cover lsppu r5

130
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011 KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG dalam Mendukung Aktivitas Perokonomian

Upload: buiduong

Post on 10-Dec-2016

276 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cover LSPPU R5

Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

KELANCARANSISTEM PEMBAYARANDAN PENGEDARAN UANG dalam Mendukung Aktivitas Perokonomian

Laporan Sistem

Pem

bayaran dan Pengedaran U

ang 20

11

Page 2: Cover LSPPU R5
Page 3: Cover LSPPU R5

Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang

2011

Page 4: Cover LSPPU R5

iiiii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Kata Pengantar

Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (LSPPU) adalah laporan publikasi yang disusun bersama oleh

Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran serta Departemen Pengedaran Uang, Bank Indonesia. LSPPU ini merupakan

laporan tahunan yang mencakup informasi perkembangan dan kinerja dibidang sistem pembayaran dan pengedaran uang

serta kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 dalam mendukung kelancaran aktivitas ekonomi

masyarakat melalui penyediaan alat pembayaran baik tunai maupun non tunai.

Laporan ini terdiri dari dua bagian yaitu Bagian 1 Sistem Pembayaran dan Bagian 2 Pengedaran Uang. Bagian 1 Sistem

Pembayaran memaparkan perkembangan penyelenggaraan dan kinerja sistem pembayaran, kebijakansistem pembayaran,

pengawasan sistem pembayaran, dan arah pengembangan sistem pembayaran. Sementara itu, Bagian 2 Pengedaran Uang

memaparkan perkembangan indikator pengedaran uang, kebijakan pengedaran uang, kegiatan dan informasi pendukung

dalam tugas pengedaran uang, penilaian kinerja dalam pelaksanaan tugas bank Indonesia dibidang pengedaran uang,

serta arah dan kebijakan pengedaran uang kedepan.

Kinerja ekonomi nasional yang meningkat pada tahun 2011, yang tercermin pada kestabilan makro ekonomi dan

kestabilan sistem keuangan, tidak terlepas dari dukungan dan peran strategis sistem pembayaran dan pengedaran uang

dalam kelancaran aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat maupun dunia usaha. Dalam kegiatan perekonomian,

peran strategis sistem pembayaran adalah terjaganya kelancaran transaksi pembayaran non tunai masyarakat, sedangkan

peran strategis pengedaran uang tercermin melalui terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat dalam jumlah

nominal yang cukup, pecahan yang sesuai dan dalam kondisi layak edar.

Disiminasi LSPPU ini dilakukan dalam bentuk cetakdan compact disc serta dapat diakses melalui website Bank Indonesia

(www.bi.go.id). Laporan dalam bentuk cetak selama ini hanya distribusikan secara intern di Bank Indonesia. Mulai edisi

tahun2011, diseminasi LSPPU juga dilakukan secara luas kepada berbagai kalangan seperti pemerintah, akademisi, analis,

dan lembaga penelitian independen.

Akhirnya kami berharap diseminasi LSPPU ini dapat memberikan informasi yang komprehensif mengenai perkembangan

dan kinerja sistem pembayaran dan pengedaran uang selama 2011, serta kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia

dalam mendorong kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat melalui tersedianya alat pembayaran tunai dan non tunai.

Jakarta, April 2012BANK INDONESIA

Departemen Akunting dan Sistem PembayaranDepartemen Pengedaran Uang

Page 5: Cover LSPPU R5

iiiii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

1

Daftar Isi

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Tabel vi

Daftar Grafik vii

Daftar Bagan viii

Ringkasan Eksekutif ix

Bagian 1 Sistem Pembayaran

BAB 1 Sekilas Sistem Pembayaran 2

BAB 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran 9

BAB 3 Kebijakan Sistem Pembayaran 21

BAB 4 Pengawasan Sistem Pembayaran 39

2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 11

2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Bank dan Lembaga Selain Bank 16

3.1 Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan Pengembangan Sistem

BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II 23

Box 3.1 Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs) 26

3.2 Kebijakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia 27

3.3 Kebijakan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu 29

Boks 3.2 National Standard for Indonesia Chip Card Spesification 33

Boks 3.3 Kerjasama Interkoneksi ATM PT. Bank Mandiri dengan PT. Bank Central Asia 34

3.4 Kebijakan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang 35

3.5 Kebijakan Layanan Jasa Penatausahaan Rekening Giro di Bank Indonesia 35

3.6 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran 36

4.1 Pengawasan terhadap Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 41

4.2 Pengawasan terhadap Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Bank dan Lembaga Selain Bank 42

Page 6: Cover LSPPU R5

61Bagian 2 Pengedaran Uang

BAB 5 Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan 45

BAB 6 Sekilas Pengedaran Uang 62

BAB 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung

KelancaranAktivitasPerekonomianNasional 67

Artikel :

Artikel1 IdentifikasiKebutuhanSistemPembayarandiDaerahPerbatasandanTerpencil 55

Artikel2 PerluasanPeranPenyelenggaraKUPUNonBankdalam

SistemPembayaranRiteldanMikro 57

5.1 Penyempurnaan Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 47

5.2 Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN 48

5.3 Roadmap Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel 49

5.4 Standardisasi Uang Elektronik untuk Mewujudkan Interoperabilitas Uang Elektronik 50

Boks 5.1 Koordinasi dengan Otoritas Terkait dalam Rangka Standarisasi Uang Elektronik 52

5.5 Upaya Perluasan Akses Sistem Kliring kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 53

5.6 Pengembangan SKNBI 53

5.7 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran 54

7.1 Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) 69

7.2 Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI (Outflow dan Inflow) 71

7.3 Posisi Kas Bank Indonesia 74

7.4 Pemusnahan Uang 75

6.1 Perkembangan Pengedaran Uang Tahun 2011 64

6.2 Isu Strategis dan Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011 64

6.3 Arah Kebijakan ke Depan 65

iv Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Page 7: Cover LSPPU R5

Bab9 KegiatandanInformasiPendukungdalamTugasPengedaranUang 101

BAB10 PenilaianKinerjaBIdalamPelaksanaanTugasdiBidangPengedaranUang 105

BAB11 ArahKebijakandanRencanaPengembanganBidangPengedaranUang–2012 109

9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka 103

9.2 Implementasi Interface BISAK-BISOSA 103

9.3 Kajian Eksistensi Penggunaan Uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI 103

9.4 Pecahan yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran yang Telah Habis Masa Berlaku Penukarannya 104

10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) 107

10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI 107

BAB8 KebijakanPengedaranUangTahun2011 77

8.1 Peningkatan Kualitas Uang yang Beredar di Masyarakat dan Pemenuhan Permintaan

Uang sesuai dengan Jenis Pecahan yang dibutuhkan 79

Boks 8.1 Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000 dan Rp20.000 Desain Baru 81

8.2 Peningkatan Efisiensi Operasional Kas di BI dan Perbankan 87

Boks 8.2 Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI 88

8.3 Pengembangan Layanan Kas BI dengan Mengikutsertakan Peran Perbankan dan Pihak Terkait Lainnya 94

Boks 8.3 Layanan kas Bank Indonesia di Daerah Terpencil dan Terdepan NKRI 99

vLaporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Page 8: Cover LSPPU R5

Daftar Tabel

Bab9 KegiatandanInformasiPendukungdalamTugasPengedaranUang

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran

Tabel 1.1 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai) 5

Tabel 1.2 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume) 5

Tabel 2.1 Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI-RTGS 12

Tabel 2.2 Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara

Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank 14

Tabel 2.3 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia 19

BAB 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung

KelancaranAktivitasPerekonomianNasional

Tabel 7.1 Rata-rata UYD Harian dan Posisi UYD 69

Tabel 7.2 Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat 70

Tabel 7.3 Jumlah Netflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah (Triliun Rp) 74

Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah 75

Tabel 7.5 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 75

Tabel 7.6 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 76

Tabel 7.7 Jumlah dan Pangsa Jumlah Uang Logam yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 76

Tabel 9.1 Ciri-ciri Uang Kertas Rp10.000 TE 1975 104

viivi Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Page 9: Cover LSPPU R5

Daftar Grafik

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran

Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 11

Grafik 2.2 Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS 12

Grafik 2.3 Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS 12

Grafik 2.4 Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS 12

Grafik 2.5 Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS 13

Grafik 2.6 Perkembangan Transaksi melalui SKNBI 13

Grafik 2.7 Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011 14

Grafik 2.8 Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011 14

Grafik 2.9 Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar 16

Grafik 2.10 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit 16

Grafik 2.11 Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/debet Beredar 17

Grafik 2.12 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan ATM/debet 17

Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik 17

Grafik 2.14 Pangsa Volume Transaksi KUPU 18

Grafik 2.15 Pangsa Nilai Transaksi KUPU 18

viivi Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Page 10: Cover LSPPU R5

Daftar Bagan

Bagan 3.1 Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit 28

Bagan 3.2 Leaflet Layanan SKNBI 28

Bagan 3.3 Tahapan Implementasi Proses Migrasi Teknologi Chip Pada Kartu ATM / Debet 29

Bagan 5.1 Perluasan Akses SKNBI Kepada BPR 53

Grafik 7.1 Perkembangan UYD, PDB dan Inflasi 69

Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT, Rasio UYD terhadap Konsumsi RT 70

Grafik 7.3 Perkembangan UYD 70

Grafik 7.4 Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan 70

Grafik 7.5 Pangsa UYD Berdasarkan Nominal 71

Grafik 7.6 Pangsa UYD Berdasarkan Lembar/Keping 71

Grafik 7.7 Inflow, Outflow, dan Netflow Uang Kartal 72

Grafik 7.8 Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kartal 72

Grafik 7.9 Jumlah Outflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan 72

Grafik 7.10 Penyebaran Pangsa Outflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah 73

Grafik 7.11 Perkembangan Jumlah Inflow Uang Kartal 73

Grafik 7.12 Jumlah Inflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan 73

Grafik 7.13 Penyebaran Pangsa Inflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah 74

Grafik 7.14 Perkembangan Jumlah Netflow Uang Kartal 74

Grafik 7.15 Perkembangan Jumlah Lembar Uang Kertas yang Dimusnahkan 75

BAB 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

BAB 5 Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan

BAB 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung

KelancaranAktivitasPerekonomianNasional

viii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Page 11: Cover LSPPU R5

ixLaporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Ringkasan Eksekutif

Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, dinamika perekonomian dan pasar keuangan global pada tahun 2011

turut memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Ketidakpastian ekonomi global tahun 2011 yang muncul akibat krisis

utang Eropa dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan perekonomian Amerika Serikat telah memicu gejolak di pasar

keuangan dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Namun demikian, fundamental ekonomi yang kuat berhasil

meminimalkan dampak dari gejolak ekonomi global terhadap perkonomian Indonesia.

Disamping fundamental ekonomi yang kuat, respon kebijakan yang tepat mampu menopang ketahanan perekonomian

nasional. Bank Indonesia dan Pemerintah melakukan koordinasi kebijakan dalam memperkuat fundamental ekonomi

sekaligus memitigasi dampak gejolak eksternal. Dari sisi Bank Indonesia, penerapan bauran kebijakan moneter dan

makroprudensial secara terukur dan dalam waktu yang tepat telah berhasil menjaga stabilitas makro dan sistem

keuangan.

Daya tahan perekonomian Indonesia yang kuat ditunjukkan oleh kinerja perekonomian yang meningkat, yang tercermin

pada terjaganya kestabilan makroekonomi dan kestabilan sistem keuangan ditengah ketidakpastian ekonomi global.

Kestabilan makroekonomi didukung antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5% dan pencapaian inflasi

pada level yang rendah, yaitu 3,79% (yoy). Dari sisi domestik, daya tahan ekonomi didukung oleh kuatnya daya beli karena

meningkatnya pendapatan dan struktur demografi yang sebagian besar berada dalam usia produktif. Dari sisi ekternal,

daya tahan perekonomian Indonesia didukung oleh diversifikasi pasar ekspor dengan meningkatnya perdagangan intra-

regional di kawasan Asia yang masih cukup tinggi dan semakin meningkatnya peran foreign direct investment (FDI).

Sementara itu, kestabilan sistem keuangan didukung oleh sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal

serta terpenuhinya kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, baik nominal maupun pecahan untuk mendukung

kelancaran aktivitas perekonomian.

Sistem pembayaran memiliki peran yang strategis untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendukung

pelaksanaan kebijakan moneter. Dalam kegiatan perekonomian, peran strategis sistem pembayaran terutama adalah

menjamin terlaksananya berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang dilakukan, baik

oleh masyarakat maupun dunia usaha.

Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global

menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem

pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian Indonesia yang mampu berkinerja

lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011

mencapai Rp71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp58,07

ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 miliar transaksi1.

1 Sumber : EDW Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Page 12: Cover LSPPU R5

x Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem

pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran selama tahun

2011 adalah peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur

sistem pembayaran. Hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah semakin meningkatnya transaksi pembayaran

yang dilakukan melalui sistem pembayaran, baik melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS),

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), maupun saluran pembayaran lain seperti kartu kredit, kartu ATM/debet,

uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh

Bank Indonesia selama tahun 2011 antara lain adalah (i) tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan Bank Indonesia-

Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II; (ii) penerapan multiple settlement pada Kliring kredit SKNBI;

(iii) standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip; (iv) penyempurnaan ketentuan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

(APMK); dan (v) peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah.

Dari sisi pengawasan sistem pembayaran, penyelenggaraan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, sampai dengan periode laporan,

dapat terlaksana secara andal dilihat dari aspek ketersediaan atau tingkat availability sistem BI-RTGS yang memenuhi

service level yang telah ditetapkan, serta tersedianya infrastruktur back up system. Sedangkan untuk SKNBI, secara

keseluruhan, tidak terdapat gangguan yang memengaruhi kinerja SKNBI dan didukung pula dengan infrastruktur back up

system. Pengelolaan likuiditas oleh peserta pada sistem BI-RTGS dan SKNBI juga dapat berjalan sesuai dengan mestinya

dilihat dari aspek terpenuhinya target throughput guideline untuk Sistem BI-RTGS dan kecukupan prefund untuk SKNBI.

Selanjutnya terkait kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya

yaitu: (i) peningkatan keamanan dan keandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko

termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan

peran industri jasa pembayaran nasional; (ii) peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk

mendorong terciptanya interoperabilitas diantara berbagai penyelenggara jasa pembayaran; (iii) peningkatan perlindungan

konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan

konsumen.

Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, implementasi

kartu ATM/debet berbasis chip secara bertahap, pengembangan National Payment Gateway (NPG) dan persiapan

standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik, serta

persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Di bidang Pengedaran Uang, uang kartal sebagai alat pembayaran masih memegang peranan yang penting di masyarakat.

Hal ini tercermin dari meningkatnya pertumbuhan uang kartal yang beredar (UYD). Seiring dengan perkembangan

ekonomi yang membaik sepanjang tahun 2011, pertumbuhan jumlah rata-rata UYD mencapai 16,9%, lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 12,1%.

Dalam rangka mendukung kelancaran transaksi perekonomian nasional, kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran

uang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan uang kartal baik dalam jumlah nominal maupun pecahan. Selain itu,

kebijakan Bank Indonesia juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan unsur pengaman uang, ketersediaan uang

layak edar secara lebih merata di seluruh Indonesia, optimalisasi manajemen kas Bank Indonesia dan perbankan, serta

penanggulangan peredaran dan penyebaran uang palsu.

Page 13: Cover LSPPU R5

xiLaporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Penjabaran kebijakan di bidang pengedaran uang pada tahun 2011 mengacu pada tiga pilar kebijakan, sebagai berikut 1)

Peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan

yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) Peningkatan efisiensi operasional kas di Bank Indonesia dan Perbankan;

serta 3) Pengembangan layanan kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya.

Pilar 1, diimplementasikan melalui pemantauan kualitas rupiah; peningkatan elemen dan unsur pengaman uang rupiah

pada uang pecahan besar (Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000); perencanaan kebutuhan uang kartal yang diiringi dengan

kegiatan pencetakan uang dan distribusi ke seluruh wilayah secara efisien, lancar, dan tepat waktu; serta senantiasa

meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang palsu.

Pilar 2, untuk memperlancar penyediaan uang layak edar, upaya optimalisasi efisiensi operasional kas terus dilakukan.

Strategi yang ditempuh adalah dengan melakukan penyempurnaan sistem dan prosedur layanan kas kepada perbankan,

pemantauan kegiatan pengolahan uang dan layanan nasabah oleh perbankan dan perusahaan Cash in Transit (CIT), serta

optimalisasi kinerja sarana operasional kas.

Pilar 3, pengembangan layanan kas sebagai upaya Bank Indonesia untuk menjamin ketersediaan uang di seluruh wilayah

Indonesia dilakukan dengan peningkatan layanan kas Bank Indonesia yaitu layanan kas di kantor dan di luar kantor Bank

Indonesia. Strategi layanan kas luar kantor Bank Indonesia antara lain dilakukan melalui kerjasama dengan perbankan dan

pihak terkait lainnya, dalam bentuk perluasan kerjasama penukaran uang, peningkatan layanan kas di 7 wilayah terpencil

dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta penambahan 2 kas titipan baru.

Ke depan, seiring dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi, kebutuhan uang rupiah diperkirakan

meningkat dengan proyeksi sebesar 14,0%. Di tengah kondisi ini, faktor strategis yang terjadi di tahun 2011 antara lain

penggunaan uang kartal yang masih dominan, pengedaran uang kartal yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia

dan peningkatan kualitas uang diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2012. Mempertimbangkan hal ini, Bank

Indonesia akan melanjutkan kebijakan terkait dengan pengedaran uang mengacu pada tiga pilar rancangan kebijakan yang

telah dijalankan sebelumnya.

Page 14: Cover LSPPU R5

xii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 15: Cover LSPPU R5

1Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

BAGIAN 1

SISTEM PEMBAYARAN

Page 16: Cover LSPPU R5

2 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Bab 1Sekilas Sistem Pembayaran

Page 17: Cover LSPPU R5

3Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh luas terhadap sistem pembayaran di Indonesia.Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia bersama industri selalu berupaya untuk menjaga sistem pembayaran agar semakin efisien, cepat, aman dan andal.

Selama 2011, terjadi peningkatan aktivitas transaksi sistem pembayaran dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran tersebut karena perekonomian Indonesia yang berkinerja baik tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi yaitu mencapai 6,5% dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah yaitu 3,79%.

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran selama 2011 difokuskan kepada peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran.

Page 18: Cover LSPPU R5

4 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

2 Sumberdata:BadanPusatStatistik(www.bps.go.id)3 Sumberdata:BadanPusatStatistik(www.bps.go.id)4 Sumberdata:BadanPusatStatistik(www.bps.go.id)

5 Samuelson,P.A.andNordhaus,W.D.(1998). Economics,TheMcGraw-HillCompanies,Inc.Singapore.

PerekonomianIndonesiapadatahun2011menunjukkan

kinerjayangbaik,meskipunterjadiketidakpastian

ekonomiglobal.Haltersebuttercermindaripertumbuhan

ekonomiIndonesiayangmencapai6,5%2 meningkat

dibandingtahun2010yangmencapai6,1%3 dan

pencapaianinflasipadalevelyangrendahpadatahun

2011,yaitu3,79%4.Darisisidomestik,dayatahan

ekonomididukungolehkuatnyadayabelikarena

meningkatnyapendapatandanstrukturdemografiyang

sebagianbesarberadadalamusiaproduktif.Darisisi

eksternal,dayatahanperekonomianIndonesiadidukung

olehdiversifikasipasarekspordenganmeningkatnya

perdaganganintraregionaldikawasanAsiayangmasih

cukuptinggidansemakinmeningkatkanperanforeign

direct investment(FDI).Disampingfundamentalekonomi

yangkuat,responkebijakanyangtepatmampumenopang

ketahananperekonomianIndonesia.

Faktoryangberperandalampertumbuhanekonomisuatu

negara, pada umumnya terdiri dari sumber daya manusia,

sumberdayaalam,modaldanteknologi5.Sebagaisalah

satufaktorpentingyangberperandalampertumbuhan

ekonomi,kemajuanteknologisaatiniberpengaruhluas

terhadappenyelenggaraansistempembayaranIndonesia.

Sistempembayaran,sesuaipengertiannyamerupakan

suatusistemyangmencakupseperangkataturan,

lembaga,danmekanismeyangdigunakanuntuk

melaksanakanpemindahandanagunamemenuhisuatu

kewajibanyangtimbuldarisuatukegiatanekonomidan

sesuaiUUBankIndonesia,lembagayangmempunyai

kewenanganuntukmengaturpenyelenggaraansistem

pembayarandiIndonesiaadalahBankIndonesia.

Saatini,pihakyangmenyelenggarakansistem

pembayarandiIndonesiaadalahBankIndonesiadan

pihakdiluarBankIndonesiaatauindustripenyelenggara

sistempembayaran.Dalamhalini,BankIndonesia

menyelenggarakanSistemBI-RTGS,BI-SSSS,danSKNBI,

sedangkansistempembayaranyangdiselenggarakanoleh

pihakdiluarBankIndonesiaadalahpenyelenggaraan

APMK,KUPUdanUangElektronik.

DalampenyelenggaraansistempembayarandiIndonesia,

BankIndonesiabersamaindustriselaluberupayauntuk

menjagakelancaransistempembayaranyangsemakin

efisien,cepat,amandanandal.Denganpengembangan

tersebut,trenpemanfaatanlayananselamabeberapa

tahunterakhirmeningkat.Selamatahun2011,terjadi

peningkatantransaksimelaluisistempembayaran

dibandingkandengantahunsebelumnyasebagaimana

Tabel1.1danTabel1.2.

Perkembangandankelancarantransaksisistem

pembayarantersebut,tidakterlepasdarikeandalan

sistemdanperankemajuanteknologi.Keandalansistem

dimaksudtercermindaritingkatavailability sistem

BI-RTGSyangmerupakansistemsetelmendanadari

sebagianbesartransaksiyangdilakukanmelaluisistem

Page 19: Cover LSPPU R5

5Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Tabel 1.1Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai)

Tabel 1.2Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume)

Nilai (Rp Triliun) 2010 2011 YoY

RTGS*) 54.159,27 66.921,85 23,6% Pengelolaan Moneter 23.104,42 30.782,68 33,2% Transaksi pemerintah 2.507,08 3.276,34 30,7% Transfer Masyarakat 10.558,10 13.176,74 24,8% Setelmen Pasar Modal 2.362,95 2.097,71 -11,2% Valas Antar Bank 3.290,60 3.425,24 4,1% PUAB 4.723,21 5.403,79 14,4% Lain-Lain 7.612,91 8.759,35 15,1%KLIRING 1.747,70 1.970,60 12,8% Debet 1.260,11 1.412,21 12,1% Cek 160,41 181,67 13,3% BG 1.098,16 1.230,03 12,0% Instrumen debet lainnya 1,54 0,51 -66,9% Kredit 487,59 558,39 14,5%APMK & Uang Elektronik 2.165,75 2.660,62 22,8% Kartu ATM dan ATM/Debet 2.001,85 2.477,04 23,7% Kartu Kredit 163,21 182,60 11,9% Uang Elektronik 0,69 0,98 42,0%Total Transaksi pembayaran 58.072,72 71.553,07 23,2%

*) Revisi terkiniSumber : EDW BI

*) Revisi terkiniSumber : EDW BI

Volume (Ribu Transaksi) 2010 2011 YoY

RTGS*) 13.995,27 16.166,35 15,5% Pengelolaan Moneter 81,07 78,55 -3,1% Transaksi pemerintah 841,07 769,96 -8,5% Transfer Masyarakat 11.553,80 13.948,98 20,7% Setelmen Pasar Modal 60,37 65,44 8,4% Valas Antar Bank 133,79 112,85 -15,6% PUAB 97,43 95,59 -1,9% Lain-Lain 1.227,74 1.094,98 -10,8%KLIRING 90.960,99 99.179,07 9,0% Debet 41.058,78 41.921,14 2,1% Cek 3.575,46 3.674,12 2,8% BG 36.573,28 37.376,78 2,2% Instrumen debet lainnya 910,04 870,24 -4,4% Kredit 49.902,21 57.257,93 14,7%APMK & Uang Elektronik 2.037.654,29 2.512.711,78 23,3% Kartu ATM dan ATM/Debet 1.812.075,88 2.262.299,43 24,8% Kartu Kredit 199.036,43 209.352,20 5,2% Uang Elektronik 26.541,98 41.060,15 54,7%Total Transaksi pembayaran 2.142.610,55 2.628.057,20 22,7%

pembayaran. Selanjutnya salah satu contoh dari peran

kemajuan teknologi dalam mendukung kelancaran

transaksi sistem pembayaran adalah kerjasama

interkoneksi ATM Bank Mandiri dan Bank Central Asia

yang diresmikan pada tanggal 16 Januari 2012 oleh

Gubernur Bank Indonesia-Darmin Nasution. Interkoneksi

ini merupakan realisasi gagasan Bank Indonesia untuk

menguatkan dan memperluas jaringan ATM sehingga

memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi

pembayaran. Selain itu, sinergi antara kedua bank

tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing

industri perbankan nasional dalam menghadapi era

persaingan global.

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran

diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem

pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Fokus

kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran

selama tahun 2011 adalah peningkatan keamanan,

efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran

dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran. Hal

yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah semakin

meningkatnya transaksi pembayaran yang dilakukan

melalui sistem pembayaran, baik melalui Sistem BI-

RTGS, SKNBI, maupun saluran pembayaran lain seperti

kartu kredit, kartu ATM/Debet, dan uang elektronik.

Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh

Bank Indonesia selama tahun 2011 adalah (i) tahapan

pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi

II, (ii) standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip, (iii)

penyempurnaan ketentuan APMK, (iv) peningkatan

layanan pengelolaan rekening pemerintah.

Dari sisi penguatan infrastruktur, Bank Indonesia

menempuh kebijakan pengembangan Sistem BI-RTGS

dan BI-SSSS Generasi II. Pengembangan Sistem BI-RTGS

dan BI-SSSS Generasi II merupakan proyek inisiatif Bank

Indonesia untuk mengembangkan dan meningkatkan

performa layanan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang ada

saat ini. Selain itu, pengembangan tersebut dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan dan tren perkembangan

global atas kedua sistem tersebut, seperti peningkatan

efisiensi, layanan, dan kemampuan mitigasi risiko melalui

pengembangan yang merujuk pada international best

practices. Penyediaan advanced liquidity management

services dengan menerapkan hybrid system pada Sistem

BI-RTGS dan pengggunaan standard platforms yang

sangat penting untuk mendukung interoperabilitas, baik

untuk kebutuhan transaksi domestik maupun cross-border

sebagai persiapan menghadapi kondisi perekonomian

yang semakin terintegrasi.

Page 20: Cover LSPPU R5

6 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Darisisipenyediaaninformasi,pengembanganSistem

BI-RTGSdanBI-SSSSGenerasiIIjugaditujukanuntuk

penyediaaninformasiyangbersifatsegera(real-time)

gunamendukungpelaksanaanfungsiBankIndonesia

dibidangmoneter,perbankan,pemeliharaanstabilitas

sistemkeuangan,danpengawasansistempembayaran.

Selamatahun2011,telahdilakukanberbagaikoordinasi

dengan stakeholdersdipasarmodalsepertiBadan

PengaturdanPengawasPasarModal-LembagaKeuangan

(Bapepam-LK),DirektoratJenderalPengelolaanUtang

(DJPU)KementerianKeuanganRI,KustodianSentralEfek

Indonesia(KSEI),KliringPenjaminanEfekIndonesia(KPEI),

danBursaEfekIndonesia(BEI).Selainitu,selamatahun

2011telahmulaidilakukanpengembanganaplikasiSistem

BI-RTGSdanBI-SSSSGenerasiII.

KebijakanuntukpeningkatankeamanandilakukanBank

Indonesiadenganmewajibkanpenyelenggarakartu

ATM/debetmenggunakanteknologichip dan Personal

IdentificationNumber(PIN)palingkurang6(enam)digit.

ImplementasiteknologichippadakartuATM/debetselain

ditujukanuntukpeningkatankeamanantransaksikartu

ATM/Debet,jugauntukmeningkatkanefisiensibiaya

investasidanmemperkuatinfrastrukturteknologiindustri

kartuATM/debetdomestikditengahkekuatanindustri

pihakasing.

Dalamupayameningkatkanaspekkehati-hatiandan

perlindungankonsumenpadapenggunaanAPMK,Bank

IndonesiamelakukanpenyempurnaanketentuanAPMK

agarpelakudalamindustriAPMKdapatlebihberhati-hati

danmeningkatkanaspekperlindungankonsumendalam

penyelenggaraanAPMK.Pokok-pokokpenyempurnaan

yangutamamencakupaturanmengenaikerjasama

penyelenggaraAPMKdenganpihaklain,khususnya

denganperusahaanyangmelaksanakanpenagihan

kartukredit,sertapersyaratanyanglebihselektifuntuk

memperolehkartukredit.

Dalamrangkapeningkatanlayanan,BankIndonesia

melakukanpenyempurnaanSistemBankIndonesia

Government e-Banking(BIG-eB)untukmeningkatkan

layananpengelolaanrekeningpemerintah.

PenyempurnaanSistemBIG-eBtersebutdilakukandengan

penambahanfungsipadaaplikasiSistemBIG-eBdanon-

linetransaksiuntukrekeningtertentupemerintah.Selain

membantudalampengelolaanrekeningPemerintah,

halinisekaligusjugauntukmemudahkanpengelolaan

keuangannegara.

Sementaraitu,darisisipengawasan,penyelenggaraan

sistemBI-RTGSdanBI-SSSS,sampaidenganperiode

laporan,dapatterlaksanasecaraandaldilihatdariaspek

ketersediaanatautingkatavailabilitysistemBI-RTGS

yangmemenuhiservice levelyangtelahditetapkan,serta

tersedianyainfrastrukturback up system.Sedangkan

untukSKNBI,secarakeseluruhan,tidakterdapatgangguan

yangdapatmengganggukinerjaSKNBIdandidukung

puladenganinfrastrukturback up system.Pengelolaan

likuiditasolehpesertapadasistemBI-RTGSdanSKNBI

jugadapatberjalansesuaidenganmestinyadilihatdari

aspekterpenuhinyatargetthroughput guideline untuk

sistemBI-RTGSdankecukupanprefund untukSKNBI.

Selanjutnya,arahkebijakandanpengembangansistem

pembayarankedepan,akandifokuskanpadaupaya

untuk(i)peningkatankeamanandankeandalan

penyelenggaraanjasapembayaranmelaluipenerapan

mitigasirisikotermasukmemanfaatkankemajuan

teknologi,penguatankerangkahukum,penguatan

pengawasan,sertapeningkatanperanindustrijasa

pembayarannasional;(ii)peningkatanefisiensi

penyelenggaraanjasapembayarannasional,termasuk

mendorongterciptanyainteroperabilitasdaninterkoneksi

diantaraberbagaipenyelenggarajasapembayaran;(iii)

peningkatanperlindungankonsumenmelaluipeningkatan

transparansiolehpelakujasapembayaran,serta

penguatanpengaturanperlindungankonsumen.

Upayatersebutdilakukanantaralaindenganmelanjutkan

pengembanganSistemBI-RTGSdanBI-SSSSGenerasi

II,implementasikartuATM/debetberbasischip

secarabertahap,pengembanganNPGdanpersiapan

standardisasiuangelektronikuntukmewujudkan

interoperabilitasdalampenyelenggaraanuangelektronik,

sertapersiapanimplementasiMasyarakatEkonomiASEAN

(MEA)2015.

Page 21: Cover LSPPU R5

7Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Untukmeningkatkanefisiensisistempembayaran,Bank

IndonesiamengembangkanNPG.PengembanganNPG

tersebutmenitikberatkanpadaupayamengarahkan

industrisistempembayaranuntukbekerjasama

menciptakanplatformstandarsistematauinfrastruktur

yangdapatdigunakanbersama.Upayainidiharapkan

dapatmeningkatkanefisiensisecaranasional.

Masing-masingpelakusistempembayarantidakperlu

melakukaninvestasiuntukinfrastrukturyangsamatanpa

penggunaanyangoptimal.Dengandemikian,investasi

dapatdialokasikanuntukmemperluasakseskedaerah

pelosok(remote area)yangmasihminiminfrastruktur

teknologisistempembayarannya.

Masihdalamrangkapeningkatanefisiensi,disisi

penyelenggaraanuangelektronik,BankIndonesia

mengupayakanterwujudnyastandardisasiuang

elektronik.Standardisasiuangelektronikdilakukanuntuk

mempermudahinteroperabilitasantarpenyelenggara

uangelektronik.

Selainitu,dalamrangkapersiapanimplementasi

MasyarakatEkonomiASEAN(MEA)2015,dibidang

sistempembayaranBankIndonesiatelahberperanaktif

melaluiberbagaikegiatandankoordinasidengannegara

ASEANdalamforumWorking Committee on Payment

and Settlement Systems(WC-PSS).ImplementasiMEA

tahun2015diprediksiakanmeningkatkanvolumedan

nilaitransaksiekonomilintasbataskawasanASEAN

(intra-ASEANcross-border transactions).Peranaktif

BankIndonesiadanbanksentralnegaraASEANdalam

wadahWC-PSSmerupakanlangkahawaldalammenilai

kesiapansistempembayarandansetelmenASEAN

dalamrangkamendukungintegrasikeuanganASEAN.

Haltersebutmenjadipentingkarenapenyelenggaraan

sistempembayarandansetelmenyangefisiendan

amanditingkatregionalASEANmerupakankebutuhan

dasaruntukmenunjangkelancaranaktivitasekonomi

antarnegaraASEANtersebut.

Selanjutnyalaporaniniakanmemaparkaninformasi

secarakomprehensifmengenaisistempembayaran,yang

meliputiperkembangan,kebijakan,pengawasan,danarah

pengembangansistempembayarankedepanpadabab-

babselanjutnya.

Page 22: Cover LSPPU R5

8 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran

Halamaninisengajadikosongkan

Page 23: Cover LSPPU R5

9Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja

Sistem Pembayaran

Page 24: Cover LSPPU R5

10 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Perkembangan transaksi keuangan yang melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian Indonesia yang mampu berkinerja lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 mencapai Rp71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp58,07 ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 miliar transaksi.

Saat ini sistem pembayaran di Indonesia diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan pihakdi luar Bank Indonesia atau industri sistem pembayaran. Sistem BI-RTGS dan SKNBI merupakan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, sementara APMK, uang elektronik, dan KUPU diselenggarakan oleh industri sistem pembayaran baik berupa bank maupun lembaga selain bank.

Selain menyelenggarakan sistem pembayaran, Bank Indonesia bersama dengan industri senantiasa mengupayakan sistem pembayaran yang semakin efisien, cepat, aman, dan andal guna mendukung aktivitas perekonomian Indonesia.

Page 25: Cover LSPPU R5

11Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

6 Risikosistemikadalahrisikoyangdisebabkanolehsatupesertatidakdapatmemenuhikewajibannyayangberdampakpadaterjadinyaketidakmampuanseluruh peserta dalam sistem untuk memenuhi kewajibannya .

2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia

Selama periode laporan perkembangan transaksi keuangan

melalui sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh

Bank Indonesia, baik Sistem BI-RTGS maupun SKNBI

mengalami peningkatan nilai dan volume transaksi

dibandingkandengantahunsebelumnya(Grafik2.1).

Aktivitastransferkeuanganelektronikyangdiproses

oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI

mencapai nilai Rp68,89 ribu triliun atau meningkat sebesar

23,23% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

mencapai nilai Rp55,91 ribu triliun. Sementara itudari sisi

volume transaksi, mencapai 115,34 juta transaksi atau

meningkat sebesar 9,90% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang mencapai 104,96 juta transaksi.

Perkembangan Transaksi melalui Sistem BI-RTGS

AktivitastransaksipembayaranmelaluiSistemBI-RTGS

pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan

dengantahunsebelumnya(Grafik2.2).Nilaitransaksi

yang penyelesaiannya dilakukan melalui Sistem BI-

RTGS pada tahun 2011 mencapai Rp66,92 ribu triliun

atau naik sebesar 23,56% dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang mencapai Rp54,16 ribu triliun dengan

volume transaksi tercatat sebanyak 16,17 juta transaksi

atau naik sebesar 15,51% dibandingkan dengan tahun

2010. Dengan demikian, rata-rata harian transaksi yang

dilakukan melalui Sistem BI-RTGS tahun 2011 mencapai

nilai Rp270,94 triliun dengan volume sebesar 65,45 ribu

transaksi.Dengannilaiyangtinggiini,sistemBI-RTGS

dikategorikan sebagai Systemically Important Payment

System (SIPS), yaitu sistem yang memproses transaksi

bernilai besar dengan potensi risiko sistemik6.

