case report eritroderma
DESCRIPTION
sdTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa / dermatitis eksfoliata ) adalah kelainan kulit
yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya
disertai skuama. Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang
terdapat hampir atau di seluruh tubuh. Pada eritroderma (dermatitis eksfoliatif)
terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar ) yang
mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler, hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang
luas, sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan
efek yang nyata pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan
sel – sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga
tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.
Penyebab terjadinya eritroderma adalah alergi obat, perluasan penyakit seperti
penyakit psoriasis dan dermatitis seboroik, penyakit sistemik seperti keganasan,
dan idiopatik.
II. STATUS PASIEN
Tanggal Masuk : 12 April 2015
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NG
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mesuji
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
AUTOANAMNESA
Keluhan Utama : kulit kemerahan disetai sisik pada hampir seluruh tubuh.
Keluhan Tambahan : panas, kulit kering, tenggorokan kering dan sakit, serta gatal -
gatal pada seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dan di rawat di RSUD Abdul Moeloek pada tanggal 12
April 2015 dengan keluhan kulit kemerahan disetai sisik pada hampir seluruh tubuh
sejak satu pekan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini diawali dengan
timbulnya rasa panas, kulit kering, tenggorokan terasa kering dan sakit, serta gatal – gatal
pada hampir seluruh tubuh. Tak lama berselang dari munculnya kemerahan pada kulit,
kulit mengelupas dan menjadi bersisik. Awalnya bercak merah bersisik muncul di wajah
dan badan, lalu menyebar ke lengan dan tungkai.
Pasien memiliki riwayat pengobatan sebelum masuk ke rumah sakit. Pasien
berobat ke bidan karena merasa badan terasa panas dan tenggorokan terasa sakit. Pasien
diberikan obat berupa acetaminopen, cefradoxil, antasid, caviplek, dan dexametason.
Pasien mengatakan baru kali ini berobat, dan pasien merasa tidak ada perubahan. ± 3 hari
setelah konsumsi obat – obat tersebut kulit pasien menjadi kemerahan dan bersisik
hampir diseluruh tubuh. Pasien juga memiliki riwayat meminum jamu secara rutin sejak 2
bulan yang lalu. Jamu yang diminum adalah sambiroto dan brotowati.
Keluhan bercak merah bersisik, berlapis-lapis yang terjadi berulang-
ulang di bagian lengan, kaki, siku, dan daerah yang terkena tekanan sebelumnya
disangkal. Keluhan bercak merah, bersisik putih di atas alis, hidung, belakang
telinga, dan di kepala seperti ketombe sebelumnya disangkal. Keluhan bercak
kemerahan bersisik disekitar mata disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.
Pasien mengaku mempunyai penyakit diabetes melitus sejak 6 bulan yang lalu, dan baru
berobat rutin sejak 3 bulan yang lalu dengan mengkonsumsi obat glibenclamide.
Pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi.
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 37,40
I. STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Rambut : hitam tidak mudah dicabut
- Mata : Sklera ikterik (-), konjungtiva
Anemis (-) , palpebra tak tampak edema
- Telinga : Simetris, liang lapang, secret (-), bersisik
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gusi tidak berdarah,
bersisik (+)
Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak tampak kelainan
- Palpasi : Trakea di tengah, tidak terdapat pembesaran KGB
Thoraks
- Inspeksi : gerakan nafas simetris kanan dan kiri
- Palpasi : taktil fremitus dan ekspansi simetris, massa (-)
- Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru kanan dan kiri
- Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : redup pada lapang jantung
- Auskultasi : bunyi jantung I,II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, skuama
- Perkusi : Nyeri tekan epigastrium (-)
- Palpasi : timpani
- Auskultasi : bising usus +
II. STATUS DERMATOLOGIS
- Lokasi : Generalisata
- Inspeksi : Makula eritematosa, difus, ditutupi skuama putih, selapis, tidak
berminyak, sedang sampai kasar dengan penyebaran generalisata.
