eritroderma psoriasis makalah
DESCRIPTION
psoriasisTRANSCRIPT
Modul Kulit dan Penyakit Menular Seksual
Tuan M dengan Keluhan Gatal Seluruh Tubuh, Merah Kering Serta Bersisik
KELOMPOK IX
030.2006.027 Andriati Nadhilah W
030.2008.138 Krisna Herdiyanto
030.2009.006 Ahmad Fatahillah
030.2009.024 Anissa Aulia Adjani
030.2009.052 Chaterine Grace Tauran
030.2009.075 Dudi Novri Wijaya
030.2009.102 Giovanni Duandino
030.2009.128 Katherine Rinova
030.2009.142 Marco Indrakusumah
030.2009.176 Nyimas Ratih Amandhita
030.2009.204 Ricky Suritno
030.2009.214 Ronald Aditya Prasetya
030.2009. 267 Widya Rahayu Arini Putri
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 30 MEI 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis merupakan penyakit kronik rekuren pada kulit dengan gambaran klinis
yang bervariasi. Lesi pada kulit biasanya sangat jelas sehingga diagnosis dapat dengan mudah
ditegakkan. Jenis lesi pada psoriasis adalah eritroskuamosa atau eritropapuloskuamosa, yang
menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan vaskuler (eritem) dan epidermis (skuama atau
papul). Bercak eritem pada psoriasis berbatas tegas dengan skuama tebal, berlapis,
transparan, berwarna putih seperti mika pada daerah predileksi.
Daerah predileksi psoriasis adalah batas rambut kepala, lutut, siku, lumbosakral dan
kuku. Namun, secara umum daerah predileksinya adalah di daerah ekstensor yaitu daerah
yang mudah terkena trauma.
Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang sering terjadi dan terdapat di
seluruh dunia, prevalensi penyakit ini bervariasi pada setiap negara di dunia, hal ini mungkin
dikarenakan adanya faktor ras, geografi dan lingkungan. Prevalensinya mulai dari 0,1%
hingga 11,8%. Di literatur lain ada yang menyebutkan 1-3% dari penduduk di negara-negara
Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis. Dan ada lagi literatur yang melaporkan
1,5-3% populasi di Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis dan jarang dijumpai
pada Negara Afrika dan Jepang. Angka kejadian pada laki-laki dan perempuan sama. Insiden
pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada orang yang memiliki kulit berwarna, kasus
psoriasis jarang dilaporkan pada bangsa Indian di Amerika maupun bangsa Afrika. Karena
kebanyakan penderita psoriasis memiliki lesi-lesi yang tak hilang seumur hidupnya, hal ini
jelas merupakan masalah.
Sampai sekarang masih belum diketahui mengapa bisa timbul psoriasis. Pada
banyak kasus diduga ada faktor genetik berperan, terutama bila penyakit ini mulai diderita
sejak usia remaja atau dewasa muda.
Beberapa pemicu yang sudah dikenal dapat menyebabkan timbulnya psoriasis pada
mereka yang rentan terkena, yaitu trauma, infeksi, obat-obatan dan bahkan pajanan sinar
matahari yang mengenai tubuh secara langsung, lebih dari 20 menit menurut the American
Academy of Dermatology (AAD), dapat menjadi pencetus timbulnya psoriasis bagi mereka
yang rentan. Beberapa penulis juga menyebutkan bahwa stres dapat mencetuskan timbulnya
psoriasis. Namun demikian, belum dipahami secara jelas apa penyebab perubahan tempat-
tempat tertentu di kulit menjadi plak psoriasis, sedangkan tempat yang lain tetap normal.
Psoriasis diklasifikasikan sebagai penyakit eritropapuloskuamosa, yang memiliki
banyak tipe seperti tipe plaque, guttate, pustular, inverse dan erythrodermik psoriasis.
Pengobatan pada penderita psoriasis sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai
dari terapi topikal, sistemik dan dengan menggunakan penyinaran.
BAB II
LAPORAN KASUS
Tuan M usia 67 tahun, berobat k RSUD bagian poliklinik kulit dan kelamin dengan
keluhan gatal seluruh tubuh, merah kering serta bersisik, sudah seminggu ini. Selain itu OS
juga seringkali merasa menggigil kedinginan.
OS adalah pasien rutin bagian kuliat RSUD ini, dia tergolong yang rajin berobat tiap
bula, tetapi penyakit kulit yang dideritanya masih sering kambuh.
