eritroderma fix

17
ERITRODERMA A. DEFENISI Eritroderma juga dikenal sebagai sindrom manusia merah atau sebagai dermatitis eksfoliatif. Eritroderma merupakan manifestasi klinis dari berbagai penyakit yang mendasari, termasuk keganasan (misalnya, kulit T-sel limfoma dan fenomena paraneoplastik), ada penyakit kulit terdahulu (misalnya, dermatitis, psoriasis dermatitis atopik, seboroik dan pityriasis rubra pilaris), reaksi obat, gangguan bulosa dan dermatitis kontak alergi. Saat ini sampai dengan 25% dari kasus, tidak ditemukan penyebab yang mendasari dan karena itu disebut eritroderma idiopatik. Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro yang artinya merah dan dermatos yang artinya kulit. (1,2) Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Hasan dan Jansen (1983) memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1-2 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan dermatologi. Pada beberapa kasus, didapatkan insiden 1

Upload: rizky-amalia-wakano

Post on 30-Nov-2015

100 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

referat kulit dan kelamin

TRANSCRIPT

Page 1: Eritroderma Fix

ERITRODERMA

A. DEFENISI

Eritroderma juga dikenal sebagai sindrom manusia merah atau sebagai

dermatitis eksfoliatif. Eritroderma merupakan manifestasi klinis dari berbagai

penyakit yang mendasari, termasuk keganasan (misalnya, kulit T-sel limfoma

dan fenomena paraneoplastik), ada penyakit kulit terdahulu (misalnya,

dermatitis, psoriasis dermatitis atopik, seboroik dan pityriasis rubra pilaris),

reaksi obat, gangguan bulosa dan dermatitis kontak alergi. Saat ini sampai

dengan 25% dari kasus, tidak ditemukan penyebab yang mendasari dan karena

itu disebut eritroderma idiopatik. Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu

erythro yang artinya merah dan dermatos yang artinya kulit.(1,2)

Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0

per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Hasan dan Jansen (1983)

memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1-2 per 100.000 penderita. Sehgal

dan Srivasta (1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan 35

per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan dermatologi. Pada beberapa

kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan,

dengan proporsi 2:1 sampai 4:1 dan usia rata-rata 41-61 tahun. (2,3)

B. ETIOLOGI

Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah

ada sebelumnya seperti psoriasis atau dermatitis atopik. Pada kasus yang

lainnya terjadi dikarenakan obat-obatan dan beberapa diantaranya terjadi

sebagai akibat dari keganasan, erythrodermic mycosis fungoides atau sindrom

Sezary. Pada anak-anak, gangguan sistem imun biasanya menjadi penyebab

timbulnya eritroderma. Tetapi, kebanyakan penderita eritroderma

penyebabnya tidak diketahui bahkan setelah dilakukan evaluasi. (2,4)

Persentase penyakit kulit yang dapat menimbulkan eritroderma

diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%,

1

Page 2: Eritroderma Fix

CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma) atau sindrom sezary 5%. Sekitar 20%

kasus eritroderma tidak dapat ditemukan penyebabnya dan diklasifikasikan

sebagai eritroderma idiopatik. (5)

C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi eritroderma masih belum jelas, yang dapat diketahui adalah

akibat suatu agen dalam tubuh sehingga tubuh bereaksi berupa pelebaran

pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Pelebaran pembuluh darah

tersebut menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan

panas bertambah dan mengakibatkan pasien merasa dingin dan menggigil.

Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung, juga dapat terjadi

hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin

meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,

kehilangan panas juga meningkat sehingga pengaturan suhu terganggu.

Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan

peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi

meningkat sebanding laju metabolisme basal. Edema sering terjadi,

kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.

Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku

berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang

telah berlangsung berbulan-bulan, dapat terjadi perburukan keadaan umum

yang progresif.(3,6)

D. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Pada saat melakukan anamnesis diperlukan rincian riwayat

perjalanan penyakit pasien untuk menentukan kemungkinan etiologinya,

termasuk riwayat keluarga dan penggunaan obat-obatan yang pernah

digunakan serta riwayat menderita penyakit primer lainnya (contoh :

psoriasis, dermatitis atopik). Eritroderma berkembang dengan cepat jika

disebabkan oleh alergi obat-obatan, limfoma, leukemia atau

staphylococcal scalded skin syndrome, sehingga onset dari penyakit sangat

2

Page 3: Eritroderma Fix

penting untuk ditanyakan. Keluhan lainnya seperti pruritus, malaise,

demam dan menggigil juga tidak boleh dilewatkan dari anamnesis untuk

membantu mendiagnosis. (5,7)

b. Gambaran Klinis

Eritroderma ditandai dengan adanya eritema pada lebih dari 90%

permukaan kulit dan biasanya disertai skuama. Bila eritemanya antara

50%-90% disebut sebagai pre-eritroderma. Pada eritroderma gejala klinis

yang harus ada adalah eritema, sedangkan skuama tidak selalu ada,

misalnya pada eritroderma karena alergi obat secara sistemik, pada

mulanya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan

timbul skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas,

karena bercampur dengan hiperpigmentasi. (3)

