------------12 org27. RA NURUL HUDA -------------------------37 org28. RA DARUL HUDA --------------------------29. RA AS SURUR ------------------------------13 org30. RA NAJAAHAN -----------------------------14 org31. RA AR RAUDHOTUNNUR ----------------12 org32. RA AL AWALIYAH --------------------------25 org33. RA AL JIHADIYAH --------------------------14 org34. RA HIDAYATUSYIBYAN -------------------35. RA MIFTAHUL BAROKAH ----------------16 org36. RA AL IKHLAS CIAKAR --------------------14 orgJUMLAH SEMENTARA --------------------619 orgNO. URUT PESERTA WISUDA 1. RA PERSIS 96 2. RA AT THOHIRIYAH 3. RA HAMIDATUNNISA 4. RA AL MUSTOFA5. RA AT TAJULIYAH 6. RA MIFTAHUL IKHLAS 7. RA AL HIDAYAH 3 8. RA MIFTAHUL ANWAR 9. RA DARUL FIKRI 2 10. RA AL IKHLAS KIARALAWANG 11. RA AL MAASY 12. RA AL BARKAH 13. RA AL MUKHTARIYAH 14. RA AL LUQMAN 15. RA DARUL FIKRI 1 16. RA NURUL HIDAYAH 17. RA AT TAQWA 18. RA NAFISATUL ULUM19. RA AS SALAMAH 20. RA MATHLA’UL ANWAR 21. RA AL HIKMAH 22. RA NURUL HIKMAH23. RA ASSA’DIYAH 24. RA HIDAYATUSSALAM 25. RA AL FURQON26. RA AL HIDAYAH CIKAREO 27. RA NURUL HUDA 28. RA DARUL HUDA29. RA AS SURUR 30. RA NAJAAHAN 31. RA AR RAUDHOTUNNUR 32. RA AL AWALIYAH 33. RA AL JIHADIYAH34. RA HIDAYATUSYIBYAN 35. RA MIFTAHUL BAROKAH 36. RA AL IKHLAS CIAKARNAMA-NAMA SISWA PESERTA WISUDA RA. NURUL HIKMAH1. ASTRI YULIANTI2. DELIA NURILAINAYA3. ISMI FAUZIAH4. MUTIA SALSABILA K5. M. JAUHARI6. M. RIDHO NABILUL HAQ7. N. INTAN TETI AENI8. RENDI AHMAD JAELANI9. RINI NURAENI10. SAFIRA NURLAILA P11. SALPA PADILAH12. M. FADHILAHPENAMPILAN:

TRANSCRIPT

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    1/47

    HIPERTENSI

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Indonesia Cinta Sehat merupakan cermin sikap dan perilaku segenap bangsa

    Indonesia yang mencintai kesehatan dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Hal itu

    adalah kunci keberhasilan bagi terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri. Itu adalah

    salah satu program jaminan kesehatan semesta pada tahun 2019, seluruh penduduk

    Indonesia mempunyai jaminan kesehatan. Ini berarti bahwa masyarakat Indonesia

    diharapkan dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu

    (Profil Kemenkes RI, 2012).

    Perubahan dari negara agraris ke negara industri membawa kecenderungan baru

    dalam pola penyakit didalam masyarakat di indonesia yaitu perubahan penyakit menular

    menjadi tidak menular atau sering disebut dengan transisi epidemologi. Penyakit tidak

    menular dapat muncul melalui gaya hidup (life style), hal ini merupakan faktor pemicu

    munculnya penyakit degeneratif (Bustan, 1995).

    Hasil Sensus Penduduk tahun 2010, indonesia saat ini termasuk ke dalam lima besar

    negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau

    9,6% dari jumlah penduduk. Berdasarkan proyeksi Bappenas, jumlah penduduk lansia 60

    tahun atau lebih diperkirakan akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi 29,1 juta

    (2020) dan 36 juta (2025). Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, tentunya akan

    diikuti dengan meningkatnya permasalahan kesehatan pada lanjut usia (Profile Kemenkes

    RI, 2012).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    2/47

    Salah satu yang harus diperhatikan dengan serius yaitu pada lanjut usia adalah proses

    degeneratif, yang dapat menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan diantaranya

    hipertensi, ini terjadi karena adanya perubahan elastisitas pembuluh darah, dan keadaan

    ini diperberat dengan terjadinya penimbunan lemak pada dinding pembulu darah. Hal ini

    didukung dengan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% yang pada

    umumnya terjadi pada usia pertengahan dan lanjut usia baik karena gaya hidup maupun

    proses degeneratif (Ridwan, 2009; Dewi & Familia, 2010; Riskesnas, 2007).

    Pada lanjut usia didapatkan beberapa faktor-faktor yang dapat menyebabkan

    hipertensi diantaranya faktor genetik (keturunan), umur, zat toksin, Jenis kelamin, Etnis,

    Stres, obesitas, nutrisi, merokok, narkoba, alkohol, kafein, kurangnya olahraga, kolesterol

    tinggi, kelainan ginjal, konsumsi natrium yang tinggi yang masuk kedalam tubuh (Susilo

    & Wulandari, 2011)

    Hal ini didukung dengan adanya penelitian tentang hipertensi pada lanjut usia di

    poliklinik geriatri RSCM menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan

    olahraga dengan hipertensi dengan P value sebesar 0,004 dan odds ratio sebesar 3,98 kali.

    Dan ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan hipertensi yang P valuenya

    sebesar 0,03 dan odds rasio sebesar 3,47. Lanjut usia yang hipertensi lebih banyak

    didapatkan dengan kebiasaan merokok yakni sebesar 84,4% dibandingkan dengan yang

    tidak merokok yakni sebesar 60,9% (Sanusi, 2002).

    Data penelitian tentang pola makan pada lansia hipertensi di RS dr. Kariandri

    Semarang, tentang kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh yaitu 3 kali dalam seminggu

    terbukti sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi (p = 0,02, OR =

    7,72 dan 95% Cl = 2,45 24,38). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang mempunyai

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    3/47

    kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh akan berisiko terserang hipertensi sebesar 7,72

    kali dibandingkan orang yang tidak biasa mengkonsumsi lemak jenuh (Margaret, 2005).

    Berdasarkan hasil penelitian fauziyah rahma (2011) memaparkan tentang kebiasaan

    mengkonsumsi natrium Menyatakan bahwa secara umum tingkat konsumsi asin

    (konsumsi natrium) dalam jumlah yang cukup tinggi berisiko mengalami hipertensi (p =

    0,0001, OR = 3,95 dan 95% Cl 1,878,36).

    Penelitian pada lansia di Kota Depok didapatkan adanya hubungan yang bermakna

    antara stres dan hipertensi. Lansia yang mengalami stres tinggi sebesar 70,9%, stres

    sedang sebesar 65,2% dan stress rendah sebesar 38,5% terhadap hipertensi. Stres tinggi

    berpeluang 3,89 kali dan stres sedang berpeluang 2,99 kali terhadap hipertensi

    dibandingkan dengan stress rendah (Hasirungun, 2002).

    Berdasarkan data di DINKES Provinsi Lampung bahwa, penyakit hipertensi di setiap

    tahunnya selalu masuk ke dalam 10 (sepuluh) besar penyakit yang diderita masyarakat

    dimana pada tahun 2004 menduduki peringkat VIII sebanya 89.204 kasus atau 6,58 % ,

    tahun 2005 peringkat ke VI sebanyak 110.622 kasus atau 7,33 % dan pada tahun 2006

    peringkat ke III sebanyak 52.147 kasus atau 9,87 %, dan pada tahun 2008 urutan 7 yang

    mana mengalami penurunan 4,21% atau 65.282, sedangkan pada tahun 2011 mengalami

    peningkatan yang sepesifik yaitu 77.521 menjadi peringkat ke 4 dengan demikin hiertensi

    merupakan maslah kesehatan yang ada di 10 (sepuluh) besar penyakit yang diderita

    masyarakat tiap tahunnya ( DINKES Provinsi Lampung, 2004, 2005, 2006, 2008, 2011).

