hernia femoralis
DESCRIPTION
asuhan keperawatan perioperatif hernia femoralisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hernia femoralis adalah berupa benjolan di lipat paha melalui anulus
femoralis. Selanjutnya isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang
berbentuk corong sejajar dengan pembuluh darah balik paha (vena femoralis).
Sepanjang sekitar 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha. Penonjolan
kantong peritoneum terletak dibawah ligamentum inguinale di antara
ligamentum lakunare di medial dan vena femoralis di lateral
Hernia femoralis ini sering dijumpai pada perempuan tua, dengan
perbandingan perempuan dan laki – laki yaitu 4:1 . Hernia jenis ini dipicu
karena obesitas, kehamilan lebih dari 1 anak (kehamilan multi
para). Hernia femoralis adalah hernia yang relatif jarang, terhitung hanya 3%
dari semua hernia.
Hernia femoralis dapat terjadi pada pria dan wanita, hampir semua dari
mereka mengalami penyakit ini disebabkan karena struktur tulang panggul
wanita yang lebih luas. Hernia femoralis lebih sering terjadi pada orang
dewasa dibandingkan pada anak. Pada anak mungkin dihubungkan dengan
gangguan jaringan ikat atau dengan kondisi yang meningkatkan tekanan
intraabdomen. 70 % kasus pediatrik hernia femoralis terjadi pada bayi di
bawah usia 1 tahun (Article wikipedia).
Pada pasien dengan hernia hiatal dilakukan adalah dengan operasi yang
terdiri atas herniotomi dan hernioplastik dengan tujuan menjepit anulus
femoralis (Herrysyu, 2011).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan perioperatif pada klien dengan hernia
yang akan dilakukan tindakan hernioraphi dengan anestesi umum di IBS RS
Dr. Slamet Garut?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan perioperatif secara komperhensif dengan menggunakan
proses keperawatan pada hernioraphi.
2. Tujuan Khusus
a Mampu melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan pre-
operasi pada Ny.T, dengan hernia yang akan dilakukan tindakan
hernioraphi.
b Mampu melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan intra-
operasi pada Ny.T, dengan hernia yang akan dilakukan tindakan
hernioraphi.
c Mampu melaksanakan penatalaksanaan asuhan keperawatan post-
operasi pada Ny.T, dengan hernia yang akan dilakukan tindakan
hernioraphi.
d Mampu melaksanakan penatalaksanaan tindakan anestesi pada Ny.T,
dengan hernia yang akan dilakukan tindakan hernioraphi.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini metode yang digunakan dengan
teknik pengumpulan data yang berhubungan dengan penatalaksanaan anestesi
pada pasien hernia yang akan melakukan tindakan hernioraphi dengan
anestesi umum berdasarkan buku-buku referensi juga bahan-bahan
kepustakaan serta melalui pengalaman praktik lapangan.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan
(Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui
lubang yang abnormal (Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia
scrotal adalah burut lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam
kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai
scrotum. ( Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang.
(Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh
ahli bedah, khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan
Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada
disebelah kanan dari dua struktur yang serupa atau yang berada disebelah
kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal 517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia
scrotalis dextra adalah hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat
atau ruas organ atau jaringan yang melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum bagian kanan dan
telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.
3
2. Anatomi Fisiologi
Epigastric adalah nama yang diberikan ke bagian atas tengah perut,
dan terletak di antara dua wilayah yang disebut kiri dan kanan hipokondri.
Umbilikal adalah titik pada perut di mana tali pusat bergabung
dengan perut janin.
Inguinal terletak di daerah pangkal paha atau di salah satu daerah
lateral yang terendah dari perut.
Femoral adalah arteri besar di paha.
3. Etiologi
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena
sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia,
prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab
berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang
cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping
itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati
pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya
peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding
perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai
scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
a. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa
dan prosesus vaginalis.
b. Kerja otot yang terlalu kuat.
c. Mengangkat beban yang berat.
d. Batuk kronik.
e. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
f. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra
abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan.
4
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini
dikarenakan penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia
umbilikalis pada anak sebelum usia dua tahun dan pada hernia ventralis.
Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah mengalami stadium
lanjut yaitu;
a. Mengisi kantong scrotum
b. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
c. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah
karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi
strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum
terjadinya nekrosis usus.
(Sachdeva, 1996, hal 235 – 236 ; Mansjoer, 2000, hal 315)
4. Klasifikasi
a. Menurut/tofografinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis, hernia
femoralis dan sebagainya.
b. Urut isinya : hernia usus halus, hernia omentum, dan sebagainya.
c. Menurut terlibat/tidaknya : hernia eksterna (hernia ingunalis,
hernia serofalis dan sebagainya).
d. Hernia inferna tidak terlihat dari luar (hernia diafragmatika,
hernia foramen winslowi, hernia obturatoria).
e. Causanya : hernia congenital, hernia traumatika, hernia visional
dan sebagainya.
f. Keadaannya : hernia responbilis, hernia irreponibilis, hernia
inkarserata, hernia strangulata.
g. Nama penemunya :
H. Petit (di daerah lumbosakral)
5
H. Spigelli (terjadi pada lenea semi sirkularis) di atas
penyilangan rasa epigastrika inferior pada muskulus rektus
abdominis bagian lateral.
H. Richter : yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding
usus yang terjepit.
h. Beberapa hernia lainnya :
H. Pantrolan adalah hernia inguinalis dan hernia femoralis
yang terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh rasa epigastrika
inferior.
H. Skrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke
skrotum secara lengkap.
H. Littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum
Meckeli.