Gambar 1. Gambaran dermatologis pada tangan
Gambar 2. Gambaran dermatologis pada wajah
Gambar 3. Gambaran dermatologis di perut
III. LABORATORIUM
Tanggal 13 April 2015
Hb : 12,5 gr%
LED : 47 mm/jam
Leukosit : 23.810 ul
Trombosit : 163.000 ul
Tanggal 14 April 2015
Natrium : 129 mmo/L
Kalium : 2,8 mmo/L
Calsium : 7.5 mg/dl
Clorida : 92 mmo/L
GDN : 53 mg/dl
GDPP : 49 mg/dl
Tanggal 15 April 2015
SGOT/SGPT : 102/117
Ureum : 133 mg/dl
Creatinine : 5,4 mg/dl
GDS : 91 mg/dl
IV. RESUME
Pasien wanita berumur 43 tahun datang dan di rawat di RSUD Abdul
Moeloek pada tanggal 12 April 2015 dengan keluhan kulit kemerahan disetai sisik
pada hampir seluruh tubuh sejak satu pekan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan ini diawali dengan timbulnya rasa panas, kulit kering, tenggorokan terasa kering
dan sakit, serta gatal – gatal pada hampir seluruh tubuh. Tak lama berselang dari
munculnya kemerahan pada kulit, kulit mengelupas dan menjadi bersisik. Awalnya
bercak merah bersisik muncul di wajah dan badan, lalu menyebar ke lengan dan tungkai.
Pasien memiliki riwayat pengobatan sebelum masuk ke rumah sakit. Pasien
berobat ke bidan karena merasa badan terasa panas dan tenggorokan terasa sakit. Pasien
diberikan obat berupa acetaminopen, cefradoxil, antasid, caviplek, dan dexametason.
Pasien mengatakan baru kali ini berobat, dan pasien merasa tidak ada perubahan. ± 3 hari
setelah konsumsi obat – obat tersebut kulit pasien menjadi kemerahan dan bersisik
hampir diseluruh tubuh. Pasien juga memiliki riwayat meminum jamu secara rutin sejak 2
bulan yang lalu. Jamu yang diminum adalah sambiroto dan brotowati.
Keluhan bercak merah bersisik, berlapis-lapis yang terjadi berulang-
ulang di bagian lengan, kaki, siku, dan daerah yang terkena tekanan sebelumnya
disangkal. Keluhan bercak merah, bersisik putih di atas alis, hidung, belakang
telinga, dan di kepala seperti ketombe sebelumnya disangkal. Keluhan bercak
kemerahan bersisik disekitar mata disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Makula eritematosa, difus, ditutupi
skuama putih, selapis, tidak berminyak, sedang sampai kasar dengan penyebaran
generalisata. Pemeriksaan penunjang Hb: 12,5 gr%, LED: 47 mm/jam, Leukosit:
23.810 ul, Trombosit: 163.000 ul, Natrium : 129 mmo/L, Kalium: 2,8 mmo/L,
Calsium: 7.5 mg/dl, Clorida: 92 mmo/L, GDN: 53 mg/dl, GDPP: 49 mg/dl,
SGOT/SGPT: 102/117, Ureum: 133 mg/dl, dan Creatinine: 5,4 mg/dl.
DIAGNOSIS BANDING
Eritroderma tidak memiliki diagnosa bandingnya, diagnosa banding
didapatkan dari kausa dari eritroderma:
- Eritroderma e.c. erupsi alergi obat e.c. susp. jamu
- Eritroderma e.c. psoriasis
- Eritroderma e.c. dermatitis seboroik
V. DIAGNOSIS KERJA
- Eritroderma e.c.erupsi obat ec susp. jamu
VII. PENATALAKSANAAN
1. UMUM
Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang
diderita/pemicu.
Memberikan penjelasan pada keluarga pasien mengenai penyakit
yang diderita.
Memenuhi kebutuhan cairan.
Rujuk ke dokter spesialis kulit kelamin.
Diet tinggi protein.
2. KHUSUS
Sistemik :
- IVFD RL :D5: NaCl (1:1:1) 20 tetes/ menit
- Kortikosteroid : inj metilprednison 2x62,5 mg dengan tapp
off
- Antihistamin : Ceterizine 1 x 10 mg
- Antibiotik : Ciproflocaxine 2 x 500 mg
Topikal :
- Urea 10 % lotion botol 2 x sehari digunakan pada kulit yang
bersisik.
- Hidrokortison 2,5 % cream 2 x sehari digunakan pada kulit
yang kemerahan.
- Kenalog 2 x sehari digunakan pada bibir.
