document (10).pdf
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
-
1BabI
PENDAHULUAN
LatarBelakangMasalah
Indonesia adalah negara hukum. Itulah idiologi negara kita yang menegaskan
bahwasegalasesuatuharusdidasaripadahukumyangberlaku.Negarakitamemandang
komitmenbahwasetiaporangharusdiberlakukanbaikdanadil,apakahdiadalamposisi
sebagai pelaku tindak pidana atau sebaagai korban tindak pidana. Perikemanusiaan
sebagai salah satu sandi nilai falsafah pancasila, yang menjiwai seluruh keberadaan
hukumdinegaraIndonesiainimulaidariUUD1945hinggakepadaperaturanperundang
undangan.
Untuk menegakan komitmin hukum itu, penyelenggaraan peradilan pidana
merupakan mekanisme bekerja aparat penegak hukum pidana mulai dari proses
penyelidikan dan penyidikan penuntutun sampai pemeriksaan di pengadilan. Peradilan
pidana dipandang sebagai suatu system. Hal ini dikerenakan dalam peradilan pidana
terdiri dari beberapa lembaga yang masingmasing mempunyai wewenang dan tugas
sesuai dengan bidangnya serta peraturan yang berlaku. Sasarana dari komponen system
peradilanpidanaadalahmenanggulanikejahatan(overcomingofcrime)danpencegahan
kejahatan(preventionofcrime).1
System peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan system
kekuasaanmegakah hukumpidana atau system kekuasaan kehakiman di bidang hukum
pidana diimplementasikan dalam empat substasi yaitu: Kekuasaan penyidikan (oleh
badan/lembaga penyidik),Kekuasaan penuntutan (oleh badan/lembaga penuntut umum),
Kekuasaan mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana (oleh badan pengadilan), dan
Kekuasaanpelaksanaanputusan/pidana(olehbadanaparatpelaksana/eksekusi).Keempat
substasiinimerupakansatukesatuansystempenegakanhukumpidanayangintegralatau
seringdikenaldenganistilahsystemperadilanpidanaterpadu(integratedcriminaljustice
system).2
1Reza Alifianto, Sistem Peradilan Pidana, Materi Kuliah Sains Hukum DanPembangunan,ProgramSekolahPascasarjanaUniversitasAirlanggaSurabaya.
-
2Berbica tentang system peradilam maka sangat tidak lepas dari masalah yang
melibatkanduapihakyaitupelakukejahatandankorbankejahatan.Inimasihmerupakan
persoalanklasik, bahwa systemperadilanpidana sebagai basis penyelenggaraanperkara
pidanatidakmengakuieksistensikorbansebagaipencarikeadilan.Memangjikakitalihat
bahwa kepentingan korban telah terwakili oleh alat negara yaitu polisi dan jaksa baik
sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut umum.Akan tetapi hubungan korban tindak
pidana,disatupihakdenganpolisidanjaksatersebuthanyalahmerupakanhubunganyang
bersifat simbolik sementara hubungan antara pelaku tindak pidana (terdakwa) dengan
penasehathukumterdakwasecaraprinsipadalahmurnihubunganhukumantarapengguna
jasa hukum dengan pemberi kuasa yang diatur dalam hukum perdata dan penasehat
hukumbertindak langsungdanuntuk atasnamapelaku tindakpidana.Sedangkanpolisi
danjaksa,sekalipundalamhalinimewakilikepentingankorbantindakpidanatetapidisini
kedudukanpolisidanjaksabertindaksematamatahanyamenjalantugasnegara.
Padahal dalam prinsip universal sebagaimana termuat dalam The Universal
Deklaration of Human Rights, mengakui bahwa semua orang adalah sama terhadap
undangundang dan berhak atar perlindungan hukum yang sama tanpa pengakuan
diskriminasi apapun. Masalah kepentingan korban tindak pidana, pada prinsipnya
merupakanbagianintegraldaripersoalanhakasasimanusiapadaumumnya.
