document
DESCRIPTION
bedahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Obstruksi mekanik
dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di
dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi
usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar
obstruksi justru mengenai usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam
bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus
akut abdomen. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan
diagnosa dini dan tindakan bedah darurat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan
60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata-rata berumur sekitar 16-98 tahun
dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki
(Markogiannakis et al., 2007).
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat
yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ilues Obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu karena
kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan.
Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun
dibagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah prosikmal tersebut akan terjadi
distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar. (Ullah,2009)
B. Anatomi
Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm
sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum
panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100-110
cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh
Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira-
kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima bagian
terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi yang besar dimana lebih
tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari
kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. (Basson, 2004)
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca.
Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri
gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankrea tiko duodenalis superior. Darah
dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis
membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.
2
Gambar 1.1 : Gambaran Usus Halus
3
Gambar 1.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua
atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon
transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam
yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu
dengan rektum. Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus
lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media.
Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar
rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan
4
a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon
dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari N.vagus. (Basson, 2004)
C. Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-
bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk.
Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi.
Gambar 1.3. Gerakan peristaltik
Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat-zat yang dimakan dengan
sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi
optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkufe untuk
5
digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi
(Guyton 2008)
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas :
hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki
membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan
garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida
ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan
kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel
dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung
menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam
ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu,
sekitar 0,5 gram hilang setiap hari : kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.
Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin,
dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan
asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan
tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi. Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai
dengan dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan
disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan
sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim
laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam
mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu
berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi kedalam mikrovili. Produk
pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi
ke dalam darah porta. Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan
cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi
(Guyton. 2008).
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit
pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah
kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih
6
cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya
menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks
peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK,
serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan
glukagon menghambat pergerakan usus halus.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di
dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal
akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat
pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka
sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis
sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi
sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
adan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua,
kecualim100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan, kolinergik (Guyton. 2008).
Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendoromg antegrad
melibatkan segmen panjang 0,5-1-0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200
mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defaksi. Gas kolon berasal dari
udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitroge, oksigen, karbon
7
dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600ml/hari.
E. Suplai Vaskuler
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di
bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang
arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-
pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama
lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenter icus
superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)
ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)
rektalis superior. (Soegijanto, 2001)
F. Persarafan Usus
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-
serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
8
pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan (Soegijanto, 2001).
G. Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.
Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey
Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari
penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,
Volvulus 1,7%.(5,10).
H. Etiologi
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Soegijanto, 2001):
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-
70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intaabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
9
3. Neoplasma,Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi
melalui kompresi eksternal.
4. Penekanan eksternal oleh tumar, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpakan cairan.
5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
8. Divertikulum meckel yang bisa menyebabkan volvulus, instususepsi, atau hernia littre
9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar
dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.
10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.
11. Benda asing, seperti bezoar.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
10
Gambar 1.4 Penyebab Ileus Obstruktif
11
I. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan
ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Stefannus, 2012).
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif, distensi timbul tepat di proksimal dan
menyebabkan reflex muntah. Setelah mereda, peristaltik akan melawan obstruksi dalam
usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan
masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul
setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum.
Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang
menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan
berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak
ada.
Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah
dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan
muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium,
klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang
tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar,
muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik
dengan plasma.
Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume
intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam
perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan
12
syok. Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan
darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus.
Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi
penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling
sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang
maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan
eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis (Guyton.
2008).
Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus
cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan
kematian. Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu
gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus
obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti
tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup
mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada
keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan
cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena (Kasminata,
2013).
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan
ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya
menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul
penumpukan cairan yang cepat (Schwartz. 2000).
13
14
J. Klasifikasi
Ileus obtruktif dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu menurut sifat sumbatannya dan
letak sumbatannya (Stefannus, 2012).
A. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan:
Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam
lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus
dan neoplasma
Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi
pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.
B. Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2
Letak Tinggi, usus halus dimana mengenai duodenum, jejunum dan ileum
Letak Rendah, usus besar yang mengenai Colon, sigmoid dan rectum
K. Manifestasi Klinis
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (De jong, 2005):
1. Lokasi obstruksi
2. Penyebabnya
3. Ada atau tidaknya iskemia usus
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif, yaitu:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap
penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan
15
obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4
sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus
obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya
terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif
usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri
mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri
abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai. Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya
ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang
juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Guyton. 2008).
Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika
ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari
cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak
terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah
muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang
terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas
obstruksi.
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan
makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat
dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen
pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus. Kegagalan mengerluarkan gas dan
feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul
obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat
obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna
dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari.
Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini.
Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti
obstipasi.
16
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan
muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering
dan lidah dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran
polisitemia sekunder (Schwartz, 2000).
Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam
atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. Sangat
penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa
strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung
gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan:
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total.
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada
ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri
tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada strangulasi selalu ada
nyeri tekan lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness
menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus
didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak,
ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin
membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang
sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih
rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang
pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal
kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan
kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena
17
karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi
progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala
akut dapat timbul setelah satu minggu (Kasminata, 2013)
Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulata :
Simple Stangulata
Nyeri Abdomen
Muntah
Distensi Abdomen
Peristaltik
Lekosit
KU Memburuk
Menetap
+/-
+++
+/Meningkat
N/Naik
Lambat
Kolik
+
+
+/Meningkat
Naik
Cepat
18
Perbedaan ileus obstruksi usus halus dan usus besar
Usus Halus Usus Besar
Nyeri abdomen
Muntah
Muntah Feculan
Distensi Abdomen
Dehidrasi
+++
+++
_
+
Cepat
+
+
+
++
Lambat
L. Diagnosa
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit : salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan
atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan
radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan
menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari : (De
Jong, 2005):
1. Anamnesis
a. Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
b. Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
c. Perut Kembung (distensi)
d. Konstipasi
Tidak ada defekasi
19
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh
riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat
menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat
dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus
letak rendah.
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang
juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung”
(gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan
kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
Gambar 1.5 Peristaltik usus
20
b. Perkusi
Perkusi Hipertympani yang menandakan adanya obstruksi.
c. Palpasi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen. Palpasi bertujuan mencari adanya
tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
d. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa
hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya
nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
e. Rectal Toucher
1. Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
2. Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
3. Feses yang mengeras : skibal
4. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
5. Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
6. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
1. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan
amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya
jenis strangulasi (Sudarmo, 2008).
2. Radiologi
21
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif. Sinar-x yang sering dipakai pada ileus obstruktif adalah foto 3 posisi (thoraks
tegak, abdomen tegak, abdomen datar). Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak
dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap
tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan
colon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.
Terdapat gambaran air fluid level pendek-pendek seperti tangga yang disebut step
ladder appearance akibat distensi usus terutama bagian distal. Penggunaan kontras
dikontra indikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk
invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus (Sudarmo, 2008)
Gambar 1.6. Foto polos abdomen
22
Gambar 1.7 Gambaran Radiologi Ileus Obstruktif
Pemeriksaan radiologi dengan barium enema mempunyai suatu peran terbatas
pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian barium enema bermanfaat terutama
jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
Pada anak-anak dengan intususepsi pemeriksaan barium enema tidak hanyalah sebagai
diagnostic tetapi juga mungkin sebagai terapi. CT-Scan pemeriksaan dikerjkan jika pada
foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. USG, pemeriksaan ini akan
mempertunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi. MRI, walaupun pemeriksaan ini
dapat digunakan, tetapi teknik dan kontras yang ada sekarang ini belum secara peuh
mapan. Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis. Angiografi,
angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi
internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
23
Gambar 1.8 Radiolagi dari Ileus obstruktif
M. Penyebabnya
1. Carsinoid Gastrointestinal
Tumor yang terbentuk di lapisan saluran pencernaan yang kemudian
menyebabkan sumbatan pada usus. Gejala yang sering ditimbulkan, muntah,
perut sakit, sembelit, perubahan warna tinja, kembung, berat badan turun tanpa
alasan yang tidak diketahui (Sjamsuhidayat, 2003).
2. Penyakit Crohn
Peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh dinding
usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus
besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun pada bagian dari saluran
pencernaan. Gejala yang sering ditemukan adalah, diare menahun, nyeri kram
perut, demam, nafsu makan menurun, dan penurunan berart badan
(Sjamsuhidayat, 2003).
