data tutor sken 1

Upload: deaaannnnnn

Post on 09-Jul-2015

319 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

http://www.detak.org/aboutcancer.php?id=11&c_id=0

Limfoma 01/02/2008 08:39, Lymphoma (General).

LIMFOMA Definisi dan EpidemiologiLimfoma merupakan istilah umum untuk keganasan dari sistem limfatik (kelenjar getah bening, limpa, kelenjar timus di leher, dan sumsum tulang). Kelenjar getah bening merupakan suatu kumpulan limfosit berukuran sebesar kacang yang tersebar di seluruh tubuh. Jumlahnya kurang lebih sebanyak 600 buah. Secara umum, limfoma diklasifikaiskan menjadi 2 kelompok besar, yaitu : Limfoma Hodgkin : Pada limfoma Hodgkin sel-sel dari sistem limfatik bertumbuh secara abnormal dan dapat menyebar ke luar sistem limfatik. Jika penyakit ini semakin berkembang, maka akan mempengaruhi fungsi pertahanan tubuh penderitanya. Pada penyakit ini ditemukan perkembangan sel B abnormal atau dinamakan sel Reed-Sternberg (sel B adalah salah satu jenis sel limfe yang berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh yang memproduksi antibodi). Nama Hodgkin diambil dari nama penemu penyakit ini pada tahun 1832, yaitu Thomas Hodgkin. Limfoma non-Hodgkin : Pada limfoma jenis ini penyakit berkembang dari limfosit (salah satu jenis sel darah putih). Pada keadaan normal limfosit akan mengalami suatu siklus. Limfosit yang tua akan mati dan tubuh membentuk limfosit yang baru. Pada limfoma non-Hodgkin tubuh membentuk limfosit yang abnormal yang akan terus membelah dan bertambah banyak dengan tidak terkontrol. Limfosit yang bertambah banyak ini akan memenuhi kelenjar getah bening dan menyebabkan pembesaran. Keganasan ini dapat timbul pada berbegai lokasi di tubuh. Umumnya akan timbul sel kanker di kelenjar getah bening, dan dapat menyebar ke organ limfatik lainnya, termasuk pembuluh limfe, tonsil, adenoid, limpa, kelenjar timus, dan sumsum tulang. Kadangkadang limfoma non-Hodgkin melibatkan organ lain di luar sistem limfatik. Insiden limfoma non-Hodgkin secara global 7 kali lebih sering dibandingkan limfoma Hodgkin. Insiden limfoma mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sekitar 53% dari keganasan darah yang terjadi tiap tahun adalah limfoma. Di Amerika Serikat angka kejadian limfoma sebanyak 71.380 orang pada tahun 2007 dan merupakan keganasan kelima terbanyak pada pria maupun wanita.

Sekitar 12% dari seluruh limfoma adalah jenis limfoma Hodgkin, dan sisanya (sebagian besar) adalah limfoma non-Hodgkin.

PenyebabPenyebab pasti limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin masih belum diketahui. Namun diperkirakan aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma.

Gejala dan TandaGejala umum penderita limfoma Hodgkin yaitu : - Pembesaran kelenjar getah bening tanpa rasa sakit di leher, ketiak, dan selangkangan. Limfoma Hodgkin umumnya dimulai dari kelenjar getah bening bagian atas tubuh, seperti di leher, di atas tulang belikat, dada, atau di ketiak. - Rasa lelah yang dirasakan terus menerus - Demam tinggi yang sering kambuh - Keringat malam - Rasa gatal yang berlebihan - Penurunan berat badan - Beberapa gejala yang dirasakan mirip seperti sakit flu, yaitu demam, pusing, dan keringat malam. Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu : - Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit - Demam - Keringat malam - Rasa lelah yang dirasakan terus menerus - Gangguan pencernaan dan nyeri perut - Hilangnya nafsu makan - Nyeri tulang

Diagnosis Limfoma Hodgkin. Sebagian orang penderita penyakit ini mungkin tidak menyadari bahwadirinya menderita limfoma Hodgkin. Penyakit ini kadang ditemukan dari adanya temuan pada pemeriksaan rontgen dada untuk indikasi lain. Diagnosis ditegakkan dari biopsi kelenjar getah bening yang membesar. Jika hasil biopsi ditemukan perubahan bentuk kelenjar getah bening dan

adanya sel Reed-Sternberg, maka hal tersebut memastikan diagnosis. Pemeriksaan penunjang lainnya yang mungkin dibutuhkan untuk diganosis maupun untuk melihat perluasan/keterlibatan organ lain adalah : rontgten, CT-scan, MRI, Gallium scan, PET scan, biopsi sumsum tulang, dan pemeriksaan darah. Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya : Stadium I : Kanker hanya terbatas pada satu daerah kelenjar getah bening saja atau pada satu organ

-

Stadium II : Pada stadium ini, sudah melibatkan dua kelenjar getah bening yang berbeda, namun masih terbatas dalam satu wilayah atas atau bawah diafragma tubuh Stadium III : Jika kanker telah bergerak ke kelenjar getah bening atas dan juga bawah diafragma, namun belum menyebar dari kelenjar getah bening ke organ lainnya. Stadium IV : Merupakan stadium yang paling lanjut. Pada stadium iniyang terkena bukan hanya kelenjar getah bening, tapi juga bagian tubuh lainnya, seperti sumsum tulang atau hati. Limfoma Hodgkin juga dikategorikan menjadi A atau B - A : Jika pasien tidak mengalami gejala demam, banyak berkeringat, ataupun menurunnya berat badan

- B : Jika pasien mengalami gejala demam, banyak berkeirngat, ataupun menurunnya berat badan. Limfoma Non-Hodgkin. Dari pemeriksaan fisik, dokter akan menemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk melihat kemungkinan penyakit infeksi (juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening). Diagnosis dibuktikan dengan biposi kelenjar getah bening yang membesar. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah rontgen, CT-scan, PET-scan, dan biopsi sumsum tulang mungkin diperlukan untuk melihat apakah penyakit ini telah menyebar ke sumsum tulang. Limfoma non-Hodgkin terdiri dari 30 tipe. Pemeriksaan laboratorium immunophenotyping dapat membedakan limfoma non-Hodgkin jenis sel B atau sel T. Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya : Stadium I : Limfoma hany melibatkan satu daerah kelenjar getah bening saja. Stadium II : Limfome melibatkan 2 atau 3 kelenjar getah bening setempat yang berdekatan. Stadium III : Limfoma melibatkan beberapa daerah kelenjar getah bening di leher, dada, dan abdomen.

-

-

Stadium IV : limfoma menyebar di kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya, seperti paru, liver, atau tulang.

TerapiLimfoma ditangani oleh dokter spesialis hematologi-onkologi dan mungkin dirujuk ke dokter spesialis lainnya jika dibutuhkan.

Limfoma Hodgkin. Terapi penyakit ini tergantung beberapa faktor, seperti stadium penyakit, jumlah dan daerah mana saja kelenjar getah bening yang terlibat, usia, gejala yang dirasakan, hamil/tidak, dan status kesehatan secara umum. Tujuan terapi adalah menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai remisi. Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% pasien limfoma Hodgkin stadium I atau II dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas, maka angka ketahanan hdup 5 tahun sebesar 60-70%. Pilihan terapinya adalah :

Radiasi. Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh tertentu saja.Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya diberikan bersamaan dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker paru, terutama jika pasien berusia < 30 tahun. Umumnya pasien anak diterpai dengan kemoterapi kombinasi, tapi mungkin juga diperlukan terapi radiasi dosis rendah.

Kemoterapi. Jika penyakit ini sudah meluas dan sudah melibatkan kelenjar getah bening yanglebih banyak atau organ lainnya, maka kemoterapi menjadi pilihan utama. Regimen kemoterapi yang umum diberikan adalah ABVD, BEACOPP, COPP, Stanford V, dan MOPP. Regimen MOPP (terdiri dari mechlorethamine, Oncovin, procarazine, dan prednisone) merupakan regimen standar, namun bersifat sangat toksik, sedangkan regimen ABVD (terdiri dari doxorubicin/Adriamycin, bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine) merupakan regimen yang lebih baru dengan efek samping yang lebih sedikit dan merupakan regimen pilihan saat ini. Kemoterapi diberikan dalam beberapa siklus, umumnya sela beberapa minggu. Lamanya kemoterapi diberikan sekitar 6-10 bulan.

Transplantasi sumsum tulang. Jika penyakit kembali kambuh setelah remisi dicapai dengankemoterapi inisial, maka kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang atau sel induk

perifer autologus (dari diri sendiri) dapat membantu memperpanjang masa remisi penyakit. Karena kemoterapi dosis tinggi akan merusak sumsum tulang, maka sebelumnya dikumpulkan dulu sel induk darah perifer atau sumsum tulang.

Limfoma non-Hodgkin. Seperti pada limfoma Hodgkin, terapi ditentukan berdasarkan tipe dan stadium penyakit, usia, dan status kesehatan secara umum. Pilhan terapinya yaitu :

Kemoterapi. Kemoterapi terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan sedangtinggi dan pada stadium lanjut.

