fil. bisnis.docx
TRANSCRIPT
Pengantar
Menjelang berlakunya pasar bebas ASEAN, setiap sektor usaha kecil dan menegah
sekarang ini semakin ketat mempersiapkan diri. Daya saing competitiviness menjadi kata
kunci sukses atau tidaknya sebuah negara dalam persaingan ekonomi yang kian ketat.
Menurut Profesor Tan Kong Yam dari Tim Peneliti Nasional University of Singapore
menyatakan, Indonesia memiliki daya saing yang hebat jika bisa menggali dan
mengoptimalkan berbagai potensi daerah.1
Menyikapi tantangan tersebut, sebagai pebisnis, saya pun menempatkan diri dalam
persiapan. Persipan yang saya lakukan adalah pengelolaan bisnis berbasis etika. Aplikasi
sistem bisnis dalam usaha saya cenderung mengacu pada aplikasi etika bisnis yang
profesional. Etika bisnis menjadi acuan dalam kegiatan bisnis. Pengaturan dan pengelolaan
bisnis tidak hanya mengatur bagaimana bisnis itu dapat memperoleh kejayaan dan kemajuan.
Dalam usaha bisnis, Sun Smart Bimbel, saya menetapkan sebuah kode etik etika
profesi bisnis. Kebangunan etika bisnis yang diterapkan berasaskan pembentukan
(pengembangan) karakter crew2 yang semakin manusiawi. Menjujung tinggi harkat dan
martabat manusia. Menerapakan nilai-nilai etika, seperti kejujuran, tanggung jawab,
kehormatan, kepedulian sebagai dasar dari pengembangan bisnis saya. Nilai-nilai etis
tersebut sungguh diterapkan dalam kegiatan bisnis.
Tujuannya adalah menjadi pribadi crew yang otentik, manusia otentik. Otentik berarti
“aseli”. Manusia otentik adalah manusia yang menyesuaikan diri, siap diubah, terbuka, serta
mengimplementasikan nilai-nilai etis dalam hidup sehari-hari. Manusia yang menghayati dan
menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadiannya yang sebenarnya.
Manusia yang tidak otentik adalah manusia yang suka meniru, yang dicetak dari luar, kurang
menujukan potensi diri.
Dalam bisnis tersebut penerapan etika menciptakan bisnis produktif. Pengelolahan
bisnis yang lebih profesional justru perlu memperhatikan nilai-nilai etis di mana mendukung
mitra kerja, lingkungan kerja dan menjaga indulgensi bisnis yang diemban.
1 Optimalkan Daya Saing Daerah, Jawa Pos, Kamis, 9 Oktober 2014, hlm. 6. 2 Setiap kata crew yang saya maksudkan adalah pengajar.
A. Latar belakang Pembentukan Etika Sun Smart Bimbel
Dunia bisnis adalah dunia kapitalis. Bisnis selalu identik dengan uang. Mencari profit,
dll. Akan tetapi, dalam bisnis tersebut, menurut hemat saya, saya tetap menerapkan hal yang
sama. Namun, ada penerapan etika yang menjadi dasar perbedaan usaha saya dengan yang
lainnya.
Sesuai dengan kodrat manusia memiliki sifat sosial di mana salah satu substansi adalah
berkerja sama. Nilai moral (kejujuran, kepedulian, kehormatan, tanggung jawab) menjadi
kering bila tidak dioptimalkan dalam relasi kerja sama antar individu.
Prinsip-prinsip pengelolaan bisnis sangat penting untuk dikembangkan norma-norma
moral terkait. Hal ini memberi kontribusi pada produktivitas kerja. Berbisnis bukan hanya
mangkel pada pencaharian profit semata.
Sebagai pelaku bisnis, saya berusaha agar kreativitas dan produktivitas kerja berjalan
beriring dengan keseimbangan dan keserasian tujuan antara saya dengan pihak-pihak lain
dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian, setiap crew pada usaha saya, secara kolektif produktif
mengembangkan norma moral yang telah disepakati bersama. Sungguh hal ini diperlukan.
Agar kegiatan bisnis bisa diterima dan dipercayai oleh banyak orang. Mengembangkan diri,
meningkatkan gairah dalam berkerja, penyesuaian diri, kreatif menjadi pedoman kemajuan
dalam kegiatan berbisnis.
Bisnis yang maju bukan hanya terletak pada pemilik usaha. Melainkan pada mentalitas
serta kreativitas kerja para crew. Yang melakukan kegiatan sosialisasi secara langsung
dengan pelanggan adalah para crew. Oleh karena itu, persiapan yang saya lakukukan bagi
mereka adalah mematangkan segala tindakan etis yang berhubungan dengan kegiatan bisnis
saya.
