fermentasi kopi
TRANSCRIPT
PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS
MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI
DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK
SKRIPSI
ANTON SUSILO
F34080076
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS
MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI DENGAN
BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK
Synthesis Civet Coffee Production In Enzymatic Using Xylanolytic Bacteria and Combination
With Proteolytic and Cellulolytic Bacteria
Anton Susilo*, Erliza Noor*, Anja Meryandini.
*Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institute Pertanian Bogor,
Bogor, Jawa Barat, 16680
email: [email protected]
ABSTRACT
Civet coffee is a coffee having a high selling price and produced by civet. The purpose of this research
was to produce civet like coffee by solid state fermentation using bacteria that isolated from civet’s
feces. The research initially was characterized proteolytic bacteria .The fermentation of coffee was
held at 30o and 37o C for 4 days. The inoculum (10%, wet base) using xylanolytic bacteria,
combination xylanolytic and proteoliyic bacteria, and combination xylanolytic, proteolytic, and
cellulolytik bacteria.The best fermentation condition performed by enzyme activity, total sugar,
reduction sugar, weight decrease, and degree of polymerization.The fermentation using xylanolytic
and combination of two bacteria shown best performance at 37o C and 72 hours incubation time.
However, for the fermentation using combination of three bacteria performed best result at 37o C and
72 hours incubation time. In general, the fermentation of coffee result a lower caffeine and oxalic acid
content than original civet coffee. However, the ascorbic acid, butyric acid, and lactic acid shown a
higher value.
Keywords: civet coffee, fermentation, enzymatic, cellulolytic, xylanolytic, proteolytic
Anton Susilo. F34080076. Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan
Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik Di bawah
Bimbingan Prof.Dr.Ir. Hj. Erliza Noor dan Prof. Dr. Anja Meryandi, M,S.
RINGKASAN
Kopi luwak sintesis merupakan kopi yang diperoleh dengan cara memfermentasi kopi
menggunakan bakteri yang diisolasi dari kotoran luwak serta mengkondisikan proses fermentasi
seperti proses fermentasi kopi luwak alami seperti yang terjadi dalam perut luwak. Output yang
diharapkan yaitu mendapatkan kopi hasil fermentasi yang memiliki kualitas yang mendekati standar
kopi luwak asli.
Bakteri dari kopi kotoran luwak yang digunakan dalam fermentasi kopi digolongkan menjadi
3 jenis bakteri, yaitu bakteri pendegradasi xilan, pendegradasi selulosa, dan pendegradasi protein.
Belum ada satupun kopi di dunia ini yang memiliki fermentasi sempurna melebihi fermentasi dari
perut luwak. Enzim dalam perut luwak tersebut mampu mengurangi kadar kafein dalam biji kopi,
sehingga tingkat kepahitan dalam kopi luwak tidak sepahit kopi biasa. Kandungan protein merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan kopi terasa pahit. Kopi luwak memiliki rahasia kenikmatan yang
menjadikan kopi tersebut paling enak di dunia. Sumber kenikmatan kenikmatan kopi luwak terletak
pada proses fermentasi di dalam perut luwak. Proses terbentuknya feses luwak berupa “gumpalan” biji
kopi dimulai saat buah kopi yang sudah matang berwarna merah dimakan oleh luwak (musang). Di
dalam perutnya, buah kopi diuraikan oleh enzim proteolitik. Secara umum komponen yang pada kopi
yang diuraikan dalam perut luwak antara lain potein, selulosa, xilan, dan beberapa mineral.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum yang meliputi kondisi
operasi (suhu dan waktu) untuk pertumbuhan bakteri penghasil enzim dan mendapatkan komposisi
jumlah enzim yang digunakan agar diperoleh kopi sintesis dengan kualitas yang setara dengan kopi
luwak dan mendapatkan kopi sintesis yang memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dari tingkat
produktivitas kopi luwak yang didapatkan dari proses alami menggunakan luwak.
Pemilihan jenis isolat dan kondisi optimum sebelumnya sudah dilakukan pada jenis bakteri
selulolitik dan bakteri xilanolitik oleh peneliti sebelumnya sehingga pada penelitian saat ini di
fokuskan untuk karakterisasi jenis bakteri proteolitik beserta kondisi optimumnya dalam
memfermentasi kopi.
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sri Laksmi Dewi dari Departemen Biologi
FMIPA IPB diperoleh 2 jenis isolat yang akan digunakan sebagai inokulum dalam proses fermentasi
padatahapan fermentasi kopi. Bakteri yang terpilih adalah Stenotropomonas sp MH34 (FLX 3) untuk
bakteri xilanolitik dan Proteus penneri (FLS 1) untuk pendegradasi selulosa dengan waktu
eksponensial pada jam ke-18.Kedua isolatini memiliki waktu starter yang berbeda dimana isolat FLX
3 memiliki waktu starter pada jam ke-22 dari waktu awal isolat tersebut diisolasikan sedang waktu
starter FLS 1 untuk difermentasikan adalah pada jam ke-18.
Penelitian yang dilakukan pada dua tahap, tahap pertama adalah karakterisasi isolat dan
fermentasi kopi menggunakan isolat terpilih. Karakterisasi isolat proteolitik dilakukan pada 2 isolat
yaitu Bacillus aerophilus (FLP 1) dan Stenotropomonas sp MH3 (FLP 2). Hasil dari penelitian
menunjukkan waktu terbaik untuk proses fermentasi menggunakan bakteri proteolitik FLP 1 adalah
jam ke-18 berdasarkan kurva tumbuh dan aktivitas enzim. Terpilihnya FLP 1 sebagai isolat untuk
fermentasi setelah dikarakterisasi didasari oleh aktivitas enzim optimum FLP 1 (1.40 unit/ml) yang
lebih tinggi dibandingkan dengan FLP 2 (0.50 unit/ml).
Fermentasi kopi dilakukan dengan metode fermentasi padat dan dilakukan dengan tiga
perlakuan utama yaitu fermentasi menggunakan bakteri FLX 3 sebagai isolat yang diinokulasikan
pada substrat kopi, fermentasi menggunakan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan fermentasi
menggunakan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1, dan FLP1 sebagai isolat yang diinokulasikan pada
substrat kopi. Fermentasi di lakukan selama 4 hari dengan perlakuan suhu suhu inkubasi yang
dibedakan menjadi 2 yaitu suhu 30o C dan suhu 37o C.
Berdasarkan aktivitas enzim, susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan derajat polimerisasi,
maka diperoleh suhu optimum fermentasi pada suhu 37o C untuk fermentasi menggunakan bakteri
xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan isolat proteolitik adalah 37o C.
Pada perlakuan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik diperoleh suhu optimum yang
berbeda yaitu pada suhu 30o C.
Hasil optimum dari masing-masing perlakuan berdasarkan susut bobot, gula pereduksi, gula
total, dan derajat polimerisasi diperoleh pada fermentasi pada suhu 37o C selama 72 jam untuk
fermentasi menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan
isolat proteolitik. Pada perlakuan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan
proteolitik hasil optimum diperoleh pada saat fermentasi pada 30o C selama 72 jam.
Setiap perlakuan memberikan dampak perubahan nilai-nilai asam organik pada biji kopi
yamg signifikan. Perlakuan fermentasi menggunakan isolat xilanolitik memberikan peningkatan asam
askorbat serta penurunan kadar kafein tertinggi. Peningkatan asam butirat dan asam laktat serta
penurunan asam oksalat tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi menggunakan ketiga isolat.
Kata Kunci : kopi luwak, fermentasi, isolat, xilanolitik, selulolitik, proteolitik
PRODUKSI KOPI LUWAK SINTESIS SECARA ENZIMATIS
MENGGUNAKAN BAKTERI XILANOLITIK DAN KOMBINASI
DENGAN BAKTERI PROTEOLITIK DAN SELULOLITIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ANTON SUSILO
F34080076
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan
Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan
Selulolitik
Nama : Anton Susilo
NIM : F34080076
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Erliza Noor) (Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S.)
NIP. 19600201 19870 3 002 NIP. 19620327 198703 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Indrasti)
NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Produksi Kopi
Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan
Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen
Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi
ini.
Bogor, Januari 2013
Yang membuat pernyataan
Anton Susilo
F34080045
© Hak cipta milik Anton Susilo, tahun 2013
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Penulis lahir di Jember, Jawa Timur, 3 Mei 1989 dari pasangan Sukrisno
dan Sudarni sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis
menamatkan pendidikan jenjang sekolah dasar di SDN 1 Garahan,
Kabupaten Jember, Jawa Timur (2002), jenjang menengah pertama di
SMPN 1 Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2005), jenjang menengah
atas di SMAN 2 Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur (2008).
Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya ke jenjang sarjana
Teknologi Industri Pertanian dibawah Departemen Teknologi Industri
Pertanian (TIN), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA), Institut
Pertanian Bogor (IPB). Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif
diberbagai kegiatan non-akademik seperti himpunan profesi mahasiswa teknologi industri
(HIMALOGIN) sebagai anggota. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar seperti pelatihan
Good Laboratory Practices (GLP) dan pelatihan penulisan dan penyajian karya tulis ilmiah. Penulis
pernah menerima beasiswa Perhimpunan Orangtua Mahasiswa (POM). Penulis melaksanakan praktik
lapangan di PG. Semboro PTPN XI (PERSERO) Jawa Timur dan menyelesaikan tugas akhir
penelitian dengan judul “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri
Xilanolitik Dan Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik” dibawah bimbingan Erliza
Noor dan Anja Meryandini.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang senantiasa selalu
memberikan rahmat, nikmat, serta karuniaNya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul; “Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik Dan
Kombinasi Dengan Bakteri Proteolitik Dan Selulolitik”. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan
penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang dengan ikhlas dan senang hati
membantu baik dalam bentuk dukungan moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor dari Departemen Teknologi Industri Pertanian selaku dosen
pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan
mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. Anja Meryandini M.S. dari Departemen Biologi selaku dosen pembimbing kedua
yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis
selama penyusunan skripsi.
3. Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian beserta seluruh dosen dan karyawan atas
bantuan dan dukungannya selama menjalani pendidikan.
4. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sukrisno dan Ibunda Sudarni beserta seluruh keluarga;
Adik Mita, Adik Lia, dan Adik Sheza yang selalu memberikan semangat dan doanya.
5. Donatur serta Pengurus beasiswa POM dan BBM, Ibu Indah Yuliasih, dan Ramdhan
Salihudin selaku ketua BEM Fateta yang telah memberikan beasiswa dan bantuan finansial
kepada penulis baik untuk biaya pendidikan maupun biaya untuk penelitian akhir dan
penulisan skripsi.
6. Dinia Wihansah S.Stat yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menemani penulis
dalam mengerjakan penelitian dan memberi masukan tentang ilmu statistika dalam
penyelesaian skripsi.
7. Seluruh teman seperjuangan B.4 di Mahameru yang telah menemani dan berbagi bersama
dalam suka maupun duka selama menjalani pendidikan bersama di IPB selama ini.
8. Seluruh keluarga besar TIN 45 yang telah menemani perjalanan bersama selama mengikuti
pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB.
9. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa
mendukung penulis hingga saat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini belum sempurna. Segala bentuk kritikan dan
saran yang sifatnya membangun penulis harapkan agar untuk kedepannya skripsi ini dapat menjadi
lebih baik lagi. Demikian, semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan
rekan-rekan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2013
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................................................... 2
1.3. Ruang Lingkup ......................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3
2.1. Kopi ......................................................................................................................... 3
2.2. Kopi Luwak .............................................................................................................. 5
2.3. Bakteri Xilanolotik, Selulolitik, dan Proteolitik ......................................................... 6
2.4. Enzim Xilanase, Selulolase, dan Protease .................................................................. 7
2.5. Fermentasi Padat ....................................................................................................... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 11
3.1. Alat dan Bahan ......................................................................................................... 11
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 11
3.3. Metode Penelitian ..................................................................................................... 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 15
4.1. Karakterisasi Isolat Proteolitik................................................................................... 15
4.2. Fermentasi Padat Kopi .............................................................................................. 19
4.3. Analisa Hasil Fermentasi........................................................................................... 20
4.3.1. Aktivitas Enzim .............................................................................................. 21
4.3.2. Kadar Protein ................................................................................................. 25
4.3.3. Aktivitas Spesifik Enzim ................................................................................ 26
4.3.4. Gula Total dan Gula Pereduksi ........................................................................ 27
4.3.5. Derajat Polimerisasi ........................................................................................ 29
4.3.6. Susut Bobot .................................................................................................... 30
4.3.7. Asam-asam Organik Biji Kopi Hasil Fermentasi ............................................. 31
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 37
5.1. Simpulan .................................................................................................................. 37
5.2. Saran ........................................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 38
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 41
ix
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tabel 1. Komposisi kimia (%) pulp kopi ............................................................................... 4
2. Tabel 2. Komponen Organik lain dalam pulp kopi ................................................................. 5
3. Tabel 3. Total Plate Count (TPC) FLP 1 dan FLP 2 ............................................................... 18
4. Tabel 4. Aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilanase dengan selulolase hasil fermentasi. 22
5. Tabel 5. Aktivitas enzim protease hasil fermentasi ................................................................. 24
6. Tabel 6. Kadar protein hasil fermentasi ................................................................................. 25
7. Tabel 7. Aktivitas spesifik enzim xilanase dan kombinasi xilanase dan selulase ..................... 27
8. Tabel 8. Aktivitas spesifik enzim protease hasil fermentasi .................................................... 27
9. Tabel 9. Gula Total Hasil Fermentasi .................................................................................... 28
10. Tabel 10. Gula pereduksi hasil fermentasi ............................................................................. 29
11. Tabel 11. Derajat polimerisasi hasil fermentasi ...................................................................... 30
12. Tabel 12. Susut bobot kulit kopi hasil fermentasi ................................................................... 31
13. Tabel 13. Hasil analisa asam-asam organik ............................................................................ 35
14. Tabel 14. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease........................................................ 43
15. Tabel 15. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi . 49
16. Tabel 16. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi ...... 51
17. Tabel 17. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi ........................ 52
18. Tabel 18. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi ................ 54
19. Tabel 18. Hasil uji proksimat pada kulit kopi ......................................................................... 56
x
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Gambar 1. Penampang melintang buah kopi ........................................................................ 4
2. Gambar 2. Diagram alir proses fermentasi kopi ................................................................... 13
3. Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri FLP 1 dan FLP 2 ............................................................. 16
4. Gambar 4. Aktivitas proteolitik FLP 1 dan FLP 2 ................................................................ 17
5. Gambar 5. Aktivitas spesifik FLP 1 dan FLP 2 .................................................................... 18
6. Gambar 6. Kadar protein FLP 1 dan FLP 2 .......................................................................... 18
7. Gambar 7. Grafik aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilase dengan selulolase .............. 23
8. Gambar 8. Grafik aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi ......................................... 24
9. Gambar 9. Grafik kadar protein pada hasil fermentasi .......................................................... 26
10. Gambar 10. Skema biosintesis asam L-askorbat .................................................................. 32
11. Gambar 11. Proses metabolisme pembentukan asam sitrat ................................................... 34
12. Gambar 12. Persentase penurunan kadar kafein biji kopi ..................................................... 36
13. Gambar 13. Kurva standar protein ....................................................................................... 45
14. Gambar 14. Kurva standar gula total ................................................................................... 47
15. Gambar 15. Kurva standar xilosa ........................................................................................ 47
16. Gambar 16. Kurva standar gula pereduksi gabungan ............................................................ 48
17. Gambar 17. Penampakan FLP 1 pada media skim milk ........................................................ 57
18. Gambar 18. Penampakan FLP 2 pada media skim milk ........................................................ 57
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. halaman
1. Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan..................................................... 42
2. Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein ........................... 44
3. Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase, gula total, dan gula
pereduksi ................................................................................................................................. 46
4. Lampiran 4. Perhitungan residu kulit kopi hasil fermentasi ....................................................... 59
5. Lampiran 5. Analisa data statistika ........................................................................................... 50
6. Lampiran 6. Hasil analisa buah kopi dan gambar isolat proteolitik ............................................ 57
1
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kopi merupakan salah satu komoditi yang memberikan devisa cukup besar bagi
negara. Tanaman kopi salah satu tanaman penting yang mempunyai nilai ekonomi dan
dikembangkan secara komersil. Kopi merupakan minuman internasional yang digemari oleh
bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia. Seduhan kopi terkenal sebagai sejenis minuman yang
berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi yang berfungsi sebagai stimulant
atau minuman perangsang kerja saraf sehingga banyak disebut sebagai minuman penyegar. Jenis
kopi yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jenis kopi robusta dan kopi arabika.
Masing-masing jenis kopi tersebut memiliki keunikan tersendiri. Kopi arabika merupakan jenis
kopi tertua yang dikenal dengan cita rasa terbaik dan banyak dibudidayakan di dunia. Sebagian
besar kopi yang dikonsumsi merupakan hasil olahan kopi jenis ini. Kopi ini tidak tahan terhadap
hama dan penyakit. Kopi robusta merupakan kopi kelas 2 dengan rasa yang lebih pahit, sedikit
lebih asam, dan mengandung kafein yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kopi
arabika. Kopi robusta lebih tahan hama dan penyakit. Jenis kopi lain yang juga dapat ditemui di
Indonesia adalah kopi luwak yang merupakan turunan dari kopi arabika maupun kopi robusta.
Kopi luwak merupakan kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan
melewati saluran pencernaan luwak. Kopi luwak memiliki cita rasa yang unik karena kopi segar
yang telah dimakan oleh luwak mengalami proses fermentasi dalam perut luwak dan hal inilah
yang menyebabkan harga jual kopi luwak ini sangat mahal. Selain rasa khusus yang dimiliki
oleh kopi luwak, faktor lain yang mempengaruhi tingginya harga jual kopi luwak adalah
keterbatasan jumlah kopi luwak yang diproduksi oleh luwak. Agar diperoleh sejumlah kopi
luwak maka diperlukan jenis kopi tertentu sesuai dengan kemauan luwak untuk memakannya.