5. Manifestasikan Klinik
Menurut Oswari, (2000) manifestasi hernia femoralis sinistra
melipurti :
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu
disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil kemungkinan berisi kandung hingga
menimbulkan gejala sakit kencing (dysuria) disertai hematuria
(kencing darah) di samping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragma menimbulkan perasaan sakit di daerah perut
dissertai sesak nafas.
f. Bila pasien mengejan atau batuk, maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
6
6. Patofisiologi
Menurut Oswari, (2000). Pada umumnya hernia terjadi akibat dari
kekuatan integritas otot dinding abdomen dan terjadi peningkatan tekanan
intra abdomen. Kerusakan atau kelemahan otot-otot dinding abdomen,
karena kelemahan college atau pelebaran tempat dari lubang ligament
inguinal, klemahan ini biasa terjadi karena proses penuaan.
Peningkatan intra abdomen dapat menyebabkan dinding abdomen
menjadi lemah. Oleh karena itu dapat mengakibatkan penurunan isi
abdomen ke dalam rongga tubuh seperti halnya pada skrotum. Penurunan
isi abdomen tersebut disebabkan oleh banyak hal diantaranya yaitu
pekerjaan berat, batuk yang menaun. Hal tersebut akan mempermudah
masuknya masa abdomen kedalam rongga tubuh, sehingga menjadi hernia
atau penonjolan suatu organ tubuh sehingga tidak terjepit akan
menimbulkan rasa sakit di daerah terdapatnya benjolan tersebut yang juga
menimbulkan rasa mual dan apabila batuk, mengejan hernia akan
bertambah besar.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Hernia Femoralis menurut Oswari, (2000) sebagai
berikut:
a. Dilakukan tindakan operasi dengan jalan menutup lubang hernianya.
b. Pemberian antibiotic sesuai dengan dosis. Bilangan operasi disertai
dengan pemotongan (sekresi usus), pasien dipuaskan selama 48-72
jam.
c. Pasien diberi infus yang mengandung protein (asam amino), vitamin
dan mineral yang cukup.
d. Setelah pasien sadar dan tidak muntah, ditidurkan dengan posisi
setengah duduk (semi fowler)
7
8. Komplikasi
Komplikasi mungkin timbul pasca-operasi, termasuk penolakan
dari mesh yang digunakan untuk memperbaiki hernia. Dalam hal terjadi
penolakan mesh, mesh akan sangat mungkin perlu dihapus. Mesh
penolakan dapat dideteksi dengan jelas, kadang-kadang diterjemahkan
pembengkakan dan rasa sakit di sekitar wilayah mesh. Debit terus menerus
dari bekas luka kemungkinan untuk sementara setelah mesh telah dihapus.
Sebuah hernia diperlakukan pembedahan dapat menyebabkan
komplikasi , sedangkan hernia tidak diobati dapat menjadi rumit oleh :
a. Peradangan
b. Irreducibility
c. Obstruksi lumen apapun, seperti obstruksi usus pada hernia usus
d. Pencekikan
e. Hidrokel dari kantung hernia
f. Pendarahan
g. Autoimun masalah
h. Penahanan, yang mana hal itu tidak dapat dikurangi, atau didorong
kembali ke tempatnya, setidaknya tidak tanpa usaha eksternal sangat
banyak. Dalam hernia usus, ini juga secara substansial meningkatkan
risiko obstruksi usus dan cekikan.
B. Konsep Dasar Anestesiologi
1. Pembagian Anestesi
a. Anestesi Lokal
Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa
disertai hilangmya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat
dengan tekhnik:
1) Anestesi Permukaan
2) Anestesi Infiltrasi
8
b. Anestesi Regional
1) Anestesi Blok Perifer
2) Anestesi Blok Epidural
Anestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja
mirip anestesi spinal. Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan
di ruang epidural dan kurang menyakitkan daripada anestesi
spinal. Epidural paling cocok digunakan untuk prosedur
pembedahan pada panggul, dada, perut, dan kaki.
3) Anestesi Blok Subdural
Anestesi blok subdural atau spinal adalah salah satu metode
anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil
obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF).
Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok
spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan
bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub
arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-
L5.
c. Anestesi Umum/General Anestesi
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen
trias anastesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anastesi umum :
- Parenteral (intramuscular/intravena)
- Perektal
- Anastesi Inhalasi
2. Obat Premedikasi
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan
anestesi adalah sebagai berikut:
- Analgetik narkotik
9
- Petidine
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta
merangsang otol polos. Dosis induksi 1-2 mg/kg BB intravena.
- Fentanyl
Obat analgesik yang sangat kuat yang berupa cairan isotonik
steril untuk penggunaan secara iv, daya kuat 100x dari morfin ini
memiliki durasi/kerja obat selama 45 menit sampai 2 jam dengan
onset 2 menit.
- Antikolinergik
Atropin : diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan
dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular
bekerja setelah 10-15 menit.
- Obat penenang (tranquillizer)
- Diazepam
Diazepam (valium) merupakan golongan benzodiazepin. Dosis
premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral
(0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi
pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena.
Dosis induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.
- Midazolam
Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek
dibandingkan dengan diazepam. Dosis sedasi 0,025-0,1
mg/kgBB sedangkan dosis induksi nya 0,2-0,4 mg/kgBB.
3. Obat-Obat Anestesi Umum
a. Sedasi-Hipnotik
- Tiopenthal
10
Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul
500/1000 mg. Dilarutkan dengan aquades sampai konsentrasi
2,5%. Dosis 3-7 mg/kgBB.
- Propofol
Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan
kepekatan 1%. Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan
4-12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif 0,2mg/kgBB.
Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%. Dosis dikurangi pada
manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3 thn dan ibu
hamil.