Dengan demikian produktivitas kerja, kreatif, serta bersikap baik terhadap orang lain
dengan menerapkan nilai moral merupakan harapan saya terhadap setiap crew. Sebab mereka
adalah tulang punggung yang menopang kemajuan bisnis yang saya jalankan sekarang ini.
B. Kebangunan etika usaha Sun Smart Bimbel
Dengan latar belakang persaingan pasar bebas ASEAN yang akan dilaksanakan waktu
dekat menjadi peluang bagi saya untuk menunjukan kekhasan dalam usaha bisnis saya. Hal
tersebut seiring dengan semangat mengahadapi persaingan bisnis ekonomi ASEAN.
Persiapan yang saya lakukan adalah mempersiapkan mitra kerja yang kompetent baik dalam
sistem kerja maupun dalam sistem interaksi yang baik dengan client atau pun masyarakat
pada umumnya.
Hubungan interaksi yang baik menjadi hal yang penting dalam usaha bisnis. Sebab
kegiatan bisnis merupakan kegiatan praktis-sosialis. Maka setiap crew pada usaha saya
membangun integritas pribadi yang bermoral. Sebagai pelaku bisnis, saya berhak mengatur
segala usaha yang menjamin terciptanya sistem kerja yang kondusif terutama pelayanan
kepada client yang proposional.
Oleh karena itu, dalam menunjang tujuan gemilang tersebut, saya menerapkan beberapa
nilai-nilai moral yang mendukung kebertahanan usaha saya. Nilai-nilai moral tersebut adalah
pertama, kejujuran. Kejujuran (trustworthiness) merupakan suatu bentuk keutamaan dasar
yang harus dituntut dari setiap karyawan. Kejujuran bukan hanya keutamaan dasar yang
harus kita tuntut dari para karyawan. Akan tetapi ia mendasari kepribadian yang integral dan
bertanggung jawab. Orang jujur pertama-tama jujur pada diri sendiri, tidak menipu diri,
melihat diri seadanya. Dengan demikian orang jujur identik dengan orang yang bertanggung
jawab.
Kejujuran memiliki tempat yang mendasari segala keutamaan yang lain. Sebagai pelaku
bisnis, saya menempatkan nilai keujuran yang ada pada crew atau client memiliki dominasi
yang tunggal dan mendasari segala bentuk sistem kerja dan pengembangan usaha saya.
Karena “tuntutan” nilai kejujuran dari orang lain, telah bermula dari diri saya sendiri. Sebagai
pelaku bisnis saya tentu menciptakan nilai kejujuran pada diri saya. Lalu saya tempatkan nilai
kejujuran tersebut pada orang lain. Ketika saya tidak jujur kepada orang lain maka saya akan
kehilangan kepercayaan.
Sebaliknya, semakin saya memperlihatkan nilai moral ini, semakin besar kepercayaan
yang tumbuh. Ketika saya menanamkan kejujuran dalam diri, akan memancarkan nilai pada
orang lain. Dasar ini adalah kepercayaan dari orang lain, baik crew, client, maupun
masyarakat umum. Tidak jujur kalau saya mengatakan tempat bimbel saya lebih bermutu,
sehingga para pelajar mendaftarnya, pada hal kualitas bimbelnya masih standar. Pembisnis
sejati adalah orang yang menawarkan usahanya dengan mutu yang baik serta harga
terjangkau. Kedua, nilai etis kedua yang mendasari aktivitas bisnis saya adalah tanggung
jawab (responsibility)3. Dalam kegiatan bisnis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
tanggung jawab. Misalnya, saya bertanggung jawab atas usaha tersebut, bertanggung jawab
kepada client, bertanggung jawab kepada crew, serta masyarakat luas.
Lalu, tanggung jawab seperti apakah yang saya letakan dalam usaha saya tersebut?
Tanggung jawab memiliki banyak versi. Oleh karena itu, saya meletakan tanggung jawab
tersebut pada kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas secara maksimal tanpa harus
bergantung pada perintah orang lain, keberanian untuk menerima kritik atau resiko suatu
perbuatan.
Dalam hal ini setiap crew menciptakan nilai tersebut serta menyalurkan lewat usaha
tersebut. Ketika diberi tugas dari saya setiap crew memiliki tanggung jawab, tanpa
melemparkan tugas tersebut kepada orang lain. Ia berani menerima resiko dan menerima
teguran dari atasan. Selain itu para crew pun bertanggung jawab atas waktu. Tidak terlambat
pada waktu kerja. Mengusahakan datang lebih awal ke tempat kerja, dll. Ataupun sebaliknya,
saya harus memberikan upah yang pantas kepada mereka, menyediakan kendaraan motor
untuk para crew dalam efisiensi waktu mengajar.