    Penyakit hiertensi di kabupaten Mesuji pada tahun 2011 mencapai 14.746 kasus,

    dengan data ini penyakit hipertensi masuk kedalam 10 penyakit terbesar yang menjadi

    perhatian khusus Dinas kesehatan Mesuji ( DINKES Mesuji, 2011).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    4/47

    Menurut data yang di peroleh dari puskesmas simpang pematang, penyakit

    hipertensi pada lanjut usia cenderung mengalami peningkatan dengan data presentasinya

    pada tahun 2008 dari 410 kasus hipertensi, 40% atau 167 kasus terjadi pada lansia. Hal

    ini cenderung meningkat pada tahun 2012 terdapat peningkatan cukup tinggi dari 494

    kasus, 47,36% atau 234 kasus yang terjadi pada lansia. Data tersebut dapat di buat

    diagram pertahunnya sebagai berikut :

    Table 1,1. distribusi penyakit hipertensi berdasarkan presentasi lanjut usia

    pertahunya yang mengalami hipertensi di wilayah kerja puskesmas simpang pematang

    priode 2008-2012.

    Sumber : LB 1 puskesmas simpang pematang kabupaten Mesuji 2008-2012

    hasil pra survey pada usia lanjut yang dilakukan peneliti wilayah kerja puskesmas

    simpang pematang dari 10 orang lanjut usia, didapatkan 6 orang (60%) mengalami

    hipertensi dan 4 orang (40%) tidak mengalami hipertensi, 5 orang (50%) pola makan

    tinggi garam dan 5 orang (50%) rendah garam, 4 orang (40%) merokok dan 6 orang

    (60%) tidak merokok , 5 orang (50%) tidak berolah raga dan 5 orang (50%) berolah raga,

    7 orang (70%) stres dan 3 orang (30%) tidak stres.

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    5/47

    Dari data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar penyakit hipertensi di

    wilayah kerja Puskesmas simpang pematang kabupaten mesuji presentasi tertinggi terjadi

    pada lanjut usia. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

    penelitian dengan judul: Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Penyakit

    H ipertensi Pada Usia Lanjut di Wil ayah Kerj a Puskesmas simpang pematang

    Kabupaten Mesuji provinsi lampung tahun 2013.

    1.2 Perumusan Masalah

    Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada hubungan antara

    gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia lanjut di wilayah kerja

    Puskesmas simpang pematang Kabupaten mesuji provinsi lampung.

    1.3 Tujuan Penelitian

    a. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada Lanjut

    usia di wilayah kerja Puskesmas simpang pematang Kabupaten mesuji provinsi lampung.

    b. Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit hipertensi pada lanjut usia.

    2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi konsumsi Natrim (Na) pada usia lanjut.

    3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi olahraga pada usia lanjut.

    4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kebiasaan merokok pada usia laanjut.

    5.

    Untuk mengetahui distribusi frekuensi stres pada usia lanjut.

    6. Untuk mengetahui hubungan konsumsi natrium (Na) terhadap kejadian penyakit

    hipertensi pada usia lanjut.

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    6/47

    7. Untuk mengetahui hubungan olahraga terhadap kejadian penyakit hipertensi pada usia

    lanjut.

    8. Untuk mengetahui hubungan merokok terhadap kejadian penyakit hipertensi pada usia

    lanjut.

    9. Untuk mengetahui hubungan stres terhadap kejadian penyakit hipertensi pada usia lanjut.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Bagi Praktis atau aplikatif

    Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan

    upaya-upaya pencegahan Hipertensi kususnya pada lansia di wilayah kerja puskesmas

    Simpang Pematang Kab. Mesuji.

    2. Bagi Teoritis atau Akademis

    1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti khususnya tentang

    penyakit hipertensi sehingga dapat menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan

    kedalam masyarakat sehingga dapat membantu meningkatkan wawasan masyarakat.

    2. Bagi Institusi Pendidikan

    Menambah khasanah kepustakaan yang dapat dijadikan salah satu rujukan dalam

    pembuatan tugas-tugas kemahasiswaan terkait dengan pengembangan ilmu keperawatan

    di universitas malahayati.

    3. Bagi objek penelitian

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    7/47

    Sebagai bahan masukan untuk mnejadi dasar petimbangan resonden untuk pentingnya

    mengontrol kesehatanya.

    4. Bagi peneliti selanjutnya

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bahan penelitiandan menambah

    wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang penyakit hipertensi.

    1.5 Ruang lingkup

    Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut : jenis

    penelitian kuantitatif, desain penelitian ini analitik pendekatan cross sectional, objek

    dalam penelitian ini sebagai variabel independent yaitu gaya hidup (konsumsi tinggi

    natrium, olahraga, merokok dan stres) dan sebagai variabel dependent adalah kejadian

    penyakit hipertensi pada lanjut usia, sabjek penelitian ini adalah lanjut usia di wilayah

    kerja Puskesmas Simpang Pematang Kab. Mesuji Provinsi lampung, dan waktu penelitian

    bulan MaretMei 2013.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Hipertensi

    2.1.1 Definisi Hipertensi

    Hipertensi adalah penyakit kelainan jantung dan pembulu darah yang ditandai dengan

    peningkatan tekanan darah, yaitu peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    8/47

    normal yaitu sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg ((Dewi & Familia 2010; Wilson,

    2006).

    Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang

    akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung

    koroner (untuk pembuluh darah), dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung).

    Dengan target di otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utama stroke yang

    membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2000).

    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap.

    Pada waktu anda membaca tekanan darah bagian atas adalah tekanan darah sistolik,

    sedangkan bagian bawah adalah tekanan diastolik. Tekanan sistolik (bagian atas) adalah

    tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung berkontraksi dan memompakan darah

    melalui arteri. Sedangkan tekanan diastolik (angka bawah) adalah tekanan pada waktu

    jatuh ke titik terendah dalam arteri. Secara sederhana seseorang disebut hipertensi apabila

    tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90

    mmHg. Tekanan darah yang ideal adalah 120/80 mmHg (Sunardi, 2000).

    Jadi dapat disimpulkan menurut peneliti Hipertensi adalah keadaan peningkatan

    tekanan darah dengan hasil pengukuran tekanan darah diatas batas normal yaitu 140/90

    mmHg, yang dilakukan dua kali dengan selisih waktu 5 10 menit dengan hasil diatas

    batas normal dan yang menjadi landasanya adalah hasil pengukuran yang paling tinggi.

    .

    2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

    1. Klasifikasi berdasarkan Etiologi

    a. Hipertensi Esensial atau Primer

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    9/47

    Tidak jelas penyebabnya dan merupakan sebagian besar 90% dari seluruh

    kejadian hipertensi. Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul

    terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Hipertensi primer ini tidak

    dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (Ditjen Bina Kefarmasian, 2006;Yogiantoro,

    2006).

