fix kasus etika

Upload: vinasoraya38

Post on 01-Mar-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

etikolegal

TRANSCRIPT

Kasus 1Akibat bu Bidan terlalu percaya diri (tabloid NOVA 6 maret 2015)Tak ada tangisan bayi baru lahirProses persalinan ibu yang tinggal di Batu,Malanginisungguh tragis. Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal dalam keadaan tragis. Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di rahim!

Lakon yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa (8/8), Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang,Jawa Timur.

Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si bayi. "Menurut Bu Han (panggilan Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai.Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukuplama. "Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu 'belum'. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang sebanyak 2 kali. Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salatmagrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasukiklinikbersalin, bidan Hand ke luar dari ruang persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. "Pak, tolong bantu saya!" teriaknya kepada Wiji. Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolah-sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi masih berada di dalam rahim. Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wijiantarasadar dan tidak. "Ia hanya bisa merinih kesakitan saja," imbuhWiji. Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh bayi agar tak menggantung. "Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar," tutur Wiji.

Kala itu, Wiji sudah tak sanggung membendungairmatanya. Ia paham, anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan istrinya. "Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han. Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, "Aduh yok opo iki". (aduh bagaimana ini). "Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya," ujar Wiji.

Analis kasus 1 Percaya diri merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh bidan professional. Percaya diri menjadi suatu dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri, dan dapat dipengaruhi oleh situsi dan kondisi dari internal maupun eksternal orang tersebut. Sesorang yang memiliki segudang potensi diri, menjadi tiada artinya apabila dari dalam diri orang tersebut mempunyai suatu krisis kepercayaan diri. Percaya diri dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi orang itu sendiri dan bagaimana orang tersebut bisa membuat manajemen percaya diri yang teratur dan bergerak kearah yang positive. Namun, lain halnya dengan percaya diri yang ada di diri bidan ini, Nunuk Rahayu (39). Dia begitu percaya diri untuk melakukan semuanya sendiri, seakan semua masalah dalam hal kebidanan termasuk yang patologis nya, dia merasa dapat melakukan dengan kedua tangannya sendiri. Tapi apa yang terjadi akibat dari kepercayaan dirinya yang begitu tinggi, hingga lupa akan keamanan, penjaminan mutu kesehatan, keselamatan, kode etik bidan, dan tidak menjelankan dengan baik kewenangannya. Bidan tersebut sesegera mungkin melakukan rujukan karena. Dari segi kode etik profesiBidan tersebut telah melanggar kode etik profesi bidan yang telah diatur di kode etik bidan Indonesia pada bab 1 butir ke 3 yang berbunyi Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas, dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. Pada bab 4 di butir satu yang berbunyi Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjungjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh bidan ini seakan tidak bermutu di mata masyarakat hanya karna kejadian yang di buat oleh bidan ini. Harusnya bidan dapat merujuk ke rumah sakit. Dari segi agamaBidan tersebut mungkin tidak terlalu melihat dan mengamalkan agama nya, karna apapun agama nya saya percaya bahwa semua agama pasti akan mengatur umatnya untuk berbuat baik dan berjalan di jalan yang benar. Dari segi agama bidan tersebut telah menyakitkan sang ibu, menyakiti sang bayi sehingga meninggal di dalam rahim dengan kondisi sungsang yang kepala nya tersebut berada di atas sehingga tidak bisa keluar dan tertahan di dalam rahim, menyakiti hati sang bapak yang pada saat itu bidan tersebut juga menyuruh sang ayah untuk melakukan perlakuan yang akan menyakiti sang bayi yakni, untuk menarik badan sang bayi dari rahim istrinya sendiri, tak akan pernah terbayangkan bagaimana sakit, pedih dan hancurnya hati sang ayah yang menunggu-nunggu anaknya lahir ke dunia nyata tapi harus mendapati keadaan yang begitu pedih. tapi untung saja ayahnya dapat mengatur emosi, dan tidak mau termakan oleh suruhan dari bidan tersebut. Dia hanya beristigfar dan terus beristigfar padahal dalam hatinya dia telah mengetahui bahwa cabang bayi yang selama ini dikandung oleh istrinya telah tiada. Dalam agama islam juga mengatur kehidupan bermasyarakat agar jangan sampai saling menyakiti apalagi membunuh sesama, sesorang pelakunya mendapati hukum qisas. Dan menurut saya, di semua agama juga mengatur untuk itu meski dalam konteks yang berbeda, namun tujuannya tetap sama.Dari segi hukum Dari segi hukum bidan ini jelas mendapati pelanggaran hukum, karna perbuatan yang telah dilakukannya dapat mencelakakan seseorang maupun telah mencelakakan pasiennya.karna apa yang dilakukan bidan tersebut tidak sesuai dengan kewenangannya sebagai seorang bidan yang harusnya tidak boleh menangani kasus sungsang. Seorang bidan hanya menangani kegiatan yang masih dalam batas normal bukan yang patologis maupun seksio. Menurut saya, bidan tersebut sudah cukup berumur untuk mengerti hukum-hukum yang mengatur profesi bidan serta kode etik yang mengaturnya. Harusnya dia bisa lebih paham dan tidak dengan sengaja ataupun tidak sengaja dalam keadaan apapun untuk melanggar semua peraturan yang mengatur kewenangan sebagai profesi seorang bidan.salah satunya ia telah melanggar UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada BAB III, pasal 5 ayat 2 yang berbunyi Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Bidan tersebut secara tidak langsung memberikan pelayanan kesehatan yang tidak aman, hingga mencelakakan pasien nya. Bidan tersebut juga melanggar Kepmenkes no. 1464/2010 tentang registrasi dan praktik bidan, pada BAB III Penyelenggaraan praktik, pada pasal 9, 10, 11, 12, dan 13. Bidan tersebut juga telah melanggar ketentuan Kepmenkes No. 369/2007 tentang standard profesi bidan, dalam hal ini bidan seakan tidak mempunyai kompetensi dalam manjalankan praktiknya ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. Semoga dengan adanya kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi saya dan teman-teman saya untuk lebih berhati-hati dalam menangani pasien khusunya dalam asuhan persalinan.Kasus 2KASUS REMAJA ABORSI TEWAS USAI DISUNTIK BIDAN BAB I KASUS Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB di KEDIRI Jawa Timur

Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan puskesmas. Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso. Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan. Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik. Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000.

Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi. Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya. "Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah. Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB. Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila. Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.

Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.

Analisis masalah kasus 2Wanita aborsi di tangan bidan dan sampai meninggal begitu pedih ketika mendengar hal ini. Sebagai seorang yang nantinya akan menjadi bidan, mungkin begitu melihat berita ini akan terasa perih dan seakan menjudge bidan tersebut sebanyak-banyak nya dan seakan-akan semua kesalahan hanya berada pada sang bidan. Ya, itulah beratnya tanggungjawab menjadi seorang bidan. tidaklah mudah, Berani mengambil resiko di setiap kegiatan yang akan ia lakukan adalah keharusan bagi seorang bidan. Karna bidan bertanggungjwab bukan hanya di dunia saja namun, untuk di akhirat juga nantinya. Tapi, Menurut saya bidan tersebut telah melakukan asuhan yang kelewat batas dari kode etik profesi serta undang-undnag yang mengatur tentang aborsi. Termasuk melukakn aborsi yang dapat dikatakan adalah malpraktek dari bidan tersebut. Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah : 1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan. 2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence). 3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin, melakukan abortus (aborsi) sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Aborsi yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan pula pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal 76.

Namun, Pada kasus di atas dijelaskan terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan) yang mengakibatkan si wanita hamil. Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00. Semua tenaga kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir dengan kematian. Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.

Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan dan melanggar Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Peraturan/Regulasi Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia : a.Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman. Pasal 348 1.Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2.Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. b. Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15 1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.2.Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan : a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. d. Pada sarana kesehatan tertentu. Pasal 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi. Pasal 75 1.Setiap orang dilarang melakukan aborsi.2.Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan,atau. b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 194 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00).

