eritroderma
TRANSCRIPT
ERITRODERMA
I. KONSEP PENYAKIT
1.1 Definisi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup
manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cerminan kesehatan
dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit adalah endoderma.
Endoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red= merah) dan derma,
dermatos (skin=kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada
permukaan kulit yang biasanya disertai skuama.
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema
yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu
jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum
korneum yang terlepas dari kulit.
Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliatativa generalisata, meskipun
sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan
pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata
‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.
Adapun definisi lainnya terkait endoderma atau dermatitis eksfoliatifa generalisata
anatara lain:
Eritriderma adalah istilah untuk segala keadaan klinis dimana terjadi keradangan kulit
yang sangat luas, yang mencapai lebih dari 90% luas permukaan kulit tubuh. (Agusni,
Indropo dkk ;2005)
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai
dengan eritema dan skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh. Prosesnya dapat
primer ataupun idiopatik, tanpa didahului penyakit kulit atau sistemik sebelumnya.
(Mahadi, Irma D Roesyanto; 2000)
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema yang universalis
(90%-100%), biasanya disertai skuama. Bila eritamanya antara 50%-90% disebut
1
sebagai pre-eritroderma. Pada definisi ini yang mutlak harus ada adalah eritema,
sedangkan skuama tidak selalu terdapat.(Djuanda, Adhi; 2007)
Endoderma juga dikenal sebagai exfoliative dermatitis atau pitriasis rubra. Endoderma
adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan
skuama yang meliputi lebih dari 90% area kulit.
1.2 Etiologi
Penyakit kulit sebelumnya
Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya, diantaranya yang paling sering menimbulkan eritroderma anatar lain;
Psoriasis
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis dan transparan.
Dermatitis atopic
Dermatitis atopic adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang mempunyai riwayat
atropi, ditandai dengan adanya reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan dari
lingkungan sekitarnya, seperti bahan iritan, allergen, dan kecenderungan untuk
memproduksi IgE. Karakteristiknya adalah adanya rasa gatal, eritema dan adanya
perubahan histologik dengan sel radang yang bulat, dan ada epidermal spongiotik.
Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan yang sering terdapat pada daerah tubuh
berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superficial.
Reaksi hipersensitivitas Obat
Beberapa obat seperti golongan calcium channel blocker, antiepilepsi, antibiotic
(seperti penicili, sulfonamis, dan vancomicin), allopurinol, gold, lithium quinidine,
simetidin dan dapsone yang paling sering mencetuskan terjadinya eritrodermaderma.
2
Penyakit Keganasan
Penyakit keganasan yang dapat menimbulkan eritroderma adalah limfoma dan leukemia.
CTCL (Cutaneus T cell Lymphoma) atau sindrom Sezary,
Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium dini
mikosis fungoides yang penyebabanya belum diketahui, dan diduga akibat infeksi virus.
Penyebab lainnya:
penyebabnya bersifat idiopatik. Sementara penyebab eritroderm yang kurang umum
anatara lain penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi yang meliputi scabies
dan dermatofit, pitriasis rubra piliasri (PRP) dan penyakit keganasan.
3
1.3 Patofisiologi
4
Factor genetik
Adanya reaksi autoimun
Infeksi streptococcus b haemolyticus, stres, perubahan iklim
Psoriasis vulgaris
Adanya penyakit kulit sebelumnya
Dermatitis atopik
Dermatitis soboroik
Adanya kondisi px kulit yg parah akibat reaksi autoimun dengan kolonisasi
Obat: antiepilepsi, antibiotic, simetidine, dapson dll.
Adanya reaksi hipersensitivitas
Peningkatan IgE
Reaksi alergi
Pengeluaran histamine oleh reseptor H1
Gatal2 seluruh tubuh
Mk: Kerusakan integritas kulit
MK: resiko infeksi
Eritroderma
Reaksi tubuh terhadap agen dalam tubuh (IgE meningkat)
Pelebaran pembuluh darah kapiler di seluruh tubuh
eritema
Aliran darah ke kulit meningkat
Kehilangan panas /evaporasi
menggigil
Jika terus menerus
Tubuh kehilangan panas
Mk: hipotermia
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Kecepatan mitosis kulit (2-3 hari)
Transit sel melalui epidermis menjadi lebih pendek
epidermal turn over
CTCL: Cutaneus T Cell Lymphoma/ Sezary Syndrome
Adanya infeksi virus
Kehilangan /rontoknya skuama yg tebal dan tipis
Kehilangan protein, As Amino, As nukleat & as.amino bebas.