Meskipun eritroderma memiliki etiologi yang berbeda, penyakit ini

memiliki beberapa gejala klinis yang umum. Pruritus adalah salah satu

gejala yang paling sering dikeluhkan dan didapatkan pada hampir 90%

pasien. Gejala ini bervariasi tergantung dari penyakit yang mendasari dan

lebih berat pada sindrom sezary. Bekas garukan karena kulit yang gatal

menjadi tebal dan area dengan likenifikasi dialami oleh 1 dari 3 pasien. (8)

Eritroderma terjadi dalam waktu yang singkat. Lesi kemerahan

yang gatal meluas ke seluruh tubuh dengan cepat dan disertai dengan

skuama. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian

menyeluruh. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia,

perubahan kuku dan kuku dapat terlepas. Kulit terlihat merah terang,

terasa panas, kering dan tebal jika diraba. Biasanya gejala klinis tersebut

disertai dengan keluhan demam, menggigil dan malaise. Penyebab dari

kelainan kulit ini biasanya sulit diidentifikasi, tetapi pada beberapa kasus,

pasien memiliki gejala klinis yang spesifik. (9)

Eritroderma bisa terjadi dikarenakan alergi obat dan biasanya

secara sistemik. Untuk menentukannya diperlukan anamnesis yang teliti.

3

Page 4: Eritroderma Fix

Waktu mulai masuknya obat kedalam tubuh hingga timbul penyakit

bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya ialah

eritema universal. Bila masih akut tidak terdapat skuama, pada tahap

penyembuhan baru terdapat skuama. Eritroderma akibat perluasan

penyakit kulit yang sering menjadi masalah adalah psoriasis dan dapat

pula penyakit dermatitis seboroik pada bayi (penyakit linear). Psoriasis

dapat menjadi eritroderma karena disebabkan oleh penyakitnya sendiri

atau karena pengobatan yang terlalu kuat misalnya dengan pengobatan

topikal dengan ter dengan konsentrasi yang terlalu tinggi. Sedangkan pada

penyakit leiner atau biasa disebut eritroderma deskuamativum ini

etiologinya belum diketahui pasti tetapi menurut para ahli penyakit ini

disebabkan oleh karena dermatitis seboroik yang meluas. Eritroderma

akibat penyakit sistemik termasuk keganasan, termasuk di dalam golongan

ini adalah sindrom sezary. Sindrom sezary termasuk dalam penyakit

limfoma, ada yang mengatakan kalau penyakit ini adalah stadium dini dari

mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan

dengan infeksi virus HTLV-V (Human T-Lymphotropic Virus) dan

dimasukkan kedalam CTCL (Cutaneous T-Cell Lymphoma).(3)

4

Gambar 1. Eritroderma pada Sindrom Sezary. Eritema berwarna merah membara yang universal disertai skuama. (10)

Page 5: Eritroderma Fix

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium hasil yang didapatkan biasanya

tidak spesifik. Paling umum ditemukan adanya anemia, leukositosis,

limfositosis, eosinofilia, peningkatan IgE, dan peningkatan LED.

Peningkatan eosinofilia biasanya ditemukan pada 20% pasien eritroderma

tetapi hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai penunjang diagnostik.

Meskipun demikan, ketika didapatkan peningkatan eosinofil yang sangat

tinggi, kemungkinan ada kaitannya dengan penyakit Hodgkin dan harus

diselidiki. Penurunan albumin serum juga biasanya didapatkan pada pasien

dengan eritroderma. Peningkatan IgE biasanya ditemukan pada

eritroderma yang disebabkan oleh dermatitis atopik. (5)

Pemeriksaan apusan darah tepi dan sumsum tulang berguna dalam

penentuan leukemia Pemeriksaan kerokan kulit dapat dilakukan untuk

melihat adanya hifa ataupun tungau scabies. Kultur juga dapat dilakukan

untuk melihat apakah ada pertumbuhan bakteri atau adanya virus herpes

simpleks. Pada sebuah penelitian, penurunan CD4 dan perhitungan sel T

diobservasi pada pasien dengan eritroderma dan juga menderita HIV. (7)