- Ketamin
Dosis bolus iv 1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB. Dikemas dalam
cairan bening kepekatan 5%, 10%, 1%.
b. Sedasi-Analgetik
- Fentanyl
Dosis induksi 1-5 mcg/kgBB dengan durasi 45 menit sampai 2
jam. Dapat menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang dapat
dicegah dengan pemberian obat antikolinergik. Fentanyl
dimetabolisme melalui hati.
- Pethidine
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB dengan durasi kerja 2-3 jam. Dapat
menyebabkan hipotensi, vertigo, dan lengan terasa kesemutan.
c. Pelumpuh Otot
1) Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
- Pavulon (pankuronium bromida).
Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB intravena
pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis
intubasi trakhea 0,15 mg/kgBB intravena.
- Trakrium (atrakurium besilat).
11
Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah,
tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal. Dosis intubasi
0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6
mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB
intravena.
- Vekuronium (norkuron).
Dosis yang dianjurkan 0,08-0,12 mg/kgBB. Dengan daya
kerja 45 menit sampai 1 jam memiliki onset 2,5 menit. Di
berikan melalui intravena.
- Rokuronium.
Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2
mg/kgBB.
2) Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
- Suksametonium (suksinil kolin).
Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit. Dosis intubasi
1-1,5 mg/kgBB intravena.
3) Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
- Prostigmin (neostigmin metilsulfat).
Prostigmin mempunyai efek nikotik, muskarinik, dan
merupakan stimulan otot langsung. Dosis 0,5 mg bertahap
sampai 5 mg, biasa diberikan bersama atropin dosis 1- 1,5mg.
4. Obat Inhalasi
Zat Untung Rugi
N2O Analgesik kuat, baunya
manis, tidak iritasi, tidak
terbakar.
Jarang digunakan tunggal, harus
disertai O2 minimal 25%, anestetik
lemah, memudahkan hipoksia
difusi.
Halotan Baunya enak. Tidak Vasodilator serebral, meningkatkan
12
merangsang jalan nafas,
anestesi kuat
aliran darah otak yang sulit
dikendalikan, analgesik lemah.
Kelebihan dosis akan
menyebabkan depresi nafas,
menurunnya tonus simpatis,
hipotensi, bradikardi, vasodilator
perifer, depresi vasomotor, depresi
miokard.
Kontraindikasi gangguan hepar.
Paska pemberian menyebabkan
menggigil.
Enfluran Induksi dan pemulihan
lebih cepat dari halotan.
Efek relaksasi terhadap
otot lebih baik
Pada EEG, menunjukkan kondisi
epileptik. Depresi nafas, iritatif,
depresi sirkulasi.
Isofluran Menurunkan laju meta-
bolisme otak terhadap O2
Meninggikan aliran darak otak dan
TIK.
Desfluran Sangat mudah menguap, potensi
rendah. Simpatomimetik, depresi
nafas, me-rangsang jalan nafas
atas.
Sevofluran Bau tidak menyengat,
tidak merangsang jalan
nafas, kardiovaskular
stabil
5. Persiapan Praanestesi
13
a. Persiapan Diri Anestesi
Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki
pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki
kemauan yang kuat untuk meningkatkan kemampuannya.
Perawat anestesi yang bekerja tanpa supervisi dokter spesialis
anestesi, misal perawat anestesi yang bertugas di daerah, harus
memiliki sikap mental yang kuat. Dia tidak boleh gampang gugup
dan cepat panik. Sebab tindakan anestesi merupakan tindakan yang
berbahaya dan mengancam jiwa pasien. Apabila perawat anestesi
tidak memiliki sikap mental yang kuat maka dia akan panik dan
gugup sehingga prosedur tindakan penyelamatan pasien tidak dapat
dijalankan, akibatnya jiwa pasien melayang.
Memiliki pengetahuan teoritis semata belumlah cukup untuk
menjadi perawat anestesi yang baik. Pengetahuan tersebut harus
didukung oleh sikap mental dan keterampilan yang baik pula.
b. Persiapan Pasien
Persiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan
(bangsal), dari rumah pasien ataupun dari ruang penerimaan pasien di
kamar operasi. Bergantung dengan berat ringannya tindakan
pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien.
1) Kunjungan (visite)
Kunjungan (visite) pra anestesi bertujuan :
- Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta,
riwayat penyakit sekarang dan penyakit dahulu.
- Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.
- Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum
(optimalisasi keadaan umum).
- Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.
- Merancang perawatan pasca anestesi.
- Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.
14
- Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.
- Menentukan status ASA pasien.
Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah
menekan mobiditas dan mortalitas.
2) Anamnesa
Dalam anamnesa, dilakukan :
a) Identifikasi pasien
b) Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi.
c) Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu.
Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat,
maka petugas anestesi perlu mengkonfirmasi apakah kejadian
tersebut betul-betul alergi ataukah hanya rasa tidak enak setelah
penggunaan obat tersebut.
Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat
menimbulkan bahaya besar seperti syok anafilaktik dan edema
angioneurotik.
Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini
sudah sering disalahgunakan oleh masyarakat awam. Hal ini
perlu diwaspadai oleh petugas anestesi. Oleh karena itu, dalam
anamnesis, petugas harus mampu memperoleh keterangan yang
jujur dari pasien.
Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi
Gawat Darurat dia telah mendapatkan narkotika dan sedatif,
namun petugas di IGD terlupa menuliskan di buku rekam medis
pasien. Agar tidak terjadi pemberian yang tumpang tindih,
sebaiknya petugas anestesi juga menanyakan hal tersebut kepada
petugas IGD.
15
3) Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ
dan bagian tubuh seperti :
- Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda
vital.
- Status gizi : obesitas, kaheksia
- Status psikis
- Sistemik :
Kepala
Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati
Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah
Mandibula : bentuk mandibula.
Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi.
Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku),
penyakit di leher (sikatrik, struma, tumor) yang
akan menyulitkan intubasi.
Asesori : lensa kontak.
Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit
pernapasan dan sirkulasi.
Abdomen : sirosis, kembung
Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda
edema.
Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan
anestesi subarakhonoid ataupun epidural. Apakah
ada skoliosis, athrosis, infeksi kulit di punggung.
Sistem persarafan.
- Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan
laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium
terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus.
Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya :
16
Hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)
Leukosit
Hitung jenis
Golongan darah
Clotting time dan bleeding time
Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg
Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit
(terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin
Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen
- Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan
lainnya yang diperlukan diantaranya foto toraks, EKG
pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan
penyakit jantung, Echokardiografi (wajib pada penderita
jantung), dan tes faal paru (spirometri).
- Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain
(penyakit dalam, jantung, dll) untuk memperoleh
gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik.
Konsultasi bukan untuk meminta kesimpulan /
keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak.
Keputusan akhir tetap beradaa di tangan anestetis.
Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian
dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik
dan obat anestesi yang akan digunakan.
Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang
dikeluarkan ASA (American Society of Anesthesiologist).
Golongan Status Fisik
I Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang
17
tua sehat dan bayi muda yang sehat.
II Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya
penderita dengan obesitas, penderita bronchitis dan penderita
DM ringan yang akan menjalani apendektomi
III Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis
akut
IV Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa
yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal
insufisiensi koroner atau MCI
V Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil,
pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal
penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di
luar uterus yang pecah.
c. Persiapan Sarana (Alat dan Obat)
1) Persiapan alat yang dilakukan adalah :
a) Mesin anestesi
b) Set intubasi termasuk bag and mask (ambubag)
c) Alat pemantau tanda vital
d) Alat/bahan untuk antisepsis (kalau menggunakan anestesi
regional)
e) Alat-alat penunjang :
- Alat pengisap (suction)
- Sandaran infus
- Sandaran tangan
- Bantal
- Tali pengikat tangan
- Anesthesia pin screen / boug, dll.
18
2) Persiapan obat meliputi :
Obat anestesi :
a) Obat premedikasi : antikolinergik (SA), opioid (pethidine,
fentanyl, morfin), hipnotik (midazolam), antihistamin
(kalmetasone)
b) Obat induksi : profopol, opioid, relaxan
c) Obat anestesi volatil / abar : N2O, sevoflurane, desflurane,
halothane, isoflurane
d) Obat resusitasi : adrenalin, NatBic, aminophyllin
e) Obat penunjang anestesi :
- Pelumpuh otot : depolarisasi dan non depolarisasi
- Anti dot : nalokson, asam folinat
- Hemostatika : vitamin K
- Obat lain sesuai dengan jenis operasi.
d. Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan
(recovery room) atau keruang perawatan intensif (bila ada indikasi).
Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat pasien dalam
anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan
pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi,
pemapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-lain.
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian
yang akurat dan cepat tentang kondisi pasien.
a) Alat bantu pernapasan
b) Oksigen
c) Laringoskop
d) Set trakeostomi
19
e) Peralatan bronchial
f) Kateter
g) Ventilator mekanis
h) Peralatan suction
Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji
pada setidaknya setiap 5 menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi
pernafasan selalu dievaluasi pertama kali, diikuti dengan
pengkajian fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang dioperasi
dan fungsi system saraf pusat.
Sasaran utama intervensi adalah mempertahankan ventilasi
pulmonal dan dengan demikian mencegah hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea (kelebihan
kadar dioksida dalam darah) hal ini terjadi jika jalan nafas
tersumbat dan ventilasi berkurang.
Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik
anestesi.
Tanda-tanda kesulitan ini termasuk :
- Tersedak
- Pernapasan yang bising dan tidak teratur
- Dalam beberapa menit kulit menjadi berwarna biru agak
kehitaman
6. Proses Keperawatan Merawat Pasien Pasca Anestesi
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri
atas yang berikut :
a. Repirasi kepatenan jalan napas ; kedalaman, frekuensi, dan karakter
pernapasan ; sulit dan bunyi napas
b. Sirkulasi ; tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi kulit
c. Neurologi ; tingkat respon
20
d. Drainase ; adanya drainase keharusan untuk menghubungkan selang
kesistem drainase yang spesifik adanya dan kodisi balutan
e. Kenyamanan ; tipe nyeri dan likasi mual atau muntah perubahan
posisi yang dibutuhkan.
f. Psikologi ; sifat dari pertanyaan pasien kebutuhan akan istirahat dan
tidur ; gangguan oleh kebisingan pengunjung, ketersedian bel
pemanggil.
g. Keselamatan ; kebutuhan akan pagar tempat tidur ; drainase selang
tidak tersumbat; cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat
dengan baik
h. Peralatan ; diperiksa untiuk fungsi yang baik
Skor Pemulihan Pasca-Anestesi
Penilaian Nilai
Warna
Merah muda
Pucat
Sianotik
2
1
0
Pernapasan
Dapat bernafas dalam dan batuk
Dangkal namun pertukaran udara adekuat
Apnea atau obstruksi
2
1
0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20%>
Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normal
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal
2
1
0
Kesadaran Sadar, siaga, dan orientasi
Bangun namun cepat kembali tertidur
2
1
21
Tidak berespon 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan
Dua ekstremitas dapat digerakkan
Tidak bergerak
2
1
0
BAB III
22
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Keterangan Umum
a. Identitas pasien
Nama : Ny. T
No. RM : 01635428
Umur : 44 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Banjarwangi
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2013
Ruang Perawatan : Marjan Bawah
Diagnosa Pra Bedah : Hernia Femoralis
Jenis Pembedahan : Hernioraphy
Tanggal Pembedahan : 17 Oktober 2013
Ahli Bedah : dr. A
Asisten Bedah : Br. D dan Br. F
Ahli Anestesi : dr. H
Perawat Anestesi : Br. E
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
2. Keterangan Medis
23
a. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Terdapat benjolan di lipatan paha sebelah kiri.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri dan merasa tidak nyaman pada lipatan
paha sebelah kiri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal namun diduga memiliki
riwayat hipertensi grade II
Riwayat Jantung : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Penyakit Hati : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Ginjal : Disangkal namun dari hasil lab
ditemukan adanya kelaian pada fungsi ginjal
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada penyakit serupa yang dialami oleh keluarga pasien.
