document 2 tetanussssss

22
A. Definisi Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang. B. Patofisiologi

Upload: tetsukayuki

Post on 06-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anak

TRANSCRIPT

Page 1: Document 2 Tetanussssss

A. Definisi

Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh

tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit

ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat

dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta

diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular.

Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram

positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini

menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran

tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan

terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat

dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda.

Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk

vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.

Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan

menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung

saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.

B. Patofisiologi

Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka

dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk

vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen

rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.

Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi

luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan

produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-

faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh

strain Clostridium tetani. Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus telah

menarik perhatian para ahli dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan

penelitian berdasarkan atas percobaan pada hewan.

Page 2: Document 2 Tetanussssss

Penyebaran toksin

Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara,

sebagai berikut:

1. Masuk ke dalam otot

Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke

otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam

susunan saraf pusat.

2. Penyebaran melalui sistem limfatik

Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus

limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah

sistemik.

3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.

Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun

dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh

darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya

penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh

darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan

pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.

Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena

sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin

bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah,

sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan

saraf pusat.

4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)

Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara

retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan

autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus

motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf

inhibitor.

Perubahan akibat toksin tetanus:

Page 3: Document 2 Tetanussssss

1. Susunan saraf pusat

Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik

yang terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance

excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari

SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf

inhibisi yang terkena makin berat kejang yang terjadi. Stimulus seperti suara,

emosi, raba dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena motorneuron di

daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti

retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini

mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang

resisten terhadap toksin.

Rasa sakit

Rasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala ditemukan

neurotic pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat tidak ada kejang.

Rasa sakit ini diduga karena pengaruh toksin terhadap sel saraf ganglion posterior,

sel-sel pada kornu posterior dan interneuron.

Fungsi Luhur

Kesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar biasanya

brhubungan dengan seberapa besar efek toksin terhadap otak, seberapa jauh efek

hipoksia, gangguan metabolisme dan sedatif atau antikonvulsan yang diberikan.

2. Aktifitas neuromuskular perifer

Toksin tetanus menyebabkan penurunan pelepasan asetilkolin sehingga

mempunyai efek neuroparalitik, namun efek ini tertutup oleh efek inhibisi di

susunan saraf pusat. Neuroparalitik bisa terjadi bila efek toksin terhadap SSP

tidak terjadi, namun hal ini sulit karena toksin secara cepat menyebar ke SSP.

Kadang-kadang efek neuroparalitik terlihat pada tetanus sefal yaitu paralisis

nervus fasialis, hal ini mungkin n. fasialis lebih sensitif terhadap efek paralitik

dari toksin atau karena axonopathi.

Efek lain toksin tetanus terhadap aktivitas neuromuskular perifer berupa:

1. Neuropati perifer

Page 4: Document 2 Tetanussssss

2. Kontraktur miostatik yang dapat berupa kekakuan otot, pergerakan otot

yang terbatas dan nyeri, yang dapat terjadi beberapa minggu sampai

beberapa bulan setelah sembuh.

3. Denervasi parsial dari otot tertentu.

3. Perubahan pada sistem saraf autonom

Pada tetanus terjadi fluktuasi dari aktifitas sistem simpatis dan parasimpatis, hal

ini mungkin terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut.

Mekanisme terjadinya disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal

dari otot (retrograd) maupun hasil penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior ke

kornu lateralis medula spinalis torakal). Gangguan sistem autonom bisa terjadi

secara umum mengenai berbagai organ seperti kardiovaskular, saluran cerna,

kandung kemih, fungsi kendali suhu dan kendali otot bronkus, namun dapat pula

hanya mengenai salah satu organ tertentu.