Demi meningkatkan produktivitas kerja setiap crew harus menunjukan tanggung jawab
dengan berkerja secara maksimal. Demikian halnya ketika mereka lakukan kesalahan maka ia
harus menanggung akibat dari kesalahan yang telah dilakukannya.
Ketiga, nilai etis yang ketiga yang mendasari aktivitas bisnis saya adalah kehormatan
(respect). Di sini dibiasakan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat. Perlakukan
orang lain sebagaimana engaku ingin diperlakukan. Berlakulah sopan dan jangan melukai
orang lain.4 Sebagai pelaku bisnis perlu bersikap hormat kepada crew dan client.
Pendasarannya adalah sama-sama manusia yang memiliki martabat yang sama (equal
dignity). Sepertinya bila dalam usaha saya, tidak menerapkan nilai etis ini cara kerja setiap
crew kurang bersinergi dengan tugas yang diberikan.
Rasa hormat merupakan perasaan manusiawi. Ia terkait dengan keotentikkan manusia
sebagai mahkluk yang berakal budi dan berhendak bebas. Setiap orang butuh dihormati oleh
orang lain. Bagi saya, sebelum saya menghormati orang lain, saya menghormati diri saya
terdahulu. Ini bukan suatu penilain egois atas tindakan tersebut. Namun, saya memiliki
3 Kata rensponsibility dalam bahasa inggiris, terdiri dari dua kata, yakni response (jawaban), dan ability (kemampuan). Secara harafiah kata tersebut merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan jawaban atas suatu pertanyaan. 4 Untung, Budi, H, Hukum dan Etika Bisnis, ANDI, Yogyakarta, 2012, hlm. 230.
prinsip bahwa bagaimana mungkin orang lain akan menghormati kita, namun kita tidak
menghormati diri kita sendiri. Sikap hormat haruslah bermulah dari diri sendiri, lalu
diaktualisasikan kepada orang lain.
Maka dalam usaha saya tersebut, sungguh saya terapkan nilai etis ini. Saya menghormati
crew, client, sebaliknya mereka juga harus bersikap hormat terhadap sesama mereka atau
dengan siapa pun yang mereka jumpai dalam dunia bisnis. Rasa hormat menjadi dasar sikap
kerpercayaan diri seseorang dalam kegiatan bisnis. Tindakan semacam ini akan menjamin
sistem kerja berbisnis semakin kondusif, akur, baik antara pemimpin usaha maupun dengan
client.
Dalam dunia bisnis sikap hormat dapat menunjang efisiensi kerja yang optimal. Secara
psikologis setiap crew tidak akan mengalami stres di tempat kerja.5 Karena yang banyak
terjadi ditempat kerja adalah perlakuan majikan terhadap bawahnya tidak manusiawi.
Misalnya, mengucapkan kata goblok, kepada mitra kerjanya. Hubungan antara majikan dan
crew yang tidak baik menciptkan “jurang” ketidaksukesan dalam mengembangkan usaha
yang ada.
Sebab, para crew merupakan mitra kerja memiliki peran penting dalam pengembangan
usaha kerja tersebut. Tanpa mereka usaha kita tidak akan berkembang. Mereka menjadi napas
kedua dalam usaha kita. Semakin kita menciptakan rasa hormat antara yang satu dengan yang
lain, maka kita semakin memiliki sense of belonging atas usaha tersebut.
Jika hubungan hubungan antara crew dan pemilik usaha tidak tercipta dengan baik, maka
akan ada kerenggangan dalam relasi mereka. Sehingga yang terjadi adalah sistem
pengembangan usaha tersebut akan semakin mandek, tidak berjalan dengan lancar.
Nilai etis yang menjadi dasar aktivitas bisnis saya yang ke empat adalah kepedulian
(caring). Di pilar ini intinya adalah menciptakan komunitas yang peduli. Bertindak dengan
kasih sayang dan peduli pada orang lain. Memaafkan rekan kerja dan membantu mereka yang
mengalami kesulitan. Sebagai pelaku bisnis saya menerapkan integritas diri yang peduli, dan
antusias terhadap situasi kerja. Sikap empatati yang disinari oleh cinta kasih menjadi
kekhasan bisnis dalam usaha saya tersebut.
Sebagai pelaku bisnis saya peduli kepada crew dengan memberi upah yang setimpal.