Sehingga OS mencoba mengkonsumsi capsul TOKEK dan mengolesi minyak
BIAWAK ke kulitnya yang sakit menahun tersebut satu minggu yang lalu.
Seminggu setelah diobati tidak menjadi sembuh tetapi seluruh tubuhnya menjadi
merah dan bersisik.
Penelusuran pada Rekam Medis tercatat adalah sebagai berikut:
11 Januari 2009
Diagnosis : Urtikaria akut (udang)
15 Mei 2009
Diagnosis : Tinea kruris
2 September 2009
Diagnosis : Herpes Zooster Opthalmicus
2 Februari 2009
Diagnosis : Karbunkel
2 Desember 2009
Diagnosis : Psoriasis dan DM terkontrol; TD 130/80 mmHg
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Identitas
Nama : Tuan M
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 67 tahun
B. Keluhan utama
Gatal seluruh tubuh, merah kering serta bersisik selama seminggu
C. Keluhan Tambahan
Sering menggigil kedinginan, mempunyai riwayat kulit kronis dan obat memperparah
penyakit kulit.
D. Riwayat Penyakit Sekarang
OS mengkonsumsi obat TOKEK dan minyak BIAWAK pada kulit yang sakit menahun ini
menyebabkan OS gatal seluruh tubuh, merah kering serta bersisik. OS juga mengeluh
menggigil kedinginan
E. Hipotesa
Masalah Hipotesa
Gatal seluruh tubuh, merah
kering serta bersisik
Infeksi jamur : kandidiosis intertriginosa
Autoimun : Psoriasis
Eritroderma
Keganasan : Sindroma Sezary
Menggigil Eritroderma → Vasodilatasi
Sebelumnya pasien juga mengeluh kulit
kemerahan (eritema). Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke kulit meningkat sehingga
kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien
merasa dingin dan menggigil
Urticaria akut (udang) Reaksi alergi, pasien yang menderita alergi dalam
tubuhny terjadi peningkatan kadar IgE, eusinofila,
T2. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
sensitivitas, seseorang yang mempunyai riwayat
alergi cenderung memiliki resiko lebih banyak
untuk menderita kelainan kulit dibandingkan
dengan orang yang tidak mempunyai riwayat
alergi.
Tinea kruris, herpes zoster,
karbunkel, pasoriasis
Penyakit-penyakit kulit ini juga menunjukan
bahwa pasien memang meimiliki masalah pada
kulitnya dan memang mudah terkena penyakit
kulit. Hal ini bisa menjadi factor resiko untuk
menderita psoriasis, selain itu bisa juga
pengobatan dari berbagai macam penyakit kulit
memberikan respon negatif dalam tubuh pasien
sehingga bisa menimbulkan reaksi negatif dari
tubuh berupa munculnya penyakit kulit sebagai
akibat dari penggunaan obat dan banyaknya
penyakit kulit yang pernah diderita pasien
DM terkontrol Salah satu factor predisposisi terjadinya psoriasis.
Selain itu seseorang yang memiliki riwayat DM
memiliki penurunan imunitas, sulit sembuh dari
penyakit kulit, darah yang mengandung glukosa
menjadi tempat yang disenangi mikroorganisme
untuk tumbuh dan bisa menimbulkan infeksi
sekunder.
F. Patofisiologi
Eritroderma
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang diketahui adalah akibat suatu agent
dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema)
yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan.
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien
merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung.
Juga dapat terjadi hipotermi akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang
makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat.
Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding dengan laju metabolisme
basal.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9gram/m2 permukaan kulit atau lebih
sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan
berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama globulin γ terjadi,
kemungkinan disebabkan pergeseran cairan ke ruang ekstravaskular.
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah
berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.1,2
Sindrom sezary
Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium dini
mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan dengan
infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL.1
Psoriasis
Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis resiko
mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita
psoriasis risikonya mencapai 34 – 39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua
tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan
awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik
ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis
tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa
berkorelasi dengan HLA-B27.
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen
(dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk
aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfositik dalam
epidermis. Sedangkan pada lesi baru umunya lebih banyak didominasi oleh limfosit T
CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel
Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi
epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen. Pada psoriasis pembentukan
epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari. Sedangakan pada kulit normal
lamanya 27 hari. Nickoloff berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit
autoimun. Lebih 90% kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif.