Transaksitransferelektronikyangdiprosesmelaluisistem

BI-RTGSmeliputitransaksimasyarakat,pasaruangantar

bank(PUAB),valutaasing,pasarmodal,pengelolaan

moneter,dantransaksiyangdilakukanuntukkepentingan

pemerintah.

Peningkatan nilai transaksi melalui BI-RTGS terutama

disebabkan oleh meningkatnya transaksi pengelolaan

moneter yang memiliki pangsa 45,99% dari total nilai

transaksiBI-RTGS(Grafik2.3).Nilaitransaksipengelolaan

moneter tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar

Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia

����������������������

��

��

��

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����������������������

�����������

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

Page 26: Cover LSPPU R5

12 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Grafik 2.3Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS

33,23%(Tabel2.1)dibandingkandengantahun2010.

Peningkatan nilai tersebut mengindikasikan meningkatnya

kegiatan pengelolaan moneter yang dilakukan Bank

Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas moneter dan

sistem keuangan.

Sementara itu, peningkatan volume transaksi melalui BI-

RTGS disebabkan oleh meningkatnya transaksi masyarakat

yang memiliki pangsa 86,28% dari total volume transaksi

BI-RTGS(Grafik2.4).Volumetransaksimasyarakatditahun

2011 mengalami peningkatan sebesar 20,73% (Tabel

2.1).Peningkatanvolumetransaksimasyarakattersebut

Grafik 2.2Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS

menunjukkanbahwasampaisaatinitransferdanamelalui

SistemBI-RTGSmasihmenjadipilihanselaintransfer

melalui SKNBI dan APMK. Hal tersebut juga menunjukkan

bahwasebagianmasyarakatmembutuhkansistemtransfer

danayanglebihcepat.Dariperspektifefisiensisistem

pembayaran, Sistem BI-RTGS mendukung percepatan

penyelesaiantransaksidanefisiensidarisisiwaktu.

Grafik 2.4Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS

Tabel 2.1Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI RTGS

PUAB 4.723 5.404 14,41

Masyarakat 10.558 13.177 24,80

Transaksi Valas 3.291 3.425 4,09

Setelmen Pasar Modal 2.363 2.098 (11,22)

Transaksi Pemerintah 2.507 3.276 30,68

Pengolahan Moneter 23.104 30.783 33,23

Lainnya 7.613 8.759 15,06

Total 54.159 66.922 23,56

PUAB 97.732 95.585 (1,90)

Masyarakat 11.553.796 13.948.983 20,73

Transaksi Valas 133.786 112.852 (15,65)

Setelmen Pasar Modal 60.372 65.444 8,40

Transaksi Pemerintah 841.071 769.957 (8,46)

Pengolahan Moneter 81.068 78.552 (3,10)

Lainnya 1.227.743 1.094.979 (10,81)

Total 13.995.268 16.166.352 15,51

Jenis Transaksi BI-RTGS 2010 2011 % Growth

Nilai (Triliun)

Jenis Transaksi BI-RTGS 2010 2011 % Growth

Volume�

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

������������������ �������������������

�����������

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

�����

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������

������

�����

�����

�����

�����

������

����

�����

�������

�������

����������

�����������

����������

����

�����

�������

�������

����������

�����������

����������

�����

������

����������

�����

����������

Page 27: Cover LSPPU R5

13Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Grafik 2.5Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS

Aktivitas Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)

Sehubungan dengan kegiatan penatausahaan surat

berharga pada BI-SSSS, pada periode laporan, telah

ditatausahakan transaksi surat berharga dengan nilai

mencapai Rp17,86 ribu triliun atau meningkat sebesar

35,41% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

mencapai Rp13,19 ribu triliun. Sementara itu di sisi

volume transaksi mencapai 122,17 ribu atau meningkat

sebesar 15,07% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yangmencapai106,17ribu(Grafik2.5).Dengandemikian

rata-rata harian transaksi surat berharga melalui BI-

SSSS pada periode laporan mencapai nilai Rp72,3 triliun

dengan volume sebesar 495 transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan, peserta BI-SSSS

terdiri dari 142 bank, 16 non bank dan 16 sub registry.

Perkembangan Transaksi melalui SKNBI

AktivitastransaksimelaluiSKNBIpadatahun2011

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya(Grafik2.6).NilaitransaksimelaluiSKNBI

pada tahun 2011 mencapai Rp1,97 ribu triliun atau

naik sebesar 12,75% dengan volume transaksi tercatat

sebanyak 99,18 juta transaksi atau naik sebesar 9,03%

dibandingkan dengan tahun 2010. Dengan demikian rata-

rata harian transaksi yang dilakukan melalui SKNBI tahun

2011 mencapai nilai Rp7,95 triliun dengan volume sebesar

399,92 ribu transaksi. Adapun jumlah peserta SKNBI

sampai akhir periode laporan sebesar 141 peserta bank.

Pengelolaan Daftar Hitam Nasional (DHN)

Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap

instrumenpembayarancekdan/atauBilyetGiro(BG),

Bank Indonesia perlu menjaga kredibilitas cek dan/atau

BG mengingat alat pembayaran non tunai berupa cek

dan/atauBGtersebutsangatpentingbagikelancaran

sistem pembayaran.

Dalam praktek, pembayaran menggunakan cek dan BG

masih memiliki permasalahan risiko gagal bayar karena

saldotidakcukupataurekeninggirotelahditutupyang

dikenaldenganistilahcekdan/atauBGkosong.Dalam

rangka pencegahan penarikan cek dan BG kosong

tersebut, bank secara self assessment melakukan

penetapanidentitaspenarikcek/BGkosongdalamDHN

berdasarkan kriteria yang diatur dalam PBI No.8/29/

PBI/2006tanggal20Desember2006tentangDaftarHitam

Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan SE

BINo.9/13/DASPtanggal19Juni2007perihalDaftarHitam

Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.

Persentase perbandingan jumlah warkat Cek dan/atau

Bilyet Giro kosong terhadap total warkat penyerahan

Grafik 2.6Perkembangan Transaksi melalui SKNBI

���

�����

�����

�����

�����

�����

������������������ �������������������

�����������

��

��

��

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

�������������� ����������

���������������������

���� ����

�����

�����

�����

�����

������

������

��

��

���

���

���

���

���

���

��

��

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ��

Page 28: Cover LSPPU R5

14 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

bank pada periode laporan mengalami penurunan dari

1,24% pada tahun 2010 menjadi 1,15% pada tahun 2011.

Demikian pula persentase perbandingan jumlah nominal

penarikan cek dan/atau BG kosong mengalami penurunan

dari 1,13% pada tahun 2010 menjadi 1,07% pada tahun

2011.

Selama dua tahun terakhir, penarikan BG kosong baik sisi

volume maupun nilai lebih besar dibanding penarikan

cek kosong. Pada periode laporan, dari sisi volume, porsi

penarikan BG kosong sebesar 73%, sedangkan dari sisi nilai

sebesar 63%. Sementara itu, porsi penarikan cek kosong

dari sisi volume sebesar 27% dan dari sisi nilai sebesar 37%.

Kinerja Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Untuk mengetahui kinerja sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan

SKNBI, Bank Indonesia menggunakan ukuran ketersediaan

(availability)7 sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI bagi

pesertanya. Ukuran ketersediaan (availability)sistem

tersebutmenunjukkantingkatkeandalanSistemBI-RTGS,

BI-SSSS dan SKNBI yang diselenggarakan Bank Indonesia.

Padaperiodelaporan,tingkatavailability sistem BI-RTGS,

BI-SSSSdanSKNBImencapaitingkatyangsesuaidengan

service level yang telah ditetapkan.

Upaya Menjaga Keamanan dan Keandalan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI melalui Business Continuity Plan, Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan, dan Member Certification

Business Continuity Plan

Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara sistem

BI-RTGS,BI-SSSSdanSKNBI,BankIndonesiasenantiasa

berupaya menjamin kelancaran sistem secara keseluruhan

yang andal baik dalam kondisi normal maupun dalam

kondisi darurat.

Grafik 2.7Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011

Grafik 2.8Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011

Tabel 2.2Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara

Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank

2010 28.267 55.049.854 1.666.300.622,28 684.943 18.763.993,39 1,24% 1,13%

2011 25.527 56.755.303 1.881.841.642,34 652.723 20.178.539,22 1,15% 1,07%

Jumlah Nasabah Yang Tercantum Dalam DHN

Total Warkat Penyerahan

Volume Volume Volume NominalNominal (Rp Juta) Nominal (Rp Juta)

Cek & Bilyet Giro Kosong Perbandingan Cek & Bilyet Giro

Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Tahun

7 Ketersediaan (availability)sistemBI-RTGS,BI-SSSSdanSKNBIadalahprosentaseperbandingan jumlah aktual waktu operasional Sistem BI-RTGS,BI-SSSS dan SKNBI terhadap jumlah waktu operasional normal secara keseluruhan.

���������� ������������������

���

���

���������� ������������������

���

���

Page 29: Cover LSPPU R5

15Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Selama periode laporan, untuk menjamin keandalan

sistem back-up telah dilakukan uji coba environment

sebanyak empat kali. Selain itu, dilakukan juga operasional

secara live sebanyak dua kali dengan menggunakan

infrastrukturteknologiinformasidilokasiDisaster

Recovery Centre (DRC)BankIndonesia.

Sementaraitu,untukmemastikanseluruhinfrastruktur

dalam keadaan siap apabila diperlukan dalam keadaan

darurat,setiapbulandilakukanjugapengecekan

infrastrukturdilokasiDRCdanBackup Front Office (BFO).

Untukmemberikanalternatifsaranaback-up kepada

peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, Bank Indonesia

menyediakanfasilitasguest bank. Selama tahun 2011

terdapat6Pesertayangmenggunakanfasilitasguest

bank tersebut. Guna meningkatkan kompetensi peserta

dalampemanfaatanfasilitasguest bank, Bank Indonesia

memberikanpelatihanguest bank, dan selama periode

laporan,telahdilakukan12kalipelatihankepadapeserta

sistem BI-RTGS/BI-SSSS.

Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan

Untuk menjembatani komunikasi antara penyelenggara

dan seluruh peserta, terutama untuk menyelesaikan

berbagai permasalahan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS

dan SKNBI, telah dibentuk user group. Agar kegiatan user

groupmenjadiefektif,keanggotaanuser group dibagi

menjadi dua yaitu level manajerial dan level operasional.

Pada periode laporan, telah diselenggarakan satu kali

pertemuan.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan Bank Indonesia

sebagai central registry kepada sub registry, telah

dilaksanakan pertemuan sub registry BI-SSSS pada

Desember2011,dimanadalamforumpertemuan

tersebutdilakukandiseminasiinformasiterkiniterkait

penyelenggaraan BI-SSSS. Selanjutnya, pada Mei dan

November2011,jugatelahdilakukanpertemuanforum

kepesertaan sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI dalam

rangka knowledge sharing. Sementara itu, guna melakukan

diseminasiinformasiterkinimengenaipenyelenggaraan

SKNBI,telahdilakukanpertemuaninformasiterkini

mengenai penyelenggaraan SKNBI, telah dilakukan

pertemuan tahunan dengan seluruh penyelenggara kliring

lokal dalam dua tahap yaitu di Makassar pada September

2011 dan di Bandung pada Oktober 2011.

Di samping itu, pada Oktober 2011 Bank Indonesia bekerja

samadenganForumKomunikasiKliringJakarta(FKKJ)

mengadakan workshop mengenai penyelenggaraan SKNBI

dan outing untuk meningkatkan capacity building bagi

petugas kliring di wilayah kliring lokal Jakarta.

Member Certification (MC)

Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS, BI-

SSSS, dan SKNBI melakukan kegiatan Member Certification

untukmemastikanbahwasemuapersyaratanminimal

sebagai Peserta Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI serta

PenyelenggaraKliringLokal(PKLselainBankIndonesia)

dan calon peserta sistem telah dipenuhi. Di samping

itu,kegiatanMCjugauntukmemastikankepatuhan

(compliance)pesertadancalonpesertasistemuntuk

memitigasipotensirisikodarisisiPeserta.Aspekpenilaian

dalammelakukanMCmeliputiaspekkeamanandan

keandalaninfrastruktur,proseduroperasional,lingkungan

peserta sistem, dan perlindungan konsumen dengan

mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Darihasilpenilaian,diperolehhasilpemetaanprofil

risiko (risk profile)PesertaSistemBI-RTGS,BI-SSSSdan

SKNBIdanprofilpeserta(member profile).Pesertayang

termasuk ke dalam kategori risiko menengah dan risiko

tinggimenjadiprioritasdalampelaksanaanon site visit

MC. Selama periode laporan, telah dilaksanakan on site

visit terhadap empat bank yang mewakili bank dengan

levelrisikotinggi(high risk) dan risiko menengah (medium

risk).Secarakeseluruhan,Pesertayangmenjadiobjekon

site visit MC tersebut telah menyatakan komitmennya

untuk melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap

semua hasil temuan Tim MC.

Selanjutnya, pada tahun 2011, Bank Indonesia juga telah

membuat Pedoman Pelaksanaan On Site Visit dalam

rangka MC terhadap Sub Registry. Adapun aspek-aspek

yangdiamatidanditelitiantaralainaspekorganisasidan

sumberdayamanusia(SDM),aspekstandard operating

Page 30: Cover LSPPU R5

16 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

procedures, aspek bisnis proses dan aspek pelaporan sub

registry. Pada periode laporan, telah dilaksanakan on site

visit terhadap 3 sub registry di Indonesia. Secara umum,

semua Sub Registry yang menjadi sampling kegiatan on

site visit MC telah memenuhi persyaratan dan pelaksanaan

tugas sebagai sub registry.

2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Pihak di Luar Bank Indonesia

Saat ini penyelenggaraan sistem pembayaran yang

diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia

meliputipenyelenggaraanAPMK(kartukredit,kartu

ATM,dankartuATM/debet),uangelektronik,dan

kegiatan usaha pengiriman uang. Selama tahun 2011,

terjadi peningkatan transaksi keuangan melalui sistem

pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank

Indonesia, baik itu melalui kartu kredit, kartu ATM, kartu

ATM/debet, uang elektronik maupun KUPU.

Aktivitas Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit

Jumlah kartu kredit yang beredar pada akhir tahun 2011

mencapai 14,78 juta kartu atau meningkat sebesar 8,92%

dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,57 juta kartu.

Meningkatnya jumlah kartu tersebut turut pula

mendorongpeningkatanpenggunaannya(Grafik2.10).

Selama tahun 2011 nilai transaksi menggunakan kartu

kredit mencapai 182,60 triliun, meningkat sebesar 11,88%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai

163,21 triliun. Sementara itu di sisi volume transaksi

mencapai 209,35 juta transaksi, meningkat sebesar 5,18%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai

199,04 juta transaksi.

Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet

Pada akhir tahun laporan, total kartu ATM dan ATM/

debet yang beredar mencapai 63,38 juta kartu. Jumlah

tersebut meningkat sebesar 22,75% dibandingkan dengan

akhir tahun sebelumnya yang mencapai 51,64 juta kartu.

Darijumlahtersebutsebanyak59,76jutakartu(94,29%)

merupakankartuATM/debet,yangselainberfungsi

untuk melakukan transaksi di terminal ATM, juga dapat

berfungsisebagaikartudebetuntukdigunakandalam

transaksi belanja di pedagang (merchant).Sampaidengan

akhirperiodelaporanterdapat46bankyangbertindak

sebagai penerbit kartu ATM/debet. Sementara itu jumlah

kartu ATM beredar sampai dengan akhir tahun laporan

adalahsebanyak3,62jutakartu(5,71%)yangditerbitkan

oleh47bankdan8BankPerkreditanRakyat(BPR).

Dengan peningkatan jumlah kartu ATM dan ATM/

debet beredar tersebut, mendorong peningkatan

aktivitastransaksimenggunakankartuATMdanATM/Grafik 2.9

Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar

��

��

��

��

����������

���� ����

������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

Grafik 2.10Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit

������������������ �����������������������

�����������

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

Page 31: Cover LSPPU R5

17Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

debet(Grafik2.12).Padatahun2011,nilaitransaksi

menggunakan kartu ATM dan ATM/debet mencapai

Rp2,48 ribu triliun atau meningkat sebesar 23,74%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai

2,0 ribu triliun. Sementara itu, volume transaksi

menggunakan kartu ATM dan kartu ATM/debet mencapai

2,26 miliar transaksi atau meningkat sebesar 24,85%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai

1,81 miliar transaksi. Dengan demikian rata-rata harian

transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/debet pada

periode laporan mencapai nilai Rp6,79 triliun dengan

volume sebesar 6,2 juta transaksi.

Sampai dengan akhir periode laporan, jumlah penerbit

dan prinsipal kartu ATM/debet di Indonesia masing-

masing berjumlah 100 penerbit dan 6 prinsipal.

Aktivitas Uang Elektronik

Sampai akhir periode laporan, terdapat 11 penerbit uang

elektronik yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia

baik yang berbasis chip maupun media berbasis server.

Adapun jumlah uang elektronik yang beredar baik yang

berbasis chip maupun berbasis server mencapai sekitar

14,30 juta, meningkat sebesar 80,69% dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang mencapai 7,91 juta.

Aktivitastransaksimenggunakanuangelektronikpada

tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan

dengantahunsebelumnya(Grafik2.13).Nilaitransaksi

menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2011 mencapai

Rp981,30 miliar atau naik sebesar 41,51% dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp693,47 miliar.

Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 41,06 juta

transaksi atau naik sebesar 54,70% dibandingkan dengan

tahun sebelumnya yang mencapai 26,54 juta transaksi.

Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang dilakukan

dengan menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2011

mencapai nilai Rp2,69 miliar dengan volume sebesar

112,49 ribu transaksi.

Grafik 2.11Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/debet Beredar

Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik

���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������

��

��

��

��

��

��

��

����������

Grafik 2.12 Perkembangan Transaksi MenggunakanKartu ATM dan ATM/debet

��

���

���

���

���

���

������������������ �����������������������

�����������

��

���

���

���

���

���� ������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ������ ������ ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ������ ������

��

��

��

��

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

���������������

������

����������������� �������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

Page 32: Cover LSPPU R5

18 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Perkembangan Penyelenggara KUPU Selain Bank

Mekanisme pengiriman uang melalui penyelenggara

KUPU selain bank telah berjalan sejak lama terutama

untuk mengakomodasi kegiatan pengiriman uang oleh

tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Pada umumnya

pengguna jasa penyelenggara KUPU ini adalah tenaga

kerjayangbergerakdisektorinformalsepertipembantu

rumah tangga, buruh bangunan dan buruh perkebunan

yang pada umumnya merupakan masyarakat yang kurang

mengenal perbankan.

Padaawalnyakegiatantransferdanainibanyak

dilakukanmelaluijalurinformal,sepertiindividuatau

agen-agen TKI. Seiring dengan berkembangnya potensi

pasar yang demikian besar, banyak bermunculan agen-

agen pengiriman dan penerimaan uang termasuk

perusahaan-perusahaan asing selaku penyelenggara yang

telah bekerjasama dengan agen-agen pengiriman dan

penerimaan uang yang secara bisnis telah bergeser ke

jalurformal.

Untukmencegahdimanfaatkannyamediapengiriman

uang ini untuk kegiatan money laundering, Bank

Indonesia telah mengeluarkan ketentuan di bidang

kegiatan pengiriman uang dengan cara mendorong

terjadinya shifting daripenyelenggarainformalmenjadi

penyelenggaraformal.

Sampai dengan akhir periode laporan, terdapat 94

penyelenggara KUPU yang telah memperoleh izin dari

Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, 59 merupakan

penyelenggara badan usaha berbadan hukum,18

badanusahatidakberbadanhukum(Commanditaire

VennootschapdanUsahaDagang)dan17perorangan.

Pelaporan transaksi pengiriman uang oleh penyelenggara

KUPU selain bank pada pada periode laporan dari sisi nilai

mencapai Rp10,72 triliun dengan volume sebesar 2,13

juta transaksi.

Aktivitasterbesartransaksipengirimanuangdarisisinilai

transaksi pada periode laporan, adalah pengiriman uang

dariluarnegeridenganporsinilai49,06%(Rp5,26triliun)

danvolume82,51%(1,759.41ributransaksi).Pengiriman

uangdomestik(antarwilayahdiIndonesia)denganporsi

nilai40,40%(Rp4,33triliun)danvolume15,26%(325,34

ributransaksi).Sedangkansisanyapengirimanuangdari

Indonesia ke luar negeri dengan porsi nilai 10,54% (Rp1,13

triliun)danvolume2,23%(47,55ributransaksi).

Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia

menunjukkan perkembangan jenis sistem

pembayaran yang beroperasi di Indonesia, mekanisme

penyelenggaraannya, penyelenggara serta peserta

sistem pembayaran tersebut sebagaimana dalam

Tabel Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia

(Tabel2.3).

Grafik 2.14Pangsa Volume Transaksi KUPU

Grafik 2.15Pangsa Nilai Transaksi KUPU

������������������������

��������������������������

������������������

������

�����������

������������������������

��������������������������

������������������

������

������

������

Page 33: Cover LSPPU R5

19Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Bank Indonesia - Real Time Gross

Settlement System (BI-RTGS)

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

(SKNBI)

Bank Indonesia Scripless Securities

Settlement System (BI-SSSS)

Central Depository and Book Entry

Settlement System (C-Best)

Mekanisme setelmen USD/IDR Payment

Versus Payment (PvP)

Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Nasional)

Internal ATM Bank (Proprietary ATM)

- Transfer Kredit

- Transaksi menggunakan central bank money

- Lebih diutamakan untuk transaksi nilai besar

dan bersifat penting seperti transaksi

pengelolaan moneter, transaksi pemerintah,

transaksi Pasar Uang Antar Bank, transaksi

setelmen hasil kliring antar bank dan kliring

pasar modal

- Setelmen untuk transaksi surat berharga

(SBI dan SUN) yang setelmennya dilakukan

pada sistem Bank Indonesia Scripless Secu

rities Settlement System (BI-SSSS)

- Mekanisme gross settlement dan bersifat no

money no game

- Transfer Kredit untuk transaksi ritel dengan

nilai di bawah Rp100 juta

- Kliring warkat debet (cek, bilyet giro, nota

debet lainnya)

- Mekanisme net settlement

- Untuk kliring debet berlaku mekanisme no

money no game

- Berfungsi sebagai sarana setelmen dan

pencatatan kepemilikan surat berharga

secara elektronis

- Setelmen surat berharga yang dilakukan

melalui BI-SSSS dilakukan secara DvP

- Setelmen dana untuk penyelesaian sisi dana

dari transaksi sekuritas yang diperdagangkan

di pasar modal

- Setelmen dana dilakukan melalui 4 bank

setelmen yang menjadi tempat rekening

anggota bursa

- Penyelesaian (setelmen) dari transaksi-

transaksi jual-beli Dolar Amerika Serikat

(USD) terhadap Rupiah (IDR) antar-bank di

Indonesia

- Dilakukan melalui BI RTGS untuk sisi IDR

dan melalui USD CHATS untuk USD

- Transfer dana elektronik menggunakan

kartu ATM

Transfer dana elektronik dengan menggunakan

kartu ATM untuk pemindahbukuan antar

rekening di bank yang sama

- Bank Indonesia

- Bank Indonesia

- Bank Indonesia

- PT. Kustodian Sentral Efek

Indonesia (KSEI)

Bank Indonesia untuk sisi IDR dan

Hong Kong Monetary Authority

untuk USD

- PT. Artajasa Pembayaran

Elektronis (ATM Bersama)

- PT. Rintis Sejahtera (PRIMA)

- PT. Alto Network (ALTO)

Beberapa bank yang menyediakan

fasilitas tersebut

- 184 bank termasuk unit usaha syariah

- 4 Lembaga Selain Bank (LSB)

- Bank Indonesia

- 141 bank termasuk unit usaha syariah

- Bank Indonesia

- 142 Bank umum termasuk unit usaha syariah

- 16 Sub registry yang terdiri atas bank yang

serupa dengan lembaga custodian

- 16 lembaga selain bank

- Bank Indonesia

- Seluruh anggota Bursa Efek Indonesia

39 Bank umum termasuk unit usaha syariah

- 76 bank anggota

- 49 bank anggota

- 17 bank anggota

Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta

Tabel 2.3Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia

Page 34: Cover LSPPU R5

20 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran

Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Internasional)

Jaringan Prinsipal Kartu Debet (Nasional)

Jaringan Prinsipal Kartu Debet

(Internasional)

Internal Debit Bank (Propietary Debit)

Jaringan Prinsipal Kartu Kredit

Uang Elektronik

Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Non bank

Money Transfer Operator (Penyediaan sistem

pemrosesan transfer dana)

- Transfer dana elektronik menggunakan

kartu ATM

- Transfer dana secara elektronik melalui

point of sales (jaringan yang terpasang pada

merchant)

Transfer dana elektronik dengan menggunakan

kartu debet untuk pemindahbukuan antar

rekening di bank yang sama

- Pembayaran secara elektronik menggunakan

kartu kredit

- Pembayaran secara elektronik dimana nilai

uang tersimpan pada instrumen/device yang

digunakan

- Pengiriman uang ke luar wilayah RI, ke

dalam wilayah RI, dan dalam wilayah RI

Menyediakan sistem/jaringan dalam kegiatan

transfer dana baik ke luar wilayah Republik

Indonesia, ke dalam wilayah Republik Indonesia,

maupun dalam wilayah Republik Indonesia.

- Mastercard International

(Cirrus)

- Visa International (Plus)

- China UnionPay

- PT. Rintis Sejahtera

(Debet Prima)

- PT. Artajasa Pembayaran

Elektronis (Debet ATM

Bersama)

- PT. Alto Network (ALTO Debet)

- Mastercard International

(Maestro)

- Visa International (Electron)

- China UnionPay

Beberapa bank yang menyediakan

fasilitas tersebut

- Visa International

- Mastercard International

- JCB

- American Express

- China UnionPay

- Bank dan lembaga non bank

- Perusahaan Telekomunikasi

- Kantor Pos

- Pegadaian

- Perusahaan Jasa Titipan yang

menyelenggarakan jasa

pengiriman uang

- Badan Usaha

- Perorangan

Western Union

Money Gram

FireCash BCA sebagai MTO

domestik

- 13 bank termasuk konvensional dan Unit

Usaha Syariah (UUS)

- 14 bank termasuk konvensional dan Unit

Usaha Syariah (UUS)

- 2 bank anggota

- 29 bank termasuk konvensional dan Unit

Usaha Syariah (UUS)

- 7 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha

Syariah (UUS)

- 3 bank anggota

- 15 bank anggota

- 11 bank anggota

- 2 bank anggota

- 20 bank anggota

- 18 Bank umum dan 1 lembaga selain bank

- 2 bank anggota

- 1 bank

- 2 bank

- 6 Bank

- 4 Perusahaan telekomunikasi

- 1 Perusahaan

Beberapa bank, PT. Pos Indonesia, dan badan

usaha-badan usaha bukan bank yang menjadi

agen Western Union

Beberapa bank dan badan usaha-badan usaha

bukan bank yang menjadi agen Money Gram

Terhubung dengan 44 institusi di luar negeri dan

sebagai encashment point di

905 Cabang BCA

Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta

Page 35: Cover LSPPU R5

21Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Bab 3Kebijakan Sistem Pembayaran

Page 36: Cover LSPPU R5

22 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal.

Selama tahun 2011, kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia antara lain adalah tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip, penyempurnaan ketentuan APMK,dan peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah.

Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan tetap difokuskan pada upaya untuk peningkatan efisiensi, keamanan dan keandalan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran nasional, serta peningkatan perlindungan konsumen melalui penerapan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran dan penguatan peraturan perlindungan konsumen.

Page 37: Cover LSPPU R5

23Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

8 Merujuk pada Principles for Financial Market Infrastructures (FMIs) dari Bank for International Settlements (BIS) dan International Organization of Securities Commissions (IOSCO) yang akan diterbitkan pada tahun 2012, FMIs meliputi: Sistem Pembayaran Antar-Bank bersifat Systemically Important (Systemically Important Payment Systems/SIPS); Securities Settlement Systems (SSS) dan Central Securities Depositories (CSDs); securities Central Counterparties (CCPs); dan Trade Repositories (TRs)

9 Direkomendasikan dalam: - Core Principles for SIPS dari BIS di tahun 2001; - Recommendations for SSS dari BIS dan IOSCO di tahun 2001; dan - Principles for FMIs dari BIS dan IOSCO yg akan diterbitkan pada tahun 2012

3.1 Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II

Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi

berdampak pada perkembangan infrastruktur pasar

keuangan (financial market infrastructures-FMIs)8 di

Indonesia. FMIs yang saat ini ada di Indonesia antara lain

adalah Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang masing-masing

telah dioperasikan sejak tahun 2000 dan 2004.

Dalam rangka meningkatkan performa layanan

Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, yang selama ini telah

memainkan peranan penting dalam sistem keuangan

dan perekonomian Indonesia, sejak tahun 2008

Bank Indonesia mulai melakukan pengembangan

Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Hal-hal yang

melatarbelakangi pengembangan tersebut adalah:

- Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) dari kedua FMIs tersebut tidak lagi mendapat

dukungan pemeliharaan terkait isu obsoleteness;

- Prospek pertumbuhan transaksi di pasar keuangan

Indonesia dan transaksi ekonomi lainnya di masa

depan sangat signifikan, sehingga menuntut

operasionalisasi infrastruktur TIK dengan kapasitas

pemrosesan yang dapat terus ditingkatkan;

- Tren penggunaan infrastruktur TIK yang dapat

mendukung penyelenggaraan FMIs dengan

tingkat ketersediaan layanan yang tinggi dan fitur

pengamanan yang andal9, telah menjadi standar

internasional untuk infrastruktur TIK dari FMIs;

- Tren penyelenggaraan FMIs di banyak negara lainnya

yang telah menggunakan standar internasional

dengan tujuan untuk menyelenggarakan FMIs

domestik yang semakin efisien dan aman. Di samping

itu juga dimaksudkan untuk mendukung efektifitas

pelaksanaan kebijakan makroekonomi seperti

kebijakan moneter, pemeliharaan Stabilitas Sistem

Keuangan (SSK) dan pendalaman pasar keuangan;

serta memfasilitasi integrasi dengan pasar keuangan

di negara lainnya, baik integrasi pada level regional

seperti MEA maupun global.

Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II akan mencakup

aplikasi Sistem BI-RTGS Generasi II, BI-SSSS Generasi II,

Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP), dan

BI-Informasi dengan penjelasan sebagai berikut:

- Sistem BI-RTGS merupakan SIPS dalam sistem

pembayaran antarbank di Indonesia, dan salah

satu FMIs utama di Indonesia yang memproses

penyelesaian sisi pembayaran dari transaksi di pasar

keuangan di Indonesia yang bernilai besar dan

memproses transaksi pembayaran antarbank bersifat

segera.

Page 38: Cover LSPPU R5

24 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Selanjutnya melalui pengembangan Sistem BI-RTGS

Generasi II, FMIs untuk setelmen dana tersebut yang

saat ini mekanisme setelmennya dilakukan secara gross

settlement (penyelesaian transaksi pembayaran dilakukan

satu per satu transaksi) selanjutnya akan dilakukan secara

hybrid settlement. Mekanisme hybrid settlements pada

intinya merupakan gabungan mekanisme setelmen

berbasis gross untuk transaksi berprioritas tinggi dan

mekanisme secara offsetting untuk transaksi pembayaran

antarbank yang bersifat less time critical. Melalui

mekanisme tersebut, peserta Sistem BI-RTGS dapat

menghemat penggunaan likuiditas untuk keperluan

setelmen, meskipun setelmen transaksi pembayaran yang

di-offsetting-kan tersebut tetap dilakukan secara gross

basis.

Selain itu, Sistem BI-RTGS Generasi II dilengkapi dengan

fasilitas gridlock detection and resolution yang lebih

andal, yang dapat mendeteksi dan mencegah risiko

sistemik, yang dapat terjadi karena adanya transaksi

pembayaran yang belum dapat di-settle yang disebabkan

saldo rekening giro peserta tidak mencukupi. Kegagalan

setelmen pada Sistem BI-RTGS tersebut berpotensi

menimbulkan kegagalan setelmen secara berantai

(domino effect). Selanjutnya, untuk mengakomodasi

mekanisme setelmen secara Delivery-versus-Payment

(DvP), yaitu model DvP model 210 dan DvP model 311 dari

transaksi Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen

keuangan lainnya yang ditatausahakan di BI-SSSS, pada

Sistem BI-RTGS Generasi II akan terdapat mekanisme

multilateral net settlement.

Dengan fitur baru tersebut, Sistem BI-RTGS Generasi II

akan dapat mengefisienkan penggunaan likuiditas untuk

setelmen dan memiliki pilihan perangkat mitigasi risiko

sistemik yang semakin lengkap, serta memiliki ketahanan

(resilience) yang semakin tinggi terhadap liquidity shock12.

BI-SSSS Generasi II adalah FMI yang diselenggarakan

oleh Bank Indonesia untuk sarana setelmen dan

penatausahaan SBN, instrumen operasi moneter Bank

Indonesia serta instrumen keuangan lainnya. Fitur bisnis

baru yang dikembangkan dalam BI-SSSS Generasi II antara

lain:

a. fasilitas gridlock detection & resolution guna

meningkatkan kapabilitas BI-SSSS dalam memitigasi

risiko sistemik;

b. mekanisme multilateral net settlement untuk

mengakomodasi setelmen dari transaksi surat

berharga secara DvP model 3;

c. modul collateral management13 untuk memitigasi

risiko kredit dan risiko pasar surat berharga yang

digunakan sebagai collateral dalam transaksi antara

dua pihak. Modul collateral management dapat

digunakan oleh:

- penyelenggara BI-SSSS, untuk transaksi antara

bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan

Bank Indonesia, untuk keperluan fasilitas

pendananaan intrahari dari Bank Indonesia kepada

bank peserta Sistem BI-RTGS dan Bi-SSSS, atau

transaksi Repo perbankan dengan Bank Indonesia,

untuk keperluan operasi moneter kontraksi Bank

Indonesia; dan

- bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, untuk

transaksi pinjam meminjam dana antarbank

peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS ,

transaksi Repo antarbank, dan pinjam meminjam

surat berharga antarbank (Securities Lending and

Borrowing/SLB);

d. Penatausahaan rekening surat-surat berharga baik

dalam rupiah maupun valuta asing, sampai level

investor individual.

10 DvP model 2: surat berharga di-settle secara gross basis (trade-by-trade), dan dana secara (multilateral) net basis

11 DvP model 3: baik surat berharga maupun dana di-settle secara (multilateral)net basis

12 Terjadinya Liquidity shock pada Sistem BI-RTGS disebabkan oleh adanya liquidity shock pada level perekonomian negara sebagai akibat dari kondisi pasar keuangan/perekonomian negara lain.

13 Memiliki fungsi-fungsi : - price monitoring (monitoring harga-harga surat berharga terkini); - pledge evaluation (re-kalkulasi jaminan/collateral berdasarkan

harga pasar terkini); - margin calls, baik notifikasi otomatis untuk meminta pemberi

jaminan (collateral giver) menambah surat berharga/uang karena penurunan harga pasar surat berharga yang digunakan sebagai collateral maupun untuk meminta penerima jaminan (collateral taker) me-release surat berharga kepada collateral giver karena kenaikan harga pasar collateral;

- collateral substitution, yang merupakan sarana untuk mengganti surat berharga yang digunakan sebagai collateral

Page 39: Cover LSPPU R5

25Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Message format yang akan digunakan baik untuk instruksi

setelmen transaksi pembayaran Sistem BI-RTGS Generasi

II maupun instruksi setelmen surat berharga BI-SSSS

Generasi II berbasis Society for Worldwide Interbank

Financial Telecommunication (SWIFT). Identifikasi

kepesertaan14 pada Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II

akan menggunakan SWIFT BIC (Bank Identifier Code),

dan identifikasi jenis instrumen keuangan15 yang

ditatausahakan pada BI-SSSS Generasi II mengacu pada

Classification of Financial Instruments (CFI), serta struktur

identifikasi/kode surat berharga/instrumen keuangan16

pada BI-SSSS Generasi II mengacu pada International

Securities Identification Numbering (ISIN). Penggunaan

message format dengan standar internasional tersebut

akan mendukung:

- peningkatan efisiensi pengoperasian infrastruktur

interface ke core banking peserta Sistem BI-RTGS/BI-

SSSS17,

- kesiapan interoperabilitas Sistem BI-RTGS/BI-SSSS

Generasi II dalam melakukan integrasi FMIs Indonesia

dengan FMIs di negara lain; dan

- kebijakan pengembangan pasar keuangan Indonesia.