Pemeriksaan Anjuran
- Pemeriksaan Histopatologi
- Radiologi
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia
VII. FOLLOW UP
Tanggal 13 April 2015
S: keluhan kulit kemerahan disetai sisik pada hampir seluruh tubuh sejak satu
pekan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini diawali dengan
timbulnya rasa panas, kulit kering, tenggorokan terasa kering dan sakit, serta gatal
– gatal pada hampir seluruh tubuh.
O: KU= tampak sakit sedang
Kes= compos mentis
TD: 140/80 mmHg, Nadi: 86x/menit, RR: 24x/menit, Suhu: 37,40
Mata= CA-/-, SI -/-
Thorax= DBN
Abd= Inspeksi : datar, skuama
Perkusi : Nyeri tekan epigastrium (-),
Palpasi : timpani
Auskultasi : bising usus +
Ekstremitas= akral hangat, edema -, CRT < 2s
- St. Dermatologi= Makula eritematosa, difus, ditutupi skuama putih, selapis,
tidak berminyak, sedang sampai kasar dengan penyebaran generalisata.
A: Drug Eruption (DD/ Eritroderma) + DM Tipe 2
P : IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Ceftriaxone 2gr/hari
Inj dexametason 2 x 1 amp
Inj Ranitidin 1amp/12jam
Cetirizine 2x10mg
R/ cek lab DL, UL, elektrolit.
Hail laboratorium Tanggal 13 April 2015
Hb : 12,5 gr%
LED : 47 mm/jam
Leukosit : 23.810 ul
Trombosit : 163.000 ul
Tanggal 14 April 2015
S: kulit masih mengelupas, rasa gatal berkurang, nyeri dan rasa kering pada
tenggorokan (+), demam (-)
O: KU= tampak sakit sedang
Kes= compos mentis
N= 80x/m, RR= 18x/m, T= 36,7 C, TD= 130/80 mmHg
Mata= CA -/-0, SI -/-
Thorax= DBN
Abd= Inspeksi :datar, skuama
Perkusi : Nyeri tekan epigastrium(-)
Palpasi : timpani
Auskultasi : bising usus +
Ekstremitas= akral hangat, edema -, CRT < 2s
St. Dermatologi= Makula eritematosa, difus, ditutupi skuama putih,
selapis, tidak berminyak, sedang sampai kasar dengan penyebaran
generalisata, tetapi pada regio femur dan cruris dekstra dan sinistra
anterior terdapat deskuamasi ringan.
Hasil laboratorium Tanggal 14 April 2015
Natrium : 129 mmo/L
Kalium : 2,8 mmo/L
Calsium : 7.5 mg/dl
Clorida : 92 mmo/L
GDN : 53 mg/dl
GDPP : 49 mg/dl
A: Drug eruption (DD/ Eritroderma) +DM tipe 2 post hipoglikemi
P: IVFD RL: D5= 1:1
Inj Ceftriaxone 2gr/hari
Inj dexametason 2 x 1
Inj Ranitidin 1amp/12jam
Cetirizine 2x10mg
R/ cek lab SGOT/SGPT, ureum creatin, gds.
R/ Konsul Sp KK
Tanggal 15 April 2015
S: kulit mengelupas, gatal↓, nyeri dan rasa kering pada tenggorokan
berkurang, demam (-)
O: KU= tampak sakit sedang
Kes= compos mentis
N= 80x/m, RR= 20x/m, T= 37 C, TD= 130/70 mmHg
Mata= CA -/-, SI -/-
Thorax= DBN
Abd= Inspeksi : datar, skuamasi
Perkusi : Nyeri tekan epigastrium
Palpasi : timpani
Auskultasi : bising usus +
Ekstremitas= akral hangat, edema -, CRT < 2s
St. Dermatologi= Makula eritematosa, difus, ditutupi skuama putih,
selapis, tidak berminyak, sedang sampai kasar dengan penyebaran
generalisata, pada regio femur dan cruris dekstra dan sinistra anterior
terdapat deskuamasi ringan.
Hasil laboratorium Tanggal 15 April 2015
SGOT/SGPT : 102/117
Ureum : 133 mg/dl
Creatinine : 5,4 mg/dl
GDS : 91 mg/dl
A: Drug eruption (DD/ Eritroderma) + DM tipe 2
P: IVFD RL: D5= 1:1
Inj Ceftriaxone 2gr/hari
Inj dexametason 2 x 1 amp
Inj Ranitidin 1amp/12jam
Cetirizine 2x10mg
R/ Konsul Sp KK
III. ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat dan bagaimana cara
menyingkirkan diagnosis bandingnya?