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan,
diantaranya stress psikik, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat,
juga alkohol dan merokok. Stress psikik merupakan faktor pencetus utama. Infeksi
fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis gutata, sedangkan
hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus
psoriasis gutata sembuh setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan
oleh streptococcus. Faktor endokrin rupanaya mempengaruhi perjalanan penyakit.
Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan
umumnya membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan
metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor
pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif adalah beta adrenergic
blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak kortikosteroid
sistemik.1
Anamnesis tambahan
Bagaimana intensitas gatal?
Untuk membedakan ini suatu eritroderma atau sidrom sezary.
Apakah gatal bertambah berat apabila berkeringat?
Infeksi jamur akan bertambah berat pada daerah yang lembab.
Apakah pernah menderita psoriasis?
Karena psoriasis dapat meluas menjadi eritroderma
Apa saja pengobatan yang diterima?
Obat yang diterima misalnya kortikosteroid dapat menyebabkan eritroderma dan
memperparah suatu infeksi jamut
Apakah ada riwayat trauma?
Pencetus dari psoriasis
Apakah merokok ataupun mengkonsumsi alkohol?
Pencetus dari psoriasis
Apakah ada keluarga ada mengalami hal yang sama?
Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan
jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34 – 39%.
Apakah ada riwayat alergi?
G. Pemeriksaan fisik
Status Generalis
1. Tanda vital
a. Nadi : -
b. Tekanan darah : 130/80 mmHg
c. Pernapasan :
d. Suhu : -
e. TB/BB : -/-
2. Status Mental
a. Kesadaran :
b. Kesan sakit :
c. Penampilan pasien :
3. Kulit : eritema, skuama, kering dan teraba dingin
4. Kelenjar getah bening
5. Kepala dan wajah
6. Leher
7. Thorax
8. Abdomen
9. Urogenital
10. Genitalia eksterna
11. Anus dan rectum
12. Ekstremitas :
Status lokalis
H. Pemeriksaan penunjang
- Langsung
kerokan kulit dengan KOH 10-20 %. Pada kandidiasis terlihat pseudohifa
blastopora.3
- Patch Test
untuk mengetahui suatu alergi. Tapi kurang dianjurkan pada fase akut.2
- Pemeriksaan darah lengkap
untuk melihat lekositosis pada sindrom sezary.2
- Serologik
IgE akan meningkat pada alergi.2
- X-ray
Melihat gangguan yang ditimbulkan sindrom sezary karena salah satu
komplikasinya adalah gagal jantung.
- Histopatologi
Pada sindrom sezary dapat ditemukan badan sezary. Sedangkan pada psoriasis
kita bisa mendapatkan gambaran abses munrou di stratum spinosum.1
- Urinalisis
Akan ditemukan proteinuria akibat dari hipoalbumin.
- Kimia darah
Melihat kadar albumin dan globulin. Biasanya akan didapatkan
hiperglobulinemia.2
I. Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Eritoderma Psoriatik
Diagnosis diambil berdasarkan gejala klinis berupa bercak merah kering yang gatal
pada seluruh tubuh serta bersisik. Ditemukan juga pasien merasa kedinginan, ini merupakan
salah satu gejala yang diakibatkan dari vasodilatasi pembuluh darah.
J. Diagnosis Banding
Sindrom sezary
Eritoderma akibat obat
Kandidiasis intertriginosa
Pitriasis rosea
K. Tatalaksana
1. Non medikamentosa
a. Rawat inap dengan indikasi gangguan jantung ataupun gangguan sistemik
b. Edukasi → Hindari agent penyebab
c. Berhenti memakai obat-obat yang dapat menyebabkan psoriasis
d. Diit tinggi karbohidrat dan tinggi protein
e. Rehidrasi
f. Rujuk ke spesialis kulit
2. Medikamentosa
a. Topikal : kortikosteroid low potent
b. Sistemik : Kortikosteroid dengan tapering off.
L. Prognosis :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : ad malam
M. Komplikasi :
Komplikasi eritroderma psoriatik dapat menyebabkan gangguan jantung, gangguan ginjal,
dan infeksi kulit. Infeksi kulit terjadi karena proses keratinisasi yang sangat cepat sehingga
proteksi menurun.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI KULIT
Kulit adalah organ tubuh yang terletak
paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5
m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan. Pembagian kulit secara garis besar
tersusun atas 3 lapisan utama yaitu:
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true
skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adannya sel dan jaringan lemak.