Melihat kenyataandemikian inilah sudah sepatutnyaperlu untukdikaji kembali
terhadapsystemperadilanpidanakitayangharusdilihatdarikepentinganyanglebihluas,
bukan saja menekankan pada kepentingan pelaku tindak pidana melainkan juga
menyeluruhkepadakepentingankorbantindakpidana.Karenaperlindunganhukumyang
diberikan oleh KUHP masih bersifat retributif justice dan bukan bersifat restorative
justice.
RumusanMasalah
2MohammadHatta,MenyongsongPenegakanHukumResponsifSistemPeradilanPidanaTerpadu,(GalangPress:Yogyakarta,2008),hal.47
-
31. Bagaimana implementasi hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana
terhadapperlakudankorbankejahatan?
2. Apa landasan hukum bagi perlindungan tersangka/terdakwa dan korban dalam
sistemperadilanpidana?
3. ApamodeldalamsistemperadilanpidanadiIndonesiasaatini?
4. Apa landasan hukum dalam sistem peradilan pidana terhadap tersangka atau
terdakwadankorban?
BabII
-
4PEMBAHASAN
II.1. Implementasi HAM Dalam Sistem Peradilan Pidana Terhadap Pelaku dan
KorbanKejahatan
PerlindunganHakAsasiManusia(HAM)memilikisejarahpanjangyangdimulai
dari martabat alamiah dan hakhak kemanusiaan yang sama dan tidak dapat dicabut.
Pengakuan martabat dan hakhak tersebut merupakan dasar kemerdekaan, keadilan
danperdamaiandunia.
HakAsasiManusia (HAM)sebagai sesuatuyangvitaluntukmenjagakehidupan
manusia agar tetapmanusiawi danmenjaga hak yang paling berharga, yaitu hak untuk
menjadimanusia.Istilahmartabatdanhakhakkemanusiaantersebutdisebutsebagaihak
asasimanusia.Pasal4UndangUndangRINo.39Tahun1999tentangHakAsasiManusia
menyebutkan sejumlah hak asasi yang bersifat mutlak, tidak dapat dikurangi dalam
keadaanapapundanolehsiapapun.Hakhaktersebutantaralain:
1.Hakuntukhidup
2.Hakuntuktidakdisiksa
3.Hakkebebasanpribadi,pikirandanhatinurani
4.Hakberagama
5.Hakuntuktidakdiperbudak
6.Hakuntukdiakuisebagaipribadidanpersamaandihadapanhukum
7.Hakuntuktidakdituntutatasdasarhukumyangberlakusurut.
PerlindunganakanHAMdimaksudkan ialahhakhakyangdimilikiolehmanusia
bukankarenadiberikankepadanyaolehmasyarakat,jadibukanberdasarkanhukumpositif
yangberlaku,melainkanberdasarkanmartabatnyasebagaimanusia.Manusiamemilikinya
karenaiamanusiayangdalampengertianinijugabahwapelakutindakpidanadankorban
jugaadalahmanusia,dalampahamhakasasimanusiatermasukbahwahakitutidakdapat
dihilangkanataudinyatakantidakberlakuolehnegara.
Melalui hak asasi manusia tuntutan moral yang prapositif dapat direalisasikan
dalamhukumpositif.Disatupihakhakasasimanusiamengungkapkan tuntutantuntutan
dasar martabat manusia. Tetapi dilain pihak, karena tuntutantuntutan itu dirumuskan
sebagai hak atau kewajiban yang kongkrit dan operasional, maka tuntutan itu dapat
-
5dimasukan dalam hukum positif sebagai normanorma dasar dalam arti bahwa semua
normahukumlainyatidaktidakbolehbertentangdenganmereka.3
Setiap penyiksaan dan tindakan atau hukuman kejam, tak manusiawi dan/atau
merendahkan martabat kemanusiaan merupakan pelanggaran terhadap manusia dan
pelanggranyanghakikiterhadaphakhakasasimanusia.Tidakadasatunegarapunboleh
mengijinkan atau mentolerir penyiksaan dan tindakan atau hukumn yang kejam, tak
manusiawi, ataumerendahkanmartabatkemanusiaan.4Alasanapapun tidakbisadipakai
sebagai pembenaran atas tidakantindakan demikian kepada tersangka atau terdakwa
sekalipunapalagiyangmenjadikorban.
