cover lsppu r5
TRANSCRIPT
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
KELANCARANSISTEM PEMBAYARANDAN PENGEDARAN UANG dalam Mendukung Aktivitas Perokonomian
Laporan Sistem
Pem
bayaran dan Pengedaran U
ang 20
11
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang
2011
iiiii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Kata Pengantar
Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (LSPPU) adalah laporan publikasi yang disusun bersama oleh
Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran serta Departemen Pengedaran Uang, Bank Indonesia. LSPPU ini merupakan
laporan tahunan yang mencakup informasi perkembangan dan kinerja dibidang sistem pembayaran dan pengedaran uang
serta kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia selama tahun 2011 dalam mendukung kelancaran aktivitas ekonomi
masyarakat melalui penyediaan alat pembayaran baik tunai maupun non tunai.
Laporan ini terdiri dari dua bagian yaitu Bagian 1 Sistem Pembayaran dan Bagian 2 Pengedaran Uang. Bagian 1 Sistem
Pembayaran memaparkan perkembangan penyelenggaraan dan kinerja sistem pembayaran, kebijakansistem pembayaran,
pengawasan sistem pembayaran, dan arah pengembangan sistem pembayaran. Sementara itu, Bagian 2 Pengedaran Uang
memaparkan perkembangan indikator pengedaran uang, kebijakan pengedaran uang, kegiatan dan informasi pendukung
dalam tugas pengedaran uang, penilaian kinerja dalam pelaksanaan tugas bank Indonesia dibidang pengedaran uang,
serta arah dan kebijakan pengedaran uang kedepan.
Kinerja ekonomi nasional yang meningkat pada tahun 2011, yang tercermin pada kestabilan makro ekonomi dan
kestabilan sistem keuangan, tidak terlepas dari dukungan dan peran strategis sistem pembayaran dan pengedaran uang
dalam kelancaran aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat maupun dunia usaha. Dalam kegiatan perekonomian,
peran strategis sistem pembayaran adalah terjaganya kelancaran transaksi pembayaran non tunai masyarakat, sedangkan
peran strategis pengedaran uang tercermin melalui terpenuhinya kebutuhan uang kartal masyarakat dalam jumlah
nominal yang cukup, pecahan yang sesuai dan dalam kondisi layak edar.
Disiminasi LSPPU ini dilakukan dalam bentuk cetakdan compact disc serta dapat diakses melalui website Bank Indonesia
(www.bi.go.id). Laporan dalam bentuk cetak selama ini hanya distribusikan secara intern di Bank Indonesia. Mulai edisi
tahun2011, diseminasi LSPPU juga dilakukan secara luas kepada berbagai kalangan seperti pemerintah, akademisi, analis,
dan lembaga penelitian independen.
Akhirnya kami berharap diseminasi LSPPU ini dapat memberikan informasi yang komprehensif mengenai perkembangan
dan kinerja sistem pembayaran dan pengedaran uang selama 2011, serta kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia
dalam mendorong kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat melalui tersedianya alat pembayaran tunai dan non tunai.
Jakarta, April 2012BANK INDONESIA
Departemen Akunting dan Sistem PembayaranDepartemen Pengedaran Uang
iiiii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
1
Daftar Isi
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel vi
Daftar Grafik vii
Daftar Bagan viii
Ringkasan Eksekutif ix
Bagian 1 Sistem Pembayaran
BAB 1 Sekilas Sistem Pembayaran 2
BAB 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran 9
BAB 3 Kebijakan Sistem Pembayaran 21
BAB 4 Pengawasan Sistem Pembayaran 39
2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 11
2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Bank dan Lembaga Selain Bank 16
3.1 Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan Pengembangan Sistem
BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II 23
Box 3.1 Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs) 26
3.2 Kebijakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia 27
3.3 Kebijakan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu 29
Boks 3.2 National Standard for Indonesia Chip Card Spesification 33
Boks 3.3 Kerjasama Interkoneksi ATM PT. Bank Mandiri dengan PT. Bank Central Asia 34
3.4 Kebijakan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang 35
3.5 Kebijakan Layanan Jasa Penatausahaan Rekening Giro di Bank Indonesia 35
3.6 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran 36
4.1 Pengawasan terhadap Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 41
4.2 Pengawasan terhadap Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Bank dan Lembaga Selain Bank 42
61Bagian 2 Pengedaran Uang
BAB 5 Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan 45
BAB 6 Sekilas Pengedaran Uang 62
BAB 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung
KelancaranAktivitasPerekonomianNasional 67
Artikel :
Artikel1 IdentifikasiKebutuhanSistemPembayarandiDaerahPerbatasandanTerpencil 55
Artikel2 PerluasanPeranPenyelenggaraKUPUNonBankdalam
SistemPembayaranRiteldanMikro 57
5.1 Penyempurnaan Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 47
5.2 Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN 48
5.3 Roadmap Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel 49
5.4 Standardisasi Uang Elektronik untuk Mewujudkan Interoperabilitas Uang Elektronik 50
Boks 5.1 Koordinasi dengan Otoritas Terkait dalam Rangka Standarisasi Uang Elektronik 52
5.5 Upaya Perluasan Akses Sistem Kliring kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 53
5.6 Pengembangan SKNBI 53
5.7 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran 54
7.1 Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) 69
7.2 Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI (Outflow dan Inflow) 71
7.3 Posisi Kas Bank Indonesia 74
7.4 Pemusnahan Uang 75
6.1 Perkembangan Pengedaran Uang Tahun 2011 64
6.2 Isu Strategis dan Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011 64
6.3 Arah Kebijakan ke Depan 65
iv Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab9 KegiatandanInformasiPendukungdalamTugasPengedaranUang 101
BAB10 PenilaianKinerjaBIdalamPelaksanaanTugasdiBidangPengedaranUang 105
BAB11 ArahKebijakandanRencanaPengembanganBidangPengedaranUang–2012 109
9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka 103
9.2 Implementasi Interface BISAK-BISOSA 103
9.3 Kajian Eksistensi Penggunaan Uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI 103
9.4 Pecahan yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran yang Telah Habis Masa Berlaku Penukarannya 104
10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Layak Edar (ULE) 107
10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI 107
BAB8 KebijakanPengedaranUangTahun2011 77
8.1 Peningkatan Kualitas Uang yang Beredar di Masyarakat dan Pemenuhan Permintaan
Uang sesuai dengan Jenis Pecahan yang dibutuhkan 79
Boks 8.1 Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000 dan Rp20.000 Desain Baru 81
8.2 Peningkatan Efisiensi Operasional Kas di BI dan Perbankan 87
Boks 8.2 Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI 88
8.3 Pengembangan Layanan Kas BI dengan Mengikutsertakan Peran Perbankan dan Pihak Terkait Lainnya 94
Boks 8.3 Layanan kas Bank Indonesia di Daerah Terpencil dan Terdepan NKRI 99
vLaporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Tabel
Bab9 KegiatandanInformasiPendukungdalamTugasPengedaranUang
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Tabel 1.1 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai) 5
Tabel 1.2 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume) 5
Tabel 2.1 Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI-RTGS 12
Tabel 2.2 Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara
Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank 14
Tabel 2.3 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia 19
BAB 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung
KelancaranAktivitasPerekonomianNasional
Tabel 7.1 Rata-rata UYD Harian dan Posisi UYD 69
Tabel 7.2 Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat 70
Tabel 7.3 Jumlah Netflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah (Triliun Rp) 74
Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah 75
Tabel 7.5 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 75
Tabel 7.6 Pangsa Jumlah Uang Kertas yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 76
Tabel 7.7 Jumlah dan Pangsa Jumlah Uang Logam yang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi 76
Tabel 9.1 Ciri-ciri Uang Kertas Rp10.000 TE 1975 104
viivi Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Grafik
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja Sistem Pembayaran
Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia 11