Radiasi.Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan ukurantumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk limfoma derajat rendah dengan stadium awal. Namun kadang-kadang dikombinasikan dengan kemoterapi pada limfoma dengan derajat keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu, seperti di otak.

Transplantasi sel induk.Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada kasuskambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat sedang-tinggi yang kambuh setelah terapi awal pernah berhasil.

Observasi. Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter mungkin akanmemutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang tumbuh lambat dengan gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi selama satu tahun atau lebih.

Terapi biologi.Satu-satunya terapi biologi yang diakui oleh Food and Drug Administration(FDA) Amerika Serikat saat ini adalah rituximab. Rituximab merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu system imun mengenali dan menghancurkan sel kanker. Umumnya diberikan secara kombinasi dengan kemoterapi atau dalam radioimunoterapi.

Radioimunoterapi.Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telahmendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah ibritumomab dan tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody monoclonal bersamaan dengan isotop radioaktif. Antibodi tersebut akan menempel pada sel kanker dan radiasi akan mengahancurkan sel kanker.

Faktor Risiko dan PencegahanPenyebab limfoma tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor risiko terkait timbulnya penyakit limfoma, yaitu :

Orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) memiliki risiko tinggi untuk timbulnya limfoma.

Orang yang sering kontak dengan herbisida atau pestisida, misalnya petani. Infeksi virus Epstein-Barr

Faktor risiko limfoma Hodgkin : - Usia. Usia terbanyak ditemukan limfoma Hodgkin adalah antara 15 40 tahun, dan > 55 tahun. - Ada keluarga yang menderita penyakit ini - Jenis kelamin laki-laki - Infeksi virus Epstein-Barr atau human T-cell lymphocytotropic virus (HTLV). HTLV menyebabkan limfoma sel T (T-cell lymphoma). - Sistem kekebalan tubuh yang menurun, seperti pada penderita HIV/AIDS atau yang mendapat terapi imunosupresan. Faktor risiko limfoma non-Hodgkin : Usia. Limfoma non-Hodgkin bisa terjadi pada usia berapa saja, namun tersering ditemukan pada usia 60-an. Sistem pertahanan tubuh yang menurun (imunosupresan), seperti yang telah menjalani transplantasi organ. Infeksi. Infeksi yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit ini adalah infeksi HIV. Infeksi malaria dan virus Epstein-Barr berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya limfoma jenis Burkitt. Selain itu, infeksi Helicobacter pylori juga dapat meningkatkan risiko peyakit ini. Bahan kimia seperti pestisida atau herbsida. Sumber :1. 2. 3. 4. 5. Norton Healthcare.Lymphoma Cancer Prevention.www. Leukemia and Lymphoma Society.Lymphoma.2007.www.leukemia-lymphoma.org Mayo Clinic.Hodgkin;s Disease.2007.www.mayoclinic.com Mayo Clinic.Non-Hodgkin Lymphoma The Leukemia and Lymphoma Society.The Lymphomas: A Guide for Patients and Caregivers.www.LLS.org Penulis HSD http://medicastore.com/penyakit/307/Penyakit_Hodgkin_Limfoma_Hodgkin.html Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) DEFINISI Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik (getah bening).

Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang disebut limfosit melalui suatu jaringan dari saluran tubuler (pembuluh getah bening) ke seluruh jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu kumpulan limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar getah bening. Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar getah bening tunggal atau dapat menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua organ. Dua tipe utama dari limfoma adalah Limfoma Hodgkin (yang lebih sering disebut Penyakit Hodgkin) dan Limfoma Non Hodgkin. Limfoma Burkitt dan mikosis fungoides termasuk ke dalam jenis Limfoma Non Hodgkin. Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Stenberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Penyakit Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan karakteristik dasar jaringan yang terlihat dibawah mikroskop. Jenis Penyakit Hodgkin Perjalanan Penyakit Lambat

Jenis

Gambaran Mikroskopik

Kejadian

Limfosit Predominan Sklerosis Noduler

Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada banyak limfosit Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & campuran sel darah putih lainnya; daerah jaringan ikat fibrosa Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang & campuran sel darah putih lainnya Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit

3% dari kasus 67% dari kasus

Sedang

Selularitas Campuran

25% dari kasus

Agak cepat

Deplesi Limfosit

5% dari

Cepat

jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

kasus

PENYEBAB Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr. Penyakit ini tampaknya tidak menular. Di Amerika, 6000-7000 kasus baru dari penyakit Hodgkin terjadi setiap tahunnya. Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas 60 tahun. GEJALA Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar getah bening, paling sering di leher,tapi kadang-kadang di ketiak dan pangkal paha. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak. Kadang pembesaran kelenjar getah bening berada jauh di dalam dada atau perut, yang biasanya tidak nyeri dan ditemukan secara tidak terduga pada pemeriksaan rontgen dada atau CT scan untuk keperluan lain. Gejala lainnya adalah demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meinggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.

Gejala dari Penyakit Hodgkin Gejala Penyebab

Berkurangnya jumlah sel darah merah (menyebabkan anemia, sel darah putih & trombosit kemungkinan nyeri tulang Hilangnya kekuatan otot suara serak

Limfoma sedang menyebar ke sumsum tulang

Pembesaran kelenjar getah bening menekan saraf di tulang belakang atau saraf pita suara Limfoma menyumbat aliran empedu dari hati Pembesaran kelenjar getah bening menyumbat aliran darah dari kepala ke jantung Limfoma menyumbat aliran getah bening dari tungkai Limfoma menyebar ke paruparu

Sakit kuning (jaundice

Pembengkakan wajah, leher & alat gerak atas (sindroma vena kava superior) Pembengkakan tungkai dan kaki

Keadaan yang menyerupai pneumonia

Berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi & meningkatnya kecenderungan mengalami infeksi karena jamur & virus

Penyakit sedang menyebar

DIAGNOSA Pada penyakit Hodgkin, kelenjar getah bening biasanya membesar secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi. Jika pembesaran ini berlangsung selama lebih dari 1 minggu, maka akan dicurigai sebagai penyakit Hodgkin, terutama jika disertai demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan. Kelainan dalam hitung jenis sel darah dan pemeriksan darah lainnya bisa memberikan bukti yang mendukung. Tetapi untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.

Stadium Penyakit Hodgkin. Sebelum pengobatan dimulai, harus ditentukan luasnya penyebaran limfoma atau stadium dari penyakit ini. Penyakit ini dikelompokkan menjadi 4 stadium berdasarkan penyebaran dan gejalanya. Pemilihan pengobatan dan prognosisnya tergantung kepada stadium penyakit ini. Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) satu atau lebih dari gejala berikut: - demam yang penyebabnya tidak diketahui (lebih dari 37,8? Celsius selama 3 hari berturut-turut) - keringat malam - penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya sebanyak lebih dari 10% berat badan sebelumnya dalam waktu 6 bulan. Beberapa prosedur digunakan untuk menentukan stadium dan menilai penyakit Hodgkin: 1. Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran kelenjar di dekat jantung 2. Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang jauh di dalam perut dan panggul 3. CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar getah bening atau penyebaran limfoma ke hati dan organ lainnya 4. Skening gallium bisa digunakan untuk menentukan stadium dan menilai efek dari pengobatan 5. Laparatomi (pembedahan ntuk memeriksa perut) kadang diperlukan untuk melihat penyebaran limfoma ke perut.

Stadium & Prognosis Penyakit Hodgkin > Kemungkin untuk sembuh (angka harapan hidup selama 15 tahun tanpa penyakit lebih lanjut) Lebih dari 95%

Stadiu Penyebaran penyakit m

I

Terbatas ke kelenjar getah bening dari satu bagian tubuh

(misalnya leher bagian kanan) Mengenai kelenjar getah bening dari 2 atau lebih daerah pada sisi yang sama dari diafragma, diatas atau dibawahnya (misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher dan ketiak)

II

90%

III

Mengenai kelenjar getah bening diatas & dibawah diafragma 80% (misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher dan selangkangan) Mengenai kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya (misalnya sumsum tulang, paru-paru atau hati

IV

60-70%

PENGOBATAN 2 jenis pengobatan yang efektif untuk penyakit Hodgkin adalah terapi penyinaran dan kemoterapi. Dengan salah satu atau kedua pengobatan tersebut, sebagian besar penderita bisa disembuhkan. Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita stadium I atau II. Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu dirawat. Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati dengan terapi penyinaran yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi. Dengan pendekatan ini, 85% penderita bisa disembuhkan. Pengobatan untuk stadium III bervariasi, tergantung kepada keadaan. Jika tanpa gejala, kadang terapi penyinaran saja sudah mencukupi. Tetapi hanya 65-75% penderita yang sembuh. Penambahan kemoterapi akan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh sampai 75-80%. Jika pembesaran kelenjar getah bening disertai dengan gejala lainnya, maka digunakan kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran. Angka kesembuhan berkisar diantara 70-80%. Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi.