Sebaliknya, mereka juga peduli dengan rekan kerjannya. Tidak lupa pula, mereka diberi
bekal untuk semakin peduli terhadap kebutuhan anak didik. Memperhatikan kelemahan
belajar anak didik, serta memberi solusi belajar yang cocok dengannya.
5 Anoraga, Panji, Psikologi Kerja, Reneka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 91.
Inilah menjadi salah satu bentuk kepedulian dari masing-masing pribadi yang
dikembangkan dalam usaha Sun Smart Bimbel. Berdasarkan visi dan misi usaha tersebut,
maka setiap dari kami mengarahkan bentuk pelayanan yang manusiawi (caring people).
Martabat kemanusiaan sangat dijunjung tinggi. Oleh karena itu, keutamaan moral tersebut
berguna untuk membentuk pribadi yang lebih dewasa dalam aktivitas bisnis.
C. Prospek kebangunan etika Sun Smart Bimbel
Berdasarkan penguraian etika yang dibangun di atas, maka adapun arah yang harus
ditempuh dalam pengembangan etika tersebut. Pertama, prospek faktual. Menjelang
diberlakunya pasar bebas ekonomi ASEAN sebagai pelaku bisnis, secara faktual saya
tempatkan pasar bebas tersebut dalam kebangunan etika yang ada. Artinya, menghadapi era
pasar bebas saya pun menyikapi secara serius soal memanajemen sistem kerja para crew dan
optimalisasi pengawasan yang kondusif dengan mengimplementasikan nilai-nilai etika dalam
kegiatan bisnis tersebut.
Tujuannya agar setiap anggota, mitra kerja saya mampu melihat realitas faktual tersebut
secara lebih beradab dengan mengedepankan kepekaan untuk melihat situasi tersebut secara
otentik sebagai manusia indonesia seutuhhnya. Pasar bebas ekonomi yang berlaku bukan
hanya di Indonesia, bahkan di negara-negara se-Asia, maka saya sungguh berperan penting
dalam mengakumulasi prospek usaha saya dengan kebangunan etika tersebut.
Apakah cocok atau tidak, etika tersebut saya terapkan pada ekonomi pasar bebas
ASEAN? Sebagai pelaku bisnis saya tentu mampu membaca peluang dalam menghadapi
pasar bebas ekonomi ASEAN. Kecakapan dalam melihat prospek tersebut membantu
penerapan etika yang faktual sesuai dengan nilai-nilai bisnis yang baik.
Oleh karena itu, nilai kemanusiaan sungguh dihargai dalam kebangunan etika tersebut.
Kebangunan etika tersebut bertujuan untuk memanusiakan manusia dalam berbisnis yang
semakin kompetent. Sebagai pelaku bisnis, tentu tujuannya bukan hanya itu. Namun, ada
tujuan yang lain, seperti untuk mempertahankan sikap percaya masyarakat pada umumnya
terhadap usaha saya tersebut.
Kedua, Mobilisasi persaingan ekonomi pasar bebas cukup serius. Perlulah keterlibatan
pelaku bisnis dalam mengusahakan suatu sistem good worker dalam mempertahankan usaha
tersebut. Walaupun, banyak persaingan namun usaha tersebut tetap eksis. Apa yang eksis
bukan sekadar eksis, tetapi memberi nilai lebih bagi masyarakat, yaitu kepercayaan. Buahnya
adalah kelanggengan bisnis akan terjamin.
Kepercayaan merupakan nilai yang sangat penting dalam kegiatan bisnis. Nilai ini
menentukan keberlangsungan bisnis. Kepercayaan yang dimaksudkan adalah hubungan
manusia yang satu dengan yang lain, sifatnya sangat humanis, bukan sesuatu yang bersifat
religius. Ada yang mempercayai dan dipercayai. Sebagai pelaku bisnis, saya tentu
memperhatikan langkah tersebut dengan mempercayai orang lain bukan kecurigaan.
Misalnya, saya percaya dengan potensi-potensi setiap crew saya. Kalau tidak kegiatan bisnis
saya akan mengalami ancaman.
D. Harapan
Sepertinya tidak mungkin sebuah usaha yang dibangun oleh pelaku bisnis tanpa adanya
harapan. Oleh karena itu, dalam usaha ini saya memiliki harapan bahwa dengan kebangunan
etika yang ada setiap crew atau pun saya sendiri mampu menentukan tingkah laku serta
mengarahkannya dalam mengambil keputusan yang bijak. Sehingga yang diterapkan pada
masing-masing persona adalah keberanian dalam bertingkah laku dan mengambil keputusan
secara sadar dan rasional-kemasu-akal-an.