    Penyebab pertamahipertensi yaitu gaya hidup modern, sebab dalam gaya hidup

    modern situasi penuh tekanan dan stres. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan kortisol

    dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Gaya

    hidup yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolah raga dan berusaha

    mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi sehingga risiko terkena

    hipertensi menjadi lebih tinggi. Kedua yaitu pola makan yang salah dan yang ketiga

    adalah berat badan berlebih (Gunawan, 2004).

    b. Hipertensi sekunder

    Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering

    berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes,

    kelainan sistem syaraf pusat. Jumlah kejadiannya mencapai 10% (Sunardi, 2000).

    Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari adanya

    penyakit lain. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada

    sekitar 5 - 10 % penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1

    2 % penyebabnya adalah kelainan hormon atau pemakaian obat tertentu misalnya pil

    KB (Nugroho, 1995).

    2. Klasifikasi berdasarkan derajat Hipertensi

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    10/47

    Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa berdasarkan JNC-VII

    (The Joint National Committee On Prevention, Detection Evaluation, and Treatment Of

    High Blood Pressure (JNC, 7)

    Kategori Tekanan darah sistolik

    mmHg

    Tekanan darah diastolic

    mmHg

    Normal 120 < 80

    Pre hipertensi 120139 8089

    Stadium 1

    Hipertensi ringan

    (mi ld hypertension)

    140159 9099

    Stadium 2

    Hipertensi sedang

    (moderate Hypertension)

    160159 100109

    Stadim 3

    Hiertensi berat

    (severe Hypertension)

    180209 110119

    Stadium 4

    Hipertension maligna(very severe Hypertension)

    210 atau lebih 120 atau lebih

    Sumber : Gray, 2005

    2.1.3 Cara Pengukuran Tekanan Darah

    1. Atur posisi klien yang nyaman

    2. Letakkan lengan yang hendak diukur dalam posisi terlentang.

    3. Jika klien menggunakan lengan baju sebaiknya dibuka.

    4. Pasang manset pada lengan kanan/kiri atas sekitar 3 cm diatas fossa cubiti (jangan terlalu

    ketat maupun terlalu longgar).

    5. Tentukan denyut nadi arteri radialis dekstra/sinistra.

    6. Pompa balon udara manset sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba.

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    11/47

    7. Pompa terus sampai manometer setinggi 200 mmHg dari titik radialis tidak teraba.

    8. Letakkan diaragma stetoskop diatas brangkialis dan dengarkan.

    9. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan berkesinambungan dengan memutar

    sekrup pada pompa udara berlawanan arah jarum jam.

    10. Catat air raksa manometer saat pertama kali terdengar kembali denyut.

    11. Catat tinggi air raksa pada manometer yaitu suara korotkoff 1 menunjukan besarnya

    tekanan sistolik dan suara korotkoff 5 menunjukkan besarnya diastolik ( Hidayat, 2012).

    2.1.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Hipertensi

    Faktor risiko hipertensi bukanlah penyebab dari timbulnya penyakit hipertensi. Faktor

    risiko hanyalah pemicu munculnya suatu pernyakit, berikut ini beberapa faktor risiko

    timbulnya hipertensi adalah sebagai berikut :

    1. Umur

    Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga

    prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan

    kematian sekitar diatas usia 65 tahun (Depkes, 2006).

    Hipertensi berdasarkan gender ini dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Wanita

    seringkali mengadopsi perilaku tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak

    seimbang sehingga menyebabkan kelebihan berat badan, depresi dan rendahnya status

    pekerjaan. Sedangkan kaum pria lebih berkaitan erat dengan pekerjaan seperti perasaan

    kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran (Sutanto, 2010).

    Menurut Krummel (2004) memaparkan bahwa tekanan sistolik terus meningkat

    sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,

    kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    12/47

    Penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh

    baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan

    pada usia lebih dari 60 tahun keatas. Setelah usia 45 tahun terjadi peningkatan resistensi

    perifer dan aktivitas simpatik. Dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena

    adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan

    berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Disamping itu, pada lanjut usia

    sensitivitas pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai berkurang,

    demikian juga halnya dengan peran ginjal, dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi

    glomerulus menurun (Kumar, et all, 2005 ).

    2. Jenis kelamin

    Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak

    dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

    meningkatkan tekanan darah dibanding wanita. Namun setelah memasuki menopouse,

    prevalensi hipertensi pada wanita meningkat (Depkes, 2006).

    Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormone estrogen yang

    berperan dalam meningkatkan kadar High DensityLipoprotein (HDL). Kadar kolesterol

    HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

    arterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas

    wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit

    demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari

    kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    13/47

    kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada

    wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).

    3. Riwayat keluarga

    Riwayat keluarga mempertinggi risiko terkena penyakit hipertensi, terutama pada

    hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor

    lingkungan lain. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam

    dan renin membran sel (Depkes, 2006).

    Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita

    mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan terkena

    hiertensi juga. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita

    mendapatkan penyakit tersebut 60% (Sheps, 2005).

    Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya

    kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada

    heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik

    hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,

    bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu

    sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Sutanto, 2010).

    4. Etnis

    Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit

    putih, serta lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sampai saat ini, belum

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    14/47

    diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa terdapat

    kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifak poligenik

    (Gray, 2005).

    Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan, susunan genetika,

    dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian. Salah satu

    contoh dari pengaruh pola makan yaitu angka tertinggi hipertensi di Indonesia tahun 2000

    adalah suku Minang. Hal ini dikarenakan suku Minang atau orang yang tinggal di pantai,

    biasanya mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai makanan asin (Cahyono,

    2008).

    5. Obesitas

    Obesitas juga erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang

    mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena

    beberapa sebab. Makin besar masa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk

    memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar

    melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada

    dinding arteri, yang akan meimbulkan terjadinya kenaikan tekanan darah. Selain itu,

    kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung (Sheps, 2005).

    Sedangkan hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal bisa juga disebabkan

    oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin angiotensin (Suhardjono, 2006).

    Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga

    dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan

    retensi air dan garam (Syaifudin, 2006).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    15/47

    Dan pada sistem renin-angiotensin, rennin memicu produksi aldosteron yang akan

    mempengaruhi ginjal untuk menahan air dan natrium sedangkan angiotensin akan

    mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga tekanan darah akan naik (Gray, 2005)

    6. Konsumsi natrium (Na)

    Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan peningkatan jumlah natrium

    didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya kembali, cairan

    intraseluler harus ditarik keluar sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.

    Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatanya volume

    darah, sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).

    Disamping itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri. Sehingga

    jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat

    melalui ruang yang makin sempit. Maka terjadilah penyakit hipertensi. Diet yang

    mengandung 500 mg Na dapat mempertahankan kadar Na yang normal dalam tubuh.

    Asupan yang melebihi jumlah ini didasarkan atas rasa bukan kebutuhan. Makanan yang

    sudah diproses biasanya mengandung Na yang tinggi. Pada umumnya, makin diproses

    suatu makanan maka makin tinggi kandungan garamnya (Hull, 1996).

    7. Konsumsi lemak

    Diet tinggi lemak berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi

    lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

    peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh polivalen secukupnya yang berasal dari minyak

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    16/47

    sayuran, biji-bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan

    tekanan darah (Hull, 1996).

    Komponen lemak polivalen tidak jenuh, yang disebut asam lemak esensial,

    merupakan rintangan untuk zat-zat yang mirip hormon didalam darah yang disebut

    prostaglandin. Beberapa jenis prostaglandin membantu mengatur tekanan darah dengan

    melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan diameter dari arteri dan mengurangi

    jumlah darah yang harus dipompa oleh jantung. Tekanan darah berkurang bila asupan

    asam lemak esensisal dalam diet ditingkatkan. Lemak merupakan 42% dari kalori total

    yang dikonsumsi dalam diet rata-rata orang Amerika. Tekanan darah menurun bila lemak

    dikurangi sampai 25% dari total kalori (Hull, 1996).