Grafik 2.2 Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS 12
Grafik 2.3 Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS 12
Grafik 2.4 Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS 12
Grafik 2.5 Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS 13
Grafik 2.6 Perkembangan Transaksi melalui SKNBI 13
Grafik 2.7 Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011 14
Grafik 2.8 Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011 14
Grafik 2.9 Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar 16
Grafik 2.10 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit 16
Grafik 2.11 Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/debet Beredar 17
Grafik 2.12 Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan ATM/debet 17
Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik 17
Grafik 2.14 Pangsa Volume Transaksi KUPU 18
Grafik 2.15 Pangsa Nilai Transaksi KUPU 18
viivi Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Bagan
Bagan 3.1 Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit 28
Bagan 3.2 Leaflet Layanan SKNBI 28
Bagan 3.3 Tahapan Implementasi Proses Migrasi Teknologi Chip Pada Kartu ATM / Debet 29
Bagan 5.1 Perluasan Akses SKNBI Kepada BPR 53
Grafik 7.1 Perkembangan UYD, PDB dan Inflasi 69
Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT, Rasio UYD terhadap Konsumsi RT 70
Grafik 7.3 Perkembangan UYD 70
Grafik 7.4 Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan 70
Grafik 7.5 Pangsa UYD Berdasarkan Nominal 71
Grafik 7.6 Pangsa UYD Berdasarkan Lembar/Keping 71
Grafik 7.7 Inflow, Outflow, dan Netflow Uang Kartal 72
Grafik 7.8 Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kartal 72
Grafik 7.9 Jumlah Outflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan 72
Grafik 7.10 Penyebaran Pangsa Outflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah 73
Grafik 7.11 Perkembangan Jumlah Inflow Uang Kartal 73
Grafik 7.12 Jumlah Inflow Uang Kartal Berdasarkan Pangsa Per Pecahan 73
Grafik 7.13 Penyebaran Pangsa Inflow Uang Kartal Berdasarkan Wilayah 74
Grafik 7.14 Perkembangan Jumlah Netflow Uang Kartal 74
Grafik 7.15 Perkembangan Jumlah Lembar Uang Kertas yang Dimusnahkan 75
BAB 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
BAB 5 Arah Pengembangan Sistem Pembayaran ke Depan
BAB 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung
KelancaranAktivitasPerekonomianNasional
viii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
ixLaporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Ringkasan Eksekutif
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, dinamika perekonomian dan pasar keuangan global pada tahun 2011
turut memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Ketidakpastian ekonomi global tahun 2011 yang muncul akibat krisis
utang Eropa dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan perekonomian Amerika Serikat telah memicu gejolak di pasar
keuangan dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Namun demikian, fundamental ekonomi yang kuat berhasil
meminimalkan dampak dari gejolak ekonomi global terhadap perkonomian Indonesia.
Disamping fundamental ekonomi yang kuat, respon kebijakan yang tepat mampu menopang ketahanan perekonomian
nasional. Bank Indonesia dan Pemerintah melakukan koordinasi kebijakan dalam memperkuat fundamental ekonomi
sekaligus memitigasi dampak gejolak eksternal. Dari sisi Bank Indonesia, penerapan bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial secara terukur dan dalam waktu yang tepat telah berhasil menjaga stabilitas makro dan sistem
keuangan.
Daya tahan perekonomian Indonesia yang kuat ditunjukkan oleh kinerja perekonomian yang meningkat, yang tercermin
pada terjaganya kestabilan makroekonomi dan kestabilan sistem keuangan ditengah ketidakpastian ekonomi global.
Kestabilan makroekonomi didukung antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5% dan pencapaian inflasi
pada level yang rendah, yaitu 3,79% (yoy). Dari sisi domestik, daya tahan ekonomi didukung oleh kuatnya daya beli karena
meningkatnya pendapatan dan struktur demografi yang sebagian besar berada dalam usia produktif. Dari sisi ekternal,
daya tahan perekonomian Indonesia didukung oleh diversifikasi pasar ekspor dengan meningkatnya perdagangan intra-
regional di kawasan Asia yang masih cukup tinggi dan semakin meningkatnya peran foreign direct investment (FDI).
Sementara itu, kestabilan sistem keuangan didukung oleh sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal
serta terpenuhinya kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, baik nominal maupun pecahan untuk mendukung
kelancaran aktivitas perekonomian.
Sistem pembayaran memiliki peran yang strategis untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendukung
pelaksanaan kebijakan moneter. Dalam kegiatan perekonomian, peran strategis sistem pembayaran terutama adalah
menjamin terlaksananya berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang dilakukan, baik
oleh masyarakat maupun dunia usaha.
Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global
menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem
pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian Indonesia yang mampu berkinerja
lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011
mencapai Rp71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp58,07
ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 miliar transaksi1.
1 Sumber : EDW Sistem Pembayaran Bank Indonesia
x Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Fokus kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran selama tahun
2011 adalah peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur
sistem pembayaran. Hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah semakin meningkatnya transaksi pembayaran
yang dilakukan melalui sistem pembayaran, baik melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS),
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), maupun saluran pembayaran lain seperti kartu kredit, kartu ATM/debet,
uang elektronik, dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh
Bank Indonesia selama tahun 2011 antara lain adalah (i) tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II; (ii) penerapan multiple settlement pada Kliring kredit SKNBI;
(iii) standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip; (iv) penyempurnaan ketentuan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
(APMK); dan (v) peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah.
Dari sisi pengawasan sistem pembayaran, penyelenggaraan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, sampai dengan periode laporan,
dapat terlaksana secara andal dilihat dari aspek ketersediaan atau tingkat availability sistem BI-RTGS yang memenuhi
service level yang telah ditetapkan, serta tersedianya infrastruktur back up system. Sedangkan untuk SKNBI, secara
keseluruhan, tidak terdapat gangguan yang memengaruhi kinerja SKNBI dan didukung pula dengan infrastruktur back up
system. Pengelolaan likuiditas oleh peserta pada sistem BI-RTGS dan SKNBI juga dapat berjalan sesuai dengan mestinya
dilihat dari aspek terpenuhinya target throughput guideline untuk Sistem BI-RTGS dan kecukupan prefund untuk SKNBI.
Selanjutnya terkait kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan akan dilakukan melalui sejumlah upaya
yaitu: (i) peningkatan keamanan dan keandalan penyelenggaraan jasa pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko
termasuk memanfaatkan kemajuan teknologi, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan
peran industri jasa pembayaran nasional; (ii) peningkatan efisiensi penyelenggaraan jasa pembayaran nasional, termasuk
mendorong terciptanya interoperabilitas diantara berbagai penyelenggara jasa pembayaran; (iii) peningkatan perlindungan
konsumen melalui peningkatan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran, serta penguatan pengaturan perlindungan
konsumen.
Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, implementasi
kartu ATM/debet berbasis chip secara bertahap, pengembangan National Payment Gateway (NPG) dan persiapan
standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik, serta
persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Di bidang Pengedaran Uang, uang kartal sebagai alat pembayaran masih memegang peranan yang penting di masyarakat.
Hal ini tercermin dari meningkatnya pertumbuhan uang kartal yang beredar (UYD). Seiring dengan perkembangan
ekonomi yang membaik sepanjang tahun 2011, pertumbuhan jumlah rata-rata UYD mencapai 16,9%, lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 12,1%.