Biasanya kopi yang disukai oleh luwak merupakan kopi yang memiliki penampakan warna
merah mencolok dan tingkat kematangan buah tertentu. Selain itu luwak yang hidup pada saat ini
jumlahnya sangat terbatas, jadi apabila diharapkan jumlah kopi luwak dalam kapasitas yang
besar sangat tidak memungkinkan. Agar dapat memproduksi dalam skala industri, maka kondisi-
kondisi yang telah disebutkan diatas merupakan kendala yang dapat menghambat proses
produksi dalam skala besar karena pada dasarnya harapan pembangunan industri suatu jenis
produk adalah untuk memperoleh produk dalam jumlah yang maksimum, waktu yang minimum
dan kualitas produk yang baik atau optimum. Selain kelangkaan kopi luwak ini yang
menyebabkan harga jualnya menjadi tinggi terdapat suatu masalah yang menyebabkan kopi
luwak ini menjadi kontroversi yaitu mengenai kehigienisan kopi luwak ini. Beberapa kalangan di
masyarakat mempermasalahkan kehigienisan kopi luwak yang pada dasarnya merupakan biji
kopi sekaligus kotoran dari luwak.
Dari penjelasan diatas maka perlu dicari alternatif solusi agar diperoleh kopi yang
memiliki kualitas setara atau mendekati kualitas kopi luwak asli dengan produktivitas yang lebih
besar, harga jual yang terjangkau oleh masyarakat sekaligus terjamin kehigienisan dari kopi yang
dihasilkan.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara memodifikasi proses
yang menghasilkan kopi luwak atau dengan kata lain membuat kopi luwak secara sintesis dengan
2
memanfaatkan bakteri pada kotoran luwak sebagai isolat dalam proses fermentasi kopi. Bakteri
yang diperoleh dari kopi luwak diharapkan dapat memberikan suatu proses enzimatis yang
mampu mendegradasi kulit kopi dan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat memberikan
cita rasa ataupun aroma pada biji kopi sehingga kopi hasil hasil fermentasi memiliki kualitas
yang setara atau mendekati kualitas kopi luwak asli. Kulit kopi tersusun atas beberapa
polisakarida dan protein. Polisakarida yang banyak menyusun kulit kopi adalah xilan dan
selulosa. Oleh karena itu bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan kopi luwak secara
sintetis adalah bakteri pendegradasi xilan, selulosa, dan protein.
1.2. TUJUAN
Tujuan dari penelitian mengenai produksi kopi luwak secara enzimatis menggunakan
bakteri xilanolitik dan proteolitik ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan isolat proteolitik terbaik dari dua isolat proteolitik yang telah diseleksi
dari kotoran luwak.
2. Mendapatkan suhu dan lama waktu fermentasi yang memberikan hasil yang optimum.
3. Mendapatkan hasil fermentasi terbaik dari fermentasi kopi yang dilakukan dengan
menggunakan FLX 3, kombinasi FLX 3 dengan isolat proteolitik terpilih dan
kombinasi FLX 3, isolat proteolitik terpilih dan FLS 1.
1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1. Karakterisasi isolat proteolitik untuk memilih isolat terbaik dari dua isolat proteolitik yang
telah berhasil diisolasi pada penelitian terdahulu.
2. Produksi kopi luwak sintesis dengan memfermentasi kopi menggunakan isolat xilanolitik
dan isolat xilanolitik yang dikombinasikan dengan isolat proteolitik serta kombinasi antara
isolat xilanolitik, proteolitik dan isolat selulolitik.
3. Analisa hasil fermentasi kopi yang meliputi susut bobot, total gula, gula pereduksi, aktivitas
enzim, kadar protein dan analisa asam-asam organik.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KOPI
Menurut Ridwansah (2003), kopi (Coffee sp) adalah suatu jenis tanaman tropis yang
dapat tumbuh baik pada hampir seluruh daerah tropis terkecuali pada tempat-tempat yang
memiliki ketinggian terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin dan di daerah tandus
yang memang tidak cocok untuk pertumbuhannya. Sekitar 50 negara di benua Afrika, Amerika,
dan Asia menghasilkan kopi dari sekian banyak kebun yang terpencar di dataran rendah, dataran
sedang dan pegunungan. Sekitar lebih dari 11.5 juta ha lahan tanaman telah dibudidayakan oleh
sekurang-kurangnya 50 juta keluarga petani perkebunan kopi dihasilkan 3.5 juta ton kopi setiap
tahun untuk memenuhi kebutuhan kopi seluruh penduduk dunia.Pada mulanya orang
memanfaatkan sari dari daun muda dan buah segar sebagai bahan minuman yang diseduh dengan
air panas. Kegemaran minum kopi cepat meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara
penggunaan dan pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan cara terlebih dahulu dikeringkan
dan kemudian bijinya disangrai lalu dijadikan bubuk sebagai bahan minuman. Hal utama yang
paling menentukan cita rasa adalah cara pengolahan di pabrik. Penyangraian biji kopi akan
mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya,
bertambah besarnya ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai
akan mengalami perubahan kimia sehingga menentukan rasa seduhan kopi .Menurut catatan
sejarah, tanaman kopi mulai dikenal pertama kali di Afrika tepatnya Ethiopia dan untuk kali
pertamanya kopi dikenal di Indonesia pada periode tahun antara tahun 1696-1699 yang
diperkenalkan oleh VOC.
Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terbagi menjadi 2 golongan yang
terkenal yaitu kopi arabika dan kopi robusta.. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang
tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai
ketinggian sekitar 1.000 m diatas permukaan laut, dan di daerah-daerah dengan suhu sekitar
20oC. Tanaman kopi arabika menghendaki daerah-daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian
sekitar 1700 m diatas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-16°C. Agar kopi dapat tumbuh
dengan subur diperlukan curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu
musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan pada waktu pemetikan
buah. Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah setelah umur 4-5 tahun tergantung pada
pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun
dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun. Jika pemeliharaan tanaman kopi baik makan akan
menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun.
Kopi memiliki 4 bagian utama, yaitu biji kopi (endosperm), kulit kopi (endokarp),
lapisan lendir (mesokarp), dan dan pulp (eksokarp). Kulit kopi merupakan limbah yang
mengandung hemiselulosa dan protein. Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis. Buah yang
masih muda memiliki penampakan kulit berwarna hijau tua yang kemudian berangsur-angsur
berubah menjadi hijau kuning, kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah hitam kalau
buah itu telah masak sekali. Dalam keadaan masak, daging buah dan rasanya agak manis.
Keadaan kulit bagian dalam, yaitu endokarpnya cukup keras dan kulit ini biasanya disebut kulit
tanduk. Biji buah kopi terdiri atas dua bagian, yaitu kulit biji atau yang lebih dikenal dengan
4
nama kulit tanduk dan putih lembaga (endosperm). Pada permukaan biji di bagian yang datar,
terdapat saluran yang arahnya memanjang dan dalam, merupakan celah lubang yang panjang,
sepanjang ukuran biji. Sejajar dengan saluran itu , terdapat pula satu lubang yang berukuran
sempit, dan merupakan satu kantong yang tertutup. Di sebelah bawah dari kantong itu terdapat
lembaga (embrio) dengan sepasang daun yang tipis dan dasar akar. Kedua bagian ini berwarna
putih. Buah kopi pada umumnya mengandung 2 butir biji, tetapi kadang-kadang mengandung
hanya 1 butir saja. Pada kemungkinan yang pertama biji-bijinya mempunyai bidang datar (perut
biji) dan bidang cembung (punggung biji). Padakemungkinan yang kedua biji kopi berbentuk
bulat panjang (kopi jantan).Berikut gambar penampang melintang buah kopi :
Gambar 1. Penampang melintang buah kopi (Elias, 1979)
Menurut Elias (1979) pulp kopi memiliki kandungan senyawa-senyawa sumber
karbon, nitrogen, dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Adapun
komposisi kimia kulit kopi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia (%) pulp kopi
Komponen Pulp kopi segar Pulp kopi kering Fermentasi alamiah
dan kering
Air 76.7 12.6 7.9
Bahan Kering 23.3 87.4 92.1
Serat 0,48 2.5 2.6
Protein 3.4 21.0 20.8
Abu 2.1 11.2 10.7
Ekstrak bebas N 15.8 8.3 8.8
Sumber. Elias (1979)
Elias juga menjelaskan bahwa dalam pulp kopi juga terdapat komponen organik lain
yang mempengaruhi cita rasa dan kualitas biji kopi setelah dipisahkan dengan kulitnya.
Komponen organik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
5
Tabel 2. Komponen Organik lain dalam pulp kopi
Komponen Persentase
Tanin 1.80-8.56
Pektin 6.5
Gula pereduksi 12.4
Gula non pereduksi 2.0
Kafein 1.3
Asam khlorogenat 2.6
Asam kafeat 1.6
Sumber : Elias (1979)
2.2. KOPI LUWAK
Menurut Buldani (2011), kopi luwak merupakan kopi yang diproduksi dari biji kopi
yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Secara sederhana, kopi luwak
adalah kopi yang dihasilkan oleh binatang luwak. Kopi luwak berasal dari biji kopi arabika atau
kopi robusta yang sudah melewati proses fermentasi secara alami dalam perut atau pencernaan
hewan luwak. Kopi luwak adalah buah kopi yang matang di pohonnya yang kemudian dimakan
oleh binatang luwak sehingga mengalami proses fermentasi secara alami dalam pencernaan
luwak selama 8-12 jam. Kopi tersebut dikeluarkan kembali (feses) dalam keadaan utuh. Jadi, di
dalam pencernaan luwak biji kopi tersebut tetap utuh dan tidak tercerna akibat kulit tanduk kopi
yang keras. Luwak hanya melumat zat pemanis (lendir) yang melapisi biji kopi, sedangkan kulit
luarnya tidak dimakan namun di keluarkan lewat bagian samping mulutnya, sehingga kopi yang
ditelanoleh luwak adalah hanya biji kopinya saja. Feses yang keluar masih berupa kopi utuh
dengan bentuk biji kopi.
Indonesia merupakan negara pertama penghasil luwak yang sudah dikenal di dunia.
Luwak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan hewan menyusui (mamalia) yang hidup
nocturnal atau aktif dimalam hari dengan habitat di pepohonan. Luwak termasuk genus
Paradoxurus dan famili Viverridae yang memakan hewan peliharaan, sepert ayam, bebek,
kelinci, dan marmut. Selain itu, luwak juga memakan buah-buahan yang memiliki rasa manis.
Salah satu buah yang sering dicari oleh luwak adalah buah kopi yang benar-benar sudah matang.
Biji buah kopi dilindungi oleh kulit keras sehingga tidak dapat dicerna dengan baik dalam
saluran pencernaan luwak dan dikeluarkan dalam keadaan utuh bersama kotorannya. Selama
proses pencernaan, biji kopi mengalami fermentasi singkat oleh bakteri alami. Proses
pencernaan oleh mikroba yang intensif berlangsung pada bagian usus halus (Intestinum Tenue)
dan bagian usus besar (Colon). Enzim-enzim yang terdapat di saluran pencernaan dipercaya
dapat menghasilkan kopi yang terfermentasi menjadi lebih unik dengan cita rasa dan aroma yang
khas (Panggabean 2011).
Proses fermentasi kopi luwak berasal dari enzim dan bakteri baik dalam perut luwak
yang membuat biji kopi di fermentasi dengan sempurna. Belum ada satupun kopi di dunia ini
yang memiliki fermentasi sempurna melebihi fermentasi dari perut luwak. Enzim dalam perut
luwak tersebut mampu mengurangi kadar protein dalam biji kopi, sehingga kadar pahit dalam
kopi luwak pun tidak sepahit kopi biasa. Karena kandungan protein kopi lah yang membuat kopi
6
tersebut pahit. Kopi luwak memiliki rahasia kenikmatan yang menjadikan kopi tersebut paling
nikmat di dunia. Ternyata sumber kenikmatan ini terletak pada proses fermentasi di dalam perut
luwak. Proses terbentuknya feses luwak berupa “gumpalan” biji kopi dimulai saat buah kopi
yang sudah matang berwarna merah dimakan oleh luwak (musang). Di dalam perutnya, buah
kopi diuraikan oleh enzim proteolitik. Secara umum komponen pada kopi yang diuraikan dalam
perut luwak antara lain protein, selulosa, xilan, dan beberapa mineral. Kenikmatan kopi luwak
juga dipengaruhi oleh faktor berbagai rangkaian proses fermentasi dan pengolahannya. Adapun
faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Buah yang dikonsumsi oleh luwak merupakan buah kopi yang sudah matang optimal yang
kemudian akan disortir kembali oleh luwak berdasarkan indera penciumannya.
2. Proses pengupasan kulit buah oleh sistem pencernaan luwak hasilnya lebih baik
dibandingkan dengan pengupasan kulit buah menggunakan proses pengolahan kering atau
pengolahan basah oleh manusia.
3. Proses fermentasi pelepasan senyawa lendir yang terdapat pada kulit tanduk biji kopi
berjalan sempurna oleh sistem pencernaan luwak.
4. Tempering atau pendinginan secara bertahap atau perlahan-lahan dapat membantu proses
fermentasi sempurna. Dengan mengeringkan feses dengan cara mengangin-anginkan akan
menghasilkan kopi yang lebih baik.
Karena berbagai proses dan faktor di atas, menjadi kopi luwak sangat sulit diproduksi secara
besar-besaran. Dengan demikian harga kopi luwak juga menjadi sangat mahal, bahkan menjadi
kopi termahal di seluruh dunia. Kepopulerannya telah merambah ke seluruh penjuru dunia
karena rasanya yang sangat “spesial” tersebut (Pangabean 2011).
2.3. BAKTERI XILANOLITIK, SELULOLITIK, DAN PROTEOLITIK
Mikroorganisme memiliki peran yang cukup besar dalam siklus berbagai unsur seperti
siklus karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur yang lain. Peran mikroorganisme menjadi
penting karena dapat menjaga keseimbangan unsur-unsur yang ada di alam (Akhdiya 2003).
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Sri Laksmi Dewi pada tahun 2011,
dijelaskan bahwa pada kotoran luwak ada tiga kelompok besar bakteri yang berhasil diseleksi
pada jenis-jenis media berbeda yaitu bakteri selulolitik (FLS 1), xilanolitik (FLX 3), dan
proteolitik (FLP 1 dan FLP 2).Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan
enzim selulase sehingga mampu mendegradasi selulosa.Bakteri xilanolitik merupakan bakteri
yang mampu menghasilkan enzim xilanase sehingga mampu mendegradasi xilan.Bakteri
proteolitik merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim protease sehingga mampu
mendegradasi protein.Setiap bakteri yang telah lolos seleksi memiliki karakteristk yang berbeda-
beda seperti aktivitas enzin, aktivitas enzim spesifik, dan kurva tumbuh.Dari ketiga kelompok
bakteri tersebut bakteri yang berhasil di karakterisasi hanya bakteri xilanolitik dan selulolitik.
Hasil karakterisasi, berdasarkan kurva tumbuh maka dapat dilihat fase eksponesial untuk bakteri
selulolitik adalah pada jam ke 18-22 sedangkan waktu awal untuk mengisolasikan bakteri
xilanolitik dalam fermentasi kopi adalah pada jam ke 20-24. Dari hasil identifikasi ketiga bakteri
diketahui bahwa FLX 3 adalah Stenotropomonas sp MH34, FLS 1 adalah Proteus penneri,
FLP 1 adalah Bacillus aerophilus, dan FLP 2 adalah Stenotropomonas sp MH3.
7
2.4. ENZIM XILANASE, SELULASE DAN PROTEASE
Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun atas serangkaian asam amino dalam
komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan industri. Jenis atau macam-macam enzim yang ada saat ini sudah cukup banyak dan
penggunaanya juga sudah cukup luas. Beberapa enzim yang banyak digunakan antara lain enzim
selulase, xilanase, pektinase, protease, enzim pendegradasi lemak dan lain-lain (Richana et al
2004).
Enzim xilanase merupakan enzim kompleks yang terdiri atas 1,4-β-endoxilanase, β-
xilosidase, α-L-arabinofuranosidase, α-glukuronidase, asetil xilan esterase dan asam fenolat
(asam ferulat dan asam fumarat) esterase. Salah satu persyaratan utama menggunakan susbtrat
untuk produksi xilanase adalah kandungan xilan yang tinggi, yang biasanya ditunjukkan oleh
kandungan hemiselulosanya. Xilan merupakan hemiselulosa yang merupakan polimer dari
pentosa atau xilosa dengan ikatan ß-1,4 yang jumlah monomernya berkisar 150-200 unit.
Hemiselulosa sendiri merupakan polimer dari monomer gula (gula-gula anhidro) yang dapat
dikelompokkan menurut penyusunnya yaitu heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa), pentosa
(xilosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa), asam heksuronat (glukoronat, metilglukoronat dan
galakturonat) dan deoksi heksosa (rhamnosa dan fruktosa). Rantai utama hemiselulosa dapat
hanya terdiri atas satu macam monomer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat terdiri
dua atau lebih monomer (heteropolimer), misalnya glukomanan (Kulkarni et al., 1999)..
Menurut Richana (2007) , kebanyakan xilanase murni hanya memiliki satu aktivitas,
namun beberapa lignoselulolitik enzim dilaporkan memiliki spesifisitas substrat yang luas.
Semula diduga hal itu disebabkan oleh tidak murninya enzim dan substratnya. Namun penelitian
lebih mendalam menunjukkan bahwa beberapa enzim yang dimasukkan dalam famili 16; 52 dan
62 merupakan enzim bifungsional yang memiliki 2 katalitik domain dimana salah satunya
merupakan katalitik domain dari xilanase famili 10 atau 11.