    8. Konsumsi Alkohol

    Alkohol dapat menaikkan tekanan darah, memperlemah jantung, mengentalkan

    darah dan menyebabkan kejang arteri (Sutanto, 2010).

    Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan

    alkohol, diantaranya bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila

    mengkonsumsi alkohol sekitar dua sampai tiga gelas ukuran standar setiap harinya. Di

    negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap

    terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol

    yang berlebihan dikalangan pria usia 40 tahun keatas (Depkes, 2006).

    Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari dua kali per hari pada lakilaki untuk

    pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang memiliki berat

    badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1 kali minum per hari (Krummel,

    2004).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    17/47

    9. Kelainan Ginjal

    Penurunan fungsi ginjal dalam penyaringan darah, menyebabkan sisa metabolisme

    yang seharusnya dibuang ikut beredar kembali ke bagian tubuh yang lain, Akibatnya

    volume darah total meningkat sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga miningkat.

    Hal ini mengakibatkan darah yang beredar melalui kapiler jaringan meningkat sehingga

    terjadi penyempitan kapiler dan menyebabkan tekanan darah meningkat (Dewi &

    Femilia, 2010).

    10. Merokok

    Rokok mengandung ribuan zat kimia bebahaya bagi kesehatan tubuh, zat kimia

    tersebut yang berbahaya antara lain Nikotin, Tar dan Karbon monoksida. Nikotin adalah

    senyawa alkaloid yang merupakan zat racun yang mampu membuat pembuluh arteri

    mengeras, serta menimbulkan penumpukan lemak di saluran arteri pada jantung,

    akibatnya darah tidak terpompa secara baik melalui jantung. Tar meruakan zat yang dapat

    menyebabkan kekentalan darah, sehingga jantung harus memompa darah lebih kuat lagi.

    Nikotin juga dapat memacu pengeluaran zat catecolamine tubuh seperti hormon

    adrenalin, hormone tersebut dapat memacu jantung untuk berdetak lebih kencang,

    Akibatnya tekanan darah dan volume darah menjadi meningkat serta jantung menjadi

    lebih cepat lelah. Karbon monoksida (CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah,

    akibatanya darah menjadi lebih kental dan menempel kedalam pembulu darah sehingga

    memaksa jantung bekerja lebih kuat lagi dan akibatnya tekanan daarah meningkat (Dewi

    & Femilia, 2010).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    18/47

    Hasil DEPKES RI bahwa dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia

    berbahaya termasuk 43 senyawa yang data membahayakan tubuh. Bahan utama rokok

    terdiri dari 3 zat, yaitu 1) Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat

    merusak jantung dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan pembuluh darah,

    peningkatan denyut jantung, pengerasan pembuluh darah dan pengumpalan darah. 2) Tar,

    dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan kanker. 3) Karbon

    Monoksida (CO), merupakan gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya

    kemampuan darah membawa oksigen. Gas CO yang dihisap dapat menurunkan kapasitas

    sel darah merah untuk mengangkut oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati. Di tubuh

    perokok, tempat untuk O2 ditempati oleh CO, karena kemampuan darah 200 kali lebih

    besar untuk mengikat CO ketimbang O2. Akibatnya otak, jantung dan organ vital tubuh

    lainnya akan kekurangan oksigen. Jika jaringan yang kekurangan oksigen adalah otak,

    maka akan terjadi stroke (kelumpuhan). Bila yang kekurangan oksigen adalah jantung,

    maka akan terjadi serangan jantung. Zat kimia dalam tembakau dapat merusak lapisan

    dalam dinding arteri sehingga arteri rentan terhadap penumpukan plak (Depkes, 2008).

    11. Olahraga

    Olahraga sering dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, hal ini dikarenakan

    olahraga yang teratur dapat melancarkan peredaran darah sehingga dapat menurunkan

    tekanan darah, menurunkan obesita dan dapat mengurangi asupan garam ke dalam tubuh

    (Dewi & Familia, 2010).

    Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui mekanisme;

    penurunan denyut jantung dan tekanan darah, penurunan tonus saraf simpatik,

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    19/47

    meningkatkan diameter arteri koroner, dan sistem kolateralisasi pembuluh darah,

    meningkatkan HDL dan menurunkan LDL darah. Melalui kegiatan olahraga, jantung

    dapat bekerja secara lebih efisien ( Lee, 2002).

    Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan memompa jantung semakin

    kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak

    dan berat badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008).

    Berbagai penelitian menyebutkan bahwa berolahraga secara teratur merupakan

    intervensi pertama untuk mengendalikan berbagai penyakit degeneratif (tidak menular).

    Hasilnya secara teratur terbukti bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah,

    mengurangi risiko stroke, serangan jantung, dan lain-lain. Pengaruh olahraga dalam

    jangka panjang sekitar 4-6 bulan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4/5,8 mmHg

    tanpa bantuan obat hipertensi. Pengaruh penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung

    sampai sekitar 20 jam setelah berolahraga (Sutanto, 2010).

    12. Stres

    Stres adalah respon fisiologi, psikologi, dan perilaku seseorang individu dalam

    menghadapi penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal maupun eksternal

    (Cahyono, 2008).

    Stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan

    beban (stresor psikososial) yang berdampak pada sistem kardiovaskuler. Stresor

    Psikososial itu sendiri terdiri dari: perkawinan, orangtua, antar pribadi, pekerjaan,

    lingkungan, keuangan, hukum, perkembangan, penyakit fisik, faktor keluarga, dan

    trauma (Hawari, 2001).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    20/47

    stres atau ketegangan jiwa (rasa murung, tertekan, marah, dendam, takut dan

    bersalah). Ketika otak menerima sinyal bahwa seseorang sedang stres, perintah untuk

    meningkatkan sistem saraf simpatik berjalan dan mengakibatkan hormon stress dan

    adrenalin meningkat. Hati melepaskan gula dan lemak dalam darah untuk menambah

    bahan bakar. Nafas menjadi lebih cepat sehingga jumlah oksigen bertambah. Sehingga

    menyebabkan kerja jantung menjadi semakin cepat (Depkes RI, 2006).

    2.1.5 Diagnosis Hipertensi

    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal

    yaitu sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg, dengan cara pengukuran darah minimal

    2 kali dan pastikan tidak ada perbedaan antara kedua lengan. Jika terdapat perbedaan,

    lengan yang mempunyai angka lebih tinggi digunakan sebagai patokan pengukuran

    berikutnya. Dalam setiap kesempatan pengukuran tekanan darah harus di usahakan 2 kali

    dengan jarak cukup lama (paling sedikit 5-10 menit)(Wilson, 2006; Gray.,et al.,2005).

    Menurut Depkes (2006), upaya deteksi faktor risiko penyakit hipertensi dilakukan

    dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

    1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat

    penyakit, riwayat anggota keluarga, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,

    konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, dan lain-lain)

    2.

    Pengukuran tekanan darah.

    3. Pengukuran indeks antropometri, seperti pengukuran berat badan dan tinggi badan.

    4. Pemeriksaan penunjang. Menurut Mansjoer, dkk (2001) dalam Sugihartono (2007),

    pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    21/47

    memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau

    mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia

    darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).