Dalam rangka mendukung kelancaran transaksi perekonomian nasional, kebijakan Bank Indonesia di bidang pengedaran
uang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan uang kartal baik dalam jumlah nominal maupun pecahan. Selain itu,
kebijakan Bank Indonesia juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan unsur pengaman uang, ketersediaan uang
layak edar secara lebih merata di seluruh Indonesia, optimalisasi manajemen kas Bank Indonesia dan perbankan, serta
penanggulangan peredaran dan penyebaran uang palsu.
xiLaporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Penjabaran kebijakan di bidang pengedaran uang pada tahun 2011 mengacu pada tiga pilar kebijakan, sebagai berikut 1)
Peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan
yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) Peningkatan efisiensi operasional kas di Bank Indonesia dan Perbankan;
serta 3) Pengembangan layanan kas Bank Indonesia dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya.
Pilar 1, diimplementasikan melalui pemantauan kualitas rupiah; peningkatan elemen dan unsur pengaman uang rupiah
pada uang pecahan besar (Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000); perencanaan kebutuhan uang kartal yang diiringi dengan
kegiatan pencetakan uang dan distribusi ke seluruh wilayah secara efisien, lancar, dan tepat waktu; serta senantiasa
meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang palsu.
Pilar 2, untuk memperlancar penyediaan uang layak edar, upaya optimalisasi efisiensi operasional kas terus dilakukan.
Strategi yang ditempuh adalah dengan melakukan penyempurnaan sistem dan prosedur layanan kas kepada perbankan,
pemantauan kegiatan pengolahan uang dan layanan nasabah oleh perbankan dan perusahaan Cash in Transit (CIT), serta
optimalisasi kinerja sarana operasional kas.
Pilar 3, pengembangan layanan kas sebagai upaya Bank Indonesia untuk menjamin ketersediaan uang di seluruh wilayah
Indonesia dilakukan dengan peningkatan layanan kas Bank Indonesia yaitu layanan kas di kantor dan di luar kantor Bank
Indonesia. Strategi layanan kas luar kantor Bank Indonesia antara lain dilakukan melalui kerjasama dengan perbankan dan
pihak terkait lainnya, dalam bentuk perluasan kerjasama penukaran uang, peningkatan layanan kas di 7 wilayah terpencil
dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta penambahan 2 kas titipan baru.
Ke depan, seiring dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi, kebutuhan uang rupiah diperkirakan
meningkat dengan proyeksi sebesar 14,0%. Di tengah kondisi ini, faktor strategis yang terjadi di tahun 2011 antara lain
penggunaan uang kartal yang masih dominan, pengedaran uang kartal yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia
dan peningkatan kualitas uang diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2012. Mempertimbangkan hal ini, Bank
Indonesia akan melanjutkan kebijakan terkait dengan pengedaran uang mengacu pada tiga pilar rancangan kebijakan yang
telah dijalankan sebelumnya.
xii Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Halaman ini sengaja dikosongkan
1Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
BAGIAN 1
SISTEM PEMBAYARAN
2 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Bab 1Sekilas Sistem Pembayaran
3Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh luas terhadap sistem pembayaran di Indonesia.Dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia bersama industri selalu berupaya untuk menjaga sistem pembayaran agar semakin efisien, cepat, aman dan andal.
Selama 2011, terjadi peningkatan aktivitas transaksi sistem pembayaran dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran tersebut karena perekonomian Indonesia yang berkinerja baik tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi yaitu mencapai 6,5% dengan pencapaian inflasi pada level yang rendah yaitu 3,79%.
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran selama 2011 difokuskan kepada peningkatan keamanan, efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran.
4 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
2 Sumberdata:BadanPusatStatistik(www.bps.go.id)3 Sumberdata:BadanPusatStatistik(www.bps.go.id)4 Sumberdata:BadanPusatStatistik(www.bps.go.id)
5 Samuelson,P.A.andNordhaus,W.D.(1998). Economics,TheMcGraw-HillCompanies,Inc.Singapore.
PerekonomianIndonesiapadatahun2011menunjukkan
kinerjayangbaik,meskipunterjadiketidakpastian
ekonomiglobal.Haltersebuttercermindaripertumbuhan
ekonomiIndonesiayangmencapai6,5%2 meningkat
dibandingtahun2010yangmencapai6,1%3 dan
pencapaianinflasipadalevelyangrendahpadatahun
2011,yaitu3,79%4.Darisisidomestik,dayatahan
ekonomididukungolehkuatnyadayabelikarena
meningkatnyapendapatandanstrukturdemografiyang
sebagianbesarberadadalamusiaproduktif.Darisisi
eksternal,dayatahanperekonomianIndonesiadidukung
olehdiversifikasipasarekspordenganmeningkatnya
perdaganganintraregionaldikawasanAsiayangmasih
cukuptinggidansemakinmeningkatkanperanforeign
direct investment(FDI).Disampingfundamentalekonomi
yangkuat,responkebijakanyangtepatmampumenopang
ketahananperekonomianIndonesia.
Faktoryangberperandalampertumbuhanekonomisuatu
negara, pada umumnya terdiri dari sumber daya manusia,
sumberdayaalam,modaldanteknologi5.Sebagaisalah
satufaktorpentingyangberperandalampertumbuhan
ekonomi,kemajuanteknologisaatiniberpengaruhluas
terhadappenyelenggaraansistempembayaranIndonesia.
Sistempembayaran,sesuaipengertiannyamerupakan
suatusistemyangmencakupseperangkataturan,
lembaga,danmekanismeyangdigunakanuntuk
melaksanakanpemindahandanagunamemenuhisuatu
kewajibanyangtimbuldarisuatukegiatanekonomidan
sesuaiUUBankIndonesia,lembagayangmempunyai
kewenanganuntukmengaturpenyelenggaraansistem
pembayarandiIndonesiaadalahBankIndonesia.
Saatini,pihakyangmenyelenggarakansistem
pembayarandiIndonesiaadalahBankIndonesiadan
pihakdiluarBankIndonesiaatauindustripenyelenggara
sistempembayaran.Dalamhalini,BankIndonesia
menyelenggarakanSistemBI-RTGS,BI-SSSS,danSKNBI,
sedangkansistempembayaranyangdiselenggarakanoleh
pihakdiluarBankIndonesiaadalahpenyelenggaraan
APMK,KUPUdanUangElektronik.
DalampenyelenggaraansistempembayarandiIndonesia,
BankIndonesiabersamaindustriselaluberupayauntuk
menjagakelancaransistempembayaranyangsemakin
efisien,cepat,amandanandal.Denganpengembangan
tersebut,trenpemanfaatanlayananselamabeberapa
tahunterakhirmeningkat.Selamatahun2011,terjadi
peningkatantransaksimelaluisistempembayaran
dibandingkandengantahunsebelumnyasebagaimana
Tabel1.1danTabel1.2.