Dariprinsiphakasasimanusiadiatas, terdapatnilainilaiyangmengandunghak
hakkorbandari tindakperlakukanpelanggaranhukum.Hakhakkorban tersebut adalah
korban berhak mendapatkan kompensasi/restitusi, korban berhak menolok kompensasi
untukkepentinganpelakukejahatan,korbanberhakmendapatkanrehabilitasi/pembinaan,
korban berhak menolak menjadi saksi bisa membahayakan dirinya atau keluarganya,
korban berhakkmendapatkan perlindungan dari ancaman pelaku kejahatan, dan korban
berhak mempergunakan upaya hukum. negara melalui aparaturnya berkewajiban untuk
mrnyelenggarakan ketertiban dan keamananmasyarakat sehingga perbuata pidana yang
terjadi adalah tanggungjawab negara. Hal ini berarti timbulnya korban merupak
tanggungjawabnegarapula.5
Inilahyangmenjadipedomandandasarhukumdalammemperjuangkanhakasasi
manusiabahwasetiapmanusiamampunyaihakyangsama terhadapundangundangdan
berhak atar perlindungan hukum yang sama tanpa pengakuan diskriminasi apapun.
Dengan inimenggambarkanbahwadarisegihakasasimanusiabahwaapapunstatusnya
manusia tersebutmemilikihakyangsamauntuk itudiperlukan sikap salingmenghargai
tetapijikasebaliknyamakapastiadasebagianhakyangharusdikorbankan.
II.2.LandasanHukumBagiPerlindunganTersangka/TerdakwaDanKorban
3 FranzMagnis Suseno,EtikaPolitik, PrinsipPrinsipMoralKenegaraanModern, (PT.Gramedia:Jakarta,1988),hal.121
4Kunarto,IktisarImlementasiHakAsasiManusiaDalamPemegakanHukum,(PT.CiptaManunggal:Jakarta,1996),hal.85
5 Made DermaWeda, Kriminolog,CetakanPertama (Raja Grafindo Persada: Jakarta,1996),hal.91
-
6Indonesia telahmeratifikasikonvenanhakhaksipildalamundangundangdalam
dinegararepublikini.Konsekuensinyabeberapaketentuandalamsistemperadilanharus
mengalamiperubahan.Berikutinimarikitalihatperaturanperundangundanganapasaja
yangmengaturtentangperlindungantersangka/terdakwadankorbankejahatan.
II.2.1.Tersangkadan/atauTerdakwa
Perlindungan hukum terhadap tersangka/terdakwa telah diatur dalam undang
undang yaitu KUHP, bahkan yang lebih hangat lagi sekarang ini adalah praperedilan.
Praperadilan dalam KUHP ditetapkan dalam Bab X, bagian ke satu sebagai salah satu
ruanglingkupwewenangmengadilidipengadilannegeri.Darisegistrukturpraperadilan
bukan merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan tidak berwenang member putusan
akhir.Tettapihanyamerupakanpemberianwewenangdanfungsibaruyangdilimpahkan
KUHP kepada setiap pengadilan negeri, sebagaiwewenang dan fungsi tambahan untuk
menilai sah atau tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian, penyidikan, atau
penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum yang
wewenangpemeriksaannyadiberikankepadapraperadilan(pasal1butir10).6
Hal ini dengan jelas menggambarkan hak asasi tersangka yaitu tersangka atau
terdakwadiberikanseperangkathakhakolehKUHPmulaidaripasal50sampaidengan
pasal 68. Hakhak itumeliputi: hak untuk segera diperiksa, diajukan kepengadilan dan
diadilihakuntukmengetahuidengan jelasdanbahasayangdimengertiolehnya tentang
apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan hak untuk memberikan keterangan
secaraabebaskepadapenyidikdanhakin seperti tersebutdimukahakuntukmendapat
juru bahasa, hak untukmendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan hak
untuk mendapat nasehat hukum dan penasehat yang ditunjuk oleh pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka/terdakwa yang diancam
pidanamati dangan biaya cumacuma hak terangka atau terdakwa yang berkebangsaan
asinguntukmenghubungidanberbicaradenganperwakilannegaranya.7
II.2.2.Korban
6 YahyaHarahap,PembahasanDan PemerapanKUHP, (SinarGrafika: Jakarta, 2002),hal.23