    2.1.6 Gejala Klinis Hipertensi

    Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi yaitu sakit

    kepala, pusing, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sukar tidur, sesak nafas,

    cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di

    malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi

    gangguan; penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang

    mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan

    kelumpuhan, ganguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

    2.1.7 Patofisiologi Hipertensi

    pada kondisi asupan garam yang berlebihan tubuh tidak dapat menahan terlalu

    banyak air sehingga volume cairan darah akan meningkat tampa disertai penambahan

    ruang pada pembulu darah, selain itu berbagai faktor kecemasan, ketakutan, rokok,

    kurangnya berolahraga dan penyakit ginjal dll, ini dapat mempengaruhi respon pembulu

    darah. Hal ini dapat merespon sistem syaraf simpatis merangsang pembulu darah..

    Medulla adrenal (kelenjar enghasil hormone yang berada diatas ginjal) mengeluarkan

    efinefrin (adrenalin) yang menyebabkan vasokontraksi (penyempitan) pembulu darah.

    Vasokontraksi menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang sehingga menyebabkan

    pelepasan rennin oleh ginjal. Mekanisme terjadinya hipertensi diawali dengan

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    22/47

    pembentukan angiotensin II dari angiotensi I olehAngiotensin converting enzyme (ACE).

    ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

    mengandung angiotenigen yang diproduksi oleh hati. Selanjutnya oleh hormon renin

    (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I, oleh ACE oleh paru-paru,

    angiotensi I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peran

    kunci dalam menaikan tekanan darah. Angiotensi II adalah zat yang terjadi secara alami

    yang menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah melalui vasokontriksi pembulu

    darah dan retensi (penyimpangan) garam dan air. Mekanisme kerja angiotensi II adalah

    sebagai berikut : pertama adalah meningkatkan skresi hormon antidiuretik (ADH) dan

    rasa haus. ADH diprodusi oleh hipotalamus (klenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal

    untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Dengan meningkatnya ADH, sangat

    sedikit urin yang dieksekresikan ke luar tubuh, sehingga menjadi tinggi osmolalitasnya

    (pekat). Untuk mengencerkanya, volume ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara

    menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada

    akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Kedua adalah menstimulasi aldosteron dari

    kortek adrenal. Aldosteron meruakan hormon streroid yang memiliki peranan penting

    dalam ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, Aldosteron akan mengurangi

    ekskresi NaCl dengan cara mereabsobsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

    akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang

    pada giliranya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Sylvia, 2005).

    2.1.8 Komplikasi Hipertensi

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    23/47

    Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan

    mempercepat artherosklerosis. Bila penderita memiliki faktor-faktor risiko

    kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan

    kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Farmingham, pasien dengan hipertensi

    mempunyai peningkatan risiko terkena penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer,

    dan gagal jantung (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

    Dalam Gray (2005) dan Suhardjono (2006), hipertensi yang tidak diobati akan

    mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya akan memperpendek harapan hidup

    sebesar 10-20 tahun. Selain itu penurunan tekanan darah dapat mencegah demensia dan

    penurunan kognitif pada usia lanjut. Kemunduran kognitif ditandai dengan lupa pada hal-

    hal yang baru, akan tetapi masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Kerusakan organ

    yang terjadi berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi. Perubahanperubahan utama

    organ yang terjadi akibat hipertensi dapat dilihat dibawah ini:

    1. Jantung menyebabkan Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris,gagal jantung.

    2. Ginjal menyebabkan terjadinya gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan

    tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan

    mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

    menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerous, protein akan

    keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan

    edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

    3. Otak menyebabkan komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat timbul

    akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embulus yang terlepas dari

    pembuluh non-otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    24/47

    kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal,

    sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak

    yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan

    terbentuknya anurisma.

    4. Mata menyebabkan komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai

    dengan kebutaan.

    5. Pembuluh perifer Penelitian meta-analisis yang melibatkan lebih dari 420.000 pasien

    telah menunjukkan hubungan yang kontinyu dan independen antara tekanan darah

    dengan stroke dan penyakit jantung koroner. Peningkatan tekanan diatolik >10 mmHg

    dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko stroke sebesar 56% dan penyakit jantung

    koroner sebesar 37% (Gray, 2005).

    6. Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit kencing manis merupakan

    gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh tubuh karena kekurangan insulin.

    2.1.9 Penatalaksaan Hipertensi

    Diketahui bahwa tingginya pendidikan dan pendapat pada masyarakat memiliki

    kemampuan yang lebih dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk melakukan

    pengobatan sedangkan dengan pendapatan yang rendah kurang memanfaatkan pelayanan

    kesehatan yang ada, mungkin oleh karena tidak mempunyai uang yang cukup untuk

    membeli obat atau keperluan yang lain, hal itu dapat mengakibatkan penyakit yang

    diderita bertambah parah (Baliwati, 2004).

    a. Penatalaksanaan Non Farmakologis atau Perubahan Gaya Hidup

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    25/47

    Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan

    tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit

    lain. Terapi nonfarmakologis meliputi : menghentikan merokok, menurunkan berat badan

    berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebih, latihan fisik serta menurunkan asupan

    garam (Yogiantoro, 2006).

    Meningkatkan konsumsi asupan buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.

    Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan

    darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi (Ditjen

    Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

    b. Penatalaksanaan Farmakologis

    1. Diuretik yaitu Hidroklorotiazid untuk Hipertensi ringan untuk retensi cairan.

    2. Sipatolitik yaitu pengahambat resetor beta

    3. Vasodilator arteriol

    4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)

    5. Bloker kalsium antagonis.

    2.2 Lanjut usia

    Lansia merupakan kelompok umur dimana terjadi penurunan kondisi fisik/biologis,

    kondisi psikologis, serta perubahan kondisi sosial. Menurut UU No.13 Tahun 1998

    dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang paling layak disebut lanjut usia.

    Menurut Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu: young old (65-74

    tahun); middle old (75-84 tahun) dan old-old (lebih dari 85 tahun).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    26/47

    Sedangkan menurut WHO, lansia dapat diklasifikasikan menjadi usia pertengahan

    (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun,

    lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

    Menjadi lansia secara alami akan dialami oleh setiap orang. Prosesnya tidak dapat

    dihindari. Kekuatan fisik dan daya tahan tubuh pada lansia telah menurun, serta

    mekanisme kerja organ tubuh mulai terganggu. Berikut ini merupakan kedaan fisiologis

    lansia, yaitu:

    1. Proses menjadi tua merupakan proses alami secara fisiologis dan biologis yang terjadi

    pada seluruh organ dan sel tubuh.

    2. Berkurangnya kemampuan sensitifitas indera penciuman dan perasa pada lansia

    mengakibatkan selera makan menurun. Hal itu sering menyebabkan kurangnya asupan

    atau penggunaan bumbu, seperti kecap atau garam. Pada lansia cenderung berlebihan

    dalam penggunaannya dan hal ini akan berdampak pada menurunnya kesehatan lansia.

    3. Kekuatan, ketahanan dan kelenturan otot rangka berkurang, mengakibatkan kepala dan

    leher terfleksi ke depan, ruas tulang belakang mengalami kifosis, panggul dan lutut juga

    terfleksi sedikit. Keadaan tersebut menyebabkan postur tubuh terganggu (Sari, 2006).

    Penyakit atau gangguan yang menonjol pada kelomok lansia adalah gangguan pembuluh

    darah yaitu hipertensi (Bustan, 2006).

    2.3

    Hipertensi pada Lanjut usia

    Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic yang

    intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    27/47

    pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi

    meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).

    Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik

    dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun.

    Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun

    tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang,

    2008).

    Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan menjadi faktor

    utama pernyakit jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia

    60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada lanjut

    usia dibedakan atas:

    a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan

    sistolik sama atau lebih 90 mmHg.

    b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan

    diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho, 2008).

    2.4 Hubungan konsumsi Natrium (Na) dengan Hipertensi pada lanjut usia

    Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Pengaturan keseimbangan

    natrium dalam darah diatur oleh ginjal. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau

    NaCl, selain itu garam lainnya bisa dalam bentuk soda kue (NaHCO3), baking powder,

    natrium benzoat, dan vetsin (monosodium glutamat). Kelebihan natrium akan

    menyebabkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi

    (Almatsier, 2006).

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    28/47

    Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan peningkatan tekanan cairan

    ekstraseluler. Untuk menormalkannya kembali, cairan intraseluler harus ditarik keluar

    sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

    ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatanya volume darah, sehingga berdampak

    pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010).

    Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan sehingga

    tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan

    konsumsi garam dapur hingga 3 gram sehari atau sama dengan 2400 mg natrium, sebagai

    perbandingan satu sendok teh mengandung sekitar 2,4 gram garam (Sunita, 2005).

    Hasil penelitian yulina suheni (2011) tentang Kebiasaan mengkonsumsi asin

    bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 1,00; OR = 1,04 dan

    95% Cl = 0,205,34, tetapi penelitian gunawan (2011) tentang kebiasaan mengkonsumsi

    natrium merupakan resiko dengan hasil Setelah dilakukan uji chi square dengan derajat

    kepercayaan (CI) 95 % dengan nilai = 0,05 ternyata nilai P value (0,000) < 0,05 dengan

    OR 4,655 kali dengan confidence Interval 95 % berkisar antara 2,6788,089.

    2.5 Hubungan olahraga dengan Hipertensi pada lanjut usia

    Olahraga secara teratur idealnya dilakukan tiga hingga lima kali dalam seminggu dan

    minimal 30 menit setiap sesinya (Sutanto, 2010).

    Adapun macam-macam aktivitas fisik yang baik dilakukan oleh lansia untuk

    memulihkan kesegaran fisiknya menurut Depkes Ri (1997) antara lain :

    1. Pekerjaan rumah dan berkebun

    2. Berjalan-jalan

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    29/47

    3. Latihan aerobik dan senam

    4. Jogging

    Hasil penelitian Sanusi (2002) di poli klinik geriatri RS Cipto Mangunkusumo

    diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antaraaktifitas fisik dengan hipertensi.

    Sedangkan penelitian Sugihartono (2007) menyatakan bahwa tidak bisa melakukan

    olahraga mempunyai risiko menderita hipertensi sebesar 4,73 kali dan olah raga tidak

    ideal mempunyai risiko sebesar 3,46 kali dibandingkan orang yang mempunyai kebiasaan

    olah raga ideal.

    2.6 Hubungan merokok dengan Hipertensi pada lanjut usia

    Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 1025 mmHg dan

    menambah detak jantung lima sampai 20 kali per menit (Suheni, 2007).

    Asap rokok bukan saja memberikan dampak buruk bagi perokok, melainkan juga

    bagi orang lain yang menghisap asap rokok tersebut tanpa dirinya sendriri merokok

    (disebut perokok pasif). Para ilmuwan membuktikan bahwa zat-zat kimia yang

    dikandung asap rokok dapat mempengaruhi kesehatan orang-orang disekitar perokok

    yang tidak merokok. Dampak bahaya merokok tidak langsung bisa dirasakan dalam

    jangka pendek tetapi terakumulasi beberapa tahun kemudian, terasa setelah 10-20 tahun

    pasca digunakan. Dengan demikian secara nyata dampak rokok berupa kejadian

    hipertensi akan muncul kurang lebih setelah berusia lebih dari 40 tahun, sebab dipastikan

    setiap perokok yang menginjak usia 40 tahun ke atas telah menghisap rokok lebih dari 20

    tahun. Jika merokok dimulai usia muda, berisiko mendapat serangan jantung menjadi dua

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    30/47

    kali lebih sering dibanding tidak merokok. Serangan sering terjadi sebelum usia 50 tahun

    (Depkes , 2008).

    Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus per hari, terbagi atas

    3 kelompok yaitu :

    a. Perokok Ringan, apabila seseorang menghisap kurang dari 10 batang rokok per hari.

    b. Perokok Sedang, apabila seseorang menghisap 1020 batang rokok per hari.

    c. Perokok Berat, apabila seseorang menghisap lebih dari 20 batang rokok per hari (Bustan,

    1997).

    Hasil penelitian gunawan (2011), pada hasil uji kai kuadrat dapat disimpulkan bahwa

    ada perbedaan proporsi kejadian penyakit hipertensi antara responden yang merokok di

    bandingkan responden yang tidak merokok (p = 0,013). Adapun besar bedanya dapat

    dilihat dari nilai OR yang besarnya 1,979 ( 95 % CI : 1,183 3,311), artinya responden

    yang merokok mempunyai risiko mengalami hipertensi 1,979 kali dibandingkan

    responden yang tidak merokok.

    2.7 Hubungan Stres dengan Hipertesi pada lanjut usia

    Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis,

    peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres

    yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Rohaendi,

    2003).

    Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering

    kali kita tidak menyaddari. Namunmeskipun demikian dari pengalaman praktik psikiatri,

    para ahli membagi stres tersebut dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    31/47

    sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh orang yang bersangkutan, hal ini berguna

    bagi seseorang dalam rangka mengenali gejala stress sebelum memeriksakanya ke dokter.

    Petunjuk-petunjuk tahaan stres tersebut ditemukan oleh Robert J. Van Amberg

    (psikiater) sebagai berikut :

    1. Stres tingkat I

    Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan

    perasaan- perasaan sebagai berikut :

    1. Semangat besar

    2. Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya.

    3. Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya.

    2. Stres tingkat II

    Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul

    keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan

    keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut:

    a. Merasa letih saat bangun pagi.

    b. Merasa lelah sesudah bangun siang.

    c. Merasa lelah menjelang sore hari.

    d. Terkadang gangguan dalam system pencernaan (ganguan usus, perut kembung) kadang-

    kadang jantung berdebar debar.

    e. Perasaan tegang pada otot-otot unggung dan tekuk(belakang leher)

    f. Perasaan tidak bisa santai.

    3. Stres tingkat III

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    32/47

    Pada tahap ini keluhan keletihan semakin nampak disertai semakin nampak :

    a. Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang).

    b. Otot-otot lebih terasa lebih tegang.

    c. Perasaan tegang yang semakin meningkat.

    d. Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur kembali atau

    bangun terlalu pagi).

    e. Badan terassa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan). Pada tahap ini

    penderita sudah harus berkomunikasi pada dokter, kecuali kalau bebas stres atau

    tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapatkan kesempatan untuk beristirahat atau

    relaksasi, guna memulihkan suplai energy.

    4. Stres tingkat IV

    Tahap ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan cirri-ciri

    sebagai berikut :

    a. Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.

    b. Kegiatankegiatan yang semula menyenagkan menjadi sangat sulit.

    c. Kehilangan kemampuan untuk menggapai situasi, pergaulan social, dan kegiatan-

    kegiatan rutin terasa berat.

    d. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan sering terbangun dini hari.

    e. Perasaan negativistik.

    f.

    Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.

    g. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti kenapa.

    5. Stres tingkat V

    Keadaan ini meruakan keadaan yang lebih mendalam dari tahap IV diatas, yaitu :

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    33/47

    a. Keletihan yang mendalam ( hysical and psychological axhaustion).

    b. Untuk pekerjaan-pekerjaan sederha saja terasa kurang mampu.

    c. Gangguan system pencernaan ( sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar

    atau sebaliknya feses cair dan sering kebelakang.

    d. Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik.