- BI-ETP adalah sarana lelang dan perdagangan SBN,

instrumen operasi moneter Bank Indonesia dan

instrumen keuangan lainnya. Melalui kebijakan

pengurangan transaksi over the counter (OTC), Bank

Indonesia mengharapkan terciptanya transparansi

informasi di pasar uang dan berkurangnya segmentasi

di antara pelaku pasar uang, yang selanjutnya dapat

meningkatkan aktivitas transaksi di pasar uang dalam

rangka mendukung pendalaman pasar keuangan.

BI-Informasi merupakan aplikasi sistem informasi yang

menyediakan data/informasi real time, yang bersumber

dari penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Generasi II serta BI-ETP. BI-Informasi dapat digunakan

untuk mendukung dalam pengambilan keputusan serta

pengawasan penyelenggaraan sistem pembayaran,

pasar SBN, likuiditas perbankan, perbankan dan SSK oleh

otoritas terkait.

Terkait pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

generasi II, dalam periode laporan telah dilakukan

kegiatan penyusunan dan pembahasan dokumen design

and functional specifications Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Generasi II. Penyusunan dokumen tersebut dilakukan

dengan melibatkan pihak eksternal, yaitu peserta Sistem

BI-RTGS dan BI-SSSS serta otoritas terkait lainnya, seperti

BAPEPAM-LK dan DJPU dalam rangka mendapatkan

informasi mengenai kebutuhan bisnis dan arah kebijakan

BAPEPAM-LK dan DJPU yang perlu diakomodir dalam

Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Selain itu, juga

dilakukan penyusunan konsep ketentuan Sistem BI-RTGS

dan BI-SSSS Generasi II.

14 suatu reference data15 Idem16 Idem17 pengoperasian interface yang sama (dengan message format dan reference

data yang berstandar internasional) baik untuk messaging transaksi keuangan ke FMIs domesik (termasuk BI-RTGS dan BI-SSSS) maupun messaging transaksi keuangan lintas batas negara (cross-border financial messaging) ke bank koresponden/depository institutions di negara/perekonomian lain

Page 40: Cover LSPPU R5

26 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Standar penyelenggaraan sistem pembayaran bersifat SIPS yang saat ini digunakan adalah Core Principles for SIPS

(CPSIPS). Untuk penyelenggaraan SSSs, standar yang digunakan adalah Recommendations for Securities Settlement

Systems (RSSSs) sementara standar CCPs adalah Recommendations for Central Counterparties (RCCPs).

Dalam perkembangannya, pada saat ini Committee on Payment and Settlement System (CPSS) dan Technical

Commitee of the International Organization of Securities Commissions (IOSCO) tengah menyusun standar baru

dalam penyelenggaraan FMIs atas dasar hasil review terhadap ketiga standar di atas. Hasil review atas ketiga standar

tersebut dituangkan dalam consultative report Principles for FMIs (PFMIs), yang telah dikeluarkan pada Maret 2011.

Di samping itu, dalam PFMIs juga terdapat prinsip yang sebelumnya belum ada, yang meliputi prinsip CCP untuk OTC

derivatif dan Trade Repositories (TRs). Tujuan utama penyusunan PFMIs tersebut, disamping untuk mengharmonisasi

dan merestrukturisasi standar yang telah ada juga dalam rangka meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam

pembayaran, kliring dan setelmen; mencegah risiko sistemik dan mendukung transparasi dan stabilitas keuangan.

Financial Market Infrastructures (FMIs) yang mencakup sistem pembayaran yang bersifat SIPS, Central Securities

Depositories (CSDs), Securities Settlement Systems (SSSs), Trade Repositories (TRs), dan Central Counterparty (CCP),

merupakan infrastruktur keuangan untuk memfasilitasi kegiatan pencatatan, kliring, dan setelmen transaksi moneter

dan transaksi keuangan lainnya. FMIs yang aman dan efisien memegang peran penting dalam menunjang stabilitas

keuangan dan perekonomian dan sebaliknya apabila FMIs tersebut tidak dikelola dengan baik akan berpotensi

menimbulkan financial shock.

Dalam laporan tersebut, CPSS dan the Technical Committee of IOSCO mendefinisikan FMI sebagai suatu sistem

multilateral yang digunakan untuk kegiatan pencatatan, kliring dan setelmen transaksi pembayaran, surat berharga,

derivatif, dan transaksi keuangan lainnya. FMIs menyediakan layanan terpusat (tersentralisasi) bagi pesertanya untuk

kegiatan pencatatan, kliring dan setelmen transaksi keuangan. Dengan adanya layanan yang tersentralisasi tersebut,

peserta dapat mengelola risiko secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan transparansi pasar, dan bahkan

membantu bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter dan menjaga stabilitas keuangan.

Penyelenggaraan FMIs dapat bervariasi baik dari sisi organisasi, fungsi maupun desainnya. Terkait dengan aspek

organisasi, FMIs bisa merupakan asosiasi lembaga keuangan, perusahaan kliring non-bank, atau asosiasi perbankan.

FMIs bisa dimiliki dan dioperasikan oleh bank sentral maupun institusi swasta. FMIs juga bisa merupakan organisasi

yang bersifat profit or non profit oriented. Dari sisi fungsi, FMIs dapat dibedakan menjadi lima tipe utama yaitu

sistem pembayaran yang bersifat SIPS, CSDs, SSSs, CCPs, dan TRs.

Penyelenggaraan FMIs di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia dan pihak di luar Bank Indonesia. FMI yang

dimiliki dan diselenggarakan oleh Bank Indonesia meliputi sistem BI-RTGS sebagai sistem pembayaran yang bersifat

SIPS dan BI-SSSS sebagai CSD dan SSS untuk penatausahaan dan setelmen SBI, SBN, dan instrumen moneter lainnya.

Sedangkan FMI yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia meliputi Central Book Entry System (C-BEST)

untuk penatausahaan dan setelmen saham dan obligasi korporasi yang dioperasikan oleh Kustodian Sentral Efek

Indonesia (KSEI) dan e-CLEAR yang diselenggarakan oleh Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).

Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs)Boks 3.1

Page 41: Cover LSPPU R5

27Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

3.2 Kebijakan SKNBI

Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit SKNBI

Untuk meningkatkan layanan transfer dana antarbank

melalui SKNBI yang lebih cepat, sejak 7 Januari 2011

Bank Indonesia telah menerapkan empat siklus setelmen

transfer dana melalui kliring kredit setiap dua jam sekali,

yaitu pada pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan

16.00 WIB.

Dengan diterapkannya mekanisme multiple settlement

pada kliring kredit, perbankan peserta SKNBI dapat lebih

cepat memperoleh hasil kliring kredit dan pada akhirnya

nasabah pun dapat menerima dana efektif lebih cepat.

Penerapan Mekanisme Kliring Debet Secara Online dan Penambahan Layanan Kliring

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mendukung

kelancaran pelaksanaan operasional di wilayah kliring

Surabaya dan Medan, masing-masing pada 10 Juni dan

8 Juli 2011 KBI telah mengimplementasikan perubahan

mekanisme pengiriman transaksi kliring debet, yang

sebelumnya offline menjadi online.

Mengingat perputaran volume warkat yang relatif tinggi

di kedua wilayah kliring tersebut, dengan perubahan

mekanisme pengiriman transaksi kliring debet menjadi

secara online diharapkan dapat mempersingkat waktu

pengiriman dan meminimalisir human error. Penerapan

mekanisme pengiriman transaksi kliring debet secara

online juga akan dilakukan di wilayah kliring lain yang

memiliki volume warkat yang relatif banyak.

Selain itu, dengan semakin meningkatnya aktivitas

perekonomian di wilayah Bima, pihak perbankan di

wilayah tersebut menyepakati untuk menyelenggarakan

kliring lokal di wilayahnya. Sebagai tindak lanjut atas

kesepakatan tersebut, sejak 5 Oktober 2011 telah

diselenggarakan kliring di wilayah Bima dengan Bank

Negara Indonesia (Pesero), Tbk sebagai PKL berdasarkan

kesepakatan bank-bank di wilayah Bima. Dengan

penambahan PKL ini, jumlah PKL di seluruh Indonesia

menjadi 109.

Penyempurnaan Tata Cara Penyelenggaraan Operasional Kliring Debet

Dalam rangka meningkatkan pelayanan, kelancaran dan

efisiensi penyelenggaran SKNBI, Bank Indonesia telah

melakukan penyempurnaan tata cara penyelenggaraan

operasional kliring debet. Adapun penyempurnaan tata

cara tersebut meliputi:

1. Waktu pelaksanaan kliring penyerahan di wilayah

Kliring Lokal Jakarta yang selama ini dilakukan satu

kali yaitu pukul 13.30 WIB sd 15.30 WIB, menjadi dua

kali yaitu pukul 08.30 WIB s.d. 11.00 WIB bersamaan

dengan waktu kliring pengembalian dan pukul 12.00

WIB s.d. 15.30 WIB.

2. Penyederhanaan jumlah dan bentuk laporan otomasi

dan dokumen kliring yang disampaikan kepada bank

peserta kliring.

Penyempurnaan tata cara tersebut dilakukan untuk

mempercepat proses distribusi warkat kliring debet

baik dari sisi Bank Indonesia dan mempercepat proses

pembukuan hasil kliring di internal bank peserta.

Page 42: Cover LSPPU R5

28 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Bagan 3.1Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit

Bagan 3.2Leaflet Layanan SKNBI

�������������� �������������� �������������� ��������������

�������� ��������

���������

����������

�����������������

����������

���������

����������

���������������

�����������

��������������������

��������� ��������� ��������� ���������

Page 43: Cover LSPPU R5

29Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

3.3 Kebijakan APMK

Peningkatan Keamanan dengan Standardisasi Kartu ATM/Debet Berbasis Chip

Sebagai lanjutan kegiatan penyusunan standar nasional

chip untuk kartu ATM/debet yang telah dimulai sejak

tahun 2006, fokus utama kegiatan selama 2011 adalah

pembentukan fungsi penunjang yaitu Certification Body,

Key Management, serta penyusunan ketentuan dan

prosedur. Sejak standar kartu ATM/debet berbasis chip

yang selanjutnya dikenal sebagai National Specification

for Indonesia Chip Card Standard (NSICCS) telah selesai

disusun pada akhir 2008, terdapat beberapa tahapan

yang telah dilakukan yaitu proof-of-concept (PoC)18

menggunakan simulator environment dengan real card

dan terminal pada 2009. Selanjutnya pada 2010 dilakukan

uji coba end to end secara riil terhadap NSICCS dengan

melibatkan forum prinsipal (PT. Artajasa Pembayaran

Elektronis – ATM Bersama, PT. Rintis Sejahtera – Prima,

dan PT. Alto Network – Alto) dan tiga piloting bank (Bank

Mandiri, BCA, dan Permata) untuk memastikan kelayakan

NSICCS digunakan oleh industri kartu ATM/debet di

Indonesia. Untuk memfasilitasi penerapan standar

chip tersebut, Bank Indonesia telah menyempurnakan

Surat Edaran Bank Indonesia mengenai APMK tahun

2009 melalui SE BI No. 13/22/DASP tanggal 18 Oktober

2011, yang antara lain mengatur mengenai kewajiban

penggunaan teknologi chip untuk kartu ATM/debet

dengan mengacu pada standar yang telah disepakati

oleh industri dengan jadwal implementasi berdasarkan

kesepakatan dari industri dan penggunaan PIN paling

kurang 6 digit.

18 Proof-of-Concept (PoC) adalah pengujian untuk membuktikan bahwa sebuah aplikasi/sistem yang telah dikembangkan dapat digunakan secara fungsional

�����������������������������������������������������������������

����������������������

��������������������������������������������������

���������������������������

��������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������

������������������������������ �� �������������������������������������������������� ������������������������������������ ��������������������������������������� ����������������������������� ������������������������������������ ��������������������������������������� ���������������������������

�� ����������������������������� ����������������������������������� ��������������������������

������������ �������������������������������

���������������������������������������������

Bagan 3.3Tahapan Implementasi Proses Migrasi Teknologi Chip Pada Kartu ATM / Debet

Page 44: Cover LSPPU R5

30 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Adapun tahapan implementasi standardisasi chip untuk

kartu ATM/Debet adalah sebagai berikut :

a. Pembentukan Fungsi Key Management (KM) dan

Certification Body (CB)

Penyediaan fungsi penunjang KM dan CB menjadi

prasyarat mutlak yang harus dipenuhi. KM adalah

institusi yang menjalankan proses identifikasi,

mengembangkan dan mengimplementasikan “public

key” NSICCS. Sedangkan CB adalah institusi yang

melakukan sertifikasi terhadap perangkat pendukung

layanan kartu ATM/Debet yang digunakan oleh pelaku

industri.

Terkait pembentukan KM dan CB, Bank Indonesia

berperan sebagai pengarah dan menjadi anggota

steering committee, sementara pembentukan kedua

institusi tersebut dilakukan oleh forum prinsipal

dengan melibatkan konsultan.

Dalam pembentukan fungsi KM, beberapa aktivitas

yang harus dilakukan meliputi pembentukan data

center, instalasi hardware dan software KM, serta

penyusunan kebijakan dan prosedur. Sedangkan dalam

pembentukan fungsi CB, kegiatan yang dilakukan

meliputi pembentukan lembaga CB, Functional test lab

untuk menguji hardware dan software, test tool, dan

personil, serta security test lab untuk menguji aspek

security.

b. Ketentuan Implementasi Teknologi Chip untuk Kartu

ATM/Debet

Dalam rangka implementasi teknologi chip untuk

kartu ATM/Debet, Bank Indonesia telah menerbitkan

SE Bank Indonesia No. 13/22/DASP tanggal 18

Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi

Chip dan Penggunaan Personal Identification

Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet

yang diterbitkan di Indonesia. Dalam ketentuan

tersebut ditetapkan batas waktu implementasi

teknologi chip termasuk tambahan fitur keamanan

berupa penggunaan PIN paling kurang 6 digit untuk

bertransaksi, paling lama pada 31 Desember 2015.

Selain itu SE mengatur kewajiban dan tanggung

jawab penerbit dalam implementasi, pelaporan

rencana dan progres implementasi, serta ketentuan

peralihan terkait dengan diterbitkannya ketentuan

ini. Untuk memberikan pemahaman kepada pelaku

sistem pembayaran, Bank Indonesia telah melakukan

sosialisasi kepada seluruh bank, BPR, Prinsipal,

dan stakeholders lainnya serta satuan kerja di Bank

Indonesia.

c. Penetapan NSICCS sebagai Standar Nasional Kartu

ATM/Debet dan Pendaftaran di Badan Standar

Nasional (BSN)

Sebagai acuan industri dalam penggunaan standar

chip untuk kartu ATM/Debet, forum prinsipal telah

menyampaikan surat kepada Bank Indonesia mengenai

penyelesaian standar chip untuk kartu ATM/Debet.

Menanggapi surat dimaksud, BI mengirimkan surat

persetujuan penggunaan standar yang telah disusun

oleh ketiga prinsipal. Selanjutnya, forum prinsipal

mendistribusikan standar kepada para anggotanya

yang berisi spesifikasi host to host, personalization,

principal specification, dan personalization security

guidelines. Anggota menandatangani non disclosure

agreement (NDA) dengan prinsipal masing-masing.

Untuk memastikan keberadaan NSICCS sebagai

standar kartu ATM/debet yang digunakan di wilayah

Indonesia, pelaku industri memandang perlu dilakukan

pendaftaran NSICCS di BSN. Dalam pertemuan forum

prinsipal dengan BSN pada awal 2011, diinformasikan

bahwa BSN, NSICCS cukup didaftarkan di BSN untuk

mendapatkan nomor identifikasi sebagai aplikasi untuk

kartu ATM/debet.

Page 45: Cover LSPPU R5

31Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Peningkatan Aspek Perlindungan Konsumen dalam Penyempurnaan Ketentuan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)

Banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat

terkait dengan penggunaan Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu (APMK) antara lain ditandai dengan

kasus yang menimpa credit collection division Citibank,

mengisyaratkan terjadinya batas pelanggaran terhadap

aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen,

dan manajemen risiko kredit oleh penyelenggara APMK

khususnya Penerbit Kartu Kredit. Kondisi tersebut

mendorong Bank Indonesia mengamandemen kebijakan

APMK sebagaimana diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009

tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK (PBI APMK 2009).

Penekanan amandemen PBI APMK 2009 tentunya untuk

memperbaiki hal-hal yang dinilai masih kurang tegas dan

jelas, sebagaimana diuraikan berikut ini:

a. Kartu Kredit

Penyempurnaan pengaturan terkait dengan Kartu Kredit

mencakup hal-hal sebagai berikut :

1) pemurnian fungsi Kartu Kredit

Selama ini kartu kredit digunakan sebagai alat

pembayaran dan penyaluran kredit. Dalam

kebijakan ini ditekankan fungsi Kartu Kredit

adalah sebagai alat pembayaran dan dilarang Kartu

Kredit digunakan sebagai sarana pencairan dan/

atau pembayaran kembali kredit lainnya, seperti

Kredit Tanpa Agunan (KTA), dll.

2) Etika penagihan Kartu Kredit

Dalam praktek penagihan Kartu Kredit, yang

dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit maupun

oleh jasa penagihan, sering meresahkan

masyarakat, sehingga perlu diatur etika penagihan

Kartu Kredit. Etika penagihan wajib dipatuhi oleh

Penerbit, baik etika yang secara umum ditetapkan

oleh Bank Indonesia, maupun etika yang disusun/

ditetapkan oleh asosiasi industri Kartu Kredit

(AKKI/ASPI). Selain itu, ditegaskan bahwa proses

penagihan juga wajib mematuhi peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3) pengetatan persyaratan memperoleh Kartu Kredit

Pengetatan persyaratan memperoleh Kartu

Kredit perlu diatur kembali agar pemberian fasilitas

kartu kredit tepat sasaran dan menjadi lebih bijak

dalam memanfaatkan kartu kredit. Pengetatan ini

difokuskan pada minimum usia pemegang kartu

kredit, pendapatan per bulan, maksimum plafon

kredit, dan maksimum penerbit yang dapat

memberikan fasilitas kartu kredit kepada satu orang

pemegang kartu kredit.

4) penetapan maksimum suku bunga Kartu Kredit

Dengan membandingkan suku bunga yang berlaku

di Malaysia, Singapura, dan Thailand, suku bunga

kartu kredit di Indonesia relatif lebih tinggi,

sehingga dirasa perlu pengaturan batas maksimum

pengenaan suku bunga oleh penerbit kartu

kredit kepada pemegang kartu kredit. Penetapan

batas maksimum suku bunga kartu kredit oleh

Bank Indonesia mempertimbangkan indikator

perekonomian (seperti BI rate), struktur biaya Kartu

Kredit (cost of fund, biaya operasional, dan/atau

premium risk), serta praktik suku bunga oleh

penerbit. Pengaturan ini mendorong penerbit

dalam mengenakan besarnya suku bunga kartu

kredit menjadi lebih wajar.

5) penyeragaman pola dan tata cara penghitungan

bunga Kartu Kredit yang dilakukan oleh Penerbit

Kartu Kredit

Page 46: Cover LSPPU R5

32 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Dalam praktik terdapat metode perhitungan bunga

kartu kredit yang berbeda-beda di antara penerbit.

Pola perhitungan menggunakan profit approach

dan bunga berbunga, sehingga memberatkan

pemegang kartu kredit. Pengaturan penyeragaman

metode perhitungan bunga secara lebih

wajar dan fair, antara lain: (i) bunga dari transaksi

pembelanjaan dibebankan jika pemegang kartu

kredit tidak melakukan pembayaran,

melakukan pembayaran tidak penuh,

atau melakukan pembayaran penuh setelah tanggal

jatuh tempo (due date); (ii) bunga dari transaksi

cash advance dikenakan jika pemegang kartu kredit

tidak melakukan pembayaran, melakukan

pembayaran tidak penuh, atau melakukan

pembayaran penuh baik sebelum maupun setelah

tanggal jatuh tempo (due date); (iii) penghitungan

hari bunga dimulai dari tanggal pembukuan

(posting); (iv) biaya, denda, serta bunga

terutang dilarang digunakan sebagai

komponen penghitungan bunga; dan (v) penetapan

bunga harian didasarkan perhitungan jumlah hari

kalender dalam setahun selama 365 hari.

6) penyampaian transaction alert oleh Penerbit

Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit melalui

teknologi short message service (SMS)

Dalam rangka meningkatkan keamanan

bertransaksi menggunakan kartu kredit, penerbit

kartu kredit diwajibkan menyampaikan

transaction alert kepada pemegang kartu kredit

atas transaksi-transaksi yang memiliki kriteria

tertentu. Penyampaian transaction alert diwajibkan

melalui teknologi SMS agar tidak mengganggu

kenyamanan dibandingkan apabila melalui telepon

kepada pemegang kartu kredit. Selain itu,

melalui SMS, informasi yang disampaikan dapat

diterima langsung oleh pemegang kartu kredit.

Namun demikian, pemegang kartu kredit dapat

memilih penyampaian transaction alert

menggunakan sarana lainnya.

7) penerapan PIN untuk Kartu Kredit

Dalam rangka meningkatkan keamanan dan

kenyamanan bertransaksi menggunakan kartu

kredit, diperlukan PIN sebagai sarana autentikasi

untuk menggantikan tanda-tangan pemegang kartu

kredit. Penerapan PIN pada transaksi kartu kredit

melengkapi upaya peningkatan keamanan melalui

chip yang telah berlaku efektif sejak 1 Januari 2010.

PIN paling kurang terdiri dari enam digit agar lebih

aman.

b. APMK secara umum

1) kewenangan Bank Indonesia membatasi

penyelenggara baru APMK

Sebagai bagian dari upaya menciptakan APMK

yang lebih efisien, mendukung kebijakan nasional,

menjaga kepentingan publik, serta menjaga

pertumbuhan dan persaingan usaha yang sehat,

perlu penegasan kewenangan Bank Indonesia untuk

membatasi penyelenggara APMK di Indonesia.

Pembatasan tersebut dapat dilakukan dengan

menutup atau membuka kembali permohonan

perizinan sebagai penyelenggara APMK.

Pembatasan dapat juga dalam bentuk pembatasan

wilayah operasional tertentu.

2) kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan

perintah kepada penyelenggara APMK untuk

melakukan atau tidak melakukan hal/kegiatan

tertentu

3) Selama ini sanksi yang dapat dikenakan oleh Bank

Indonesia terhadap pelanggaran yang dilakukan

penyelenggara APMK berupa sanksi administratif,

yaitu teguran tertulis, denda, penghentian

sementara kegiatan APMK, dan pencabutan izin

penyelenggaraan kegiatan APMK. Selain pengenaan

sanksi administratif, Bank Indonesia perlu

wewenang untuk memberikan perintah kepada

penyelenggara APMK untuk melakukan atau tidak

melakukan hal/kegiatan tertentu (cease and desist

order) yang belum diatur dalam PBI APMK 2009,

sehingga perlu diatur secara tegas.

Dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan

kebijakan-kebijakan tersebut, Bank Indonesia

melakukan pembahasan dengan industri APMK

(AKKI, Prinsipal (Visa dan Master), dan Penerbit

Kartu Kredit).

Page 47: Cover LSPPU R5

33Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

National Standard Indonesia Chip Card Specification (NSICCS) adalah standar kartu ATM/debet berbasis teknologi

chip berdasarkan standar Europay MasterCard Visa (EMV) yang dimodifikasi sesuai kebutuhan bisnis dan teknis

pelaku industri sistem pembayaran di Indonesia. Standar ini disusun bersama-sama oleh pelaku industri ATM/

debet di Indonesia dengan Bank Indonesia sebagai fasilitator. Penggunaan chip bertujuan untuk mengamankan

pemrosesan data transaksi karena chip mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data

dengan enkripsi. Selain itu pada kartu chip dapat ditambahkan berbagai macam aplikasi yang dapat dimanfaatkan

untuk berbagai kebutuhan.

Tujuan utama dari penyusunan NSICCS adalah:

a. Menjaga interoperabilitas dari sisi teknis antara fisik kartu dengan terminal.

b. Meningkatkan keamanan sehingga dapat mengurangi terjadinya fraud sekaligus memberikan rasa aman dalam

penggunaan kartu ATM/debet untuk bertransaksi di wilayah Indonesia.

c. Meningkatkan efisiensi penyediaan layanan sistem pembayaran pada level bank, hal ini dikarenakan ketika

NSICCS diimplementasikan maka seluruh prinsipal telah menerapkan standar yang sama sehingga perbankan

tidak perlu memelihara sistem yang berbeda-beda.

Dalam penyusunan NSICCS kriteria utama yang digunakan adalah:

a. Intelektual property right pengembangan standar chip menjadi hak milik Indonesia.

b. Sesuai dengan standar internasional antara lain:

- Fisik kartu dan chip harus mengacu pada International Standard Organization (ISO) yaitu ISO 7816 untuk

contact card dan ISO 14443 untuk contactless card.

- Platform yang digunakan untuk transaksi keuangan pada umumnya mengacu pada EMV.

c. Dapat menampung berbagai fungsi untuk kepentingan tertentu dari penerbit antara lain loyalty program dan

aplikasi prepaid.

d. Dapat diimplementasikan diberbagai jenis kartu dan terminal, untuk menghindari adanya monopoli dari satu

vendor tertentu dalam penyediaan kartu dan terminal.

Sejalan dengan telah dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia terkait implementasi standar tersebut maka

seluruh penyelenggara kartu ATM/debet secara bertahap mulai melakukan implementasi standar kartu ATM/

debet berbasis chip sejak ketentuan berlaku sampai dengan 31 Desember 2015.

National Standard for Indonesia Chip Card SpesificationBoks 3.2

Page 48: Cover LSPPU R5

34 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

Pada 16 Januari 2012, Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution meresmikan kerjasama interkoneksi ATM Bank

Mandiri dengan BCA. Realisasi kerjasama interkoneksi tersebut merupakan mandat dari Bank Indonesia kepada

kedua bank sebagai salah satu upaya dalam mencapai sasaran interoperabilitas dalam penyelenggaraan kartu

ATM. Selain itu pelaksanaan kerjasama tersebut merupakan komitmen dari kedua bank untuk terus meningkatkan

kualitas layanan dan kenyamanan bertransaksi bagi para nasabahnya.

Bank Indonesia, perbankan dan industri sistem pembayaran akan selalu berupaya untuk mewujdkan layanan sistem

pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Realisasi interkoneksi ini juga bertujuan untuk menguatkan dan

memperluas jaringan ATM sehingga memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi pembayaran. Selain itu,

sinergi antara kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri perbankan nasional dalam

menghadapi era persaingan global.

Melalui kerjasama ini, nasabah Bank Mandiri dapat bertransaksi tarik tunai, cek saldo dan transfer antar bank

melalui lebih dari 31.700 ATM yang terhubung melalui jaringan ATM PRIMA, termasuk 8.578 jaringan ATM BCA

yang telah terkoneksi dengan jaringan Cirrus yang tersebar di seluruh dunia. Atau secara total penguatan jaringan

ATM Mandiri akan mencapai lebih dari 40 ribu ATM, baik yang terhubung melalui Jaringan ATM PRIMA, Link,

maupun ATM Bersama yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebaliknya nasabah BCA maupun bank peserta Jaringan

ATM PRIMA lainnya dapat melakukan transaksi serupa di 8.993 ATM Mandiri yang telah terkoneksi ke lebih dari 21

ribu jaringan ATM Link, 30 ribu jaringan ATM Bersama dan Visa Internasional yang tersebar di seluruh dunia.

Realisasi interkoneksi ditandai dengan pelaksanaan transaksi kartu ATM Bank Mandiri dan BCA oleh Direktur

Utama Bank Mandiri dan Presiden Direktur BCA. Dalam acara tersebut turut hadir Menteri Kominfo Tifatul

Sembiring serta perwakilan dari asosiasi perbankan dan sistem pembayaran antara lain, Perbanas, Himbara,

Asbanda, Asbisindo, dan FBAI serta ASPI sebagai mitra Bank Indonesia dalam upaya mewujudkan interoperabilitas

dalam setiap aspek penyelenggaraan sistem pembayaran.

Kerjasama Interkoneksi ATM PT. Bank Mandiri denganPT. Bank Central AsiaBoks 3.3

Page 49: Cover LSPPU R5

35Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

3.4 Kebijakan mengenai Kegiatan Usaha Pengiriman Uang

Sebagai tindak lanjut dari amanat Pasal 89 Undang-

Undang No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, Bank

Indonesia telah melakukan hal-hal sebagai berikut :

Terkait dengan ketentuan bahwa pengaturan mengenai

“orang perseorangan atau badan usaha bukan badan

hukum yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia

sebagai penyelenggara Transfer Dana wajib berbadan

hukum Indonesia dalam waktu paling lambat 2 (dua)

tahun” Bank Indonesia telah melakukan training for

trainers (ToT) mengenai proses pengurusan badan

hukum kepada pegawai di satuan kerja terkait. Setelah

pelaksanaan ToT tersebut, Bank Indonesia melakukan

diseminasi kepada penyelenggara KUPU yang telah

memiliki izin namun belum berbadan hukum di wilayah

kerja Kantor Pusat dan beberapa Kantor Bank Indonesia.

Terkait dengan ketentuan bahwa “badan usaha yang telah

melakukan penyelenggaraan Transfer Dana dan telah

memperoleh izin dari institusi lain di luar Bank Indonesia

izinnya tetap berlaku dan diakui sebagai Penyelenggara

setelah melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia

dalam waktu paling lambat enam bulan”, Bank Indonesia

telah melakukan pembahasan dengan Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian

Komunikasi dan Informatika RI.

Dari pembahasan tersebut diketahui bahwa terdapat

tiga penyelenggara pos yang telah memperoleh izin dari

Kemenkominfo untuk melakukan kegiatan transfer dana.

Selanjutnya, ketiga penyelenggara kegiatan transfer dana

tersebut telah melaporkan kegiatannya kepada Bank

Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang No.3 Tahun

2011.

Terkait dengan kegiatan usaha pengiriman uang, pada

periode laporan, atas dasar kerjasama antara Bank

Indonesia dengan Australian Transaction Reports and

Analysis Centre (AUSTRAC) dalam rangka Technical

Assistance, AUSTRAC menunjuk lembaga untuk

melakukan survei dalam rangka mengidentifikasi

penyelenggara KUPU yang belum berizin pada tahun

2011. Survei tersebut mengambil sampel dari dua wilayah

penyelenggara KUPU di Batam dan Pulau Jawa. Terkait

dengan hasil survei, Bank Indonesia akan melakukan

edukasi kepada penyelenggara KUPU yang belum berizin.

3.5 Kebijakan Layanan Jasa Penatausahaan Rekening Giro di Bank Indonesia

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan efisiensi

layanan kepada Pemerintah, khususnya Kementerian

Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia telah melakukan

pengembangan Sistem Bank Indonesia Government

electronic Banking (Sistem BIG-eB) dan penerapan standar

layanan sesuai dengan Standar Manajemen Mutu (SMM),

yaitu ISO 9001:2008.

Peningkatan Layanan Pengelolaan Rekening Pemerintah melalui Pengembangan Sistem BIG-eB

Sistem BIG-eB merupakan fasilitas online banking kepada

Kemenkeu sehingga Kemenkeu dapat memperoleh

informasi saldo, mutasi rekening secara real time

dan melakukan transaksi secara on-line. Fasilitas

ini disediakan oleh BI sejak tahun 2007 dan terus

dilakukan penyempurnaan sesuai kebutuhan Kemenkeu.

Perkembangan Sistem BIG-eB selama periode laporan

meliputi :

a. Penambahan kewenangan hak akses di ruang lingkup

Kemenkeu (yang sebelumnya hanya diberikan kepada

Subdit Kas Umum Negara, pada 2011 juga diberikan

kepada Subdit lainnya dalam lingkungan Direktorat

Pengelolaan Kas Negara (PKN).

b. Perubahan Transaction Code (TC) yang disediakan

oleh Kemenkeu melalui sistem BIG-eB dengan jenis

transaksi yang tertuang dalam Kesepakatan Bersama.

c. Pengembangan Sistem BIG-eB untuk mengakomodasi

kebutuhan Kemenkeu yang sedang mengembangkan

Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

(SPAN), sehingga kedua sistem tersebut dapat saling

terhubung. SPAN merupakan suatu sistem manajemen

keuangan pemerintah yang terintegrasi. Tahapan

pengembangan sampai dengan akhir periode laporan

Page 50: Cover LSPPU R5

36 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

3.6 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran

Peningkatan Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Transfer Dana

Dengan diundangkannya UU No. 3 Tahun 2011 tentang

Transfer Dana (UU Transfer Dana) pada tanggal 23 Maret

2011, berbagai upaya sosialisasi telah dilakukan untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat, baik yang

berada di Indonesia maupun di beberapa kantung TKI

seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong dan Korea Selatan.

Sosialisasi yang telah dilakukan di dalam negeri sejak

Mei 2011 adalah di Jakarta, Medan, Bali dan Manado,

Kabupaten Kudus, Banyumas, Medan, Mataram, Bandung,

Sulawesi, Maluku, Papua dan Kupang. Dalam melakukan

sosialisasi tersebut Bank Indonesia bekerjasama

dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(Kemenkumham) dan Kementerian Komunikasi dan

Informatika (Kemenkominfo) dengan mengikutsertakan

anggota DPR sebagai narasumber. Selain itu, Bank

Indonesia juga melaksanakan sosialisasi kepada Forum

Kepatuhan Perbankan, industri Perbankan, dan Kantor-

kantor Bank Indonesia. Dalam setiap acara sosialisasi,

hadir peserta yang berasal dari penyelenggara KUPU,

penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim), akademisi dan

perusahaan pos. Sosialisasi juga dilakukan terhadap TKI,

PJTKI, calon TKI dan keluarganya di tanah air.

Beberapa hal yang disampaikan dalam acara sosialisasi

adalah :

a. Undang-Undang Transfer Dana memberikan kepastian

hukum kepada pihak-pihak yang terkait dengan

pelaksanaan transfer dana dari/ke luar negeri (cross

border fund transfers) sehingga diharapkan dapat

mendorong kegiatan investasi di Indonesia.

b. Badan usaha berbadan hukum bukan Bank yang

melaksanakan kegiatan transfer dana wajib

memperoleh izin Bank Indonesia. Bank tidak perlu

memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia

karena kegiatan transfer dana merupakan salah

satu kegiatan yang dapat dilakukan bank sesuai UU

Perbankan.

adalah uji koneksi antara SPAN dengan Sistem BIG-eB.

Selanjutnya, berdasarkan Kesepakatan Bersama antara

Gubernur BI dengan Menteri Keuangan nomor

tanggal 22 Oktober 2011

untuk mengakomodasi kebutuhan Kemenkeu

dilakukan pengembangan ruang lingkup transaksi,

yang secara jangka waktu dibedakan menjadi dua

sebagai berikut:

- Jangka pendek: ruang lingkup transaksi masih

menggunakan (meng-adopt) layanan sebagaimana

BIG-eB existing, yaitu transaksi transfer dari

rekening Pemerintah di BI ke bank umum

dalam rangka Treasury Single Account (TSA) dan

pemindahbukuan antar rekening Pemerintah di BI.

- Jangka panjang: perluasan ruang lingkup layanan,

yaitu penambahan transaksi transfer dari rekening

Pemerintah di BI ke bank umum di luar TSA.

Pengembangan tahap kedua akan dilanjutkan pada tahun

2012 dan ditargetkan dapat dimplementasikan bersamaan

dengan implementasi SPAN di Kementerian Keuangan.

Penerapan Standar Manajemen Mutu

Dalam rangka mempertahankan Standar Manajemen

Mutu (SMM), telah dilakukan peningkatan kualitas layanan

kepada Kemenkeu. Sampai saat ini, ruang lingkup layanan

yang diberikan meliputi penatausahaan rekening dan

penyelesaian transaksi. Sedangkan, ruang lingkup layanan

yang diberikan kepada perbankan adalah penatausahaan

rekening giro bank dalam valuta asing. Adapun sasaran

mutu peningkatan kualitas layanan diharapkan dapat

memberikan nilai tambah bagi Pemerintah sebagai

stakeholder utama. Sasaran mutu yang telah ditetapkan

telah dilakukan review sesuai dengan perubahan proses

bisnis, baik di Kemenkeu maupun Bank Indonesia.

Pada Juni dan Desember 2011, auditor eksternal telah

melakukan surveillance untuk menilai implementasi SMM

di DASP dan menyatakan bahwa layanan yang diberikan

oleh DASP masih sesuai dengan SMM sehingga sertifikasi

ISO-9001:2008 masih dapat dipertahankan.