3. Intususepsi pada anak
Adalah masuknya segmen usus bagian proksimal kerongga lumen usus yang
lebih distal. Sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus.
Paling banyak ditemukan pada anak jika dibandingkan pada dewasa dan bersifat
idiopatik. Gejala yang sering diketahui adalah cramp abdominal pain, muntah,
tinja berwarna seperti jeli kemerahan (current jelly stool/ red jelly stool), pucat
24
dan tanda-tanda dehidrasi, demam dan perut mengembung. Masa abdomen
berbentuk seperti sosis pada daerah kuadran kanan atas atau epigastrium
(Sjamsuhidayat, 2003).
4. Volvulus
Suatu kondisi medis yang ditandai dengan terpilinnya usus secara abnormal yang
menyebabkan penyumbatan dan buruknya aliran darah pada usus. Hal ini lebih
sering terjadi pada kolon. Lebih sering terjadi pada anak-anak. Volvulus
umumnya berhubungan dengan kondisi congenital yang dikenal dengan malrotasi
usus. Pada kasus yang berat dapat menyebabkan kematian jaringan yang
kemudian akan menyebabkan perforasi pada usus (Sjamsuhidayat, 2003).
N. Penatalaksanaan
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat
yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (De jong,
2005).
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi
untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan. Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua
alasan :
1. Untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular.
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
laparatom. Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena
25
obstruksi strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak
selalu mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka
antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi.
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :
1. Strangulasi
2. Obstruksi Lengkap
3. Hernia Inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan ngt,
infus, oksigen dan kateter)
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :
a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Tujuan
pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi
sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotogan bagian yang mengalami
obstruksi (stefannus, 2012).
O. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat ileus
obstruktif. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil
produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami perforasi mungkin
26
mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum
yang menyebabkan peritonis. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri
dapat melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh
melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septic (De Jong, 2005).
Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia
aspirasi dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian. (Soegijanto,2001)
P. Prognosis
Obstruksi usus halus yang tidak menyebabkan strangulasi mempunyai angka
kematian 5%, kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang lanjut usia.
Obstruksi usus halus yang menyebabkan strangulasi mempunyai angka kematian 8% jika
operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 %
jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka
kematian berkisar antara 15-30%. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian
yang masih daapat dihindarkan (Sjamsuhidayat, 2003)
27
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau kehilangan pasase usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena dibedakan menjadi beberapa macam, ileus
obstruktif, ileus paralitik dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus
halus daripada usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi,
kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri
abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi
perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi,
gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi)
dinding usus menebal membentuk gambaran heering bone appearance dan terdapat
gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila
penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC ; 2005. P. 623-31
2. Basson, M.D. Colonic Obstruction. Editor : Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,
and Katz, J. Last Updated, June 14, 2004.
3. Guyton and Hall. “Buku Ajar fisiologi kedokteran ed. 6. Fisiologi Gastrointerstinal”.
Penerbit buku kedokteran ECG. 2008. Hal 811,855,866.
4. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
5. Margaretha. “Ileus Obstruction, Diagnosis and Management”. Jurnal Medika Udayana
vol 2 No : 4 2013. Acssed on 18 Februari 2015.
6. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
Hal: 181-192.
7. Soegijanto. “Ileus (interstinal obstruction).” Jurnal Berkala Ilmu kedokteran vol 1,
2001.
8. Stefannus. “Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus
pada Pasien Pasca Operasi Abdomen di Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar”.
Jurnal Kesehatan volum 1 No : 1 November 2012-Februari 2013. Hal 13-20.
9. Schwartz. “Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, ed. 6. Kolon, Rektum, dan Anus”. Penerbit buku
kedokteran EGC. 2000. Hal 419-422.
10. Sudarmo. P. “Pemeriksaan Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat”.
Majalah Kedokteran Indonesia, volum 58 Nomor : 12, desember 2008.
11. Kasminata, Laysa. “Gambaran Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap di
RSUD Raden Mattaher Jambi”. The Jambi Medical Journal vol 1 No : 1. 2013. Acssed
on 18 Februari 2015.
12. Margaretha. “Ileus Obstruction, Diagnosis and Management”. Jurnal Medika Udayana
vol 2 No : 4 2013. Acssed on 18 Februari 2015.
29