2 kombinasi tradisional adalah: - MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin, prokarbazin dan prednison) - ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin dan dakarbazin). Setiap siklus kemoterapi berlangsung selama 1 bulan, dengan waktu pengobatan total adalah 6 bulan atau lebih. Bisa juga digunakan kombinasi obat lainnya. Pengobatan ini memberikan angka kesembuhan lebih dari 50%. Kemoterapi memiliki efek samping yang serius, yaitu bisa menyebabkan: - kemandulan sementara atau menetap - meningkatnya kemungkinan menderita infeksi - kerontokan rambut yang bersifat sementara. Leukemia dan kanker lainnya terjadi pada beberapa penderita dalam 5-10 tahun atau lebih setelah pemberian kemoterapi atau terapi penyinaran atau keduanya. Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi penyinaran atau kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali dalam 6-9 bulan, memiliki harapan hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita yang mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal. Kemoterapi lebih lanjut yang dikombinasikan dengan terapi penyinaran dosis tinggi dan pencangkokan sumsum tulang atau sel stem darah, bisa menolong penderita tersebut. Kemoterapi dosis tinggi yang dikombinasikan dengan pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko tinggi terhadap infeksi, yang bisa berakibat fatal. Tetapi sekitar 20-40% penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang terbebas dari penyakit Hodgkin selama 3 tahun atau lebih dan bisa sembuh. Hasil terbaik bisa dicapai pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dengan keadaan kesehatan yang baik.

Kombinasi sediaan kemoterapi untuk Penyakit Hodgkin Sediaan Obat Mekloretamin (nitrogen mustard) Vinkristin (onkovin) Prokarbazin Prednison Keterangan

MOPP

Merupakan sediaan pertama, ditemukan pada tahun 1969,kadang masih digunakan

ABVD

Doksorubisin (adriamisin) Bleomisin Vinblastin Dakarbazin

Dikembangkan untuk mengurangi efek samping dari MOPP (misalnya kemandulan menetap & leukemia) Menyebabkan efek samping berupa keracunan jantung & paru2 Angka kesembuhannya menyerupai MOPP Lebih sering digunakan dibandingkan MOPP Kerontokan rambut yg terjadi lebih sedikit dibandingkan pada pemakaian MOPP & ABVD

ChiVPP

Klorambusil Vinblastin Prokarbazin Prednison

MOPP/ABVD

Bergantian antara MOPP & ABVD

Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh, tetapi belum terbukti Angka harapan hidup bebas kekambuhan lebih baik dibandingkan sediaan lainnya

MOPP/ABVhib rid

MOPP bergantian dengan Doksorubisin (adriamisin) Bleomisin Vinblastin

Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh & untuk mengurangi keracunan Masih dalam penelitian

http://zona-kedokteran.blogspot.com/2009/11/limfoma-hodgkin-vs-limfoma-nonhodgkin.html Mulai postingan baru nih kawan ku, kali ini Senda mau menjawab pertanyaan yang lama nian senda mau cari, tetapi tidak kunjung senda cari tahu jawabanny. Yaitu tentang Perbedaan Limphoma Hodgkin dan Limphoma Non-Hodgkin di ujian ampe keluar berkali-kali dan tetep aj jawabanku ga da perubahan hmm.. Ayo jawab... Dilihat dari Perbandingan klinis Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin adalah sbb:

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam hal 726

Tambahan lagi dari catatan dosen yaitu akan ditemukan Reed stenberg cell (pengamatan mikroskopik) pada limphoma hodgkin sedang pada limphoma nonhodgkin tidak ditemukan. o, iya aku perjelas lagi untuk penyebaran nodulny itu kan ada contiguous dan noncontiguous apa maksudny ? secara harfiah arti bahasa inggrisny contiguous berarti berdekatan. Dan menurut catatan dari dosen juga, Limphoma hodgkin ke-khasannya menyebar menurut rantai jaringan spesifik misal: penyebaran limfo nodus colli, axilla, ataupun parasternal. Sedang Limphoma Non-Hodgkin penyebaranny non-contiguous yang berarti penyebaranny tak mengikuti pola tertentu.

Yah, gt dulu panjang lebarny.... Never Give Up to Study yah.. Hal yang baik mudah-mudahan jg membawa dampak yang baik pula... Semanggaaaatt... ^_^

http://www.health-reply.com/symptoms-hodgkin-lymphoma_3505/

symptoms of non hodgkin's lymphoma

[ 2007/08/27 03:51 | by ] Large | Medium | Small

The disease can be seen at any age, clinical performance can be summarized as follows: 1. Superficial lymph nodes or the formation of nodules, masses for the most common first clinical manifestations, in all cases about 60% to 70%, especially in cervical lymph nodes the most common (49.3%), followed by the armpits, groin lymph nodes (each 12.9%, 12.7%), lymph node tumor sizes, often asymmetric, quality real flexible, multi no tenderness, low grade malignant lymphoma, the lymph nodes are mostly scattered, no adhesion, easy activities, and more lymph nodes, and aggressive or highly aggressive lymphoma, the rapid progress in those lymph nodes are often integrated into the group, sometimes with the substrate and the skin adhesion, and may have local soft tissue invasion, oppression, edema of the performance. 2. The body mass of deep lymph nodes can occur in different parts of its arising from the corresponding infiltration, oppression, obstruction or tissue damage caused the corresponding symptoms, such as mediastinal and hilar lymphadenopathy can cause chest tightness, chest pain, breathing difficulties, the vena cava syndrome and other clinical manifestations, intra-abdominal (mesenteric lymph nodes, retroperitoneal lymph nodes) mass, can cause abdominal pain, abdominal mass, intestinal obstruction, ureter obstruction, pelvic fluid, such as performance. 3. Extranodal lymphoid tissue hyperplasia and tumors can also be caused by different parts of the corresponding symptoms, initial extranodal lesions alone showed no superficial lymph nodes account for about 21.9%, extranodal lesions to the pharynx is the most common ring , the performance of the palatine tonsil enlargement or throat lumps, gastrointestinal submucosal lymphoid tissue can be caused by violations of abdominal pain, abdominal mass, gastrointestinal obstruction, bleeding, perforation, such as performance, the liver by lymphoma may have a swelling , jaundice, extranodal lymphoma can be caused by violations of orbital proptosis, unilateral or bilateral breast tumors, and bone marrow involvement, causing anemia, bone pain, bone destruction, and even pathological fracture, intracranial are violated, they can cause headache, visual impairment and other symptoms of intracranial hypertension, peripheral nerve lesions may also cause nerve compression paralysis, for example, facial nerve paralysis, can also invade the spinal canal, causing spinal cord compression Erzhi paraplegia, some types of non-Hodgkin's lymphoma, particularly is the T-cell lymphoma, tend to have infiltration of the skin, nodules or tumors, mycosis fungoides and S

Introduction in English: Non-Hodgkin's Lymphoma and continue to reflect the heterogeneity of the disease and the biological basis of cell origin of new insights. Course of varying lengths, from no obvious symptoms are resistant to the rapid and early death. In some types of NHL, 50% of the children and about 20% of adult patients with leukemia-like changes. epidemiology in the United States each year, about 50,000 cases of NHL incidence in the 4% of all cancers and all cancers each year in the proportion of deaths caused by NHL accounts for 4%. In the past few decades the incidence of NHL increased stability was sustained growth of 3% each year than most Non-Hodgkin's lymphoma cancer growth in sub-fast, partly due to the AIDS epidemic, and the other may also be other unknown causes. Italian study on 1388 cases of NHL were analyzed showed immune suppression and HIV prevalence can not explain the NHL's growth trend, while the delayed infection (delayed infection) Th1/Th2 lymphocytes by increasing the damage risk of NHL can be explained by continued growth in the current NHL . NHL patients with bacterial or viral infection for the first time the age was significantly higher. And the first occurrence of