BI 13/1/DASP NK 1/PB/2011

Page 51: Cover LSPPU R5

37Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

c. Pemantauan (oversight) terhadap penyelengara

transfer dana, baik yang berupa bank maupun non

bank, dilakukan oleh Bank Indonesia.

d. Penerapan prinsip mengenali nasabah (Know Your

Customer) dalam pengisian perintah transfer dana.

e. Tata cara pengaksepan suatu perintah transfer dana,

yaitu pengaksepan dilakukan apabila perintah transfer

dana telah memuat informasi lengkap, dana cukup,

telah dilakukan otentikasi, dan perintah transfer dana

telah sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

f. Hal-hal lainnya yang disosialisasikan antara lain

mengenai:

- Saat dimulai dan berakhirnya kegiatan Transfer

Dana.

- Pelaksanaan transfer dana, hak dan kewajiban para

pihak dalam Transfer Dana.

- Ketentuan mengenai pengembalian dana karena

keadaan memaksa, beku/cabut izin usaha, atau

putusan pengadilan.

- Ketentuan mengenai pembatalan dan perubahan

perintah transfer dana.

- Keterlambatan dan kekeliruan transfer dana.

- Pengakuan informasi/dokumen sebagai alat bukti

yang sah, sejalan dengan pengaturan dalam UU

Informasi dan Transaksi Elektronik.

- Sanksi Administratif dan sanksi pidana, termasuk

pengenaan sanksi pidana kepada korporasi.

- Pengecualian rahasia bank untuk konfirmasi

transfer dana secara elektronik

- Penyerahan unclaimed funds kepada Balai Harta

Peninggalan (BHP), dalam hal pengirim dan

penerima menyampaikan/ menerima dana secara

tunai.

- Hak mengenakan biaya transfer dana dan

kewajiban memberikan informasi biaya.

- Penghitungan kompensasi bunga untuk

penyelenggara transfer dana syariah dilakukan

dengan mengikuti prinsip syariah.

Dalam rangka menindaklanjuti UU Transfer Dana, yang

memberikan amanat pengaturan lebih lanjut dalam

bentuk PBI, Bank Indonesia melakukan diskusi dengan

BHP terkait dengan ketentuan yang mengatur bahwa

“Dalam hal Pengirim Asal tidak diketahui keberadaannya

dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, dana hasil transfer

tersebut diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim

Asal kepada BHP sesuai dengan peraturan perundang-

undangan”.

Diskusi tersebut dilakukan untuk mengetahui mekanisme

pengalihan dana tunai yang tidak bertuan (unclaimed

funds) dari para penyelenggara kepada BHP untuk

dituangkan dalam konsep PBI Transfer Dana. Secara garis

besar, hasil diskusi tersebut sbb. :

a. Secara umum mekanisme penyerahan harta kepada

BHP tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Namun demikian, terdapat wacana pengaturan

unclaimed funds diserahkan kepada BHP untuk

dikelola tanpa melalui penetapan Pengadilan. Hal ini

dilakukan dengan pertimbangan efisiensi waktu dan

biaya, serta pengaturan unclaimed funds didasarkan

pada UU Transfer Dana sehingga terdapat wacana

pengaturan unclaimed funds yang berbeda dengan

mekanisme yang diatur dalam KUHPerdata.

b. Materi pengaturan dalam PBI akan mencakup

mekanisme teknis penyerahan unclaimed funds

kepada BHP. Mekanisme pengelolaan dan pencairan

unclaimed funds dilakukan mengacu pada ketentuan

terkait dari Kementerian Hukum dan HAM. Dalam

kaitan ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan

Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat

Jenderal Administrasi Hukum Umum agar dapat

menindaklanjuti pengaturan UU Transfer Dana dengan

menyusun ketentuan pengelolaan unclaimed funds

oleh BHP.

c. Materi lain yang akan diatur dalam PBI terkait dengan

tata cara penyerahan unclaimed funds sebagai berikut:

- Penyerahan unclaimed funds dapat dilakukan

kepada kantor BHP yang terdekat dengan lokasi

Penyelenggara Pengirim Asal;

- Penyerahan dapat dilakukan secara tunai atau

melalui transfer; dan

Page 52: Cover LSPPU R5

38 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran

- Penyerahan harus disertai dengan berita acara

penyerahan yang dilampiri dengan dokumen antara

lain fotokopi identitas Pengirim Asal dan fotokopi

identitas pejabat Penyelenggara Penerima Asal.

Dilihat dari sisi materi, terdapat beberapa hal penting

yang perlu diatur dalam PBI, antara lain :

a. Definisi mengenai transfer dana, dana (tunai dan non

tunai), perintah transfer dana dan penyelenggara

transfer dana.

b. Prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan transfer dana

seperti:

- Pengecualian terhadap prinsip zero hour rules;

- Pembayaran atau penyelesaian pembayaran

bersifat final (finality of payment/finality of

settlement);

- Penyerahan terhadap pembayaran (delivery versus

payment); dan

- Membayar bunga atau kompensasi atas use of

funds.

Penyusunaan Peraturan Bank Indonesia mengenai Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dan bagi Lembaga Selain Bank

Sejak diundangkannya UU No. 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang (UU PP TPPU), salah satu materi pengaturan

dalam UU tersebut yang terkait dengan Bank Indonesia,

khususnya di bidang sistem pembayaran adalah ketentuan

bahwa penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP)

merupakan pihak pelapor menurut dalam UU PP TPPU

tersebut.

Terkait dengan rencana penyusunan ketentuan APU

dan PPT bagi PJSP secara garis besar hal-hal yang akan

diatur dalam ketentuan tersebut meliputi ruang lingkup,

tanggung jawab direksi dan komisaris, kebijakan dan

prosedur, pengendalian internal, sumber daya manusia,

tipping off, pengawasan dan sanksi. Isi pengaturan

kurang lebih akan sama dengan ketentuan mengenai

penerapan prinsip pengguna jasa lainnya, dimana titik

berat akan ada pada prosedur yang harus dilakukan oleh

PJSP mengenai pengguna jasa dalam penyelenggaraan

jasa sistem pembayaran yang dilakukannya. Prosedur

ini sebagian besar akan dituangkan dalam mekanisme

pelaksanaan Customer Due Dilligence (CDD) dan Enhanced

Due Dilligence (EDD), yang antara lain akan mencakup

proses identifikasi, verifikasi dan pemantauan terhadap

pengguna jasa.

Pada akhir tahun 2011, proses penyusunan ketentuan

APU dan PPT bagi PJSP telah memasuki tahap finalisasi

dan diharapkan pada triwulan pertama tahun 2012

ketentuan tersebut dapat diterbitkan dan diatur mengenai

masa transisi pemberlakuannya untuk memberikan

kesempatan yang cukup kepada PJSP untuk mempelajari

ketentuan tersebut dan melakukan persiapan untuk

melaksanakannya.

Page 53: Cover LSPPU R5

39Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

Bab 4Pengawasan Sistem Pembayaran

Page 54: Cover LSPPU R5

40 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran berwenang untuk melakukan pengawasan, selain melakukan pengaturan dan perizinan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.

Obyek pengawasan sistem pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai SIPS maupun yang non SIPS. Sistem pembayaran yang dikategorikan sebagai SIPS adalah Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Adapun sistem pembayaran yang non-SIPS meliputi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), Uang Elektronik dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Ruang lingkup pengawasan Sistem Pembayaran menitikberatkan pada aspek keamanan, keandalan, efisiensi dan perlindungan konsumen.

Page 55: Cover LSPPU R5

41Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

4.1 Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS

Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan,

keandalan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS terjaga dengan

baik terlihat dari ketersediaan atau tingkat availability

Sistem BI-RTGS yang memenuhi service level yang telah

ditetapkan oleh Penyelenggara. Terjaganya ketersediaan

Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS selama tahun 2011 tidak

terlepas dari keandalan sistem utama BI-RTGS dan BI-

SSSS serta tersedianya infrastruktur back up system yang

dapat menggantikan setiap saat bila terjadi gangguan

pada sistem utama. Terkait dengan kesinambungan dan

kesiapan back up system tersebut, dari hasil pengawasan

selama periode laporan telah dilakukan uji coba secara

berkala terhadap back up system.

Dari sisi waktu penyelenggaraan, selama periode laporan

terdapat beberapa kali perpanjangan waktu operasional

baik untuk Sistem BI-RTGS maupun BI-SSSS. Permintaan

perpanjangan waktu ini karena adanya permintaan

dari peserta BI-RTGS dan BI-SSSS yang sebagian besar

disebabkan adanya gangguan pada sistem internal

peserta. Meskipun terdapat beberapa kali perpanjangan

window time, jumlah waktu perpanjangan yang diminta

oleh peserta masih dalam batas toleransi yang ditetapkan

oleh penyelenggara.

Selama tahun 2011, pengelolaan likuiditas oleh peserta

pada Sistem BI-RTGS juga berjalan dengan baik dan

lancar ditandai dengan terpenuhinya target throughput

guideline oleh hampir semua kelompok peserta.

Walaupun tidak semua kelompok peserta memenuhi

Throughput guideline tersebut namun hal ini tidak sampai

mempengaruhi kelancaran sistem pembayaran pada

umumnya. Throughput guideline adalah suatu target yang

diharapkan peserta dapat menyelesaikan transaksi melalui

Sistem BI-RTGS dengan pola distribusi sebagai berikut:

- 30% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan

sebelum pukul 10.30 WIB;

- 30% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan

antara pukul 10.30 sampai dengan 14.30 WIB; dan

- 40% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan

antara jam 14.30 sampai dengan 16.30 WIB.

Dengan mengikuti guideline tersebut diharapkan

transaksi-transaksi dari para peserta tidak menumpuk

pada akhir hari.

Pengawasan terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Penyelenggaraan SKNBI secara umum sampai dengan

akhir periode laporan juga berjalan dengan baik dan

lancar. Terdapat perpanjangan waktu layanan sebesar

0,81% dari total waktu operasional normal, namun hal

tersebut tidak mengganggu penyelenggaraan SKNBI

secara keseluruhan. Sama halnya dengan Sistem BI-

RTGS, untuk menjaga kelancaran operasional SKNBI,

Bank Indonesia juga memiliki prosedur contingency yang

didukung dengan infrastruktur back up yang andal.

Selama tahun 2011, pengelolaan likuiditas oleh peserta

SKNBI juga berjalan dengan baik antara lain dapat dilihat

dari kecukupan prefund (baik cash maupun collateral)

oleh bank peserta sebagai syarat untuk dapat mengikuti

Page 56: Cover LSPPU R5

42 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

kliring, sehingga selama periode laporan tidak terdapat

peserta yang tidak bisa mengikuti kliring.

Total prefund kliring debet dan kliring kredit yang

disediakan peserta sampai dengan bulan Desember 2011

mencapai Rp3.909 triliun dengan total nilai transaksi

sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar Rp1.970

triliun. Dengan demikian rata-rata penggunaan prefund

sampai dengan bulan Desember 2011 adalah 50,5%

dengan penggunaan terendah 46% yang terjadi pada

bulan November 2011 dan tertinggi 56,1% yang terjadi

pada bulan Agustus 2011.

4.2 Pengawasan Sistem Pembayaran di Luar Bank Indonesia

Pengawasan terhadap Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)

Penyelenggaraan Kartu Kredit

Pada periode laporan, terdapat permasalahan terkait

kegiatan penagihan (collection) kartu kredit yang dilakukan

oleh pihak ketiga. Atas terjadinya permasalahan tersebut

Bank Indonesia telah mengirimkan surat kepada seluruh

penerbit yang isinya mengingatkan mengenai prinsip-

prinsip penagihan yang sesuai ketentuan Bank Indonesia.

Bank Indonesia juga telah melakukan on site visit ke 12

bank penerbit untuk memastikan kepatuhan penerbit

terhadap ketentuan mengenai APMK yang berlaku

termasuk pemenuhan terhadap aspek perlindungan

nasabah.

Berdasarkan hasil monitoring terhadap laporan bank

penerbit kartu kredit selama tahun 2011, jumlah kasus

fraud selama tahun 2011 adalah sebanyak 7.826 kasus

dengan nilai kerugian sebesar Rp 33,3 miliar. Jumlah

kasus dan nilai kerugian selama tahun 2011 ini menurun

sebanyak 5% dan 18% dibandingkan tahun 2010.

Penurunan fraud yang signifikan adalah terkait pemalsuan

kartu. Semenjak diimplementasikannya chip pada

kartu kredit, fraud jenis pemalsuan kartu setiap tahun

mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 13,9%

atau sejumlah 477 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.

Meskipun fraud pemalsuan kartu mengalami penurunan,

namun terjadi peningkatan pada fraud pencurian identitas.

Sehubungan dengan pergeseran jenis fraud tersebut,

Bank Indonesia telah menginformasikan kepada seluruh

penerbit kartu kredit.

Penyelenggaraan Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet

Berdasarkan hasil monitoring laporan yang disampaikan

oleh seluruh penerbit selama tahun 2011, fraud kartu

ATM/Debet mengalami penurunan nilai kerugian sebesar

Rp 15,1 miliar dibandingkan dengan tahun 2010. Hal ini

seiring dengan penurunan jumlah kasus fraud yang juga

menurun sebanyak 8.391 kasus. Selama periode laporan,

total kerugian yang disebabkan oleh fraud adalah sebesar

Rp 2,38 miliar yang berasal dari 15.789 kasus. Secara

nominal kerugian terbesar berasal dari kartu palsu yaitu

sebesar Rp 945,5 juta. Sedangkan dari sisi jumlah kasus

fraud terbanyak berasal dari fraud jenis kartu hilang atau

di curi dengan nilai kerugian 225 juta yang berasal dari

10.059 kasus.

Selanjutnya terkait implementasi teknologi chip dan

penggunaan personal identification number (PIN) paling

kurang enam digit, Bank Indonesia telah melakukan

monitoring kesiapan dari masing-masing penerbit melalui

laporan bulanan dan triwulanan yang disampaikan oleh

para penerbit kartu ATM/Debet.

Pengawasan terhadap Uang Elektronik

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh 11 penerbit

uang elektronik sampai dengan akhir periode laporan,

tercatat jumlah instrumen yang diterbitkan sebanyak 14,3

juta. Volume transaksi uang elektronik sampai dengan

akhir periode laporan sebanyak 41,06 juta dengan nilai

transaksi sebesar Rp981,3 miliar. Jumlah merchant uang

elektronik sampai dengan akhir Desember 2011 sebanyak

9.001 dengan 59.949 terminal. Dana float yang tersimpan

di instrumen pada periode laporan sebesar Rp 133 miliar.

Selama periode laporan, telah dilakukan on site visit

kepada satu penerbit uang elektronik, dengan tujuan

Page 57: Cover LSPPU R5

43Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

mengevaluasi kepatuhan penyelenggaraan uang

elektronik terhadap ketentuan Bank Indonesia yaitu

Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 tentang

Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran

Bank Indonesia No.11/11/DASP perihal Uang Elektronik

(Electronic Money). Berdasarkan hasil on site visit, secara

umum operasional penyelenggaraan uang elektronik

telah mematuhi ketentuan Bank Indonesia, namun masih

terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan

seperti aspek transparansi produk dan aspek penanganan

keluhan nasabah.

Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU)

Selama tahun 2011, telah dilakukan on site visit kepada

dua penyelenggara KUPU di wilayah kantor pusat Bank

Indonesia untuk memastikan kepatuhan penyelenggara

KUPU terhadap ketentuan yang berlaku. Dari hasil on site

visit tersebut, secara umum operasional penyelenggaraan

KUPU sudah berjalan sesuai ketentuan. Namun demikian

masih terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapat

perhatian dan harus ditingkatkan dari penyelenggara

KUPU seperti aspek pengenalan nasabah, transparansi

dan perlindungan konsumen.

Page 58: Cover LSPPU R5

44 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 59: Cover LSPPU R5

45Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan SistemPembayaran ke Depan

Page 60: Cover LSPPU R5

46 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan, akan difokuskan pada upaya peningkatan keamanan dan keandalan sistem pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri sistem pembayaran nasional. Dalam rangka peningkatan efisiensi penyelenggaraan sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia terus berupaya mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara sistem pembayaran. Selain itu, peningkatan perlindungan konsumen tetap menjadi concern Bank Indonesia dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.

Arah kebijakan sistem pembayaran ke depan tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II, implementasi Kartu ATM/Debet berbasis chip, secara bertahap, pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG), persiapan standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik serta persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Page 61: Cover LSPPU R5

47Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

5.1 Penyempurnaan Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan MEA

Sejalan dengan peningkatan perekonomian Indonesia

yang tercermin dari peningkatan volume transaksi dan

nilainya baik dalam pasar keuangan maupun pasar modal

yang semakin berkembang, maka kebutuhan sistem

pembayaran dan setelmen nasional yang andal serta

efisien semakin meningkat. Selain itu, perkembangan

teknologi informasi yang semakin pesat juga mendorong

munculnya berbagai inovasi produk dan layanan sistem

pembayaran dan setelmen di Indonesia.

Blueprint Sistem Pembayaran Nasional (Blueprint SPN)

disusun sebagai arah kebijakan untuk mewujudkan sistem

pembayaran dan setelmen yang efisien, cepat, aman

dan andal. Blueprint SPN yang diterbitkan pada tahun

1995 disempurnakan pada tahun 2004 dalam rangka

terus mengupayakan terciptanya sistem pembayaran dan

setelmen yang lebih efisien, cepat, aman dan andal dalam

mendukung perkembangan perekonomian dan sistem

keuangan Indonesia.

Penyempurnaan Blueprint SPN dilakukan kembali dalam

rangka merespon kebutuhan masyarakat yang semakin

kompleks di masa yang akan datang. Selain itu, industri

pembayaran Indonesia yang berkembang pesat dalam

tujuh tahun terakhir, baik yang dipicu oleh faktor internal

(dari sisi Bank Indonesia, industri dan konsumen)

maupun faktor ekternal (globalisasi dan integrasi Sistem

Pembayaran), juga perlu diakomodasi dan diselaraskan

dengan Blueprint SPN ke depan.

Salah satu faktor eksternal yang perlu mendapat

perhatian Bank Indonesia adalah integrasi ekonomi ASEAN

melalui pembentukan MEA 2015. Dalam menyongsong

pembentukan MEA 2015, Bank Indonesia telah menyusun

Blueprint Sistem Pembayaran Nasional (SPN) dalam

menghadapi persaingan dengan sistem pembayaran

negara ASEAN lainnya dan mengantisipasi kebutuhan

interkoneksi dengan sistem pembayaran dan setelmen

negara ASEAN. Untuk itu, penyusunan Blueprint SPN

dilakukan dengan memetakan kondisi sistem pembayaran

dan setelmen Indonesia saat ini, melihat tren sistem

pembayaran, menganalisa isu-isu strategis dari sisi

kebijakan, kerangka hukum, kelembagaan, instrumen, dan

infrastruktur/mekanisme.

Untuk sistem pembayaran nilai besar, isu-isu strategis

yang mengemuka adalah:

- perlunya peningkatan efisiensi, kecepatan, keamanan

dan keandalan dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran dan setelmen;

- perlu adanya national central securities depositories,

penggunaan central bank money, serta pemenuhan

international standards.

Sedangkan untuk sistem pembayaran ritel, isu-isu strategis

yang muncul adalah kebutuhan peningkatan efisiensi

nasional terkait dengan interoperabilitas, perkembangan

berbagai delivery channel yang relatif baru, perlunya

peningkatan peran industri dalam menciptakan sistem

pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal,

koordinasi antar otoritas, serta perlunya peningkatan daya

saing penyelenggara sistem pembayaran domestik.

Berdasarkan analisa terhadap kondisi saat ini, arah

kebijakan pengembangan sistem pembayaran dan

Page 62: Cover LSPPU R5

48 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

setelmen disusun dengan mengutamakan kebutuhan

pasar Indonesia (market driven policy), melindungi

kepentingan nasional (termasuk didalamnya perlindungan

konsumen) dengan melibatkan industri, mengantisipasi

kebutuhan interoperabilitas dan memanfaatkan teknologi

telekomunikasi. Selain itu, arah kebijakan juga ditujukan

untuk mendorong perluasan akses masyarakat terhadap

layanan jasa sistem pembayaran melalui pengembangan

jaringan penyelenggaraan sistem pembayaran

domestik. Langkah kongkrit dari pelaksanaan kebijakan

pengembangan sistem pembayaran dan setelmen

nasional tersebut akan dijabarkan dalam rencana kerja

Bank Indonesia, termasuk kegiatan konsultasi industri

baik melalui Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia

(ASPI) maupun stakeholder sistem pembayaran Indonesia

lainnya.

5.2 Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN

ASEAN Working Committee on Payment and Settlement

Systems (WC-PSS) merupakan bagian dari ASEAN Process

untuk sub area sistem pembayaran dan setelmen yang

dibentuk dalam ASEAN Central Banks Deputy Governors’

Meeting (ACDM) pada April 2010. WC-PSS tersebut

bertugas menyiapkan sistem pembayaran dan setelmen

negara-negara anggota ASEAN guna dapat memfasilitasi

implementasi MEA 2015. Kegiatan penyiapan oleh WC-PSS

dilakukan melalui penyusunan kajian dan rekomendasi

kebijakan baik untuk pengembangan sistem pembayaran

dan setelmen di ASEAN maupun untuk koordinasi dalam

rangka harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di

ASEAN.

Sesuai amanat pembentukannya, WC-PSS telah

menghasilkan kajian pada lima bidang yang disepakati

yaitu kajian mengenai pengembangan/penyelenggaraan

cross border trade settlement, cross border money

remittance, cross border retail payment, cross border

capital market settlement, dan standardization in payment

& settlement systems. Berdasarkan hasil kajian tersebut,

WC-PSS menyusun rekomendasi untuk pengembangan

sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN yang dibagi

menjadi tiga tahapan, yaitu:

Jangka Pendek (2012 – 2013): Standardisasi

Penerapan standar dalam sistem pembayaran dan

setelmen merupakan salah satu isu penting dalam

kajian WC-PSS. Standar internasional telah diterapkan di

beberapa area sistem pembayaran dan setelmen, namun

di beberapa kawasan lainnya masih perlu dilakukan

identifikasi untuk menentukan standard maupun best

practices yang dapat dijadikan acuan. Salah satu poin

penting dalam studi mengenai standardisasi adalah

perlunya mendorong negara-negara ASEAN untuk

menerapkan ISO 20022 yang merupakan standar untuk

struktur message dalam pelaksanaan transaksi keuangan

secara elektronis. Penerapan ISO 20022 diharapkan dapat

mendukung tercapainya integrasi sistem keuangan di

kawasan ASEAN.

Selain standardisasi, rekomendasi dalam pengembangan

dan harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di

ASEAN juga meliputi (i) peningkatan transparansi biaya

bank (seperti kurs mata uang dan biaya administrasi

bank) yang diharapkan dapat mengurangi biaya

transaksi perdagangan intra ASEAN terutama transaksi

yang berhubungan dengan mata uang asing. Dengan

adanya keterbukaan informasi dan persaingan yang

semakin luas di antara perbankan, biaya transaksi yang

menggunakan mata uang lokal akan menjadi lebih

murah; (ii) kebijakan untuk mendorong penggunaan

jasa remitansi formal serta peningkatan transparansi

biaya remitansi untuk meningkatkan perlindungan

kepada konsumen, antara lain melalui dorongan dari

bank sentral kepada penyedia jasa keuangan non bank

formal untuk dapat menjangkau daerah pedesaan dan

masyarakat yang belum menggunakan jasa perbankan;

(iii) mendorong penggunaan standar internasional atau

standar bersama dalam sistem pembayaran ritel yang

memungkinkan tercapainya interoperabilitas antara

berbagai sistem pembayaran ritel yang telah ada di

kawasan. Selanjutnya, untuk meningkatkan efisiensi dan

memperluas penggunaan instrumen pembayaran non

tunai, bank sentral dapat memfasilitasi pengembangan

common-used instruments di tingkat regional. Selain itu,

joint research juga dapat dilakukan untuk meningkatkan

efektivitas pelaksanaan inisiatif pengembangan

Page 63: Cover LSPPU R5

49Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

sistem pembayaran ritel di kawasan ASEAN; (iv)

penerapan standar internasional yang memungkinkan

penyelenggaraan straight through processing (STP) untuk

setelmen surat berharga baik di tingkat domestik maupun

lintas batas negara serta memperkenalkan usaha mitigasi

risiko seperti delivery versus payment dan payment

versus payment jika belum diterapkan di pasar keuangan

domestik di ASEAN.

Jangka Menengah (2014 – 2015): Pengembangan

Infrastruktur dan Prasarana

Dalam jangka menengah, ketika ASEAN diharapkan telah

mencapai suatu tingkatan penerapan standardisasi,

negara-negara anggota ASEAN dapat melakukan

pengembangan sistem pembayaran dan setelmen

lebih lanjut. Inisiatif pengembangan termasuk dengan

membangun atau memanfaatkan jaringan yang sudah ada

(misalnya Asian Payment Network/APN). Rekomendasi

pengembangan jangka menengah untuk kawasan cross

border trade settlement adalah untuk mempelajari

mekanisme pencapaian T + 1 dalam transfer dana lintas

batas negara. Selain itu, direkomendasikan juga untuk

mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi

perdagangan antar negara ASEAN 5. Rekomendasi

untuk kawasan cross border money remittance adalah

untuk menjajagi kemungkinan pengembangan jaringan

sistem pembayaran regional yang telah ada (APN) untuk

mengakomodasi kebutuhan remitansi serta memperluas

jangkauannya. Selanjutnya, untuk kawasan cross border

retail payment systems, rekomendasi yang diberikan

adalah untuk mendorong perluasan produk yang dilayani

oleh jaringan sistem pembayaran regional, bukan hanya

untuk transaksi penarikan tunai menggunakan kartu ATM,

melainkan juga untuk kartu debit dan kartu kredit, serta

remitansi. Untuk kawasan cross border capital market

settlement, rekomendasinya adalah agar WC-PSS bekerja

sama dengan ASEAN Capital Market Forum (ACMF) dan

WC-Capital Market Development untuk mengkaji berbagai

kemungkinan pengembangan infrastruktur sistem

pembayaran regional guna mendukung setelmen pasar

modal.

Jangka Panjang (Setelah 2015): Mengkaji Kemungkinan

Pengembangan Linkages antara berbagai Sistem

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah

pengembangan “same day settlement” transfer dana

lintas negara. Tujuan jangka panjang ini memerlukan

linkages antara berbagai sistem pembayaran di kawasan

ASEAN, baik untuk sistem pembayaran ritel, setelmen

transaksi perdagangan, atau untuk remitansi. Pada tahap

ini, kawasan ASEAN diharapkan telah mengembangkan

atau membangun sistem pembayaran yang memiliki

interoperabilitas melalui penerapan standar yang sama.

Dalam kaitan ini tugas WC-PSS adalah menentukan

jenis linkages yang akan dibangun oleh negara-negara

ASEAN untuk masing-masing kawasan. Sebagai contoh,

kepesertaan beberapa negara pada Continous Link

Settlement (CLS) yang dapat memitigasi risiko foreign

exchange (FX). Linkages lainnya dapat berupa hubungan

antara Automated Clearing House (ACH), RTGS, atau

infrastruktur sistem keuangan lainnya.

5.3 Roadmap Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel

Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian mengenai konsep

pengembangan NPG, Bank Indonesia membentuk

Forum Group Discussion (FGD) NPG yang beranggotakan

perwakilan industri sistem pembayaran yang berasal dari

perbankan. FGD tersebut bertugas menyusun kesepakatan

model bisnis dan teknis pengembangan NPG yang sesuai

dengan kebutuhan industri sistem pembayaran. Dalam

perjalanannya, pembahasan FGD NPG dikoordinasikan

oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan

agar lebih fokus dalam melakukan pembahasan, dibentuk

working group dengan pengelompokan sebagai berikut :

WG Tugas Pokok

Kelompok A Kelembagaan dan Kepemilikan Institusi NPG

Kelompok B Model NPG yang akan dikembangkan (teknis dan bisnis)

Kelompok C Tahapan Implementasi NPG

Page 64: Cover LSPPU R5

50 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Pada tahap awal, pembahasan difokuskan pada

penentuan model NPG bagi penyelenggaraan sistem

pembayaran ritel dan elektronis dan telah disepakati

oleh industri perlunya masukan para prinsipal domestik

terhadap konsep pengembangan NPG. Hal tersebut

mengingat terdapat kemungkinan perubahan pada aspek

bisnis dan layanan yang disediakan oleh prinsipal.

Pembahasan mengenai NPG selanjutnya difokuskan pada

fungsi NPG dalam transaksi domestik dan cross border,

dengan prioritas pembahasan pada transaksi domestik.

Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan aktivitas

sistem pembayaran Indonesia saat ini didominasi oleh

transaksi domestik. Pembahasan tersebut dibagi dalam

tiga besaran, yaitu pembahasan transaksi kartu ATM/

Debet, kartu kredit dan transaksi uang elektronik.

Dalam pembahasan, terdapat usulan dari industri antara

lain :

a. Bank Indonesia mensosialisasikan road map

pengembangan NPG kepada industri untuk

menyesuaikan rencana bisnisnya.

b. Perlunya multiple NPG dengan pertimbangan dapat

berfungsi sebagai back up satu dan lainnya dan untuk

menghindari terjadinya monopoli.

c. Proses dan model bisnis penyelenggaraan transaksi

kartu ATM/Debet, kartu kredit dan transaksi uang

elektronik.

Bank Indonesia melihat bahwa institusi penyelenggara

NPG harus memiliki syarat tertentu mengingat peran yang

sangat penting dalam penyelenggaraan transaksi ritel

dan elektronis di Indonesia. Untuk itu dilakukan kajian

mengenai persyaratan institusi yang akan menjalankan

fungsi NPG yang paling tidak mencakup hal-hal sebagai

berikut :

a. Berbadan hukum Indonesia.

b. Memiliki kompetensi untuk mengintegrasikan

semua jenis teknologi dalam “industri pembayaran

elektronik”, baik di sisi front end, middle end, maupun

back end.

c. Memiliki kompetensi untuk mengintegrasikan

transaksi dengan database transaksi bank sentral

untuk kepentingan kliring dan setelmen.

d. Memiliki kompetensi untuk memproses transaksi

dalam waktu seketika dan/atau singkat serta terukur

sesuai kebutuhan pengguna dan/atau masing-masing

jenis transaksi dan/atau sesuai dengan Service Level

Agreement yang disepakati.

e. Menerapkan prinsip pengamanan berlapis dengan

teknologi pengamanan terkini.

f. Mampu menyediakan billing system yang transparan

bagi seluruh pihak yang menggunakan layanannya.

g. Mampu memastikan penerapan seluruh aspek

governance dalam penyelenggaraan sistem

pembayaran.

Dalam rangka pengembangan NPG, kegiatan yang akan

dilakukan adalah penetapan model bisnis dan teknis

yang disepakati pelaku industri, penetapan bentuk

kelembagaan dan kepemilikan institusi NPG, penyiapan

tahapan implementasi dan prasyarat pembentukan

institusi NPG, implementasi NPG secara bertahap,

implementasi dan operasional NPG secara penuh.

5.4 Standardisasi Uang Elektronik untuk mewujudkan Interoperabilitas dalam penyelenggaraan Uang Elektronik

Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang

efisien, cepat, aman, dan andal, Bank Indonesia antara

lain melakukan penyusunan standar agar terjadi

interoperabilitas uang elektronik. Pada tahap awal,

interoperabilitas uang elektronik akan dilakukan terlebih

dahulu di sektor transportasi dengan pertimbangan

bahwa sektor transportasi merupakan sektor strategis

untuk meningkatkan penetrasi pasar uang elektronik,

mengingat transaksi pembayaran di sektor ini sangat

sesuai dengan karakteristik penggunaan uang elektronik

yang ditujukan untuk pembayaran transaksi yang bernilai

kecil dengan volume transaksi tinggi/digunakan masal,

dan dilakukan secara berulang (reguler). Untuk tahap

berikutnya, interoperabilitas uang elektronik akan

dilakukan di sektor ritel untuk transaksi pembelanjaan.

Dalam periode laporan, tahapan kegiatan yang dilakukan

untuk mewujudkan standardisasi dalam rangka

Page 65: Cover LSPPU R5

51Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

interoperabilitas uang elektronik tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Pertemuan dengan stakeholders, dalam hal ini

otoritas terkait, pelaku industri, dan beberapa

operator, membahas rencana pengembangan standar

uang elektronik, pihak-pihak yang terlibat dalam

proses pengembangan standar, dan konsep struktur

organisasi pengembang standar uang elektronik.

b. Penjajagan dan persiapan pengadaan konsultan

pengembangan standar uang elektronik.

c. Diskusi dan konsultansi dengan pihak-pihak yang

berpengalaman dalam pengembangan uang

elektronik.

Adapun fokus pengembangan interoperabilitas uang

elektronik adalah meningkatkan koordinasi dengan

otoritas terkait, disamping terus melanjutkan fasilitasi

pihak industri. Koordinasi dengan otoritas terkait

terutama dilakukan agar pengembangan standar uang

elektronik dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan

dapat diterima dengan dukungan dari berbagai pihak.

Sementara itu, keterlibatan pihak industri ditandai dengan

dialihkannya kegiatan fasilitasi pengembangan uang

elektronik oleh Bank Indonesia kepada ASPI dengan fokus

kegiatan dalam periode laporan yaitu:

a. pembentukan working group (WG) uang elektronik

yang terdiri dari Komite E-Money dalam ASPI beserta

Bank penerbit dan calon penerbit uang elektronik;

b. menyiapkan rencana implementasi prototype uang

elektronik di sektor transportasi (model KCJ); dan

c. menyiapkan proses penyusunan standar uang

elektronik untuk program kerja tahun 2012.

Sejalan dengan hal tersebut, dilakukan pilot project

interoperabilitas uang elektronik dengan sistem

e-ticketing dengan PT. Kereta Commuter Jabodetabek

(KCJ). Hal ini dilakukan sebagai upaya jangka pendek agar

manfaat interoperabilitas uang elektronik dapat segera

dirasakan oleh stakeholders sehingga akan mendorong

penggunaan uang elektronik oleh masyarakat.

Pada perkembangannya, penyusunan standar uang

elektronik Indonesia dapat mengadopsi standar

uang elektronik yang sudah berlaku secara global

atau memodifikasi standar global tersebut seperti

halnya NSICCS pada standar kartu ATM/debet. Dalam

standardisasi uang elektronik, selain aspek teknis,

perlu disepakati pula aspek bisnis untuk mendukung

pelaksanaan interoperabilitas uang elektronik, mengingat

kesepakatan aspek teknis tidak akan berjalan tanpa

disertai kesepakatan aspek bisnis.

Arah pengembangan dalam mewujudkan interoperabilitas

penyelenggaraan uang elektronik akan dilakukan dengan

kegiatan yang meliputi penyusunan model bisnis antar

pihak terkait dalam penyelenggaraan, penyusunan kajian

potensi pengembangan uang elektronik di beberapa kota,

penyiapan lembaga pendukung yang akan mengelola

standar baik teknis maupun bisnis, pengujian standar,

pemetaan kesiapan industri beserta seluruh perangkat

yang diperlukan, implementasi standar uang elektronik

secara bertahap, dan implementasi standar uang

elektronik secara penuh.

Page 66: Cover LSPPU R5

52 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

Koordinasi dengan otoritas terkait dilakukan antara Bank Indonesia dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-4). Dalam rangka koordinasi tersebut, Gubernur Bank Indonesia telah menandatangani Kesepakatan Bersama dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada 14 November 2011 tentang Penyusunan Kebijakan dan Standar Interkoneksi dan Interoperabilitas Uang Elektronik di Sektor Transportasi.

Di samping itu, masing-masing instansi sesuai dengan kewenangannya akan menyusun kebijakan dan standar interoperabilitas uang elektronik untuk mendukung penggunaan uang elektronik di sektor transportasi publik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada waktunya, apabila standar uang elektronik selesai disusun dan siap untuk diimplementasikan, industri wajib menggunakan standar tersebut agar saling interoperable.

Pembahasan mengenai standar uang elektronik juga dilakukan di Kemenkominfo utamanya terkait dengan penyusunan standar spesifikasi teknis dasar teknologi informasi untuk kartu cerdas nirkontak (contactless smart card). Sesuai kesepakatan, untuk grand design standar uang elektronik akan dikoordinasikan Bank Indonesia mengingat adanya nilai uang yang terkandung dalam uang elektronik. Untuk menghindari terjadinya duplikasi dalam pengembangan standar uang elektronik, Bank Indonesia senantiasa melakukan koordinasi dengan Kemenkominfo.