7 Andi Hamza, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Refisi (Sinar Grafika: Jakarta,2002),hal.66
-
7Hukum acara pidana Indonesia dalam KUHP baik secara teoritis maupun
praktisnya tidan menaruh perhatian yang sangat serius terhadap masalah perlundungan
korban karena diasumsikan bahwa kepentingan korban sudah diwakili oleh aparat
penegakahukum.TetapidenganberlakunyaUndangUndangRepublikIndonesiaNo.13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada tanggal 11 Agustus 2006
dinilaisebagaisuatuterobosanyangdiharapkanmampumenutupikelemahankelemahan
sistemhukumkitaberkaitandenganterabaikannyaelemensaksidankorbandalamsystem
peradilan pidana sebagaimana KUHP lebih banyak mengatur hakhak tersang atau
terdakwa saja untuk mendapat perlindungan dari berbagi kemungkinan terjadinya
pelanggaranhakasasimanisia.Undangundang inidengan lebihspesifik (lexspecialis)
mengatur syarat dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan bagi saksi dan atau
korbansebagaikorban.
Bagian penjelasandalamUUNo. 13 tahun 2006 tentangPerlindunganSaksi dan
Korban disebutkan bahwa.dalamrangkamenumbuhkan partisipasi masyarakat
untukmengungkapkan tindakpidana, perludiciptakan iklimyangkondusif dengan cara
memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yangmengetahui
ataumenemukansesuatuhalyangdapatmembantumengungkapkan tindakpidanayang
telahterjadidanmelaporkanhaltersebutkepadapenegakhukum.Selanjutnyadisebutkan
Pelapor yang demikian itu harusdiberi perlindungan hukum dan keamanan yang
memadai atas laporannya sehingga ia tidakmerasa terancamatau terintimidasibaikhak
maupunjiwanya
Dalam pasal 5 uu No. 13 tahun 2006 menyebutkan hakhak saksi dan korban
sebagai berikut memeperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta
bendanya,sertabebasdariancamanyangberkenandengankesaksianyangakan,sedang,
atau telah diberikanya ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungandandukungankeamananmemberikanketerangantampatekananmendapat
penerjemah bebas dari pertanyaan yang menjerat mendapatkan informasi mengenai
perkembangankasusmendapatkan informasimengenaiputusanpengadilanmengetahui
dalamhal terpidana terpidanadibebaskanmendapat identitasbarumendapatkantempat
kediaman baru memperoleh pengganti biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
mendapatnasehathukumdan/ataumemperolehbantuanbiayahidupsementarasamapai
-
8bataswaktuperlindunganberakhir sertadalamhalpelanggaranhakasasimanusiaayng
berat, juga berhak untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psiko
sosial. Maka untuk mengimplementasi hal tersebut maka negara membentu lembaga
perlindungansaksidankorban(LPSK)untukpemberiankompensasiterhadapkorban.
II.3.ModelModelSistemPeradilanPidana
Terdapatberbagaitoeriberkaitandengansystemperadilanpidana(criminaljustice
system). Ada yang menggunakan dua atau lebih pendekatan dalam system peradilam
pidanatetapiyanglebihpentingadalahsetiappendekatanharusmenggunakanpendekatan
normatifyangberorintasipadanilainilaipraktisdalammelaksanakanmekanismeproses
peradilanpidana.Untukitu terdapatduamodelpendekatanyanglasimdigunakandalam
sistemperadilanpidanasaatini.8
Pertama, Crime Control Model, pemberantasan kejahatan merupakan fungsi
terpenting dan harus diwujudkan dari suatu proses peradilan pidana, sehingga perhatian
utamaharusditujukanpadaefisiensiprosesperadilanpidana.Titiktekanpadamodelini
adalahefektifitas,yaitukecepatandankepastian.Pembuktiankesalahan tersangkasudah
diperoleh didalam proses pemeriksaan oleh petugas kepolisian. Presumption of guilt
digunakanuntukmempercepatpemprosesantersangkaatauterdakwakesidangperadilan.