Perkembangandankelancarantransaksisistem
pembayarantersebut,tidakterlepasdarikeandalan
sistemdanperankemajuanteknologi.Keandalansistem
dimaksudtercermindaritingkatavailability sistem
BI-RTGSyangmerupakansistemsetelmendanadari
sebagianbesartransaksiyangdilakukanmelaluisistem
5Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Tabel 1.1Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai)
Tabel 1.2Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume)
Nilai (Rp Triliun) 2010 2011 YoY
RTGS*) 54.159,27 66.921,85 23,6% Pengelolaan Moneter 23.104,42 30.782,68 33,2% Transaksi pemerintah 2.507,08 3.276,34 30,7% Transfer Masyarakat 10.558,10 13.176,74 24,8% Setelmen Pasar Modal 2.362,95 2.097,71 -11,2% Valas Antar Bank 3.290,60 3.425,24 4,1% PUAB 4.723,21 5.403,79 14,4% Lain-Lain 7.612,91 8.759,35 15,1%KLIRING 1.747,70 1.970,60 12,8% Debet 1.260,11 1.412,21 12,1% Cek 160,41 181,67 13,3% BG 1.098,16 1.230,03 12,0% Instrumen debet lainnya 1,54 0,51 -66,9% Kredit 487,59 558,39 14,5%APMK & Uang Elektronik 2.165,75 2.660,62 22,8% Kartu ATM dan ATM/Debet 2.001,85 2.477,04 23,7% Kartu Kredit 163,21 182,60 11,9% Uang Elektronik 0,69 0,98 42,0%Total Transaksi pembayaran 58.072,72 71.553,07 23,2%
*) Revisi terkiniSumber : EDW BI
*) Revisi terkiniSumber : EDW BI
Volume (Ribu Transaksi) 2010 2011 YoY
RTGS*) 13.995,27 16.166,35 15,5% Pengelolaan Moneter 81,07 78,55 -3,1% Transaksi pemerintah 841,07 769,96 -8,5% Transfer Masyarakat 11.553,80 13.948,98 20,7% Setelmen Pasar Modal 60,37 65,44 8,4% Valas Antar Bank 133,79 112,85 -15,6% PUAB 97,43 95,59 -1,9% Lain-Lain 1.227,74 1.094,98 -10,8%KLIRING 90.960,99 99.179,07 9,0% Debet 41.058,78 41.921,14 2,1% Cek 3.575,46 3.674,12 2,8% BG 36.573,28 37.376,78 2,2% Instrumen debet lainnya 910,04 870,24 -4,4% Kredit 49.902,21 57.257,93 14,7%APMK & Uang Elektronik 2.037.654,29 2.512.711,78 23,3% Kartu ATM dan ATM/Debet 1.812.075,88 2.262.299,43 24,8% Kartu Kredit 199.036,43 209.352,20 5,2% Uang Elektronik 26.541,98 41.060,15 54,7%Total Transaksi pembayaran 2.142.610,55 2.628.057,20 22,7%
pembayaran. Selanjutnya salah satu contoh dari peran
kemajuan teknologi dalam mendukung kelancaran
transaksi sistem pembayaran adalah kerjasama
interkoneksi ATM Bank Mandiri dan Bank Central Asia
yang diresmikan pada tanggal 16 Januari 2012 oleh
Gubernur Bank Indonesia-Darmin Nasution. Interkoneksi
ini merupakan realisasi gagasan Bank Indonesia untuk
menguatkan dan memperluas jaringan ATM sehingga
memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi
pembayaran. Selain itu, sinergi antara kedua bank
tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing
industri perbankan nasional dalam menghadapi era
persaingan global.
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran
diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Fokus
kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran
selama tahun 2011 adalah peningkatan keamanan,
efisiensi, penguatan infrastruktur sistem pembayaran
dan interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran. Hal
yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah semakin
meningkatnya transaksi pembayaran yang dilakukan
melalui sistem pembayaran, baik melalui Sistem BI-
RTGS, SKNBI, maupun saluran pembayaran lain seperti
kartu kredit, kartu ATM/Debet, dan uang elektronik.
Kebijakan dan pengembangan sistem yang ditempuh oleh
Bank Indonesia selama tahun 2011 adalah (i) tahapan
pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi
II, (ii) standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip, (iii)
penyempurnaan ketentuan APMK, (iv) peningkatan
layanan pengelolaan rekening pemerintah.
Dari sisi penguatan infrastruktur, Bank Indonesia
menempuh kebijakan pengembangan Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS Generasi II. Pengembangan Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS Generasi II merupakan proyek inisiatif Bank
Indonesia untuk mengembangkan dan meningkatkan
performa layanan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang ada
saat ini. Selain itu, pengembangan tersebut dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan dan tren perkembangan
global atas kedua sistem tersebut, seperti peningkatan
efisiensi, layanan, dan kemampuan mitigasi risiko melalui
pengembangan yang merujuk pada international best
practices. Penyediaan advanced liquidity management
services dengan menerapkan hybrid system pada Sistem
BI-RTGS dan pengggunaan standard platforms yang
sangat penting untuk mendukung interoperabilitas, baik
untuk kebutuhan transaksi domestik maupun cross-border
sebagai persiapan menghadapi kondisi perekonomian
yang semakin terintegrasi.
6 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Darisisipenyediaaninformasi,pengembanganSistem
BI-RTGSdanBI-SSSSGenerasiIIjugaditujukanuntuk
penyediaaninformasiyangbersifatsegera(real-time)
gunamendukungpelaksanaanfungsiBankIndonesia
dibidangmoneter,perbankan,pemeliharaanstabilitas
sistemkeuangan,danpengawasansistempembayaran.
Selamatahun2011,telahdilakukanberbagaikoordinasi
dengan stakeholdersdipasarmodalsepertiBadan
PengaturdanPengawasPasarModal-LembagaKeuangan
(Bapepam-LK),DirektoratJenderalPengelolaanUtang
(DJPU)KementerianKeuanganRI,KustodianSentralEfek
Indonesia(KSEI),KliringPenjaminanEfekIndonesia(KPEI),
danBursaEfekIndonesia(BEI).Selainitu,selamatahun
2011telahmulaidilakukanpengembanganaplikasiSistem
BI-RTGSdanBI-SSSSGenerasiII.
KebijakanuntukpeningkatankeamanandilakukanBank
Indonesiadenganmewajibkanpenyelenggarakartu
ATM/debetmenggunakanteknologichip dan Personal
IdentificationNumber(PIN)palingkurang6(enam)digit.
ImplementasiteknologichippadakartuATM/debetselain
ditujukanuntukpeningkatankeamanantransaksikartu
ATM/Debet,jugauntukmeningkatkanefisiensibiaya
investasidanmemperkuatinfrastrukturteknologiindustri
kartuATM/debetdomestikditengahkekuatanindustri
pihakasing.
Dalamupayameningkatkanaspekkehati-hatiandan
perlindungankonsumenpadapenggunaanAPMK,Bank
IndonesiamelakukanpenyempurnaanketentuanAPMK
agarpelakudalamindustriAPMKdapatlebihberhati-hati
danmeningkatkanaspekperlindungankonsumendalam
penyelenggaraanAPMK.Pokok-pokokpenyempurnaan
yangutamamencakupaturanmengenaikerjasama
penyelenggaraAPMKdenganpihaklain,khususnya
denganperusahaanyangmelaksanakanpenagihan
kartukredit,sertapersyaratanyanglebihselektifuntuk
memperolehkartukredit.
Dalamrangkapeningkatanlayanan,BankIndonesia
melakukanpenyempurnaanSistemBankIndonesia
Government e-Banking(BIG-eB)untukmeningkatkan
layananpengelolaanrekeningpemerintah.
PenyempurnaanSistemBIG-eBtersebutdilakukandengan
penambahanfungsipadaaplikasiSistemBIG-eBdanon-
linetransaksiuntukrekeningtertentupemerintah.Selain
membantudalampengelolaanrekeningPemerintah,
halinisekaligusjugauntukmemudahkanpengelolaan
keuangannegara.
Sementaraitu,darisisipengawasan,penyelenggaraan
sistemBI-RTGSdanBI-SSSS,sampaidenganperiode
laporan,dapatterlaksanasecaraandaldilihatdariaspek
ketersediaanatautingkatavailabilitysistemBI-RTGS
yangmemenuhiservice levelyangtelahditetapkan,serta
tersedianyainfrastrukturback up system.Sedangkan
untukSKNBI,secarakeseluruhan,tidakterdapatgangguan
yangdapatmengganggukinerjaSKNBIdandidukung
puladenganinfrastrukturback up system.Pengelolaan
likuiditasolehpesertapadasistemBI-RTGSdanSKNBI
jugadapatberjalansesuaidenganmestinyadilihatdari
aspekterpenuhinyatargetthroughput guideline untuk
sistemBI-RTGSdankecukupanprefund untukSKNBI.