Sebagai tindak lanjut Kesepakatan Bersama, telah pula dilakukan beberapa kali pertemuan antara Bank Indonesia dengan Kemenhub dan Kemenkominfo, untuk membahas rencana pembentukan tim kerja gabungan dan rencana kegiatan dalam tiga tahun ke depan.

Pembahasan dengan pihak Kemenhub dilakukan untuk membahas kebutuhan e-ticketing di sektor transportasi yang dirasakan cukup mendesak. Hal tersebut dilakukan terkait dengan pengembangan sistem pembelian tiket untuk bis TransYogya - kereta api Prameks – bis Trans Batik Solo di Yogyakarta dan Surakarta, kereta komuter di wilayah Jabodetabek, dan telah digunakannya uang elektronik di bis Trans Pakuan Bogor. Rencana pengembangan yang sama juga akan dilakukan di beberapa wilayah lain seperti di Palembang, penggunaan uang elektronik untuk electronic road pricing (ERP), dan penggunaan uang elektronik di mass rapid transportation (MRT).

Selain melakukan koordinasi dengan Kemenhub selaku otoritas transportasi di tingkat nasional, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan otoritas transportasi di daerah, yaitu Pemerintah Daerah (Pemda) yang membawahkan Dinas Perhubungan, misalnya dengan Pemda Solo. Pada kesempatan tersebut, dilakukan pembahasan mengenai pengembangan uang elektronik pada sektor transportasi di daerah Solo dan sekitarnya. Dalam hal ini, Dinas Perhubungan Solo bekerja sama dengan salah satu bank untuk mengembangkan sistem pembelian tiket Trans Batik Solo menggunakan uang elektronik. Pengembangan uang elektronik pada Trans Batik Solo merupakan salah satu program kerja Kemenhub untuk meningkatkan layanan transportasi di daerah yang rencananya akan dilakukan juga di Yogyakarta, Pekanbaru, dan Manado.

Untuk keperluan menjaga tingkat keamanan bagi masyarakat pengguna, Kemenhub juga mempertimbangkan penetapan standar di sisi alat pembaca uang elektronik. Hal tersebut juga sejalan dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis.

Agar pengembangan interoperabilitas uang elektronik dapat dilakukan secara komprehensif, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan UKP-4.

Koordinasi dengan Otoritas Terkait dalamRangka Standardisasi Uang ElektronikBoks 5.1

Page 67: Cover LSPPU R5

53Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

5.5 Upaya Perluasan Akses SKNBI kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Untuk memperluas jangkauan layanan sistem pembayaran

kepada masyarakat, Bank Indonesia mengupayakan

adanya perluasan akses SKNBI kepada BPR. Rencana

perluasan ini dilatarbelakangi selain untuk memenuhi

kebutuhan BPR dalam usaha untuk meningkatkan

layanan kepada nasabahnya juga adanya perkembangan

kegiatan usaha BPR dalam sistem pembayaran, seperti

keikutsertaan BPR dalam jaringan bersama ATM yang

diselenggarakan oleh switching company. Namun

demikian, keikutsertaan BPR dalam jaringan bersama

ATM, belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan

nasabah BPR akan adanya layanan transfer dana yang

murah dengan jangkauan yang luas.

Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, Bank

Indonesia akan memperluas akses BPR dalam SKNBI

khususnya untuk transfer kredit secara two tier system

yaitu pengiriman dan penyelesaian transfer kredit oleh

BPR melalui Bank Umum sebagaimana gambar berikut.

Pilot project perluasan akses BPR adalah BPR di wilayah

Jawa Timur dengan bank umum sebagai Apex BPR.

Apex BPR adalah bank umum yang menjalankan fungsi

sebagai Apex (pengayom) bagi BPR melalui kerjasama

keuangan dan bantuan teknis, dengan prinsip yang saling

menguntungkan. Diharapkan dengan penunjukkan Apex

BPR sebagai penyelenggara kliring transfer kredit BPR,

maka Apex BPR dapat meningkatkan peran dan fungsinya

sebagai pengumpul dana (pooling of fund), melakukan

kerjasama pembiayaan (Linkage Program) serta

memberikan dukungan teknis (Technical Support) bagi

anggotanya. Selanjutnya, bagi BPD yang ditunjuk sebagai

Apex BPR, hal ini dapat mendukung penguatan BPD

tersebut dalam program Regional Bank Champion (RBC)19.

Dengan perluasan akses BPR dalam sistem pembayaran

ini, diharapkan BPR dapat lebih meningkatkan daya

saingnya dalam memberikan jasa layanan kepada

masyarakat, juga mendorong percepatan pertumbuhan

ekonomi daerah dengan semakin lancarnya lalu lintas

pembayaran.

Perluasan akses BPR dalam transfer kredit SKNBI di

wilayah Jawa Timur akan dilaksanakan pada tahun 2012.

Selanjutnya, untuk wilayah lainnya perluasan akses

dalam transfer kredit SKNBI akan diimplementasikan

berdasarkan prioritas BPR yang membutuhkan.

5.6 Pengembangan SKNBI

SKNBI yang diimplementasikan pada tahun 2005 saat

ini telah menjadi salah satu alternatif sarana transfer

dana masyarakat, khususnya untuk transaksi ritel. Seiring

dengan perkembangan kegiatan perekonomian dan

kebutuhan bisnis, SKNBI telah mengalami beberapa kali

penyempurnaan seperti pengembangan mekanisme

no money no game pada kliring debet dan penerapan

multiple settlement pada kliring kredit. Namun demikian,

penyempurnaan yang telah dilakukan belum sepenuhnya

dapat mengakomodir seluruh kebutuhan bisnis pengguna

SKNBI. Hal-hal yang belum diakomodir antara lain

penyelesaian transaksi pembayaran antar bank yang

bersifat rutin, memiliki volume tinggi dan ritel (seperti

pembayaran gaji karyawan, angsuran kredit, tagihan

�����

�������������������

�����������������������

�����������������������

�����������������������

�������������������

�������������������

����� ����� ����� ����� ����� �����

�� �� �� �� �� ��

���������������

Bagan 5.1Perluasan Akses SKNBI Kepada BPR

19 Regional Bank Champion adalah Penguatan BPD bersama dengan program pemantauan inflasi daerah serta pengembangan kluster ekonomi potensial daerah yang bersinergi satu sama lainnya ditujukan untuk kepentingan kemajuan perekonomian daerah. Hal ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Revisi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang ditujukan untuk memperkuat struktur perbankan nasional sebagai bagian menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia.

Page 68: Cover LSPPU R5

54 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan

telepon dan listrik). Terkait aspek infrastruktur, usia teknis

aplikasi dan hardware SKNBI akan mencapai delapan

tahun pada tahun 2013.

Dengan pertimbangan tren pertumbuhan volume

transaksi SKNBI, perkembangan kebutuhan bisnis

pengguna SKNBI, perkembangan TIK serta dalam rangka

menjaga layanan SKNBI, maka pada tahun 2011 Bank

Indonesia melakukan evaluasi secara komprehensif

terhadap penyelenggaraan SKNBI. Evaluasi tersebut

dilakukan terhadap aspek infrastruktur, bisnis, dan

kebijakan/pengaturan dalam SKNBI dengan melibatkan

pihak eksternal dalam pelaksanaannya.

Dari evaluasi tersebut, telah dihasilkan rekomendasi

untuk mengatasi permasalahan SKNBI saat ini dan

pengembangan SKNBI ke depan, yaitu:

1. Rekomendasi jangka pendek

Adalah rekomendasi berupa penyempurnaan

kebijakan dan proses bisnis penyelenggaraan SKNBI,

yang memiliki implikasi minim terhadap aplikasi SKNBI

dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu

kurang dari 12 bulan. Rekomendasi jangka pendek

tersebut antara lain penerapan mekanisme pengiriman

transaksi debet secara online, upaya perluasan akses

SKNBI kepada BPR dan pemberian bantuan keuangan

kepada PKL selain BI, serta edukasi kepada masyarakat

mengenai kliring kredit.

2. Rekomendasi jangka panjang

Adalah rekomendasi terkait pengembangan sistem

kliring baru guna meningkatkan keamanan dan

efisiensi penyelenggaraan sistem kliring, antara lain

efisiensi likuiditas, penatausahaan dan perluasan

akses kepesertaan, dan efisiensi penyelenggaraan

kliring lokal. Sebagai tahap awal dalam rangka

pengembangan sistem kliring baru tersebut, akan

disusun grand design sistem kliring.

5.7 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 UUBI, tugas Bank

Indonesia di bidang sistem pembayaran adalah untuk

“mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran”.

Salah satu bentuk pelaksanaan tugas tersebut, Bank

Indonesia senantiasa memperkuat aspek hukum di

bidang sistem pembayaran, melalui penerbitan berbagai

ketentuan Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia

juga terlibat aktif dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan lainnya yang terkait dengan bidang

tugas sistem pembayaran.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada periode

laporan mendatang Bank Indonesia akan menyusun

peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2011

tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana).

Dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU Transfer

Dana, terdapat 10 isu pokok yang akan diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia, yaitu tata cara transfer

dana dari dan ke luar negeri, jasa, bunga, kompensasi,

pemberitahuan dan penanganan transfer dana yang tidak

terkirim karena kondisi tertentu, tata cara pengaksepan

dan penetapan jangka waktu pengambilan transfer

dana tunai, tata cara pengembalian dana, mekanisme

penyelesaian perintah transfer dana dalam hal terjadi

beku, cabut izin usaha atau pailit, jenis kekeliruan dan

tata cara koreksi transfer dana, pengenaan biaya dan

penyampaian informasi biaya, syarat dan tata cara

perizinan, serta pemantauan.

Dalam penyusunan ketentuan ini, Bank Indonesia

akan melibatkan stakeholders terkait, antara lain

perwakilan kalangan perbankan, penyelenggara kegiatan

usaha pengiriman uang dan asosiasi di bidang sistem

pembayaran.

Selanjutnya, dalam rangka penguatan aspek hukum dalam

sistem pembayaran, diperlukan adanya ketentuan yang

mengatur sistem pembayaran secara lebih komprehensif.

Page 69: Cover LSPPU R5

55Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Artikel

Artikel 1

Identifikasi Kebutuhan Sistem Pembayaran di Daerah Perbatasan dan Terpencil

Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran nasional

yang efisien, cepat, aman, dan andal, Bank Indonesia

terus mendorong perluasan penggunaan instrumen

pembayaran nontunai ke seluruh wilayah Indonesia. Saat

ini penggunaan instrumen non tunai cenderung masih

terkonsentrasi di kota-kota besar yang telah memiliki

dukungan infrastruktur yang memadai serta aktivitas

ekonomi yang tinggi.

Upaya perluasan layanan penggunaan instrumen

pembayaran non tunai tersebut sejalan dengan program

financial inclusion yang dicanangkan Bank Indonesia,

dimana salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah

meningkatkan dan memperluas akses masyarakat

terhadap layanan sistem pembayaran.

Pada tahap awal, upaya pengembangan dan perluasan

layanan sistem pembayaran di daerah terpencil dan

perbatasan perlu didukung oleh ketersediaan informasi

dan analisis yang komprehensif untuk mengetahui

kebutuhan layanan sistem pembayaran di wilayah

tersebut melalui penelitian. Untuk mencapai tujuan

tersebut, Bank Indonesia melakukan penelitian di delapan

wilayah yang dikategorikan sebagai daerah terpencil20 dan

perbatasan21. Dalam penelitian ini responden dibedakan

1 Kabupaten Miangas, SULUT Perbatasan2 Kabupaten Atambua, NTT Perbatasan3 Kepulauan Natuna, KEPRI Perbatasan4 Nunukan , KALBAR Perbatasan Malaysia dan Singapura5 Kutacane. NAD Terpencil 6 Sanggau, KALBAR Terpencil7 Krayan, KALTIM Terpencil8 Tobelo, MALUT Terpencil

No Wilayah Kategori

Lokasi dan Kategori Wilayah Survei

20 Daerah terpencil dimaksudkan sebagai daerah yang belum terjangkau oleh layanan kas keliling Bank Indonesia

21 Daerah perbatasan merupakan wilayah terdepan berbatasan dengan negara tetangga

menjadi tiga kelompok, yaitu Masyarakat Umum,

Pedagang atau Pengusaha, serta lembaga keuangan baik

bank maupun nonbank.

Hasil penelitian tersebut akan digunakan sebagai salah

satu dasar dalam proses penentuan kebijakan dan arah

pengembangan sistem pembayaran ke depan.

Secara umum hasil penelitian yang telah dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah terpencil dan

perbatasan masih didominasi oleh aktivitas primer,

yaitu ekonomi rumah tangga dengan skala mikro dari

sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.

2. Sebagian besar transaksi masyarakat berupa

pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti belanja di

toko/supermarket, pembelian pulsa/tagihan telepon,

pembayaran listrik, transportasi, bahan bakar, dan

melakukan transaksi kirim/terima uang yang dilakukan

secara tunai.

3. Instrumen pembayaran nontunai yang dikenal selama

ini berupa kartu ATM/debet, kartu kredit, cek, dan

layanan SMS banking. Terkait dengan uang elektronik,

belum ada penggunaan oleh masyarakat namun lebih

dari separuh responden menyatakan berminat untuk

menggunakannya.

4. Dari sisi kelembagaan, pada umumnya masyarakat

menggunakan bank dalam melakukan transaksi

pembayaran. Jumlah lembaga keuangan terutama

Bank dan jenis layanannya masih terbatas.

5. Terkait infrastruktur pendukung sistem pembayaran

nontunai, pada umumnya masih terdapat

permasalahan gangguan jaringan telekomunikasi

dan listrik. Kondisi ini tentunya kurang mendukung

pengembangan layanan pembayaran nontunai.

6. Minat masyarakat untuk mengalihkan transaksi tunai

Page 70: Cover LSPPU R5

56 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Artikel

ke nontunai cukup tinggi terutama untuk pembayaran

keperluan belanja, tagihan listrik, angsuran, dan

pembelian tiket pesawat.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa

rekomendasi sebagai berikut:

1. Mendorong kemitraan antara lembaga keuangan

dengan non lembaga keuangan. Upaya tersebut

dimaksudkan untuk meningkatkan jangkauan

pelayanan lembaga keuangan kepada masyarakat.

2. Penguatan koordinasi dan komunikasi dengan instansi

dan industri terkait.

3. Melaksanakan program edukasi mengenai alat

pembayaran nontunai kepada masyarakat di seluruh

wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil dan

perbatasan.

4. Salah satu jenis instrumen pembayaran yang dapat

dikembangkan di wilayah terpencil dan perbatasan

adalah uang elektronik yang menggunakan sarana

‘mobile’. Hal tersebut dikarenakan penetrasi

penggunaan sarana mobile di daerah dimaksud

relatif besar, selain itu jenis uang elektronik

dapat menjangkau lokasi di wilayah terpencil dan

perbatasan.

Page 71: Cover LSPPU R5

57Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Artikel

Seiring dengan semakin meningkatnya volume maupun

nilai transaksi pengiriman uang baik untuk transaksi

antar wilayah Republik Indonesia (RI), dari wilayah RI ke

luar negeri, maupun dari luar negeri ke dalam wilayah

RI, permasalahan keamanan, efisiensi, dan transparansi

semakin menjadi perhatian penting tidak saja bagi para

pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana, namun

juga otoritas terkait yang berwenang dalam pengaturan

dan pengawasan kegiatan tersebut. Mencermati

perkembangan yang terjadi, saat ini selain volume dan nilai

transaksi, mekanisme dan sarana yang digunakan dalam

kegiatan pengiriman uang, serta pihak yang menyediakan

jasa pengiriman uang pun semakin beragam. Jika beberapa

tahun lalu kegiatan pengiriman uang masih didominasi oleh

bank dan perusahaan pos, sekarang ini lembaga non bank

dan bahkan perusahaan telekomunikasi telah merambah

bisnis ini.

Beberapa tahun lalu apabila kita akan mengirim uang harus

datang ke lokasi penyelenggara pengiriman uang, saat ini

dapat dilakukan pula dengan menggunakan mobile phone,

internet, atau sarana lain yang tidak mengharuskan kita

untuk pergi ke tempat penyelenggara pengiriman uang.

Apabila dibandingkan dengan luasnya jaringan layanan

perbankan, terlihat bahwa kemajuan teknologi dan

kemudahan yang ditawarkan oleh bank dalam layanan jasa

transfer dana ternyata masih menyisakan kondisi dimana

belum seluruh masyarakat Indonesia dapat dengan mudah

memperoleh layanan jasa perbankan dengan segala ragam

penyebab, misalnya tidak adanya kantor cabang bank di

daerah tertentu, terutama daerah pedesaan.

Untuk mempercepat pengembangan layanan jasa

pengiriman uang sehingga menjangkau seluruh lapisan

masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah

pedesaan, Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertugas

mengatur dan memperlancar kegiatan sistem pembayaran

merasa perlu untuk mengembangkan pola kemitraan

Artikel 2

Perluasan Peran Penyelenggara KUPU Non Bank dalam Sistem Pembayaran Ritel dan Mikro

antara penyelenggara KUPU non bank dengan bank atau

pihak lain sehingga upaya tersebut dapat meningkatkan

sinergi antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihak-

pihak tersebut dalam mengembangkan kegiatan usahanya.

Pengembangan pola kemitraan tersebut juga dimaksudkan

untuk menghindari terjadinya persaingan tidak sehat

antara industri perbankan dan penyelenggara KUPU non

bank dalam menjalankan kegiatan pengiriman uang.

Pengembangan kegiatan penyelenggara KUPU non

bank ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam

mengembangkan konsep financial inclusion khususnya

dalam sistem pembayaran untuk mempercepat tercapainya

less cash society.

Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif

dalam memberdayakan pelaku industri KUPU non

bank, dilakukan pemetaan terhadap kondisi dan

karakteristik penyelenggara KUPU non bank yang saat

ini karakteristiknya sangat beragam. Selanjutnya, bentuk

pola kemitraan yang dapat diterapkan oleh masing-

masing penyelenggara KUPU non bank dengan pihak

lain didasarkan pada karakteristik penyelenggara KUPU

tersebut. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia memiliki

peran untuk mendorong dan mempercepat implementasi

kemitraan antara penyelenggara KUPU non bank dengan

pihak lain untuk memperluas peran penyelenggara KUPU

non bank.

Perluasan peran penyelenggara KUPU non bank dalam

sistem pembayaran ritel dan mikro bertujuan untuk

menciptakan iklim yang kondusif dalam industri pengiriman

uang dengan lebih memberdayakan penyelenggara KUPU

non bank melalui peningkatan peran penyelenggara KUPU

non bank dalam sistem pembayaran ritel dan mikro.

Di samping itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk

mendorong terwujudnya financial inclusion dalam sistem

pembayaran sehingga seluruh lapisan masyarakat yang

selama ini belum terjangkau oleh layanan perbankan dapat

Page 72: Cover LSPPU R5

58 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Artikel

terlayani melalui pola kemitraan penyelenggara KUPU

non bank dengan perbankan. Dengan upaya tersebut

diharapkan terjadi sinergi positif antara penyelenggara

KUPU non bank dengan perbankan dan pihak lain yang juga

memberikan fasilitas layanan kepada masyarakat.

Dalam penelitian perluasan peran penyelenggara KUPU

non bank yang dilakukan melalui studi literatur dan survei

terhadap penyelenggaraan KUPU di Indonesia guna

memperoleh gambaran mengenai profil dan karakteristik

penyelenggara KUPU non bank, dan FGD dengan pihak

terkait (industri KUPU, Asosiasi Penyelenggara Pengiriman

Uang Indonesia, dan otoritas terkait), karakteristik

penyelenggara KUPU non bank di Indonesia sangat

heterogen. Aspek yang dipandang terkait heterogenitas

tersebut adalah dari sisi jaringan kantor, pengembangan

sistem, maupun kerjasama dengan pihak lain selain

penyedia sistem di luar negeri. Berdasarkan survei yang

telah dilakukan di wilayah Jawa Timur, Medan, dan

Jabodetabek, diperoleh karakteristik penyelenggara KUPU

non bank sebagai berikut:

1. Jaringan kantor

Dari aspek yang terkait dengan jaringan kantor,

penyelenggara KUPU non bank di Indonesia ada yang

tidak memiliki jaringan kantor, memiliki jaringan kantor

hanya di kota-kota besar, dan ada pula yang memiliki

jaringan kantor dan outlet yang luas, yang tersebar

sampai ke pelosok daerah (remote area) di Indonesia.

2. Sistem yang dikembangkan

Dilihat dari sistem yang dikembangkan, saat ini tidak

sedikit penyelenggara KUPU non bank yang hanya

memanfaatkan layanan perbankan dalam melakukan

kegiatan pengiriman dan/atau penerimaan uang

sehingga bsinis prosesnya menjadi sangat sederhana,

namun ada pula yang telah membangun sistem sendiri

untuk penyelenggaran kegaitan pengiriman dan/atau

penerimaa uang yang relatif sarat dengan penggunaan

sistem dan teknologi informasi yang mutakhir.

3. Kerjasama dengan pihak selain penyedia sistem di luar

negeri

Terkait dengan kerjasama dengan pihak selain penyedia

sistem di luar negeri, untuk penyelenggara KUPU non

bank yang bekerjasama dengan penyedia sistem seperti

Western Union atau MoneyGram, umumnya tidak

memiliki kerjasama dengan pihak lain di luar negeri.

Sementara itu, penyelenggara KUPU non bank yang

mengembangkan sistemnya sendiri biasanya memiliki

kerjasama dengan pihak lain di luar negeri sebagai agen

pengirim.

Adapun peluang pola kemitraan yang dapat dilakukan

oleh penyelenggara KUPU non bank yang telah dijajagi

melalui diskusi dengan pihak perbankan dan industri sistem

pembayaran, baik melalui kerjasama dengan bank maupun

dengan pihak selain bank, adalah sebagai berikut:

1. Agen dalam program branchless banking

Penyelenggara KUPU non bank dapat menjadi

agen bank, baik dalam kegiatan usaha pengiriman

uang (KUPU) yang dilakukan oleh bank maupun

pola kemitraan dalam rangka memperluas layanan

perbankan ke daerah pelosok (remote area).

Karakteristik utama yang perlu dimiliki oleh

penyelenggara KUPU non bank untuk dapat menjadi

agen program branchless banking adalah memiliki

jaringan kantor yang luas, khususnya di remote area

yang belum terjangkau layanan perbankan sehingga

dapat dimanfaatkan perbankan untuk memperluas

akses layanan perbankan kepada masyarakat di wilayah

tersebut.

2. Collecting agent dalam pembayaran angsuran

pembiayaan KUR TKI

Penyelenggara KUPU non bank yang memiliki kerjasama

dengan pihak selain penyedia sistem di luar negeri

dapat menjadi agen bank baik sebagai collecting agent

pembayaran angsuran KUR TKI atau untuk meneruskan

pembayaran angsura KUR TKI dari TKI yang ada di luar

negeri kepada bank pemberi kredit. Pola kemitraan

ini khususnya diperlukan pada KUR TKI yang diberikan

kepada TKI yang bekerja di sektor informal. Karakteristik

utama yang perlu dimiliki oleh penyelenggara KUPU

non bank untuk dapat menjadi collecting agent dalam

pembayaran angsuran pembiayaan KUR TKI adalah

memiliki jaringan kantor yang luas, khususnya di luar

negeri atau memiliki kerjasama dengan pihak lain di

Page 73: Cover LSPPU R5

59Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Artikel

luar negeri yang dapat berperan sebagai perpanjangan

tangan penyelenggara KUPU non bank untuk bertindak

sebagai collecting agent pembayaran angsuran

pembiayaan KUR TKI.

3. Agen cash-in dan cash-out uang elektronik.

Dalam pola kemitraan ini, karakteristik utama dari

penyelenggara KUPU non bank agar feasible untuk

bertindak sebagai agen cash-in dan cash-out uang

elektronik adalah penyelenggara KUPU non bank

yang memiliki jaringan kantor/oulet yang tersebar di

seluruh Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh

penerbit uang elektronik untuk memperluas jaringan

uang elektroniknya di masyarakat. Namun demikian,

karakteristik utama tersebut juga harus dilengkapi

dengan adanya standar penerapan ketentuan

Know Your Customer, Anti Pencucian Uang dan

Pemberantasan Pendanaan Teroris, serta memiliki dan

mampu mengelola likuiditas dengan baik, khususnya

untuk kegiatan cash-out uang elektronik yang dilakukan

pengguna uang elektronik.

4. Agen bill and salary payment

Peluang pola kemitraan untuk menjadi agen bill and

salary payment pada dasarnya hampir sama dengan

menjadi agen cash-in dan cash-out uang elektronik,

dimana karakteristik utama yang diperlukan adalah

memiliki jaringan kantor/outlet yang tersebar di seluruh

Indonesia, sehingga utilities company atau biller

agrerator dapat memperluas jangkauan pelayanan

penerimaan pembayaran tagihan bulanan dari

masyarakat di remote area. Selain itu, terkait dengan

kegiatan sebagai agen dari salary payment, diperlukan

prasyarat lain, yaitu memiliki dan mampu mengelola

likuiditas dengan baik.

Peran Bank Indonesia dalam mendukung pola

kemitraan Penyelenggara KUPU non bank dapat

dilakukan melalui fungsinya, baik sebagai fasilitator

maupun sebagai regulator. Dalam fungsinya sebagai

fasilitator, Bank Indonesia telah beberapa kali

memfasilitasi pertemuan antara perbankan dengan

penyelenggara KUPU non bank dalam upaya menjajagi

berbagai kemungkinan dilakukannya kemitraan

antara 2 (dua) industri tersebut. Selanjutnya sebagai

regulator, Bank Indonesia perlu merumuskan kebijakan

dan aturan yang dapat mendukung pengembangan

kegiatan pola kemitraan dan melakukan koordinasi

dengan otoritas terkait, seperti PPATK dan pengawas

perbankan.

Rekomendasi

1. Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai fasilitator

perlu terus mendukung perluasan peran penyelenggara

KUPU non bank dalam upaya menciptakan industri

KUPU non bank yang sehat. Hal ini dapat dilakukan

dengan memfasilitasi peluang-peluang pola kemitraan

antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihak

lain, baik berupa Bank seperti yang telah dilakukan

selama periode penelitian maupun dengan institusi lain

selain bank seperti biller aggregator, utilities companies

(antara lain PLN, PDAM, Telkom) atau penerbit uang

elektronik.

2. Mengingat penyelenggara KUPU non bank sangat

heterogen, Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai

regulator perlu menyusun aturan yang lebih

komprehensif mengenai penyelenggara KUPU non

bank dalam upaya menciptakan industri KUPU yang

sehat. Terkait dengan pola kemitraan penyelenggara

KUPU non bank, dalam aturan tentang KUPU non bank

tersebut, Bank Indonesia dapat menetapkan kriteria

penyelenggara KUPU non bank yang dapat melakukan

kemitraan dengan industri lain.

3. Dalam konsep pengembangan pola kemitraan perlu

dilakukan koordinasi baik dalam lingkup internal Bank

Indonesia maupun dengan pihak eksternal antara

lain PPATK khususnya dalam penerapan prinsip Anti

Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan

Terorisme.

4. Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia

(APPUI) perlu menyusun code of conduct (etika bisnis)

dalam melakukan kemitraan dengan industri lain,

sehingga persaingan antar penyelenggara KUPU non

bank dalam melakukan kemitraan dengan industri lain

dapat berjalan dengan kondusif.

Page 74: Cover LSPPU R5

60 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Artikel

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 75: Cover LSPPU R5

61Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang

BAGIAN 2

PENGEDARAN UANG

Page 76: Cover LSPPU R5

Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang

62 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 6Sekilas Pengedaran Uang

Page 77: Cover LSPPU R5

63Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang

Menjamin Ketersediaan Uang Rupiah Layak Edar di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Uang memiliki fungsi yang penting dalam mendukung kelancaran transaksi perekonomian. Hal ini tercermin dari kinerja perekonomian Indonesia selama tahun 2011 yang terus tumbuh dengan didukung oleh ketersediaan jumlah uang Rupiah layak edar.

Dengan peran yang demikian penting, BI senantiasa berupaya mencapai misinya yaitu terpenuhinya kebutuhan uang rupiah di masyarakat dalam jumlah yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.

Page 78: Cover LSPPU R5

Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang

64 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

6.1 Perkembangan Pengedaran Uang Tahun 2011

Peran penting uang Rupiah dalam mendukung

kelancaran transaksi ekonomi tercermin dari peningkatan

pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) dari

12,1% pada tahun 2010 menjadi 16,9% pada tahun 2011.

Selain itu, terdapat kenaikan tambahan kebutuhan uang

sebesar 49,2%, yaitu dari Rp36,3 triliun pada tahun 2010

menjadi Rp54,2 triliun pada tahun 2011.

Selama tahun 2011, terjadi kenaikan aliran uang kartal

layak edar dari BI (outflow) sebesar 40,6% yaitu dari

Rp247,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp347,6 triliun.

Kenaikan jumlah outflow yang cukup signifikan tersebut

dibarengi dengan strategi pendistribusian uang ke seluruh

wilayah NKRI hingga ke daerah terpencil dan terdepan.

Sejalan dengan outflow, jumlah aliran uang yang masuk

dari perbankan dan masyarakat ke BI (inflow) meningkat

signifikan sebesar 39,1% dibandingkan tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp211,0 triliun menjadi Rp293,4

triliun.

Guna menjaga kualitas uang dalam kondisi layak edar, BI

melakukan pemusnahan atas uang yang tidak layak edar.

Pemusnahan uang selama tahun 2011 tercatat sebanyak

5,8 miliar lembar uang kertas dan 71,0 juta keping uang

logam, baik dari uang yang masih berlaku maupun yang

sudah dicabut dan ditarik dari peredaran.

6.2 Isu Strategis dan Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Dalam mencapai misi BI di bidang Pengedaran Uang, BI

menetapkan berbagai strategi kebijakan yang didasarkan

pada berbagai faktor dan isu strategis baik yang terjadi

sepanjang tahun 2011 maupun tahun-tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan masih

tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk

menggunakan uang kartal sebagai alat transaksi

mempengaruhi kinerja dan kebijakan pengedaran

uang. Selain itu, pemenuhan kebutuhan uang kartal di

masyarakat dalam kondisi yang layak edar di seluruh

wilayah Indonesia bahkan hingga ke wilayah terpencil dan

terdepan juga menjadi perhatian dalam rangka menjamin

ketersediaan uang Rupiah.

Beberapa isu lain yang merupakan kelanjutan dari isu-

isu tahun sebelumnya adalah antara lain peningkatan

kualitas dan unsur pengaman uang untuk mengantisipasi

tingkat pemalsuan uang dan semakin tingginya tuntutan

stakeholders untuk meningkatkan peran berbagai pihak di

luar bank sentral dalam pengelolaan uang Rupiah.

Memperhatikan perkembangan strategis yang ada, maka

kebijakan BI di bidang pengedaran uang dilakukan dengan

mengacu pada tiga pilar utama.

Pilar pertama, peningkatan kualitas uang yang beredar

dan pemenuhan permintaan uang sesuai kebutuhan.

Dalam upaya peningkatan kualitas uang dilakukan melalui

beberapa strategi antara lain penyempurnaan unsur

pengaman dan elemen desain (up grading) uang kertas

pecahan besar, yaitu Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000.

Melalui penyempurnaan tersebut, diharapkan masyarakat

dapat lebih mudah mengenali ciri keaslian uang rupiah

sehingga mempersempit ruang gerak pemalsuan uang.

Page 79: Cover LSPPU R5

65Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang

Selain itu, untuk mengetahui kondisi dan kualitas uang

di berbagai wilayah Indonesia, BI melakukan survei

pemantauan kualitas uang yang beredar di wilayah Kantor

Pusat dan 9 Kantor Koordinator BI yang meliputi 30

Kabupaten/Kota.

Adapun kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan uang

dilakukan dengan menyusun rencana kebutuhan uang

(RKU). Selanjutnya RKU menjadi dasar bagi BI dalam

melakukan pengadaan bahan uang dan pencetakan uang.

Disamping itu, sebagaimana kebijakan tahun-tahun

sebelumnya, BI tetap melakukan upaya peningkatkan

penanggulangan uang palsu, pengadaan uang secara

komprehensif dan tepat waktu serta distribusi uang

ke seluruh wilayah di Indonesia. Terkait dengan

penanggulangan uang palsu, selain dengan upaya represif

yang bekerjasama dengan POLRI, BI juga melakukan

upaya preventif melalui sosialisasi keaslian uang Rupiah

dan memasukkan materi keaslian uang Rupiah dalam

kurikulum pendidikan SMU dan sederajat.

Pilar kedua, peningkatan efisiensi operasional kas di BI

dan perbankan. Strategi penting dalam rangka efisiensi

operasional kas dilakukan dengan penyempurnaan

Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah

oleh Bank Umum di BI yang diberlakukan pada bulan

April 2011. Ketentuan ini memberikan akses yang

lebih luas kepada bank umum dalam menyetorkan

kelebihan likuiditas rupiah dengan tetap memperhatikan

optimalisasi transaksi uang kartal antar bank (TUKAB).

Strategi lainnya adalah pemantauan kegiatan pengolahan

Rupiah dan layanan nasabah oleh perbankan dan

perusahaan Cash in Transit (CIT). Strategi ini bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan perbankan dan

perusahaan CIT dalam memenuhi standar pengolahan

uang yang ditetapkan BI. Pengolahan uang oleh

perbankan dan perusahaan CIT memegang peran penting

dalam meningkatkan kualitas uang yang beredar di

masyarakat.

Pilar ketiga, pengembangan layanan kas BI dengan

mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait

lainnya. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka optimalisasi

layanan kas yang selama ini rutin dilakukan, yaitu layanan

kas BI, layanan kas di luar kantor dan layanan penukaran

bagi nasabah perbankan dan masyarakat.

Pengembangan layanan kas dengan melibatkan pihak

terkait lainnya juga dilakukan untuk meningkatkan

penyediaan rupiah dan layanan kas di wilayah terpencil

dan terdepan NKRI. Kebijakan ini dimaksudkan untuk

menjamin penyediaan uang rupiah layak edar dan layanan

kas serta menjaga eksistensi Rupiah terutama di daerah

terpencil dan wilayah perbatasan. Kegiatan layanan kas

di daerah terpencil dan terdepan NKRI dilakukan dengan

menggunakan armada BI atau transportasi umum lain,

ataupun melalui kerjasama dengan Kepolisian Perairan

(Polair) dan TNI Angkatan Laut (TNI-AL).

Kerjasama dengan Polair dan TNI-AL dilakukan di wilayah

Kepulauan Seribu di Provinsi DKI, Kepulauan Sangihe

Talaud di Provinsi Sulawesi Utara, dan Kepulauan Natuna

serta Bintan di Provinsi Riau. Sedangkan kegiatan di

wilayah Kepulauan Ternate di Provinsi Maluku Utara,

Negeri Lama di Provinsi Sumatera Utara, Bengkayang

di Provinsi Kalimantan Barat, Atambua di Propinsi Nusa

Tenggara Timur serta di Berau dan Malinau di Provinsi

Kalimantan Timur dilakukan dengan menggunakan

armada BI atau transportasi umum lainnya.

6.3 Arah Kebijakan ke Depan

Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan

akan tumbuh sebesar 6,3% – 6,7%, dengan target

inflasi sebesar 4,5%(+ 1%), serta perkiraan nilai tukar

rupiah yang relatif stabil terhadap mata uang lainnya.

Berdasarkan outlook tersebut, serta masih tingginya

preferensi dan budaya masyarakat untuk menggunakan

uang kartal, kebutuhan uang kartal pada tahun 2012

diperkirakan meningkat dengan proyeksi pertumbuhan

sebesar 14,0%.

Selain perkiraan kebutuhan uang kartal yang meningkat

pada tahun 2012, berbagai faktor strategis yang terjadi

di tahun 2011 masih akan mempengaruhi penerapan

kebijakan pengedaran uang pada tahun-tahun

mendatang. Beberapa faktor strategis tersebut antara lain

Page 80: Cover LSPPU R5

Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang

66 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

pemenuhan kebutuhan uang di seluruh wilayah NKRI; isu

kualitas uang yang beredar; kebutuhan pengembangan

kegiatan pengedaran uang yang terintegrasi dengan

didukung oleh kelancaran jalur distribusi, keamanan,

kecukupan khazanah, dan penerapan teknologi yang tepat

guna dalam pengelolaan uang; serta pengembangan

penanggulangan uang palsu.

Mempertimbangkan berbagai faktor dan isu strategis

tersebut, arah kebijakan BI pada tahun 2012 tetap akan

terfokus pada tiga pilar rancangan kebijakan.