Nilainilai yang melandsi crime control model adalah tindakan represif terhadap suatu
tindakan kriminal merupakan fungsi terpenting dari suatu proses peradilan, perhatian
utama harus ditujukan kepada efisiensi dari suatau penegakan hukumuntukmenyeleksi
tersangka,menetapkankesalahannyadanmenjaminataumelindungihaktersangkadalam
proses peradilan, proses kriminal penegakan hukum harus dilaksanakan berlandasan
prinsip cepat dan tuntas, dan model yang dapat mendukung proses penegakan hukum
tersebutadalahmodeladministrativedanmerupakanmodelmanajerialasaspradugatak
bersalah akan menyebabkan sistem ini dilaksanakan secara efesien, proses penegakan
hukum harus menitikberatkan kepada kualitas temuantemuan fakta administratif oleh
karena temuan tersebut akan membawa kea rah pembebasan seorang tersangka dan
8 Bdk. Ibid.RezaAlifianto,SistemPeradilan Pidana,MateriKuliah SainsHukumDanPembangunan, Program Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Dan RomliAtmasasmita,Kapita SelektaHukumPidana danKriminologi, (MandarMaju:Bandung, 1995),hal.137138
-
9penuntutan, atau kesediaan tersangka menyatakan dirinya bersalah. Sehinga tidak
mengherankan bahwa dalam proses ini sering terjadi tindak kekerasan untuk memaksa
tersangkaatauterdakwauntukmengakuikesalahanya.
Kedua,due processmodel,model inimenekankan seluruh temuantemuan fakta
dalamsuatukasus,yangharusdiperolehmelaluiprosedur formalyangsudahditetapkan
olehundangundang.Setiap prosedur adalahpentingdan tidakbolehdiabaikan,melalui
suatu tahapan pemeriksaan yang ketat mulai dari penyidikan, penangkapan, penahanan
dan keperadilan serta adanya suatu reaksi untuk setiap tahap pemeriksaan, maka dapat
diharapakan seorang tersangka yang nyatanyata tidak bersalah akan dapatmemperoleh
kebebasan dari tuduhan melakukan kejahatan. Presumption of innocence merupakan
tulangpunggungmodelini.Adapunnilainilaiyangmelandasiduoprocessmodeladalah
mengutamakan formal adjudicative dan adversary fact findings, hal ini berarti dalam
setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka pengadilan yang tidak memihak dan
diperiksa sesudah tersangka memperoleh hak yang penuh untuk mengajukan
pembelaannya, menekankan pada pencegahan dan menghapuskan sejauh mungkin
kesalahan mekanisme administrasi peradilan, proses peradilan harus dikendalikan agar
dapat dicegah penggunaanya sampe pada titik optimum karena kekuasaan cenderung
disalahgunakanataumemilihpotensiuntukmenempatkanindividupadakekuasaanyang
koersifdarinegaramemegangteguhdokrinlegalaudit,yaituseorangdianggapbersalah
apabila menetapkan kesalahannya melakukan secara prosedural dan dilakukan oleh
mereka yang memiliki kewenangan untuk tugas itu, seseorang tidak dapat dianggap
bersalahsekalipunkenyataanakanmemberatkanjikaperlindunganhukumyangdiberikan
undangundangkepadaorangyangbersangkutanyangtidakefektif.Penetapankesalahan
seseorang hanya dapat dilakukan oleh pengadilan yang tidak memihak, gagasan
persamaan dimuka hukum lebih diutamakan, lebih mengutamakan kesusilaan dan
kegunaansanksipidana.