b. Keterangan Pre Operatif
1) Keadaan Umum
Kesadaran : CM (GCS 15)
Tekanan Darah : 188/88 mmHg
Nadi : 77 x/menit
Suhu : afebris
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-), ikterik (-)
Malampati score : 2
Buka mulut : > 4 cm (3 jari)
Tiromental distance : > 6
24
b) Leher
JVP : tidak meningkat
KGB : tidak teraba
Tyroid : tidak membesar
Pergerakan jalan anestesi : tidak terbatas
c) Paru
Inspeksi : bentuk dan gerak paru simetris
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : terdengan sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler paru kanan dan kiri, ronkhi (-),
wheezing (-)
d) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Point of maximum impulse teraba di ICS
IV
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar murni reguler
e) Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+)
f) Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
c. Data-data lain
1) Data Psikologis
Pasien tampak tegang dengan mengatakan cemas dengan
tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
2) Data Sosial
25
Hubungan pasien dengan perawat, dokter dan petugas kesehatan
lain dan pasien lain sangat baik, pasien dapat bekerja sama dalam
setiap tindakan keperawatan/ medis. Lingkungan tempat tinggal
baik dan bersih.
3) Data Spiritual
Pasien beragama Islam dan taat melakukan ibadah kepada Allah
SWT.
4) Konsep Diri
a) Gambaran Diri : Pasien merasa sudah mulai tua.
b) Identitas Diri : Pasien menyadari bahwa dirinya seorang
wanita.
c) Ideal Diri : Pasien berharap dan ingin operasinya berjalan
lancar.
d) Harga Diri : Pasien merasa cukup percaya diri.
e) Peran Diri : Pasien merasa sangat berperan dalam keluarga
sebagai seorang istri dan ibu serta dapat melakukan tugasnya
dalam keluarga dengan baik.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil Laboratorium :
NoNama Test Hasil Satuan Nilai Normal
1.Darah Rutin
Hemoglobin
Hematocrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Laju Endap Darah
13,9
43
13.800
270.000
5,78
5/20
g/dL
%
/mm3
/mm3
juta/mm3
mm/jam
12,0 – 16,0
40 – 52
3.800 –10.600
150.000 –
440.000
0,5 – 5,5
0 – 20
26
2. Kimia Klinik
AST
ALT
Ureum
Kreatinin
Glukosa Darah Puasa
32
20
37
1,52
145
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
s/d 37
s/d 40
15 – 50
0,7 – 1,2
< 140
2) EKG
Tidak dilakukan pemeriksaan EKG.
3) Photo Trorax
Tidak tampak kardiomegali dan TB paru aktif.
e. Informed Concent
Izin tindakan anestesi dan operasi telah dimengerti dan ditanda
tangani oleh pasien dan keluarga.
f. Kesimpulan
Seorang wanita berusia 44 tahun datang dengan keluhan terdapat
benjolan di lipatan paha sebelah kanan sejak setahun yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
keadaan umum pasien dapat dikategorikan memiliki riwayat
hipertensi. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kelainan pada
ginjal. Pada roentgen tidak ditemukan kelainan. Pasien ini di
diagnosis dengan Hernia Femoralis Sinistra dan dikatagorikan ASA
III.
B. Penatalaksanaan Anestesi
1. Preoperatif
a. Persiapan pasien
a) Pasien masuk ke ruang persiapan pada pukul 08.15 WIB
b) Mengganti baju pasien dengan baju khusus OK
27
c) Serah terima pasien antara perawat ruangan dengan mahasiswa
anestesi.
d) Anamnesa pasien (identitas, alergi obat, puasa, memakai gigi
palsu atau tidak, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
sekarang, kebiasaan sehari-hari, dan pekerjaan.
e) Periksa hasil pemeriksaan penunjang seperti hasil laboratorium,
dll
f) Memastikan inform consent, SIO dan SIA (+) yang telah
disepakati.
b. Persiapan dan pengecekan alat
- Mesin anestesi dengan sumber gas O2, N2O dan volatile sudah
siap pakai.
- S : Scope (Stetoscope + Laringoscope dengan blade no.3)
- T : Tube (ETT ukuran 6,0 ; 6,5 ; 7,0 dan LMA no. 2,5; 3
kemudian mengecek balon apakah bocor atau tidak serta diberi
jelly)
- A : Airway (Oroparingeal Airway)
- T : Tape (Plester)
- I : Introducer (Mandrin)
- C : Conector
- S : Suction
- Spuit 10 cc kosong
- Forcep magiil
- Facemask (ukuran 4)
- Bantal kecil tebal ± 10cm, tutup kepala
- Gunting, jelly, kassa, salep mata
- Alat monitor tekanan darah
- Pulse oximetri
c. Persiapan obat
Hipnotik : Propofol (2-2,5 mg/kgBB)
28
Analgetik : Fentanyl (1-5 µg/kgBB)
Relaxan : Atracurium (0,4-0,6 mg/kgBB)
Ondancentron 2 amp @4 mg
Ranitidine 2 amp @ 25 mg
SA 2 amp @0,25 mg
Dexamethasone 2 amp @5 mg
Asam Tranexamat 2 amp @250 mg
Tramadol 2 amp @200 mg
Ketorolac 2 amp @30 mg
Neostigmine 1 amp @0,5 mg
Vascon
2. Intraoperatif
a. Pukul 11.00 WIB pasien masuk ke ruangan operasi, diposisikan di
atas meja operasi dengan posisi supine. Kemudian memastikan infus
yang terpasang pada pasien lancar.