1. Lapisan epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum
lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum
basale
Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit
yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng
yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan
koneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak
lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum spinosum (stratum malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan
akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda
karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen,
dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng
bentuknya. Diantara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel
(intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan
antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus
bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stranum spinosum
mengandung banyak glikogen.
Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus ( kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade) lapisan ini merupakan
lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi
reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar
dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh
jembatan antar sel serta sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes).
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapiasan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen
cellular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni pars papilare,
yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
serta pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini
tediri atas serabut-serabut penunjangn misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar
(matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin suflat, dibagian
ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan
(bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur
dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen
muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang
serta lebih elastis.
3. Lapisan subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan otot longgar, berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipsahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat
mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini
juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 Pleksus, yaitu Pleksus yang terletak di bagian atas
dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih
besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.
Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku. Kelenjar kulit terdapat di
lapisan dermis dan terdiri atas kelenjar keringat (Glandula sudorifera) dan kelenjar palit
(glandula sebasea). Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang
menebal. Dan kemudian rambut terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut)
dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut).4
B. PSORIASIS
Definisi
Psoriasis ialah penyakit yang
penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-
bercak eritema barbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan;
disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan
Kobner.
Sinonim
Psoriasia juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada
psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.
Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik,terlebih-lebih mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif.
Insiden pada kulit orang puih lebih tinggi dari pada orang kulit berwarna. Di Eropa
dilaporkan sebanyak 3 – 7%, di Amerika Serikat 1 – 2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Pada
bangsa bekrulit hitam, misalnya di Afrika, jarang dilaporkan, demikian pula bangsa Indian di
Amerika.
Insiden pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis terdapat pada semua
usia tetapi umumnya pada orang dewasa.
Etiopatogenesis
Faktor genetik
berperan. Bila orang
tuanya tidak
menderita psoriasis
resiko mendapatkan
psoriasis 12%,
sedangkan jika salah
seorang anggota
keluarganya ada
yang menderita
psoriasis resikonya
mencapai 34 – 39%.
Berdasarkan awitan
penyakit dikenal dua tipe : psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe
II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal ini yang menyokong adanya faktor genetik
ialah bawha psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13,
B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan
psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetika pada psoriasis dapat diekspresikan
pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
matang umumunya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri dari
limfosit T CD4 dengan sebukan limfosit dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru
umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar
17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya
pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3 – 4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya
27 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1998) berkesimpulan
bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% kasus dapat mengalami remisi
setelah diobati dengan imunosupresif.
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut kepustakaan, diantaranya stres
psikik, infeksi fokal, trauma (fenomena kobner),endokrin, gangguan metabolic, obat, juga
alcohol dan merokok. Stres psikik merupakan factor pencetus utama. Infeksi fokal
mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata,
sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas.Pernah dilaporkan kasus-kasus
psoriasis gutata yang sembuh setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan
oleh streptococcus. Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak
insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya
menbaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolism, contohnya
hiperkalsemia dan dialysis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus. Obat yang umumnya
dapat menyebabkan residif ialah beta adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan
penghentian mendadak kortikosteroid sistemik.
Gejala Klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian penderita mengeuh gatal ringan. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstermitas begian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
lumbrosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di
atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema
yangf ditengan menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, transparan. Besar kelainan bervariasi : letikular, nummular atau
plakat, dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis
gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh
streptococcus.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isometrik). Kedua
fenimena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya
kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan
veruka plana juvenilis.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggires
dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-
bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya
garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut
fenomena kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang
agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar,Kelainan
yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan
tanduk di bawahnya (hyperkeratosis subungual), dan onikolisis. Penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelaina pada sendi (arthritis psoriatik),terdapat pada 10 – 15% pasien psoriasis.
Umumnya pada sendi interfalang. Umumnya bersisifat poliartikular, tempat predileksinya
pada sendi interfalang distal, terbanyak terdapat pada usia 30 – 50 tahun. Sendi membesar,
kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang
ditemukan dan tidak penting untuk diagnosis sehingga tidak dibicarakan.
Bentuk Klinis
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis.
1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe
plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang
telah diterangkan di atas.