4. Gangguan Sistem pernafasan

Gangguan sistem pernafasan dapat terjadi akibat :

a. Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen; otot

diafragma terkena paling akhir. Kekakuan dinding thorax apalagi bila kejang yang

terjadi sangat sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada

sehingga menganggu ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas

yang ditandai dengan hipoksia dan hiperkapnia. Namun dapat terjadi takipnea

akibat aktifitas berlebihan dari saraf di pusat persarafan yang tidak terkena efek

toksin.

b. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret trakea dan bronkus karena adanya

spasme dan kekakuan otot faring dan ketidakmampuan untuk dapat batuk dan

menelan dengan baik. Sehingga terdapat resiko tinggi untuk terjadinya aspirasi

yang dapat menimbulkan pneumonia, bronkopneumonia dan atelektasis.

c. Kelainan paru akibat iatrogenik.

d. Gangguan mikrosirkulasi pulmonal

Page 5: Document 2 Tetanussssss

Kelainan pada paru bahkan dapat ditentukan pada masa inkubasi. Kelainan yang

terjadi bisa berupa kongesti pembuluh darah pulmonal, oedema hemorrhagic

pulmonal dan ARDS. ARDS dapat terjadi pula karena proses iatrogenik atau

infeksi sistemik seperti sepsis yang mengikuti penyakit tetanus.

e. Gangguan pusat pernafasan

Observaasi klinis dan percobaan binatang menunjukkan bahwa pusat pernafasan

dapat terkena oleh toksin tetanus. Paralisis pernafasan tanpa kekakuan otot dan

henti jantung dapat terjadi pada pemberian toksin dosis tinggi pada hewan

percobaan. Selain itu ditemukan bahwa penderita mengalami penurunan resistensi

terhadap asfiksia.

Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan

pada penderita tetanus adalah :

o Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat

tanpa ditemukan adanya komplikasi pulmonal, bronkospasme dan

peningkatan sekret pada jalan nafas. Episode ini bervariasi dalam beberapa

menit sampai ½-1 jam.

o Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged

respiratory arrest (henti nafas berkepanjangan) dan akhirnya meninggal.

o Henti nafas akut dan mati mendadak.

Sekalipun demikian gangguan pusat pernafasan disebabkan oleh penyebab sekunder

seperti hipoksia rekuren/berkepanjangan, asfiksia kaena kejang lama atau spasme

laring, hipokapnia setelah serangan distres pernafasan, dan akibat gangguan

keseimbangan asam basa.

5. Gangguan hemodinamika

Ketidakstabilan sistem kardiovaskular ditemukan penderita tetanus dengan

gangguan sistem saraf autonom yang berat. Penelitian mengenai hemodinamika

pada tetanus berat masih sangat jarang dilakukan karena :

Kendala etik

Page 6: Document 2 Tetanussssss

Perjalanan penyakit tetanus sering diperberat oleh komplikasi seperti sepsis,

infeksi paru, atelektasis, edema paru dan gangguan keseimbangan asam-basa,

yang kesemua ini mempengaruhi sistem kardio-respirasi

Pemakaian obat sedatif dosis tinggi dan pemakaian obat inotropik mempersulit

penilaian dari hasil penelitian.

6. Gangguan metabolic

Metabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanya

kejang, peningkatan tonus otot, aktifitas berlebihan dari sistem saraf simpatik dan

perubahan hormonal. Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu

dapat dikurangi dengan pemberian muscle relaxans. Berbagai percobaan

memperlihatkan adanya peningkatan ekskresi urea nitogen, katekolamin plasma

dan urin, serta penurunan serum protein terutama fraksi albumin.

Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan

oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya karena disertai

masalah dalam sistem pernafasan maka akan terjadi hipoksia dengan segala

akibatnya. Katabolisme protein yang berat, ketidakcukupan protein dan hipoksia

akan menimbulkan metabolisme anaerob dan mengurangi pembentukan ATP,

keadaan ini akan mengurangi kemampuan sistem imunitas dalam mengenali

toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi yang

dibentuk. Fenomena ini mungkin dapat menerangkan mengapa pada penderita

tetanus yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan kekebalan terhadap toksin.

7. Gangguan Hormonal

Gangguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-hipotalamus dicurigai

terjadi pada penderita tetanus berat atas dasar ditemukannya episode hipertermia

akut dan adanya demam tanpa ditemukan adanya infeksi sekunder.

