document

42
BAB I PENDAHULUAN Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata-rata berumur sekitar 16-98 tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki (Markogiannakis et al., 2007). Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien. 1

Upload: titin-damayanti

Post on 07-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Document

BAB I

PENDAHULUAN

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh

gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Obstruksi mekanik

dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di

dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi

usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar

obstruksi justru mengenai usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam

bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus

akut abdomen. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan

diagnosa dini dan tindakan bedah darurat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan

60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata-rata berumur sekitar 16-98 tahun

dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki

(Markogiannakis et al., 2007).

Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu

kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat

yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

1

Page 2: Document

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ilues Obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan

penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus, yaitu karena

kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan.

Hambatan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun

dibagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah prosikmal tersebut akan terjadi

distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus maupun usus besar. (Ullah,2009)

B. Anatomi

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm

sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum

panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100-110

cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh

Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira-

kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima bagian

terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi yang besar dimana lebih

tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari

kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. (Basson, 2004)

Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca.

Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri

gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankrea tiko duodenalis superior. Darah

dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis

membentuk vena porta.

Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan

parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan

simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis

menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.

2

Page 3: Document

Gambar 1.1 : Gambaran Usus Halus

3

Page 4: Document

Gambar 1.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia.

Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup

ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua

atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon

transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam

yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan

fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan

berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu

dengan rektum. Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus

lainnya.

Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh

cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media.

Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar

rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan

4

Page 5: Document

a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon

dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus

presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari N.vagus. (Basson, 2004)

C. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-

bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan

lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk.

Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang

menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.

Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan

pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses

pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih

luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus

enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan

mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi.

Gambar 1.3. Gerakan peristaltik

Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat-zat yang dimakan dengan

sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi

dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi

optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir

pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkufe untuk

5

Page 6: Document

digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi

(Guyton 2008)

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas :

hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki

membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan

garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida

ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan

kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel

dan memasuki lakteal. Asam lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung

menuju ke vena porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam

ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu,

sekitar 0,5 gram hilang setiap hari : kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.

Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.

Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin,

dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan

asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan

tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi. Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai

dengan dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan

disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan

sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim

laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam

mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu

berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi kedalam mikrovili. Produk

pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi

ke dalam darah porta. Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan

cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi

(Guyton. 2008).

Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang

merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi

segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit

pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah

kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih

6

Page 7: Document

cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya

menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.

Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian

besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks

peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK,

serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan

glukagon menghambat pergerakan usus halus.

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di

dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal

akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat

pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka

sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis

sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses

akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan

elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi

sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi

berlangsung.

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta

mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air

adan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua,

kecualim100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,

meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,

mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik,

meningkat oleh makanan, kolinergik (Guyton. 2008).

Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendoromg antegrad

melibatkan segmen panjang 0,5-1-0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200

mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defaksi. Gas kolon berasal dari

udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen. Nitroge, oksigen, karbon

7

Page 8: Document

dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan

karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600ml/hari.

E. Suplai Vaskuler

Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di

bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang

sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang

arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri

pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-

pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama

lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga

diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenter icus

superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan

(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)

ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior

memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan

sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)

rektalis superior. (Soegijanto, 2001)

F. Persarafan Usus

Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari

pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan

ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus

mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan

pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-

serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut

parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi

motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan

pleksus Meissner di lapisan submukosa

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian

sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon

ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari

8

Page 9: Document

pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf

simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan

dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya

mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh

saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi

serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis

nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan

kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis

mempunyai efek berlawanan (Soegijanto, 2001).

G. Epidemiologi

Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.

Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey

Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari

penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,

Volvulus 1,7%.(5,10).

H. Etiologi

Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Soegijanto, 2001):

1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-

70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intaabdominal

sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh

adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam

hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam

masa anak-anak.

2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)

merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan

penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia

interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa

menyebabkan hernia.

9

Page 10: Document

3. Neoplasma,Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,

sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi

melalui kompresi eksternal.

4. Penekanan eksternal oleh tumar, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpakan cairan.

5. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang

mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat

sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.

6. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama

masa infeksi atau karena striktur yang kronik.

7. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.

Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

8. Divertikulum meckel yang bisa menyebabkan volvulus, instususepsi, atau hernia littre

9. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu

menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang

menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar

dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal

yang menyebabkan obstruksi.

10. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau

trauma operasi.

11. Benda asing, seperti bezoar.

12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon

kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

10

Page 11: Document

Gambar 1.4 Penyebab Ileus Obstruktif

11

Page 12: Document

I. Patofisiologi

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas

(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan

pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan

diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat

mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah merupakan sumber

kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan

ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung,

penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus

mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.

Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas

akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan

sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Stefannus, 2012).

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif, distensi timbul tepat di proksimal dan

menyebabkan reflex muntah. Setelah mereda, peristaltik akan melawan obstruksi dalam

usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan

masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul

setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum.

Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang

menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan

berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak

ada.

Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah

dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan

muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium,

klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang

tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar,

muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik

dengan plasma.

Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume

intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam

perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan

12

Page 13: Document

syok. Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus

mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang

mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan

darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus.

Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas

peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi

penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling

sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang

maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan

eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis (Guyton.

2008).

Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus

cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan

kematian. Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu

gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus

obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti

tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup

mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada

keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan

cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena (Kasminata,

2013).

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan

ileus obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya

menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul

penumpukan cairan yang cepat (Schwartz. 2000).

13

Page 14: Document

14

Page 15: Document

J. Klasifikasi

Ileus obtruktif dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu menurut sifat sumbatannya dan

letak sumbatannya (Stefannus, 2012).

A. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan:

Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam

lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus

dan neoplasma

Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi

pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.

B. Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2

Letak Tinggi, usus halus dimana mengenai duodenum, jejunum dan ileum

Letak Rendah, usus besar yang mengenai Colon, sigmoid dan rectum

K. Manifestasi Klinis

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (De jong, 2005):

1. Lokasi obstruksi

2. Penyebabnya

3. Ada atau tidaknya iskemia usus

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif, yaitu:

1. Nyeri abdomen

2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok

hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap

penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.

Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat

kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan

15

Page 16: Document

obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4

sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus

obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya

terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif

usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.

Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga

gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri

mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri

abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus

obstruksi strangulata harus dicurigai. Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya

ileus obstruksi yang memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang

juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Guyton. 2008).

Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika

ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari

cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak

terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah

muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil

pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang

terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas

obstruksi.

Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan

makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat

dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen

pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus. Kegagalan mengerluarkan gas dan

feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul

obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya sebelum terlihat

obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang bermakna

dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini

memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari.

Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini.

Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti

obstipasi.

16

Page 17: Document

Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan

muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering

dan lidah dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran

polisitemia sekunder (Schwartz, 2000).

Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam

atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. Sangat

penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan tanpa

strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung

gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan:

1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung

2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total.

3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang

4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat

penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada

ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri

tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi; pada strangulasi selalu ada

nyeri tekan lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen.

5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness

menandakan perlunya laparotomy segera.

6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi

konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus

didiagnosa.

7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak,

ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin

membesar.

Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang

sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih

rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang

pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal

kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan

kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena

17

Page 18: Document

karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi

progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala

akut dapat timbul setelah satu minggu (Kasminata, 2013)

Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulata :

Simple Stangulata

Nyeri Abdomen

Muntah

Distensi Abdomen

Peristaltik

Lekosit

KU Memburuk

Menetap

+/-

+++

+/Meningkat

N/Naik

Lambat

Kolik

+

+

+/Meningkat

Naik

Cepat

18

Page 19: Document

Perbedaan ileus obstruksi usus halus dan usus besar

Usus Halus Usus Besar

Nyeri abdomen

Muntah

Muntah Feculan

Distensi Abdomen

Dehidrasi

+++

+++

_

+

Cepat

+

+

+

++

Lambat

L. Diagnosa

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit : salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan

atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan

radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan

menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari : (De

Jong, 2005):

1. Anamnesis

a. Nyeri (Kolik)

Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus

Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.

b. Muntah

Stenosis Pilorus : Encer dan asam

Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

Obstruksi kolon : onset muntah lama.

c. Perut Kembung (distensi)

d. Konstipasi

Tidak ada defekasi

19

Page 20: Document

Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali

menandakan adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh

riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat

menjurus pada adanya adhesi usus serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat

dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus

letak rendah.

1. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan

turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,

parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang

juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung”

(gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan

kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita

tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 1.5 Peristaltik usus

20

Page 21: Document

b. Perkusi

Perkusi Hipertympani yang menandakan adanya obstruksi.

c. Palpasi

Pada palpasi didapatkan distensi abdomen. Palpasi bertujuan mencari adanya

tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’

involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

d. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing

logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa

hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas

peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya

nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.

e. Rectal Toucher

1. Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

2. Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

3. Feses yang mengeras : skibal

4. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

5. Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

6. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

1. Laboratorium

Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,

tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan

amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya

jenis strangulasi (Sudarmo, 2008).

2. Radiologi

21

Page 22: Document

Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus

obstruktif. Sinar-x yang sering dipakai pada ileus obstruktif adalah foto 3 posisi (thoraks

tegak, abdomen tegak, abdomen datar). Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak

dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap

tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan

colon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.

Terdapat gambaran air fluid level pendek-pendek seperti tangga yang disebut step

ladder appearance akibat distensi usus terutama bagian distal. Penggunaan kontras

dikontra indikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk

invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus (Sudarmo, 2008)

Gambar 1.6. Foto polos abdomen

22

Page 23: Document

Gambar 1.7 Gambaran Radiologi Ileus Obstruktif

Pemeriksaan radiologi dengan barium enema mempunyai suatu peran terbatas

pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian barium enema bermanfaat terutama

jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.

Pada anak-anak dengan intususepsi pemeriksaan barium enema tidak hanyalah sebagai

diagnostic tetapi juga mungkin sebagai terapi. CT-Scan pemeriksaan dikerjkan jika pada

foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. USG, pemeriksaan ini akan

mempertunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi. MRI, walaupun pemeriksaan ini

dapat digunakan, tetapi teknik dan kontras yang ada sekarang ini belum secara peuh

mapan. Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis. Angiografi,

angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi

internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.

23

Page 24: Document

Gambar 1.8 Radiolagi dari Ileus obstruktif

M. Penyebabnya

1. Carsinoid Gastrointestinal

Tumor yang terbentuk di lapisan saluran pencernaan yang kemudian

menyebabkan sumbatan pada usus. Gejala yang sering ditimbulkan, muntah,

perut sakit, sembelit, perubahan warna tinja, kembung, berat badan turun tanpa

alasan yang tidak diketahui (Sjamsuhidayat, 2003).

2. Penyakit Crohn

Peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh dinding

usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus

besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun pada bagian dari saluran

pencernaan. Gejala yang sering ditemukan adalah, diare menahun, nyeri kram

perut, demam, nafsu makan menurun, dan penurunan berart badan

(Sjamsuhidayat, 2003).

3. Intususepsi pada anak

Adalah masuknya segmen usus bagian proksimal kerongga lumen usus yang

lebih distal. Sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus.

Paling banyak ditemukan pada anak jika dibandingkan pada dewasa dan bersifat

idiopatik. Gejala yang sering diketahui adalah cramp abdominal pain, muntah,

tinja berwarna seperti jeli kemerahan (current jelly stool/ red jelly stool), pucat

24

Page 25: Document

dan tanda-tanda dehidrasi, demam dan perut mengembung. Masa abdomen

berbentuk seperti sosis pada daerah kuadran kanan atas atau epigastrium

(Sjamsuhidayat, 2003).