Hal tersebut sebagai modal dasar untuk berinteraksi secara beradab dengan sesama.
Karena nilai semacam ini perlu dikembangkan dan ditanamkan pada setiap crew sebagai
bentuk wajah integritas kemanusiaan yang otentik.
Selain itu, usaha tersebut dapat bertahan melewati konflik yang terjadi, baik interen
maupun eksteren. Yang interen biasanya konflik yang terjadi antara crew dan majikan. Yang
eksteren biasanya konflik yang terjadi dengan client. Biasanya client mengkomplain ketidak
puasan dalam pelayanan atau pun hal lain.
Dengan usaha semacam ini, ada kerja sama antara crew dan majikan akan menciptakan
organisasi bisnis yang kuat. Sebab tidak mungkin saya membangun relasi berkepanjangan
dengan pihak lain tanpa norma-norma etika.
. E. Langka Panjang yang di Tempuh
Kesuksesan sebuah usaha tergantung pada visi dan misi kebangunan usaha tersebut. Sikap
komit dari pelaku bisnis pun mendapat perhatian khusus. Dengan semangat pantang
menyerah sabagi pelaku bisnis saya siap untuk mengembangakan etika bisnis saya dalam
pengembangan usaha lebih besar.
Caranya adalah mempertahankan etika yang sudah dikembangkan serta lebih
mengoptimalkan lagi aktualisasi praktek yang seimbang. Maksudnya adalah antara crew dan
majikan memiliki komit yang sama, sehingga dalam pengaktualisasian etika tersebut secara
seimbang pula. Yang nampak adalah keseragaman. Kualitas menumbuhkan kepercayaan
masyarakat atas etika tersebut pun mendapat apreasiasi positif-serius.
F. Kesimpulan
Sebagai pelaku bisnis, saya optimis menyambut pasar bebas ekonomi ASEAN.
Optimisasi terlihat dalam usaha memantapkan persiapan mekanisme pengembangan usaha
tersebut. Salah satunya adalah penerapan etika bisnis. Secara struktural pengembangan usaha
tersebut menuju jalan yang lebih baik.
Walaupun, banyak tantangan yang tidak terhelakan menghadapi pasar bebas ekonomi
ASEAN tetapi saya tetap percaya bahwa etika tersebut mendapat respek dari masyarakat luas.
Tolok ukur etika tersebut adalah menciptakan generasi manusia berbisnis yang bermoral.
Sehingga ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan dalam mengahadapi pasar bebas
ASEAN tersebut, yaitu melihat titik lemah etika tersebut.
Mengapa hal tersebut perlu dilihat? Pendasarannya adalah agar kita semakin teguh dalam
mengahadapi kelemahan tersebut dan tidak mudah menyerah. Kita bisa berharap client tetap
mempercayai terhadap kebangunan etika tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi optimisme
pada etika yang dibangun, yaitu pertama, membangun mitra kerja berbasis etika; kedua,
menciptakan bisnis yang kompetent. Sebagai pelaku bisnis saya membuka sistem competent
share dengan para pemimpin yang berkompetensi dalam bidang bisnis, sampai saya
mengusai sistem bisnis yang baik dan bertahan lama.
Sebagai pelaku bisnis, bersikap terbuka untuk menerima masukan-masukan secara
langsung atau tidak langsung, saran dari para client atas kelemahan usaha tersebut.
Konsekuensi logisnya adalah siap menghadapi tantangan dan berani untuk menerapkan etika
yang unggul.
Karena, itu semua berkaitan dengan kepuasan para client yang mengkonsumsi atau
mengalaminya. Tidak ada yang lebih baik selain kemantapan hati, komit, serta tangguh dalam
membuka usaha yang profesional. Perlu pertimbangan-pertimbangan logis serta kohesi
dengan realitas kebutuhan yang ada di masyarakat.
Dengan demikian usaha dan kebangunan etika tersebut selalu mengedepankan hedonisme
etis kedua pihak. Landasan dasarnya adalah pelayanan berasaskan cinta kasih. Obyektivitas
usaha bukan menjadi hal yang rentan, tetapi menjadi hal yang esensial.
Daftar Pustaka
Anoraga, Panji, Psikologi Kerja, Reneka Cipta, Jakarta, 2009.
Bertens, K, Pengantar Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 2000.
Mangnis, Frans, Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta,
1987.
Untung, Budi, Hukum dan Etika Bisnis, ANDI, Yogyakarta, 2012.
Oetama, Yakob, Dunia Usaha dan Etika Bisnis, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2001.