Peningkatan alertnessdan awareness menimbulkan dugaan adanya

aktifitas retikular dari batang otak yang berlebihan. Aksis hipotalamus-hipofise

mengandung serabut saraf khusus yang merangsang sekresi hormon. Aktifitas

sekresi oleh serabut saraf tersebut dimodulasi monoamin neuron lokal. Adanya

penurunan kadar prolaktin, TSH, LH dan FSH yang diduga karena adanya

hambatan terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar endokrin.

Page 7: Document 2 Tetanussssss

8. Gangguan pada sistem lain

Berbagai percobaan pada hewan percobaan ditemukan bahwa toksin secara

langsung dapat mengganggu hati, traktus gastro-intestinalis dan ginjal. Pengaruh

tersebut dapat berupa nefrotoksik terhadap nefron, inhibisi mitosis hepatosit dan

kongesti-pendarahan-ulserasi mukosa gaster. Namun secara klinis hal tersebut

sulit ditentukan apakah kelainan klinis seperti gangguan fungsi ginjal, fungsi hati

dan abnormalitas traktus gastrointestinal disebakan semata-mata karena efek

toksin atau oleh karena efek sekunder dari hipovolemia, shock, gangguan

elektrolit dan metabolik yang terganggu.

Secara teoritis ileus, distonia kolon, gangguan evakuasi usus besar dan

retensi urin dapat terjadi karena gangguan keseimbangan simpatis-parasimpatis

karena efek toksin baik di tingkat batang otak, hipotalamus maupun ditingkat

saraf perifer simpatis, parasimpatis. Disfungsi organ dapat pula terjadi sebagai

akibat gangguan mikrosirkulasi dan perubahan permeabilitas kapiler pada organ

tertentu.

C. Manifestasi Klinis

Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai

kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut

awitan penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.

Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:

a. Tetanus lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka

kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap

disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat

berkembang menjadi tetanus umum.

b. Tetanus sefal

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang

disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya

berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus

Page 8: Document 2 Tetanussssss

sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya

biasanya jelek.

c. Tetanus umum

Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa

trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut

(opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan

kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan

ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

d. Tetanus neonatorum

Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali

pusat,umumnya karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang

tidakmendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah

ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan

spasme. Posisi tubuh klasik : trismus, kekakuan pada otot

punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal.

Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan

mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas

bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari

kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia,

kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :

a) Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak

ada atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.

b) Derajat II (sedang)

Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia

ringan

c) Derajat III (berat)

Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia

berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem otonomi

Page 9: Document 2 Tetanussssss

d) Derajat IV (sangat berat)

Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem kardiovaskuler,

yaitu hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan bradikardi, hipertensi berat

atau hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan dengan sepsis, hipovolemia

atau penyebab iatrogenik.

Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka derajat

tetanus berat meliputi derajat III dan IV.

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:

- Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat luka.

- Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap

- Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot

perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.

- Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek

- Kejang umum episodik dicetusklan dengan rangsang minimal maupun spontan

dimana kesadaran tetap baik.

Temuan laboratorium :

- Lekositosis ringan

- Trombosit sedikit meningkat

- Glukosa dan kalsium darah normal

- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat

- Enzim otot serum mungkin meningkat

- EKG dan EEG biasanya normal

- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat

membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif

berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.

- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)

E. Diagnosis banding

Page 10: Document 2 Tetanussssss

Penyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah

- Abses gigi

- OMSK

- Hipokalsemia

- Meningitis bakterialis

- Rabies

- Poliomielitis

- Epilepsi

- Ensefalitis

- Tetani

- Keracunan striknin

- Sindrom Shiffman

- Efek samping fenotiazin

- Peritonsiler abses

F. Komplikasi

Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia, bronkopneumonia dan

sepsis. Komplikasi terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi antara

lain spasme laring atau faring yang berbahaya karena dapat menyebabkan

hipoksia dan kerusakan otak. Spasme saluran nafas atas dapat menyebabkan

aspirasi pneumonia atau atelektasis. Komplikasi pada sistem kardiovaskuler

berupa takikardi, bradikardia, aritmia, gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan

syok. Kejang dapat menyebabkan fraktur vertebra atau kifosis. Komplikasi lain

yang dapat terjadi berupa tromboemboli, pendarahan saluran cerna, infeksi

saluran kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis metabolik.