kasus 3http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f0126b300679/bidan-terjerat-hukum-garagara-sengSENIN, 02 JANUARI 2012Bidan Terjerat Hukum Gara-Gara SengHidup rukun dan damai bertetangga adalah dambaan setiap orang. Hidup bertetangga mungkin gampang. Hal yang lebih susah justru memelihara kerukunan dan kedamaian dengan tetangga. Kalau sudah sama-sama kurangsreg, apapun yang dilakukan tetangga akan dipandang sebelah mata. Apalagi kalau yang dilakukan tetangga mengusik mata pencaharian kita. Bisa-bisa hubungan tetangga berantakan, bahkan menyeret salah satu pihak ke meja hijau. Entah karenasalinggugat, atau karena kasus pidana. Hubungan tetangga yang berujung pidana pernah menimpa Susanti. Perempuan yang berprofesi sebagai bidaniniharus duduk di kursi terdakwa gara-gara seng. Malahan, perkara ini sampai ke pengadilan tertinggi di Mahkamah Agung.Lho, apa urusannya?Alkisah, suatu hari pada Juni 2008, Susanti merasa terganggu ulah saksi korban Wan SyamsulHermanyang membuat pagar seng. Wan memagari tanahnya dengan seng dan kayu seadanya. Susanti merasa terganggu karena pagar seng berada persis di depan pintu rumah terdakwa di Jalan Pemuda Kelurahan Payung Sekaki, Kec. Tampan, Pekanbaru. Pemagaran tersebut rupanya menganggu mata pencaharian Susanti sebagai bidan. Pagar seng telah menghambat orang lain untuk melihatdan danmendatangi tempat praktik sang bidan.Kesal, Susanti menebas seng dan membabat tiang pancang pagar yang menancap tak jauh dari pintu rumahnya dengan menggunakan parang dan kapak. Seng jadi robek, tiang roboh. Celakanya, Wan Syamsul menyaksikan sendiri ulah Susanti. Berbekal bukti seng dan satu potong tiang pagar, Syamsul mengadu ke polisi. Meskipun perkara ini sederhana dan lebih baik diselesaikan secara damai, kedua pihak tampaknya sudah menutup pintu. Polisi, yang punya diskresi, pun melanjutkan perkara ini ke kejaksaan, dan bermuara ke meja hijau. Susanti dituduh melanggar Pasal 406 ayat (1)KUHP, yakni melakukan pengrusakan, membuat tidak dapat dipakai lagi barang milik orang lain. Bukti yang diajukan ke pengadilan, ya itu tadi, dua lembar seng dan satu potong kayu sepanjang satu meter, plus parang dan kapak yang dipakai pelaku. Februari 2009, PengadilanNegeriPekanbaru menjatuhkan putusan. Perbuatan Susanti dinilai majelis terbukti secara sah dan meyakinkan. Atas pelanggaran terhadap Pasal 406 ayat (1)KUHP, Susanti divonis delapan bulan. Sebelumnya jaksa menuntut hukuman satu tahun tiga bulan. Namun demikian, majelis menetapkan Susanti tak perlumasukkebalik jeruji besi, kecuali terdakwa melakukan perbuatan pidana dalam rentang waktu 15 bulan ke depan.Jaksa tak terima, lantas mengajukanbanding. Pada Juni 2009 silam, majelis hakim Pengadilan Tinggi Riau menjatuhkan hukuman. Pertimbangan dan vonis pengadilan tingkat pertama dikuatkan.Lagi-lagi jaksa tak terima. Dua belas hari setelah menerima salinan putusan banding, jaksa langsung menyatakan kasasi. Dalam memori kasasinya, jaksa menilai putusan hakim harusnya lebih tinggi karena perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan. Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban mengalami kerugian hingga Rp2,5juta.Majelis hakim agung tak melihat kelemahan hakim tingkat pertama dan banding. Vonis delapan bulan tak melebihibatasmaksimum, dan tak kurang dari batas minimum hukuman. Pertimbangannya pun dianggap cukup. Tiga orang hakim agung Atja Sondjaja, Suwardi, dan Prof Takdir Rahmadimenolak kasasi jaksa. Itu berarti vonis judex factie berkekuatan hukum tetap. Namun belum jelas apakah vonis ini bisa menyelesaikan masalah di antara dua tetangga yang saling berselisih gara-gara pagar seng. Apakah sang bidan memindahkan rumah, atau saksi korban tak memagari lagi lahannya.

Analisis asus 1Kasus yang terjadi di masyarakat yakni Bidan Terjerat Hukum Gara-Gara Seng. dapat dinilai remeh dan bahkan dianggap sepele oleh sebagian orang yang membaca berita ini karna menganggap sebagai permaslahan kecil yang seolah dibesar-besarakan oleh media. Namun, menurut saya ini merupakan bentuk krisis moral, norma dan etika yang terjadi di masyarakat saat ini. banyak di luar sana yang tidak lagi mempunyai norma, moral dan etika serta tatakrama hidup bertetangga di area masyarakat luas sehingga timbul banyak nya konflik dari masalah kecil seperti ini atau bahkan masalah yang begitu besar dan kompleks.

Namun, mengapa dari banyaknya orang tersebut tidak menjadi soroton media? Jawabannya sangat jelas, karna seorang tenaga kesehatan khususnya bidan telah berakar dan menjadi turun menurun di pikiran masyarakat sejak zaman dahulu bidan dikenal sebagai seseorang yang sangat dekat dengan masyarakat, penuh keikhlasan, tulus, mempunyai banyak ilmu, pribadi nya baik, beretika, mematuhi norma-norma dan bermoral. Sehingga, menjadi sorotan dan menjadi role model bagi masyakat disekitarnya. Dan mungkin mereka yang banyak melakukan hal serupa bahkan lebih daripada kasus yang menimpa bidan tersebut, merupakan masyarakat kelas bawah yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan apalagi universitas. Jadi, bagi tenaga kesehatan yang telah belajar di perguruan tinggi khususnya, seorang bidan sudah selayaknya mempunyai berbagai macam etika, norma, dan moral yang baik. dan wajib untuk di praktikkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat sekitar. Dari segi agama Dari sudut pandang agama, jelas terlihat bahwa yang dilakukan bidan tersebut merupakan tindakan yang tidak baik misalnya saja menurut agama islam hidup bertetangga haruslah rukun gotong royong dalam bekerja sama membangun lingkungan sekitar agar lebih baik lagi dan berusaha menjaga keharmonisan, ketentraman, keamanan, dan kenyamanan bersama. Dalam ajaran agama islam telah disebutkan di dalam al-quran surahDari segi etika Etika merupakan ajaran dan ilmu yang berlaku ketika ada sesorang maupun saat tidak ada seseorang aturan tetap berlaku, dan etiket adalah tindakan yang dilakukan hanya apabila ada orang yang melihat Dari segi norma dan moral Bidan tersebut telah melanggar norma agama yang mengatur tentang Kesatuan/Persatuan Al-Quran memerintahkan persatuan dan kesatuan.Sesungguhnya umatmu adalah umat yang satu,(Al-Anbiya 92).