infectious disease incidence of older age can increase the risk of NHL small, family only people of high social status was not found when the HL and the first agerelated infection. NHL NHL men more common than women, whites are more common than the other races, unknown or the reasons for this may be due to genetic factors in some ethnic differences in certain NHL subtypes, such as the reticular tissue lymphoma is very obvious it a large proportion of Western countries are rare in developing countries. Singapore in 1996 and 1968 to 1992 of 1988 cases of NHL patients were analyzed: the Chinese and Malaysians, the incidence of NHL were tested growth trends, and the women (1968 to 1972 the incidence was 1.8/10 million to 1988 ~ 1992 4.5/10 million) grew faster than men (at the same time period increased to 5.9/10 3.2/10 million million) in the lymphatic system to other diseases, genetic factors may also play an important role, such as chronic lymphocytic lymphoma (chronic lymphocytic lympahoma, CLL) and multiple myeloma, CLL in Asian populations is very low and the incidence of multiple myeloma in African Americans (African Americans) in the incidence rate increased. On the other hand, some countries, especially common in certain lymphomas and viral infections such as EBV (as in South America and Asia, more common in the NKcell lymphoma or Burkitt lymphoma-prone Africa) HTLV- (as in the Caribbean and Asia common adult T cell leukemia / lymphoma), or hepatitis virus C (more common in northern Italy, and Japan B-cell lymphoma, particularly immunoblastic lymphoma). In most cases disseminated disease, NHL non-specific risk factors. However, epidemiological studies reveal the NHL major risk factors for the environment, diet, immune status and infection. Environmental and occupational factors in the agricultural workers, NHL incidence in the general population. Numerous studies show that exposure to pesticides and herbicides 24 dichlorophenoxyacetic acid (24-dichlorophenoxyacetic acid ,2,4-D) can increase the risk of NHL. The United States over the past 40 years, pesticide use was growing trend, through the family garden and lawn food and water directly through the extensive exposure to pesticides in addition to the field of pesticides in surface water nitrate pollution in some parts of the United States is also a serious The problem, to a certain extent with a high incidence of NHL in addition to agricultural work on other career but also have a higher risk of NHL. These occupations include work exposure to chemical agents, such as chemists Dry Cleaning workers, printing workers, carpenters, beauticians and other exposure to acetic acid (phenoxyacetic acid), especially benzene, chloroform and the solvent is also increased risk of NHL, especially the use of permanent hair dye increase the risk of preparation and the NHL. A study reveals that application of hair coloring agents in the NHL NHL caused about 20% of cases. Nutrition and diet studies have shown that increased intake of protein or vitamins and vegetable intake to reduce disease progression and the NHL two European studies found that milk intake increased incidence of NHL increased and correlated high intake of milk (> 2 cups / d) NHL 2-fold increase in the risk; Nebraska (Nebraska), a study reported that cancer risk is limited to men. In a study of the United States 88,410 cases and 47,336 cases of women, men, only the application of vitamin A, C and E or multivitamins is increased risk of NHL were

studied. Studies show that women using a variety of vitamins can increase risk of NHL and men are not affected, only application of vitamin A, C and E and the incidence of NHL has nothing to do. For women, only the application of vitamins AC and E can increase the risk of NHL. But the risk of secondary applications in a variety of vitamins after. In addition, whether male or female long-term regular use of vitamin AC and E or multivitamins and fatal NHL has nothing to do. Smoking has been that smoking increases the risk of NHL, but epidemiological studies do not fully support this conclusion of epidemiological studies in Australia, 5 in the four cohort studies revealed the incidence of smoking has nothing to do with the NHL, but of which 3 a preference not to smoke. 14 case-control study 8 revealed the current and (or) no previous relationship between smoking and NHL incidence, but five studies tend not to smoke another study found that serious risk of smoking can increase the incidence of NHL, especially the 45 years of age. Therefore, the current epidemiological study did not confirm that smoking increases the risk of NHL, but there is no evidence that the incidence of smoking has nothing to do with the NHL. Immune pathogenesis of immune suppression increases the risk of NHL. The best example is the increased incidence of AIDS NHL patients with other immune deficiency states such as rheumatoid arthritis, sjogren syndrome, and organ transplantation increases the risk of NHL. In many cases of immune deficiency in the NHL, the risk of infection with EBV. Infection of certain infectious factors can greatly increase the risk of NHL. Some infectious agents can cause different types of NHL, but some other infectious agent related to a particular subtype. (1) EBV: causes lymphoid malignancy is the most important pathogens of many EBV it with NHL and HL subtypes and EBV-related NHL related, including Burkitt lymphoma, lymphomatoid granulomatosis NK / T cell lymphoma in a These angioimmunoblastic lymphoma and intestinal T-cell lymphoma and other Chinese study reported a larger series, NHL 14% positive rate of EBV, but EBV is rare due to gastric lymphoma mycosis fungoides (MF) T cells in the skin lymphoma (CTCL), a clinical subtype of skin tumor cell invasion. The cause of CTCL has not been clear. Recently, a Japanese study detected by DNA in situ hybridization 7 cases of MF in all cases are detected EBV DNA, and detected by polymerase chain reaction in most cases have EBV DNA. Immunohistochemistry and RNA in situ hybridization also confirmed the existence of the above results show that EBV, EBV and the pathogenesis of CTCL. (2) HTLV- (human T cell lymphoma / leukemia virus): 1980, U.S. and Japanese scholars isolated a virus and adult T-cell lymphoma / leukemia is closely related to the HTLV- ; Although most of the gastric mucosa-associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma by the Helicobacter pylori (Hp) causes, but HTLV- infection can also lead to MALT lymphoma. Virus infection is generally believed that tumors are two possible ways: direct viral induced lymphocyte transformation; have abnormal lymphocytes susceptible to virus infection, and on this basis for further transformation. (3) HCV: a recent study found that hepatitis virus C (HCV) infection increases the risk of NHL B cells, especially immune cells and growth of tumors in the liver and a large number of studies reported that the salivary gland lymphoma, HCV is the cause of B cell lymphoproliferative disease (LPD) of the pathogens. A

Japanese study also revealed B cell NHL in patients with HCV infection was significantly higher than that of non-B cell NHL, and HCV-positive B-cell NHL patients, liver involvement and liver a number of cases of the more common cardiac death reported in the course of chronic hepatitis C virus infection lymphoma in the spleen can occur. (4) HIV: NHL to one of AIDS-related tumors, 1988 to 1998, reported AIDS cases in Western Europe the incidence of NHL and 3.9% from 3.8% in 1988 to 5.3% in 1998. In the HIV / AIDS in low-grade adult relative risk of NHL (RR) was 14, high grade NHL, RR, 300 or more. Developing countries compared with Western European countries such as Africa, A1DS related lower the incidence of NHL. Italian epidemiological study found that from 1985 to 1994, 15 AIDS, 49, 136 cases of NHL patients in the same age group accounted for 8% of all NHL in the AIDS 1 year before diagnosis and 3.5 years after diagnosis, AIDS patients with NHL overall standardized incidence rate (SIR) for the 302 in the diagnosis of AIDS within 3 months after the SIR is particularly high for the 394, then decreased to 170 women (428) than men (280) SIR slightly higher, intravenous drug injection (299) and other HIV infection (309) SIR fairly high degree of malignancy in AIDS patients with NHL, especially immunoblastic type and the incidence of Burkitt lymphoma, 2 times the non-AIDS patients; the contrary, the incidence of low-grade NHL than in AIDS patients AIDS patients with non-AIDS patients compared with non-AIDS, NHL involvement of the brain were more common in AIDS patients in the group of grade NHL had no effect on the survival, overall survival is very low (2-year survival rate was 10%). (5) HHV-8: human herpes virus -8 (HHV-8), also known as Kaposi's sarcoma-associated herpes virus (Kaposi's sarcoma associated herpesvirus) is a new DNA virus and the pro-lymphatic recently proposed NHI is a rare PEL (characteristic of the body cavity lymphoma / primary effusion lymphoma, primary effusion lymphoma) and most also have HIV related infection. In the course of the disease has been the growth of tumor cells in the body cavity in the liquid without the formation of lumps and other viruses of different HHV-8 virus-encoded protein homologous to several people, including cytokines (IL-6, MIPSIRFS) and regulatory proteins (cycle Su D, G protein receptor), affecting B cell growth thus play an important role in the pathogenesis of PEL. Another study found that, LANA2 overexpression of HHV-8 infection in B cells LANA2 caused by inhibiting the p53 tumor which needs to be further confirmed. (6) other infection factors: Bo burgdorferi (Borrella burgdorfferi) is caused by Lyme disease (Lyme's Disease) pathogens, some of it associated with cutaneous lymphoma of one of our studies have shown that human herpes virus -6 (human herpesvirus-6 , HHV-6) virus may be involved in lymphoma pathogenesis of radiation exposure to chemotherapeutic drugs is not generally considered the main factor in the pathogenesis of NHL, but exposure to certain chemicals is the NHL major risk factors. HL NHL after the cumulative incidence rate of 1% to 6% recently, the German Hodgkin Lymphoma Study Group (GHSG) large amounts of data indicate that 5406 cases occurred HL HL patients after chemotherapy in 42 cases of secondary NHL the rate was 0.9% . Slightly lower than previously reported. 7. Other blood transfusion can increase the risk of NHL 1.5 to 2.5 times the risk may be infected with the transfer of the

relevant factors and immunosuppressive effects. NHL familial and genetic immune defects that have a family history of leukemia or lymphoma population, the occurrence of inertia 3.3 times increased risk of lymphoma. Cause of the cause of non-Hodgkin lymphoma involving viruses, bacteria, radiation, certain chemicals and herbicides agent multiple factors. Known high incidence of EB virus and Burkitt lymphoma and extranodal T / NK cell lymphoma nasal type on adult T-cell lymphoma / leukemia virus and human pro-T cells in type (HTLV1) closely related infection. Gastric mucosa-associated lymphoid tissue lymphoma is a response to H. pylori infection caused by lesions of malignant transformation start radiation exposure, such as survivors of nuclear explosions and nuclear reactor accidents, radiotherapy and chemotherapy in patients with non-Hodgkin lymphoma cancer incidence increased risk. AIDS certain genetic diseases or acquired immune deficiency diseases such as autoimmune own ataxia - telangiectasia United Immune Deficiency Syndrome, rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus, Sjogren's syndrome (Sjogren's syndrome, Sj http://www.medscape.com/viewarticle/559870_4