G. Penatalaksanaan

I. Dasar

a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.

1. Antibiotik

Page 11: Document 2 Tetanussssss

Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk

vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk penisilin

G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga peka

terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin generasi

ketiga.

- Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain

1,2 juta 1 kali sehari.

- Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV

selama 10-14 hari.

- Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari

digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa

sudah ditegakkan diganti Penisilin G.

Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara

loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam

perinfus setiap 6 jam. Hal ini pemberian metronidazole secara bermakna

menunjukkan angka kematian yang rendah, perawatan di rumah sakit yang

pendek dan respon yang baik terhadap pengobatan tetanus sedang.

Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan tetrasiklin

dengan dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal 2 gr/hari dibagi 4 dosis dan diberikan

secara peroral.

Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari

selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah gentamisin 5-7,5

mg/kgBB/hari.

2. Perawatan luka

Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan

luka dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita mendapat

anti toksin dan sedasi. Pada tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan

dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila perlu dapat dilakukan

omphalektomi.

b. Netralisasi toksin

Page 12: Document 2 Tetanussssss

1. Anti tetanus serum

Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah

dosis diberikan secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV, sebelumnya

dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus neonatorum diberikan

10.000 unit IV.

Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak

diberikan secara intrathekal karena dapat menyebabkan meningitis yang berat

karena terjadi iritasi meningen. Namun ada beberapa pendapat juga untuk

mengurangi reaksi pada meningen dengan pemberian ATS intratekal dapat

diberikan kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan 250-500 IU.

2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanus dengan

dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera mungkin. Kerr

dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada neonatus sebanyak 500 IU IV dan

800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat efektif bila diberikan

dalam 24 jam pertama setelah timbul gejala.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991)

menyatakan pemberian immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan

keuntungan karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila

diberikan secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM mempunyai

efektivitas yang sama.

Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis

yang dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991)

mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk

meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka.

c. Menekan efek toksin pada SSP

1. Benzodiazepin

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini

mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat.

Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi ketakutan dan

Page 13: Document 2 Tetanussssss

ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal menginhibisi refleks

polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan, terutama terjadi bila

diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang diberikan pada neonatus adalah

0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian. Udwadia (1994), pemberian diazepam pada

anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan 0,1-0,3

mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan obat dapat

diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan drip IV lambat

selama 24 jam.

2. Barbiturat

Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk neonatus

dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis berlebihan dapat

menyebabkan hipoksisa dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat diberikan

segera dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang diberikan tiap 10

menit sampai otot perut relaksasi dan spasme berkurang. Fenobarbital dapat

diberikan bersama-sama diazepam dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2-3

dosis melalui selang nasogastrik.

3. Fenotiazin

Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM

4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak

dibenarkan diberikan secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada

penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi.

II. Umum

Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang

pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian

cairan dan elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum,

letakkan penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC),

infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari. Pemberian

makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan

dinaikkan bertahap. Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda

Page 14: Document 2 Tetanussssss

bahaya. Pemberian oksigen melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung

dan mulut harus dikerjakan.

Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi

oleh spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan.

Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus

neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.

Bantuan ventilator diberikan pada :

1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV

2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali

dengan terapi konservatif dan PaO2 <>

3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-

lain.

III. Berdasarkan tingkat penyakit tetanus

a) Tetanus ringan

Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik,

HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif seperti

diatas.

b) Tetanus sedang

Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi

atautrakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia

umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara parenteral.

c) Tetanus berat

Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang perawatan

intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator sangat dibutuhkan

serta pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme sangat hebat dapat diberikan

pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap

2-3 jam. Bila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta

bloker seperti propanolo atau alfa dan beta bloker labetolol.

Page 15: Document 2 Tetanussssss