Selanjutnya,arahkebijakandanpengembangansistem
pembayarankedepan,akandifokuskanpadaupaya
untuk(i)peningkatankeamanandankeandalan
penyelenggaraanjasapembayaranmelaluipenerapan
mitigasirisikotermasukmemanfaatkankemajuan
teknologi,penguatankerangkahukum,penguatan
pengawasan,sertapeningkatanperanindustrijasa
pembayarannasional;(ii)peningkatanefisiensi
penyelenggaraanjasapembayarannasional,termasuk
mendorongterciptanyainteroperabilitasdaninterkoneksi
diantaraberbagaipenyelenggarajasapembayaran;(iii)
peningkatanperlindungankonsumenmelaluipeningkatan
transparansiolehpelakujasapembayaran,serta
penguatanpengaturanperlindungankonsumen.
Upayatersebutdilakukanantaralaindenganmelanjutkan
pengembanganSistemBI-RTGSdanBI-SSSSGenerasi
II,implementasikartuATM/debetberbasischip
secarabertahap,pengembanganNPGdanpersiapan
standardisasiuangelektronikuntukmewujudkan
interoperabilitasdalampenyelenggaraanuangelektronik,
sertapersiapanimplementasiMasyarakatEkonomiASEAN
(MEA)2015.
7Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Untukmeningkatkanefisiensisistempembayaran,Bank
IndonesiamengembangkanNPG.PengembanganNPG
tersebutmenitikberatkanpadaupayamengarahkan
industrisistempembayaranuntukbekerjasama
menciptakanplatformstandarsistematauinfrastruktur
yangdapatdigunakanbersama.Upayainidiharapkan
dapatmeningkatkanefisiensisecaranasional.
Masing-masingpelakusistempembayarantidakperlu
melakukaninvestasiuntukinfrastrukturyangsamatanpa
penggunaanyangoptimal.Dengandemikian,investasi
dapatdialokasikanuntukmemperluasakseskedaerah
pelosok(remote area)yangmasihminiminfrastruktur
teknologisistempembayarannya.
Masihdalamrangkapeningkatanefisiensi,disisi
penyelenggaraanuangelektronik,BankIndonesia
mengupayakanterwujudnyastandardisasiuang
elektronik.Standardisasiuangelektronikdilakukanuntuk
mempermudahinteroperabilitasantarpenyelenggara
uangelektronik.
Selainitu,dalamrangkapersiapanimplementasi
MasyarakatEkonomiASEAN(MEA)2015,dibidang
sistempembayaranBankIndonesiatelahberperanaktif
melaluiberbagaikegiatandankoordinasidengannegara
ASEANdalamforumWorking Committee on Payment
and Settlement Systems(WC-PSS).ImplementasiMEA
tahun2015diprediksiakanmeningkatkanvolumedan
nilaitransaksiekonomilintasbataskawasanASEAN
(intra-ASEANcross-border transactions).Peranaktif
BankIndonesiadanbanksentralnegaraASEANdalam
wadahWC-PSSmerupakanlangkahawaldalammenilai
kesiapansistempembayarandansetelmenASEAN
dalamrangkamendukungintegrasikeuanganASEAN.
Haltersebutmenjadipentingkarenapenyelenggaraan
sistempembayarandansetelmenyangefisiendan
amanditingkatregionalASEANmerupakankebutuhan
dasaruntukmenunjangkelancaranaktivitasekonomi
antarnegaraASEANtersebut.
Selanjutnyalaporaniniakanmemaparkaninformasi
secarakomprehensifmengenaisistempembayaran,yang
meliputiperkembangan,kebijakan,pengawasan,danarah
pengembangansistempembayarankedepanpadabab-
babselanjutnya.
8 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 1 Sekilas Sistem Pembayaran
Halamaninisengajadikosongkan
9Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan dan Kinerja
Sistem Pembayaran
10 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Perkembangan transaksi keuangan yang melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2011 yang tetap kondusif di tengah berlangsungnya ketidakpastian global menjadi faktor utama meningkatnya aktivitas sistem pembayaran pada tahun tersebut. Perkembangan transaksi sistem pembayaran yang semakin meningkat merupakan gambaran dari kondisi perekonomian Indonesia yang mampu berkinerja lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Nilai transaksi melalui sistem pembayaran selama tahun 2011 mencapai Rp71,55 ribu triliun atau meningkat 23,21% dari nilai transaksi tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp58,07 ribu triliun. Sementara itu, dari sisi volume transaksi terjadi peningkatan sebesar 22,66% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume transaksi sepanjang tahun 2011 mencapai 2,63 miliar transaksi.
Saat ini sistem pembayaran di Indonesia diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan pihakdi luar Bank Indonesia atau industri sistem pembayaran. Sistem BI-RTGS dan SKNBI merupakan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, sementara APMK, uang elektronik, dan KUPU diselenggarakan oleh industri sistem pembayaran baik berupa bank maupun lembaga selain bank.
Selain menyelenggarakan sistem pembayaran, Bank Indonesia bersama dengan industri senantiasa mengupayakan sistem pembayaran yang semakin efisien, cepat, aman, dan andal guna mendukung aktivitas perekonomian Indonesia.
11Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
6 Risikosistemikadalahrisikoyangdisebabkanolehsatupesertatidakdapatmemenuhikewajibannyayangberdampakpadaterjadinyaketidakmampuanseluruh peserta dalam sistem untuk memenuhi kewajibannya .
2.1 Perkembangan dan Kinerja Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
Selama periode laporan perkembangan transaksi keuangan
melalui sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia, baik Sistem BI-RTGS maupun SKNBI
mengalami peningkatan nilai dan volume transaksi
dibandingkandengantahunsebelumnya(Grafik2.1).
Aktivitastransferkeuanganelektronikyangdiproses
oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI
mencapai nilai Rp68,89 ribu triliun atau meningkat sebesar
23,23% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai nilai Rp55,91 ribu triliun. Sementara itudari sisi
volume transaksi, mencapai 115,34 juta transaksi atau
meningkat sebesar 9,90% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang mencapai 104,96 juta transaksi.
Perkembangan Transaksi melalui Sistem BI-RTGS
AktivitastransaksipembayaranmelaluiSistemBI-RTGS
pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengantahunsebelumnya(Grafik2.2).Nilaitransaksi
yang penyelesaiannya dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS pada tahun 2011 mencapai Rp66,92 ribu triliun
atau naik sebesar 23,56% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang mencapai Rp54,16 ribu triliun dengan
volume transaksi tercatat sebanyak 16,17 juta transaksi
atau naik sebesar 15,51% dibandingkan dengan tahun
2010. Dengan demikian, rata-rata harian transaksi yang
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS tahun 2011 mencapai
nilai Rp270,94 triliun dengan volume sebesar 65,45 ribu
transaksi.Dengannilaiyangtinggiini,sistemBI-RTGS
dikategorikan sebagai Systemically Important Payment
System (SIPS), yaitu sistem yang memproses transaksi
bernilai besar dengan potensi risiko sistemik6.
Transaksitransferelektronikyangdiprosesmelaluisistem
BI-RTGSmeliputitransaksimasyarakat,pasaruangantar
bank(PUAB),valutaasing,pasarmodal,pengelolaan
moneter,dantransaksiyangdilakukanuntukkepentingan
pemerintah.