Berkaitan dengan penguatan dan pengembangan layanan

kas BI, strategi layanan kas di wilayah terpencil dan

terdepan NKRI akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan

pada tahun-tahun mendatang. Pada tahun 2012, upaya

penguatan tersebut dilakukan dengan adanya Nota

Kesepahaman kerjasama antara BIdengan TNI-AL. Melalui

Nota Kesepahaman ini, kesinambungan kerjasama dalam

hal penyediaan transportasi bagi kegiatan layanan kas

untuk menjangkau wilayah terpencil dan terdepan NKRI

tetap terjaga.

Page 81: Cover LSPPU R5

67Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran

Aktivitas Perekonomian Nasional

Page 82: Cover LSPPU R5

68 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Perkembangan pengedaran uang pada tahun 2011 dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun laporan. Secara umum, perkembangan UYD masih mengikuti pola musiman sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dengan level yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2010. Perkembangan jumlah UYD ini mendorong kecenderungan peningkatan rasio UYD terhadap konsumsi masyarakat (rumah tangga). Hal ini mengindikasikan masih pentingnya peranan uang kartal sebagai alat pembayaran di masyarakat.

Selain faktor ekonomi, penerapan penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI yang dikeluarkan pada bulan April 2011 berpengaruh terhadap peningkatan jumlah aliran uang kartal yang keluar dari BI ke perbankan dan masyarakat (outflow) dan aliran uang kartal yang masuk dari perbankan dan masyarakat ke BI (inflow), serta penurunan rasio cash in vault perbankan sebagai respon manajemen pengelolaan kas oleh perbankan paska penyempurnaan ketentuan tersebut.

Meskipun terjadi peningkatan kebutuhan uang kartal selama tahun 2011, namun persediaan uang kartal di BI pada posisi akhir tahun masih terjaga untuk memenuhi kebutuhan perbankan dan masyarakat.

Peningkatan kebutuhan uang kartal yang terjadi sepanjang tahun 2011 dicermati oleh BI dengan menyediakan uang layak edar yang dibarengi dengan upaya menjaga dan meningkatkan kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat, salah satunya dengan melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE).

Page 83: Cover LSPPU R5

69Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

7.1 Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD)

Pola perkembangan UYD tidak terlepas dari

perkembangan aktivitas perekonomian nasional dan pola

musiman, dimana kenaikan UYD terjadi pada periode

menjelang hari raya keagamaan, libur dan pendaftaran

sekolah, serta tahun baru. Selama tahun 2011, posisi

UYD tertinggi terjadi pada tanggal 26 Agustus yang

bertepatan dengan awal Hari Raya Idul Fitri, dengan

posisi UYD mencapai Rp391,9 triliun. Sedangkan jumlah

UYD terendah terjadi pada tanggal 24 Maret 2011 yang

mencapai Rp285,7 triliun.

Jumlah rata-rata UYD harian selama tahun 2011 tercatat

sebesar Rp320,4 triliun, meningkat 16,9% dari rata-

Tabel 7.1Rata-rata UYD Harian dan Posisi UYD

Periode

UYD Rata-rata (Triliun) 244,4 274,0 320,4

Pertumbuhan (yoy) 10,7% 12,1% 16,9%

Posisi UYD Akhir Th. (Triliun) 279,0 318,6 373,0

Pertumbuhan (yoy) 5,5% 14,2% 17,1%

2009 2010 2011

rata UYD tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp274,0

triliun. Laju pertumbuhan rata-rata UYD tersebut lebih

tinggi dari tahun 2010 sebesar 12,1% (Tabel 7.1). Hal

ini mencerminkan adanya peningkatan perputaran

dan pengendapan uang kartal sejalan dengan masih

meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat, yang

tercermin dari kinerja perekonomian nasional yang cukup

tinggi selama tahun 2011 (Grafik 7.1)

Penggunaan uang kartal sebagai alat pembayaran di

masyarakat juga memperlihatkan peran yang cukup

penting dalam perekonomian. Selain tercermin dari laju

pertumbuhan rata-rata UYD yang tinggi, peran penting

uang kartal juga terlihat dari rasio jumlah UYD terhadap

konsumsi masyarakat (rumah tangga) yang menunjukkan

kecenderungan meningkat. Pada tahun 2011, rasio

tersebut sebesar 32,0%, meningkat dibandingkan dengan

tahun sebelumnya sebesar 30,6%. (Grafik 7.2).

Perkembangan UYD selama tahun 2011 mengikuti

pola musiman sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,

namun dengan level yang lebih tinggi. Pola musiman

tersebut ditandai oleh kenaikan UYD pada periode

hari raya keagamaan, tahun baru, dan libur sekolah.

Secara bulanan, jumlah rata-rata UYD harian tertinggi

terjadi pada bulan September dan Desember masing-

masing sebesar Rp350,1 triliun dan Rp349,3 triliun, atau

Grafik 7.1Perkembangan UYD, PDB dan Inflasi

������������������ ���������

���� ���� ����

���

����������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �����

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

����

����

����

����

����

����

Page 84: Cover LSPPU R5

70 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

bersamaan dengan periode liburan paska Idul Fitri, serta

Hari Natal dan Tahun Baru (Grafik 7.3).

Pangsa UYD di perbankan pada tahun 2011 menurun

dibandingkan dari tahun sebelumnya, terutama sejak

bulan Maret. Penurunan pangsa UYD di perbankan

tersebut merupakan respon perbankan atas

diberlakukannya penyempurnaan ketentuan penyetoran

dan penarikan oleh bank umum di BI yang berlaku pada

awal Maret 2011. Kebijakan tersebut memberikan akses

yang lebih luas kepada perbankan untuk menyetorkan

kelebihan likuiditas rupiah ke BI.

Pada paruh pertama tahun 2011, pangsa UYD di

perbankan cenderung menurun, dan mulai mengalami

kenaikan pada triwulan III sejalan dengan kenaikan cash

in vault perbankan untuk mengantisipasi pemenuhan

kebutuhan penarikan uang kartal masyarakat pada

periode hari raya keagamaan (Grafik 7.4)

Pangsa UYD di masyarakat secara bulanan selama tahun

2011 berkisar antara 81,6% sampai dengan 85,5%, atau

rata-rata per tahun sebesar 84,2%, meningkat dari tahun

sebelumnya yaitu 83,4%. Pangsa UYD di perbankan

selama tahun laporan mengalami penurunan dibanding

tahun sebelumnya, yaitu dari 16,6% menjadi sebesar

15,8% (Tabel 7.2). Berdasarkan nominal, UYD rata-rata di

Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT,Rasio UYD terhadap Konsumsi RT

Grafik 7.4Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan

Grafik 7.3Perkembangan UYD

Tabel 7.2.Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat

Periode

Januari 81,4% 18,6% 81,9% 18,1%Februari 83,1% 16,9% 83,1% 16,9%Maret 83,3% 16,7% 84,5% 15,5%April 83,9% 16,1% 84,9% 15,1%Mei 84,5% 15,5% 85,2% 14,8%Juni 84,8% 15,2% 85,5% 14,5%Juli 84,0% 16,0% 84,9% 15,1%Ags 83,6% 16,4% 83,9% 16,1%Sep 80,1% 19,9% 81,6% 18,4%Okt 83,0% 17,0% 85,0% 15,0%Nov 84,4% 15,6% 85,2% 14,8%Des 84,2% 15,8% 84,9% 15,1%Tahunan 83,4% 16,6% 84,2% 15,8%

2010 2011Masy MasyBank Bank

���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

��������������������

�����������������������

������������������

���

���

����

����

����

����

����

����

����

��������

���

����

���

����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ��� ��� ���

����������

����

����

����

����

�����

����

�����

����

�����

����

�����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

�����

����

�����

������

������

������

������

������

������

Page 85: Cover LSPPU R5

71Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

masyarakat dan perbankan menunjukkan kenaikan sejalan

dengan meningkatnya jumlah UYD secara keseluruhan.

Jumlah UYD di masyarakat meningkat dari Rp228,0 triliun

menjadi Rp269,9 triliun, demikian pula dengan UYD di

perbankan meningkat dari Rp45,6 triliun menjadi Rp50,6

triliun.

Sebagian besar UYD pada posisi akhir tahun laporan

merupakan uang kertas, yang mencapai 99,0% dari

seluruh total UYD. Pangsa tersebut sedikit meningkat

dibandingkan tahun sebelumnya sebesar98,9%.

Secara nominal, pada posisi akhir tahun laporan, UYD

per pecahan didominasi oleh Uang Pecahan Besar (UPB)

pecahan Rp20.000 ke atas, sedangkan berdasarkan jumlah

lembar/keping, sebagian besar UYD merupakan Uang

Pecahan Kecil (UPK) pecahan Rp10.000 kebawah. Pangsa

UPB yang diedarkan mencapai 92,8%, dengan komposisi

pangsa pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000

masing-masing sebesar 55,5%; 34,8%; dan 2,5% (Grafik

7.5). Sementara itu, berdasarkan jumlah lembar/keping,

pangsa UPB mencapai 19,5% dengan pangsa pecahan

Rp100.000 mencapai 7,9%, sedangkan pecahan Rp50.000

dan Rp20.000 masing-masing 9,9% dan 1,8% dari total

lembar/keping UYD. Berdasarkan jenis pecahannya, UPK

dengan pangsa terbesar adalah UL pecahan Rp100 dan

Rp500 yang mencapai 17,4% dan 16,6% dari total lembar/

keping UYD (Grafik 7.6).

Secara nominal, pangsa UYD pecahan Rp100.000 terus

mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan jumlah lembar, pangsa UYD untuk UPB

menunjukkan kecenderungan meningkat, sementara

pangsa UPK cenderung menurun. Fenomena ini

mencerminkan semakin tingginya penggunaan UPB

dalam kegiatan transaksi masyarakat sehari-hari. Hal

ini juga menunjukkan penggunaan UPB oleh perbankan

yang terus mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan kebutuhan pemenuhan likuiditas bank

maupun pemenuhan kebutuhan penyediaan uang di

Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang menunjukkan indikasi

pergeseran ke penggunaan UPB.

7.2 Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI (Outflow dan Inflow)

Aliran uang kartal melalui BI terus meningkat sejalan

dengan peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan.

Kenaikan outflow dan inflow tersebut diikuti oleh pola

fluktuasi outflow dan inflow yang relatif tidak berbeda

dengan pola tahun sebelumnya.

Jumlah aliran uang yang keluar dari BI ke perbankan

dan masyarakat (outflow) menunjukkan kenaikan cukup

signifikan yaitu sebesar 40,6%, atau dari Rp247,3 triliun

menjadi Rp347,6 triliun. Demikian halnya dengan aliran

Grafik 7.5Pangsa UYD Berdasarkan Nominal

Grafik 7.6Pangsa UYD Berdasarkan Lembar/Keping

�������������������������������

���� ���� ����

�����

�����

��������

�����

�����

��������

�����

�����

��������

���

����

����

����

����

�����

�����������������

���� ���� ����

����

�����

����

�����

�����

����

�����

����

�����

�����

����

�����

����

�����

����

��

��

��

��

���

Page 86: Cover LSPPU R5

72 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Rp123,3 triliun dan Rp107,2 triliun. Secara musiman,

tingginya jumlah outflow uang kartal pada periode

tersebut masih dipengaruhi oleh kenaikan kebutuhan uang

kartal masyarakat untuk keperluan transaksi pada periode

Ramadhan dan Idul Fitri yang terjadi pada akhir bulan

Agustus, serta untuk kebutuhan Natal dan Tahun baru

(Grafik 7.8).

Berdasarkan pecahan, terdapat kenaikan pangsa outflow

UPB pecahan Rp20.000 ke atas, yaitu dari 93,7% pada

tahun 2010 menjadi 95,0%. Adapun pangsa tertinggi

terjadi pada pecahan Rp100.000 yang mencapai sebesar

Grafik 7.8Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kartal

Grafik 7.7Inflow, Outflow, dan Netflow Uang Kartal

uang yang masuk ke BI dari perbankan dan masyarakat

(inflow), yang mengalami peningkatan sebesar 39,1% ,

yaitu dari Rp211,0 triliun pada tahun sebelumnya menjadi

Rp293,4 triliun. Pertumbuhan outflow dan inflow di tahun

2011 merupakan pertumbuhan tertinggi dalam 10 tahun

terakhir. Hal tersebut dipengaruhi oleh naiknya kebutuhan

masyarakat terhadap uang kartal yang dibarengi dengan

adanya kebijakan penyetoran dan penarikan uang Rupiah

oleh bank umum di BI.

Jumlah outflow selama tahun 2011 lebih besar dari

jumlah inflow, sehingga terjadi net outflow uang kartal

sebesar Rp54,2 triliun, naik 49,2% dari tahun sebelumnya

yang hanya sebesar Rp36,3 triliun. Hal ini mencerminkan

terjadinya kenaikan kebutuhan uang kartal di masyarakat

sebagai respon tumbuhnya perekonomian nasional, serta

masih tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk

menggunakan uang kartal sebagai alat transaksi ekonomi,

serta meningkatnya jumlah penduduk usia produktif

(Grafik 7.7).

Jumlah outflow menunjukkan kenaikan hingga triwulan

III, dan menurun di triwulan IV, meskipun dengan jumlah

yang lebih besar dari jumlah outflow di triwulan I dan

triwulan II. Kecenderungan outflow tersebut memiliki pola

yang sama pada 3 tahun terakhir, namun dengan jumlah

yang semakin meningkat. Jumlah outflow tertinggi terjadi

pada triwulan III dan triwulan IV masing-masing sebesar Grafik 7.9 Jumlah Outflow Uang Kartal

Berdasarkan Pangsa Per Pecahan

����������

������

����

�����

�����

�����

�����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��������������������

����������

���

����

����

����

�����

�����

���� ���� ���� ����

������������

���

����

����

����

����

�����

����������������������

���� ���� ����

����� ����� �����

����� ����� �����

���� ���� �������� ���� ����

Page 87: Cover LSPPU R5

73Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Grafik 7.10 Penyebaran Pangsa OutflowUang Kartal Berdasarkan Wilayah

Grafik 7.12 Jumlah Inflow Uang KartalBerdasarkan Pangsa Per Pecahan

Grafik 7.11Perkembangan Jumlah Inflow Uang Kartal

51,1% dari total outflow, atau meningkat 49,2% dari tahun

sebelumnya. Sementara itu, pecahan lainnya menunjukkan

kecenderungan pangsa yang semakin menurun (Grafik 7.9).

Berdasarkan wilayahnya, jumlah outflow terbesar terjadi

di Kantor Pusat (KP) BI dan wilayah lainnya di Pulau Jawa

(Non-KP), masing-masing sebesar 29,2% dan 24,0%.

Selama tahun 2007 sampai dengan 2010, outflow di

wilayah Sumatera termasuk dalam dua terbesar secara

nasional, namun hal tersebut mengalami pergeseran

di tahun 2011. Selain peningkatan kebutuhan uang

kartal, faktor penyempurnaan kebijakan penyetoran dan

penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI diindikasikan

mempengaruhi terjadinya pergeseran pangsa outflow

tersebut (Grafik 7.10).

Fluktuasi inflow uang kartal pada 2 tahun terakhir

menunjukkan pola yang sama namun dengan jumlah

yang lebih tinggi pada tahun 2011. Sebagaimana outflow,

tingginya jumlah inflow pada triwulan III terutama

disebabkan adalah peningkatan penyetoran likuiditas

uang layak edar oleh perbankan paska Idul Fitri. Selama

triwulan III, jumlah inflow tercatat sebesar Rp102,5 triliun,

dimana jumlah terbesar terjadi pada bulan September

yaitu sebesar Rp66,0 triliun, yang juga sekaligus

merupakan jumlah inflow tertinggi sepanjang tahun 2011

(Grafik 7.11).

Sebagaimana outflow, sebagian besar inflow selama tahun

2011 adalah pecahan Rp100.000 dengan kecenderungan

yang semakin meningkat, sedangkan pecahan lainnya

cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan komposisi

pangsa UYD. Pangsa inflow UPB sedikit meningkat dari

94,6% menjadi 94,8% pada tahun 2011. Adapun pangsa

inflow pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000

masing-masing sebesar 47,3%, 44,7%, dan 2,8% (Grafik

7.12).

���

����

����

����

����

�����

���� ���� ����

�������� ���������� ��������

������� ����������� ��

����� ����� �����

����������

�����

���� ��������

����� ����������

���� ���� ����

����� ����� ���������������

���

����

����

����

�����������������

���� ���� ���� ����

���

����

����

����

����

�����

���� ���� ����

�����������

�����������

�����

�����

��������

�����

�����

��������

�����

�����

��������

Page 88: Cover LSPPU R5

74 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Grafik 7.13 Penyebaran Pangsa InflowUang Kartal Berdasarkan Wilayah

Grafik 7.14Perkembangan Jumlah Netflow Uang Kartal

Berdasarkan wilayahnya, jumlah Inflow terbesar terjadi

di wilayah Jawa (Non KP) dan KP yang masing-masing

mencapai sebesar 42,2% dan 21,5% dari total inflow.

Selama 3 tahun terakhir, terjadi kenaikan pangsa inflow

di wilayah Jawa (Non KP), sedangkan di KP dan wilayah

Sumatera justru menunjukkan kecenderungan penurunan

pangsa inflow (Grafik 7.13).

Selama tahun 2011, jumlah outflow lebih besar dari

jumlah inflow uang kartal (net outflow). Hal ini terjadi

sepanjang triwulan II sampai dengan IV 2011, sejalan

Tabel 7.3 Jumlah Netflow Uang KartalBerdasarkan Wilayah (Triliun Rp)

Wilayah

Kantor Pusat BI (16,3) (17,1) (38,6)

Jawa Non KP 32,1 34,0 40,4

Bali + Nustra (2,5) (4,3) (6,1)

Sumatera (12,8) (24,6) (22,2)

Kalimantan (9,0) (14,6) (16,3)

Sulampua (4,5) (9,8) (11,4)

Total (13,0) (36,3) (54,2)

2009 2010 2011

dengan kondisi pada tahun sebelumnya. Outflow

tertinggi terjadi pada triwulan III, namun net outflow

terbesar selama tahun 2011 terjadi pada triwulan IV yang

mencapai Rp37,2 triliun. Hal ini disebabkan tingginya

outflow pada triwulan III dibarengi dengan tingginya

inflow pada triwulan yang sama, sehingga jumlah net

outflow pada triwulan III lebih rendah dari triwulan IV.

Adapun jumlah outflow uang kartal yang cukup besar

pada triwulan IV terjadi menjelang Natal dan menjelang

tahun baru, sehinga arus uang kartal masuk dalam jumlah

besar diperkirakan akan terjadi pada awal triwulan tahun

2012 (Grafik 7.14).

Pola netflow uang kartal tahun 2011 tidak mengalami

perubahan dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya. Jumlah outflow yang lebih besar dari jumlah

inflow (net outflow) terjadi di wilayah KP dan wilayah

lainnya, sedangkan net inflow terjadi di wilayah Jawa di

luar Jakarta (Tabel 7.3).

7.3 Posisi Kas Bank Indonesia

Rasio persediaan kas BI sepanjang tahun 2011 berkisar

diatas 3,2 bulan rata-rata outflow, relatif aman untuk

memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat. Rasio

tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar 5,9 bulan rata-rata outflow.

Penurunan rasio tersebut terutama disebabkan adanya

kenaikan rata-rata outflow tahun 2011.

���

����

����

����

����

�����

�������� ���������� ��������

������� ����������� ��

���� ���� ����

�����

�����

����

�����

��������

�����

�����

����

�����

��������

�����

�����

����

�����

��������

����������

������

������

���

����

����

���� ���� ���� ����

������������

Page 89: Cover LSPPU R5

75Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

Grafik 7.15 Perkembangan JumlahLembar Uang Kertas yang Dimusnahkan

7.4 Pemusnahan Uang

Guna menjamin kualitas uang kartal yang beredar di

masyarakat dalam kondisi layak edar, secara berkala BI

melakukan pemusnahan uang tidak layak edar berupa

uang lusuh, uang rusak, uang cacat, serta uang yang telah

dicabut dan ditarik dari peredaran. Pada tahun 2011,

jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut

setara dengan Rp161,8 triliun. Rasio pemusnahan uang

sebesar 55,2% dari total inflow uang kertas yang masuk

ke BI. Rasio tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya

yang mencapai sebesar 65,2%, dipengaruhi kenaikan

inflow paska penerapan penyempurnaan kebijakan

penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum. Selain

uang kertas, pada tahun 2011 dilakukan pemusnahan

uang logam dengan cara dilebur. Jumlah uang logam yang

dimusnahkan senilai Rp19,1 miliar.

Jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan sepanjang

tahun 2011 sebanyak 5,8 miliar lembar atau naik 18,2%

dari tahun sebelumnya sebesar 4,9 miliar lembar. Secara

triwulanan, jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan

cenderung tinggi pada triwulan I dan triwulan IV. Hal ini

dipengaruhi oleh tingginya aliran masuk uang kartal pada

periode tersebut paska berakhirnya hari keagamaan dan

tahun baru (Grafik 7.15).

Berdasarkan wilayahnya, jumlah uang yang dimusnahkan

terbesar terdapat di wilayah Jawa non KP sebesar 46,3%

serta di KP dan wilayah Sumatera masing-masing sebesar

19,8% dari total uang yang dimusnahkan. Kondisi tersebut

sejalan dengan tingginya jumlah inflow uang kartal di

wilayah tersebut (Tabel 7.4).

Berdasarkan denominasi, sebagian besar pemusnahan

uang adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-

masing mencapai 47,6% dan 39,5% dari total uang kertas

yang dimusnahkan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah

pemusnahan uang secara nominal, pangsa uang kertas

pecahan Rp100.000 yang dimusnahkan menunjukkan

kecenderungan yang meningkat.

Berdasarkan jumlah lembar pemusnahan uang kertas,

pecahan Rp5.000 ke bawah dan Rp50.000 merupakan

pecahan terbanyak yang dimusnahkan masing-masing

45,3% dan 26,4%. (Tabel 7.5)

Rasio pemusnahan terhadap inflow uang kertas

mengalami penurunan dari 65,2% menjadi 55,2% sejalan

dengan meningkatnya inflow uang kartal ke BI. Semakin

kecil denominasi akan menunjukan rasio pemusnahan

uang terhadap inflow yang semakin tinggi. Rasio

pemusnahan uang tidak layak edar pecahan Rp20.000 ke

bawah cenderung stabil pada kisaran di atas 85,0% dari

Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Kertasyang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah

Kantor Pusat BI 28,9% 23,8% 19,8%Jawa Non Kantor Pusat 43,1% 47,4% 46,3%Bali + Nustra 2,5% 2,7% 4,1%Sumatera 16,5% 17,4% 19,8%Kalimantan 2,8% 3,4% 3,4%Sulampua 6,2% 5,2% 6,6% 100,0% 100,0% 100,0%

2009 2010 2011

Tabel 7.5 Pangsa Jumlah Uang Kertas yangDimusnahkan Berdasarkan Denominasi

PecahanBerdasarkan Nominal Berdasarkan Jumlah Lembar

2009 2010 2011 2009 2010 2011

100,000 28,6% 36,6% 39,5% 5,2% 10,2% 11,0%50,000 46,6% 51,1% 47,6% 17,0% 28,5% 26,4%20,000 10,8% 5,0% 4,5% 9,8% 7,0% 6,2%10,000 6,5% 3,3% 4,0% 11,9% 9,1% 11,1%<=5000 7,5% 4,1% 4,3% 55,9% 48,8% 45,3% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

�������������

����

����

����

����

������������

���� ���� ���� ����

Page 90: Cover LSPPU R5

76 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional

total inflow, yang mencerminkan bahwa sebagian besar

uang pecahan tersebut yang masuk kembali ke BI adalah

uang tidak layak edar (Tabel 7.6).

Pada tahun 2011, terdapat pemusnahan uang logam tidak

layak edar yang setara dengan nilai Rp19,1 miliar atau 71

juta keping. Secara nominal, sebagian besar uang yang

Tabel 7.6 Pangsa Jumlah Uang Kertasyang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi

Pecahan

100,000 21,7% 55,6% 46,1%

50,000 27,0% 69,1% 58,7%

20,000 88,2% 92,1% 88,6%

10,000 92,7% 89,0% 90,9%

< 5,000 89,9% 89,6% 86,1%

Jumlah 30,1% 65,2% 55,2%

2009 2010 2011

Tabel 7.7 Jumlah dan Pangsa Jumlah Uang Logamyang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi

Pecahan Miliar Rp Pangsa Ribu Keping Pangsa

1,000 1,3 7,0% 1,3 1,9%500 13,7 71,7% 27,4 38,5%200 0,4 2,2% 2,1 2,9%100 3,5 18,1% 34,5 48,6%50 0,1 0,7% 2,6 3,7%25 0,1 0,4% 3,0 4,3%10 0,0 0,0% 0,0 0,1%5 - 0,0% - 0,0% 19,1 100,0% 71,0 100,0%

dimusnahkan merupakan uang logam pecahan Rp500

dan Rp100, masing-masing sebesar 71,7% dan 18,1% dari

total pemusnahan. Sementara berdasarkan jumlah keping,

sebagian besar merupakan pecahan uang logam Rp100

dan Rp500, masing-masing sebesar 48,6% dan 38,5% dari

total keping uang logam yang dimusnahkan (Tabel 7.7).

Page 91: Cover LSPPU R5

77Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Bab 8 KebijakanPengedaran Uang Tahun 2011

Page 92: Cover LSPPU R5

78 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Misi BI dibidang Pengedaran Uang adalah memenuhi kebutuhan uang dimasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi yang layak edar. Dalam mencapai misi tersebut, kebijakan BI selama tahun 2011 mengacu pada tiga rancangan kebijakan, yaitu 1) Peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) Peningkatan efisiensi operasional kas di BI dan Perbankan; serta 3) Pengembangan layanan kas BI dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya.

Page 93: Cover LSPPU R5

79Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

8.1 Peningkatan Kualitas Uang yang Beredar di Masyarakat dan Pemenuhan Permintaan Uang Sesuai dengan Jenis Pecahan yang dibutuhkan

Dalam mengemban misi BI di bidang pengedaran uang,

diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas

rupiah sebagai uang yang dipercaya dan diterima oleh

masyarakat. Sebagai uang yang dipercaya dan diterima

oleh masyarakat, Rupiah memiliki nilai ekonomi yang

dipercaya, aman dari pemalsuan uang, dalam kondisi

layak edar, mudah dikenali ciri-ciri keasliannya, mudah

dilakukan handling, serta memiliki nilai estetika/

keindahan.

Dalam rangka mewujudkan tersedianya Rupiah yang

berkualitas, BI senantiasa melakukan evaluasi dan analisis

terhadap uang yang telah diedarkan, baik dari aspek

kuantitas maupun kualitas. Selain itu, BI juga melakukan

continuous improvement khususnya terkait dengan

pengkinian unsur pengaman uang.

Upaya peningkatan kualitas uang juga dibarengi dengan

peningkatan kebijakan untuk menjamin pemenuhan

kebutuhan uang perbankan dan masyarakat di seluruh

wilayah Indonesia, dalam kondisi yang layak edar, lancar,

tepat waktu serta dalam jumlah dan pecahan yang sesuai

dengan kebutuhan.

Kebijakan yang ditempuh sepanjang tahun 2011 dalam

rangka mewujudkan peningkatan kualitas uang rupiah dan

pemenuhan permintaan kebutuhan uang, meliputi:

1. Melakukan perencanaan kebutuhan uang Rupiah

secara komprehensif

2. Melakukan pengadaan uang dan bahan uang secara

tepat waktu;

3. Meningkatkan kelancaran distribusi uang

4. Meningkatkan unsur pengaman dan elemen desain

pada uang kertas pecahan besar

5. Pemantauan kualitas uang

6. Meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang

palsu ;

7. Strategi pemusnahan uang dalam rangka clean money

policy

Perencanaan Kebutuhan Uang Rupiah

Guna memenuhi kebutuhan uang Rupiah yang meningkat

dari tahun ke tahun, mengganti uang yang tidak layak

edar (UTLE), serta mempertimbangkan kecukupan kas BI,

secara berkala BI menyusun Rencana Kebutuhan Uang

(RKU). RKU merupakan proyeksi perhitungan kebutuhan

tambahan uang untuk seluruh unit kerja kas di KPBI dan

KBI untuk periode tertentu, baik jumlah nominal maupun

komposisi pecahan uang.

Penyusunan RKU tersebut digunakan sebagai acuan

bagi BI dalam menetapkan kebijakan strategis berupa

penetapan Rencana Pencetakan Uang dan Rencana

Pengadaan Bahan Uang. Selain itu, penyusunan RKU juga

digunakan secara operasional sebagai pedoman dalam

rangka distribusi uang ke seluruh unit kerja kas di KPBI

dan KBI.

Hal-hal yang diperhatikan dalam perencanaan kebutuhan

uang antara lain variabel makro ekonomi seperti

Page 94: Cover LSPPU R5

80 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga (deposito),

nilai tukar dan kondisi perekonomian. Disamping itu, data

pendukung yaitu data historis realisasi outflow, inflow,

pemusnahan uang dan posisi kas, serta kondisi ekonomi

dan karakteristik daerah turut diperhitungkan dalam

perencanaan kebutuhan uang untuk masing-masing unit

kerja kas.

Sebagaimana pelaksanaan perencanaan tahun

sebelumnya, perencanaan kebutuhan uang tahun 2012

telah dilakukan pada triwulan II tahun 2011. secara

internal pelaksanaan perencanaan kebutuhan uang

dilakukan berkoordinasi dengan satuan kerja terkait serta

unit kerja kas di KPBI dan KBI. Secara ekternal dilakukan

koordinasi dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian

Keuangan RI.

Pengadaan Pencetakan Uang dan Bahan Uang

Berdasarkan hasil penyusunan RKU, setiap tahun

BI melaksanakan kegiatan pengadaan pencetakan

uang dan pengadaan bahan uang untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat terhadap uang rupiah yang

cukup, sesuai denominasi, layak edar dan tepat waktu.

Dalam melaksanakan proses pengadaan, BI berpegang

pada ketentuan pengadaan yang berlaku dengan

mengedepankan prinsip - prinsip pengadaan yang efektif,

efisien, transparan, akuntabel, terbuka, bersaing, adil

dan tidak diskriminatif. Hal tersebut dimaksudkan untuk

memperoleh harga pencetakan uang dan bahan uang

yang wajar serta risiko pengadaan yang terkelola dengan

baik.

Pada tahun 2011, BI merencanakan pencetakan uang

kertas (UK) sebanyak 5,8 miliar lembar dan uang logam

(UL) sebanyak 244,9 juta keping. Adapun realisasi

penerimaan HCS UK dan UL pada akhir tahun 2011

mencapai 100% dari rencana pencetakan uang.

Untuk memenuhi kebutuhan pencetakan uang tahun

2011, BI menetapkan pengadaan kertas uang dan logam

uang. Realisasi penerimaan kertas uang dan logam uang

selama tahun 2011 masing-masing mencapai 100,9% dan

100% dari rencana pengadaan bahan uang. Kelebihan

penerimaan kertas uang berasal dari penggantian kertas

uang yang digunakan pada proses uji mutu bahan uang.

Pelaksanaan Distribusi Uang

Guna memenuhi kebutuhan uang layak edar di

seluruh wilayah Indonesia, BI melaksanakan kegiatan

distribusi uang ke seluruh unit kerja kas di KPBI dan

KBI. Pelaksanaan kegiatan tersebut berpedoman pada

Rencana Distribusi Uang (RDU) yang mengacu pada RKU

yang telah ditetapkan.

Untuk memperlancar kegiatan distribusi uang serta

memperhatikan ketersediaan moda transportasi, maka

kegiatan distribusi uang dilakukan melalui 11 KBI yang

telah ditunjuk sebagai Kantor Depot Kas (KDK) yaitu KBI

Medan, KBI Padang, KBI Palembang, KBI Bandung, KBI

Semarang, KBI Surabaya, KBI Denpasar, KBI Banjarmasin,

KBI Makassar, KBI Balikpapan dan KBI Manado. Setiap KDK

bertanggungjawab terhadap distribusi uang di KBI dalam

wilayah koordinasinya.

Disamping itu, dengan mempertimbangkan efisiensi biaya

dan ketersedian moda transportasi, dilakukan pengiriman

secara langsung ke 5 unit kerja kas di KPBI dan KBI (PgUK,

KBI Batam, KBI Bandar Lampung, KBI Pontianak, KBI

Jayapura).

Pelaksanaan kegiatan distribusi uang dari KPBI ke seluruh

unit kerja kas di KBI dilakukan dengan menggunakan

berbagai moda transportasi, seperti angkutan darat (truk

remise, kereta api), angkutan laut (kapal penumpang dan

kapal barang), maupun angkutan udara (pesawat udara).

RDU Tahun 2011 terdiri dari kegiatan distribusi uang

yang ditetapkan sebesar Rp194,1 triliun, dengan realisasi

sebesar Rp215,9 triliun atau 113,3% dari rencana.

Meningkatkan Unsur Pengaman dan Elemen Desain pada Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi elemen pada desain

uang kertas pecahan Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 2004,

Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004, BI secara resmi

telah mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas (UK)

Page 95: Cover LSPPU R5

81Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

rupiah desain baru dengan unsur pengaman yang telah

ditingkatkan (upgrading) untuk ketiga pecahan tersebut

melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tanggal

1 Agustus 2011. Adapun pengedaran uang kertas desain

baru tersebut secara luas dilaksanakan pada tanggal 28

Oktober 2011.

Paska penerbitan dan pengedaran ketiga UK desain

baru tersebut, maka desain lama pecahan Rp20.000

TE 2004, Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004

masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah

sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh

BI. Penjelasan mengenai uang kertas desain baru pada

Boks 8.1.

Dalam upaya meningkatkan kualitas uang, Bank Indonesia mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang kertas (UK) dan penyempurnaan unsur pengaman (security features) untuk pecahan Rp100.000 Tahun Emisi (TE) 2004, Rp50.000 TE2005, dan Rp20.000 TE2004. Melalui penyempurnaan unsur pengaman uang kertas pecahan besar tersebut, masyarakat diharapkan lebih mudah mengenali uang antar pecahan, ciri-ciri keaslian uang, dan memberikan perlindungan dari upaya-upaya pemalsuan uang. Ketentuan yang mengatur mengenai pengeluaran dan pengedaran uang kertas yang disempurnakan tersebut ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2011 dan pengedarannya dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2011.

Secara umum, elemen desain utama uang pecahan besar tersebut seperti warna dominan uang, bahan uang, gambar utama dan ukuran uang adalah tetap atau tidak mengalami perubahan.

Uang Kertas Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru

Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004 desain baru didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/16/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/29/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004.

Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004 desain baru adalah sebagai berikut :

a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;

b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna hijau dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama;

c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah empat parsegi panjang yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.

Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000 Desain BaruBoks 8.1

Page 96: Cover LSPPU R5

82 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Uang Kertas Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi 2005 Desain Baru

Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2005 desain baru didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/17/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/42/PBI/2005 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp50.000 (Lima Puluh Ribu) Tahun Emisi 2005.

Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2005 desain baru adalah sebagai berikut :

a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;

b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna oranye dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama;

Tampak Depan Tampak Belakang

Ciri-ciri Uang Kertas Rp20.000 TE 2004 Desain Baru

Uang Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru

Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank IndonesiaMata Uang : RupiahSeri / Emisi : Pahlawan Nasional / Tahun 2004 Desain BaruPecahan : Rp20.000,-Tgl. Penerbitan : 1 Agustus 2011Penanda tangan : - Darmin Nasution - Halim AlamsyahTanda Air : Oto Iskandar Di NataBahan : Serat KapasUkuran : 147 x 65mmWarna Dominan - Depan : Hijau- Belakang : HijauDisain Utama - Depan : Gambar Oto Iskandar Di Nata- Belakang : Pemetik Teh- Lain-lain : Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah persegi panjang yang terasa kasar bila diraba

Page 97: Cover LSPPU R5

83Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah segi tiga yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.

Uang Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi 2005 Desain Baru

Tampak Depan Tampak Belakang

Ciri-ciri Uang Kertas Rp50.000 TE 2005 Desain Baru

Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank IndonesiaMata Uang : RupiahSeri / Emisi : Pahlawan Nasional / Tahun 2005 Desain BaruPecahan : Rp50.000,-Tgl. Penerbitan : 1 Agustus 2011Penanda tangan : - Darmin Nasution - Hartadi A. SarwonoTanda Air : I Gusti Ngurah RaiBahan : Serat KapasUkuran : 149 x 65mmWarna Dominan - Depan : Biru - Belakang : Biru Disain Utama - Depan : Gambar I Gusti Ngurah Rai - Belakang : Danau Beratan Bedugul Bali- Lain-lain : Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah segitiga yang terasa kasar bila diraba

Uang Kertas Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru

Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2004 desain baru didasarkan pada PeraturanBank Indonesia Nomor 13/18/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/28/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004.

Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2004 desain baru adalah sebagai berikut :

Page 98: Cover LSPPU R5

84 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;

b. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah lingkaran yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.

c. Penambahan penulisan DEWAN PERWAKILAN DAERAH pada gambar gedung MPR/DPR RI yang semula bertuliskan“MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT” menjadi “MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH”.

Uang Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru

Ciri-ciri Uang Kertas Rp100.000 TE 2004 Desain Baru

Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank IndonesiaMata Uang : RupiahSeri / Emisi : Pahlawan Nasional / Tahun 2004 Desain baruPecahan : Rp100.000,-Tgl. Penerbitan : 1 Agustus 2011Penanda tangan : - Darmin Nasution - ArdhayadiTanda Air : W.R. SupratmanBahan : Serat KapasUkuran : 151 x 65 mmWarna Dominan - Depan : Merah- Belakang : MerahDisain Utama - Depan : Gambar Proklamator RI - Belakang : Gambar Gedung MPR, DPR dan DPD- Lain-lain : Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah lingkaran yang terasa kasar bila diraba

Tampak Depan Tampak Belakang

Page 99: Cover LSPPU R5

85Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Survei Uang Rupiah dalam rangka Pemantauan Kualitas Uang

Untuk mengetahui kualitas uang rupiah yang beredar di

masyarakat, BI melakukan pemantauan kualitas rupiah

dengan melaksanakan Survei Tingkat Kelusuhan Uang

Rupiah.

Responden survei adalah masyarakat umum di 10

(sepuluh) wilayah kerja BI, yaitu Jakarta, Bandung,

Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Palembang,

Banjarmasin, Makassar dan Denpasar. Adapun cakupan

wilayah survei dari setiap wilayah berada dalam radius

kurang dari 20 km, 20-40 km, dan di atas 40 km dari

masing-masing KBI wilayah survei. Adapun jumlah

responden sebanyak 1.231 responden.

Terdapat 3 tujuan utama pelaksanaan survei tingkat

kelusuhan uang, yaitu:

1. Memperoleh informasi mengenai kualitas uang yang

beredar di masyarakat, apakah telah sesuai dengan

yang diharapkan dan apakah kegiatan layanan kas yang

dilakukan BI dalam rangka menjaga kualitas uang uang

beredar tersebut telah memadai.

2. Mengetahui tingkat pemahaman dan tingkat

penerimaan masyarakat terhadap kebijakan

pengeluaran dan pengedaran uang logam pecahan

Rp1.000 TE 2010 dan uang kertas Rp10.000 TE 2005

desain baru.

3. Memperoleh opini/pendapat masyarakat atas

dikeluarkannya pecahan Rp10.000 TE 2005 desain baru

untuk mengatasi kesulitan masyarakat membedakan

pecahan Rp10.000 TE 2005 desain lama dengan

Rp100.000 TE 2004.

Survei dilakukan dengan metode kuesioner dengan

pertanyaan tertutup, memilih tingkat kelusuhan terhadap

gambar uang (skala 1/sangat lusuh sampai 8/baik) untuk

menentukan standar kelayakan edar masing-masing

pecahan serta meminta kepada responden untuk

menunjukkan fisik uang yang dimiliki untuk memperoleh

gambaran riil kondisi tingkat kelusuhan uang (skala 1/

sangat lusuh sampai dengan 4/baik).

Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi sebagai

berikut:

Kondisi Hasil Survei

1. Tingkat kelusuhan uang yang Beredar. a. Semakin besar pecahan, semakin baik kualitasnya.

b. Kondisi riil pecahan Rp10.000 ke atas berada di atas

harapan responden.

c. Semakin jauh lokasi responden dari KBI, tingkat

kelusuhan uang semakin tinggi.

2. Kualitas uang di ATM dan melalui Kualitas uang yang diperoleh dari ATM lebih baik diband

kasir bank. ingkan dengan uang yang diperoleh dari kasir.

3. Pemahaman terhadap penukaran a. Sebanyak 60,1% responden mengetahun bahwa UTLE

uang tidak layak edar. dapat ditukarkan ke bank umum.

b. Sebanyak 72,1% responden mengetahui UTLE dapat

ditukarkan ke BI.

4. Kebiasaan pembayaran. Sebagian besar responden terbiasa untuk menggunakan

uang lusuh terlebih dahulu untuk transaksi dan setoran

ke bank.

5. Informasi uang logam Rp1.000. a. Sebanyak 96,3% responden mengetahui BI mengeluar

kan dan mengedarkan UL pecahan Rp1.000.

b. Sebanyak 94,8% responden menyatakan pernah

memperoleh UL pecahan Rp1.000.

c. Sebanyak 76,4% responden lebih menyukai pecahan

Rp1.000 berbentuk uang kertas.

d. Sebanyak 57,5% responden menyatakan desain

gambar uang logam bagus; 81,6% menyatakan

beratnya cukup memadai; 53,9% responden

menyatakan ukurannya terlalu kecil; dan 78,7%

menyatakan menyukai jenis bahan logam yang

digunakan.

e. Sebagian besar responden (79,1%) juga menyatakan

bahwa pecahan uang logam Rp1.000 TE 2010 mudah

dibedakan dengan pecahan lain.

6. Kebijakan desain baru UK Rp10.000. a. Sebagian besar responden (99,1%) mengetahui BI

TE 2005 mengeluarkan dan mengedarkan UK Rp10.000 TE 2005

desain baru.

b. Sebanyak 98,5% responden mengetahui adanya

perubahan warna pada desain uang.

c. Sebanyak 96,8% responden menyatakan lebih mudah

membedakan dengan UK pecahan Rp100.000 TE 2004.

7. Informasi lain. a. Alternatif bahan uang yang lebih kuat (durable).

b. Kajian terhadap mekanisme layanan kas yang melibat

kan peran perbankan untuk mengatasi kondisi

kelusuhan uang di daerah yang lokasinya relatif jauh

dari KBI.

c. Perlunya sosialisasi ke masyarakat untuk menyetorkan

uang lusuhnya ke bank dan mendorong perbankan

untuk dapat mambantu tugas menarik UTLE

dari masyarakat.

d. Perlunya penyempurnaan materi sosialisasi ciri keaslian

uang Rupiah untuk lebih mengenalkan unsur

pengaman lain terutama tinta berubah warna (OVI) dan

cetakan pelangi (rainbow printing)

Page 100: Cover LSPPU R5

86 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Penanggulangan Peredaran Uang Palsu

Jumlah temuan uang palsu selama tahun 2011 mengalami

penurunan cukup signifikan sebesar 42,3% dibanding

tahun sebelumnya, dengan rasio temuan uang palsu

sebesar 10 lembar setiap satu juta lembar uang kertas

yang diedarkan. Rasio ini lebih rendah dibandingkan

dengan rasio tahun 2010 sebesar 20 lembar temuan uang

palsu setiap satu juta uang kertas yang diedarkan.

Meskipun terjadi penurunan jumlah temuan uang palsu,

namun disinyalir terdapat kecenderungan peningkatan

kualitas pemalsuan uang sebagai dampak kemajuan

teknologi di bidang pencetakan. Mengantisipasi

peningkatan resiko kerugian masyarakat terhadap

peningkatan kualitas pemalsuan uang, BI menempuh

langkah-langkah preventif maupun represif dalam strategi

penanggulangan peredaran uang palsu.

Upaya penanggulangan uang palsu secara preventif

dilakukan melalui peningkatan unsur-unsur pengaman

pada uang serta diseminasi informasi ciri-ciri keaslian

uang Rupiah kepada masyarakat yang dilakukan baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui Iklan

Layanan Masyarakat (ILM).

Penyebarluasan informasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah

secara langsung kepada masyarakat dilakukan melalui

berbagai saluran komunikasi, yaitu kegiatan sosialisasi dan

edukasi keaslian uang Rupiah, pameran dan pagelaran

kesenian tradisional yang dilakukan dan diikuti BI,

serta melalui kegiatan Training of Trainers (ToT) yang

dilakukan bekerjasama dengan pihak terkait lainnya yang

dituangkan dalam suatu nota kesepahaman.

Kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah secara langsung

dilakukan kepada perbankan dan instansi lainnya yang

berasal dari berbagai kalangan, seperti akademisi,

pelajar dan mahasiswa, pengusaha, karyawan, organisasi

kemasyarakatan, maupun aparat hukum.

Sosialisasi secara langsung juga dilakukan pada

pelaksanaan berbagai kegiatan pameran yang diikuti

BI di berbagai wilayah Indonesia yaitu Jakarta, Padang,

Balikpapan, Mataram, Teluk Gelam, Cilegon, Palembang

dan Pontianak.

Kekayaan ragam budaya Indonesia menjadi inspirasi

bagi pelaksanaan kegiatan sosialisasi keaslian uang

Rupiah. Pagelaran wayang yang kaya dengan nilai-nilai

budaya menjadi salah satu media sosialisasi keaslian

Rupiah kepada masyarakat luas. Sepanjang tahun 2011,

BI melaksanakan 10 kali kegiatan pagelaran wayang di

wilayah Jakarta, Purwokerto, Bojonegoro, Banyuwangi,

Sukabumi, Kudus, Boyolali, Bandar Lampung dan

Palembang, dengan jumlah audience mencapai 11.000

orang.

Guna memperluas jangkauan kegiatan diseminasi keaslian

uang Rupiah secara langsung melalui kegiatan ToT dan

sosialisasi, BI menjalin kerjasama dengan 3 instansi di luar

perbankan yang dalam transaksinya banyak menggunakan

uang kartal, yaitu PT. Petamina, PT. Transjakarta dan

Perum Pegadaian. Melalui kerjasama tersebut, para

peserta pelatihan dibekali dengan pengetahuan yang

memadai tentang keaslian uang rupiah, sehingga

diharapkan dapat menerapkan pengetahuannya dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat serta mampu

berperan sebagai narasumber dalam kegiatan sosialisasi

keaslian uang Rupiah yang dilaksanakan secara mandiri di

lingkungan kerjanya.

Upaya preventif secara langsung dalam penanggulangan

uang palsu juga dilakukan melalui kerjasama antara

BI dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan

Kementerian Agama Kantor Kabupaten Sukabumi,

Provinsi Jawa Barat. Kerjasama tersebut dilakukan dengan

menyusun silabus ciri-ciri keaslian uang Rupiah untuk

dimasukkan dalam kurikulum SMU sederajat. Melanjutkan

keberhasilan di Sukabumi, ke depan kerjasama tersebut

akan diperluas di wilayah lainnya.

Sosialisasi keaslian uang Rupiah secara tidak langsung

melalui ILM, yang dikenal dengan “3D” (Dilihat, Diraba.

Diterawang), terus dilakukan selama tahun 2011 melalui

berbagai media massa, baik elektronik maupun cetak,

seperti radio, koran dan majalah. Melalui publikasi

tersebut, masyarakat diharapkan dapat memperoleh

kemudahan dalam mengenali ciri-ciri keaslian Rupiah.

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif

dilakukan melalui peningkatan koordinasi dengan

Page 101: Cover LSPPU R5

87Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

BOTASUPAL dan aparatur penegak hukum lainnya seperti

Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.

Dalam rangka membantu proses penyidikan tindak pidana

uang Rupiah palsu oleh pihak Kepolisian, BI menerima

permintaan pemeriksaan laboratorium dari POLRI untuk

digunakan sebagai salah satu alat bukti di persidangan.

Selain itu, BI juga turut berperan sebagai saksi ahli dalam

persidangan kasus pemalsuan uang Rupiah di pengadilan.

Strategi Pemusnahan Uang dalam rangka Clean Money Policy

Untuk menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat,

BI melakukan pemusnahan UTLE berupa uang lusuh,

rusak, cacat maupun uang yang telah ditarik dari

peredaran. Untuk terus meningkatkan standar kualitas

uang kertas pecahan besar yang dapat diedarkan kembali

ke masyarakat, BI melanjutkan kebijakan penetapan

standar tingkat kelusuhan (soil level) tertentu pada sarana

pengolahan uangnya yang telah dilaksanakan sejak tahun

2009.

Sementara itu untuk terus menjaga kualitas uang logam,

dilakukan kegiatan peleburan terhadap uang logam tidak

layak edar yang masuk ke BI dengan jumlah sebanyak

311,8 ton, terdiri dari uang logam jenis alumunium, cupro

nickel, aluminium bronze, brass clad steel dan logam

bimetal.

8.2 Peningkatan Efisiensi Operasional Kas di BI dan Perbankan

Peningkatan efisiensi operasional kas pada tahun 2011

dilakukan dengan menyempurnakan sistem dan prosedur

layanan kas kepada perbankan yang bersifat “customer

oriented”.

Pelaksanaan kebijakan yang dilakukan sepanjang tahun

2011 dalam upaya meningkatkan efisiensi operasional kas

tersebut meliputi:

1. Penyempurnaan sistem dan prosedur penyetoran dan

penarikan uang oleh bank umum di BI.

2. Pemantauan kegiatan sortasi dan layanan kepada

nasabah oleh perbankan dan perusahaan cash in

transit (CIT).

3. Optimalisasi kinerja sarana pengelolaan uang.

Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di Bank Indonesia

Dalam rangka meningkatkan efisiensi cash handling BI

maupun cash management perbankan untuk mencapai

peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat, BI

mengeluarkan penyempurnaan mekanisme penyetoran

dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI

sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran No.13/9/DPU

tanggal 5 April 2011.

Ketentuan tersebut secara umum mengatur beberapa hal,

antara lain:

a. Optimalisasi pengolahan/sortasi uang oleh bank

umum terhadap standar Uang Layak Edar (ULE) dan

Uang Tidak Layak Edar (UTLE).

b. Optimalisasi transaksi uang kartal antar bank (TUKAB).

c. Mekanisme dan tatacara penyetoran ULE dan UTLE.

d. Optimalisasi penyampaian laporan dan informasi

terkait dengan posisi likuiditas harian dan rencana

penarikan dan penyetoran uang.

Berlakunya penyempurnaan ketentuan tersebut

memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum

dalam menyetorkan kelebihan likuiditas Rupiah dengan

tetap memperhatikan optimalisasi TUKAB dan efisiensi

pengelolaan uang di perbankan.

Penjelasan mengenai penyempurnaan ketentuan

penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI

pada Boks 8.2.

Page 102: Cover LSPPU R5

88 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Perkembangan ekonomi nasional akhir-akhir ini berdampak pada peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan.

Perkembangan tersebut tercermin dari peningkatan aliran uang kartal baik melalui BI dan perbankan. Kondisi

tersebut menyebabkan beban pengolahan uang (cash handling) pada BI dan perbankan semakin berat.

Upaya yang dilakukan BI untuk mengurangi beban tersebut antara lain dengan menerbitkan ketentuan

penyetoran dan penarikan uang Rupiah oleh bank umum di BI melalui Surat Edaran No. 9/37/DPU tanggal 27

Desember 2007. Ketentuan tersebut mengatur antara lain mekanisme penyetoran dan penarikan uang Rupiah

oleh bank atau pihak lain atas nama bank yang tecatat rekeningnya di BI, kewajiban bank untuk melakukan sortasi

atau pengolahan uang, penetapan standarisasi ULE dan UTLE, persyaratan dan mekanisme diskresi1 penyetoran

uang layak edar, mekanisme transaksi uang kartal layak edar antar bank dan pelaporan likuiditas.

Dari sisi BI, ketentuan ini pada awalnya mampu memperlambat laju pertumbuhan aliran uang kartal dari/ke BI

(outflow dan inflow). Namun demikian, seiring dengan kenaikan uang kartal yang diedarkan, outflow dan inflow

terus meningkat dari tahun-tahun sehingga beban pengolahan uang di BI semakin meningkat. Sementara itu, di

sisi perbankan, ketentuan yang membatasi penyetoran uang layak edar ke BI telah memicu peningkatan “cash in

vault” yang pada gilirannya membebani manajemen kas perbankan akibat idle money dan biaya asuransi yang

meningkat.

Untuk mengoptimalkan pengolahan uang di BI dan meningkatkan efisiensi manajemen kas perbankan serta

meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat, BI mengeluarkan penyempurnaan ketentuan mengenai

penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI berdasarkan Surat Edaran No.13/9/DPU pada

tanggal 5 April 2011. Penyempurnaan ketentuan tersebut memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum

untuk menyetorkan dan menarik uang Rupiah sesuai dengan kondisi likuiditasnya dan tetap memperhatikan

optimalisasi Transaksi Rupiah Antar Bank (TUKAB). Hal ini sejalan dengan upaya BI untuk mengembalikan peran

BI sebagai last resort dalam bidang pengedaran uang, dimana setelah melakukan TUKAB, bank dalam kondisi

net long dapat melakukan penyetoran uang ke BI, sementara bank dalam kondisi net short dapat melakukan

penarikan uang di BI.

Perspektif biaya “cash handling” pada BI

Cash handling yang dilakukan BI meliputi distribusi uang2, layanan kas kepada perbankan (penyetoran dan

penarikan uang), pengolahan/sortasi uang dan pemusnahan uang. Kegiatan yang relevan dalam perspektif biaya

adalah kegiatan distribusi uang dan pengolahan/sortasi uang, mengingat dalam kegiatan tersebut terdapat biaya

SDM (kasir), biaya pengiriman uang dan biaya pengelolaan peralatan kas berupa biaya investasi maupun biaya

perawatan peralatan kas.

Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran danPenarikan Uang oleh Bank Umum di BIBoks 8.2

1 Diskresi adalah kebijakan yang dilakukan oleh BI kepada perbankan berupa kelonggaran untuk dapat menyetorkan uang layak edar dalam kondisi tertentu2 Kegiatan distribusi uang meliputi distribusi uang HCS dari Perum Peruri, penerimaan uang eks peredaran dari KBI, penerimaan UL afkir dari KBI, pengiriman uang HCS dan eks peredaran ke KBI dan sebaliknya.

Page 103: Cover LSPPU R5

89Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Melalui penyempurnaan ketentuan tersebut, yaitu akses yang lebih besar kepada perbankan untuk menyetorkan

kelebihan likuditasnya, pembayaran oleh BI kepada bank melalui mekanisme dropshot ULE3 serta perpanjangan

masa retensi pembayaran oleh BI kepada bank dengan menggunakan ULE eks setoran bank, akan mendorong

optimalisasi cash handling di BI. Mekanisme dropshot dan perpanjangan masa retensi tersebut akan mengurangi

beban pengolahan/sortasi uang. Selain itu kebijakan tersebut akan meningkatkan re-sirkulasi ULE yang pada

gilirannya dapat mengurangi kebutuhan uang baru (HCS).

Berkurangnya beban pengolahan/sortasi uang dapat mengurangi kebutuhan tambahan SDM (kasir) dan biaya

investasi dan pemeliharaan peralatan kas. Selain itu, berkurangnya kebutuhan uang HCS dapat mengurangi biaya

pengadaan bahan uang, biaya cetak uang dan biaya distribusi uang.

Perspektif biaya cash management perbankan

Dari sisi perbankan, biaya cash management terutama disebabkan oleh kelebihan likuiditas uang kartal di atas

persediaan untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Kelebihan persediaan tersebut akan berdampak pada

“idle money” dan biaya asuransi penyimpanan uang. Idle money yang mengendap di khazanah bank berpotensi

penyebab opportunity cost perbankan. Disisi lain, kelebihan uang kartal mendorong peningkatan biaya asuransi

yang harus dikeluarkan oleh bank yang meliputi biaya asuransi cash in transit dan cash in vault.

Potensi in-efisiensi tersebut diatas dapat diminimalkan dengan berlakunya penyempurnaan ketentuan penyetoran

dan penarikan uang oleh bank umum di BI. Akses yang lebih besar yang dimiliki perbankan dalam menyetorkan

kelebihan likuiditas bank kepada BI dapat meningkatkan efisiensi cash management perbankan melalui

berkurangnya idle money maupun biaya asuransi. Perbankan cukup menjaga kebutuhan kas sesuai kebutuhan

operasional mereka dalam memenuhi kebutuhan nasabah sehingga cash management perbankan dapat lebih

optimal.

Materi Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI

Materi yang tercakup dalam penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI

tersebut meliputi prinsip umum, kegiatan penyetoran uang tidak layak edar, kegiatan penyetoran uang layak edar,

kegiatan pemilahan (penyortiran) uang oleh bank dan penyampaian laporan dan informasi.

Prinsip Umum

1. Bank dapat melakukan penyetoran dan/atau penarikan uang di BI dalam 1 (satu) hari kerja :

a. Pelaksanaan kegiatan penyetoran dan/atau penarikan hanya dapat dilakukan masing-masing 1 (satu) kali.

b. Penyetoran dan penarikan Uang yang masih Layak Edar (ULE) dilakukan terhadap pecahan yang berbeda.

3 Dropshot ULE adalah pembayaran uang setoran ULE dari bank oleh BI kepada penyetor atau bank berbeda, dimana setoran ULE yang diterima BI sebelumnya tidak dilakukan perhitungan rinci dan penyortiran. Uang setoran ULE tersebut diterima oleh BI, dan pada hari berikutnya dapat dibayarkan kepada bank penyetor atau bank yang berbeda, dalam 1 kemasan plastik transparan (10 brood) yang masih utuh, tersegel dan terdapat label bank penyetor.

Page 104: Cover LSPPU R5

90 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

c. Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan penarikan ULE dapat dilakukan terhadap pecahan yang sama

atau berbeda.

2. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Long (setelah terlebih dahulu

mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Long dapat melakukan peyetoran uang ke BI.

3. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Short (setelah terlebih dahulu

mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Short dapat melakukan penarikan uang ke BI.

2. Kegiatan Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

1. Bank dapat menyetorkan UTLE kepada BI tanpa pembatasan terhadap jumlah dan jenis pecahan dengan

terlebih dahulu menyampaikan faksimili rencana penyetoran UTLE.

2. Uang yang disetorkan kepada BI dipisahkan antara ULE dan UTLE.

3. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Short (setelah terlebih

dahulu mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Short meskipun memiliki UTLE dapat

menyetorkan UTLE sekaligus melakukan penarikan ULE baik pecahan yang sama maupun pecahan yang

berbeda dalam 1 (satu) hari kerja.

�����

�����

�����

�����������������������

������������������

�������������� �����������������

� � �

�������������� �����������������������������������

��� ������������������������������������������������������������������������������������� ������������������������������������� ��������������������������������

�� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�� ����������������������������������������������������������������� ���������������������������������������������������������������

��������

�����

����

��������������

���������������������������

���������������������������������������

3. Kegiatan Penyetoran Uang Layak Edar

1. Pada hari pelaksanaan penyetoran ULE oleh bank yang mengalami Posisi Long, maka bank yang lain tidak

dapat melakukan penarikan uang pecahan yang sama.

2. Bagi bank yang telah menyetorkan ULE, maka bank tersebut tidak dapat melakukan penarikan selama periode

3 (tiga) hari kerja berikutnya untuk pecahan yang sama terhitung sejak tanggal penyetoran ULE tersebut.

Page 105: Cover LSPPU R5

91Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

3. Pembatasan 3 (tiga) hari kerja pada huruf b. tersebut, hanya berlaku bagi bank yang melakukan penyetoran

ULE, sehingga bagi bank lainnya dapat melakukan penarikan untuk setiap jenis pecahan.

4. Pembatasan penarikan selama 3 (tiga) hari kerja tidak berlaku bagi bank yang mengalami keadaan memaksa

(force majeure) dengan pendekatan pada kondisi masing-masing bank.

4. KegiatanPemilahan(Penyortiran)UangolehBank

1. Bank wajib melakukan pemilahan antara ULE dan UTLE antara lain untuk disetorkan ke BI dan untuk

melaksanakan TUKAB dengan berpedoman pada standarisasi ULE dan/atau UTLE yang ditetapkan oleh BI.

2. ULE yang akan disetorkan ke BI minimal dalam kelipatan 10 (sepuluh) brood untuk uang kertas yang dikemas

dalam kantong plastik transparan. Adapun untuk ULE uang logam minimal dalam kelipatan 1 (satu) kantong

plastik yang berisi 500 (lima ratus) keping.

5. Kegiatan Penyampaian Pelaporan dan Informasi

1. Bank menyampaikan Laporan Proyeksi Bulanan Cashflow yaitu Inflow dan Outflow yang dirinci dalam

mingguan (minggu I s.d. minggu IV).

2. Penyampaian informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square disampaikan dalam 2 (dua) tahap

yakni:

1) Tahap I

a. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square dimulai sejak jam kerja di BI

sampai dengan paling lambat pukul 09.00 waktu setempat.

b. Selanjutnya, BI menyampaikan hasil rekapitulasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square kepada

Bank paling lambat pukul 09.30 waktu setempat melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.

2) Tahap II

a. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan / atau Posisi Square dimulai setelah pukul

09.00 sampai dengan paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.

b. BI menyampaikan hasil rekapitulasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square kepada Bank paling

lambat pukul 16.15 waktu setempat melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.

c. Bank menyampaikan rencana penarikan dan/atau penyetoran melalui faksimili paling lambat pukul 16.30

waktu setempat, berdasarkan hasil rekapitulasi informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square

sebagaimana dimaksud pada butir 2)b.

d. Berdasarkan faksimili yang disampaikan oleh bank sebagaimana dimaksud pada huruf c., BI menyampaikan

hasil rekapitulasi faksimili rencana penyetoran dan/atau penarikan kepada bank yang dijadikan dasar untuk

melakukan penyetoran dan/atau penarikan melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.

Page 106: Cover LSPPU R5

92 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

e. Bagi bank yang akan melakukan perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan setelah BI

menyampaikan hasil rekapitulasi faksimili sebagaimana dimaksud pada huruf d.,maka bank yang

bersangkutan menyampaikan laporan perubahan posisi ULE dan perubahan rencana penarikan dan/atau

penyetoran melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI dan faksimili paling lambat telah

diterima BI pada pukul 08.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya, dengan pengaturan sebagai

berikut:

a) Bank yang mengalami perubahan Posisi ULE, terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB dengan Bank

lainnya.

b) BI menyampaikan hasil rekapitulasi kepada bank mengenai Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi

Square paling lambat pukul 08.15 waktu setempat sebagai informasi final rencana penyetoran dan/atau

penarikan dari masing-masing bank.

c) Bank yang telah mengajukan faksimili rencana penyetoran dan/atau penarikan dapat melakukan

perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan paling lambat pukul 08.30 waktu setempat.

d) Dalam hal perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan mengakibatkan terdapatnya penarikan

uang ke BI maupun perubahan jumlah penarikan uang ke BI, maka bank wajib menyampaikan

permohonan melalui faksimili dengan menyampaikan faktor-faktor penyebabnya untuk mendapatkan

persetujuan BI.

Page 107: Cover LSPPU R5

93Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Pemantauan Kegiatan Sortasi dan Layanan Kepada Nasabah oleh Perbankan dan Perusahaan CIT

Pelaksanaan pemantauan kegiatan pengolahan (sortasi)

uang kartal dan layanan kepada nasabah yang dilakukan

oleh perbankan merupakan strategi kebijakan dalam

mendukung kesesuaian kualitas uang yang diedarkan

oleh perbankan dan hasil olahan dari perusahaan Cash in

Transit (CIT). Melalui pemantauan tersebut, diharapkan

standar kualitas uang layak edar sesuai dengan yang telah

ditetapkan.

Pada tahun 2010, BI telah menyusun acuan standar

kualitas uang dalam bentuk “Buku Panduan Ciri-Ciri

Keaslian dan Standar Kualitas Uang Rupiah” yang menjadi

acuan bagi BI, perbankan, dan perusahaan CIT dalam

melakukan pengklasifikasian kualitas uang. Meskipun

sudah terdapat acuan, dalam praktek pengolahan uang di

sentra pengolahan uang bank dan perusahaan CIT, masih

ditemukan kualitas uang hasil sortasi baik ULE maupun

UTLE tidak sesuai dengan standar kualitas tersebut. Guna

penyeragaman kualitas uang layak edar di perbankan dan

perusahaan CIT dan menyamakan persepsi kualitas uang

layak edar antara perbankan dan perusahaan CIT dengan

standar yang ditetapkan oleh BI, maka pada tahun 2011,

dilakukan pemantauan kegiatan pengolahan uang di

perbankan dan perusahaan CIT.

Tujuan dari pemantauan kegiatan pengolahan uang di

perbankan dan perusahaan CIT adalah:

a. Mengetahui metode atau proses pengolahan uang di

masing-masing perbankan dan perusahaan CIT;

b. Mengetahui kesesuaian kualitas hasil sortasi uang yang

dilakukan perbankan dan perusahaan CIT;

c. Mendapatkan informasi mengenai peralatan yang

digunakan untuk melakukan pendeteksian keaslian

uang di perbankan dan perusahaan CIT;

d. Mendapatkan masukan dari perbankan dan

perusahaan CIT mengenai ketentuan dan pelayanan BI

di bidang pengedaran uang.

Adapun ruang lingkup yang menjadi obyek pemantauan

adalah informasi umum mengenai kegiatan perkasan dan

kebutuhan uang, metodologi pengolahan uang, standar

kualitas uang, serta kualitas hasil sortasi.

Pemantauan kegiatan sortasi uang pada tahun 2011

dilaksanakan di 4 bank di wilayah KBI Pematang Siantar,

3 perusahaan CIT di wilayah KBI Semarang, 3 bank dan 3

perusahaan CIT di wilayah KPBI, dan 2 bank di wilayah KBI

Malang.

Berdasarkan pemantauan tersebut, dapat disimpulkan

beberapa hal, yaitu:

1. Sebagain besar perbankan dan perusahaan CIT

masih melakukan pengolahan uang secara manual.

Pendeteksian keaslian uang Rupiah dilakukan

berdasarkan pengalaman pegawai dan penggunaan

lampu ultraviolet.

2. Pengolahan uang di perbankan dan perusahaan CIT

sebagian besar dilakukan oleh pegawai outsourcing.

Kecepatan maksimal pegawai dalam melakukan

sortasi/pemilahan uang secara manual sekitar 5.000

lembar per jam.

3. Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK) yang umum

digunakan oleh perbankan dan perusahaan CIT

memiliki kecepatan berkisar antara 25.000 - 35.000

lembar per jam.

4. Pemahaman pegawai bank dan perusahaan CIT

mengenai standar kualitas uang layak edar masih

belum seragam. Beberapa bank belum menggunakan

buku Panduan Standar Visual Kualitas Uang sebagai

acuan dalam melakukan pemilahan/sortasi uang.

5. Pemahaman pegawai bank dan perusahaan CIT

mengenai prosedur penanganan uang yang diduga

palsu dan uang rusak belum merata. Salah satu

penyebab hal tersebut karena tingginya tingkat

perputaran (turn over) pegawai di perbankan dan

perusahaan CIT.

Berdasarkan hasil tersebut, pemantauan perlu dilakukan

terus-menerus untuk menjamin persamaan persepsi

mengenai standar kualitas dan konsistensi pembacaan

MSUK serta untuk mendapatkan informasi permasalahan

yang dihadapi oleh bank dan/atau perusahaan CIT.

Page 108: Cover LSPPU R5

94 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Pemantauan tersebut perlu didukung dengan upaya

sosialisasi yang terus menerus terkait sosialisasi ciri

keaslian uang Rupiah dan prosedur penanganan uang

palsu kepada petugas bank/perusahaan CIT, serta

menghimbau kepada perbankan/perusahaan CIT yang

melakukan pengolahan uang dalam jumlah besar untuk

menggunakan mesin sortasi dan alat deteksi keaslian yang

lebih memadai.

Optimalisasi Kinerja Sarana Pengelolaan Uang

Penggunaan sarana pengelolaan uang secara optimal

akan memperlancar handling uang yang bersumber

dari setoran perbankan dan masyarakat, sehingga uang

yang layak edar dapat segera dibayarkan kembali ke

perbankan/masyarakat.

Kebijakan yang dilakukan pada tahun 2011 adalah dengan

melakukan pelatihan mengenai sarana pengelolaan uang

baik di tingkat teknis dan manajemen, serta pemantauan

langsung dan tidak langsung terhadap penggunaan

peralatan kas baik di KPBI dan KBI.

Disamping itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

optimalisasi kinerja sarana pengolahan uang antara

lain dengan memprioritaskan pengolahan uang kertas

pecahan terbesar (Rp100.000) sampai dengan minimal

pecahan Rp 10.000 sesuai dengan kapasitas optimal

MSUK yang dimiliki.

Melalui berbagai strategi kebijakan yang dilakukan,

terdapat peningkatan rata-rata kinerja pengolahan uang

menggunakan mesin sortasi uang sebesar 13,5% dari

tahun sebelumnya.

8.3 Pengembangan Layanan Kas BI dengan Mengikutsertakan Peran Perbankan dan Pihak Terkait Lainnya

Wilayah Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang

memiliki cakupan daerah terpencil dan terdepan yang

berbatasan langsung dengan negara tetangga. Guna

menjangkau ketersediaan uang layak edar di wilayah

tersebut, dilakukan pengembangan dan peningkatan

layanan kas dengan melibatkan peran perbankan dan

pihak terkait lainnya terutama untuk meningkatkan

kelancaran dan jangkauan distribusi uang. Selain untuk

menjamin ketersediaan Rupiah, pengembangan dan

peningkatan layanan kas khususnya di daerah terdepan

NKRI dimaksudkan juga untuk menjaga eksistensi uang

Rupiah.

Strategi kebijakan yang dilakukan pada tahun 2012, antara

lain:

1. Meningkatkan layanan penukaran uang kepada

masyarakat melalui kerjasama BI dengan bank dan/

atau pihak terkait lainnya.

2. Meningkatkan layanan kas BI di daerah yang jauh dari

jangkauan BI (remote area) berupa kas keliling dan kas

titipan.

3. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan TNI AL

dan Kepolisian Perairan (Polair) untuk distribusi dan

pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan

NKRI termasuk melakukan kegiatan sosialisasi

mengenai ciri keaslian uang Rupiah.

Optimalisasi Layanan Kas Bank Indonesia

Strategi kebijakan untuk mengoptimalkan layanan

kas BI dilakukan antara lain dengan menerapkan dan

mempertahankan mutu layanan kas sesuai dengan

sertifikasi internasional berupa ISO 9001:2008.

Sertifikasi tersebut untuk kegiatan layanan penarikan

dan penyetoran uang oleh bank umum di KPBI, serta

penerapan strategi layanan secara rutin dalam kondisi

normal dan strategi layanan tertentu guna menghadapi

peningkatan permintaan uang secara signifikan menjelang

hari raya keagamaan.

Layanan Kas Harian BI

Peningkatan layanan kas BI dilakukan dengan menerapkan

strategi efisiensi waktu layanan kas serta adanya prosedur

layanan kas sesuai standar internasional.

Selama tahun 2011, rata-rata waktu layanan kas dalam

rangka penarikan uang kartal oleh perbankan selama 19

menit 11 detik, tidak mengalami perubahan dari waktu

Page 109: Cover LSPPU R5

95Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Gam

bar

8.1

Pet

a L

ayan

an K

as B

ank

Ind

on

esia

Page 110: Cover LSPPU R5

96 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

layanan tahun 2010. Adapun rata-rata waktu layanan

penyetoran uang oleh perbankan selama 18 menit 02

detik, lebih lama dari waktu layanan penyetoran tahun

sebelumnya selama 17 menit 4 detik per bank.

Strategi Layanan Kas pada Periode Ramadhan dan Idul Fitri

Kegiatan layanan kas mencapai puncaknya pada periode

Ramadhan dan Idul Fitri. Strategi BI pada periode tersebut

dirangkum dalam 2 cakupan kebijakan, yaitu strategi

pemenuhan kebutuhan uang selama Ramadhan dan Idul

Fitri, serta strategi antisipasi arus balik uang kartal dari

perbankan paska Idul Fitri.

Strategi Pemenuhan Uang Kartal Selama Periode Ramadhan dan Idul Fitri

1. Perencanaan kebutuhan uang selama Ramadhan

Guna mengetahui kebutuhan uang kartal selama

Ramadhan, dilakukan penyusunan estimasi jumlah

penarikan dan penukaran dalam nominal dan

jenis pecahan secara nasional. Untuk menyusun

perencanaan kebutuhan uang tersebut, dilakukan

koordinasi secara internal maupun eksternal. Secara

internal, koordinasi dilakukan dengan unit kerja kas di

KPBI dan KBI, sedangkan secara eksternal koordinasi

melibatkan stakeholders yaitu perbankan dan pihak

terkait lainnya. Hal ini dilakukan untuk menggali

informasi terkait dengan kebutuhan uang baik uang

pecahan besar (UPB) dan uang pecahan kecil (UPK).