5

Gambar 3. Eritroderma dengan deskuamasi. Terlihat jelas lapisan stratum korneum yang terlepas pada telapak tangan dengan warna kulit yang merah. (8)

Gambar 2. Eritroderma pada Psoriasis. Terdapat eritema universalis dan penebalan kulit. (5)

Gambar 4. Hasil pemeriksaan kerokan kulit di mikroskop. Tampak tungau skabies, telur dan feses.(6)

Page 6: Eritroderma Fix

E. DIAGNOSIS BANDING

a. Psoriasis

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat

kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas

tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis, kasar dan transparan

disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner.(4)

Pada psoriasis yang menjadi eritroderma, sebagian penderita

mengeluh gatal ringan. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema

yang meninggi dengan skuama di atasnya. Eritema sikumskrip dan merata,

tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah

menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Pada psoriasis terdapat

fenomena tetesan lilin, auspitz, dan köbner (isomorfik). Fenomena tetesan

lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,

seperti lilin yang digores, disebaban oleh berubahnya indeks bias. Pada

fenomena auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang

disebabkan oleh papilomatosis. Trauma pada kulit penderita psoriasis

misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan

kelainan psoriasis dan disebut fenomena köbner yang timbul kira-kira

setelah 3 minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku,

yakni sebanyak 50% yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau

nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.(3)

6

Page 7: Eritroderma Fix

b. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit dengan keradangan

superfisial kronis yang mengalami remisi dan eksasebarsi dengan area

seboroik sebagai tempat predileksi. Penyebabnya belum diketahui pasti

tetapi diketahui bahwa faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi

berupa status seboroik yang rupanya diturunkan dan bagaimana caranya

belum dapat dipastikan. Dermatitis seboroik erat kaitannya dengan kerja

dari glandula sebasea. Glandula sebasea itu aktif pada bayi yang baru

7

Gambar 5. Psoriasis Eritroderma. Skuama tebal pada tangan kanan. (4)

Gambar 6. Pitting nail. Tampak hiperkeratosis subungual, penebalan lapisan kuku dan lekukan-lekukan miliar. (4)

Gambar 7. Fenomena Auspitz. Tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.(10)

Gambar 8. Fenomena Köbner. Bekas garukan atau trauma menyebabkan lesi yang sama dengan psoriasis.(10)

Page 8: Eritroderma Fix

lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 bulan akibat stimulasi

hormon androgen dari ibu berhenti. (3)

c. Erupsi Obat (Sindrom Hipersensitivitas Obat)

Sindrom hipersensitivitas obat (SHO) merupakan salah satu reaksi

simpang obat yang berat. Sindrom hipersensitivitas obat ditandai oleh

ruam kulit, demam, leukositosis dengan eosinofilia atau limfositosis atipik,

pembesaran kelenjar getah bening, serta gangguan pada hati atau ginjal.

Faktor yang berperan dalam terjadinya SHO adalah paparan terhadap obat

yang berpotensi kepada individu yang memiliki kerentanan. Obat-obatan

yang seringkali menyebabkan SHO adalah anti kejang, alupurinol, atau

OAINS (obat anti inflamasi non steroid). Kerentanan individu disebabkan

oleh faktor keturunan (jenis kelamin, polimorfisme genetik) maupun

faktor didapat (infeksi Human Immunodeficiency Virus, Lupus

Eritematous Sistemik, Human Herpes Virus-6). Tatalaksana kasus SHO

meliputi tatalaksana suportif serta pemberian kortikosteroid sistemik.

Sebagian besar kasus SHO akan mengalami penyembuhan dengan baik.

Antihistamin serta kortikosteroid topikal dapat diberikan untuk

meringankan keluhan. (11)

F. PENATALAKSANAAN

Pada eritroderma yang dikarenakan alergi obat, obat yang tersangka

sebagai kausanya harus segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma

dengan kortikosteroid. Pada kasus yang disebabkan oleh alergi obat secara

sistemik, prednison 10 mg diberikan empat kali sehari dengan dosis maksimal

8

Gambar 9. Dermatitis seboroik. Terdapat makula eritema dengan skuama berminyak berwarna kekuningan pada dada dan axilla. (4)