Xilanase juga diketahui memiliki aktivitas lain selain aktivitas xilosidase. Xilanase
Clostridium stercorarium mampu menghidrolisis substrat p-NP- β-D-xilopiranosida dan p-NP-α-
L-arabinopiranosida (Xilanase Clostridium cellulovorans diketahui memiliki aktivitas glikosil
hidrolase famili 11 dan asetilxilan esterase. Kecambah Hordeum vulgare L menghasilkan β-D-
xilosidase dan α-L-arabinofuranosidase dengan BM yang sama (67 kDa) tetapi memiliki pI
berbeda. Masing-masing enzim tersebut dapat menghidrolisa substrat p-NP-β-D-xilosida dan p-
NP-α-L-arabinofuranosida tetapi efesiensi katalitiknya berbeda. Aktivitas β-D-xilosidase
terhadap p-NP-β-D-xilosida 30 kali lipat aktivitasnya terhadap p-NP-α-L-arabinofuranosida,
sedangkan aktivitas α-L-arabinofuranosidase terhadap p-NP-α-L-arabinofuranosida hanya sedikit
lebih tinggi dibandingkan aktivitasnya terhadap p-NP-β-D-xilosida. Xilanase (Xyl2 dan Xyl3)
Streptomyces sp. strain S38 juga mampu menghidrolisa substrat p-NP-xilosida dan p-NP-
selobiosida sedangkan Xyl1 tidak (Sanghi et al 2009).
Struktur dasar molekul selulosa adalah suatu polimer yang tersusun dari 8 sampai 12
ribu unit glukosa yang masing-masing diikat oleh β-1,4-glikosidik (Enari 1983 didalam Fikrinda
et al. 2000). Ikatan glikosidik tersebut pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer
glukosa. Proses pengubahannya dilakukan dengan cara hidrolisis asam atau secara biologis
melalui aktivitas enzim selulase (Hardjo et al., 1989). Enzim selulase dikelompokkan
berdasarkan spesifisitas aktivitasnya terhadap substrat yaitu endoglukanase, selobiohidrolase,
dan eksoglukohidrolase. Ketiga enzim tersebut bekerja sama dalam mengurai selulosa.
8
Bagian amorf selulosa dapat dihidrolisis dengan cepat, dan kecepatan hidrolisis ini
akan menurun karena semakin banyaknya daerah kristal pengikat selulosa. Enzim endoglukanase
(CMC-ase) bekerja pada bagian amorf selulosa yang sangat mudah mengalami hidrolisis.
Kecepatan hidrolisis senyawa komplek seperti selulosa oleh selulase, ditekankan kepada
aktivitas glukanase atau endoglukanase yang merupakan salah satu komponen utama dari enzim
selulase dan mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosidik secara acak (Enari 1983 didalam
Fikrinda et al. 2000). Enzim glukanase tidak memutus ikatan selobiosa, tetapi menghidrolisis
selodekstrin. Glukanase juga menghidrolisis selulosa yang sebelumnya telah dihidrolisis
ikatannya oleh asam fosfat menjadi ikatan selulosa yang mudah tersubstitusi, contohnya adalah
carboxymethylcellulose (CMC) dan hydroxyethyl-cellulose (HEC).
Akses enzim selulase terhadap selulosa pada lignoselulosa menjadi yang penting
dalam degradasi selulosa. Selulosa memiliki akses baik eksternal (dipengaruhi oleh bentuk dan
ukuran particle) dan internal (struktur kapiler pada fibers). Pada lignoselulosa yang tidak
dilakukan pretreatment hanya sedikit pori yang dapat digunakan sebagai akses enzim selulase
terhadap sustrat. Pada pretreatment yang dilakuan untuk menghilangkan hemiselulosa
menunjukan terjadi peningkatan pori dan terdapat permukaan spesifik. Hasil hidrolisis berkaitan
dengan volume pori yang digunakan dalam akses enzim selulase. Pada beberapa penelitian
diketahui bahwa pengeringan lignoselulosa menurunkan kapileritas sel dan menurunkan pori
sehingga menurunkan efektifitas enzim selulase. Kandungan lignin dalam lignoselulosa dan
persebarannya mempengaruhi degradasi selulosa. Kemampuan degradasi selulosa oleh bakteri
berbeda dengan kemampuan degradasi fungi dalam mendegradasi selulosa. Bakteri memiliki
kecenderungan untuk mendegradasi selulosa crystalline dibandingkan dengan sisi amorphous,
dan kemampuan ini dimiliki oleh hampir semua bakteri pendegradasi selulosa baik secara aerob
atau anaerob. Namun karena selulosa crystalline tidak dapat didegradasi oleh enzim selulase
tunggal karena sifat selulosa crystalline yang rigrid, maka diduga degradasi selulosa crystalline
dilakukan lebih dari satu enzim. Sedangkan fungi memiliki kecenderungan untuk mendegrdasi
selulosa pada sisi amorphous dibandingkan dengan sisi crystalline (Palonen 2004).
Protease merupakan enzim kompleks yang bekerja dalam proses hidrolisis molekul
protein. Protease adalah kelompok enzim penting dalam industri, terhitung sebanyak 60% dari
penjualan enzim protease di seluruh dunia karena protease memiliki potensi yang sangat berguna
dalam industri. Enzim protease diklasifikasikan sebagai asam, enzim netral dan basa berdasarkan
pH. Pada saat ini protease telah diproduksi dengan dua metode, yaitu fermentasi gabungan
fermentasi substarat padat dan cair yang biasa disebut dengan SmF (Submerged Fermentation)
dan fermentasi substrat padat atau biasa disebut SSF (Solid State Fermentation) (Radhaet al
2012).
Enzim protease dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan maupun mikroorganisme.
Enzim yang berasal dari tanaman maupun hewan memiliki kelemahan apabila digunakan atau
diproduksi, hal tersebut dikarenakan jaringan pada tanaman mengandung bahan yang berbahaya,
seperti senyawa fenolik, faktor fisiologi pada organisme yang membutuhkan waktu sangat lama
dan adanya inhibitor enzim. Enzim protease yang digunakan dalam bidang industri umumnya
diproduksi dari mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme untuk produksi enzim protease
mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya mudah diproduksi dalam skala besar, waktu
produksi relatif pendek serta dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan biaya yang
relatif rendah (Thomas 1989).
9
Menurut Akhdiya (2003), adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu
faktor penting dalam usaha produksienzim. Oleh karena itu, eksplorasi mikroorganisme yang
berpotensi sebagai penghasil protease perludilakukan di Indonesia. Keragaman hayati Indonesia
yang tinggi memberikan peluang yang besar untuk mendapatkan mikroorganisme yang potensial
untuk dikembangkan sebagai penghasil enzim protease.
Medium yang mengandung kasein merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi
bakteri penghasil enzim protease dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin . Media yang
digunakan untuk skrining bakteri penghasil protease adalah media padat dengan komposisi sama
media isolasi, tetapi ditambah skim milk 2%. Sterlisasi media dilakukan pada suhu 1210 C selama
15 menit jika media di tambah bahan tambahan yang sejenis dengan skim milk, maka sterilisasi
dilakukan selama 10 menit pada suhu 110o C. Media yang sudah streril dicampur dan dituang ke
dalam petri steril, dan didiamkan sempai memadat (Kalaiarasi dan Sunitha 2009).
Kemampuan bakteri terhadap aktivitas proteolitik secara kualitatif diuji dengan
menumbuhkan satu loopfull isolat bakteri pada permukaan media selektif, setelah ditumbuhkan
pada media selektif lalu diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 sampai 48 jam, aktivitas
mikroba dalam mendegradasi protein ditunjukkan dengan adanya zona halo (lingkaran jernih) di
sekitar koloni. Isolat dengan nilai indeks proteolitik tertinggi dilanjutkan dengan uji aktivitas
enzim proteaseProduksi enzim dari bakteri terpilih dapat dilihat menggunakan starter hasil
inokulasi bakteri terpilih dalam media Nutrient Broth (NB) dan telah diinkubasi pada shaker
incubator dengan kecepatan 100 rpm selama 24 jam. Starter yang telah berumur 24 jamtersebut
di ukur nilai Optical density (OD) pada λ = 660 nm, sampai didapatkan Optical density (OD)
sebesar 0,5.Sebanyak 1% starter diinokulasikanke dalam 20 ml media produksi (media susu skim
dan media Bussnell Hass). Kultur diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 130 rpm
pada suhu kamar selama 3 hari, dan dilakukan pengambilan sampel kultur setiap 4 jam sekali.
Pada setiap pengambilan kultur setelah 4 jam sekali, kultur tersebut disentrifugasi pada
kecepatan 9.000 rpm selama 15 menit yang digunakan untuk memisahkan filtrat atau supernatant
dari biomassa sel. Supernatan yang diperoleh diukur aktivitas proteolitiknya (Putri et al 2012).
Menurut Muthulakshmiet al (2011), mikrorganisme produsen protease seperti bakteri
asam laktat akan tumbuh baik pada suhu antara 30o C sampai 40o C. Pada suhu dibawah 30o C
pertumbuhan bakteri pembusuk lebih tinggi dibandingkan bakteri asam laktat.
2.5. FERMENTASI PADAT
Saat ini produksi enzim banyak dilakukan dengan metode fermentasi fasa padat atau
solid state fermentation (SSF). Prinsip dasar SSF adalah pertumbuhan mikroba pada substrat
padat basah dengan kadar air rendah atau berada di dalam pori tanpa adanya pergerakan air
namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan
metabolisme mikroba. Proses produksi dengan SSF memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan metode lain seperti sub merged fermentation. Keuntungan dari sisi
ekonomi diantaranya adalah medium fermentasi yang lebih murah, peralatan dan pengaturan
operasi sederhana diperoleh jumlah produk yang lebih tinggi, kebutuhan energi yang rendah,
proses scaling up yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih tinggi dan pengendalian
kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi berlangsung. (Prabakhar
2005).
10
Menurut Shah dan Madamwar (2005), salah satu faktor utama keberhasilan proses SSF
adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan sebagai tempat hidup dan
sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu substrat padat
sebaiknya mengandung makronutrisi (karbon, nitrogen), mikronutrisi dan elemen-elemen lainnya
yang dapat mendukung aktivitas mikroba. Kadar air (moisture content) merupakan faktor
terpenting penentu keberhasilan proses SSF. Kadar air dalam proses SSF diperoleh dengan cara
membasahi substrat padat dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Kadar air ini
berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang digunakan sebagai medium fermentasi yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk. Jika
kadar air proses SSF terlalu tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel
dan tekstur substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air
proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat akibatnya
pertumbuhan mikroba terganggu sehingga produksi enzim akan terhambat.
11
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan dalam proses karakterisasi isolat proteolitik dan proses
produksi kopi luwak sintesis adalah spektrofotometer, sentrifuse, laminar Air Flow, Shaker
inkubator, vortex, neraca analitik, Erlenmeyer, pipet mikro, botol Durham, cawan petri, pH
meter, jarum inokulasi, tabung reaksi, autoklaf, penangas air, alat-alat gelas, pisau, blender,
ayakan 40 mesh, dan berbagai peralatan laboratorium mikrobiologi lainnya.
Isolat yang digunakan meliputi isolat yang diperoleh dari peneliti terdahulu dimana
isolat tersebut berasal dari biji kopi yang ada pada feses luwak segar yang diperoleh dari
perkebunan kopi, Dusun Cukul Rt 03/07, Desa Pangalengan Bandung. Identifikasi yang
dilakukan oleh tim peneliti sebelumnya (2011) terhadap isolat yang digunakan pada penelitian
ini menyebutkan bahwa isolat tersebut adalah Stenotropomonas sp MH34 (FLX 3), Proteus
penneri (FLS 1), Bacillus aerophilus (FLP 1) dan Stenotropomonas sp MH3 (FLP 2). Bahan
baku yang digunakan adalah kulit kopi arabika yang berasal dari tempat yang sama dari isolat
yang digunakan. Media penumbuhan isolat adalah media xilan (birchwood) untuk bakteri
xilanolitik, media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk bakteri selulotik, dan media skim
(Skim Milk) untuk bakteri proteolitik. Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl fisiologis,
Asam Dinitro Salisilat, bufer tris, bufer fosfat, fenol 5%, asam sulfat (H2SO4), Larutan BSA
(Bovin Serum Albumin), pewarna folin, larutan tirosin, larutan kasein, akuades, alkhohol 70%,
Larutan Na2CO3 dan larutan Bradford.
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012 di
Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB), Laboratorium Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fateta - Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Sea Fast Fateta - Institut
Pertanian Bogor.
3.3. METODE PENELITIAN
Penelitian terdiri atas 2 tahap yaitu tahap pertama adalah karakterisasi isolat
proteolitik FLP 1 dan FLP 2, dan tahap kedua adalah fermentasi kopi menggunakan isolat
terpilih yaitu isolat xilanolitik (FLX 3), kombinasi isolat FLX 3dengan isolat proteolitik terpilih
dan kombinasi FLX 3, isolat selulolitik (FLS 1) dan isolat proteolitik terpilih. Adapun prosedur
untuk masing-masing tahap memiliki kesamaan akan tetapi ada beberapa prosedur pengujian
yang dilakukan pada saat fermentasi kopi tidak dilakukan pada saat karakterisasi isolat
proteolitik. Berikut prosedur pengujian yang dilakukan pada masing-masing tahap.
12
3.3.1. Karakterisasi Isolat Proteolitik
Karakterisasi isolat proteolitik dilakukan dengan pengukuran kurva tumbuh,
aktivitas enzim, kadar protein dan perhitungan jumlah sel isolat yang ditumbuhkan pada
media padat campuran 2,6 gram Nutrient Broth, 1 gram susu skim, dan 4 gram agar di
cawan petri (Lampiran 1).
Pembuatan kurva tumbuh untuk kedua isolat proteolitik dilakukan dengan
peremajaan isolat pada media agar-agar skim milk dicawan petri dan ditumbuhkan pada
suhu ruangan selama ± 48 jam. Isolat yang terbentuk ditumbuhkan pada media cair skim
milk untuk menentukan kurva pertumbuhan melalui pengukuran kekeruhan (Optical
Density) setiap 6 jam menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 620
nm.
Pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein dilakukan dengan
pembuatan inokulum yang dilakukan dengan mengambil 1-2 koloni dan ditumbuhkan
dalam 10 ml media cair skim milk pada tabung reaksi, diinkubasi pada suhu ruang selama
24 jam. Sebanyak 1 ml inokulum dikultivasikan ke dalam masing-masing labu
Erlenmeyer berisi 100 ml media cair skim milk. Inkubasi dilakukan pada shaker
inkubator dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruang. Pengukuran aktivitas enzim
dilakukan setiap 6 jam. Enzim ekstrak kasar diperoleh melalui sentrifugasi kultur pada
3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Enzim ekstrak kasar digunakan untuk
pengujian aktivitas enzim dan kadar protein. Enzim diukur dengan menghitung jumlah
enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 µg tirosin (ekuivalen)/menit/ml larutan
enzim dari substrat kasein pada kondisi pengujian tersebut. Prosedur pengujian aktivitas
enzim disajikan pada Lampiran 1. Kandungan protein di uji dengan metode Bradford
(1976) dan menggunakan larutan BSA (0-1 mg/ml) sebagai standar (Lampiran 2).
Selanjutnya perhitungan jumlah sel isolat proteolitik dihitung menggunakan
metode Total Plate Count (TPC).
3.3.2.Fermentasi Kopi
Fermentasi kopi dilakukan dengan menginokulasikan 10 % isolat yang telah
mencapai fase eksponensialnya setelah ditumbuhkan pada media cair ke dalam campuran
5 gram kulit kopi dan 10 gram biji kopi. Kulit kopi dengan kadar air 40% yang telah
dihaluskan hingga 40 mesh dan biji kopi dicampur dalam satu wadah kecil tertutup dan
diinokulasikan isolat terpilih diinkubasi pada suhu 30o C dan 37o C. Jumlah isolat untuk
perlakuan pertama adalah 10 % FLX 3, perlakuan kedua 5 % FLX 3 dan 5% FLP1, dan
perlakuan ketiga 3.4 % FLX 3, 3.3 % FLP 1, dan 3.3 % FLS 1.
Analisa dilakukan setiap 24 jam sekali dan fermentasi dilakukan selama 84
jam. Khusus untuk analisa ke-4 dilakukan 12 jam setelah analisa ke-3. Adapun analisa
yang dilakukan antara lain pengujian aktivitas enzim, pengujian cairan hasil fermentasi
yang meliputi analisa gula total, gula pereduksi, kadar protein, dan pengamatan residu
hasil fermentasi.
Pengujian aktivitas enzim xilanase. Sebanyak 0.05 g kulit kopi ditambah 5 ml
bufer phospat dan 5 ml enzim ekstrak kasar kemudian direaksikan di dalam labu
erlenmeyer 100 ml pada suhu ruangan selama 60 menit. Selanjutnya campuran tersebut
13
disentrifugasi pada kecepatan 2860 rpm selama 25 menit pada suhu 4o C. Sebanyak 1 ml
supernatan diambil dan ditambahkan 1 ml DNS, lalu diinkubasi pada suhu 100oC selama
15 menit. Sampel diukur aktivitas enzimnya dengan menghitung pembentukan gula
sederhana dengan metode DNS (Lampiran 3).
Pengujian aktivitas protease dilakukan dengan metode Kunitz (Lampiran 2).
Dengan sampel yang dipakai adalah air saringan hasil fermentasi. Kopi yang sudah di
fermentasi diencerkan dengan air sebanyak 75ml dan dipisahkan antara kulitdan biji.
Pengujian cairan hasil fermentasi. Pengujian dilakukan untuk melihat
terjadinya perubahan komposisi karbohidrat yaitu gula total, gula pereduksi, dan derajat
polimerisasi (DP) pada cairan fermentasi (Lampiran 3).
Pengamatan residu hasil fermentasi.Analisis yang dilakukan meliputi
pengamatan susut bobot kulit kopi dengan metode gravimetri dan mengamati perubahan
struktur serat kulit kopi (Lampiran 4). Kulit kopi yang telah terpisah dari cairan fermentasi
dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Kulit kopi yang telah kering ditimbang dan
diamati perubahan strukturnya menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi pada
perbesaran 200 kali. Pengamatan dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam
memecah struktur serat kulit kopi.