4. Volvulus

Suatu kondisi medis yang ditandai dengan terpilinnya usus secara abnormal yang

menyebabkan penyumbatan dan buruknya aliran darah pada usus. Hal ini lebih

sering terjadi pada kolon. Lebih sering terjadi pada anak-anak. Volvulus

umumnya berhubungan dengan kondisi congenital yang dikenal dengan malrotasi

usus. Pada kasus yang berat dapat menyebabkan kematian jaringan yang

kemudian akan menyebabkan perforasi pada usus (Sjamsuhidayat, 2003).

N. Penatalaksanaan

Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis

serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat

yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (De jong,

2005).

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi

untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan

penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan

sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh

perlengketan. Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua

alasan :

1. Untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.

2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga

mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan

intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular.

Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :

1. Pendek, hanya untuk lambung.

2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.

Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk

perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan

laparatom. Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena

25

Page 26: Document

obstruksi strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak

selalu mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka

antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi.

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital

berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan

sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :

1. Strangulasi

2. Obstruksi Lengkap

3. Hernia Inkarserata

4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan ngt,

infus, oksigen dan kateter)

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi

ileus :

a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana

untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-

strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus

yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,

misalnya pada Ca stadium lanjut.

d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus

untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,

invaginasi strangulate dan sebagainya.

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.

Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.

Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Tujuan

pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi

sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotogan bagian yang mengalami

obstruksi (stefannus, 2012).

O. Komplikasi

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat ileus

obstruktif. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil

produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami perforasi mungkin

26

Page 27: Document

mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum

yang menyebabkan peritonis. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri

dapat melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh

melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septic (De Jong, 2005).

Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia

aspirasi dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian. (Soegijanto,2001)

P. Prognosis

Obstruksi usus halus yang tidak menyebabkan strangulasi mempunyai angka

kematian 5%, kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang lanjut usia.

Obstruksi usus halus yang menyebabkan strangulasi mempunyai angka kematian 8% jika

operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 %

jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka

kematian berkisar antara 15-30%. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian

yang masih daapat dihindarkan (Sjamsuhidayat, 2003)

27

Page 28: Document

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ileus obstruktif adalah kerusakan atau kehilangan pasase usus yang disebabkan

oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena dibedakan menjadi beberapa macam, ileus

obstruktif, ileus paralitik dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus

halus daripada usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi,

kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.

Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri

abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan

ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi

perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi,

gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi)

dinding usus menebal membentuk gambaran heering bone appearance dan terdapat

gambaran Air fluid level.

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila

penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

28

Page 29: Document

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar

Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC ; 2005. P. 623-31

2. Basson, M.D. Colonic Obstruction. Editor : Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J.,

and Katz, J. Last Updated, June 14, 2004.

3. Guyton and Hall. “Buku Ajar fisiologi kedokteran ed. 6. Fisiologi Gastrointerstinal”.

Penerbit buku kedokteran ECG. 2008. Hal 811,855,866.

4. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,

McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.

5. Margaretha. “Ileus Obstruction, Diagnosis and Management”. Jurnal Medika Udayana

vol 2 No : 4 2013. Acssed on 18 Februari 2015.

6. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar

Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.

Hal: 181-192.

7. Soegijanto. “Ileus (interstinal obstruction).” Jurnal Berkala Ilmu kedokteran vol 1,

2001.

8. Stefannus. “Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan Peristaltik Usus

pada Pasien Pasca Operasi Abdomen di Ruang ICU BPRSUD Labuang Baji Makassar”.

Jurnal Kesehatan volum 1 No : 1 November 2012-Februari 2013. Hal 13-20.

9. Schwartz. “Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, ed. 6. Kolon, Rektum, dan Anus”. Penerbit buku

kedokteran EGC. 2000. Hal 419-422.

10. Sudarmo. P. “Pemeriksaan Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat”.

Majalah Kedokteran Indonesia, volum 58 Nomor : 12, desember 2008.

11. Kasminata, Laysa. “Gambaran Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Rawat Inap di

RSUD Raden Mattaher Jambi”. The Jambi Medical Journal vol 1 No : 1. 2013. Acssed

on 18 Februari 2015.

12. Margaretha. “Ileus Obstruction, Diagnosis and Management”. Jurnal Medika Udayana

vol 2 No : 4 2013. Acssed on 18 Februari 2015.

29