b. Kemudian diukur tekanan darah, nadi, respirasi, dan saturasi, yaitu:
Tekanan Darah : 188/88 mmHg
Nadi : 77 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Saturasi (SPO2) : 99 %
c. Pasien diberikan premedikasi pada pukul 11.05 WIB
1) Ondancentron : 4 mg
2) Popofol : 20 mg
d. Sebelum induksi pasien dibimbing untuk berdo’a sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
e. Induksi :
1) Analgetik : Fentanyl 50 mcg pada pukul 11.15 WIB
2) Hipnotik : Propofol 80 mg pada pukul 11.17 WIB
Setelah pasien tertidur, dibuktikan dengan hilangnya refleks
bulu mata, dipasang sungkup yang telah tersambung dengan
29
mesin anestesi yang menghantarkan gas sevoflurance 2 V%, N2O
2,4 lpm dan O2 2,4 lpm dari mesin ke jalan nafas pasien sambil
melakukan bagging. Perhatikan fungsi jalan nafas, pergerakan
dada dan saturasi O2 di monitor.
3) Relaxan : Atracurium 20 mg pada pukul 11.19 WIB
Lakukan bagging selama 3-5 menit untuk menunggu onset dari
Recuronium.
f. Setelah diberi nafas bantu, dilakukan tindakan pemasangan LMA
dengan cara :
1) Memposisikan pasien dalam keadaan “air sniffing” dengan cara
menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan kiri.
Buka mulut dengan cara menekan mandibula kebawah atau
dengan jari ketiga tangan kanan.
2) LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan
antara pipa dan cuff.
3) Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur
palatum dan dengan bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih
dalam dengan menyusuri palatum.
4) LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampai rongga hipofaring.
Tahanan akan terasa bila sudah sampai hipofaring.
5) Pipa LMA dipegang dengan tangan kiri untuk mempertahankan
posisi, dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut penderita.
6) Cuff dikembangkan sesuai posisinya.
7) LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan
pernafasan bantu.
8) Pasang bite – block untuk melindungi pipa LMA dari gigitan,
setelah itu lakukan fiksasi.
9) Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan
pasien bersangkutan.
30
g. Setelah pemasangan LMA tercapai baik tutup mata pasien dengan
menggunakan plester dan mempersilahkan operator untuk memulai
tindakan pembedahan pada pukul 11.30 WIB.
h. Monitoring TTV
No Tanggal WaktuTD
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
SaO2
(%)
Cairan
(cc)
117/10/201
311.15 106/71 68 99 RL 500
2 11.30 130/73 68 99 -
3 11.45 138/86 51 99 -
4 12.00 130/78 60 99 RL 500
5 12.15 140/87 80 99 -
6 12.30 117/69 69 99 -
7 12.45 121/68 72 99 -
i. Jumlah perdarahan setelah dilakukan tindakan hernioraphy ± 20 cc.
j. Setelah tindakan pembedahan selesai pada pukul 12.45 WIB
dilakukan tindakan ekstubasi dengan syarat :
1) Mampu bernafas spontan dan adekuat
2) Hipoksia dan Hiperkarbia (-)
3) Gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-)
4) Kekuatan otot sudah pulih ditandai dengan adanya reflek menelan
5) Tidak ada distensi lambung
k. Pada pukul 12.50 WIB dilakukan suctioning untuk menghisap sekret
yang terdapat di rongga mulut pasien. Setelah dipastikan bersih dan
tidak ada sisa sekret, cuff LMA dikempeskan dan LMA dicabut
perlahan. Kemudian berikan oksigenasi dengan sungkup muka hingga
pasien sadar.
3. Postoperative
31
Setelah pasien diekstubasi pada pukul 12.50 WIB, pasien
dipindahkan ke Recovery Room (RR) dengan kondisi sudah membuka
mata saat dipanggil (aldrete score 8). Lalu diberikan O2 melalui binasal
kanul 2 lpm. Pada saat masuk Recovery Room TD : 120/70 mmHg HR :
72 x/menit. Selanjutnya pasien dipindahkan ke ruang perawatan dengan
dijemput oleh perawat ruangan pukul : 13.15 WIB dengan aldrete score
9.
32
Rencana Asuhan Keperawatan dan Penatalaksanaan Anestesi Umum pada Ny.T Umur 44 Tahun dengan Tindakan Hernioraphy atas
Indikasi Hernia Femoralis di Kamar Bedah RS Dr.Slamet Garut
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
1. Gangguan rasa
nyaman cemas
berhubungan dengan
prosedur tindakan
pembedahan yang
akan dilakukan.