Konsepini,sangatmenjujungtinggisupermasihukum,dalamperkarapidanatidak
seorang berada dan menempatkan diri diatas hukum. Setiap penegakan hukum harus
sesuaidenganpersyaratankonstitusional,harusmenantihukum,sertaharusmenghormati
the right of self in crimination. Tidak seorang pun dipaksa untukmenjadi saksi. Yang
memberatkandirinyadalam suatu tindakpidana, dilarangmencabutmenghilangkanhak
-
10
hidup,kemerdekaan,atauhartabendatanpasesuaidenganketentuanhukumacara,setiap
orang harus tejamin hak terhadap diri, kediaman, suratsurat atas pemeriksaaan dan
penyitaanyangtidakberalasan,hakkonfrontasidalambentukpemeriksaansilangdengan
orang yangmenbuduh ataumelaporkan, hakmemperoleh pemeriksaan yang cepat, hak
perlindunganyangsamadanperlakuanyangsamadalamhukum,hakmendapatbantuan
penasehathukum.
Dari dua model sistem peradilan pidana yang telah dijelaskan diatas, maka
pertanyaanyaadalahmodelmanayangmasihdigunakansekarangini?Tentusekarangini,
dari setelah masa orde baru model yang digunakan adalah due process model. Tetapi
pertanyaanyaadalahapakahcrimecontrolmodelsudahtidakdigunakansekarangini?Ini
pertanyaanyangjawabannyamasihsangatambigukarenamasihditemukanbahwadalam
kasuskasustertentucrimecontrolmodelmasihdiberlakukanmalahansangatekstrim.
Selain itu, dalam perkembangannya yang dikaitkan berbagai disiplin ilmu salah
satunyailmupsikologimakamuncullahbeberapamodelbaruyaitu:FamilyModel,nilai
nilaiyangmendasarifamilymodeladalahmenurutmodel inipelakutindakpidanatidak
dipandang sebagai musuh masyarakat tetapi dipandang sebagai anggota keluarga yang
harusdimarahigunamenggendalaikancontrolpribadinyatetapitidakbolehditolakatau
diasingkan.Model inidipeloporioleh johnGriffith.Didasarioleh semangat cintakasih.
Mengacukepadaoffenderoriented.
Dan IntegralCriminal Justice SystemModel, nilainilai yangmendasari integral
criminal justice system model atau model system peradilan pidana terpadu adalah:
Menegakan dan memajukan the rule of law dan penghormatan kepada hukum denagn
menjamin adanya due process dan perlakuan yang wajar bagi tersangka, terdakwa,
terpidana melakukan penuntutan dan membebaskan orang yang tidak bersalah yang
dituduhmelakukankejahatandanmenjagahukumsertaketertiban.
II.4. Realitas Perlindungan Tersangka dan/atau Terdakwa dan Korban Dalam
SistemHukumPidanadiIndonesiaSaatIni
-
11
HukumNasional saat ini (KUHP) terlaluberorientasi terhadappelakukejahatan,
dimana tersangkadijaminhakhaknyamulai dari penangkapan sampai eksekusi putusan
pengadilan.HaltersebutdisebabkankondisimasyarakatsaatKUHPlahirdiEroparentan
terhadap pelanggaran hakhak tersangka ataupun terdakwa. Namun kondisi masyarakat
saat ini telah berubah. Masyarakat memerlukan penjaminan hakhak terhadap korban
kejahatandan saksi, baikberupabantuanhukumdalamprosesperkaramaupunbantuan
psikososial,karenatidaksedikitkorbankejahatanyangmengalamiguncangansosialdan
kejiwaan. Bahwa perlindungan terhadap korban mencakup special treatment yang
melingkupiperlindunganfisikdanpsikologissebagaisaksi.
Korbankejahatanselaluidentikdenganpihakyangdirugikan.Tidakadaseseorang
dimukabumiyangbersediamenjadikorbankejahatan,karenaapapunalasannyakorban
berada di pihak yang dirugikan.Oleh karena begitu pentingnya peran korban kejahatan
dalam mengungkap suatu kasus dan begitu besarnya kerugian yang diterima korban,
masyarakatinternasionalsaatinimulaimemperhatikanstatusdanposisikorbankejahatan.
Akan tetapi masyarakat Indonesia yang berpedoman Pancasila kurang menyingkapi
masalahinisecaraserius.