Analisa asam-asam organik. Analisa dilakukan pada komponen asam-asam
organik biji kopi terbaik berdasarkan hasil analisa aktivitas enzim, susut bobot, gula total,
gula perduksi, dan derajat polimerisasi.yang meliputi asam askorbat, asam butirat, asam
laktat, asam oksalat, dan kafein. Analisa dilakukan menggunakan metode gas
kromatografi dimana pengerjaannya dilakukan oleh analis dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Pasca Panen Bogor. Analisa tidak dapat dilakukan sendiri karena alat yang
dibutuhkan tidak tersedia di laboratorium tempat penelitian dilakukan.
Gambar 2. Diagram alir proses fermentasi kopi
14
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menentukan pengaruh faktor
perlakuan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial multi taraf (multy
level factorial design) dengan tiga variabel proses, yaitu isolat yang diinokulasikan (P),
suhu (Q), dan waktu inkubasi (R), setiap variabel memiliki taraf yang berbeda-beda, tiga
taraf untuk variabel isolat, dua taraf untuk variabel suhu, dan empat taraf untuk variabel
waktu inkubasi. Persamaan untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + Pi + Qj + Rk + (PQ)ij + (PR)ik + (QR)jk + (PQE)ijk+ εijkl
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan
ke-k
μ = rataan umum respon
Pi = pengaruh utama faktor P taraf ke-i
Qj = pengaruh utama faktor Q taraf ke-j
Rk = pengaruh utama faktor R taraf ke-k
(PQ)ij = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor Q pada taraf ke-j
(PR)ik = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke-k
(QR)jk = interaksi dari faktor Q pada taraf ke-j dan faktor R pada taraf ke-k
(PQR)ijk = interaksi dari faktor P pada taraf ke-i, Q pada taraf ke-j dan faktor R pada
taraf ke-k
εijkl = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KARAKTERISASI ISOLAT PROTEOLITIK
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dewi (2011), telah diseleksi dua jenis
bakteri proteolitik yang berasal dari kotoran luwak. Bakteri tersebut adalah FLP 1 dan FLP 2.
kedua jenis bakteri mampu tumbuh pada media skim milk akan tetapi kedua jenis bakteri belum
dikarakterisasi sehingga untuk memilih bakteri proteolitik sebagai isolat untuk fermentasi padat
kopi kedua jenis bakteri ini perlu dikarakterisasi.
Menurut Akhdiya (2003), adanya mikroorganisme yang unggul merupakan salah satu
faktor penting dalam usaha produksi enzim.Karakterisasi kedua bakteri ini dilakukan dengan
pengamatan terhadap kurva pertumbuhan, aktivitas enzim, kadar protein, aktivitas spesifik, dan
jumlah sel sehingga diperoleh bakteri terbaik yang dapat dimanfaatkan untuk proses fermentasi
kopi. Mikroorganisme produsen protease seperti bakteri asam laktat akan tumbuh baik pada
suhu antara 30o C sampai 40o C. Pada suhu dibawah 30o C pertumbuhan bakteri pembusuk lebih
tinggi dibandingkan bakteri asam laktat. Dalam proses fermentasi menggunakan bakteri
proteolitik, penggunaan suhu yang baik adalah pada selang 30o C sampai 40o C sehingga enzim
protease akan di produksi secara optimum (Muthulakshmi et al 2011). Karakterisasi isolat FLP 1
dan FLP 2 dilakukan pada suhu 30o C untuk mendapatkan hasil pertumbuhan dan produksi
protease optimum dari kedua isolat tersebut. Selain itu penggunaan suhu 30o C dalam
karakterisasi protease tidak memerlukan inkubator untuk menaikkan dan menurunkan suhu
sehingga dapat mengurangi biaya operasi karena karena suhu ruangan tanpa adanya Air
Conditioning (AC) + 30o C.
Menurut Waluyo (2004), kurva tumbuh merupakan grafik yang menunjukkan tingkat
pertumbuhan mikroorganisme persatuan waktu. Tingkat pertumbuhan terukur berdasarkan
tingkat kekeruhan yang mampu menyerap cahaya (absorbansi). Kurva pertumbuhan FLP 1 dan
FLP 2 (Gambar 2), menunjukkan pada waktu inkubasi 0 jam hingga 24 jam bakteri FLP 1
mengalami fase log sedangkan fase log bakteri FLP 2 terjadi pada waktu inkubasi 0 hingga 18
jam. Fase tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan sel yang cepat karena masih tersedianya nutrisi
yang banyak. Puncak fase log bakteri FLP 1 adalah pada saat nilai optical density (OD) sebesar
0.633 dengan tingkat pengenceran 5 kali, sedangkanpuncak fase log bakteri FLP 2 adalah pada
saat nilai optical density (OD) sebesar 0.542 dengan tingkat pengenceran 5 kali.Setelah waktu
inkubasi 24 jam, bakteri FLP 1 mengalami fase stasioner, sedangkanbakteri FLP 2 setelah jam
ke-18 bakteri FLP 2 juga mengalami fase stasioner. Pada fase ini nutrisi yang tersedia sudah
mulai berkurang dan sel masih terus membelah. Puncak pertumbuhan bakteri FLP 1 adalah pada
saat OD 0.698 pada jam ke-42, untuk bakteri FLP 2 OD tertinggi adalah 0.649 pada jam ke-42.
Pada waktu inkubasi setelah 42 jam, kedua bakteri mengalami fase kematian dimana pada fase
ini sel kehabisan nutrien untuk tumbuh dan membelah sehingga pertumbuhan sel cenderung
menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah tersedianya nutrien,
air, suhu, pH, oksigen, potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya jasad
renik lain. Mikroba membutuhkan nutrient untuk kehidupan dan pertumbuhannya sebagai
sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi dan faktor pertumbuhan lain seperti vitamin dan
16
mineral. Nutrien tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyusun komponen-
komponen sel (Waluyo, 2004).
Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri FLP 1 dan FLP 2
Hasil pengujian aktivitas proteolitik menunjukkan bakteri FLP 1 dan FLP 2 aktif
menghasilkan protease selama pertumbuhannya. Pada grafik (Gambar 4) dapat dilihat bakteri
FLP 1 memiliki aktivitas proteolitik secara kuantitatif yang tertinggi sebesar 1,4 U/ml dengan
waktu inkubasi 24 jam, sedangkan bakteri FLP2 memiliki aktivitas proteolitik secara kuantitatif
yang tertinggi sebesar 0.6 U/ml dengan waktu inkubasi 18 jam.
Jika dihubungkan antara kurva pertumbuhan bakteri dengan uji aktivitas proteolitik
dapat dilihat bahwa pada fase pertumbuhan cepat bakteri FLP 1 menghasilkan aktivitas
proteolitik tinggi yang dicapai pada selang waktu inkubasi18 – 24 jam, sedangkan bakteri FLP 2
menghasilkan aktivitas proteolitik tinggi yang dicapai pada selang waktu inkubasi12 – 18jam Hal
ini disebabkan masih tersedianya nutrisi dalam jumlah besar yang diperlukan sel bakteri untuk
melakukan metabolisme sel, sehingga jumlah log sel bakteri juga mengalami peningkatan.
Dari grafik aktivitas enzim (Gambar 4), dapat dilihat bahwa aktivitas proteolitik
bakteri FLP 1 pada waktu inkubasi 0 hingga 24 jam semakin meningkat serta diiringi dengan
meningkatnya kurva pertumbuhan bakteri dan untuk bakteri FLP 2 pada waktu inkubasi 0 hingga
18 jam semakin meningkat serta diiringi dengan meningkatnya kurva pertumbuhan bakteri.
Telah dijelaskan sebelumnya, pada waktu inkubasi hingga 24 jam bakteri FLP 1 dan hingga 18
jam bakteri FLP 2 mengalami fase log. Dimana pada fase ini bakteri membutuhkan nutrisi yang
banyak untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Pada karakterisasi bakteri proteolitik ini nutrisi
atau substrat yang digunakan adalah skim milk, dimana dapat dihubungkan dengan salah satu ciri
enzim yaitu kekhususan yang tinggi terhadap substrat. Mekanisme reaksi enzimnya adalah enzim
dan substrat akan bergabung menjadi kompleks enzim substrat, yang kemudian terurai menjadi
produk. Enzim tersebut tidak terkonsumsi di dalam reaksinya tetapi dilepaskan kembali untuk
reaksi selanjutnya. Proses ini diulang-ulang sampai semua molekul substansi yang tersedia habis
terpakai. Banyak bakteri dapat menghancurkan protein di luar tubuhnya dan menggunakan
produk hasil proses tersebut sebagai sumber tenaga karbon dan nitrogen. Karena molekul protein
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Op
tical D
en
sity
Waktu Inkubasi (jam)
FLP 1
FLP 2
17
terlampau besar untuk dapat melewati membran, bakteri mensekresikan protease yang
menghidrolisis protein tersebut menjadi peptide-peptide. Bakteri menghasilkan peptidase yang
menguraikan peptide menjadi asam-asam amino yang diperlukan untuk metabolisme (Pelczar
dan Chan, 2005).
Pada grafik aktivitas proteolitik (Gambar 4) juga dapat dilihat bahwa pada waktu
inkubasi setelah 24 jam untuk bakteri FLP 1 dan setelah 18 jam untuk FLP 2, aktivitas proteolitik
cenderung menurun tetapi kurva pertumbuhan bakteri masih meningkat. Hal ini dikarenakan
adanya pengendalian aktivitas enzim yang diatur oleh ligan (molekul yang dapat terikat oleh
enzim) yang tidak turut berperan dalam proses katalitik itu sendiri. Pengendalian aktivitas enzim
yang dimaksud adalah hambatan arus-balik (feed back inhibition). Pada hambatan arus balik,
ligan pengaturnya adalah produk akhir suatu lintasan metabolik yang dapat menghentikan
sintesisnya sendiri dengan cara menghambat aktivitas enzim. Produk akhir dari reaksi enzim
disini adalah asam amino, dimana asam amino akan menghambat aktivitas protease. Jika asam
amino yang dihasilkan menumpuk, maka mengakibatkan aktivitas enzim protease yang
dihasilkan menurun (Pelczar dan Chan, 2005).
Penurunan aktivitas proteolitik ini juga dapat terjadi karena berkurangnya jumlah
substrat yang akan menghambat pembentukan kompleks enzim substrat dan perubahan struktur
enzim yang akan menyebabkan penurunan laju katalitik. Akibat perubahan struktur enzim, sisi
aktif enzim mengalami perubahan bentuk sehingga tidak dapat digunakan secara baik dalam
mengikat substrat (Thomas 1989).
`
Gambar 4. Aktivitas proteolitik FLP 1 dan FLP 2
Aktivitas spesifik proteolitik merupakan indikator untuk menunjukkan apakah
kandungan protein pada media skim milk merupakan protein. Dari grafik aktivitas enzim spesifik
protease (Gambar 5), dapat dilihat peningkatan nilai aktivitas spesifik sesuai dengan peningkatan
aktivitas enzim. Nilai aktivitas spesifik tertinggi untuk bakteri FLP 1 adalah 10.817 unit/mg yang
diperoleh pada waktu inkubasi 24 jam dan 5.436 unit/mg untuk bakteri FLP 2 pada jam ke 18.
Kadar protein untuk kedua bateri berada pada rentang yang berbeda. Rentang kadar
protein selama inkubasi untuk bakteri FLP 1 (0.121 - 0.139 mg/ml) lebih besar dibanding dengan
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Ak
tivit
as
En
zim
(U
nit
/ml)
Waktu Inkubasi (jam)
FLP 1
FLP 2
18
rentang kadar protein selama inkubasi bakteri FLP 2 (0.083 – 0.098 mg/ml). Grafik kadar protein
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 5. Aktivitas spesifik FLP 1 dan FLP 2 Gambar 6. Kadar Protein FLP 1 dan FLP 2
Pertumbuhan bakteri FLP 1 dan bakteri FLP 2 juga dapat dilihat dari jumlah sel yang
dapat dihitung dengan metode TPC. Hasil perhitungan jumlah sel setiap selang 6 jam waktu
inkubasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Total Plate Count (TPC) FLP 1 dan FLP 2
Jam ke Jumlah Sel FLP 1
CFU/ml
Jumlah Sel FLP 2
CFU/ml
Subkultur 134 x 107 288 x 107
6 53 x 106 178 x 106
12 78 x 106 187 x 106
18 194 x 107 51 x 107
24 256 x 107 44 x 108
30 56 x 108 170 x 108
36 200 x 108 144 x 109
42 67 x 109 245 x 107
48 61 x 108 33 x 106
54 284 x 107 -
Berdasarkan kurva tumbuh dan aktivitas enzim dapat dilihat bahwa pertumbuhan
beserta aktivitas protelitik optimum yang dimiliki bakteri FLP 1 lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan beserta aktivitas proteolitik optimum FLP 2. Bakteri FLP 1 lebih baik
untuk digunakan sebagai isolat dalam fermentasi kopi. Waktu untuk menginokulaskan bakteri
proteolitik pada kopi adalah setelah bakteri proteolitik berumur 18 jam karena pada waktu 18
jam bakteri FLP 1 memasuki fase pertumbuhan yang sangat cepat berdasarkan kurva tumbuh
(Gambar 2) dan produksi enzim protease juga berada pada kondisi yang optimum.
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0 12 24 36 48 60
Ak
tivit
as
En
zim
Sp
esi
fik
(un
it/m
g)
Waktu Inkubasi (jam)
FLP 1
FLP 2
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0 12 24 36 48 60
Kad
ar P
rote
in (
mg/m
l)
Waktu Inkubasi (jam)
FLP 1
FLP 2
19
4.2. FERMENTASI PADAT KOPI
Pada dasarnya metode fermentasi yang ada saat ini sudah cukup banyak dan setiap
metode fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode fermentasi padat merupakan
salah satu dari metode fermentasi yang telah dikenal. Dasar penggunaan fermentasi padat dalam
proses pembuatan kopi luwak sintesis adalah keuntungan dari segi teknis maupun dari segi biaya.
Menurut Prabakhar (2005), fermentasi padat atau solid state fermentation (SSF) memiliki
beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan metode lain seperti sub merged fermentation
(SMF). Keuntungan dari sisi ekonomi diantaranya adalah medium fermentasi yang lebih murah,
peralatan dan pengaturan operasi sederhana, diperoleh jumlah produk yang lebih tinggi,
kebutuhan energi yang rendah, proses scaling up yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih
tinggi dan pengendalian kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi
berlangsung.
Fermentasi padat kopi dilakukan untuk meningkatkan kualitas biji kopi hasil
fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan memanfaatkan bakteri xilanolitik, selulolitik,
dan proteolitik yang diisolasi dari feses luwak. Aktivitas enzim dari setiap bakteri merupakan
sarana yang baik untuk meningkatkan kualitas biji kopi hasil fermentasi. Pada saat kultivasi
bakteri, kulit kopi merupakan substrat untuk bakteri xilanolitik, selulolitik, dan proteolitik.
Berdasarkan proses diperolehnya kopi luwak maka secara tidak langsung ditunjukkan bahwa
pada kulit kopi mengandung komponen-komponen yang menunjang pertumbuhan dan aktivitas
enzim bakteri. Menurut Shah dan Madamwar (2005), salah satu faktor utama keberhasilan proses
SSF adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan sebagai tempat hidup
dan sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas hidupnya. Oleh karena itu substrat padat
sebaiknya mengandung makronutrisi (karbon, nitrogen), mikronutrisi dan elemen-elemen lainnya
yang dapat mendukung aktivitas mikroba.
Keberhasilan SSF selain ditunjang oleh faktor substrat untuk mikroorganisme yang
digunakan, SSF juga memerlukan suatu kondisi yang sesuai dengan kondisi optimum
pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Kondisi tersebut dapat meliputi kadar air
substrat, kesterilan substrat, dan ukuran substrat. Proses produksi kopi luwak sintesis dilakukan
pada kondisi substrat yang sebelumnya telah di sterilisasi. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah
adanya bakteri lain yang tumbuh selain bakteri yang diinokulasikan. Ukuran substrat yang
diperkecil hingga 40 mesh agar proses degradasi subtrat lebih optimum. Menurut Prabakhar
(2005), SSF adalah pertumbuhan mikroba pada substrat padat basah dengan kadar air rendah
namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan
metabolism mikroba. Berdasarkan prinsip tersebut maka proses fermentasi kopi dilakukan pada
kadar air 40 % dimana pada kondisi jumlah air pada kopi yang difermentasi tidak terlalu tinggi
akan tetapi pada substrat kopi tetap tersedia air untuk menunjang pertumbuhan bakteri yang
diisolasikan. Menurut Shah dan Madamwar (2005), kadar air dalam proses SSF diperoleh dengan
cara membasahi substrat padat dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Kadar air ini
berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang digunakan sebagai medium fermentasi yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk. Jika
kadar air proses SSF terlalu tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel
dan tekstur substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air
proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat akibatnya
pertumbuhan mikroba terganggu dan produksi enzim terhambat.
20
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses fermentasi padat adalah jumlah inokulum
yang ditambahkan pada substrat. Pada saat fermentasi kopi jumlah bakteri yang di inokulasikan
adalah sebesar 10 % dari substrat. Jumlah total 10% inokulum ini diberlakukan pada setiap
perlakuan fermentasi yang meliputi fermentasi padat menggunakan isolat FLX 3, kombinasi
FLX 3 dengan FLP 1, dan kombinasi FLX 3, FLS 1, dan FLP 1. Setiap bakteri diinokulasikan
pada saat bakteri tersebut berada pada puncak fase log menuju fase stasioner. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Dewi (2011), waktu optimum untuk menginokulasikan isolat FLX 3
adalah pada jam ke-22 dan untuk isolat FLS 1 adalah pada jam ke-18. Dari hasil karakterisasi
bakteri terpilih (FLP 1) waktu optimum untuk menginokulasikan FLP 1 adalah pada jam ke-18.
Menurut Krisna et al (2011), agar kualitas proses fermentasi dapat terjaga maka prosedur
inokulasi yang digunakan dalam fermentasi harus konsisten. Dua hal yang harus
dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang digunakan .