    6. Stres tingkat VI

    Tahapan ini merupakan tahap puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak

    jarang penderita pada tahap ini dibawa ke ICCU. Gejal-gejala pada tahap ini sangat

    mengerikan, yaitu :

    a. Debar jantung terasa sangat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan,

    karena stress tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah.

    b. Nafas sesak, megap-megap.

    c. Badan gematar, tubuh dingin,keringat bercucuran.

    d. Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collaps

    (Yosep iyus, 2005)

    Salah satu cara untuk mengetahui responden mengalami stres atau tidak stres, dapat

    digunakan skala ukur DASS ( Depression ansiety and stress scale) dengan perhitungan

    nilai skor kuesioner yaitu sebagai berikut :

    1. Normal, dengan nilai skor 014

    2.

    Stres ringan, dengan nilai skor 1518

    3. Stres sedang, dengan nilai skor 1925

    4. Stres berat, dengan nilai skor 2633

    5. Stres sangat berat, dengan nilai skor 34+ (Lovibond, S.H. & Loviband, P.F. (1995)

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    34/47

    Hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengalami stres terhadap jenis

    hipertensi, didapatkan bahwa responden pre hipertensi yang mengaku tidak mengalami

    stress (6,86%), sementara yang menderita hipertensi grade I yaitu 37,25%, dan yang

    menderita hipertensi grade II yaitu 22,57% (Sigarlaki, 2006).

    Hal ini didukung dengan hasil penelitian tentang Hubungan keadaan jiwa yang stres

    dapat meningkatkan risiko kejadian penyakit hipertensi pada usia lanjut 2,926 kali (OR =

    2,926; 95 % CI = 1,696 5,049) dibandingkan dengan responden yang keadaan jiwanya

    tidak stres dan bermakna secara statistik (Dewi, 2008).

    2.8 Kerangka teori

    Gambar 2.1. Kerangka teori Hubungan Gaya hidup dengan kejadian penyakit

    hipertensi pada lanjut usia :

    Obesitas

    Olahraga

    Riwayat keluarga

    Konsumsi Tinggi Natrium

    Merokok

    Konsumsi Alkohol

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    35/47

    Etnis

    Umur

    Stres

    Jenis kelamin

    Konsumsi lemak

    Kelainan ginjal

    Kafein

    Kolesterol tinggi

    Nutrisi

    Zat Toksin

    Narkoba

    HIPERTENSI

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    36/47

    Sumber : Susilo & Wulandari, 2011

    2.9 Kerangka konsep

    Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan konsep

    konsep yang diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,

    2010).

    Gambar 2.2 Kerangka konsepnya penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Variabel Independen Variabel Dependen

    GAYA HIDUP

    GAYA

    HIDUP

    Kejadian penyakit Hipertensi pada lanjut usia

    Konsumsi Natrium (Na)

    Olahraga

    Merokok

    Stres

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    37/47

    Sumber : Notoatmodjo, 2010

    2.10 Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban atau pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya.

    Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

    1. Ha = ada hubungan antara kejadian penyakit hipertensi dengaan

    lanjut usia.

    Ho = tidak ada hubungan antara kejadian penyakit hiertensi

    dengan lanjut usia

    2. Ha = ada hubungan antara konsumsi natrium dengan kejadian

    penyakit hipertensi pada lanjut usia.

    Ho = Tidak ada hubungan antara konsumsi natrium dengan

    kejadian penyakit hipertensi pada lanjut usia.

    3. Ha = ada hubungan antara olahraga dengan kejadian penyakit

    hipertensi pada lanjut usia.

    Ho = Tidak ada hubungan antara olah raga dengan kejadianpenyakit hipertensi pada lanjut usia.

    4. Ha = ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian

    penyakit hipertensi pada lanjut usia.

    Ho = Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    38/47

    kejadian Penyakit hipertensi pada lanjut usia.

    5. Ha = ada hubungan antara stres dengan kejadian penyakit

    hipertensi pada lanjut usia.

    Ho = Tidak ada hubungan antara stres dengan kejadian

    Penyakit hipertensi pada lanjut. Usia.

    BAB III

    METODELOGI PENELITIAN

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    39/47

    3.1 Populasi dan sampel Penelitian

    3.1.1 Populasi Penelitian

    Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk usia lanjut ( usia 60 tahun

    keatas ) di wilayah kerja Puskesmas Simpang Pematang kabupaten Mesuji dengan jumlah

    populasi 1726 orang usia lanjut.

    3.1.2 Sample Penelitian

    1. kreteria Sampel

    6. usia Lanjut berusia 60 tahun

    7. usia Lanjut tercatat penduduk dan tinggal didaerah wilayah kerja puskesmas simpang

    pematang

    8. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

    9. Bersedia menjadi objek penelitian atau responden

    2. Perhitungan dan jumlah sampel

    Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 187 usia lanjut, dalam

    menentukan jumlah sampel ini dugunakan rumus estimasi proporsi pada sampel acak

    sederhana dengan presisi mutlak (Hoster & Klar) dengan rumus sebagai berikut :

    n = Z12 - /2 * P * ( 1P)N

    d2 (N1)+ Z12/2x P(1P)

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    40/47

    KET :

    n = Besarnya sampel

    N = Besarnya poulasi

    P = Proporsi sifat populasi misalnyaPrevalensi, Bila tidak diketahui gunakan 0,5 (50%)

    Z12 - /2 = Standar deviasi normal pada derajat kepercayaan(kemaknaan 95% adalah 1.96)

    d = Tingkat penyimpangan yang diinginkan 0.05 atau 0.01

    Jadi :

    n : 1,96 * 0,5 (1-0,5) 1726(0,05)

    2*(17261) + 1,96 * 0,5 (1- 0,5)

    : 169

    Faktor Drop Out :

    N* : n * 1/1-f

    Ket :

    N* : jumlah sampel total

    n : Besar sampel perhitungan

    f : perkiraan proporsi drop out sebesar 10% (f=0,1)

    jadi : 169 * 1/ 1-0,1

    : 187

    Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Systematic Random Sampling yaitu

    pengambilan sampel berdasarkan areal wilayah yaitu di wilayah kerja puskesmas

    Simpang Pematang yang terdiri dari 9 desa dengan jumlah usia lanjut yang ada pada

    masing-masing desa adalah sebagai berikut :

    1. Desa Simpang Pematang sebanyak 414 Usia lanjut

    2. Desa Margo Rahayu sebanyak 245 Usia lanjut

    3. Desa Wira Bangun sebanyak 232 Usia lanjut

    4. Desa Agung Batin sebanyak 205 Usia lanjut

    5. Desa Budi Aji sebanyak 187 Usia lanjut

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    41/47

    6. Desa Jaya Sakti sebanyak 139 Usia lanjut

    7. Desa Bangun Mulya sebanyak 138 Usia lanjut

    8. Desa Rejo Binangun sebanyak 91 Usialanjut

    9. Desa Harapan Jaya sebanyak 75 Usia lanjut

    Jadi jumlah sampel dari setiap Desa adaalah sebagai berikut :

    1. Desa Simpang Pematang = 414/1726 *187 = 45

    2. Desa Margo Rahayu = 245/1726 * 187 = 27

    3. Desa Wira Bangun = 232/1726 * 187 = 25

    4. Desa Agung Batin = 205/1726 * 187 = 22

    5. Desa Budi Aji = 187/1726 * 187 = 20

    6. Desa Jaya Sakti = 139/1726 * 187 = 15

    7. Desa Bangun Mulya = 138/1726 * 187 = 15

    8. Desa Rejo Binangun = 91/1726 * 187 = 10

    9. Desa Harapan Jaya = 75/1726 * 187 = 8

    Jadi jumlah total keseluruhan 187 responden dari seluruh desa di wilayah kerja

    Puskesmas Simpang Pematang Kab. Mesuji Provinsi Lampung.