Hodgkin Lymphoma: An Update: PathogenesisAuthors and Disclosures

Print This

Abstract and Introduction Epidemiology Risk Factors Pathogenesis Classification Staging Signs and Symptoms Diagnosis and Initial Workup Treatment New Drugs and Treatments of HL Role of Advanced Practice Nurses Patient Education Conclusion References

Medscape FREE App available on iPhone, iPad, Android, & BlackBerry -Search our Drug & Disease Reference -Read Daily Medical News -Complete CME Activities

Download Now

Pathogenesis

HL was discovered more than a century ago, but it was not until recently that its pathogenesis was better understood or explained. Diagnostic techniques such as immunophenotyping and cytogenetic and molecular profiling gave new insights into the pathogenesis of malignant lymphoma.[23,24] Hodgkin-Reed-Sternberg (H-RS) cells are the diagnostic tumor cell in classic HL (CHL). Recent studies have confirmed the B-cell origin of the H-RS cell.[23,25,26] It is believed that the H-RS cells are derived in the germinal center and that they have clonally rearranged but crippled immunoglobulin genes (unfavorable mutations), which lead them to inhibition of apoptosis (programmed cell death) and lead to systemic lymphoma disease.[23,27] The cells have lost their capacity to express a high-affinity B-cell receptor (Figure 1) and escape negative selection. Several aberrantly activated signaling pathways and transcription factors have been identified that contribute to the rescue of HR-S cells from apoptosis.[23,24,27] Recent studies show that B cells enter the germinal center with an activated FAS-mediated apoptosis. It is believed that execution of apoptosis is prevented in germinal center B cells by up-regulation of an inhibitor called c-FLIP (an inhibitor of FAS-mediated apoptosis).[27,28] Also high levels of the nuclear transcription factor-k (NF-k) have been found in H-RS cells; these high NF-k levels may play a role in pathogenesis by interfering with apoptosis.[24,28] EBV is linked to the development of HL because it is believed that EBV possesses a transforming ability that leads to NF-k activation in antigen-activated B cells.[29]Figure 1.

(Enlarge Image)

Pathogenesis of Hodgkin lymphoma. The germinal-center derivation of Hodgkin and Reed-Stemberg cells in classic Hodgkin lymphoma and lymphomatic and histiocytic cells in noduler lymphocyte-predominant Hodgkin lymphoma.

In contrast, in nodular lymphocyte predominant HL (NLPHL), the diagnostic cells are lymphocytes and histiocytes. Analysis of NLPHL done by Marafioti et al[30] showed clonal immunoglobulin gene rearrangement with ongoing mutations (favorable mutations). The receptors on the highly mutated genes lose affinity for the antigen and undergo apoptosis. Instead

of further differentiating into memory cells and plasma cells, the lymphocyte and histiocyte cells resist this process and manage to survive (Figure 1).[23]

The Biology of Hodgkin's Lymphoma: The Hodgkin's Lymphoma MicroenvironmentAuthors and Disclosures

Print This

Abstract and Introduction The cellular origin of L&H and HRS cells Deregulated Transcription Factor Networks Genetic Lesions and Deregulated Signalling The Pathogenetic Role for Epstein- Barr Virus HRS Precursor Cells The Hodgkin's Lymphoma Microenvironment Conclusions and Perspective References Sidebar: At a Glance Sidebar: Glossary Terms

The Hodgkin's Lymphoma Microenvironment

Classical Hodgkin's lymphoma is characterized by an infiltration of many different types of cells of the immune system into the lymphoma tissue, including T cells, B cells, plasma cells, neutrophils, eosinophils and mast cells, such that the HRS cells themselves usually represent only about 1% of cells in the tumour. There is evidence that many of the cells are actively attracted by HRS cells (FIG. 4). For example, HRS cells secrete CCL5 (RANTES), CCL17 (TARC) and CCL22, which attract TH2 cells and TReg cells.[137- 139] The secretion of IL-5, CCL5, CCL28 and granulocyte- macrophage colony-stimulating factor by HRS cells presumably causes the recruitment of eosinophils into the Hodgkin's lymphoma microenvironment.[137] CCL5 additionally attracts mast cells. HRS cells also secrete IL-8, which attracts neutrophils.[137] Notably, chemokines may not only be involved in the attraction of other cells into the lymphoma microenvironment but also have direct effects on HRS cell survival and proliferation, as was recently shown for CCL5 (REF. 138).Figure 4.

Cellular interactions in the Hodgkin's lymphoma microenvironment. The figure shows interactions between Hodgkin and Reed- Sternberg (HRS) cells and other

(Enlarge Image)

cells in their microenvironment, both direct cellular interactions and those with soluble mediators. Multiple cytokines and chemokines are involved in the attraction of the various types of cells into the Hodgkin's lymphoma microenvironment. CD4+ T helper (TH)-cells are attracted by HRS cells through secretion of the chemokines TARC, CC chemokine 5 (CCL5) and CCL22. These, as well as CCL20, also attract TReg cells. CCL5 has an additional role in the recruitment of eosinophils and mast cells. Eosinophils may be recruited into the lymphoma not only by HRS cells but also by fibroblasts through secretion of eotaxin and CCL5. CCL5 secreted by fibroblasts may also contribute to the attraction of CD4+ T cells (not shown). Eosinophils and mast cells may stimulate HRS cells through CD30- CD30 ligand (CD30L) interaction, whereas granulocytes may stimulate HRS cells through APRIL- BCMA interaction and the secretion of nerve growth factor (NGF), which binds to the receptor tyrosine kinase TRKA on HRS cells. The cellular interactions between CD4+ TH cells probably involve adhesion molecules (CD54- CD18 or CD54- CD11A) and key molecules of cognate B cell- T cell interaction, that is, CD40- CD40L, major histocompatibility complex (MHC) class II- TCR (T-cell receptor) and CD80- CD28. Cytotoxic T (TC) cells are inhibited through TReg cells by secretion of IL-10 and perhaps additional mechanisms, and directly by the HRS cells though secretion of immunosuppressive mediators and expression of the programmed cell death 1 ligand (PD1L) by HRS cells. Note that Hodgkin's lymphoma cases show wide variation in the frequencies of cells shown. TGF, transforming growth factor-; TNF, tumour necrosis factor.

There is evidence that the recruitment of inflammatory cells into the lymphoma microenvironment is essential for HRS cell survival. Several observations indicate that HRS cells are dependent on survival signals received from other cells: it is difficult to grow HRS cells in culture; HRS cells do not survive in immunodeficient mice; HRS cells are rarely found in peripheral blood; and, even when they metastasize into non-lymphoid organs, they are embedded in their typical microenvironment.[140] CD4+ T cells, the largest population of infiltrating nontumour cells, are presumably particularly important, and it is noteworthy that improved therapy of patients with AIDS causing restoration of CD4+ T-cell counts resulted in an increased risk of developing Hodgkin's lymphoma, whereas the incidence of other lymphomas dropped.[141] Some of the survival signals that are provided by inflammatory cells to the HRS cells were already mentioned: triggering of CD40 signalling by CD40L-expressing rosetting T cells, activation of TACI and BCMA through production of their ligand APRIL by neutrophils, and perhaps activation of CD30 through CD30L-expressing mast cells and eosinophils. Moreover, HRS cells express IL-3R, which has growth- and survival-promoting effects following activation, and there is evidence that HRS cells can induce activated T cells to secrete IL-3 (REFS 142,143). Some cellular interactions in Hodgkin's lymphoma tissue may involve multiple players. For example, HRS cells stimulate fibroblasts through various factors (for example, TNF, transforming growth factor- (TGF) and fibroblast growth factors),[144,145] and the activated fibroblasts in turn produce eotaxin and CCL5, thus contributing to the attraction of eosinophils and TReg cells into the lymphoma.[145]