Jumlah inokulum untuk mendapatkan aktivitas yang optimum adalah 10% dari substrat yang
digunakan. Pada saat inokulum yang di inokulasikan lebih kecil dari 10%, maka bakteri sulit
untuk beradaptasi akibatnya fase log menjadi lebih panjang dan bakteri tidak terlalu aktif.
Akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum dan produksi enzim menjadi terhambat.
Jika jumlah inokulum lebih besar dari 10% maka akan terjadi kompetisi bakteri untuk
mendapatkan nutrisi di dalam proses fermentasi akibatnya biomassa yang terbentuk juga tidak
maksimum sehingga produksi enzim menjadi berkurang.
Suhu untuk inkubasi saat proses fermentasi adalah pada suhu 30o C dan 37o C.
Penentuan suhu inkubasi ini didasarkan pada suhu untuk pertumbuhan bakteri. Pada umumnya
bakteri dapat tumbuh dengan baik pada rentang suhu antara 30o C sampai dengan 40o C. Menurut
Fujiwara and Yamamoto (1987), bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami
penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel bakteri pada suhu
tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.
Fermentasi kopi dilakukan selama 84 jam untuk mengetahui aktivitas enzim pada
substrat kulit kopi. Dari hasil penelitian yang dilakukan Dewi pada tahun 2011 dan hasil
karakterisasi bakteri FLP 1 dan FLP 2, waktu yang digunakan untuk analisa kurva tumbuh dan
aktivitas enzim adalah selama + 60 jam. Pada akhir pengamatan kurva tumbuh maupun aktivitas
enzim kondisi grafik masih menunjukkan adanya pertumbuhan dan proses produksi enzim
walaupun pada grafik juga terlihat penurunan dari pertumbuhan maupun aktivitasnya. Ketika
enzim masih diproduksi maka hal itu mengindikasikan bahwa proses degradasi substrat masih
berlangsung. Fermentasi kopi dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik dari kerja enzim
terhadap substrat kopi, maka dari itu waktu untuk fermentasi kopi adalah selama 84 jam.
4.3. ANALISA HASIL FERMENTASI
Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran aktivitas enzim, susut bobot, kadar
protein, gula total, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi.
Hasil terbaik dari fermentasi kopi harus di uji lanjut yaitu dengan pengujian asam-
asam organik pada biji kopi terbaik hasil fermentasi dan di bandingkan dengan asam-asam
organik kopi luwak asli. Dari perbandingan tersebut maka dapat ditentukan kualitas biji kopi
hasil fermentasi. Analisa asam-asam organik meliputi kadar kafein, asam laktat, asam butirat,
asam oksalat, dan asam askorbat atau vitamin C.
21
4.3.1. Aktivitas Enzim
Untuk mendegradasi substrat, bakteri memproduksi enzim sesuai dengan substratnya.
setiap isolat yang diinokulasikan pada substrat memiliki nilai aktivitas enzim yang berbeda. Nilai
aktivitas dipengaruhi oleh ketersediaan jumlah substrat, jumlah inokulum, suhu dan waktu.
Perlakuan isolat yang diinkubasikan pada fermentasi kopi ini dibedakan menjadi 3, yaitu
fermentasi dengan inokulum FLX 3 yang merupakan bakteri xilanolitik, fermentasi dengan
kombinasi FLX 3 dan FLP1 sebagai bakteri proteolitik, dan fermentasi dengan kombinasi
inokulum FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 sebagai bakteri selulolitik. Dari hasil pengukuran aktivitas
enzim xilanase hasil fermentasi kopi yang dilakukan (Tabel 4 dan Gambar 7), Aktivitas enzim
xilanase tertinggi dari semua perlakuan diperoleh pada perlakuan fermentasi kopi dengan isolat
yang di inokulasikan adalah FLX 3 dan FLP 1 yaitu sebesar 4,775 nKat/ml pada suhu inkubasi
37o C jam ke-24. Aktivitas enzim xilanase pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain. Pada nilai aktivitas enzim tertinggi ini jumlah isolat FLX 3 lebih kecil daripada
jumlah isolat FLX 3 pada perlakuan yang hanya menggunakan FLX 3. Penurunan jumlah isolat
FLX 3 dari 10 % menjadi 5 % menunjukkan adanya peningkatan nilai aktivitas enzim. Hal ini
juga terjadi pada perlakuan lain yang menggunakan suhu 30o C. Mikroba memproduksi enzim
sesuai dengan kebutuhannya dan kerja enzim akan lebih optimum karena kompetisi dalam
memperoleh nutrisi sebagai sumber energi menjadi lebih kecil. Pada perlakuan ketiga dimana
isolat selulolitik di tambahkan dan isolat xilanolitik jumlahnya dikurangi aktivitas enzim menjadi
menurun dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan isolat xilanolitik sebanyak 5 %
dari bobot kopi yang difermentasikan. Penurunan ini sudah pasti terjadi karena isolat yang
memproduksi enzim jumlahnya juga menurun sehingga enzim xilanase yang diproduksi juga
menurun. Akan tetapi pada perlakuan ini terdapat efek lain akibat adanya penambahan isolat
selulolitik. Efek tersebut adalah terjadinya proses produksi enzim selulotik dan nilai tersebut
terjadi secara signifikan pada saat fermentasi dilakukan pada suhu 30o C. Nilai tertinggi dari
gabungan aktivitas enzim xilanase dan selulase pada perlakuan fermentasi ketiga suhu 30o C juga
masih di bawah nilai aktivitas enzim xilanase pada perlakuan kedua. Jumlah isolat xilanolitik dan
isolat selulotik juga lebih kecil daripada jumlah isolat xilanolitik pada perlakuan kedua sehingga
wajar jika nilai aktivitas enzim gabungan xilanase dan selulase juga lebih kecil. Keuntungan
yang diperoleh pada perlakuan ketiga ini adalah nilai aktivitas enzim tertinggi diperoleh pada
saat fermentasi dilakukan pada suhu 30o C sehingga ketika nanti diaplikasikan pada industri tidak
perlu suatu alat untuk mengatur suhu inkubasi. Dari kedua nilai tertinggi aktivitas enzim xilanase
pada suhu inkubasi yang berbeda yaitu 30o C dan 37
o C, dapat dilihat kesesuaian dengan
pernyataan Fujiwara and Yamamoto (1987), yaitu bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan
akan mengalami penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel
bakteri pada suhu tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.
Perbedaan nilai aktivitas enzim xilanase berdasarkan jumlah isolat dan suhu inkubasi
tersebut sesuai dengan pernyataan Krisna et al (2011). Menurut Krisna et al (2011), dua hal yang
harus dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang
digunakan . Jumlah inokulum untuk mendapatkan aktivitas yang optimum adalah 10% dari
substrat yang digunakan. Pada saat inokulum yang di inokulasikan lebih kecil dari 10% tidak
sesuai untuk fermentasi padat karena inokulum yang digunakan jumlahnya tidak
optimumsehingga bakteri sulit untuk beradaptasi akibatnya fase log menjadi lebih panjang,
bakteri tidak terlalu aktif akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum dalam waktu
singkat dan produksi xilanase menjadi terhambat. Jika jumlah inokulum lebih besar dari 10%
22
maka akan terjadi kompetisi bakteri untuk mendapatkan nutrisi di dalam proses fermentasi
akibatnya biomassa yang terbentuk tidak maksimum sehingga produksi enzim menjadi
berkurang. Nilai aktivitas enzim optimum setiap bakteri berbeda-beda akan tetapi secara garis
besar inokulasi isolat diatas ataupun dibawah jumlah optimum akan mengurangi nilai aktivitas
enzim bakteri yang diperoleh.
Menurut Teti (2012), enzim-enzim yang dipasarkan biasanya dinyatakan dalam satuan
aktivitas tidak dengan satuan berat. Aktivitas enzim dapat dinyatakan dengan 2 cara yaitu :
1. Satuan unit ( U ) yang didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat mengkatalisis
perubahan 1 µmol substrat per menit pada kondisi tertentu. Satuan 1 Unit Enzim (UE) :
µmol per menit
2. Sistem SI; dengan satuan KATAL yang didefinisikan sebagai : jumlah enzim yang dapat
mengkatalisis perubahan 1 mol substrat per detik ( 1 KAT = 60 x 106 Unit) atau 1 Unit =
16.67 nanokatal . Satuan ini biasanya dipakai untuk aktivitas enzim pada enzim yang
mengkatalis perubahan substrat polisakarida.
Dari grafik aktivitas enzim (Gambar 7) dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan trend
yaitu untuk setiap perlakuan dengan suhu inkubasi 37o C memiliki trend menurun dari jam ke-
24. Perlakuan dengan suhu inkubasi 30o C memiliki trend naik dari jam ke-24 sampai pada jam
ke-48 kecuali pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1
yang mengalami kenaikan nilai aktivitas enzim xilanase sampai pada jam ke-72.
Tabel 4. Aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilanase dengan selulasehasil fermentasi
Jam
Ke
Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 + FLP
1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(nKat/ml) (nKat/ml) (nKat/ml)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 0.148 3.923 2.184 4.775 2.243 3.451
48 2.406 3.812 2.480 3.738 3.257 3.495
72 1.110 0.148 0.407 0.074 4.034 2.215
84 0.925 0.111 0.037 0.148 2.961 0.456
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
24 36 48 60 72 84 96
Ak
tivit
as
En
zim
Xil
an
ase
(nK
at/
ml)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 (30)
Kopi + FLX 3 (37)
23
Gambar 7. Grafik aktivitas enzim xilanase dan kombinasi xilase dengan selulase
Pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3 dan FLP 1
dan perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1
terdapat bakteri proteolitik. Adanya bakteri proteolitik mengindikasikan bahwa dalam proses
fermentasi kulit kopi terdapat aktivitas enzim protease yang diproduksi oleh bakteri FLP 1.
Aktivitas enzim proteolitik (Tabel 5 dan Gambar 8) menunjukkan bahwa protease tertinggi
diperoleh pada perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3 dan FLP 1
dan diinkubasi pada suhu 37o C yaitu sebesar 0,571 unit/ml pada jam ke-48. Nilai ini lebih tinggi
dari aktivitas enzim yang diperoleh pada semua perlakuan yang menggunakan bakteri proteolitik
saat fermentasi kopi. Dari data aktivitas enzim protease (Tabel 5) dan grafik aktivitas enzim
protease (Gambar 8), dapat dilihat bahwa pada jumlah isolat proteolitik sebesar 5% dan
diinkubasi pada suhu 37o C memiliki nilai aktivitas enzim protease yang lebih tinggi dari jumlah
isolat yang sama maupun yang diperkecil dan diinokulasikan pada suhu 30o C maupun 37o C,
akan tetapi ketika jumlah tersebut diturunkan maka aktivitas enzim protease FLP 1 yang
diinkubasi pada suhu 37o C mengalami penurunan yang sangat drastic setelah jam ke-24. Dari
data tersebut maka pada dasarnya bakteri proteolitik mampu tumbuh dan memproduksi enzim
protease pada selang suhu 30o C sampai dengan 40o C. Seperti yang telah dijelaskan oleh
Fujiwara and Yamamoto (1987), bakteri mudah tumbuh pada suhu ruang dan akan mengalami
penurunan pertumbuhan ketika suhu meningkat diatas 40o C karena sel-sel bakteri pada suhu
tinggi tidak mampu bertahan terkecuali bakteri jenis termofilik.
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
24 36 48 60 72 84 96
Ak
tivit
as
En
zim
Xil
an
ase
(nK
at/
ml)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
24 36 48 60 72 84 96
AE
X
ila
na
se +
Selu
lola
se
(nK
at/
ml)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)
24
Untuk diaplikasikan dalam industri maka berdasarkan pertimbangan ekonomi dan
melihat nilai aktivitas enzim xilanase dari semua perlakuan, maka perlakuan fermentasi kopi
dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 pada suhu inkubasi 30o C
merupakan alternative terbaik dalam memproduksi kopi luwak sintesis. Inkubasi pada suhu 30o
C lebih menghemat biaya karena tidak memerlukan inkubator dalam pengaplikasiannya dan
memerlukan jumlah isolat yang lebih sedikit serta isolat yang digunakan dapat dikombinasikan.
Untuk lebih memastikan perlakuan fermentasi kopi dengan inokulasi kombinasi isolat FLX 3,
FLS 1 dan FLP 1 pada suhu inkubasi 30o C adalah perlakuan yang terbaik maka perlu dilihat
hasil analisa komponen-komponen yang didegradasi.
Tabel 5. Aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi
Jam Ke
Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(unit/ml) (unit/ml)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 0.176 0.375 0.176 0.205
48 0.187 0.571 0.252 0.168
72 0.063 0.050 0.229 0.050
84 0.013 0.009 0.095 0.009
Gambar 8. Grafik aktivitas enzim protease pada hasil fermentasi
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
24 36 48 60 72 84 96
Ak
tivit
as
En
zim
Prote
ase
(un
it/m
l)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
24 36 48 60 72 84 96
Ak
tivit
as
En
zim
Prote
ase
(un
it/m
l)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)
25
4.3.2. Kadar Protein
Pengukuran kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang diproduksi
oleh enzim pada substrat yang menjadi media pertumbuhan bakteri (Dewi 2012). Hasil analisa
kadar protein menggunakan metode Bradford (1976) untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 6 dan Gambar 9. Kadar protein untuk setiap perlakuan meningkat dari jam ke-24 sampai
jam ke-84. Kisaran kadar protein untuk setiap perlakuan antara lain adalah 0.077 – 0.108 mg/ml
untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu
30o C, 0.087 – 0.110 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan bakteri FLX 3
dan diinkubasi pada suhu 37o C, 0.121 – 0.139 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang
diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C, 0.129 –
0.149 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3 dan
FLP1 dan diinkubasi pada suhu 37o C, 0.115 – 0.126 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi
yang diinokulasikan kombinasi bakteri FLX 3, FLS 1 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C,
dan 0.118 – 0.124 mg/ml untuk perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan kombinasi
bakteri FLX 3, FLS 1 dan FLP1 dan diinkubasi pada suhu 30o C. Menurut Ramos et al (1983),
peningkatan kadar protein dikarenakan substrat kehilangan bahan kering selama fermentasi
berlangsung.
Tabel 6. Kadar protein hasil fermentasi
Jam Ke
Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 0.077 0.087 0.126 0.129 0.115 0.118
48 0.082 0.089 0.121 0.146 0.121 0.115
72 0.089 0.107 0.139 0.141 0.122 0.121
84 0.108 0.110 0.124 0.149 0.126 0.124
0.070
0.090
0.110
0.130
0.150
0.170
24 36 48 60 72 84 96
Kad
ar P
rote
in (
mg
/ml)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 (30)
Kopi + FLX 3 (37)
26
Gambar 9. Grafik kadar protein pada hasil fermentasi
4.3.3. Aktivitas Spesifik Enzim
Aktivitas spesifik enzim merupakan nisbah jumlah enzim terhadap kadar protein pada
substrat yang terdegradasi oleh enzim. Aktivitas spesifik menunjukkan hubungan antara jenis
enzim yang diproduksi dengan kandungan protein yang terdapat pada substrat. Selain itu
aktivitas spesifik enzim juga dapat digunakan menentukan jenis protein yang terdapat pada
substrat (Dewi 2012). Aktivitas spesifik enzim dari hasil fermentasi kopi (Tabel 7 dan Tabel 8)
untuk semua perlakuan menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan aktivitas spesifik enzim
sejalan dengan peningkatan dan penurunan aktivitas enzim baik aktivitas enzim xilanase,
xilanase dan selulase, dan protease. Aktivitas spesifik enzim xilanase tertinggi diperoleh pada
jam ke-24 sebesar 45.321 nKat/mg, untuk perlakuan fermentasi kopi yang difermentasi
menggunakan 10 % bakteri FLX 3 dan diinkubasi pada suhu 37o C. Ketika bakteri FLS 1
ditambahkan pada fermentasi yang diinkubasi pada suhu 30o C ataupun 37o C, maka aktivitas
enzim spesifik gabungan xilanase dan selulase nilainya lebi kecil daripada aktivitas enzim
spesifik tertinggi yang diperoleh pada perlakuan yang hanya menggunakan isolat xilanolitik. Hal
ini terjadi disebabkan karena jumlah enzim xilanase dan selulase yang diproduksi semakin kecil
akibat penurunan jumlah isolat FLX 3. Selain itu penambahan isolat FLS 1 juga sama kecilnya
dengan jumlah isolat FLX 3. Disisi lain nilai jumlah protein yang dihasilkan pada perlakuan
fermentasi menggunakan 3 isolat semakin meningkat.
0.070
0.090
0.110
0.130
0.150
0.170
24 36 48 60 72 84 96
Kad
ar P
rote
in (
mg/m
l)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (30)
Kopi + FLX 3 + FLP 1 (37)
0.070
0.090
0.110
0.130
0.150
0.170
24 36 48 60 72 84 96
Ka
da
r P
rote
in (
mg/m
l)
Waktu Inkubasi (jam)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (30)
Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1 (37)
27
Kecenderungan yang sama dengan aktivitas spesifik enzim xilanase juga dapat dilihat
pada hasil perhitungan aktivitas enzim protease untuk fermentasi kopi menggunakan kombinasi
FLX 3 dan FLP 1 dan fermentasi kopi menggunakan kombinasi FLX 3, FLS 1 dan FLP 1.
Penurunan jumlah isolat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas enzim spesifik protease
seperti yang terjadi pada nilai aktivitas enzim xilanase.
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim xilanase, xilanase ditambah selulase dan
enzim protease pada semua perlakuan, dapat dilihat bahwa aktivitas enzim tertinggi FLX 3, FLX
3 ditambah FLS 1, dan FLP 1 pada semua perlakuan sama dengan pada saat aktivitas
spesifiknya. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pada substrat kulit kopi merupakan
xilanase,selulase dan protease. Besarnya aktivitas enzm spesifik seiring dengan peningkatan
aktivitas enzimnya.