Pada kasus ini, pasien didiagnosis sebagai eritroderma et causa erupsi obat
ec susp. Jamu karena pemakaiannya dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan
adanya gambaran klinis yang menunjukan eritema universal dan lesi pada kulit
mengenai >90% permukaan tubuh dan skuama. Pada pasien juga ditemukan
adanya riwayat pemakaian jamu, yaitu sambiroto dan brotowati rutin dikonsumsi
selama 2 bulan. Pada kasus ini dikatakan memiliki etiologi erupsi obat karena
memiliki gambaran yang khas yaitu: di awali bercak merah kemudian diikuti sisik
berbeda dengan etiologi non erupsi obat dimana bercak merah dan sisik timbul
bersamaan.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya peningkatan SGOT/SGPT,
peningkatan ureum dan creatinin. Hal ini dicurigai sebagai akibat dari penggunaan
obat yang dikonsumsi secara rutin dalam waktu jangka panjang. Pada kasus ini
kadar albumin pasien belum diperiksa, umumnya kadar albumin menurun akibat
kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya
albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan
kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh
pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler namun pada pasien ini tidak ditemukan
adanya edema.
Status dermatologis ditemukan makula eritematosa difus, ditutupi skuama
putih, selapis, tidak berminyak, sedang sampai kasar dengan penyebaran
generalisata.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disingkirkan penyebab lain
dari timbulnya penyakit ini. Skuama pada pasien ini selapis sedangkan pada
psoriasis jenis skuamanya adalah berlapis, dan riwayat gatal serta sisik berulang di
bagian siku, lutut, tangan kaki serta bagian yang terkena tekanan disangkal. Pada
kasus ini eritroderma et causa dermatitis seboroik pun dapat disingkirkan karena
keluhan bercak merah bersisik putih di atas alis, di belakang telinga dan riwayat
ketombe di kepala pun disangkal.
2. Apakah terapi yang diberikan sudah tepat?
Terapi yang diberikan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan literatur
yang ada yaitu berupa menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit
yang diderita/pemicu, memenuhi kebutuhan cairan, diet tinggi protein.
Sedangkan, pengobatan yang diberikan berupa kortikosteroid, antihistamin,
antibiotik, dan juga diberikan obat topikal.
IV.TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Eritoderma (ED) merupakan inflamasi pada kulit yang mengenai >90%
permukaan tubuh. Memiliki sinonim dermatitis eksofoliatif; walaupun dapat
dijumpai derajat eksofoliatif yang ringan. Pada literatur yang berbeda dermatitis
eksofoliatif kurang begitu tepat karena pada eksofoliatif skuamanya berlapis
sedangkan pada eritroderma skuamanya selapis (Fitzpatrick, 2008).
Epidemiologi
Insiden dari penyakit ini adalah 0.9-71 per 1000,000 pasien. Pria lebih
sering terkena daripada wanita dengan rasio 2:1 hingga 4:1. Rata-rata onset umur
yaitu 41-61 tahun (Fitzpatrick, 2008).
Etiologi
Eritroderma tersering disebabkan penyakit kulit dan sistemik, diantaranya
psoriasis, dermatitis spongiotik, reaksi hipersensitif dan kutaneus sel T limfoma
atau Sindrom Sezary. Penyebab yang belum diketahui/idiopatik berkisar 20%.
Selain itu dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti Ca bloker, anti-epilepsi,
antibiotik penisilin, sulfonamid, vankomisin, alopurinol, emas, litium, terbinafin,
kuinidin, simetidin, dapson, maupun kehamilan, stress emosional. Penyebab yang
lebih jarang yaitu penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat, infeksi termasuk
skabies dan dermatofita, pitriasis rubra pilaris, dan keganasan (Fitzpatrick, 2008).
Diagnosis banding neonatus dan bayi yaitu dermatosis (psoriasis,
dermatitis seboroik), obat-obatan dan infeksi (Staphylococcus Scalded Skin
Syndrome) (Djuanda A. 2007).
Eritroderma dapat timbul sebagai perluasan dari penyakit kulit yang telah
ada sebelumnya (psoriasis, dermatitis atopik dan dermatosis spongiotik lainnya),
reaksi hipersensitivitas obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium
channel blocker, dan bahan topikal), penyakit sistemik termasuk keganasan, serta
idiopatik (20%) (Nanda, 2009).