HRS cells also orchestrate their cellular microenvironment to evade an attack by cytotoxic T cells or natural killer cells (FIG. 4). A considerable fraction of infiltrating CD4+ T cells are TReg cells, which have been shown to have immunosuppressive activity on Hodgkin's lymphomainfiltrating cytotoxic T cells.[146,147] The presence of a large population of TReg cells in the Hodgkin's lymphoma microenvironment is presumably established not only by the chemokinemediated attraction of such cells, as discussed above, but also by induction of differentiation of naive CD4+ T cells into TReg cells by HRS cells.[148] Unexpectedly, high numbers of TReg cells in the Hodgkin's lymphoma microenvironment have been linked to a good prognosis, indicating that TReg cells may also have some suppressive activity on HRS cells or on other inflammatory cells that support HRS cell survival and/or proliferation.[149,150] HRS cells may further modulate their cellular microenvironment by shifting the TH response from an anticellular TH1 response to a humoral TH2 response, which often has tumour-promoting activities.[151] HRS cells also produce the immunosuppressive cytokines IL-10 and TGF, and galectin 1 and prostaglandin E2, which inhibit T-cell effector functions.[106,137,152- 154] Moreover, Tcell effector functions are inhibited by binding of programmed cell death protein 1 (PD1) on T cells to the PD1 ligand that is expressed by HRS cells.[155,156] In several tumours, including some B-cell lymphomas, chronic inflammatory responses against infectious agents or resulting from autoimmune diseases are thought to be initiating events for tumour development.[151] However, there is little evidence to date for a close association of Hodgkin's lymphoma development with autoimmune diseases or chronic infections. Although patients with infectious mononucleosis have an increased risk of developing EBV+ Hodgkin's lymphoma,[157] in this instance Hodgkin's lymphoma usually develops several years after the resolution of the primary EBV infection, and the HRS-like cells that are observed during infectious mononucleosis lack key features of HRS cells.[158,159] Thus, it seems to be more likely that in Hodgkin's lymphoma the typical inflammatory response usually develops along with the generation of the malignant HRS cells. http://semangateli.blogspot.com/2008/10/karsinoma-nasofaring.html

KARSINOMA NASOFARING8:32 PM | Posted by BLOGNYA ELHY

Bila kita merujuk pada data statistik yang dikeluarkan oleh American Cancer Society dalam Cancer.Net (2008) teercatat bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring termasuk jarang ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar 2000 orang yang terdiagnosa setiap tahunnya. Dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini telah mengalami penurunan. Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di belahan dunia lain seperti Asia dan Afirika Utara, misalnya saja China bagian Selatan banyak kasus ditemukan untuk penyakit ini. Sementara itu, Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah Karsinoma nasofaring, dimana jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (Lutan & Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan dalam Roezin dan Adham (2007) disebutkan bahwa hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring. 1. Pengertian Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001). Tumor ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh kita. Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung beberapa tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda. Dengan mengetahui tipe yang sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang akan digunakan (American Cancer Society dalam Cancer.Net, 2008). 2. Etiologi

Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Berikut ini dipaparkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karsinoma nasofaring: Epstein-Barr Virus (EBV), Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu : Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen , benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu Ras dan keturunan, tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain. Radang kronis daerah nasofaring Penggunaan tembakau, adalah salah satu faktor risiko terbesar kanker pada kepala dan leher, 85% kanker kepala dan leher disebabkan oleh factor ini. Alcohol, konsumsi yang sering dan tinggi adalah faktor risiko kanker pada kepala dan leher. Jenis Kelamin, laki-laki 2 kali lebih berpotensi menderita penyakit ini dibandingkan wanita. Usia, karsinoma nasofaring lebih sering menyerang seseorang yang berusia diatas 30 tahun. 3. Patofisiologi Terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring. Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer. Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga

dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring. Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu: 1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ 2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing 3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher. 4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher 5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah. Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller. 4. Manifestasi Klinis Pengetahuan tentang gejala klinis dari karsinoma nasofaring dan perluasannya, sangat diperlukan untuk memudahkan dalam pembuatan suatu diagnosis. Gejala ditentukan oleh hubungan anatomik antara nasofaring dengan organ sekitarnya. Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain : 1. Gejala nasofaring: Epistaksis, Sumbatan hidung Gangguan pada telinga: Kataralis/oklusi tuba eustachius, Otitis media serosa dan dapat berlanjut sampai terjadi perforasi dan gangguan pendengaran. 2. Gangguan neurologi Karsinoma nasofaring telah diketahui dapat menyebabkan berbagai lesi neurologis khususnya kelumpuhan saraf kranial. 3. Metastasis ke kelenjar getah bening leher Tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastikdan banyak terdapat kelenjar limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening leher. Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar limfe leher dan tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang lebih jauh. 5. Komplikasi Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.

Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial. 5. Pemeriksaan Diagnostik Ada beberapa tes diagnostik yang dapat dilakukan, meliputi (Efiaty & Nurbaiti, 2001): 1. Nasofaringoskopi Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %. 2. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan. 3. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B. 4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis. Ada beberapa pemeriksaan diagnostic lainnya yang dipaparkan dalam Cancer. Net (2008) antara lain: 1. Magnetic resonance imaging (MRI), menghasilkan secara detail gambaran tubuh, khususnya jaringan lunak. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan CT Scan dalam mendeteksi tumor nasofaring dan kemungkinan penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau nodus limfe 2. Bone scan. Prosedur ini menggunakan material radioaktif yang sangat kecil untuk menentukan apakah kanker telah menyebar sampai ke tulang. Alat ini menggambarkan bila tulan sehat maka pada kamera akan tampak berwarna abuabu, dan bila ada kanker akan tampak gelap. 3. Neurologic tests. Tes ini untuk mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi taktil wajah dan fungsi gerak pada nervus tertentu di area leher dan kepala. 4. Hearing test. Tes ini dilakukan bila diduga ada cairan pada telinga tengah. 5. Positron emission tomography (PET) scan. A PET scan adalah alat yang digunakan untuk menciptakan tampilan gambaran organ dan jaringan dalam tubuh. Substansi radioaktif yang berukuran kecil diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dan akan terdeteksi oleh sebuah scanner, yang akan menghasilkan gambar. 6. Pelatalaksanaan Medis Radioterapi merupakan pengobatan utama Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus. Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi

kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat RADIOSENSITIZER. 7. Pencegahan Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring. Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini. Source: Adams, G. L., 1997, Boeis: Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta. Arina, C. A., 2006, Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library, diakses pada 19 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/D0400193.pdf. Asroel, H. A., 2002, Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring, USU Digital Library, diakses pada 19 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf. Cancer.Net, 2008, Nasopharyngeal Cancer, diakses pada 06 September 2008, Cancer.net guide to Nasopharyngeal Cancer, www.cancer.net/patient/Cancer+Types/ Nasopharyngeal+Cancer. Care with Love, 2008, Laporan Pendahuluan Askep Pada Klien Dengan Ca Nasofaring, diakses pada 15 September 2008, http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/02/ca-nasofaring.htm. Doenges, Moorhouse, & Geissler., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Efiaty, Nurbaety, dkk., 2007, Buku Ajar Penyakit THT, Balai Penerbit FKUI, Jakarta Handikin, L. S., 2008, Combined Treatment For Advanced Nasopharyngeal Cancer, Cahaya Masa depan, diakses pada 6 Oktober 2008, http://cahayamasadepan.blogspot.com/2008/09/combined-treatment-foradvanced.htm.

Karis, 2007, Asuhan Keperawatan Kanker Naso Faring, Berbisnis Dengan Hati, diakses pada 01 September 2008, http://www.karisyogya.blog.m3access.com/posts/38782_ASUHAN-KEPERAWATAN-KANKER-NASO-FARING.html. Rusdiana, Munir, D., & Syregar Y., 2006, Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak di Medan. USU Digital Library, diakses pada 21 September 2008, http://library.usu.ac.id/download/fk/rusdiana.pdf.

http://intanrisna.blogspot.com/2010/12/etiologi-ca-nasofaring-ikan-asin-sumpit.htmlPenyebab Ca Nasofaring: Ikan Asin, Sumpit atau EBV??? *Sebuah catatan dari ruh yang penasaran setelah stase di bedah Onkologi

Di stase blok sebelumnya saya pernah ditanya perihal Ca Nasofaring (KNF):Apa penyebab tersering terjadinya KNF? Hari pertama masih geleng kepala. Hari kedua saya dengar kalau salah satu penyebab utamanya adalah ikan asin. Kenapa? karena ada nitrosamin--pengawet karsinogenik--yang terkandung dalam ikan asin. Hal ini berhubungan dengan insidensi KNF pada nelayan atau masyarakat yg sering mengonsumsi ikan asin. Nitrosamine juga digunakan sebagai pengawet pada alat bantu makan di Cina Selatan yaitu sumpit. Makanya insidensi KNF juga tinggi di Cina Selatan. Itu jawaban yang saya dapat dari mendengar. Cukup sampai di sana saja, tanpa membuka buku lagi saya cukup puas dengan penjelasan itu.

Di Stase blok berikutnya, KNF sempat dibahas kembali. Ikan asin menjadi jawaban bermasalah ketika saya ditanya pertanyaan yang sama oleh orang yang berbeda (perseptor). "Bukan ikan asinnya...", kata beliau tenang. Saya yang kebingungan. Nah loo... "Nitrosaminenya, dok.", timpal teman saya. Beliau menggeleng. "Kejadian KNF memang banyak di Cina Selatan. Setelah diteliti lebih lanjut, faktor pencetus utamanya adalah EBV (Epstein Barr Virus) dan justru rangsangan kronis dari kebiasaan makan merekalah yang menimbulkan Ca" "Penggunaan sumpit ya, dok?" tanya kami. "Sumpitnya kenapa?" "Sumpitnya mengandung nitrosamine", jawab kami berharap jawabannya benar. Kembali beliau kecewa. Hadeeehh... "Tahu kalian kebiasaan makan orang Cina? Mereka makan bubur pakai sumpit. Agar lebih mudah, mangkuknya didekatkan ke mulut. Nah, UAP PANAS yang terus menerus mengenai mukosa nasofaring-nyalah yang menimbulkan rangsangan kronis tadi", jelas beliau. "ooooo...", bulat, kompak. Iya gitu?