Tabel 7. Aktivitas spesifik enzim xilanase dan kombinasi xilanase dan selulola hasil fermentasi
Jam
Ke
Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(nKat/mg) (nKat/mg) (nKat/mg)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 1.915 45.321 17.304 37.046 19.529 29.355
48 29.199 42.858 20.472 25.680 26.888 30.342
72 12.525 1.382 2.935 0.527 32.980 18.373
84 8.590 1.011 0.297 0.997 23.518 3.666
Tabel 8. Aktivitas spesifik enzim protease hasil fermentasi
Jam
Ke
Kopi + FLX 3 + FLP 1 Kopi + FLX 3 + FLS 1 + FLP 1
(unit/mg) (unit/mg)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 1.398 1.307 1.024 1.160
48 1.547 3.916 1.387 0.973
72 0.455 0.240 1.248 0.277
84 0.104 0.000 0.504 0.049
4.3.4. Gula Total dan Gula Pereduksi
Bakteri yang tumbuh pada substrat kopi memiliki enzim xilanase untuk perlakuan
yang diinokulasikan bakteri xilanolitik (FLX 3), memiliki enzim selulase untuk perlakuan yang
diinokulasikan bakteri selulolitik (FLS 1), dan memiliki enzim protease untuk perlakuan yang
diinokulasikan bakteri proteolitik (FLP 1). Hidrolisis pada kulit kopi utamanya pada substrat
yang diinokulasikan bakteri FLX 3 dan FLS 1, mampu memberikan perubahan warna, aroma,
dan tekstur pada biji kopi. Aktivitas enzim dari setiap bakteri menyebabkan polisakarida yang
terdapat pada kulit kopi terurai menjadi gula sederhana. Terurainya polisakarida menjadi gula
sederhana oleh aktivitas enzim bakteri yang diinokulasikan memberikan peningkatan pada gula
total dan gula pereduksi. Menurut Surhaini (2010), peningkatan gula total dan gula pereduksi
28
diakibatkan oleh hidrolisis polisakarida. Peningkatan yang terjadi pada gula total akibat hidrolisis
pada umumnya terlihat tidak terlalu signifikan karena gula total merupakan keseluruhan gula
bebas yang dilepaskan dari hidrolisis xilan dan selulosa. Selain itu peningkatan gula total juga
tidak terlalu dipengaruhi oleh waktu. Berbeda halnya dengan peningkatan gula pereduksi.
Lamanya waktu hidrolisis sangat berpengaruh pada peningkatan gula pereduksi. Semakin lama
proses hidrolisis, maka semakin besar gula pereduksi yang dihasilkan. Peningkatan gula
pereduksi akan mengalami penurunan pada saat aktivitas enzim sudah benar-benar selesai.
Dari hasil fermentasi (Tabel 9) mengenai gula total yang dihasilkan untuk setiap
perlakuan, dapat terlihat bahwa setiap perlakuan memberikan dampak atau perubahan gula total.
Hal ini dapat dilihat dengan cara membandingkan nilai gula total hasil fermentasi dengan gula
total untuk kontrol. Nilai gula total tertinggi diperoleh dari perlakuan fermentasi yang
diinokulasikan dengan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 30o
C yaitu sebesar 2338.849 mg/ml pada akhir masa inkubasi atau jam ke-84. Efek dari aktivitas
enzim xilanase dan selulase terlihat lebih baik dalam mendegradasi kulit kopi dibandingkan
ketika enzim xilanase bekerja sendiri seperti yang terlihat pada perlakuan pertama dan kedua.
Hal ini menunjukkan bahwa kulit kopi mengandung polisakarida yang tidak hanya berupa xilan
melainkan juga terdapat selulosa sehingga ketika hanya isolat xilanolitik yang inokulasikan maka
yang terdegradasi hanya xilan dan hasilnya gula-gula sederhana yang terbentuk juga yang hanya
berasal dari pendegradasian xilan. Hal ini disebabkan karena enzim bekerja spesifik terhadap
substrat tertentu dan mikroba memproduksi enzim sesuai dengan substratnya dan sesuai
kebutuhannya.
Dari hasil analisa data secara statistik(Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan
berbeda dari isolat yang diinkubasikan berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Perlakuan
berbeda dari suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Dari hasil uji
Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut stastika untuk mengetahui perlakuan yang
paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan, dapat dilihat bahwa perlakuan
fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan
merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda
signifikan.
Hasil terbaik yang diperoleh dari perlakuan menggunakan kombinasi bakteri FLX 3,
FLS 1, dan FLP 1 terjadi karena pada perlakuan ini isolat yang ditambahkan memproduksi enzim
yang berbeda-beda sehingga polisakrida yang terdapat pada kopi terdegradasi lebih baik di
bandingkan dengan perlakuan yang lain.
Tabel 9. Gula Total Hasil Fermentasi
Jam
Ke
Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +
FLP 1
Kopi + FLX 3 +
FLS1 + FLP 1
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 1195.774 903.004 1391.802 1485.998 1787.127 1855.440 1913.697 2175.916
48 1149.949 1137.220 1422.352 1549.644 1763.416 1830.236 2212.831 2203.921
72 1053.208 1111.762 1483.452 1582.739 1804.226 1794.043 2326.120 2219.196
84 1063.391 1035.387 1493.635 1592.923 1847.505 1923.103 2338.849 2293.024
29
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa proses hidrolisis kulit substrat kopi akibat
adanya aktivitas enzim menyebabkan terjadinya peningkatan gula pereduksi, maka pada hasil
fermentasi kopi dari semua perlakuan (Tabel 9) terlihat adanya peningkatan nilai gula pereduksi.
Nilai gula pereduksi tertinggi diperoleh dari perlakuan fermentasi yang diinokulasikan dengan
kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinkubasi pada suhu 30o C yaitu sebesar
2338.849 mg/ml pada akhir masa inkubasi atau jam ke-84. Dengan alasan yang sama dengan
terjadinya peningkatan gula total maka hasil terbaik memang sudah pasti terlihat pada perlakuan
ketika dimana enzim yang bekerja dalam mendegradasi polisakarida pada kopi adalah enzim
xilanase dan protease.
Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5), ditunjukkan bahwa perlakuan
berbeda dari isolat yang diinkubasikan, waktu inkubasi, dan interaksi semua perlakuan,
berpengaruh nyata terhadap nilai gula pereduksi. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang
merupakan uji lanjut stastika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari
perlakuan isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi, dapat dilihat bahwa perlakuan
fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan
merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda
signifikan, sedangkan untuk perlakuan waktu inkubasi, inkubasi selama 72 jam dan 84 jam yang
menunjukkan nilai terbaik gula produksi hasil fermentasi secara statistik tidak berbeda secara
signifikan.
Tabel 10. Gula pereduksi hasil fermentasi
Jam
Ke
Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +
FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS1
+ FLP 1
(mg/ml) (mg/ml) (mg/ml) (mg/ml)
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 16.850 16.501 21.045 19.620 24.567 24.782 51.233 60.743
48 21.126 17.576 21.690 23.061 25.802 25.428 64.450 61.871
72 20.588 17.738 24.836 24.997 28.414 28.177 68.399 63.644
84 19.485 16.824 25.078 25.212 28.674 30.771 68.883 63.886
4.3.5. Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi menunjukkan jumlah unit monomer dalam satu molekul. Nilai
derajat polimerisasi merupakan perbandingan antara gula total dengan gula pereduksi. Semakin
kecil derajat polimerisasi maka semakin banyak fraksi polisakarida yang terhidrolisis menjadi
gula-gula yang lebih sederhana (Surhaini 2010). Hasil fermentasi kopi untuk semua perlakuan
(Tabel 10), menunjukkan bahwa nilai derajat polimerisasi berbanding terbalik dengan nilai gula
pereduksi. Semakin besar gula pereduksi yang terbentuk, maka semakin kecil nilai derajat
polimerisasi. Sama halnya dengan hasil terbaik untuk gula pereduksi dan gula total, hasil
fermentasi yang menunjukan nilai derajat polimerisasi terbaik adalah hasil fermentasi kopi
dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat
30
kopi dan diinkubasi pada suhu 30o C selama 84 jam. Nilai derajat polimerisasi tersebut sebesar
34. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5) ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda
dari isolat yang dinkubasikan berpengaruh nyata terhadap nilai derajat polimerisasi. Perlakuan
berbeda dari suhu dan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap nilai gula total. Dari hasil uji
Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut statistika untuk mengetahui perlakuan yang
paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang diinokulasikan, dapat dilihat bahwa perlakuan
fermentasi menggunakan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan
merupakan perlakuan yang terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda
signifikan.
Berdasarkan nilai gula total, gula pereduksi dan derajat polimerisasi maka proses
fermentasi yang terbaik dapat diperoleh dengan menginokulasikan kombinasi FLX 3, FLS 1, dan
FLP 1. Fermentasi dilakukan pada suhu 30o C (suhu ruang) karena dari data yang diperoleh
perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi maupun gula total. Lama
inkubasi terbaik untuk fermentasi kopi menggunakan tiga isolat pada suhu 30o C adalah selama
72 jam. Hasil ini juga didukung oleh perbandingan gula total, gula pereduksi dan derajat
polimerisasi dengan kontrol.
Tabel 11. Derajat polimerisasi hasil fermentasi
Jam
Ke
Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +
FLP 1
Kopi + FLX 3 + FLS 1
+ FLP 1
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 70.964 54.725 66.135 75.740 72.745 74.870 37.353 35.822
48 54.434 64.702 65.576 67.196 68.343 71.979 34.334 35.621
72 51.157 62.678 59.730 63.316 63.498 63.670 34.008 34.869
84 54.574 61.544 59.560 63.180 64.432 62.497 33.954 35.892
4.3.6. Susut Bobot
Susut bobot kulit kopi pada hasil fermentasi menunjukkan kerja enzim yang diproduksi
oleh bakteri yang diinokulasikan dalam mendegradasi komponen-komponen yang terdapat pada
kulit kopi. Semakin besar susut bobot yang terjadi maka semakin besar juga hasil kerja enzim
yang meliputi gula total, gula pereduksi, kandungan protein, dan komponen-komponen tambahan
yang dapat memberikan tambahan kualitas pada biji kopi hasil fermentasi (Dewi 2012). Dari data
susut bobot (Tabel 10) hasil fermentasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan susut bobot
kulit kopi pada hasil fermentasi kopi. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan susut bobot
kontrol atau kopi yang tidak diinokulasikan bakteri dengan kopi yang di fermentasi
menggunakan isolat (semua perlakuan). Hasil terbaik dari susut bobot kulit kopi juga diperoleh
pada hasil fermentasi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3, FLS 1 dan FLP 1 yang
diinokulasikan pada substrat kopi dan diinkubasi pada suhu 30o Cselama 84 jam. Nilai susut
bobot tersebut sebesar 55.889%. Dari hasil analisa data secara statistik (Lampiran 5) ditunjukkan
bahwa perlakuan berbeda dari isolat yang diinkubasikan dan waktu inkubasi berpengaruh nyata
terhadap nilai susut bobot. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 5) yang merupakan uji lanjut
31
statistika untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh dari perlakuan isolat yang
diinokulasikan dan waktu inkubasi dapat dilihat bahwa perlakuan fermentasi menggunakan
kombinasi isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1 yang diinokulasikan merupakan perlakuan yang
terbaik karena setiap perlakuan isolat yang diinkubasikan berbeda signifikan.Waktu inkubasi
terbaik dari uji Duncan menunjukkan bahwa waktu terbaik untuk inkubasi kopi selama proses
fermentasi adalah selama 84 jam. Akan tetapi nilai tersebut tidak berbeda secara signifikan
dengan waktu inkubasi selama 72 jam. Jadi untuk mengefisienkan waktu maka proses fermentasi
dilakukan selama 72 jam.
Tabel 12. Susut bobot kulit kopi hasil fermentasi
Jam
Ke
Kontrol Kopi + FLX 3 Kopi + FLX 3 +
FLP 1
Kopi + FLX 3 +
FLS1 + FLP 1
300 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C 30
0 C 37
0 C
24 40.922% 38.592% 38.700% 42.387% 47.004% 49.915% 51.354% 50.953%
48 42.395% 39.323% 41.121% 44.760% 46.791% 50.905% 53.514% 53.112%
72 42.393% 41.334% 45.781% 45.940% 49.929% 51.354% 53.969% 53.599%
84 43.465% 43.442% 45.642% 46.543% 49.761% 51.400% 55.889% 53.792%
Berdasarkan hasil fermentasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka perlakuan
untuk mendapatkan hasil terbaik adalah fermentasi dengan perlakuan kombinasi isolat FLX 3,
FLS 1 dan FLP 1 yang diinokulasikan pada substrat kopi dan diinkubasi pada suhu 30o C selama
72 jam. Walaupun secra analisa statistik hasil terbaik susut bobot kulit kopi hasil
fermentasimenunjukakan suhu terbaik adalah inkubasi pada suhu 37o C, suhu fermentasi untuk
fermentasi adalah 30o C. Pada proses fermentasi kopi hasil terbaik diperoleh bukan dari hasil
susut susut bobot terbaik melainkan dari keseluruhan indikator yang meliputi aktivitas enzim,
kadar protein, gula total, gula pereduksi, dan asam-asam organik.
4.3.7. Asam-asam Organik Biji Kopi Hasil Fermentasi
Fermentasi merupakan sebuah proses metabolisme yang dilakukan oleh
mikroorganisme untuk memperoleh energi dengan mengubah gula saat fermentasi, kebanyakan
gula diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Menurut Daulay dan Rahman (1992), pada proses
fermentasi minuman beralkohol, gula diubah menjadi alkohol, asam-asam organik, gliserol dan
gas CO2. Pada proses metabolilesme terjadi sintesis karbohidrat, asam lemak, dan asam amino
untuk mendapatkan mendapatkan ATP (Liesbetini 2010).
Adanya proses degradasi pada kulit kopi selama proses fermentasi menggunakan
bakteri FLX 3, FLP 1 dan FLS 1 juga akan berdampak pada perubahan komponen asam-asam
organik pada biji kopi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa asam-asam organik (Tabel 13).
Menurut Pangabean (2011), fermentasi kopi yang terjadi dalam perut luwak terjadi dengan
bantuan enzim yang terdapat pada perut luwak yang komposisinya bervariasi dan kompleks
sehingga dampaknya terhadap komponen asam-asam organik biji kopi juga bervariasi.
32
Asam-asam organik yang dianalisa antara lain adalah vitamin C, asam butirat, asam
laktat, asam oksalat, dan kafein. Analisa dilakukan pada biji kopi hasil perlakuan terbaik pada
setiap perlakuan yang diperoleh berdasarkan hasil analisa aktivitas enzim, susut bobot, gula total,
gula pereduksi, kadar protein, aktivitas spesifik enzim, dan derajat polimerisasi.
Asam askorbat atau vitamin C merupakan vitamin yang dapat larut dalam air dan
sangat penting untuk biosintesis kologen, karnitin, dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan
tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesis asam askorbat untuk kebutuhannya sendiri.
Oleh sebab itu asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah, sayuran, atau
tablet suplemen Vitamin C. Vitamin C dapat berbentuk asam L-askorbat dan asam L-
dehidroaskorbat, keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat mudah
teroksidasi secara reversibel menjadi L-dehidroaskorbat. L-dehidroaskorbat secara kimia sangat
labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak lagi
memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Asam D-askorbat atau vitamin C disintesis oleh semua
tanaman berklorofil dan pada hati atau ginjal hewan mamalia, amfibi, reptil dan sebagian besar
burung. Terdapat dua jalur sintesis asam askorbat yaitu jalur glukosa-glukuronic-gulonik dan
jalur galaktosa-galakturonat-galaktonolakton. Sedangkan pada hewan, asam askorbat paling
banyak dihasilkan dari L-glukosa (Gambar 10). Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang
didapat dari fungsi askorbat, seperti fungsinya sebagai antioksidan, anti atherogenik,
immunomodulator dan mencegah flu. Akan tetapi untuk dapat berfungsi dengan baik sebagai
antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga agar tetap dalam kadar yang relatif
tinggi di dalam tubuh (Naidu 2003).
Pada hasil analisa asam askorbat (Tabel 13) menunjukan bahwa perlakuan jumlah
isolat xilanolitik berpengaruh terhadap kandungan asam askorbat pada biji kopi hasil fermentasi.
Pada saat jumlah isolat xilanolitik diturunkan, maka kandungan asam askorbat pada biji hasil
fermentasi juga menurun. Nilai asam askorbat perlakuan pertama menggunakan 10% isolat FLX
3 nilainya lebih besar dari perlakuan kedua yang menggunakan 5% isolat dan nilai asam nilai
asam askorbat perlakuan kedua lebih besar dari perlakuan ketiga yang hanya menggunakan 3.4
% isolat FLX 3.
Gambar 10. Skema biosintesis asam L-askorbat
33
Asam butanoat atau asam butirat memiliki struktur kimia CH3(CH2)2CO2H. Butirat
menunjukan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker kolorektal. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa butirat dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker kolorektal
dengan cara menghambat proliferasi sel, serta meningkatkan kemampuan diferensiasi dan
apoptosis sel (Elvira 2008). Proses pembentukan asam butirat pada proses fermentasi diawali
oleh oleh proses pemecahan glukosa menjadi piruvat pada tahapan Lintasan Embden-Meyerhof-
Parnas (EMP) dimana setelah tahapan ini dihasilkan 4 elektron dan 2 ATP. Piruvat
didekarboksilasi menjadi asetil KoA dan CO2. Dua molekul asetil KoA dan CO2 berkondensasi
menghasilkan asetoasetil KoA. Asetoasetil KoA direduksi menjadi Beta-hidroksibutiril KoA.