DO :
- Pasien tampak
tegang dan takut
DS :
- Pasien
mengatakan takut
- Tujuan jangka
pendek :
Setelah dilakukan
perawatan 15
menit diharapkan
pasien tidak
mengeluh cemas
dengan kriteria
hasil :
Wajah pasien
tampak tenang
Pasien tidak
- Kaji tingkat kecemasan
pasien
- Cari penyebab dan
cara mengatasi
kecemasan
- Monitor TTV
- Latih pasien denan
teknik distraksi
- Beri kesempatan
pasien bertanya
- Beri penjelasan
mengenai tindakan
- Mengetahui tingkat
kecemasan pasien
- Mengetahui faktor
penyebab dan solusi
untuk mengatasinya
- Melihat KU pasien
- Berikan solusi dalam
mengatasi stress
- Memberikan
kesempatan pasien
untuk mengutarakan
perasaannya
- Mengkaji tingkat
kecemasan pasien
- Mencari penyebab
dan cara mengatasi
kecemasan
- Memonitor TTV
- Melatih pasien
denan teknik
distraksi
- Memberi
kesempatan pasien
bertanya
Tanggal 17/10/2013
pukul 10.50 WIB
S :
Pasien mengatakan
pasrah dan siap
menghadapi rencana
tindakan yang akan
dilakukakan
O :
- Pasien tampak
lebih tenang
- TTV pasien dalam
33
akan tindakan
operasi yang akan
dilakukan karena
belum pernah
menjalani
tindakan
pembedahan.
sering bertanya
lagi mengenai
tindakan
pembedahan
yang akan
dilakukan
- Tujuan jangka
panjang :
Setelah dilakukan
perawatan ±1 jam
diharapkan
kecemasan pasien
berkurang dengan
kriteria hasil :
Pasien
mengetahui
pembedahan yang akan
dilakukan
- Jalin hubungan
terapeutik yang baik
dengan pasien dan
keluarganya
- Beri kesempatan
pasien untuk ditemani
oleh orang terdekatnya
- Anjurkan pasien untuk
berdo’a selama
menunggu di ruang
persiapan
- Agar pasien lebih
percaya terhadap
perawat
- Memberikan perasaan
tenang kepada pasien
- Agar pasien lebih
tenang dalam
menerima
keadaannya
- Memberi penjelasan
mengenai tindakan
pembedahan yang
akan dilakukan
- Menjalin hubungan
terapeutik yang baik
dengan pasien dan
keluarganya
- Memberi
kesempatan pasien
untuk ditemani oleh
orang terdekatnya
- Menganjurkan
pasien untuk
berdo’a selama
menunggu di ruang
batas normal
- Pasien lebih
kooperatif dalam
persiapan tindakan
yang akan
dilakukan
A :
Masalah teratasi
P :
Tindakan dihentikan
34
tindakan yang
akan dilakukan.
Pasien tampak
tenang
Pasien dapat
bekerja sama
dengan tim
kesehatan
persiapan
2. Gangguan jalan
nafas tidak efektif
berhubungan dengan
prosedur tindakan
anestesia
DO :
- Pasien apnea
setelah dilakukan
- Tujuan jangka
pendek :
Setelah tindakan
GA berakhir pasien
dapat bernafas
dengan adekuat
- Tujuan jangka
panjang :
- Jaga posisi ETT saat
tindakan pembedahan
- Ambil alih kerja sistem
kardiopulmonal pasien
dengan benar
- Cukupi kebutuhan O2
pasien sesuai dengan
tidal volume
- Agar jalan nafas
bebas
- Agar sistem
kardiopulmonal
pasien tetap berfungsi
dengan baik
- Menghindari pasien
kekurangan O2
- Menjaga posisi ETT
saat tindakan
pembedahan
- Mengambil alih
kerja sistem
kardiopulmonal
pasien dengan benar
- Mencukupi
Tanggal 08/04/2013
pukul 11.25 WIB
S :
Pasien mengatakan
nafas tidak sesak
O :
Pasien dapat
bernafas dengan
35
induksi
DS : -
Setelah dilakukan
perawatan 1x24
jam diharapkan
fungsi
kardopulmonal
adekuat dengan
kriteria hasil :
Pasien tidak
mengeluh sesak
Pernafasan
pasien adekuat
Pasien tidak
mengalami
trauma/ sakit
menelan, suara
serak
- Cek tanda-tanda yang
berhubungan dengan
sistem kardiopulmonal
seperti TD, N, SpO2,
CRT, warna darah
yang keluar saat
tindakan pembedahan
berlangsung.
- Lakukan suctioning
bila ada peningkatan
sekresi saliva
- Gunakan/pasang ofa
mayo saat ETT
terpasang
- Mengetahui cepat bila
ada kelainan yang
terjadi saat tindakan
berlangsung sehingga
cepat mengambil
tindakan yang sesuai
- Membebaskan jalan
nafas
- Mencegah ETT
tergigit sehingga
menyebabkan
sumbatan jalan nafas
kebutuhan O2 pasien
sesuai dengan tidal
volume
- Mengecek tanda-
tanda yang
berhubungan
dengan sistem
kardiopulmonal
seperti TD, N,
SpO2, CRT, warna
darah yang keluar
saat tindakan
pembedahan
berlangsung.
- Melakukan
suctioning bila ada
baik
- Pernafasan pasien
20 x/menit
- Tampak adanya
gerakan retraksi
dada
- Pasien dapat
menarik nafas
dalam
- Tidak terdengan
suara nafas
tambahan
A :
Masalah teratasi
sebagian
P :
36
peningkatan sekresi
saliva
- Menggunakan/
pasang ofa mayo
saat ETT terpasang
Meneruskan rencana
observasi seperti :
- Mengobservasi
TTV pasien dalam
24 jam post-op
- Mengobservasi
tanda-tanda
komplikasi dini
dan lanjut dati
tindakan
pemasangan ETT
seperti : sakit
menelan, suara
serak, dan oedema
laring
3. Gangguan rasa - Tujuan jangka - Pantau tanda-tanda - Mengenal dan - Memantau tanda- Tanggal 08/04/2013
37
nyaman nyeri
berhubungan dengan
terputusnya
kontinuitas jaringan
yang ditandai
dengan pasien
meringis kesakitan
DO :
- Pasien menangis
setelah sadar dari
tindakan anestesi
- Terdapat sayatan
operasi ±8 cm
yang tetutup
kassa
DS :
pendek :
Setelah tindakan
operasi selesai
pasien merasakan
nyeri minimal pada
daerah luka operasi
- Tujuan jangka
panjang :
Setelah dilakukan
perawatan 2x24
jam pasien tidak
merasakan sakit di
daerah luka operasi
dengan kriteria
hasil :
Pasien tidak
vital, intensitas atau
skala nyeri.