Mengganggu metabolisme tubuh
Kekurangan nutrisi
BB
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pada rambut Alopesi a
Terjadinya penipisan jar. kulit
Pengaturan suhu terganggu
hipertermi
Kehilangan panas
Peningkatan laju metabolisme
Kehilangan
cairan
MK: kekurangan vol. cairan
MK: Gangguan citra tubuh
Adanya lesi
MK: Nyeri akut
1.4 Manifestasi Klinis
Mula-mula timbul bercak eritema yang meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 12-48
jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga
mengenai membrane mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah
terkena dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi
limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah
lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya
bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal.
Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga
sebagai kompenasasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk
menimbulkan panas metabolic.
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat sekarang semua
eritroderma ada penyebabanya, jadi eritroderma selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi
obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya.
Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritema saja,
setelah penyembuhan barulah timbul skuama.
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan dermatitis
seboroik bayi. Psoriosis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu; karena penyakitnya
sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat. Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda
khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasi, merupakan aritroderma yang
disebabakan oleh penyakit psoriasis atau pengobatannya yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topical, komplikasi fototerapi, stres emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya
infeksi.
Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner) terjadi pada usis penderita berkisar 4-
20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala. Eritema pada
seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.
Ptiriasis rubra piliaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi
eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala diikuti perluasan ke dahi
dan telinga, pada saat ini akan menyerupai gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul
5
hyperkeratosis palmoplantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis di
sekeliling tangan dan menyambar ke kulit berambut.
Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel atau bula berukuran kecil, berdinding
kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah eritema
menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit.
Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.
Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papul, vesikel sampai erosi dan
likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.
Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau berlahan-lahan, dapat
langsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh lagi. Kadang-kadang
menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan, puncak mengkilat, polygonal,
papula mungkin terjadi pada bekas garukan (fenomena koebner). Bila dilihat dari kaca
pembesar , papul mempunya pola garis-garis putih (whickham’s striae). Lesi simetrik,
biasanya pada permukaan fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggung dan tungkai.
Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis dan mukosa
vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku menipis dan berlubang-lubang. Anak-anak jarang
terkena tetapi terdapat bercak kemerahan mungkin tidak khas dan dapat keliru dengan
psoriasis. Sering sangat gatal dan cenderung menyembuh dengan sendirinya.
Eritrodermaakibat penyakit sistemik termasuk keganasan, yang tidak termasuk
golongan akibat alergi dan akibat perluasan penyakit kulit, harus dicari penyababnya dan
diperiksa secara menyeluruh, termasuk dengan pemeriksaan laboratorium dan foto torakz.
Termasuk dalam golongan ini adalah sindrom sezary.
Sindrome Sezary:
Penyakit ini termasuk limfoma. Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan
dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lympoma).
Sindrome ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal diserati
skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat infiltrate pada kulit dan edema. Pada
6
sepertiga hingga setengah pada pasien didapati splenomegali, lifadenopati superficial,
alopesia, hyperpigmentasi, hyperkeratosis et plantaris, serta kuku yang distrofik.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Klinis
-Keadaan umum penderita (terutama bila penderita tua atau balita) perlu diperhatikan
apakah ada tanda-tanda dehidrasi, mengigil dan sebgainya.
-pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
-Luasanya eritema (%permukaan tubuh), bentuk skuama tebal dan transparan,
adakah daerah yang basah atau erosi.
-pemeriksaan keadaan kulit kepala rabut dan kuku.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gama globulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat,
leukositosis, maupun anemia ringan. Selain itu pemeriksaan laboratorium yang juga
dapat dilakukan anatara lain pemeriksaan BJ plasma (bila ada kecurigaan deficit
cairan tubuh), pemeriksaan elektrolit (bila ada kelainan dalam pernapasan),
pemeriksaan hapusan darah untuk meningkirkan kemungkinan adanya leukemia,
pemeriksaan KOH jika ada scabies.
3. Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada samapai dengan 50% kasus, biopsy kulit
dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses
inflamasi. Pada tahap akut , spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema.
Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrsi bisa menjadi semakin plemorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostic specific, seperti bandlike limfod
infiltrate di dermis-dermis, dengan sel cerebriform mononuclear atipikal dan
pautrier’s microabscesses.