Peningkatan nilai transaksi melalui BI-RTGS terutama
disebabkan oleh meningkatnya transaksi pengelolaan
moneter yang memiliki pangsa 45,99% dari total nilai
transaksiBI-RTGS(Grafik2.3).Nilaitransaksipengelolaan
moneter tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar
Grafik 2.1 Perkembangan Transaksi Melalui Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
����������������������
�
�
�
�
�
��
��
��
�
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����������������������
�����������
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
12 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Grafik 2.3Pangsa Nilai Transaksi Sistem BI-RTGS
33,23%(Tabel2.1)dibandingkandengantahun2010.
Peningkatan nilai tersebut mengindikasikan meningkatnya
kegiatan pengelolaan moneter yang dilakukan Bank
Indonesia dalam rangka menjaga stabilitas moneter dan
sistem keuangan.
Sementara itu, peningkatan volume transaksi melalui BI-
RTGS disebabkan oleh meningkatnya transaksi masyarakat
yang memiliki pangsa 86,28% dari total volume transaksi
BI-RTGS(Grafik2.4).Volumetransaksimasyarakatditahun
2011 mengalami peningkatan sebesar 20,73% (Tabel
2.1).Peningkatanvolumetransaksimasyarakattersebut
Grafik 2.2Perkembangan Transaksi Sistem BI-RTGS
menunjukkanbahwasampaisaatinitransferdanamelalui
SistemBI-RTGSmasihmenjadipilihanselaintransfer
melalui SKNBI dan APMK. Hal tersebut juga menunjukkan
bahwasebagianmasyarakatmembutuhkansistemtransfer
danayanglebihcepat.Dariperspektifefisiensisistem
pembayaran, Sistem BI-RTGS mendukung percepatan
penyelesaiantransaksidanefisiensidarisisiwaktu.
Grafik 2.4Pangsa Volume Transaksi Sistem BI-RTGS
Tabel 2.1Perkembangan Jenis Transaksi melalui Sistem BI RTGS
PUAB 4.723 5.404 14,41
Masyarakat 10.558 13.177 24,80
Transaksi Valas 3.291 3.425 4,09
Setelmen Pasar Modal 2.363 2.098 (11,22)
Transaksi Pemerintah 2.507 3.276 30,68
Pengolahan Moneter 23.104 30.783 33,23
Lainnya 7.613 8.759 15,06
Total 54.159 66.922 23,56
PUAB 97.732 95.585 (1,90)
Masyarakat 11.553.796 13.948.983 20,73
Transaksi Valas 133.786 112.852 (15,65)
Setelmen Pasar Modal 60.372 65.444 8,40
Transaksi Pemerintah 841.071 769.957 (8,46)
Pengolahan Moneter 81.068 78.552 (3,10)
Lainnya 1.227.743 1.094.979 (10,81)
Total 13.995.268 16.166.352 15,51
Jenis Transaksi BI-RTGS 2010 2011 % Growth
Nilai (Triliun)
Jenis Transaksi BI-RTGS 2010 2011 % Growth
Volume�
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
������������������ �������������������
�����������
�
���
���
���
���
�����
�����
�����
�����
�����
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
������
������
�����
�����
�����
�����
������
����
�����
�������
�������
����������
�����������
����������
����
�����
�������
�������
����������
�����������
����������
�����
������
����������
�����
����������
13Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Grafik 2.5Perkembangan Transaksi melalui BI-SSSS
Aktivitas Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
Sehubungan dengan kegiatan penatausahaan surat
berharga pada BI-SSSS, pada periode laporan, telah
ditatausahakan transaksi surat berharga dengan nilai
mencapai Rp17,86 ribu triliun atau meningkat sebesar
35,41% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang
mencapai Rp13,19 ribu triliun. Sementara itu di sisi
volume transaksi mencapai 122,17 ribu atau meningkat
sebesar 15,07% dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yangmencapai106,17ribu(Grafik2.5).Dengandemikian
rata-rata harian transaksi surat berharga melalui BI-
SSSS pada periode laporan mencapai nilai Rp72,3 triliun
dengan volume sebesar 495 transaksi.
Sampai dengan akhir periode laporan, peserta BI-SSSS
terdiri dari 142 bank, 16 non bank dan 16 sub registry.
Perkembangan Transaksi melalui SKNBI
AktivitastransaksimelaluiSKNBIpadatahun2011
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya(Grafik2.6).NilaitransaksimelaluiSKNBI
pada tahun 2011 mencapai Rp1,97 ribu triliun atau
naik sebesar 12,75% dengan volume transaksi tercatat
sebanyak 99,18 juta transaksi atau naik sebesar 9,03%
dibandingkan dengan tahun 2010. Dengan demikian rata-
rata harian transaksi yang dilakukan melalui SKNBI tahun
2011 mencapai nilai Rp7,95 triliun dengan volume sebesar
399,92 ribu transaksi. Adapun jumlah peserta SKNBI
sampai akhir periode laporan sebesar 141 peserta bank.
Pengelolaan Daftar Hitam Nasional (DHN)
Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
instrumenpembayarancekdan/atauBilyetGiro(BG),
Bank Indonesia perlu menjaga kredibilitas cek dan/atau
BG mengingat alat pembayaran non tunai berupa cek
dan/atauBGtersebutsangatpentingbagikelancaran
sistem pembayaran.
Dalam praktek, pembayaran menggunakan cek dan BG
masih memiliki permasalahan risiko gagal bayar karena
saldotidakcukupataurekeninggirotelahditutupyang
dikenaldenganistilahcekdan/atauBGkosong.Dalam
rangka pencegahan penarikan cek dan BG kosong
tersebut, bank secara self assessment melakukan
penetapanidentitaspenarikcek/BGkosongdalamDHN
berdasarkan kriteria yang diatur dalam PBI No.8/29/
PBI/2006tanggal20Desember2006tentangDaftarHitam
Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong dan SE
BINo.9/13/DASPtanggal19Juni2007perihalDaftarHitam
Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.
Persentase perbandingan jumlah warkat Cek dan/atau
Bilyet Giro kosong terhadap total warkat penyerahan
Grafik 2.6Perkembangan Transaksi melalui SKNBI
�
���
�����
�����
�����
�����
�����
������������������ �������������������
�����������
�
�
�
�
�
��
��
��
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
�������������� ����������
���������������������
���� ����
�
�����
�����
�����
�����
������
������
�
��
��
���
���
���
���
���
���
��
��
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� ��
14 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
bank pada periode laporan mengalami penurunan dari
1,24% pada tahun 2010 menjadi 1,15% pada tahun 2011.
Demikian pula persentase perbandingan jumlah nominal
penarikan cek dan/atau BG kosong mengalami penurunan
dari 1,13% pada tahun 2010 menjadi 1,07% pada tahun
2011.
Selama dua tahun terakhir, penarikan BG kosong baik sisi
volume maupun nilai lebih besar dibanding penarikan
cek kosong. Pada periode laporan, dari sisi volume, porsi
penarikan BG kosong sebesar 73%, sedangkan dari sisi nilai
sebesar 63%. Sementara itu, porsi penarikan cek kosong
dari sisi volume sebesar 27% dan dari sisi nilai sebesar 37%.
Kinerja Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia
Untuk mengetahui kinerja sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan
SKNBI, Bank Indonesia menggunakan ukuran ketersediaan
(availability)7 sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI bagi
pesertanya. Ukuran ketersediaan (availability)sistem
tersebutmenunjukkantingkatkeandalanSistemBI-RTGS,
BI-SSSS dan SKNBI yang diselenggarakan Bank Indonesia.
Padaperiodelaporan,tingkatavailability sistem BI-RTGS,
BI-SSSSdanSKNBImencapaitingkatyangsesuaidengan
service level yang telah ditetapkan.