2. Strategi Distribusi Uang

Peningkatan kebutuhan uang pada periode Ramadhan

dan Idul Fitri perlu didukung dengan kecukupan

persediaan kas di seluruh wilayah Indonesia. Selain

melakukan distribusi dan pengiriman uang lebih

awal ke unit kerja kas di KPBI dan KBI, dilakukan

juga upaya meningkatkan frekuensi dan kuantitas

pengiriman uang yang mencapai Rp63,7 triliun. Dari

jumlah tersebut, 74,1% pengiriman dilakukan selama

bulan Juli dan sisanya pada paruh awal bulan Agustus

2011. Untuk menjamin kelancaran arus distribusi

uang, BI melakukan kerjasama secara intensif dengan

penyedia jasa transportasi, baik darat (kereta api), laut

(kapal penumpang dan kapal barang), maupun udara

(pesawat terbang).

3. Strategi Peningkatan Layanan Kas

Dalam rangka memperlancar layanan kas bagi

perbankan, BI meminta perbankan untuk

menyampaikan lebih awal proyeksi kebutuhan uang

selama periode Ramadhan dan Idul Fitri. Adapun

pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan mulai

minggu ke-4 Juli 2011 sehingga pada awal Ramadhan

(awal Agustus 2011) perbankan telah siap untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat baik di kantor pusat

maupun di seluruh kantor cabangnya.

Untuk pemenuhan dan penyebaran kebutuhan UPK,

BI melibatkan perbankan dalam kerjasama layanan

penukaran UPK kepada masyarakat. Selain itu, BI

juga membuka layanan secara langsung melalui loket

penukaran baik di kantor BI maupun di berbagai

instansi lainnya. Sementara itu, kegiatan layanan

penukaran kas luar kantor dilakukan dengan membuka

loket penukaran di stasiun kereta api dan rest area

jalan tol (Jakarta-Cikampek), disamping dilakukan

dengan meningkatkan frekuensi dan menambah

plafon kas keliling di berbagai wilayah di Indonesia

hingga ke daerah terpencil.

Melalui berbagai strategi layanan kas yang ditempuh oleh

BI serta didukung kerjasama yang baik dengan perbankan,

kebutuhan uang kartal selama periode Ramadhan dan

Idul Fitri sebesar Rp79,0 triliun atau naik 45,5% dari tahun

sebelumnya dapat dipenuhi dengan lancar dan tanpa

kendala berarti.

Strategi Layanan Kas Paska Idul Fitri

Paska Hari Raya Idul Fitri, terdapat kelebihan likuiditas

uang kartal di perbankan yang akan disetorkan kembali

ke BI. Jumlah aliran uang yang masuk ke BI paska Idul Fitri

tercatat sebesar Rp66,0 triliun atau sebesar 83,5% dari

total outflow selama Ramadhan.

Page 111: Cover LSPPU R5

97Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Menghadapi tingginya arus balik uang kartal tersebut,

BI melakukan optimalisasi pendayagunaan sumber

daya kasir dan sarana pengolahan uang termasuk

melaksanakan pengolahan uang diluar jam kantor dan

hari kerja. Kegiatan penyerapan kelebihan likuiditas uang

kartal dilakukan di seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI

dengan mengacu pada SE BI No.13/9/DPU tanggal 5 April

2011 tentang penyetoran dan penarikan uang oleh bank

umum di BI.

Guna memperlancar perputaran uang dari BI ke

perbankan, BI menempuh strategi membayarkan kembali

setoran uang layak edar (ULE) kepada bank yang sama

atau bank yang berbeda dalam satu wilayah kerja yang

sama, menetapkan prioritas hasil sortasi UPB untuk

keperluan ATM, serta mengirimkan kembali kelebihan

uang kartal di KBI ke KPBI.

Strategi Layanan Kas Periode Natal dan Tahun Baru

Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru, BI tidak

menerapkan strategi khusus layanan kas pada periode

tersebut meskipun kebutuhan uang mengalami kenaikan.

Hal ini mengingat sebagian besar kebutuhan uang selama

periode tersebut merupakan UPB.

Adapun kegiatan penukaran UPK dalam rangka hari Natal

dan Tahun Baru relatif sama dengan kondisi normal yang

dipenuhi dengan meningkatkan pelayanan bekerjasama

dengan perbankan dan pihak terkait lainnya.

Optimalisasi Layanan Kas Bank Indonesia Di Luar Kantor

Layanan Kas Keliling

Kegiatan layanan kas keliling adalah kegiatan layanan

penukaran uang oleh unit kerja kas di KPBI dan KBI

kepada masyarakat, bank dan/atau pihak lain dengan

menggunakan sarana transportasi tertentu. Kas keliling

kepada masyarakat (retail) dilakukan di dalam kota dan/

atau di luar kota, sedangkan kas keliling kepada bank dan/

atau pihak lain (wholesale) dilakukan di luar kota.

Kegiatan layanan kas keliling bertujuan untuk pemenuhan

kebutuhan ULE dan UPK di masyarakat. Strategi layanan

kas di KPBI di arahkan ke lokasi yang memiliki tingkat

kebutuhan dan perputaran uang cukup tinggi. Sedangkan

di KBI, selain di arahkan ke lokasi yang memiliki tingkat

kebutuhan dan perputaran uang cukup tinggi, juga

diarahkan ke lokasi di luar wilayah kerja BI yang belum

dapat dilayani oleh perbankan yang ada.

Pada tahun 2011, layanan kas keliling yang telah

dilaksanakan di KPBI sebanyak 884 kali dengan rincian 832

kali untuk wilayah Jabodetabek dan 52 kali di luar wilayah

KPBI. Untuk wilayah Jabodetabek, titik layanan meliputi

62 lokasi yang tersebar di 22 pasar tradisional, rest area,

lembaga pemerintah dan 5 stasiun kereta api (Stasiun

Kota, Gambir, Senen, Tanah Abang dan Jatinegara).

Untuk wilayah di luar Jabodetabek, layanan kas keliling

telah menjangkau 8 lokasi yaitu Sukabumi, Serang,

Rangkasbitung, Pandeglang, Labuan, Cilegon, Kerawang

dan Kepulauan Seribu.

Terkait dengan pencitraan uang Rupiah, khususnya

kepada wisatawan asing, BI juga merintis kerjasama

penukaran yang dilakukan melalui 2 perusahaan Pedagang

Valuta Asing (PVA) di Jakarta.

Selain kegiatan diatas, terdapat kegiatan kas keliling dalam

rangka mendukung kegiatan tertentu untuk memenuhi

kebutuhan pengunjung dan peserta pameran, antara lain

di arena Pekan Raya Jakarta dan pameran dalam rangka

pengembangan usaha kecil serta pameran pembangunan

yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia.

Layanan Kas Titipan

Kegiatan kas titipan adalah kerjasama antara BI dengan

kantor bank umum di suatu lokasi yang jauh dari

jangkauan kantor BI. Dalam kas titipan, BI menitipkan

sejumlah uang untuk dikelola oleh suatu kantor bank

setempat guna memenuhi kebutuhan penarikan dan

penyetoran oleh kantor-kantor bank dalam satu wilayah

kota/daerah yang menjadi bank peserta kas titipan.

Page 112: Cover LSPPU R5

98 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Layanan kas titipan ini dilakukan sebagai solusi untuk

menjangkau blank spot areas karena belum terjangkau

layanan kas secara optimal oleh KBI terdekat.

Pada tahun 2010, terdapat 13 lokasi kas titipan yang

berada di 8 wilayah KBI. Adapun pada tahun 2011,

jumlah kas titipan menjadi 15 lokasi di 9 wilayah KBI atau

terdapat penambahan 2 kas titipan baru yaitu di Mamuju

(Sulawesi Barat) dan Palopo (Sulawesi Selatan).

Kegiatan Rintisan (Pilot Project) Penerapan Sebagian Prinsip Penyetoran dan Penarikan Uang di Kas Titipan

Sejalan dengan diterapkannya penyempurnaan

mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank

umum di BI sebagaimana SE No.13/9/DPU tanggal 5 April

2011, mulai awal tahun 2011 telah dilakukan kegiatan

rintisan penerapan sebagian prinsip penyetoran dan

penarikan uang di beberapa lokasi kas titipan yaitu di

Lubuk Linggau, Pangkal Pinang, Rantau Prapat dan Sampit.

Melalui kegiatan rintisan tersebut, mekanisme penyetoran

dan penarikan uang di kas titipan diselaraskan dengan

mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank

umum di BI. Penyetoran dan penarikan uang di kas titipan

harus terlebih dahulu mengutamakan TUKAB, kewajiban

untuk melakukan sortasi ULE dan UTLE, dan penyampaian

informasi likuiditas uang kartal.

1 Sibolga Gunung Sitoli 4 Bank 143 2 Pematang Siantar Rantau Prapat 14 Bank 271 3 Palembang Lubuk Linggau 9 bank 350 4 Palembang Pangkal Pinang 18 bank 350 5 Palangkaraya Sampit 8 Bank 210 6 Palu Toli-toli 7 Bank 240 7 Kupang Maumere 4 Bank 300 8 Manado Tahuna 5 Bank 140 9 Manado Gorontalo 16 Bank 160 10 Jayapura Sorong 12 Bank 1000 11 Jayapura Timika 7 Bank 700 12 Jayapura Biak 7 Bank 700 13 Jayapura Merauke 7 Bank 750 14 Makassar Palopo 12 Bank 365 15 Makassar Mamuju 11 Bank 500

No KBI Lokasi Bank Peserta Jarak (km)

Untuk kas titipan baru di Mamuju dan Palopo,

mekanisme penyetoran dan penarikan uang telah

mengimplementasikan sebagian mekanisme penyetoran

dan penarikan uang oleh bank umum di BI.

Peningkatan Layanan Penukaran Uang melalui Kerjasama BI dengan Bank dan/atau Pihak Terkait Lainnya

Strategi kerjasama BI dengan perbankan dan pihak lain

dalam kegiatan penukaran uang merupakan kelanjutan

dari strategi yang telah dirintis tahun sebelumnya. Pada

tahun 2011 dilakukan perluasan kerjasama melalui

penambahan jumlah bank dan pihak lain yang terlibat

dalam kerjasama penukaran uang. Kerjasama layanan

penukaran uang di wilayah KPBI meliputi 11 bank umum,

16 BPR dan 6 perusahaan eks Perusahaan Penukaran

Uang Pecahan Kecil (PPUPK).

Pola kerjasama layanan penukaran uang dengan bank

dan pihak lain juga dikembangkan di beberapa KBI, antara

lain di KBI Surabaya. Kerjasama layanan penukaran uang

pada periode Ramadhan dan Idul Fitri dilakukan oleh

KBI Surabaya dengan bank umum dan Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) di wilayah Surabaya dan sekitarnya dengan

jumlah outlet penukaran uang mencapai lebih dari 200

titik. Melalui kerjasama ini, masyarakat memperoleh

kemudahan untuk mendapatkan UPK di outlet penukaran

uang yang terdekat dengan lokasi rumahnya tanpa harus

mendatangi loket KBI Surabaya.

Kerjasama Layanan Kas di Wilayah Terpencil dan Terdepan NKRI

Dalam rangka menjangkau daerah terpencil dan

terdepan NKRI, BI melakukan koordinasi dan kerjasama

dengan pihak terkait lainnya yaitu TNI AL dan Kepolisian

Perairan (Polair) untuk distribusi dan pengamanan uang.

Penjelasan mengenai koordinasi dan kerjasama dengan

TNI AL dan Polair tersebut pada Boks 8.3.

Adapun lokasi kas titipan sebagai berikut:

Page 113: Cover LSPPU R5

99Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

Dalam rangka meningkatkan jangkauan layanan kas Bank Indonesia, khususnya untuk daerah terpencil dan daerah

perbatasan/terdepan NKRI, Bank Indonesia pada tahun 2011 melakukan kegiatan peningkatan layanan kas berupa

kegiatan Kas Keliling sekaligus kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah yang dilakukan oleh KBI setempat,

antara lain:

1. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Atambua (NTT dan perbatasan dengan Timor Leste)

dilakukan oleh KBI Kupang dan DPU pada tanggal 5-6 Juli 2011;

2. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Tobelo, Gelela dan Morotai dilakukan oleh KBI Ternate

pada tanggal 19-23 September 2011;

3. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Kab. Berau-Kaltim (Tanjung Redeb, Tanjung Batu dan

Derawan) pada tanggal 1-4 November 2011 serta Malinau dan Tanah Tidung pada tanggal 12-14 Desember

2011, keduanya dilakukan oleh KBI Samarinda dan DPU;

4. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Negeri Lama (daerah terpencil di Sumatera Utara)

dilakukan oleh KBI Pematang Siantar pada tanggal 10-12 November 2011.

Disamping itu, dilakukan pula kegiatan rintisan (pilot project) distribusi dan pengamanan uang berkoordinasi

dan bekerjasama dengan pihak/pihak terkait lainnya lainnya yang memiliki sumber daya atau prasarana yang

memadai antara lain TNI Angkatan Laut (AL) dan Kepolisian Air (PolAir). Hal ini untuk meningkatkan jangkauan ke

daerah terpencil dan terdepan NKRI yang tidak dapat ditempuh dengan sarana transportasi reguler.

Disamping kegiatan Kas Keliling dan sosialisasi, pada kesempatan tersebut dilakukan pula kegiatan Bank Indonesia

Social Responsibility (BSR) yaitu pemberian bantuan sosial kepada penduduk setempat berupa buku-buku bacaan/

perpustakaan (SD-SLTA) dan generator set (genset) untuk Pos TNI AL di daerah terdepan NKRI.

Kegiatan rintisan distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI pada tahun 2011, antara

lain:

1. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di kepulauan Seribu (DKI Jakarta) dilakukan oleh PgUK

bekerjasama dengan Kepolisian Air (PolAir) pada tanggal 25-27 April 2011;

2. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Mianggas, Marore, Melonguane dan Lirung (Sulawesi

Utara dan perbatasan dengan Phillipina) dilakukan oleh KBI Manado dan DPU bekerjasama dengan TNI AL

pada tanggal 24-30 Juni 2011;

3. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Natuna dan Anambas (Kepri dan perbatasan dengan

Singapura, Malaysia, Vietnam, China) dilakukan oleh KBI Batam dan DPU bekerjasama dengan TNI AL pada

tanggal 18-24 Juli 2011.

Layanan kas Bank Indonesia diDaerah Terpencil dan Terdepan NKRIBoks 8.3

Page 114: Cover LSPPU R5

100 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011

P. Salibabu -Kec. Lirung

P. Karakelang –Kec. Melonguane

P. Miangas

P. Marore

226 Nm/16 jam

4 Nm/0,5 jam

213 Nm/15 jam

83 Nm/7 jam

110 Nm/9 jam

Kegiatan rintisan distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI tersebut di atas dapat

dilaksanakan dengan baik dan lancar serta mendapat apresiasi sangat positif dari masyarakat dan Pemerintah

Daerah (Pemda) setempat.

Ke depan, kerjasama sinergis antara BI dan TNI AL akan terus ditingkatkan mempertimbangkan bahwa kedua

lembaga memiliki tugas dan kewajiban yang saling terkait. BI memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga

kedaulatan ekonomi antara lain menjaga eksistensi uang Rupiah sebagai legal tender di seluruh wilayah NKRI

termasuk di daerah terpencil dan terdepan NKRI. Di sisi lain, TNI AL memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga

kedaulatan pertahanan dan keamanan di seluruh wilayah NKRI termasuk di wilayah terdepan NKRI.

Rute Kegiatan Rintisan Kerjasama BI dan TNI AL,Distribusi dan Pengamanan Uang Rupiah di Kep. Natuna dan Anambas

(Daerah Perbatasan RI - Singapura, Malaysia, Vietnam danChina)

Rute Kegiatan Rintisan Kerjasama BI danTNI AL,Distribusi dan Pengamanan Uang Rupiah di Kep. Sagihe danTalaud

(Daerah Perbatasan RI - Philipina)

130 Nm/13 jam

40 Nm/4 jam

145 Nm/14,5 jam

75 Nm/7,5 jam

60 Nm/6 jam

285 Nm/28,5 jam

Page 115: Cover LSPPU R5

101Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas

Pengedaran Uang

Page 116: Cover LSPPU R5

102 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang

Pelaksanaan tugas pengedaran uang perlu didukung oleh kegiatan pendukung lainnya. Pada tahun 2011, kegiatan pendukung yang dilakukan yaitu pameran koleksi uang, sinergi sistem aplikasi kegiatan kas dan transaksi keuangan BI, kajian eksistensi penggunaan uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI dan informasi pecahan yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran yang telah habis masa berlaku penukarannya.

Page 117: Cover LSPPU R5

103Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang

9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka

BI memiliki Museum Artha Suaka yang mengelola benda-

benda bersejarah berupa koleksi mata uang sejak jaman

kerajaan sampai dengan uang yang masih berlaku saat ini.

Selain itu, terdapat pula sarana pembuatan uang dan alat-

alat pembayaran yang pernah beredar di Indonesia.

Dalam rangka memperkenalkan koleksi uang yang

dimiliki dan untuk menggairahkan dunia numismatika di

Indonesia, BI secara berkala melakukan kegiatan pameran

koleksi uang ke berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa

kegiatan pameran koleksi uang yang dilakukan selama

tahun 2011 sebagai berikut :

1. Pameran koleksi uang di Padang pada tanggal 29

Januari - 4 Februari 2011 dalam rangka peresmian

gedung Eks KBI Padang di Muaro.

2. Pameran koleksi uang di Balikpapan pada tanggal 20-

24 Mei 2011, bersamaan dengan peluncuran edukasi

publik mengenai usaha kecil.

3. Pameran koleksi uang di Denpasar pada tanggal 12-

14 Juli 2011 dalam rangka memperingati Hari Ulang

Tahun Bank Indonesia ke 58.

4. Pameran koleksi uang di Palembang pada tanggal 12

-20 November 2011 dalam rangka “Sriwijaya Expo

2011” sekaligus memeriahkan SEA GAMES 2011.

5. Pameran koleksi uang di Pontianak pada tanggal 2 - 8

Desember 2011 berbarengan dengan peluncuran

kegiatan pengedaran uang di daerah perbatasan di

wilayah Kalimantan Barat.

9.2 Implementasi Interface BISAK-BISOSA

Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas BI atas

pelaksanaan tugas di bidang pengedaran uang khususnya

dalam administrasi dan pencatatan kegiatan operasional

kas, BI berupaya mensinergikan sistem aplikasi yang

mencatat seluruh kegiatan operasional kas (BISAK) dengan

sistem aplikasi yang mencatat seluruh transaksi keuangan

BI (BI-SOSA). Interface sistem aplikasi BISAK dan BI-SOSA

telah diimplementasikan secara bertahap di KPBI dan

seluruh KBI sejak minggu ke III September 2011 hingga

minggu ke I Desember 2011.

Dengan diterapkannya interface antara BISAK dan

BISOSA, proses pengiriman warkat pembukuan kegiatan

operasional kas yang dihasilkan oleh BISAK dapat

dilakukan secara online. Hal ini dapat meminimalisir

potensi kesalahan akibat human error, meningkatkan

security, menyediakan fasilitas check and balance antar

sistem aplikasi dan meniadakan duplikasi prores entry

sehingga mengurangi beban kerja petugas data entry.

9.3 Kajian Eksistensi Penggunaan Uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI

Selain melakukan peningkatan layanan kas di daerah

terpencil dan terdepan NKRI, BI juga melakukan kegiatan

survey dan penelitian perihal eksistensi penggunaan uang

Rupiah di 2 daerah yaitu di Kep. Natuna dan Anambas

(Sulawesi Utara) yang berbatasan dengan Phillipina dan

di Belu (Nusa Tenggara Timur) yang berbatasan dengan

Timor Leste.

Berdasarkan hasil kajian, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan mata uang Rupiah di kedua daerah tersebut

Page 118: Cover LSPPU R5

104 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang

masih cukup tinggi. Hal ini tercermin dari perolehan

pendapatan masyarakat dan transaksi ekonomi yang

sebagian besar menggunakan uang Rupiah.

Sejalan dengan upaya peningkatan eksistensi uang

Rupiah, diperlukan upaya peningkatan kegiatan ekonomi

antara lain melalui pembangunan infrastruktur serta

pemberdayaan dan pelatihan kewirausahaan untuk

mengembangkan potensi ekonomi setempat.

9.4 Pecahan yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran yang Telah Habis Masa Berlaku Penukarannya

Sesuai dengan Surat Keputusan No.12/94/Kep/Dir tanggal

19 November 1979 perihal Pencabutan Kembali serta

Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Emisi 1975 Pecahan

Rp10.000, BI menetapkan pencabutan kembali serta

penarikan peredaran Uang Kertas emisi 1975 pecahan

Rp10.000 pada tanggal 2 Januari 1980 dan dinyatakan

tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Jangka

waktu penukaran uang pecahan tersebut di BI berakhir

pada tanggal 31 Desember 2011, sehingga sejak tanggal

2 Januari 2012, masyarakat tidak memiliki hak untuk

menukarkan uang pecahan tersebut ke BI.

Adapun ciri-ciri uang tersebut sebagaimana tercantum

pada gambar 9.1 dan tabel 9.1.

Gambar 9.1Uang Pecahan Rp10.000 Tahun Emisi 1975

Depan

Belakang

Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank Indonesia

Mata Uang : Rupiah

Seri / Emisi : Emisi tahun 1975

Pecahan : Rp10.000

Tgl. Penerbitan : 15 Juli 1976

Tgl. Penarikan Kembali : 2 Januari 1980

Penanda tangan : - Rachmat Saleh

- Soekmono B. Martokoesoemo

Tanda Air : Jenderal Soedirman

Bahan : Serat Kapas

Ukuran : 158x79mm

Warna Dominan

- Depan : Hijau/Merah/Coklat/Warna-warni

- Belakang : Hijau/Merah/Coklat/Warna-warni

Disain Utama

- Depan : Gambar relief Ramayana dari Candi

Borobudur (Ratu Maya beserta pengiring

menuju Taman Lumbrini).

- Belakang : Gambar pahatan kepala Kala dari Candi Jago

Tabel 9.1Ciri-ciri Uang Kertas Rp10.000 TE 1975

Page 119: Cover LSPPU R5

105Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam PelaksanaanTugas di Bidang Pengedaran Uang

Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di

Bidang Pengedaran Uang

Page 120: Cover LSPPU R5

106 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugasdi Bidang Pengedaran Uang

Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan kredibilitas BI, secara berkala BI melakukan survei persepsi kinerja untuk mengetahui tingkat kepuasan stakeholdersnya. Pada tahun 2011, dilakukan dua survei yaitu Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Ketersediaan ULE dan Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI.

Page 121: Cover LSPPU R5

107Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam PelaksanaanTugas di Bidang Pengedaran Uang

10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Layak Edar (ULE)

Survei kepuasan terhadap ketersediaan ULE dimaksudkan

untuk memberikan gambaran kinerja BI di bidang

pengedaran uang selama tahun 2011. Gambaran kinerja

tersebut dicerminkan dengan ketersediaan uang kartal

yang berkualitas, jumlah nominal yang cukup, jenis

pecahan yang sesuai dan tepat waktu. Survei ini juga

menjadi barometer keberhasilan atas upaya-upaya yang

telah ditempuh BI dalam memberikan informasi mengenai

kenyamanan, keamanan dalam memegang dan mengenali

ciri-ciri keaslian uang Rupiah kertas kepada masyarakat.

Mengacu pada hasil survei pada tahun sebelumnya, maka

selama tahun 2011, BI terus berupaya meningkatkan

kepuasan stakeholdersnya melalui ketersediaan ULE baik

secara kuantitas dan kualitas serta peningkatan kualitas

dan perluasan jangkauan layanan kas BI. Upaya tersebut

berhasil meningkatkan indeks kepuasan stakeholders BI

dari 4,61 pada tahun 2010 menjadi 4,67 (skala 1-6).

Survei kepuasan terhadap ketersediaan ULE dilaksanakan

oleh konsultan independen terhadap 324 responden yang

mencakup 3 kelompok stakeholders BI yaitu perbankan,

dunia usaha serta masyarakat umum. Secara keseluruhan,

para responden cukup puas dengan ketersediaan ULE yang

tercermin dari tingkat kepuasan responden perbankan

sebesar 4,95, masyarakat umum dan dunia usaha yang

masing-masing sebesar 4,60 dan 4,59 (skala 1-6).

Aspek yang dinilai dalam survei mencakup 10 atribut

kepuasan, antara lain ketersediaan uang tunai, kualitas

uang dan kemudahan untuk mengenali keaslian uang.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, nilai kepuasan

tertinggi diberikan pada atribut sosialisasi ciri-ciri keaslian

uang yang mudah dipahami dan dipraktekkan, dengan

nilai kepuasan sebesar 4,78. Sedangkan nilai terendah

diberikan pada aspek jumlah uang palsu yang beredar

secara minimal, dengan nilai kepuasan sebesar 4,43.

10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI

Untuk terus meningkatkan layanan kas prima terhadap

perbankan sebagai salah satu stakeholders eksternal BI,

secara semesteran BI melakukan pengukuran kinerja

layanan kas melalui Survei Kepuasan Perbankan terhadap

Layanan Kas di KPBI.

Berdasarkan hasil survei tersebut selama tahun 2011,

perbankan secara umum merasakan peningkatan

kinerja layanan kas di KPBI. Hal ini tercermin dari

peningkatan indeks kepuasan di semester I dan semester

II 2011masing-masing sebesar 5,54 dan 5,56 (skala 1-6).

Hasil tersebut merupakan pencapaian tertinggi selama

dilaksanakannya survei sejak tahun 2005.

Survei kepuasan perbankan terhadap layanan kas di KPBI

pada semester II 2011 mengukur aspek keakurasian,

kesesuaian dalam pemenuhan nominal dan pecahan,

kualitas uang serta aspek kecepatan dan keamanan dari

layanan kas yang diberikan. Dari 82 perbankan yang

menjadi responden pada pelaksanaan survei dimaksud,

Page 122: Cover LSPPU R5

108 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugasdi Bidang Pengedaran Uang

55% menyatakan sangat puas, 44% puas, dan 1% dari

responden cukup puas dengan layanan kas yang diberikan.

Penilaian tertinggi diberikan terhadap aspek keakurasian

hasil cetak sempurna (HCS), dengan angka indeks

sebesar 100%, dimana seluruh responden menilai

aspek kesesuaian HCS tersebut sudah memadai.

Penilaian tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun

sebelumnya dengan angka indeks sebesar 99%. Hasil

survei juga menunjukkan bahwa aspek kesesuain dalam

pemenuhan nominal dan UPK pecahan Rp10.000 ke

bawah, memperoleh penilaian terendah, dimana 93% dari

responden memberikan penilaian sudah memadai, 7%

menyatakan belum memadai dan 0% tidak memberikan

penilaian.

Aspek-aspekyang dinilai

Indeks Kepuasan

Keakurasian (selisih kurang/lebih)

eks peredaran 96 2 1

Keakurasian (selisih kurang/lebih)

HCS 100 0 0

Kesesuaian dalam pemenuhan

pecahan Kecil (Rp10.000, ke bawah) 93 7 0

Kesesuaian dalam pemenuhan

pecahan besar (Rp20.000 ke atas) 95 5 0

Kesesuaian dalam

pemenuhan nominal 98 2 0

Kualitas uang HCS &

eks peredaran 96 2 2

Kecepatan waktu layanan kas 98 1 1

Keamanan selama melakukan

transaksi di komplek kantor BI 99 1 0

SudahMemadai (%)

BelumMemadai (%)

TidakMenjawab (%)

Page 123: Cover LSPPU R5

109Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012

Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang

Pengedaran Uang - 2012

Page 124: Cover LSPPU R5

110 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012

Mempertimbangkan berbagai faktor strategis pada tahun 2012, arah kebijakan dan rencana pengembangan bidang pengedaran uang pada tahun 2012 adalah melanjutkan tiga pilar rancangan kebijakan yang sudah dijalankan pada tahun 2011.

Page 125: Cover LSPPU R5

111Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012

Pada tahun 2012, kondisi perekonomian Indonesia

masih tetap kuat dengan stabilitas makroekonomi yang

tetap terjaga. Perekonomian diperkirakan akan tumbuh

mencapai 6,3% - 6,7% diiringi dengan perkiraan inflasi

yang terkendali dalam kisaran sasarannya sebesar 4,5%

+ 1%. Seiring dengan perkiraan perkembangan tersebut,

kebutuhan uang Rupiah diperkirakan akan meningkat

dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 14,0%.

Berbagai faktor strategis lainnya yang terjadi di tahun

2011 seperti peningkatan kualitas uang, ketersediaan

uang layak edar di seluruh wilayah NKRI serta upaya

penanggulangan uang palsu masih akan mempengaruhi

kebijakan dan rencana pengembangan pengedaran uang

pada tahun 2012. Berdasarkan berbagai faktor tersebut,

maka pada tahun 2012, BI tetap akan melanjutkan tiga

pilar rancangan kebijakan yaitu peningkatan kualitas

uang di masyarakat dan pemenuhan permintaan

uang, peningkatan efektivitas operasional kas di BI dan

Perbankan serta pengembangan layanan kas BI.

Strategi kebijakan peningkatan kualitas uang Rupiah

dilakukan untuk menjaga uang Rupiah layak edar dengan

kualitas yang dapat diterima karena nilai ekonominya

dipercaya, aman dari pemalsuan, dalam kondisi layak

edar, serta mudah dikenali ciri-ciri keasliannya. Untuk

mewujudkan hal tersebut, langkah kebijakan yang akan

dilakukan pada tahun 2012 adalah kajian penyempurnaan

desain uang, melanjutkan survei kualitas uang dan

preferensi kebutuhan uang Rupiah, penyempurnaan dan

diseminasi standar uang serta pemantauan pengolahan

uang layak edar kepada perbankan dan perusahaan CIT.

Berkaitan dengan peningkatan efektivitas operasional kas

di BI, salah satu strategi yang dilakukan oleh BI adalah

dengan mempersiapkan penyempurnaan mesin sortasi

uang kertas dengan fungsi peracikan baik di KP dan

KBI. Melalui penyempurnaan tesebut diharapkan dapat

mempercepat proses pengolahan uang yang didukung

dengan aspek akuntabilitas dalam pengolahan dan

pemusnahan uang rupiah tidak layak edar.

Sementara itu, dalam rangka pengembangan layanan

kas, BI akan melanjutkan strategi layanan kas di wilayah

terpencil dan terdepan. Strategi pengembangan tersebut

dilakukan melalui kerjasama yang dituangkan dalam

Nota Kesepahaman kerjasama antara BI dengan TNI-

AL untuk memperlancar alur distribusi uang ke wilayah

terpencil dan terdepan NKRI. Melalui kerjasama tersebut,

diharapkan kesinambungan penyediaan transportasi

untuk menjangkau wilayah terpencil dan terdepan NKRI

tetap terjaga. Selain itu, akan dilakukan perluasan wilayah

layanan kas BI.

Page 126: Cover LSPPU R5

112 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 127: Cover LSPPU R5

113Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Daftar Singkatan

Daftar Singkatan

ACDM : ASEAN Central Banks Deputy Governors MeetingACH : Automated Clearing HouseACMF : ASEAN Capital Market ForumAKKI : Asosiasi Kartu Kredit IndonesiaAPMK : Alat Pembayaran dengan Menggunakan KartuASPI : Asosiasi Sistem Pembayaran IndonesiaAUSTRAC : AustralianTransactionReportsandAnalysisCentreBAPEPAM-LK : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga KeuanganBCP : Business Continuity PlanBFO : Backup Front OfficeBG : Bilyet GiroBHP : Balai Harta PeninggalanBIC : Bank Identifier CodeBI-ETP : Bank Indonesia Electronic Trading PlatformBIG-eB : Bank Indonesia Government electronic BankingBPR : Bank Perkreditan RakyatBI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross SettlementBISAK : Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi Kas BISOSA : BankIndonesiaSentralisasiOtomasiSistemAkunting BI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement SystemBSN : Badan Standar NasionalCB : Certification BodyC-BEST : Central Book Entry SystemCCP : Central CounterpartyCDD : Customer Due DilligenceCIT : Cash In Transit CFI : Classification of Financial InstrumentsCLS : Continous Link SettlementCPSIPS : Core Principles for Systemically Important Payment SystemCPSS : Committee on Payment and Settlement SystemCSDs : Central Securities DepositoriesDHN : DaftarHitamNasionalDJPU : Direktorat Jenderal Pengelolaan UtangDvP : Delivery-versus-PaymentEDD : Enhanced Due DilligenceEMV : Europay MasterCard VisaERP : Electronic Road PricingFDI : Foreign Direct InvestmentFGD : Forum Group Discussion

Page 128: Cover LSPPU R5

114 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Daftar Singkatan

FMIs : Financial Market InfrastructuresFX : Foreign ExchangeHCS : Hasil Cetak Sempurna IOSCO : International Organization of Securities CommissionsISIN : International Securities Identification NumberingISO : International Standard OrganizationKBI : Kantor Bank Indonesia KCJ : Kereta Commuter JabodetabekKDK : Kantor Depot KasKemenkeu : Kementerian KeuanganKemenkominfo : KementerianKomunikasidanInformatikaKemenkumham : Kementerian Hukum dan Hak Asasi ManusiaKM : Key ManagementKPBI : Kantor Pusat Bank Indonesia KPEI : Kliring dan Penjaminan Efek IndonesiaKSEI : Kustodian Sentral Efek IndonesiaKTA : Kredit Tanpa AgunanKUPU : Kegiatan Usaha Pengiriman UangMC : Member CertificationMEA : Masyarakat Ekonomi ASEANMRT : Mass Rapid TransportationMRUK : Mesin Racik Uang Kertas MSUK : Mesin Sortasi Uang Kertas NDA : Non Disclosure AgreementNPG : National Payment GatewayNSICCS : National Specification for Indonesia Chip Card StandardOTC : Over The CounterPBI : Peraturan Bank Indonesia PFMIs : Principles for Financial Market InfrastructuresPIN : Personal Identification NumberPJSP : Penyelenggara Jasa Sistem PembayaranPKL : Penyelenggara Kliring LokalPKN : Pengelolaan Kas NegaraPoC : Proof-of-ConceptPP TPPU : Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian UangPPUPK : Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil RBC : Regional Bank ChampionRCCPs : Recommendations for Central CounterpartiesRDU : Rencana Distribusi Uang RKU : Rencana Kebutuhan Uang RSSSs : Recommendations for Securities Settlement SystemsSBN : Surat Berharga NegaraSE BI : Surat Edaran Bank Indonesia SIPS : Systemically Important Payment SystemSKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia

Page 129: Cover LSPPU R5

115Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Daftar Singkatan

SMM : Standar Manajemen MutuSMS : Short Message ServiceSPAN : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran NegaraSPN : Sistem Pembayaran NasionalSSSs : Securities Settlement SystemsSWIFT : Society for Worldwide Interbank Financial TelecommunicationTC : TransactionCodeTE : Tahun Emisi TIK : Teknologi Informasi dan KomunikasiToT : Training for TrainersTRs : Trade RepositoriesTSA : Treasury Single AccountTUKAB : Transaksi Uang Kartal Antar Bank UK : Uang Kertas UKP-4 : Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian PembangunanUL : Uang Logam ULE : Uang Layak Edar UPB : Uang Pecahan Besar UPK : Uang Pecahan Kecil UTLE : Uang Tidak Layak Edar UYD : Uang kartal Yang Diedarkan WC-PSS : Working Committee on Payment and Settlement SystemsWG : Working Group

Page 130: Cover LSPPU R5

116 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011

Daftar Singkatan

TIM PENYUSUN

KOMITE PENGARAH

PENANGGUNG JAWAB & EDITOR

KOORDINATOR PENYUSUN

TIM PENULIS

Boedi Armanto; Gatot Sugiono S.

Y.F. Sri Suparni; Eko Yulianto

Sudarmaji;WijayantiYuwono;AsralMashuri;SriDarmadiSudibyo

A.PanduWirawan;AdeYuliantiR;AdidoyoPrakoso;AhmadFauzi;AnnaSetyawati;AswinKosotali;Awandani;AyuRulitaDewi;ChatarinaAnintyarini;DevyIkaPuspitosari;DwiHartanto;HendraNazaldi;KiptiahRiyanti;Krismuningsih;LeniNovitaAritonang;PramudyaWicaksana;SriYulistiani;SurianaAnnaEK;TrianiSusanti;TrifaldiYudistira