Seharusnya,perangkathukumyangresponsifterhadapkejahatandanpelanggaran
HAMsudahtentuakanmengadopsielemenrestitutivejusticemaupuncorrectivejustice,
dengan adanya keseimbangan antara hakhak terdakwa dengan saksi dan korban serta
pemberianperlindungandanbantuanpadakorbandansaksi.Namundalamhukumpositif
diIndonesiayaituKUHPmenunjukantendensisuspectheavydaripadamenyeimbangkan
hakdankewajibanuntuksaksi,korbandanterdakwa.Haliniterlihatdaribegituberatnya
kewajibansaksidaripadahakhakperlindunganyangseharusnyadiperoleh.
Apabila kita lihat mengenai hakhak korban tindak pidana dalam KUHP, maka
didapati pengaturan mengenai hakhak korban yang begitu minim sekali jika
dibandiingkan dengan pengaturan tentang hakhak pelaku kejahatan. Dengan kata lain,
perlindunganhukumlebihbanyakdiaturuntukpelakutindakpidanasebagaimanyangkita
lihat dalamKUHP itu sendiri dibandingkandengankepentingankorbanyangmenglami
penderitaandariperbuatantindakpidanaitu.
Sebenarnya minimnya suatu peraturan perundangundangan menurut teori dapat
ditempuh dengan bantuan yurispudensi. Namun dalam praktek di lapangan, tidak
-
12
selamanya yurispudensi tersebut diberlakukan, sebab di Indonesia yurispudensi tak
bersifatmengikat.Jadihalitutergantungpadamasingmasinghakimapakahyurispudensi
diberlakukan di dalam putusannya atas perkara yang dihadapkan kepadanya untuk
dijadikan sebagai dasar hukum atau tidak. Disinilah hati nurhani seorang hakin sangat
berperanpenting.
Banyaknyahakkorbandalamkontekshukumacarayangbelumdiaturdanbahkan
pengaturannyayangkembalimerugikankepantingankorbansehinggaposisikorbanyang
sudah menjadi korban dalam suatu tindak pidana, pada proses penegakan hukumnya
kembalimenjadikorbandanmenderitakerugian.Untukituperluadapengaturanhukum
dalam kaitannya dengan hukum acara yang lebih jelas dan tegas guna mengakomodir
kepentinganhukumkorban.
Perkembangan hakhak korban dalam masalah korban pidana sebagai suatu
kenyataan sosial sangat tergantung dari ketanggapan suatu negara guna merespon
hukumnya kepada kepentingankepentingan hak asasi dari tindakan pidana.9 Untuk itu,
dalam hukum nasional, dapat dilihat terutama dalam Undangundang nomor 26 tahun
2000 tentang peradilan HAM. Dalam mengimplementasikan peraturan perundang
undangantersebuttelahdikeluarkanperaturanpemerintahNomor3tahun2000,tentang
kompensasi.RestitusidanrehabilitasiterhadapkorbanpelanggaranHAMberat.
Bila dicermati lebih kritis, pengaturan yang dituangkan dalam peraturan
pemerintah diatas masih belum begitu eksplisit merujuk pada viktomologi yang
berdimensi korban tindakan pidana. Sebab, bila dilihat mengenai perumusan tentang
pengertian korban sebagaimana yang dimuat pasal 1 butir3, korban adalah orang
perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan fisik, mental maupun
emosional,kerugianekonomiataumengalamipengabaianpenguranganatauperampasan
hakhak dasarnya sebagai akibat pelenggaran hak asasi manusia yang berat termasuk
korbanadalahahliwarisnya.
Persoalannya, adalah apakah masalah kepentingan korban tindakan pidana bisa
termasukkedalampersoalanHAM.Karenajikatermasukdemikianmakankorbankorban
tindak pidana termasuk pula sebagai kompentensi peradilan HAM. Masalah ini perlu
9 Bdk. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana,(PusatPelayananKeadilanDanPengabdianHukumUI:Jakarta,1994),hal.98
-
13
mendapatkajiankhusussupayapengertiankorbansepertiinimendapatkedududkanyang
jelasdalamperspektifhukum.