Gambar 4. Eritroderma akibat obat (Fitzpatrick, 2008)
Patogenesis
Dalam mempelajari patogenis dari eritroderma membutuhkan pengetahuan
biologi normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya, epidermis
melakukan regenerasi secara rutin yang terjadi pada membrana basalis, dan sel-sel
ini berubah menjadi struktur keratin yang utuh melalui proses selama 10-12 hari.
Pada umumnya, sel-sel ini membutuhkan tambahan sekitar 12-14 hari lagi di
stratum korneum sebelum sel ini dilepaskan (Fitzpatrick, 2008).
Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal
antara 500-1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada
telapak tangan, kulit kepala, dan dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam) dan
paling sedikit pada dada, lengan bawah dan tungkai bawah (0,1 gr/m2 per 24 jam).
Karena Tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein per hari, pengelupasan kulit
yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme protein secara
keseluruhan (Fitzpatrick, 2008).
Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis.
Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap
harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang
hilang. Pada skuama penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam
nukleat dan hasil metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan
peningkatan jumlah protein bebas (Fitzpatrick, 2008).
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik)adalah berupa pelebaran pembuluh
darah kapiler (eritema) yang generalisata.Eritema berarti terjadi pelebaran
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga
kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil.
Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia
akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat
menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan
hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal
(Djuanda, 2007; Fitzpatrick, 2008).
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih
sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan
berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin
merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan
oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler (Djuanda, 2007).
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat
terjadi perburukan keadaan umum yang progresif (Champion, 1992).
Penegakan Diagnosis
Terlebih dahulu mencari riwayat pengobatan (riwayat dermatosis, penyakit
sitemik yang pernah diderita), riwayat keluarga, dan penggunaan obat sekarang.
Onset penyakit dapat mengarahkan kepada etiologi. Pada ED yang disebabkan
obat, reaksinya cepat, 2-5 minggu setelah menggunakan pengobatan dan berlanjut
walaupun obat telah dihentikan, dan terdapat gejala lain seperti demam,
limfadenopati, organomegali, edema, leukositosis, gangguan hati dan ginjal
(Hamzah M. 2007).
Gambaran klinis yaitu eritema yang meluas menjadi generalisata dan
beberapa hari kemudian timbul skuama putih kekuningan, terutama pada bagian
fleksor. Terdapat pengelupasan kulit pada bagian pergelangan tangan dan kaki,
yang menampakkan gambaran kulit berwarna kemerahan, dan palmoplantar
keratoderma (Siregar, 2004). Dapat timbul ektropion dan epifora dapat timbul.
Gambaran pada kuku dapat berupa onkiolisis, subungual hiperkeratosis, splinter
hemoragi, paronikia, dan Beau’s line. Beberapa gejala dan tanda lainnya seperti:
- Mengeluh menggigil dan kedinginan.
- Takikardi yang disebabkan peningkatan aliran darah ke kulit dan
kehilangan cairan karena kerusakan barier pada epidermis
- Gagal jantung
- Eritema universal
- Periferan pedal atau edema edema terjadi pada 54% pasien. Edema fasial
dilaporkan terjadi pada ED yang disebabkan obat.
- Limfadenopati generalisata terjadi pada sepertiga kasus
- Hepatomegali terjadi pada sepertiga kasus dan lebih sering pada ED yang
disebabkan obat.
- Splenomegali
Pemeriksaan laboratorium kurang spesifik menggambarkan penyakit ini,
tetapi hasil laboratorium yang sering yaitu anemia, leukositosis, limfositosis,
eusinofilia, peningkatan IgE, dan peningkatan laju endap eritrosit. Kehilangan
cairan menyebabkan gangguan elektrolit, gangguan fungsi ginjal (kreatinin
meningkat (Fitzpatrick, 2008).
Hitung sel Sezary mungkin diperlukan untuk mencari tau etiologi. Jika
terdapat lebih dari 20% sel Sezary pada sirkulasi, maka dapat didiagnostik
menjadi Sezary sindrom, tetapi menjadi tidak spesifik jika kurang dari 10%.
Histopatologi menunjukkan gambaran hiperkeratosis, parakeratosis,
akantolisis dan kronik inflamatory infiltrat. Dianjurkan melakukan biopsi
berulang dengan pewarnaan HE. Jika etiologi dicurigai neoplasma, diperlukan
pemeriksan radiologi (Hamzah M. 2007).