Page 9: Eritroderma Fix

60 mg. Penyembuhan terjadi secara cepat, umumnya dalam beberapa hari

sampai beberapa minggu. Pada eritroderma yang disebabkan perluasan

penyakit kulit juga dapat diberikan kortikosteroid. Dosis awal prednison 10

mg sampai 15 mg diberikan empat kali dalam sehari. Jika setelah beberapa

hari tidak tampak perbaikan maka dosis dapat dinaikkan dan setelah terlihat

perbaikan maka dosis dapat diturunkan. Jika eritroderma terjadi akibat

pengobatan dengan ter pada psoriasis maka obat tersebut harus segera

dihentikan. Pada pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid jangka

lama, yakni lebih dari 1 bulan baiknya menggunakan metilprednisolon

daripada prednison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit. Pada

eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya

skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi

dengan emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh karena

eritema.(3)

Penanganan utama pada eritroderma dengan etiologi yang berbeda adalah

penggantian cairan dan elektrolit. Walaupun kebanyakan pasien bisa dirawat

jalan, pasien dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau

kardiovaskular atau gangguan pernapasan membutuhkan perawatan inap.

Obat-obatan yang mungkin dapat menyebabkan eritroderma harus segera

dihentikan, termasuk obat-obatan seperti litium dan antimalaria yang bisa

memicu penyebaran pada pasien dengan psoriasis. Lingkungan perawatan

haruslah hangat dan lembab untuk kenyamanan pasien dan juga untuk

mencegah hipotermia. Steroid topikal potensi tinggi dan immunomodulator

topikal harus dihindari selama penyerapan sistemik yang mungkin terjadi

dikarenakan peningkatan permeabelitas kulit dan luasnya permukaan area

yang terkena. Sebagai tambahan, obat topikal yang mengiritasi seperti tar

harus dihindari. Pengobatan gejala termasuk pemberian antihistamin untuk

pruritus dan diuretik untuk edema. Antibiotik sistemik dibutuhkan untuk

pasien dengan lokal dan sistemik infeksi sekunder.(5)

G. PROGNOSIS

9

Page 10: Eritroderma Fix

Eritroderma merupakan suatu kondisi yang serius dan dapat menimbulkan

komplikasi yang buruk sesuai dengan penyebabnya. Hal ini berbahaya

terutama pada orang tua. Dilaporkan angka kematian dari eritroderma

bervariasi mulai dari 18% sampai 64%, tetapi dengan pengobatan yang

semakin maju, hal tersebut kemungkinan dapat diturunkan. (10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: A Dermatologic Emergency. Canadian

Journal of Emergency Medicine. 2009; 11 (3) : 244-6

2. Earlia N, Nurharini F, Jatmiko AC, Ervianti E. Penderita Eritroderma di

Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

Surabaya Tahun 2005-2007. Departemen Medik Fungsional Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2009; 2 (21) :

93-101

3. Djuanda A, Eritroderma. Dalam: Djuanda A, Hmazah M, Boediaja SA, editor.

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan 1 edisi VI. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI, 2010. hal. 197-200

4. James W.D, Berger T.G, Elston D.M. Andrews’ Disease of the Skin. 10thEd.

Netherlands ; 2006. p. 191-216.

10

Page 11: Eritroderma Fix

5. Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe JM. Exfoliative Dermatitis. In : Wolf K,

Goldsmith L.A, Katz S.I, Gilchrest B.A, Paller A.S, Leffel D.J, editors.

Fitzpattrick’s Dermatology in general Medicine, 7th edition. New York; Mc

Graw-Hill Companies, 2008. p. 225-31

6. Wolff K, Johnson RA. Exfoliative Erytroderma Syndrome. In : Wolff K,

Johnson RA, editors. Fritzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology, 6th edition. New York; Mc Graw-Hill Companies, 2009. p. 165,

875.

7. Umar. H. Sanusi. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). (online)

2013 [cited 2013 June 19]. Available from : http:// emedicine.medscape.com

8. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses.

Erythroderma. In : Bolognia JL, Jorizzo JL. Rapini RP, editors. Dermatology.

2thed London. Mosby. 2008.

9. Shimizu H. Erythroderma. In : Shimizu H, editor. Shimizu’s Textbook of

Dermatology. Hokkaido; Hokkaido University Press, 2007. p. 122-3

10. Berth-Jones J. Erythroderma. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths

C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.1. Eight Edition. USA:

Blackwell publishing; 2010. p. 23.46-50

11. Cahyanur R, Koesnoe S, Sukmana N. Sindrom Hipersensitivitas Obat.

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta. J Indom Med Association. 2009; 4 (61) : 179-85

11