Lagi-lagi, kawan, itu jawaban yang saya DENGAR. Saya jadi penasaran, apa sih etiologi KNF sebenarnya? Dua minggu sudah berlalu, baru sekarang sempat saya buka teksbuk tercinta :p gara2 penasaran yang tak tertunda XP. Mari kita bahas sedikit... (Sumber: Robin's Pathologic Basic of Disease Edisi ke 7.2005) 1. Nasopharyngeal Carcinoma atau Karsinoma Nasofaring atau KNF berhubungan dengan EBV. Genome EBV telah ditemukan di sel2 kanker tersebut. Insidensi tertinggi di Afrika (anak2) dan di Cina Selatan (dewasa). *tetapi di buku ini tidak disinggung tentang sumpit dan kebiasaan makan mereka. 2. Nitrosamine adalah preservatif alias pengawet yang biasa digunakan pada alat makan oleh penduduk Cina Selatan. Zat ini juga terdapat pada makanan serta rokok dalam bentuk nitrat atau nitrit. 3. Nitrosamine adalah salah satu zat paling karsinogenik yang berhubungan dengan terjadinya Ca traktus gastrointestinal bagian atas (bibir dan esofagus), laring, liver dan ginjal.

4. Nitrosamine adalah salah satu penyebab terjadinya SCC pada esofagus. Hal ini berhubungan dengan minuman beralkohol karena beberapa minuman tersebut mengandung nitrosamine. Penggunaan alat makan yg menggunakan nitrosamine atau yang terkontaminasi jamur menjadi penyebab lain terjadinya Ca esofagus di Cina. Jadi, kesimpulannya... silakan disimpulkan sendiri..hehe.. Yang jelas, dalam proses terjadinya kanker (karsinogensis) ada banyak pencetusnya baik itu genetik ataupun lingkungan (termasuk diet dan gaya hidup). Dalam kasus KNF, EBV dan nitrosamine berperan sebagai inisiator. Sedangkan pajanan uap panas berperan sebagai promotor. Bila terdapat faktor genetik maka lengkaplah sudah :'( Secara singkat karsinogenesis dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada tahap inisiasi sel normal yang terpajan karsinogen ada 3 hal yang akan terjadi: repair DNA menjadi sel normal kembali, sel mati, atau bisa terjadi mutasi DNA secara permanen (initiated cell). Karsinogen berupa bahan2 kimia atau radiasi berperan sebagai inisiator.

Faktor keturunan (seperti kerusakan pada p53, BRCA1, BRCA2) dan adanya promotor melanjutkan tahap inisiasi dari initiated cell ke tahap promosi. Tahap promosi merupakan proses yang berulang sampai periode tertentu (lama) sehingga terjadilah kanker. Pada tahap ini terjadi perubahan DNA sel (mutasi) permanen. Promotor biasanya berupa enzim, hormon dan proses inflamasi kronis. Selanjutnya, sel mengalami progresi membentuk massa kanker. Jadi, kanker dapat terjadi bila ada: inisiator, faktor keturunan dan promotor.

Promotor juga bisa berperan sebagai inisiator. Misalnya estrogen pada Ca mamae. Ternyata menurut penelitian, diperlukan waktu lebih dari 20 tahun bagi estrogen untuk memicu terjadinya kanker payudara. 20 tahun tersebut dihitung sejak menstruasi pertama, misalnya pada perempuan yang tidak juga menikah, tidak hamil serta menyusui. Karena kehamilan dan menyusui dapat memotong periode paparan estrogen pada tubuh.

By the way, saya jadi ingat sebuah hadits: Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: "Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat." (HR Ahmad) Banyak anak banyak rizki? Banyak anak dibanggakan Nabi, yuaa :)

Satu lagi yang menarik. Masih ingat kisah kondang syekh Puji yang menikahi gadis dibawah umur??? Semua orang membahasnya, mulai dari tetangga syekh Puji, temen sekolah istrinya, ibu-ibu tetangga mereka, lalu ibu-ibu tetangga saya, juga ibu saya ikut mengomentari kejadian itu :D. Seru sekali pers memberitakannya. Tidak hanya di TV dan koran, teman2 di dunia maya juga tidak mau kalah membahasnya. Dari segi medis ada yg mengaitkan pernikahan dibawah umur dapat memicu terjadi kanker seviks, bukan? Tapi benarkah demikian? Dulu di bangku kuliah, saya juga dapat teori itu dari teksbuk yang sama; Robin's. Bang Robin's (ada juga di buku2 lawas) mengungkapkan pada nomor pertama bahwa faktor pencetus kanker serviks adalah usia muda saat intercourse (coitus) pertama kali. Hal ini sering dijadikan dalil ampuh untuk menggugurkan niat mulia seseorang untuk menikah dini oleh pihak tertentu. Hal ini juga sering menjadi

alasan keji demi mengata-ngatai Rasulullah seorang pedofilia karena menikahi Aisyah ra. Padahal sudah dijelaskan bahwa kanker tidak terjadi oleh satu pencetus saja. Masih di halaman teksbuk yang sama, dari penelitian biomolekuler terbaru ditemukan bukti adanya DNA HPV (Human Papilloma Virus) pada sel penderta kanker serviks sehingga memperbarui tahap2 terjadinya kanker serviks.

Postulated steps of pathogenesis in cervical neoplasia (Robin's Pathologic Basic of Disease)

Dari tahapan tersebut dapat diketahui bahwa bukan masalah coitus dini-lah yang menyebabkan kanker, namun ada tidaknya HPV sebagai inisiator. Jadi, walaupun seseorang melakukan hubungan seksual pada usia muda sekalipun, selama keduanya tidak terjangkit virus HPV, otomatis secara teori tidak akan terjadi kanker serviks.

Hubungan seksual di sini berperan sebagai promotor. Yang harus dipertanyakan adalah hubungan seksual seperti apa yang menyebabkan kanker? Berhubungan dengan berganti2 pasangan tentu saja lebih berisiko terhadap infeksi HPV. Who knows, siapa yang tahu seseorang yang nampak sehat tapi ternyata dia membawa2 virus pencetus utama terjadinya kanker.

Allahu a'lam. Jadi panjang yaa.. Semoga bermanfaat!

http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2011/01/materi-karsinoma-nasofaring-kanker.htmlMATERI KARSINOMA NASOFARING (KANKER NASOFARING)

A. Pengertian Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001) B. Etiologi Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001). C. Terlampir Pathofisiologi / Pathways

Klil Gambar Untuk Memperbesar

D. Tanda dan Gejala Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain : 1. Gejala nasofaring Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung. 2. Gangguan pada telinga Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia) 3. Gangguan mata dan syaraf Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. 4. Metastasis ke kelenjar leher Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan. 2. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B. 3. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %. 4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis. F. 1. Penatalaksanaan merupakan Medis utama

Radioterapi

pengobatan

2. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus. Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat RADIOSENSITIZER. G. Pengkajian 1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara 2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu. 3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan). 4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. 5. Tanda dan gejala : Aktivitas Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas. Sirkulasi Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung. Integritas ego Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah. Eliminasi Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen. Makanan/cairan Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit. Neurosensori Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus Nyeri/kenyamanan Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran Pernapasan

Merokok (tembakau, pemajanan

mariyuana,

hidup

dengan

seseorang

yang

merokok),

Keamanan Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit. Seksualitas Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. Interaksi sosial Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung DAFTAR PUSTAKA 1. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001. 2. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999 3. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001 4. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997 5. Purnaman S. Pandi.

http://www.medscape.org/viewarticle/573360

NCCN Task Force Report: Breast Cancer in the Older Woman (Slides With Transcript)Robert W. Carlson, MD Authors and Disclosures Posted: 05/06/2008

Print This

Robert W. Carlson, MD: I have the privilege today of presenting the work product of a very large task force that was convened this last winter to address the issue of the treatment of breast cancer in the older woman.

(E nlarge Slide)

Some of the panel members are listed on this slide.

(Enlarge Slide)

Additional panel members are here on the second slide. They represented the disciplines of medical oncology, surgical oncology, radiation oncology, reconstructive surgery, patient advocacy, and gerontology.

(E nlarge Slide)

This graphic shows the increasing number of women in the United States, projected over the next 50 years or so, over the age of 65. There are currently somewhere in the range of about 35 to 40 million women in the United States over the age of 65, and that number should approximately double in the next 20 years.