Pada pasien dengan sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut
dengan sel sezary. Biopsi pada kulit juga member kelainan yang agak khas, yakni
terdapat infiltrate pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sezary
7
syndrome bila jumlah sel yang beredar 1000/mm3 atau melebihi 10 % sel yang
beredar.
1.6 Penatalaksanaan Umum
1. Perbaiki cairan tubuh
2. Eliminasi factor-faktor pencetus anatara lain;
o Diet pantang ikan laut
o Hindari sinar matahari
o Mandi tanpa sabun/ dengan sabun PH netral.
3. Terapi medis
Pada eritroderma golongan I (akibat alergi obat), obat tersangka sebagai kausanya
segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada
golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednisolon 4 x10
mg. Penyebuhan terjadi cepat umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pada golongan II akibat penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula
prednisone 4x 10 mg sampai 15 mg per hari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak
perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan , dosis diurunkan perlahan-
lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan terkena psoriasis, maka obat
tersebuy harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati denga
asetretin. Lama penyebuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa
bulan, jadi tidak seperti golong I.
Pada pengobatan dengen kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika
melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisoslon daripada perdnison dengan
dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid member hasil yang baik. Dosis
prednisone 3x 1,2 mg sehari. Pada syndrome Sezary pengobatan terdiri ata kortikosteroid
(prednisosn 30 mg) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitotatik, biasanya digunakan
klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatka kehinlangan proten. Kelainan kulit juga perl diolesi emolien untuk
8
mengurangi radiasi akibat vasidilatasi oleh eritema misalnya salep lanolin 10% atau krim
urea 10%.
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat local maupun sistemik. Pemberian antibiotic sistemik pada
pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga memberikan keuntungan
karena kolonisasi bakteri dapat menyebabakan eksaserbasi eritroderma.
4. Perawatan Topical
o Bila masih menggigil penderita tidak boleh mandi dulu
o Setiap pagi seluruh tubuh diolesi oleum cocos
o Untuk kulit yang terlalu kering dapat digunakan krim hidrokortison 1 %
.
1.7 Komplikasi
Komplikasi sistemik eritroderma meliputi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok kardiogenik, sindrom gawat napas,
dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan ginekomastia.
Cairan dan elektrolit hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor akibat terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hilangnya protein pada pasien eritroderma
terjadi melalui pembentukan skuama yang lebih dari normal dimana pada pembentukan
skuama meningkat hingga 20-30%. Hilangnya protein yang significan menyebabkan
negative nitrogen balance (keseimbangan nitrogen negative) yang dapat menimbulkan
edema dan hipoalbuminemia.
Pada lesi akan mudah terbentuk kolonialisasi bakteri yang akan menimbulkan
reaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien eritroderma akibat CTCL
atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang mendasari akan lebih rentan terjadi sepsis oleh
bakteri stafilokokus.
1.8 Prognosis
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus
karena penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan obat dihentikan dan diberi
terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini tercepat dari golongan lain.
9
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid
Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi
mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga.
Dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai dengan kondisi yang lemah.
Sindrom sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan meninggal
setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun. kemTIn disebabkan oleh
infeksi atau penyakit yang berkembang menjadi mikosis fungoides.
II ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian Fokus
Pengkajian keperawatan yang berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit
yang mengalami disrupsi , eritamatosus serta basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat
menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme pathogen yang akan memperberat inflamasi
antibiotik , yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi , dipilih berdasarkan hasil kultur dan
sensitivitas.
I. Biodata
Jenis Kelamin: Biasanya laki – laki 2 -3 kali lebih banyak dari perempuan.
II. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit dahulu ( RPM )
Meluasnya dermatosis keseluruh tubuh dapat terjadi pada klien planus , psoriasis , pitiasis
rubra pilaris , pemfigus foliaseus , dermatitis. Seboroik dan dermatosiss atopik ,
limfoblastoma.
Riwayat Penyakit Sekarang
Mengigil panas , lemah , toksisitas berat dan pembentukan skuama kulit.
III.Pola Fungsi Gordon
Pola Nutrisi dan metabolisme
10
Terjadinya kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang
negative mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien ( dehidrasi ).
Pola persepsi dan konsep diri
Konsep diri
Adanya eritema ,pengelupasan kulit , sisik halus berupa kepingan / lembaran zat
tanduk yang besr – besar seperti keras selafon , pembentukan skuama sehingga
mengganggu harga diri.