Usaha untuk memperdayakan korban tindak pidana dalam sistem peradilan
pidanadiharapkanpadamasalahyangmendasaryaknieksistensidanposisikorbantindak
pidanaitusendidri.Selamainijikadisebutsebagaikorban,bahwakorbandilihatsebagai
saksi korban. Artinya korban bukan merupakan bagian dari system peradilan pidana
seperti halnya terdakwa. Akibatnya korban tidak mempunyai upaya hukum apabila ia
keberatan terhadap keputusan pengadilan yang dirasakan tidak adli bagi dirinya atau
merugikannya. Sedangkan jaksa selaku penuntut umum tidak merespon ketikpuasan
korbantindakpidanatersebutdengantidakmengajukanupayahukum.
Apabila ditelusuri lebih jauh, bahwa perumusan ini punmasihmangalami jalan
yangtidakmulus,sebabdiwarnaiprodankontrakterutamamengenaimasalahmasuknya
kepentingankorbantindakpidanadalamsetiapprosespidanaakanmempersulitdantidak
akansesuaidenganprinsipkeadilanyangcepatdanmurahsertasederhana.
Kepentingankorbanpadakenyataannyakrangmendapatkanperhatianseriusdan
sepertinya terlupakan padahal dalam suatu tindak pidana tidak akan lepas dari adanya
korban. Sebab korban sudah dipastikan mempunyai kedudukan fungsional dalam
terjadinya kejahatan sebagai pihak yang menderita kerugian baik materi dan prikologi
sehinggasudahselayaknyakepentinganhukumnyaditempatkandenganbaikdanmenurut
proporsiyangsebenarnya.
BabIII
PENUTUP
-
14
Kesimpulan
HakAsasiManusiaadalahsesuatuyangvitaluntukmenjagakehidupanmanusia
agar tetapmanusiawi danmenjaga hak yang paling berharga, yaitu hak untukmenjadi
manusia. Hakhak yang dimiliki oleh manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh
masyarakat, jadibukanberdasarkanhukumpositifyangberlaku,melainkanberdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia yang dalam
pengertian ini jugabahwapelaku tindakpidanadankorban jugaadalahmanusia,dalam
pahamhakasasimanusiatermasukbahwahakitutidakdapatdihilangkanataudinyatakan
tidakberlakuolehnegara.Sehingga penyiksaandan tindakanatauhukumankejam, tak
manusiawidan/ataumerendahkanmartabatkemanusiaanmerupakanpelanggaranterhadap
manusia dan pelanggran yang hakiki terhadap hakhak asasimanusia.Untuk itu negara
berkewajiban untuk melindungi semua orang dengan membuat undangundang untuk
menjamin hak asasi manusia pada umumnya dan khususnya tersangka/terdakwa dan
korbandalamsystempoeradilampidanadinegaraKesatuanRepulikIndonesiaini.
DAFTARBACAAN
AndiHamza,HukumAcaraPidanaIndonesia,EdisiRefisi,SinarGrafika:Jakarta,2002.
-
15
Franz Magnis Suseno, Etika Politik, PrinsipPrinsip Moral Kenegaraan Modern, PT.
Gramedia:Jakarta,1988.
Kunarto, Iktisar ImlementasiHakAsasiManusiaDalamPemegakanHukum, PT.Cipta
Manunggal:Jakarta,199.)
MadeDermaWeda,Kriminolog,CetakanPertama,RajaGrafindoPersada:Jakarta,1996.
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Pusat
PelayananKeadilanDanPengabdianHukumUI:Jakarta,1994.
MohammadHatta,MenyongsongPenegakanHukumResponsifSistemPeradilanPidana
Terpadu,GalangPress:Yogyakarta,2008.
Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar Maju:
Bandung,1995
YahyaHarahap,PembahasanDanPemerapanKUHP,SinarGrafika:Jakarta,2002.
RezaAlifianto,SistemPeradilanPidana,MateriKuliahSainsHukumDanPembangunan,
ProgramSekolahPascasarjanaUniversitasAirlanggaSurabaya.