- Anjurkan klien istirahat
ditempat tidur.
- Atur posisi pasien
senyaman mungkin.
- Ajarkan teknik
relaksasi dan nafas
dalam
- Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
analgetik
memudahkan dalam
melakukan tindakan
keperawatan.
- Istirahat untuk
mengurangi intensitas
nyeri.
- Posisi yang tepat
mengurangi
penekanan dan
mencegah ketegangan
otot serta mengurangi
nyeri.
- Relaksasi mengurangi
ketegangan dan
membuat perasaan
lebih nyaman.
tanda vital,intensitas
atau skala nyeri.
- Menganjurkan klien
istirahat ditempat
tidur.
- Mengatur posisi
pasien senyaman
mungkin.
- Mengajarkan teknik
relaksasi dan nafas
dalam
- Berkolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat
analgetik
pukul 12.55 WIB
S :
Pasien mengeluh
nyeri pada luka
operasi
O :
- Pasien tampak
meringis
kesakitan
- Pasien tampak
gelisah
A :
Masalah teratasi
sebagian
P :
Meneruskan rencana
38
- Pasien
mengatakan sakit
di daerah sayatan
mengeluh sakit
pada daerah
luka operasi
Tidak tampak
tanda-tanda
infeksi ataupun
perdarahan pada
daerah luka
operasi
- Analgetik berguna
untuk mengurangi
nyeri sehingga pasien
menjadi lebih
nyaman.
tindakan selanjutnya
di ruang perawatan
39
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan asuhan keperawatan pada Ny.T dapat penulis tarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemilihan teknik anestesi pada kasus hernia hendaknya mempertimbangkan
beberapa hal seperti : kondisi pasien, kesediaan alat dan obat anestesi yang
paling dikuasai.
2. Persiapan pasien sebelum operasi sangatlah penting guna untuk menunjang
kelancaran operasi. Dalam preoperasi yang harus dilakukan merupakan
pengkajian riwayat kesehatan, pemeriksaan penunjang seperti lab, radiologi,
EKG, dan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan kasus yang dihadapi.
Penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan sangatlah
penting agar pasien benar-benar siap untuk menjalani tindakan operasi dan
anestesi.
3. Dalam intraoperasi hal-hal harus dipersiapkan adalah persiapan alat dan
persiapan obat dipersiapkan secara baik, termasuk alat dan obat-obat
emergency. Pada pasien hernia yang akan di anestesi umum harus
diperhatiakn sebelum dilakukan operasi dianjurkan untuk puasa terlebih
dahulu minimal selama 6 jam supaya tidak terjadi aspirasi. Peningkatan
hemodinamik akibat intubasi yang tidak smooth dapat membahayakan pasien.
Monitoring pasien selama operasi sangatlah penting untuk mengetahui adanya
perubahan hemodinamik (TD, N, SPO2) dan kondisi umum pasien. Selain itu
sebagai seorang perawat anestesi sangat penting untuk melakukan
pendokumentasian.
40
B. Saran
1. Saran Praktis
Asuhan keperawatan pada pasien yang akan menjalani bedah hernia
dengan tindakan bedah hernioraphi dengan anestesi umum, tidak berbeda
dengan asuhan keperawatan pada kasus bedah lainnya namun demikian,
jangan pernah menganggap sepele, karena tanpa kita sadari, hal-hal yang tidak
kita inginkan dapat terjadi secara darurat pada saat intra-op ataupun post-op.
Dengan mempelajari banyak hal, baik itu teori farmakologi tentang
obat-obat Anestesi, serta menguasai anatomi dan fisiologi tubuh manusia
dapat memudahkan kita pada saat melaksanakannya di lahan praktek maupun
di tempat kerja dimana kita bertugas nanti.
2. Saran Akademik
Dengan rendah hati penulis ingin menyumbangkan beberapa saran
yang menyangkut kasus asuhan keperawatan pada pasien yang menjalani
bedah hernia dengan nefrolitomy yang dilakukan dengan anestesi umum.
Dengan demikian saran penulis antara lain :
a. Setiap pengiriman mahasiswa praktikum, tentukan jenis penyakit serta
jumlah kasus yang harus diperoleh dari jenis penyakit yang telah
ditentukan.
b. Setiap mahasiswa dapat mempresentasikan hasil penelitian serta jumlah
laporan kasus yang didapat.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Marc Wrobel, Marco Werth. Pokok-Pokok Anestesi. Penerbit buku
kedoktean EGC.Homburg 2008.
2. Soerasdi H Erassmus, dr. SpAn., KIC. “ Buku Saku Obat – Obat Anesthesia
Sehari – hari “. Bandung. 2011.
3. Sota Omoigui. Obat-obatan Anestesi edisi 2. Penerbit buku kedokteran
EGC.2008.
4. Yuswana.2005.Farmakologi Obat-Obat Anestesi dan Obat-Obat Bantuan
Dalam Anestesi.Bandung.
5. Sabiston. Buku ajar bedah (Essentials of surgry. Bagian 2, cetakan I : Jakarta,
penerbit buku kedokteran EGC. 1994.
6. Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah.edisi revisi.Jakarta :
penerbit buku kedokteran EGC, 1997.
7. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
42