Beta-Hidroksibutiril KoA didehidrasi menjadi krotonil KoA oleh krotonase. Krotonil KoA
direduksi menjaadi butiril KoA oleh butiril KoA dehidrogenase. Penggantiaan gugus KoA oleh
fosfat mengakibatkan butiril KoA menjadi butiril fosfat. Butiril fosfat didefosforilasi menjadi
butirat. Penambahan isolat selulolitik pada fermentasi kopi berdasarkan hasil analisa asam butirat
menunjukkan bahwa peningkatan asam butirat yang di hasilkan cukup signifikan di bandingkan
perlakuan lain dan kandungan asam butirat dari kopi luwak alami dan kopi arabika asli.
Kandungan asam butirat pada perlakuan ketiga 34 kali lebih besar dibandingkan dengan hasil
analisa asam butirat kopi luwak asli. Hasil ini menunjukakan bahwa enzim selulase yang
diproduksi oleh isolat FLS 1 selain menguraikan polisakarida pada kopi menjadi gula-gula
sederhana tetapi juga menguraikan polisakarida menjadi selulosa pada kulit kopi menjadi
glukosa yang kemudian dikonversi kembali menjadi asam butirat.
Asam laktat (lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting diindustri,
terutama di industri makanan, mempunyai nama IUPAC: asam 2-hidroksipropanoat (CH3-
CHOH-COOH). Asam laktat adalah asam buah yang merupakan salah satu dari Alpha-hdroxy
Acid (AHA) yaitu komponen yang mengandung rantai hidroksi di posisi alfa. (Limin et al
2010). Pada proses fermentasi produksi asam laktat dimulai pada saat metabolisme memasuki
fase glikolisis. Sebuah molekul glukosa dioksidasi menjadi dua molekul asam piruvat. Pada
tahapan selanjutnya duamolekul asam piruvat yang tereduksi oleh dua molekul NADH untuk
membentuk dua molekul asam laktat. Karena asam laktat adalah produk akhirpada reaksi
tersebut maka tidak mengalami oksidasi lebih lanjut, dan sebagian besar energi dihasilkan oleh
reaksi tetap disimpan dalam asam laktat.Dengan demikian, fermentasi ini menghasilkan hanya
sejumlahkecil energi (Liesbetini 2010). Asam laktat dan asam butirat merupakan asam organik
hasil proses metabolisme sehingga pada hasil analisa asam laktat biji kopi hasil fermentasi
terdapat kesamamaan dampak penambahan isolat selulolitik. Penambahan isolat selulolitik pada
fermentasi kopi mengakibatkan adanya peningkatan asam laktat yang dihasilkan cukup
signifikan dibandingkan perlakuan lain, kandungan asam laktat dari kopi luwak alami dan kopi
arabika asli. Kandungan asam laktat pada perlakuan ketiga jauh lebih besar dibandingkan dengan
hasil analisa asam laktat kopi luwak asli ataupun kopi arabika. Hasil ini menunjukakan bahwa
enzim selulase yang diproduksi oleh isolat FLS 1 selama proses fermentasi berlangsung selain
mampu mengkonversi selulosa menjadi asam butirat tetapi juga mampu mengoksidasi glukosa
sehingga pada akhirnya terbentuk asam laktat.
Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya tersusun atas dua atom C pada
masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat berada berdampingan. Karena letak
gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih
besar daripada asam-asam organik lain. Menurut Liesbetini (2010), biosintesa asam oksalat telah
dipelajari pada berbagai golongan organisme dan yang paling banyak dilaporkan dan dipelajari
adalah sintesa asam oksalat pada tumbuhan dan mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri dan
34
jamur. Pada jamur oksalat disintesis oleh dua jenis enzim intraseluler, yaitu glioksilat
dehidrogenase (GLOXDH) dan oksaloasetase (OXA). Enzim-enzim ini menggunakan senyawa-
senyawa perantara yang terlibat dalam siklus asam karboksilat (siklus Krebs) dan glioksilat
(siklur Kornberg) seperti yang terlihat pada gambar 11.
Reaksi yang pertama adalah reaksi oksidasi, dimana enzim GLOXDH mengoksidasi
glioksilat untuk membentuk oksalat sedangkan reaksi yang kedua adalah reaksi hidrolisis,
dimana enzim OXA menghidrolisis oksaloasetat yang memiliki empat atom karbon dan
menghasilkan oksalat dan asetat yang masing-masingnya memiliki 2 atom karbon (Munir 2005)
Asam oksalat pada hasil fermentasi kopi menunjukkan bahwa isolat pendegradasi xilan
(FLX 3) dan selulosa (FLS 1) mensintesis xilan dan selulosa menjadi glukosa sehingga dalam
metabolisme kedua isolat tersebut mendapatkan sumber energi. Semakin kecil asam oksalat yang
terbentuk hal maka semakin baik isolat tersebut mendegradasi selulosa ataupun xilan karena
kecilnya asam oksalat yang terbentuk semakin banyak asam oksalat yang disintesis dalam siklus
krebs menjadi asam sitrat yang selanjutnya disintesis menjadi ATP. Hal ini sesuai dengan
gambaran siklus metabolisme yang disampaikan oleh Bailey dan Ollis (1988) (Gambar X). Hasil
analisa asam oksalat biji kopi hasil fementasi menunjukkan bahwa penambahan isolat selulolitik
dan isolat proteolitik seperti yang dilakukan pada perlakuan ketiga memberikan dampak
penurunan asam oksalat yang lebih tinggi dibandingkan penurunan asam oksalat yang terjadi
apabila kopi arabika tersebut di fermentasi dalam perut luwak. Semakin rendah asam oksalat
maka semakin baik kualitas biji kopi. Pada dosis 4-5 gram asam oksalat atau kalium oksalat
dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa, tetapi biasanya jumlah yang menyebabkan
pengaruh fatal adalah antara 10 dan 15 gram. Gejala pada pencernaan (pyrosis, abdominal kram,
dan muntah-muntah) dengan cepat diikuti kegagalan peredaran darah dan pecahnya pembuluh
darah inilah yang dapat menyebabkan kematian (Bandna et al. 2012).
Gambar 11. Proses metabolisme pembentukan asam sitrat
35
Kafein adalah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama sama
senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan
asal, kafein adalah serbuk putih yang pahit dengan rumus kimianya C6H10O2, dan struktur
kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Maughan dan Griffin 2003).
Hasil analisa kadar kafein biji kopi hasil fermentasi menunjukan bahwa kadar kafein
pada biji kopi yang di fermentasi dipengaruhi oleh dua jenis isolat yaitu isolat xilanolitik dan
proteolitik. Kulit kopi mengandung xilan dan protein akan tetapi jumlahnya tidak sebanyak
selulosa. Pada perlakuan pertama hanya diinokulasikan isolat xilanolitik terlihat penurunan kadar
kafein yang sangat signifikan.Hal ini terjadi karena pada saat proses metabolisme bakteri FLX 3
kebutuhan substrat xilan sebagai sumber energi telah habis disintesis sehingga untuk
mendapatkan energi baru isolat FLX 3 mendegradasi kafein yang terdapat pada kopi sehingga
terjadi penurunan kadar kafein. Dalam metabolisme bakteri ketika karbohitrat sebagai sumber
energi tidak tersedia maka sel pada bakteri akan mengkonversi lemak ataupun protein. Dalam
metabolisme tahapan ini disebut tahapan sintesis asam lemak dan sintesis asam amino (Liesbetini
2010). Bukti lain yang menunjukkan bahwa isolat FLX 3 berperan dalam penurunan kafein pada
biji kopi adalah terjadinya penurunan hasil analisa kadar kafein ketika jumlah isolat xilanolitik
diturunkan dari 10% menjadi 5% akibat adanya penambahan isolat FLP 1. Penambahan isolat
Proteolitik (FLP 1) juga berpengaruh pada perubahan kadar protein kopi. Hal ini dapat terbukti
dari penurunan kadar kafein yang sedikit lebih kecil daripada perlakuan pertama. Apabila isolat
FLX 3 diperkecil dan isolat FLP 1 juga diperkecil maka penurunan kadar kafein juga akan
semakin kecil. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa kadar kafein perlakuan ketiga. Sebagai
isolat proteolitik, bakteri FLP 1tentunya akan mendegradasi kafein pada kopi untuk mendapatkan
energi. Menurut Pangabean (2011) kopi luwak digemari karena keistimewaannya yang memiliki
kandungan kaffein yang lebih rendah di bandingkan dengan jenis kopi lain. Berdasarkan hasil
analisa kadar kafein dapat dilihat bahwa fermentasi kopi menggunakan isolat yang diisolasi dari
kotoran luwak dapat menurun kadar kadar kafein lebih tinggi dibandingkan fermentasi dalam
perut luwak.
Tabel 13. Hasil analisa asam-asam organik biji kopi
Sampel Asam Askorbat
(mg/100g)
Asam
Butirat
(%)
Asam
Laktat (%)
Asam
Oksalat
(ppm)
Kafein
(mg/100g)
Kopi + FLX3 70.94 0.0674 0.1014 4746.90 660.95
Kopi + FLX3 + FLP1 65.12 0.0432 0.1176 1176.26 705.45
Kopi+
FLX3+FLS1+FLP1 43.29 0.28 1.33 776.65 901.62
Kopi Arabika 22.46 0.0072 0.0074 3000 1885.78
Kopi Luwak 20.28 0.0082 0.0026 1700 1342.60
36
Gambar 12. Persentase penurunan kadar kafein biji kopi
Nilai asam-asam organik yang diperoleh pada biji kopi hasil fermentasi adalah nilai
asam-asam organik biji kopi yang hanya melewati tahapan fermentasi dalam proses pengolahan
kopi menjadi kopi yang dapat dikonsumsi. Agar dapat dikonsumsi biji kopi harus melewati
tahapan penyangraian. Ketika proses penyangraian reaksi kimia akan terjadi pada biji kopi. Biji
kopi dapat mengalami proses karamelisasi saat penyangraian. Jadi, nilai-nilai asam organik pada
biji kopi yang hasil fermentasi akan mengalami proses kimia yang dapat berpengaruh pada cita
rasa dan aroma.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Kopi + FLX3 Kopi + FLX3 + FLP1 Kopi + FLX3 + FLP1 + FLS1 Kopi Luwak
65 % 63 %
29 %
52 %
37
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Berdasarkan hasil karakterisasi bakteri proteolitik Bacillus aerophilus dan
Stenotropomonas sp MH3, Bacillus aerophilus terpilih sebagai bakteri proteolitik terbaik untuk
digunakan sebagai isolat dalam fermentasi kopi. Bakteri FLP 1 memiliki kemampuan untuk
tumbuh dan menghasilkan enzim lebih tinggi
Nilai optimum untuk aktivitas enzim, susut bobot, gula pereduksi, gula total, dan
derajat polimerisasi diperoleh pada suhu optimum fermentasi 37o C untuk fermentasi
menggunakan bakteri xilanolitik dan fermentasi dengan kombinasi isolat xilanolitik dengan
isolat proteolitik adalah 37o C. Pada perlakuan kombinasi isolat xilanolitik, selulolitik, dan
proteolitik diperoleh suhu optimum yang berbeda yaitu pada suhu 30o C. Lama masa inkubasi
untuk semua perlakuan untuk mendapatkan hasil optimum adalah 72 jam.
Setiap perlakuan memberikan dampak perubahan nilai-nilai asam organik pada biji
kopi yang signifikan. Perlakuan fermentasi menggunakan isolat xilanolitik memberikan
peningkatan asam askorbat serta penurunan kadar kafein tertinggi. Peningkatan asam butirat dan
asam laktat serta penurunan asam oksalat tertinggi diperoleh pada perlakuan fermentasi
menggunakan ketiga isolat.
5.2. SARAN
Produksi kopi luwak sintesis dengan perlakuan fermentasi kopi yang diinokulasikan
kombinasi Stenotropomonas sp MH34, Proteus penneri, dan Bacillus aerophilusyang diinkubasi
pada suhu 30o C selama 72 jam merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan kopi sintesis
yang proses fermentasinya menyerupai fermentasi dalam perut luwak. Kendala yang perlu
dihadapi adalah masalah tingkat produksi. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat diharapkan
mencoba untuk melakukan scale-up produksi kopi luwak sintesis ini dan mencoba mengatur
komposisi setiap isolat.
38
DAFTAR PUSTAKA
Akhdiya A. 2003. Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Alkalin Termostabil, BuletinPlasma
Nutfah 9 (2).
Bradford M.M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for Quantitation of Microorganism Quantities
of Protein Utilizing the Principle of Protein Binding. Anal Biochem 72: 248-254.
Bailey J.F and F.F Ollis. 1988. "Biochemical Engineering Fundamentals" 2nd Edition didalam
Widayat, Abdullah, Danny Soetrisnanto, dan Mohammad Hadi. 2005. Pembuatan Asam
Sitrat dari Buangan Oadat Buah Nanas dengan Fermentasi Fase Cair dalam Bioreaktor
Bergelembung. UNDIP. Semarang.
Bandna Chand. 2012. Effect Of Processing On The Cyanide Content Of Cassava Products In Fiji.
Journal of Microbiology and Biotechnology13 : 2 (3) 947-958
Buldani D. 2011. EBook_Mengungkap Rahasia Bisnis Kopi Luwak. Cicalengka, Bandung.
Dewi S.L. 2012. Isolasi Bakteri Xilanolitik Dan Selulolitik Dari Feses Luwak. Departemen Biologi.
FMIPA-IPB.
Daulay D dan Rahman A. 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan
Gizi. IPB, Bogor.
Dubois M, Gilles K.A, Hamillton J.K, Rebers P.A, and Smith F. 1956. Colorymetryc Method For
Determination of Sugar and Related Substances. Anal Chem 28: 350-356.
Elias L.G. 1979. Chemical Composition of Coffee-Berry By-Products. di dalam. Braham J E dan
Bressani R. (eds.) Coffee Pulp: Composition, Technology, and Utilization. Institute of
Nutrition of Central America and Panama. Hlm. 17-24.
Enari T.M. 1983. Microbial Cellulase. Di dalam: Fikrinda, Anas I, Purwadaria T, Andreaasantosa.
2000. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Selulase Ekstremorfil dari Ekosistem Air Hitam.
Mikrobiologi Indonesia 5: 48-53.
Estiasih Teti. 2012. Biokimia Dan Analisis Pangan. Tim Dosen PS ITP - THP - FTP UB. Malang
Fujiwara N and Yamamoto K (1987). Production of alkaline protease in a low cost medium by
alkalophutlic Bacillus sp. and properties of the enzymes. di dalamKalaiarasi K, and Sunitha
P. U. 2009. Optimization of Alkaline Protease Production From Pseudomonas fluorescens
Isolatd From Meat Waste Contaminated Soil.African Journal of Biotechnology, 8 (24) :7035-
7041.
39
Hardjo S, Indrasti NS and Bantacut T, 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Pertanian. PAU.
Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Kalaiarasi K and Sunitha P.U. 2009. Optimization of Alkaline Protease Production From
Pseudomonas fluorescens Isolat From Meat Waste Contaminated Soil. African Journal of
Biotechnology, 8 (24) :7035-7041.
Kulkarni N, Abhay Shendye, Mala Rao. 1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanase.
FEMS MicrobiologicalReviews, 23: 411-456.
Liesbetini H. 2010. Modul Kuliah Bioproses (Metabolisme dan Fermentasi). Departemen Teknologi
Indutri pertanian FATETA IPB. Bogor.
Limin Wang dkk. 2010. Highly efficient production of D-lactate by Sporolactobacillussp. CASD with
simultaneous enzymatic hydrolysis of peanut meal.Appl Microbiol Biotechnol DOI. 10: 253-
290.
Maughan R.J dan Griffin J. 2003. Caffeine ingestion and fluid balance: a review. School of Sport and
Exercise Sciencaes,Loughborough University.UK.
Munir Erman. 2005. Peranan Asam Oksalat Dalam Degradasi Lignoselulosa. Departemen Biologi,
FMIPA USU.
Muthulakshmi C, Gomathi D, Kumar D.G, Ravikumar Ganesan, Kalaiselvi M and Uma C.
2011.Production, Purification and Characterization of Protease by Aspergillus flavus under
Solid State Fermentation.
Miller GL.1959. Use of Dinitrosaliclyc Acid for Determination of Reduction Sugar. Anal Chem.
31:426-428.
Naidu K.A. 2003. Vitamin C in human health and disease is still mistery? An Overview. J Nutr 2:7.
Palonen H. 2004. Role of lignin in the enzymatic hydrolysis of lignocelluloses. Disertation at
University of Technology. Helsinki Finland.
Panggabean E. 2011. Mengeruk Keuntungan Dari Bisnis Kopi Luwak. AgroMedia Pustaka,Jakarta.
Pelczar Jr, Michael J, Chan E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-PRESS.
Prabakhar A, Krishnaiah K, Janaun J, and Bono A. 2005. Review Article an Overview Engineering
Aspects of Solid State Fermentation. Malaysian Journal ofMicrobiology, 1(2): 10-16.
Putri Y.S, Fatimah, dan Sumarsih Sri. 2012. Skrining Dan Uji Aktivitas Enzim Protease Bakteri Dari
Limbah Rumah Pemotongan Hewan [jurnal skripsi]. Universitas Airlanggga. Surabaya.
40
Radha S, Sridevi A, Himakiranbabu R, Nithya V.J, Prasad N.B.L, and Narasimha G. 2012. Medium
Optimization For Acid Protease Production from Aspergillus sp. Under Solid State
Fermentation and Mathematical Modelling of Protease Activity. J. Microbiol. Biotech. Res 2
(1):6-16.
Ramos Valdivia A, De la Torre M, Casas Campillo C. 1983. Solid State Fermentation of Cassava with
Rhizopus oligosporus. In Production and Feeding of Single Cell Protein. di dalam Wahyuni
Vera. 2001. Aktivitas Selulase Bacillus pumilus Galur 55 Yang Diisolasi Dari Sumber Air
Panas. FMIPA-IPB. Bogor.
Richana N, Lestina P, dan Irawadi T.T. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa Dari Limbah Tanaman
Pangan dan Pemanfaatannya Untuk Pertumbuhan Bakteri RXA III-5 Penghasil Xilanase.
Jurnal PenelitianPertanian Tanaman Pangan, 23(3):171- 176.