IV. Pemeriksaan fisik
a. KU : lemah
b. TTV : suhu naik atau turun.
c. Kepala
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
d. Mulut
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
e. Abdomen
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
f. Ekstremitas
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
g. Kulit
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion
pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema ,
pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.
( Marwali Harahap , 2000 : 28 – 29 : Rusepno Hasan , 2005 : 239 , Brunner &
Suddarth , 2002 : 1878 ).
11
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan metabolism tubuh
2. Gangguan integritas kulit b.d Gangguan sensasi: pruritus
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient.
4. Hipotermia b.d kehilangan panas berlebih.
5. Resiko infeksi dengan factor resiko Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat:
lesi pada kulit.
6. Nyeri akut b.d agen cedera biologis: munculnya lesi.
7. Gangguan Citra Tubuh b.d Penyakit : munculnya alopesia.
2.3 Rencana Asuhan Keperawatan.
No Dx. Kep. Tujuan dan
Kriteria hasil
(NOC)
Intervensi
(NIC)
Rasional
1 Kekuran
gan
volume
cairan
b.d
peningka
tan
metaolis
me
tubuh.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam diharapkan
klien dapat
menunukkan status
hidarasi yang
adekuat dengan
indikator:
indikator score
Turgor kulit
(<2 detik)
4
Kelembapan
membrane
mucus
3
Intake cairan 4
Hypovolemia
management:
1. Observasi tanda-
tanda vital,
membrane mukosa,
turgor kulit
2. Observasi input dan
output dan IWL
3. Berikan cairan per
oral dan IV sesuai
indikasi
4. Monitor hasil
laboratorium.
5. Memonitor adanya
tanda-tanda
dehidrasi:
1. Indikator keadequatan
status hidrasi.
2. Klien tidak
mengkonsumsi cairan
sama sekali
mengakibatkan
dehidrasi atau
mengganti cairan
untuk masukan kalori
yang berdampak pada
keseimbangan
elektrolit atau balance
cairan
3. Menggantikan
kehilangan cairan dan
memperbaiki
12
adekuat
Output cairan
seimbang
4
Batasan
karakteristik:
-suhu normal=36,5-
37,5 0C
keseimbangan cairan
dan elektrolit
4. Memberikan
informasi status
hidrasi klien
5. Adanya kehilangan
cairan berlebih dapat
menimbulkan
dehidrasi yang
berbahaya dan
mengakibatkan syok
2 Kerusak
an
integritas
kulit b.d
ganggua
n
sensasi:
pruritus
Setelah dilakukan
tindakan 1x24 jam
kerusakan integritas
kulit dapat
berkurang.
Klien menunjukkan
infeksi berat
(infection
severity)berkurang
dengan indikator:
indikator score
Suhu tubuh
normal
(36,5-37,5 0C)
4
Nyeri
berkurang
(ringan)
3
Pus atau 3
Skin care: topical
treatment
1. Observasi keadaan
kulit setiap hari
2. Lakukan mobilisasi
pada pasien minimal 2
jam sekali.
3. Lakukan perawatan
luka dan Oleskan obat
topical sesuai dengan
indikasi :antibiotic,
oil, dan anti inflamasi.
4. Jagalah kebersihan
tempat tidur, dan
linen.
Infection protection:
5. Cuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan.
6. Batasi pengunjung
1. Mengetahui
perkembangan
integritas kulit
pasien.
2. Menghindari
tekanan yang
terlalu lama yang
dapat menimbulkan
luka lecet/dekubitus
terutama pada
tonjolan tulang.
3. Memberikan
perawatan yang
kulit dengan
memberikan
antibiotic untuk
membunuh kuman,
antiinflamasi untuk
meringankan nyeri,
13
cairan pada
luka (-)
Luka (-) 3
Ruam/
erosi(-)
3
Bau (-) 4
Batasan
karakteristik:
-skuama/sisik
berkurang
-luka dekubitus
(-)
dan obat oil untuk
menjaga
kelembaban kulit
yang kering dan
berskuama.
4. Menghindari
adanya infeksi
nosokomial yang
dapat memperparah
keadaan.
5. Menjaga diri dan
pasien dari infeksi
lebih lanjut.
6. Untuk mengurangi
paparan kepada
pasien yang dapat
memperberat
infeksi.
3 Ketidaks
eimbang
an
nutrisi:
kurang
dari
kebutuha
n tubuh
b.d
Ketidak
mampua
n
mengabs
-Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 3x24
jam
ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan dapat
teratasi.