2. Psoriasis gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bacterial maupun viral.
3. Psoriasis Inversa (psoriasis fleksural)
Poriasis tersebut mempunyai tampat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan
namanya.
4. Psoriasis eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainannya eksudatifnseperti dermatitis
akut.
5. Psoriasisn seboroik (seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dermatitis
seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak.
Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.
6. Psoriasis Pustulosa
Ada dua bentuk psoriasis pustulosa, yaitu : palmar-plantar dan generalisata.
a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)
Penyakit inibersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau
keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam,
dia atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortikosteroid sistemik. Faktor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar matahari,
alcohol, stres emosional, serta infeksi bacterial dan virus.
Gejala awalnya ialah kuliat yang nyei, hiperalgesia disertai gejala umum
berupa demam malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada mingkin
eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa
pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustule miliar pada plak-
plak tersebut. Dalam sehari pustule-pustul berkonfluensi membentuk ”lake of pus”
berukuran beberapa cm. Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat
menjadi eritroderma.Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis (leukosit
dapat mencapai 20.000/µl), kultur pus dari pustule steril.
7. Eritroderma psoriatic
Eritroderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi
psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih
meninggi.
Histopatologi
Psoriasis member gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis dan
akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok lukosit yang disebut abses
Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.
Dignosis Banding
Pada diagnosis banding psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas, yakni
skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena tetesan lilin, dan fenomena
Auspitz.
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi
hanya dipinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan pd
dermatofitosis gatal sekali dan pada sedian langsung ditemukan adanya jamur.
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriasiformis.
Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat, perbedaanya pada sifilis terdapat
senggama tersangka, pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, dan tes
serologic untuk sifilis positif.
Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak
dan kekuning-kuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik.
Pengobatan
Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada pengobatan
psoriasis gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah infeksi
tersebut diobati umumnya psoriasisnya akan sembuh sendiri.
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosterid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, kira-kira dosisnya ekuivalen dengan
prednisone 30mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian mendadak obat akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat teradi psoriasis pustulosa generalisata.
2. Obat sitostatik
Biasanya obat yang dipakai adalah metrotreksat. Kontraindikasi ialah kelainan
hepar, ginjal, system hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif, ulkus
peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis. Doisnya 3x 2,5 mg per hari, dengan
interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis 7,5 mg.
3. DDS (diaminodifenilsulfon)
Dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2x100
mg per hari. Efek sampingnya : anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan
agranulositosis.
4. Etretinat dan asitretin
Etretinat merupakan obat retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain. Efek sampingnya ialah kulit menipis, hidung
kering, peningkatan lipid darah, gangguan fungsi hepar, hyperostosis dan
teratogenik.
Aitretin merupakan obat metabolit aktif etretinat yang utama. Efek samping dan
manfaatnya serupa dengan etretinat.
5. Siklosporin
Efeknya imunosupresif. Dosisnya 6mg/kgBB sehari. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik.
Pengobatan Topikal
1. Preparat ter
Efeknya adalah sebagai anti radang. Yang sering digunakan untuk psoriasis ialah
yang berasal dari batubara dan kayu. Sebagai vehikulum harus digunakan salap,
karena salap mempunyai daya penetrasi yang terbaik. Penyebuhan kasus yg
mengalami penyembuhan sampai 60%.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topical memberikan hasil yang baik.Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Jika telah terjadi perbaikan, frekuensi pemakaiannya
dikurangi.
3. Ditranol
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan pakainan.
4. Pengobatan dengan penyinaran
Menggunakan sinar ultraviolet artifisisal, diantaranya sinar A yang dikenal
sebagai UVA dan UVB yang dapat juga digunakan untuk pengobatan psoriasis
tipe plak, gutata, pustular, dan eritroderma.
Pengobatan cara Goeckerman
1. Psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber)
Pengobatan sulit, biasa diberikan tetrasiklin selama 4 minggu, metrotreksat untuk
bentuk yang parah dengan dosis 15 – 25 mg per minggu, etretinat 25 – 50 mg
sehari, kortikosteroid (prednison) dengan dosis 40 -50 mg sehari. Selain itu
PUVA, sebagai pengobatan topical dengan kortokosteroid topical scara oklusi.
2. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Kortikosteroid dapat dipakai sebagai pengobatan penyakit ini, dosis prednison
sehari 40 mg. Setelah menbaik dosis diturunkan perlahan-lahan.