Richana N, Irawadi T.T, Nur M.A, Sailah I, and Syamsu K. 2007. The Process of Xylanase
Production From Bacillus pumilus RXAIII-5 . J. Microbiol Indonesia 1(2):74-80.
Ridwansah. 2003. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Sumatra Utara.
Medan.
Sanghi A, Garg N, Kuhar K, Kuhad R.C, and Gupta V.K. 2009.Cellulase-Free Xilanze for Kraft.
Bioresources 4(3) : 1109-1129.
Septiningrum K dan Chandra A. P. 2011. Produksi Xilanase Dari Tongkol Jagung Dengan Sistem
Bioproses Menggunakan Bacillus Circulans Untuk Pra-Pemutihan Pulp. Jurnal Riset Industri
5(1):87-97.
Shah, A. R and Datta Madamwar. 2005. Xylanase production under solid-state fermentation and its
characterization by an isolatd strain of Aspergillus foetidus in India. World Journal of
Microbiology &Biotechnology, 21: 233–243.
Surhaini. 2010. Pengaruh pH dan Lama Fermentasi OLeh Enzim Selulase Dalam Proses Hidrolisis
Untuk Meningkatkan Nilai Gizi Enceng Gondok. Percikan 211: 0854-8996.
Syamsir Elvira. 2008. Peranan Asam Butirat Dalam Menekan Kanker Kolorektal.
http://ilmupangan.blogspot.com [diakses pada tanggal 26 desember 2012].
Thomas DB. 1989. A Textbook of Industrial Microbiology, Second Edition, Sinauer Associates,
Sunderland, USA.
Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit UniversitasMuhamadiyah Press, Malang.
Yoshida S, T. Satoh, Shimokawa S, Oku S, Ito T, and Kusakabe S. 1994. Substrat Specificity of
Streptomycis Bxylanase Toward Glucoxylan. Biosci. Biotech. Biochem., 58 (6) : 1041 - 1044.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan
Komposisi media xilan
Bahan Jumlah
Birchwood xylan 0.5 gr
Sukrosa 10.3 gr
Ekstrak khamir 1 gr
Agar-agar 2 gr
Akuades 100 ml
Komposisi media skim milk
Bahan Jumlah
Skim milk 0.5 gr
Nutrient Broth 0.65 gr
Agar-agar 1 g
Akuades 50 ml
Komposisi media CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Bahan Jumlah
CMC 1 gr
MgSO4.7H2O 0.02 gr
KNO3 0.075 gr
K2HPO4 0.05 gr
FeSO4.7H2O 0.02 gr
CaCl2 0.004 gr
Ekstrak khamir 0.2 gr
Glukosa 0.1 gr
Aga-agar 2 gr
Akuades 100 ml
Komposisi pereaksi DNS (Dinitrosalicylic Acid)
Bahan Jumlah
NaOH 2.5 g
KNa tartrat 45.5 g
Na2SO3 0.125
Akuades 250
Komposisi pereaksi Bradford
Bahan Jumlah
CBB G-250 0.05 g
Etanol 95% 25 ml
Asam fosfat 85% 50 ml
Aquades 500 ml
43
Komposisi pereaksi yang digunakan untuk analisis aktivitas enzim protease
Bahan Jumlah
TCA 1.633 g
Kasein 0.5 gr
Tirosin 0.045 gr
Tris 2.42 gr
Pewarna folin 40 ml
44
Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease dan kadar protein
1. Pengukuran aktivitas enzim protease
Pengukuran aktivitas enzim menggunakan metode Kunitz yang telah di modifikasi.
Tabel 14. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease
Sampel Kontrol Blanko
1 ml Buffer Tris (0,2 M)
+
1 ml Buffer kasein
+
0,2 ml Larutan Enzim (EEK)
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 10 menit)
+
2 ml Asam Tricloro asetat
+
0,2 ml aquades
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 10 menit)
Sentrifuse pada suhu 40 C
3000 rpm 15 menit
1,5 Supernatan
+
5 ml Na2CO3
+
1 ml pewarna folin
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 20 menit)
1 ml Buffer Tris (0,2 M)
+
1 ml Buffer kasein
+
0,2 ml Tirosin standar
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 10 menit)
+
2 ml Asam Tricloro asetat)
+
0,2 ml Larutan Enzim (EEK)
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 10 menit)
Sentrifuse pada suhu 40 C
3000 rpm 15 menit
1,5 Supernatan
+
5 ml Na2CO3
+
1 ml pewarna folin
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 20 menit)
1 ml Buffer Tris (0,2 M)
+
1 ml Buffer kasein
+
0,2 ml aquades
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 10 menit)
+
2 ml Asam Tricloro asetat)
+
0,2 ml Larutan Enzim (EEK)
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 10 menit)
Sentrifuse pada suhu 40 C
3000 rpm 15 menit
1,5 Supernatan
+
5 ml Na2CO3
+
1 ml pewarna folin
(inkubasi pada suhu 370 C
selama 20 menit)
Unit aktivitas protease setiap sampel dihitung dengan persamaan
Aktivitas Protease (unit/ml) =
Keterangan
Asp : nilai adsrbansi sampel Asp : nilai adsrbansi sampel
Ast : nilai adsrbansi kontrol P : faktor pengenceran
T : waktu inkubasi (10 menit)
(Asp-Abl) x P
(Ast-Abl) x T x BM Xilosa
45
2. Pengukuran kadar protein
Penentuan kadar protein dilakukan dengan mengambil 0.2 ml sampel ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambah 2 ml larutan Bradford dan divortex. Larutan didiamkan selama 15 menit dan
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi yang
dihasilkan kemudian dimasukan ke dalam persamaan linier dari kurva standar protein.
Penentuan kurva standar protein
Larutan stok BSA (Bovine Serum Albumin) diambil sebanyak 0 ml, 0.08 ml, 0.16 ml, 0.24 ml,
0.32 ml, 0.4 ml masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades
hingga volumenya menjadi 0.4 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 4 ml pereaksi Bradford dan
divortex. Selanjutnya larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.
Gambar 12. Kurva standar kadar protein
y = 3.355x + 0.010R² = 0.991
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.00 0.05 0.10 0.15
Ad
sorb
an
si
Konsentrasi BSA (mg/ml)
46
Lampiran 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase, gula total, dan gula
pereduksi
1. Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase
Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase dilakukan dengan memasukkan 500 μL enzim
ekstrak kasar dan 500 μL larutan substrat (xilan 0.5%, CMC 1% dan kulit kopi) ke dalam tabung
reaksi dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 1 jam. Selanjutnya ditambah 1 ml larutan DNS dan
dipanaskan pada suhu 1000C selama 15 menit, didinginkan dan diukur dengan spektrofotometer
pada λ 540 nm.
Aktivitas xilanase dan selulase dihitung dengan rumus
1 Unit Aktivitas Enzim Xilanase ≈ 1 µmol xilosa / menit
1 Unit Aktivitas Enzim Selulase ≈ 1 µmol xilosa / menit
Aktivitas Xilanase (unit/ml) =
Aktivitas Selulase (unit/ml) =
Keterangan
Csp : kadar xilosa atau glukosa sample BM Xilosa : 150.13 gr/mol
Ckt : kadar xilosa atau glukosa control BM glukosa : 180.18 gr/mol
T : waktu inkubasi (30 menit)
2. Penentuan gula total
Penentuan gula total dilakukan dengan metode Fenol-H2SO4 (Dubois et al. 1956). Sebanyak 0.5
ml fenol 5% dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 1 ml supernatan, dikocok dan ditambah 2.5
ml H2SO4 pekat. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrometer pada λ
490 nm.
3. Penentuan nilai gula pereduksi menggunakan metode DNS (Miller 1959)
Nilai gula pereduksi dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ml DNS ke dalam 1 ml sampel
(supernatan), kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit. Larutan
didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 540 nm.
Penentuan derajat polimerisasi
Nilai derajat polimerisasi diperoleh berdasarkan perbandingan antara gula total dengan gula
pereduksi.
DP =
Gula total
Gula pereduksi
(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000
T x BM Xilosa
(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000
T x BM Xilosa
47
Penentuan kurva standar untuk analisis gula total
Larutan stok xilosa diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml,
masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga
volumenya menjadi 1 ml. Setiap tabung reaksi ditambah larutan Fenol 5% sebanyak 0.5 ml dan
larutan H2SO4 pekat sebanyak 2.5 ml. Selanjutnya larutan didiamkan hingga dingin dan diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.
Penentuan kurva standar untuk analisis gula Pereduksi
Larutan stok xilosa diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml,
masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga
volumenya menjadi 2 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi DNS dan dipanaskan
selama 15 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 540 nm.
Gambar 13. Kurva standar gula total
Gambar 14. Kurva standar xilosa
y = 11.78x - 0.004
R² = 0.996
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0 0.02 0.04 0.06 0.08
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi glukosa (mg/ml)
y = 1.859x - 0.021R² = 0.992
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi Xilosa (mg/ml)
48
Gambar 15. Kurva standar gula pereduksi gabungan
y = 1,8612x - 0,0243
R² = 0,9936
-0.100
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400
Ad
sorb
an
si
Konsentrasi xilosa + glukosa (mg/ml)
49
Lampiran 4. Perhitungan residu kulit kopi hasil fermentasi
Analisa susut bobot kulit kopi
Kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang (diketahui bobotnya) diisi dengan kulit kopi hasil
fermentasi (W1) dan dimasukkan ke dalam oven selama ±24 jam. Kertas saring dan kulit kopi yang
telah kering ditimbang sampai bobotnya konstan (W2). Selisih antara W1 dan W2 dihitung sebagai
total susut bobot kering.
Susut Bobot (%) =
W1-W2
W1
x 100%
50
Lampiran 5. Analisa data statistika
Class Level Information
Class Levels Values
fak1 3 P1 P2 P3
fak2 2 Q1 Q2
fak3 4 R1 R2 R3 R4
R 2 1 2
Number of Observations Read 48
Number of Observations Used 48
1. Pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi
Tabel 15. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap susut bobot hasil fermentasi
Dependent Variable: Susut Bobot
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 23 0.09655160 0.00419790 18.22 <.0001
Error 24 0.00553077 0.00023045
Corrected Total 47 0.10208236
R-Square Coeff Var Root MSE Susut bobot Mean
0.945821 3.140642 0.015181 0.483358
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
fak1 2 0.06824272 0.03412136 148.06 <.0001
fak2 1 0.00472728 0.00472728 20.51 0.0001
fak1*fak2 2 0.00477955 0.00238978 10.37 0.0006
fak3 3 0.01491404 0.00497135 21.57 <.0001
fak1*fak3 6 0.00242181 0.00040363 1.75 0.1522
fak2*fak3 3 0.00041665 0.00013888 0.60 0.6196
fak1*fak2*fak3 6 0.00104955 0.00017492 0.76 0.6088
Nilai Pr untuk setiap variable tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan
berbeda untuk isolat yang diinokulasikan, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi secara terpisah
berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh
maka dilkukan uji lanjutDuncan's Multiple Range Test untuksusut bobot.
51
Duncan's Multiple Range Test for Susut Bobot
Note : This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error
rate.
Isolat yang diisolasikan
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square 0.00023
Number of Means 2 3
Critical Range .01108 .01163
Duncan Grouping Mean N fak1
A 0.528078 16 P3
B 0.486150 16 P2
C 0.435845 16 P1
Waktu inkubasi
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square 0.00023
Number of Means 2 3 4
Critical Range .01279 .01343 .001385
Duncan Grouping Mean N fak3
A 0.504658 12 R4
A 0.485368 12 R3
B 0.473414 12 R2
C 0.459991 12 R1
52
2. Pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi
Tabel 16. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula total hasil fermentasi
Dependent Variable: Gula Total
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 23 5457897.230 237299.880 21.34 <.0001
Error 24 266831.943 11117.998
Corrected Total 47 5724729.174
R-Square Coeff Var Root MSE Total Gula Mean
0.953390 5.844821 105.4419 1804.023
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
fak1 2 4848758.777 2424379.388 218.06 <.0001
fak2 1 59453.506 59453.506 5.35 0.0296
fak1*fak2 2 31056.644 15528.322 1.40 0.2668
fak3 3 256448.742 85482.914 7.69 0.0009
fak1*fak3 6 104193.625 17365.604 1.56 0.2014
fak2*fak3 3 85008.788 28336.263 2.55 0.0796
fak1*fak2*fak3 6 72977.149 12162.858 1.09 0.3943
Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan tanpa diinteraksikan < alpha (0,005), artinya
bahwa perlakuan isolat yang diinokulasikan secara terpisahkan berpengaruh nyata terhadap gula
total. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka dilkukan uji lanjutDuncan's
Multiple Range Test untuk gula total.
53
Duncan's Multiple Range Test Untuk Gula Total
Isolat yang diisolasikan
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square 11118
Number of Means 2 3
Critical Range 76.94 80.81
Duncan Grouping Mean N fak1
A 2203.36 16 P3
B 1783.01 16 P2
C 1425.69 16 P1
3. Pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi hasil fermentasi
Tabel 17. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap gula pereduksi hasil fermentasi
Dependent Variable: Gula Pereduksi
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 23 15678.63156 681.67963 566.45 <.0001
Error 24 28.88228 1.20343
Corrected Total 47 15707.51384
R-Square Coeff Var Root MSE Gula Pereduksi Mean
0.998161 2.939919 1.097009 37.31425
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
fak1 2 15098.47787 7549.23894 6273.11 <.0001
fak2 1 0.42300 0.42300 0.35 0.5588
fak1*fak2 2 0.82222 0.41111 0.34 0.7140
fak3 3 371.99461 123.99820 103.04 <.0001
54
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
fak1*fak3 6 54.37511 9.06252 7.53 0.0001
fak2*fak3 3 13.28816 4.42939 3.68 0.0260
fak1*fak2*fak3 6 139.25060 23.20843 19.29 <.0001
Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi tanpa diinteraksikan <
alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan dan waktu
inkubasi secara terpisah berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi. Interaksi ketiga variable juga
berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh
maka dilkukan uji lanjut yaitu Duncan's Multiple Range Test untukgula pereduksi.
Duncan's Multiple Range Test UntukGula Pereduksi
Isolat yang diisolasikan
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square 1.203428
Number of Means 2 3
Critical Range .8005 .8408
Duncan Grouping Mean N fak1
A 62.3229 16 P3
B 26.4694 16 P2
C 23.1504 16 P1
Waktu inkubasi
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square 1.203428
55
Number of Means 2 3 4
Critical Range 0.924 0.971 1.001
Duncan Grouping Mean N fak3
A 40.1277 12 R4
A 39.3479 12 R3
B 36.7883 12 R2
C 32.9932 12 R1
4. Pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi hasil fermentasi
Tabel 18. Analisa data statistik pengaruh perlakuan terhadap derajat polimerisasi hasil
fermentasi
Dependent Variable: derajat polimerisasi
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 23 10954.46098 476.28091 19.88 <.0001
Error 24 574.95199 23.95633
Corrected Total 47 11529.41296
R-Square Coeff Var Root MSE Derajat Polimerisasi Mean
0.950132 8.880154 4.894521 55.11752
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
fak1 2 9613.406672 4806.703336 200.64 <.0001
fak2 1 94.301330 94.301330 3.94 0.0588
fak1*fak2 2 98.242656 49.121328 2.05 0.1506
fak3 3 376.601912 125.533971 5.24 0.0063
fak1*fak3 6 238.405471 39.734245 1.66 0.1746
fak2*fak3 3 235.840292 78.613431 3.28 0.0382
fak1*fak2*fak3 6 297.662645 49.610441 2.07 0.0949
56
Nilai Pr untuk variable isolat yang diinokulasikan dan waktu inkubasi tanpa diinteraksikan <
alpha (0,005), artinya bahwa perlakuan berbeda untuk isolat yang diinokulasikan berpengaruh
nyata terhadap derajat polimerisasi. Untuk mengetahui variable yang paling berpengaruh maka
dilkukan uji lanjut yaitu Duncan's Multiple Range Test untukderajat polimerisasi.
Duncan's Multiple Range Test Untuk Derajat Polimerisasi
Isolat yang diisolasikan
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 24
Error Mean Square 23.95633
Number of Means 2 3
Critical Range 3.572 3.751
Duncan Grouping Mean N fak1
A 68.018 16 P2
B 61.919 16 P1
C 35.416 16 P3
Keterangan :
fak1 : isolat yang di inokulasikan (P) Q1 : suhu inkubasi 30o C
fak2 : suhu inkubasi (Q) Q2 : suhu inkubasi 37o C
fak3 : waktu inkubasi (R) R1 : Waktu inkubasi 24 jam
fak1*fak2 : interaksi fak1 dan fak2 R2 : Waktu inkubasi 48 jam
fak1*fak3 : interaksi fak1 dan fak3 R3 : Waktu inkubasi 72 jam
fak2*fak3 : interaksi fak2 dan fak3 R4 : Waktu inkubasi 84 jam
fak1*fak2*fak3 : interaksi fak1, fak2 dan fak3
P1 : inokulasi satu isolat FLX 3
P2 : inokulasi dua isolat FLX 3 dan FLP 1
P3 : inokulasi tiga isolat FLX 3, FLS 1, dan FLP 1
Huruf yang sama pada kolom Duncan Grouping menunjukkan rata-rata tidak berbeda nyata
Huruf yang berbeda pada kolom Duncan Grouping menunjukkan rata-rata berbeda nyata
57
Lampiran 6. Hasil analisa buah kopi dan gambar isolat proteolitik
Tabel 19. Hasil uji proksimat pada kulit kopi
Sampel Kadar Air
(%)
Kadar Abu
(%)
Kadar
Lemak
(%)
Kadar
Protein
(%)
Karbohidrat
(by difference)
(%)
Kadar Serat
Kasar
(%)
Kulit kopi 14.40 5.96 1.25 6.35 61.05 10.99
Ket: Hasil analisis di Laboratorium Biologi Nutrisi Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB)
Gambar 17. FLP 1 pada media skim milk Gambar 18. FLP 2 pada media skim milk