-Klien
menunjukkan;
Status nutris dg
indikator:
indikator score
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake Fe, protein,
vitamin C, asam
1. Untuk memastikan
pemeberian makanan
yang sesuai untuk
pasien.
2. Perhitungan
kebutuhan kalori
sesuai keadaan dan
kondisi pasien sangat
penting untuk
menentukan intake
yang harus diberikan.
3. Untuk memenuhi
kebutuhan unsure-
14
orpsi
nutrisi
Intake
nutrient
(vitamin,
protein,
Mineral,ka
rbohidrat)
adekuat
4
Intake
makanan
4
Intake
minuman
4
BB sesuai
TB normal
(36-40 Kg)
Hb dan
hematokrit
normal
(Hb=14,3-
17,7)&
(Hct=40-
47%)
Batasan
karakteristik:
-Keadaan umum
baik
-laboratorium:
Albumin=(3,5-
5,5)
MCV= (80-
93)fl
MCH=(27-
folat,zink,dan lainnya
sesuai indikasi.
4. Berikan makanan
yang terpilih (sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
5. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
6. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
7. Ukur BB pasien jika
memungkinkan
8. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Hct
unsur penting dalam
tubuh sehingga
metabolisme/ reaksi
dalam tubuh baik.
4. Makanan yang sesuai
dengan perhitungan
yang tepat membantu
penyembuhan pasien.
5. Pengetahuan tentang
nutrisis sangat penting
untuk memandirikan
pasien.
6. Agar nutrisi dapat
masuk ke tubuh
pasien.
7. Mengetahui
perkembangan gizi
pasien.
8. Adanya kulit kering
dan pigmentasi yang
abnormal
menunjukkan adanya
gangguan dalam
nutrisi tubuh.
9. Adanya kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
yang abnormal
menunjukkan adanya
gangguan dalam
nutrisi tubuh.
15
31)pg
penyebaran
rambut merata.
kulit kering
dan kasar
berkurang
mukosa bibir
tidak kering
Status gizi
membaik
10. Memastikan nutrisi
dalam kondisi
seimbang.
16
PSORISIS VULGARIS
Definisi:
Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronis dan residitif yang ditandai dengan
macula yang eritematus, bentuknya dapat bulat atau lonjong yang tertutup skuama
tebal, transparan atau putih keabu-abuan.
Etiologi
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, namun terdapat 3 aspek
yang sangat berperan, antara lain;
1. Predisposisi genetic
Adanya kecenderungan timbulnya psoriasis vulgaris dipengaruhi oleh factor
genetic. Dikatakan bahwa penurunannya secara autosomal dominan dengan
“incomplete pnetrance”
2. Faktor presispitasi
-Trauma
-Infeksi: terutama dengan streptococcus b haemolyticus
-Stres emosisonal : menimbulkan eksaserbasi
-Perubahan iklim menyebabkan penyakit lebih aktif.
3. Perubahan struktur biokimia
Terjadi pemendekan turn over epidermis yang normalnya berlangsung antara 28-
30 hari pada psoriasis vulgaris hanya berlangsung antara 3-4 hari.
Manifestasi Klinis
1. Keluhan penderita biasanya sedikit gatal dan panas disamping keluhan kosmetik.
2. Lesi kulit yang pertama kali timbul biasanya pada tempat-tempat yang mudah
terkena trauma antara lain; siku, lutut, sacrum,kepala dan genitalia, berupa macula
eritematus dengan batas jelas, tertutup skuama tebal dan transparan yang lepas
pada bagian tepid an lekat di bagian tengah.
Skuama ini selalu menunjukkan gambaran menebal yang konstan dan
perlekatannya yang kendor . Bentuk yang paling sering dijumpai adalah bentuk
macula yng erupa bercak Yang dapat bulat atau oval dengan diameter satu sampai
17
beberapa sentimeter. Bentuk ini akan statis dalam jangka waktu lama yang apabila
terjadi eksaserbasi dapat memberikan perubahan bentuk klinik yang bermacam-
macam anatar lain; bentuk anular, gyrate, folicularis, gutata, dan punktata.
3. Selain itu psoriasis dapat menyerang kuku dimana permukaan kuku menjadi
keruh, kekuningan dan terdapat cekungan/pitting atau titik-titik punctuate,
menebal dan terdapat subungual hyperkeratosis sehingga kuku terangkat dari
dasarnya. Dalam hal ini kuku tangan lebih sering diserang daripada kuku kaki.