    3.2 Metodelogi penelitian

    3.2.1 Rencana penelitian

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain analitikpendekatan

    cross sectional (potong lintang) dimana variabel bebas (Independentvariable) yaitu gaya

    hidup serta variabel terikat (dependent variable) yaitu kejadian penyakit hipertensi pada

    usia lanjut yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    42/47

    yang bersamaan pada saat penelitian dengan menggunakan kuesioner, tensimeter dan

    stetoskop (Notoadmodjo, 2010).

    3.2.2 Tempat dan waktu penelitian

    1. Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Simpang Pematang kabupaten

    Mesuji provinsi Lampung.

    2. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan MaretMei 2013

    3.2.3 Variabel dan Definisi Oprasional Variabel

    Variable Definisi

    OprasionalCara

    UkurAlat

    UkurHasil

    UkurSkala

    Kejadian

    penyakit

    Hipertensi

    pada Lanjut

    Usia

    Suatu gangguan pada

    system peredarah darah

    yang ditandai dengan

    peningkatan tekanan

    darah yang terjadi pada

    usia 60 tahun.

    Mengukur

    tekanan

    darah 2 x

    dalam

    waktu 5-10

    menit.

    Tensi

    darah dan

    stetoscop

    0 =

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    43/47

    Stres suatu tekanan fisikmaupun psikis atau

    kejadian yang tidak

    menyenangkan yang

    terjadi pada diri dan

    lingkungan di sekitar

    yang berlangsung terusmenerus sehingga kita

    tidak dapat

    mengatasinya secara

    efektif

    Wawancar

    a terhadap

    responden

    dengan

    mengguna

    kan

    quesioner

    Quesioner 0 : tidak :jika nilai

    median

    1 : ya : jika

    > nilai

    median

    Ordinal

    3.3.4 Jenis dan Sumber Data

    1. Jenis Data

    1. Data Primer

    Yaitu data yang diperoleh dari mengukur tekanan darah dengan tensi

    meter,stetoscop dan hasil wawancara dengan menggunakan quesioner kepada responden

    yang meliputi kebiasaan mengkonsumsi garam(Na), olahraga, kebiasaan merokok, dan

    stress.

    2. Data sekunder

    Yaitu data yang diperoleh dari literatur yang berasal dari Puskesmas Simpang

    pematang berkaitan dengan angka kejadian penyakit hipertensi pada Lanjut Usia dan

    Kecamatan Simpang Pematang tentang jumlah Lanjut usia.

    2. Sumber Data

    1) Sumber data diperoleh dari pengukuran tekanan darah dan wawancara langsung kepada

    responden dengan menggunakan questioner yang meliputi kebiasaan mengkonsumsi

    garam, olahraga, kebiasaan merokok, dan stres.

    2) Literatur yang berkaitan dengan angka kejadian penyakit hipertensi yang berasal dari :

    Profil Kesehatan Simpang pematang, Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kab. Mesuji,

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    44/47

    Profil Kesehatan Provinsi Lampung dan Data kecamatan Simpang Pematang mengenai

    jumlah penduduk.

    3.2.5 Alat dan Teknik Pengumpulan Data

    Pada penelitian hubungan gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi pada usia

    lanjut di wilayah kerja Simpang Pematang, dilakukan peneliti dan dibantu oleh beberapa

    tenaga kesehatan puskesmas dan instansi kecamatan yang terkait. Alat pengumpul data

    menggunakan instrumen berupa tensimeter, stetoscop dan lembar quesioner yang dibuat

    oleh peneliti, terdiri dari 5 bagian yaitu :

    a. Identitas responden (karakteristik umum) dan tekanan darah pada saat diteliti

    b. Tentang konsumsi natrium

    c. Tentang Olahraga

    d. Tentang kebiasaan merokok

    e. Tentang stress

    3.2.6 Pengolahan dan Analisa Data

    1. Pengolahan Data

    Data yang telah didapatkan dari responden dikumpulkan kemudian dikoreksi

    apakah jawaban telah diisi semua. Bila telah terisi semua selanjutnya dilakukan

    pengolahan data melalui langkah-langkah sebagai berikut :

    1. Editing Data

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    45/47

    Yaitu kegiatan dengan pengecekan isian formulir quesioner yang telah diisi oleh peneliti

    hasil dari intervie kepada responden berkaitan dengan kemungkinan adanya kesalahan

    dan melihat kelengkapan, kejelasan dan konsistensi kebenaran datanya.

    2. Coding Data

    Yaitu mengubah data bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan dan

    dapat juga diartikan memberikan kode pada setiap jawaban yang terdapat pada lembar

    observasi untuk memudahkan pengolahan data.

    3. Entry Data

    Data tersebut kemudian diolah menggunakan SPSS. Data yang diambil bersifat

    kuantitatif dengan memberikan nilai pada setiap jawaban di masing-masing pertanyaan.

    Skor tersebut diolah dengan membuat pengelompokan berdasarkan variabel-variabel

    yang hendak diukur.

    4. Cleaning Data

    Pengecekan kembali data untuk melihat ketidak lengkapan data sehingga kesalahan

    dalam proses selanjutnya dapat dihindari.

    3.2.7 Analisis Data

    1.

    Analisis Univariat

    Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel

    yang diteliti. Data yang diperoleh dinyatakan dalam bentuk frekuwensi dan proporsi serta

    disajikan dalam bentuk tabel.

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    46/47

    2. Analisis Bivariat

    Analisa bivariat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara satu variabel bebas

    dengan satu variabel terikat. Pada penelitian ini uji yang digunakan adalah :

    a. Chi-Square (X2) adalah jumlah selisih antara frekwensi yang diperoleh dari hasil

    pengamatan berbanding terbalik dengan frekwensi yang diharapkan dalam sampel

    sebagai pencerminan dari frekwensi yang diharapkan dari populasi.

    X2=

    ( OE )

    E

    Keterangan :

    X2= Chi Square

    = Penjumlahan

    O = Frekwensi yang diperoleh dari sampel atau hasil

    pengamatan

    E = Frekwensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari frekwensi yang

    diharapkan dari populasi

    b. OR (Odds Ratio) adalah hubungan antara suatu kejadian dengan faktor yang

    menyebabkan, dapat dinyatakan dan dibandingkan dengan Odss Ratio. Odds Ratio dalam

    desain Cross Sectional digunakan sebagai prediksi.

    Tabel 3.1. Tentang perhitungan OR

    Variabel Kasus Total

    Hipertensi TidakHipertensi

    Buruk a c a + c

    Baik b d b + d

    Total a + b c + d T

  • 5/26/2018 HIPERTENSI

    47/47

    Interprestasi OR = ad

    bc

    Bila OR = 1 estimasi bahwa tidak ada asosiasi antara gaya hidup dengan kejadian penyakit hipertensi

    pada usia lanjut.

    Bila OR > 1 estimasi bahwa ada asosiasi positif antara gaya hidup dengan kejadian penyakit

    hipertensi pada usia lanjut.

    Bila OR < 1 estimasi bahwa ada asosiasi negatif antara gaya hidup dengan kejadian penyakit

    hipertensi pada usia lanjut.