Atau biasa dikombinasi dengan asitretin yang akan memberikan hasil yang lebih
efektif. Jika menyembuh dosis keduanya diturunkan, kortokosteroid lebih dahulu.
Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif.1
C. ERITRODERMA
Eritroderma ialah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis
(90%-100%), biasanya disertai skuama. Untuk mendiagnosis eritroderma, yang mutlak harus
ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, misalnya pada eritroderma karena
alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium
penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas,
karena bercampur dengan hiperpigmentasi.
Patofisiologi
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah, akibatnya pasien merasa dingin dan
menggigil . Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia
akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat
menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat,
akibatnya pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme
kompensatoar dan peningkatan laju metabolism basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi
menigkat sebanding dengan laju metabolism basal.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin
dan peningkatan relative globulin terutama globulin-gamma merupakan kelainan yang khas.
Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang
ekstravaskuler.
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku berupa
kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung
berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.
Gejala Klinis
I. Eritroderma akibat alergi obat, biasanya secara sistemik
Gambaran klinisnya seperti yang telah disebutkan ialah eritema universal. Bila
stadium akut tidak terdapat skuama, pada stadium penyembuhan baru timbul
skuama
II. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
- Eritroderma karena psoriasis
Psoriasis dapat menyebabkan eritroderma karena 2 hal: disebabkan oleh
penyakitnya sendiri ata karena pengobatan yang terlalu kuat. Psoriasis bersifat
menahun dan residif, kelainan kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan
kasar di atas kulit yang eritematosa dan sirkumskrip.
Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi
daripada di sekitarnya dan skuama di tempat itu yang lebih tebal. Pada kuku
juga dicari apakah terdapat pitting nail, berupa lekukan miliar, tanda ini
mendukung diagnosis eritroderma karena psoriasis.
- Penyakit Leiner
Disebabkan oleh dermatitis seboroika yang meluas, karena pada pasien
ditemukan kelainan khas untuk dermatitis seboroik. Keadaan umumnya baik,
biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema universal disertai
skuama yang kasar
III. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan
Setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk golongan I dan II harus dicari
penyebabnya, yang berarti harus dicari secara menyeluruh (dengan sinar-X dan
pemeriksaan laboratorium), apakah ada penyakit pada alat dalam dan apakah ada
infeksi pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya ditemukan leukositosis
namun tidak ditemukan penyebabnyal, jadi terdapat infeksi bacterial yang
tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.
- Sindrom Sezary
Penyakit ini termasuk limfoma, penyebabnya belum diketahui, diduga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke CTCL
(Cutaeous T-Cell Lymphoma)
Yang diserang adalah orang dewasa, mulainya penyakit pada pria rata-rata
berumur 64 tahun, sedangkan pada wanita 53 tahun.
Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang universal
disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrate pada
kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah para pasien didapati
splenomegali, limfadenopati superficial, alopesia, hiperpigmentasi,
hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang distrofik. Pada
pemeriksaan laboratorium pada sebagian besar kasus ditemukan leukositosis,
selain itu terdapat pula sel limfosit atipik yang disebut sel Sezary, yang selain
pada darah juga dapat berada di dalam kelenjar getah bening dan kulit.
Pengobatan
Umumnya pengobatan ertitroderma dengan kortikosteroid.
Golongan I:
- Obat yang tersangka sebagai kausanya dihentikan
- Prednison 4x10mg
- Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu
Golongan II:
- Prednisone 4x10mg – 4x15mg/hari
- Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan, tetapi
jika tampak perbaikan, maka dosis diturunkan perlahan-lahan.
- Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan ter pada psoriasis, maka obat
tersebut harus dihentikan.
- Eritroderma karena psoriasis: etretinat
- Penyakit Leiner: prednisone 3x1-2mg/hari
- Pengobatan lebih lama daripada golongan I.
Golongan III:
- Sindrom Sezary: prednison 30 mg/hari atau metalprednisolon ekuivalen
dengan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil; 2-6mg/hari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit juga diolesi emolien untuk mengurangi
radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salap lanolin 10% atau krim urea
10%
Prognosis
Eritroderma golongan I, yaitu yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, prognosisnya
baik, dan penyembuhan golongan ini yang tercepat dibandingkan golongan lain. Pada
eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya
mengurangi gejalanya, dan pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.
Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan meninggal setelah 5
tahun, sedangkan wanita setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit
berkembang menjadi mikosis fungoides.1
D. KANDIDOSIS
Definisi
Kandidosis merupakan penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan
oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut,
vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang – kadang dapat menyebabkan septicemia,
endokarditis, atau meningitis.
Sinonim
Kandidiasis, moniliasis.
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki – laki
maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Gambaran klinisnya bermacam – macam sehingga tidak diketahui data – data penyebarannya
dengan tepat.
Etiologi
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari
kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis
kandidosis ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidosis septikemia adalah C. tropicalis.
Klasifikasi
Berdasarkan tempat terkena CONANT dkk. ( 1971 ), membaginya sebagai berikut :
Kandidosis selaput lendir :
1. Kandidosis oral ( thrush )
2. Perleche
3. Vulvovaginitis
4. Balanitis atau balanopostitis
5. Kandidosis mukokutan kronik
6. Kandidosis bronkopulmonar dan paru.
Kandidosis kutis :
1. Lokalisata : a. daerah intertriginosa
b. daerah perianal
2. Generalisata
3. Paronikia dan onikomikosis
4. Kandidosis kutis granulomatosa.
Kandidosis sistemik :
1. Endokarditis
2. Meningitis
3. Pielonefritis
4. Septikemia.
Reaksi id. ( kandidid )
Patogenesis
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada factor predisposisi baik endogen maupun
eksogen.
Faktor endogen :
1. Perubahan fisiologik :
a. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina.
b. Kegemukan, karena banyak keringat.
c. Debilitas.
d. Iatrogenik.
e. Endokrinopati, gangguan gula darah kulit.
f. Penyakit kronik : Tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum
yang buruk.
2. Umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
3. Imunologik : penyakit genetik.
Faktor eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembapan menyebabkan perspirasi meningkat.
b. Kebersihan kulit.
c. Kebiasan berendam kaki terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan
masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
Kandidosis Intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari
tangan atau kaki, glans penis, dan umbilicus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik,
basah, dan eritematosa.
Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupavesikel – vesikel dan pustul – pustul kecil
atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosive, dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer.
Pembantu Diagnosis
1. Pemeriksaan Langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau
dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan Biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik ( kloramfenikol ) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 C, koloni tumbuh
setelah 24 - 48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan
dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.
Pengobatan
1. Menghindari atau menghilangkan factor predisposisi.
2. Topikal :
- Larutan ungu gentian ½ - 1 % untuk selaput lendir, 1 – 2 % untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
- Nistatin : berupa krim, salep, emulsi.
- Amfoterisin B
- Grup Azol, antara lain :
- Mikonazol 2 % berupa krim atau bedak.
- Klotrimazol 1 % berupa bedak, larutan dan krim.
- Tiokonazol, bufonazol, isokonazol.
- Siklopiroksolamin 1 % larutan, krim.
- Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik :
- Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam
saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus.
- Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik.
- Untuk kandidosis vaginalis dapt diberikan kotrimazol 500
mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan
ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan
itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol
150 mg dosis tunggal.
- Itrakonazol : bila dipakai untuk kandidosis vulvoganitis dosis untuk orang
dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.
Prognosis
Umumnya baik, tergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.3
BAB V
KESIMPULAN
Kelompok kami menyimpulkan bahwa dugaan sementara pasien ini menderita
eritroderma akibat psoriasis. Hal ini berdasarkan riwayat penyakit pasien yang memang
menderita psoriasis. Dan keluhan bertambah berat dengan meminum kapsul tokek dan
mengolesi minyak biawak yang kemungkinan besar tidak steril sehingga dapat meningkatkan
kemungkinan terjadi infeksi. Namun masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Umumnya,
prognosis dari eritroderma tidak terlalu baik kecuali yang disebabkan oleh obat. Pada kasus
ini, karena disebabkan psoriasis kemungkinan kekambuhan eritroderma cukup tinggi selain
itu psoriasis merupakan penyakit autoimun kronis yang sering kambuh sehingga
kemungkinan berulangnya cukup besar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S
(editor). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.p. 189-203.
2. Turchin I, Barankin B. Generalized erythema, edema, scaling, and pruritus. Can Fam
Physician. 2005 July 10; 51 (7): 963-73.
3. Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor). Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.p. 106-9.
4. Wasitaatmadja SM. Anatomi kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (editor).
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.p. 3-5.