4. Psoriasis dapat menyerang mukosa dan sendi-sendi terutama sendi kecil.
Pemeriksaan Diagnostik
-Pemeriksaan klinis;
1. Karsvlek phenomena (phenomena bercak lilin) yaitu bila skuama psoriasis
dikerok akan terlihat warna keruli seperti kerokan lilin.
2. Austpitz sign: bila cara mengerok tadi diteruskan akan terlihat titik-titik
perdarahan oleh karena terkena papilla dermis pada ujung-ujung yang
memanjang.
3. Koebner Phenomena: Bila pada kulit yang masih normal terkena trauma/garukan
maka akan timbul lesi baru yang bersifat sama dengan lesi yang telah ada. Sifat
seperti ini juga ditemukan pada likhen planus, lichen nitidus, veruka plana dan
eksematoid dermatitis.
-Histopatologi dalam hal ini pemeriksaan PA adalah spesifik dan menentukan
kepastian diagnosis psoriasis:
1. Akantosis dengan disertai pemanjangan dari rete ridges
2. Pemanjangan dan pembesaran papilla dermis.
3. Hiperkeratosis dan parakeratosis
4. Penipisan sampai hilangnya stratum granulosum
5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
6. Edema dermis disertai infiltrasi limfosit dan monosit
7. Mikro abses dari munro yang merupakan kumpulan kecil dari sel-sel neutrofil
pada stratum korneum.
18
Penatalaksanaan Umum
1. Dalam penatalaksanaan psoriasis perlu diperhatikan mengenai;
-luasnya lesi kulit
-lokalisasi lesi kulit.
-Umur penderita
-Ada tidaknya kontraindikasi terhadap obat yang akan diberikan
2. Pengobatan konsul belum dapat diberikan sehingga pengobatan ditunjuk untuk:
-Menghilangkan factor-faktor yang dianggap sebagai pencetus timbulnya
psoriasis antara lain: stres diberikan sedative, fokal infeksi dapat berupa tonsillitis,
carries, investasi parasit harus dibrantas.
-Menekan/menghilangkan lesi psoriasis yang telah ada meliputi:
a. Pengobatan topical
Biasanya digunakan salep/cream yang mengandung steroid atau tar (salep LCD
5%)
b. Pengobatan sistemik:
1) Lesi yang terbatas digunakan untuk folic acid tablet dengan dosis sehari 3
kali tablet.
2) Untuk lesi yang luas digunakan methotrexate (MTX) dengan dosis sebagai
berikut;
Cara 1: Sehari 2 kali tablet selama 7 hari, kemudian istirahat 1 minggu
untuk observasi LFT, RFT dan darah rutin. Bila hasil laboratorium tetap
baik MTX dapat diberikan lagi dengan dosis dan aturan yang sama sampai
terjadi perbaikan klinis (lesi tidak aktif lagi), yang kemudian dosis MTX
dapat diturunkan secara tapering off sampai tercapai dosis maintenance.
Cara 2: Methoraxate 2 tablet dierikan 2-3 kali selang 12 jam, istirahat 1
minggu. Setelah itu diberikan dengan dosis yang dikurangi 1 tablet setiap
minggu sampai tidak minum lagi. Sewaktu tidak minum MTX, maka
penderita minum tablet asam folic acid sehari 3 kali 1 tablet. Sewaktu
minum MTX, tidak dibolehkan minum folic acid.
19
3) Pengobatan Kombinasi:
a. Psoralen sistemik dengan penyinaran ltraviolet (PUVA) pada lesi kulit
dalam beberapa hal bisa dipakai sebagai pengobatan alternative.
b. Kombinasi obat topical dan sistemik.
20
DAFTAR PUSTAKA
Agusni, Indropo et all.(2005). Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu penyakit Kulit
dan Kelamin: Eritroderma.Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
Djuanda,Adhi. (2007).Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Dermatosis Eritroskuamosa. Edisi
Kelima.Jakarata: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Harahap, Marwali.(2000).Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Hipokrates
Mansjoer , Arief .(2000). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : EGC
Mahbob, Nordadia bt Mohammad. (2013). Eritroderma. Dpartemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang.
Http//:81036435-referat-eritroderma.pdf.html.com (diakses tanggal 29 april 2013).
Mccloskey, Joanne et all. (2008).Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby
Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcome Classification (NOC).USA.Mosby
.
21