( Enlarge Slide)

This shows the distribution of breast cancer by age in the Surveillance Epidemiology and End Results (SEER) database. As you can see, the age distribution of breast cancer is in the older age group. It is skewed to the right with the median age of breast cancer occurring in the US population currently at 61 years of age. As our population ages, this median age is almost certainly going to move to the right rather than stay where it is or move to the left.( Enlarge Slide)

This shows the age-adjusted incidence rates for breast cancer, again, from the SEER database, with the women now stratified by ethnic group. As you can see, there is consistency in increasing incidence of breast cancer across all ethnic groups, with a peak in essentially all ethnic groups in the 75 or so year old age group. The highest incidence rates, as we have known previously, are seen in the red line at the top, among white non-Hispanics, and the blue line represents African Americans. Enlarge Slide)

(

The high incidence rates and increasing numbers of women who are older with breast cancer are complicated as we approach treatment by the presence of comorbidity. This slide shows the average numbers of comorbidities by different age groups. As you can see, for women 55 to 64, there are approximately 3 comorbidities for your average patient, while in those over 75, that increases to almost 5 per patient.( Enlarge Slide)

The comorbidities are not evenly distributed across all patients, of course, and this shows the percentage of patients by age group who have 5 or more significant comorbidities. As you can see, the number is only 13% in the women 55 to 65 but increases to about 40% in women who are 75 years of age or older.

( Enlarge Slide)

Life expectancy is also one component of this analysis, and life expectancy, of course, is a function of both age and comorbidity. That is shown here where we look at life expectancy in years across various age groups, from 65 to 85. The life expectancy in healthy women is in red; those with average health in yellow; and those with substantial comorbidities, the so-called "sick" are shown in the gray bars. As you can see, across most age groups, the presence of comorbidities does substantially decrease life Enlarge Slide) expectancy. However, at the extreme of older age, 85 years of age or older, the presence of comorbidities actually does not separate out a group of women with a shorter life expectancy. The reason for this is not fully clear. It may be that women who are healthy enough or functionally fit enough to have comorbidities and to survive to 85(

years of age are just a very special population of older women. When we look at the difference in comorbidities, difference in life expectancies, and so on, one of the challenges that the task force faced was defining what is old. Should we define older versus younger based upon a very specific age, such as 65 or 70 or 55? What should that age cut-off be? Or is age really a continuum that is going to vary from individual to individual? There were differences among the task force members. I think we ended up saying that there is no specific age at which someone becomes older. That Enlarge Slide) was as much a function of not being able to agree on an age to call older versus younger as not. If we look at the aging process, it is clear that aging is a heterogeneous process, that not all of us age at the same rate. I am actually 35 years of age, although you cannot tell that. There is a progressive decline in physiologic reserve as we age. This decline in physiologic reserve is not apparent when we are without stress, so it is not apparent for most of us in the room at the current time. But this diminished physiologic reserve becomes very apparent when we are put under stress. Surgery, chemotherapy, infections, those sorts of things all of a sudden uncover our diminished functional reserve Enlarge Slide) as we age. An understanding of these physiologic changes with age and with stress for the individual patient should assist us in the early recognition of potential toxicity from therapies that we use for cancer, as well as allow us to anticipate them and, therefore, initiate supportive care to minimize those risks.

(

(

Our geriatric colleagues use a tool that is called the geriatric assessment in order to assess how much functional reserve a patient has to understand what their physiologic age is and so forth. A geriatric assessment has been defined as a multidimensional interdisciplinary patient evaluation that leads to the identification of patient problems and the development of a plan for resolving these problems. It is a wonderful thing to do. The difficulty is that to do a complete geriatric assessment requires about 2 to 4 hours of professional attention across multiple Enlarge Slide) different disciplines. The challenge is how do we apply this concept of the geriatric assessment to allow us to anticipate problems for the individual patient within the practice patterns of the typical oncology provider? One way to do that is to identify very focused, very special, individual tests that can be done efficiently, do not require special training, and that are representative of a more complete geriatric assessment. One such test that has been used by one of the members of the task force is the so-called Mini-Mental Status screening question: you tell the patient, "I am going to give you three objects red, cat, and ball and I am going to ask you to repeat these names now and then again a few minutes from now." An abnormal result is the inability to recall those three objects in 1 minute. Enlarge Slide) A more complete geriatric assessment does take longer periods of time. Arti Hurria and her colleagues at City of Hope are attempting to develop geriatric assessments that can be done efficiently. The current efficient geriatric assessment takes about half an hour to perform. Much of this performance can be done by the patients themselves without ongoing professional input, but about one-fifth or so of the patients who undergo even a sufficient geriatric assessment are not able to complete it by themselves and do require assistance. This, of course, also assumes that you have somebody who has the time to score the assessment and that the oncology community that is evaluating this assessment has the skill and knowledge toEnlarge Slide)

(

(

(

actually be able to interpret the results accurately. So it has been about a minute. Think about those three objects we just gave you. If we look at geriatric assessment in oncology, it can help guide us in terms of our therapeutic decision making, and we will talk about that a little bit more in a minute. It allows us to identify areas of vulnerability among the older population. It allows us to identify and treat comorbidity before it becomes a major problem. It allows us to evaluate social support systems and cognition. The difficulty of the older patient who lives alone in the United States is very substantial, and those patients are at extreme risk for complications from cancer therapy. It incorporates evaluation of nutritional status, and it Enlarge Slide) includes evaluation of polypharmacy and the potential for drug interactions. The language that our geriatric colleagues use in this is you end up with what is called a "functional age," rather than a chronological age in our thinking. The goal of all of this is for us to be able to maintain the patient function and their current level of independence. Let's turn a little bit to what we know about the treatment of the geriatric patient, and, I will tell you in advance, it is not much. If we look at the local treatment of the older patient, a study that was specifically designed to assess locoregional treatment in older patients is shown here. It was Cancer and Leukemia Group B (CALGB) 9343. It is also sometimes referred to as the Hughes study. To be eligible for this trial, the patient had to be 70 years of age or older, have clinically axillary lymph node-negative disease. They had to be able to undergo a lumpectomy to achieve negative Enlarge Slide) pathologic margins. They had to have a clinical tumor size of 2 cm or less, and their tumor had to be either estrogen receptor (ER)-positive or indeterminate in terms of hormone receptor status. The patients were then randomized to whole breast radiation plus tamoxifen versus tamoxifen alone without treatment to the whole breast.

(

(

The questions asked in this trial were specifically, what is the probability of locoregional recurrence, and is it different between the two groups? What is the incidence of eventual mastectomy that is required without the use of radiation therapy? And what is the overall disease-free and breast cancerspecific survival?

( Enlarge Slide)

The study is relatively mature now. There were about 647 patients enrolled, 631 of whom were eligible, and the data I am going to show you are at a median follow-up of 8.2 years, so pretty good follow-up at this point in time.

(E nlarge Slide)

Patient characteristics are shown here, and they are well balanced between the two treatment groups. As you can see, about half of the patients were over the age of 75. That would mean that half of the patients were in the 70 to 75 year age group. Almost all were hormone receptor-positive in terms of their disease. Axillary lymph node dissection was discouraged in the trial, and about two-thirds of the individuals enrolled did not have an axillary lymph node dissection.( Enlarge Slide)

This graphic shows the time to first local recurrence by treatment group. The blue area of this figure would represent the proportion of women who are free from local recurrence based upon excision plus tamoxifen alone. The incremental benefit is shown in the red, which is the incremental benefit in terms of decrease in locoregional recurrence conferred by the addition of whole breast radiation. In terms of ipsilateral breast tumor recurrences, the benefit of radiation therapy was about an absolute 5% with about a 1% benefit or so in the axilla. Enlarge Slide) Locoregional recurrences overall, as you can see, occurred in about 6% more patients who did not have radiation therapy than who did have radiation therapy. This shows the time to requirement for mastectomy by treatment arm. As you can see, there really was no difference in the requirement for ultimate mastectomy in this study. That was primarily because most of the women who had ipsilateral breast tumor recurrence and had not had radiation therapy were able to undergo a second lumpectomy with or without radiation therapy and were able to avoid the performance of the mastectomy.

(

( Enlarge Slide)

This shows the time to distant metastasis by treatment arm. As you can see, neither the eyeball nor the statistician tells us that there is any difference between these two curves.

(E nlarge Slide)

The most important component of this, overall survival, was not different between the two treatment groups.

(Enl arge Slide)

If we look at causes of death in those patients in this trial who did die, 71% of the patients were alive at the time of this analysis, 27% of the patients had died for reasons other than related to breast cancer, and only 2% of the women in this trial had died because of breast cancer. I think this trial is very important to us. It tells us several things. It tells us that in the older patient who has a small, clinically axillary lymph node-negative, hormone receptor-positive breast cancer, breastconserving surgery without radiation therapy is a Enlarge Slide) perfectly appropriate treatment. The corollary to that is that we have similar data from younger women, and in younger women, that statement is not true. In younger women, it is impossible to define a subset of women with invasive breast cancer who have disease that is so favorable that we can avoid the use of whole breast radiation or at least breast radiation as a component of breast conserving therapy. This is a good example of how older women really are different than younger women as we approach the treatment of breast cancer.

(

What about locoregional recurrence after mastectomy? This comes from a referral center where over 2300 women underwent mastec