Tatalaksana
Tatalaksana awal ED adalah terapi elektrolit dan cairan. Obat-obatan yang
dicurigai menyebabkan ED dihentikan. Suplementasi folat dan asupan diet 130%
dari kebutuhan diperlukan untuk mengganti kehilangan nutrisi. Lingkungan
sebaiknya hangat, nyaman, dan pencegahan hipotermi (Fitzpatrick, 2008).
Kortikosteroid potensi tinggi dan topikal imunomodulator seperti
takrolimus dihindari, karena peningkatan permeabilitas kulit dapat menyebabkan
penyerapan secara sistemik. Topikal iritan, seperti tar dan antralin sebaiknya
dihindari. Antibiotik sistemik diperlukan pada pasien dengan infeksi sekunder
(Fitzpatrick, 2008).
Gambar 5. Penatalaksanaan Eritoderma (Fitzpatrick, 2008)
Setelah etiologi diketahui, diberikan terapi lini 2 yang sesuai. Pada ED
psoriasis responsif dengan pemberian metotreksat, siklosporin, scitretin,
mikofenolat dan mofetil (Fitzpatrick, 2008).
Sedangkan, dalam buku Ilmu kesehatan kulit dan kelamin UI (2007)
dijelaskan juga bahwa umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid.
Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis
prednison 3 x 10 mg- 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam
beberapa hari – beberapa minggu (Djuanda, 2007).
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah
beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak
perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat
pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan.
Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan etretinat. Lama
penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan,
jadi tidak secepat seperti golongan I (Djuanda, 2007).
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang
baik. Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya
terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan
dosis 2-6 mg sehari.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari obat yang dicurigai
menjadi penyebab, mencari penyebab alergi, dan menghindari penggunaan obat
yang kemungkinan menyebabkan reaksi silang, seperti gentamisin pada pasien
yang alergi terhadap neomisin, dan psoudoefedrin pada pasien yang alergi
fenileprin. Pasien psoriasis juga menghindari steroid sistemik (Burns, 2004).
Komplikasi
Gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan, gangguan termoregulator,
infeksi, high output cardiac failure, syok cardiogenik, ARDS, gangguan hati dan
ginekomastia. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan
kebocoran kapiler. Kehilangan protein pada non-psoriasis ED mencapai 10-15%,
sedangkan pada psoriasis ED mencapai 25%. Kehilangan protein menyebabkan
gangguan keseimbangan nitrogen seehingga menyebabkan edema, dan
hipoalbuminemia. high output cardiac failure terjaddi karena peningkatan aliran
darah ke kulit dan menjadi perhatian pada pasien dengan gangguan jantung dan
usia lanjut.
Terjadi disregulasi temperatur, sehingga kapiler tidak dapat mengubah
temperatur secara vasokonstriksi maupun vasodilatasi. Basal metabolic rate juga
meningkat sehingga meningkatkan suhu kulit. Selain itu, terjadi peningkatkan
resiko kolonisasi bakteri, sehingga terjadi sepsis yang disebabkan inflamasi, fisura
dan eksoriasi pada kulit (Fitzpatrick, 2008).
Prognosis
Prognosis tergantung etiologi yang mendasari. Pada ED yang disebabkan
obat, jika obat dihentikan, maka terjadi perbaikan. Hipersensitifitas sistemik
,kimasih berlanjut selama beberapa minggu walaupun obat telah dihentikan.
ED yang disebabkan psoriasis dan atopik membaik dalam waktu minggu
hingga bulan. Kejadian ED psoriasis dapat berulang pada 15 persen pasien. ED
yang disebabkan keganasan biasanya kronis. Pada idiopatik ED, terjadi
pengulangan pada sepertiga kasus. Laju mortalitas bervariasi dari 3.75-64%.
Mortalitas yang tinggi terjadi pada ED yang disebabkan reaksi obat, keganasan
dan idiopatik. Pneumonia dan gagal jantung merupakan komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian.
Pada ED dengan sindrom sezary prognosisnya buruk, pasien pria
umumnya meninggal setelah umur 5 tahun, sedangkan pada pasien wanita setelah
10 tahun. Biasanya kematian disebabkan karena infeksi atau penyakit berkembang
menjadi mikosis fungiodes (Hamzah M. 2007).