Upaya Menjaga Keamanan dan Keandalan Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan SKNBI melalui Business Continuity Plan, Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan, dan Member Certification
Business Continuity Plan
Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara sistem
BI-RTGS,BI-SSSSdanSKNBI,BankIndonesiasenantiasa
berupaya menjamin kelancaran sistem secara keseluruhan
yang andal baik dalam kondisi normal maupun dalam
kondisi darurat.
Grafik 2.7Volume Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011
Grafik 2.8Nilai Cek dan Bilyet Giro Kosong Tahun 2011
Tabel 2.2Jumlah Nasabah yang Tercantum dalam DHN dan Perbandingan antara
Jumlah Warkat Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Bank
2010 28.267 55.049.854 1.666.300.622,28 684.943 18.763.993,39 1,24% 1,13%
2011 25.527 56.755.303 1.881.841.642,34 652.723 20.178.539,22 1,15% 1,07%
Jumlah Nasabah Yang Tercantum Dalam DHN
Total Warkat Penyerahan
Volume Volume Volume NominalNominal (Rp Juta) Nominal (Rp Juta)
Cek & Bilyet Giro Kosong Perbandingan Cek & Bilyet Giro
Kosong terhadap Total Warkat Penyerahan Tahun
7 Ketersediaan (availability)sistemBI-RTGS,BI-SSSSdanSKNBIadalahprosentaseperbandingan jumlah aktual waktu operasional Sistem BI-RTGS,BI-SSSS dan SKNBI terhadap jumlah waktu operasional normal secara keseluruhan.
���������� ������������������
���
���
���������� ������������������
���
���
15Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Selama periode laporan, untuk menjamin keandalan
sistem back-up telah dilakukan uji coba environment
sebanyak empat kali. Selain itu, dilakukan juga operasional
secara live sebanyak dua kali dengan menggunakan
infrastrukturteknologiinformasidilokasiDisaster
Recovery Centre (DRC)BankIndonesia.
Sementaraitu,untukmemastikanseluruhinfrastruktur
dalam keadaan siap apabila diperlukan dalam keadaan
darurat,setiapbulandilakukanjugapengecekan
infrastrukturdilokasiDRCdanBackup Front Office (BFO).
Untukmemberikanalternatifsaranaback-up kepada
peserta sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, Bank Indonesia
menyediakanfasilitasguest bank. Selama tahun 2011
terdapat6Pesertayangmenggunakanfasilitasguest
bank tersebut. Guna meningkatkan kompetensi peserta
dalampemanfaatanfasilitasguest bank, Bank Indonesia
memberikanpelatihanguest bank, dan selama periode
laporan,telahdilakukan12kalipelatihankepadapeserta
sistem BI-RTGS/BI-SSSS.
Kegiatan User Group dan Forum Kepesertaan
Untuk menjembatani komunikasi antara penyelenggara
dan seluruh peserta, terutama untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan penyelenggaraan Sistem BI-RTGS
dan SKNBI, telah dibentuk user group. Agar kegiatan user
groupmenjadiefektif,keanggotaanuser group dibagi
menjadi dua yaitu level manajerial dan level operasional.
Pada periode laporan, telah diselenggarakan satu kali
pertemuan.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan Bank Indonesia
sebagai central registry kepada sub registry, telah
dilaksanakan pertemuan sub registry BI-SSSS pada
Desember2011,dimanadalamforumpertemuan
tersebutdilakukandiseminasiinformasiterkiniterkait
penyelenggaraan BI-SSSS. Selanjutnya, pada Mei dan
November2011,jugatelahdilakukanpertemuanforum
kepesertaan sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI dalam
rangka knowledge sharing. Sementara itu, guna melakukan
diseminasiinformasiterkinimengenaipenyelenggaraan
SKNBI,telahdilakukanpertemuaninformasiterkini
mengenai penyelenggaraan SKNBI, telah dilakukan
pertemuan tahunan dengan seluruh penyelenggara kliring
lokal dalam dua tahap yaitu di Makassar pada September
2011 dan di Bandung pada Oktober 2011.
Di samping itu, pada Oktober 2011 Bank Indonesia bekerja
samadenganForumKomunikasiKliringJakarta(FKKJ)
mengadakan workshop mengenai penyelenggaraan SKNBI
dan outing untuk meningkatkan capacity building bagi
petugas kliring di wilayah kliring lokal Jakarta.
Member Certification (MC)
Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS, BI-
SSSS, dan SKNBI melakukan kegiatan Member Certification
untukmemastikanbahwasemuapersyaratanminimal
sebagai Peserta Sistem BI-RTGS, BI-SSSS dan SKNBI serta
PenyelenggaraKliringLokal(PKLselainBankIndonesia)
dan calon peserta sistem telah dipenuhi. Di samping
itu,kegiatanMCjugauntukmemastikankepatuhan
(compliance)pesertadancalonpesertasistemuntuk
memitigasipotensirisikodarisisiPeserta.Aspekpenilaian
dalammelakukanMCmeliputiaspekkeamanandan
keandalaninfrastruktur,proseduroperasional,lingkungan
peserta sistem, dan perlindungan konsumen dengan
mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Darihasilpenilaian,diperolehhasilpemetaanprofil
risiko (risk profile)PesertaSistemBI-RTGS,BI-SSSSdan
SKNBIdanprofilpeserta(member profile).Pesertayang
termasuk ke dalam kategori risiko menengah dan risiko
tinggimenjadiprioritasdalampelaksanaanon site visit
MC. Selama periode laporan, telah dilaksanakan on site
visit terhadap empat bank yang mewakili bank dengan
levelrisikotinggi(high risk) dan risiko menengah (medium
risk).Secarakeseluruhan,Pesertayangmenjadiobjekon
site visit MC tersebut telah menyatakan komitmennya
untuk melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap
semua hasil temuan Tim MC.
Selanjutnya, pada tahun 2011, Bank Indonesia juga telah
membuat Pedoman Pelaksanaan On Site Visit dalam
rangka MC terhadap Sub Registry. Adapun aspek-aspek
yangdiamatidanditelitiantaralainaspekorganisasidan
sumberdayamanusia(SDM),aspekstandard operating
16 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
procedures, aspek bisnis proses dan aspek pelaporan sub
registry. Pada periode laporan, telah dilaksanakan on site
visit terhadap 3 sub registry di Indonesia. Secara umum,
semua Sub Registry yang menjadi sampling kegiatan on
site visit MC telah memenuhi persyaratan dan pelaksanaan
tugas sebagai sub registry.
2.2 Perkembangan Sistem Pembayaran yang Diselenggarakan oIeh Pihak di Luar Bank Indonesia
Saat ini penyelenggaraan sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia
meliputipenyelenggaraanAPMK(kartukredit,kartu
ATM,dankartuATM/debet),uangelektronik,dan
kegiatan usaha pengiriman uang. Selama tahun 2011,
terjadi peningkatan transaksi keuangan melalui sistem
pembayaran yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank
Indonesia, baik itu melalui kartu kredit, kartu ATM, kartu
ATM/debet, uang elektronik maupun KUPU.
Aktivitas Pembayaran Menggunakan Kartu Kredit
Jumlah kartu kredit yang beredar pada akhir tahun 2011
mencapai 14,78 juta kartu atau meningkat sebesar 8,92%
dari tahun sebelumnya yang mencapai 13,57 juta kartu.
Meningkatnya jumlah kartu tersebut turut pula
mendorongpeningkatanpenggunaannya(Grafik2.10).
Selama tahun 2011 nilai transaksi menggunakan kartu
kredit mencapai 182,60 triliun, meningkat sebesar 11,88%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
163,21 triliun. Sementara itu di sisi volume transaksi
mencapai 209,35 juta transaksi, meningkat sebesar 5,18%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
199,04 juta transaksi.
Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet
Pada akhir tahun laporan, total kartu ATM dan ATM/
debet yang beredar mencapai 63,38 juta kartu. Jumlah
tersebut meningkat sebesar 22,75% dibandingkan dengan
akhir tahun sebelumnya yang mencapai 51,64 juta kartu.
Darijumlahtersebutsebanyak59,76jutakartu(94,29%)
merupakankartuATM/debet,yangselainberfungsi
untuk melakukan transaksi di terminal ATM, juga dapat
berfungsisebagaikartudebetuntukdigunakandalam
transaksi belanja di pedagang (merchant).Sampaidengan
akhirperiodelaporanterdapat46bankyangbertindak
sebagai penerbit kartu ATM/debet. Sementara itu jumlah
kartu ATM beredar sampai dengan akhir tahun laporan
adalahsebanyak3,62jutakartu(5,71%)yangditerbitkan
oleh47bankdan8BankPerkreditanRakyat(BPR).
Dengan peningkatan jumlah kartu ATM dan ATM/
debet beredar tersebut, mendorong peningkatan
aktivitastransaksimenggunakankartuATMdanATM/Grafik 2.9
Perkembangan Jumlah Kartu Kredit Beredar
�
�
�
�
�
��
��
��
��
����������
���� ����
������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
Grafik 2.10Perkembangan Transaksi Menggunakan Kartu Kredit
������������������ �����������������������
�����������
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
��
�
�
�
�
�
��
��
��
��
��
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
17Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
debet(Grafik2.12).Padatahun2011,nilaitransaksi
menggunakan kartu ATM dan ATM/debet mencapai
Rp2,48 ribu triliun atau meningkat sebesar 23,74%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
2,0 ribu triliun. Sementara itu, volume transaksi
menggunakan kartu ATM dan kartu ATM/debet mencapai
2,26 miliar transaksi atau meningkat sebesar 24,85%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai
1,81 miliar transaksi. Dengan demikian rata-rata harian
transaksi menggunakan kartu ATM dan ATM/debet pada
periode laporan mencapai nilai Rp6,79 triliun dengan
volume sebesar 6,2 juta transaksi.
Sampai dengan akhir periode laporan, jumlah penerbit
dan prinsipal kartu ATM/debet di Indonesia masing-
masing berjumlah 100 penerbit dan 6 prinsipal.
Aktivitas Uang Elektronik
Sampai akhir periode laporan, terdapat 11 penerbit uang
elektronik yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia
baik yang berbasis chip maupun media berbasis server.
Adapun jumlah uang elektronik yang beredar baik yang
berbasis chip maupun berbasis server mencapai sekitar
14,30 juta, meningkat sebesar 80,69% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang mencapai 7,91 juta.
Aktivitastransaksimenggunakanuangelektronikpada
tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengantahunsebelumnya(Grafik2.13).Nilaitransaksi
menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2011 mencapai
Rp981,30 miliar atau naik sebesar 41,51% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp693,47 miliar.
Sementara itu di sisi volume transaksi mencapai 41,06 juta
transaksi atau naik sebesar 54,70% dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yang mencapai 26,54 juta transaksi.
Dengan demikian rata-rata harian transaksi yang dilakukan
dengan menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2011
mencapai nilai Rp2,69 miliar dengan volume sebesar
112,49 ribu transaksi.
Grafik 2.11Perkembangan Jumlah Kartu ATM dan ATM/debet Beredar
Grafik 2.13 Perkembangan Transaksi Menggunakan Uang Elektronik
���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
������������
�
��
��
��
��
��
��
��
����������
Grafik 2.12 Perkembangan Transaksi MenggunakanKartu ATM dan ATM/debet
�
��
���
���
���
���
���
������������������ �����������������������
�����������
�
��
���
���
���
���
���� ������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ������ ������ ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ������ ������
�
��
��
��
��
���
���
���
�
���
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
���������������
������
����������������� �������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
18 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Perkembangan Penyelenggara KUPU Selain Bank
Mekanisme pengiriman uang melalui penyelenggara
KUPU selain bank telah berjalan sejak lama terutama
untuk mengakomodasi kegiatan pengiriman uang oleh
tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Pada umumnya
pengguna jasa penyelenggara KUPU ini adalah tenaga
kerjayangbergerakdisektorinformalsepertipembantu
rumah tangga, buruh bangunan dan buruh perkebunan
yang pada umumnya merupakan masyarakat yang kurang
mengenal perbankan.
Padaawalnyakegiatantransferdanainibanyak
dilakukanmelaluijalurinformal,sepertiindividuatau
agen-agen TKI. Seiring dengan berkembangnya potensi
pasar yang demikian besar, banyak bermunculan agen-
agen pengiriman dan penerimaan uang termasuk
perusahaan-perusahaan asing selaku penyelenggara yang
telah bekerjasama dengan agen-agen pengiriman dan
penerimaan uang yang secara bisnis telah bergeser ke
jalurformal.
Untukmencegahdimanfaatkannyamediapengiriman
uang ini untuk kegiatan money laundering, Bank
Indonesia telah mengeluarkan ketentuan di bidang
kegiatan pengiriman uang dengan cara mendorong
terjadinya shifting daripenyelenggarainformalmenjadi
penyelenggaraformal.
Sampai dengan akhir periode laporan, terdapat 94
penyelenggara KUPU yang telah memperoleh izin dari
Bank Indonesia. Dari jumlah tersebut, 59 merupakan
penyelenggara badan usaha berbadan hukum,18
badanusahatidakberbadanhukum(Commanditaire
VennootschapdanUsahaDagang)dan17perorangan.
Pelaporan transaksi pengiriman uang oleh penyelenggara
KUPU selain bank pada pada periode laporan dari sisi nilai
mencapai Rp10,72 triliun dengan volume sebesar 2,13
juta transaksi.
Aktivitasterbesartransaksipengirimanuangdarisisinilai
transaksi pada periode laporan, adalah pengiriman uang
dariluarnegeridenganporsinilai49,06%(Rp5,26triliun)
danvolume82,51%(1,759.41ributransaksi).Pengiriman
uangdomestik(antarwilayahdiIndonesia)denganporsi
nilai40,40%(Rp4,33triliun)danvolume15,26%(325,34
ributransaksi).Sedangkansisanyapengirimanuangdari
Indonesia ke luar negeri dengan porsi nilai 10,54% (Rp1,13
triliun)danvolume2,23%(47,55ributransaksi).
Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia
menunjukkan perkembangan jenis sistem
pembayaran yang beroperasi di Indonesia, mekanisme
penyelenggaraannya, penyelenggara serta peserta
sistem pembayaran tersebut sebagaimana dalam
Tabel Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia
(Tabel2.3).
Grafik 2.14Pangsa Volume Transaksi KUPU
Grafik 2.15Pangsa Nilai Transaksi KUPU
������������������������
��������������������������
������������������
������
�����������
������������������������
��������������������������
������������������
������
������
������
19Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Bank Indonesia - Real Time Gross
Settlement System (BI-RTGS)
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI)
Bank Indonesia Scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS)
Central Depository and Book Entry
Settlement System (C-Best)
Mekanisme setelmen USD/IDR Payment
Versus Payment (PvP)
Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Nasional)
Internal ATM Bank (Proprietary ATM)
- Transfer Kredit
- Transaksi menggunakan central bank money
- Lebih diutamakan untuk transaksi nilai besar
dan bersifat penting seperti transaksi
pengelolaan moneter, transaksi pemerintah,
transaksi Pasar Uang Antar Bank, transaksi
setelmen hasil kliring antar bank dan kliring
pasar modal
- Setelmen untuk transaksi surat berharga
(SBI dan SUN) yang setelmennya dilakukan
pada sistem Bank Indonesia Scripless Secu
rities Settlement System (BI-SSSS)
- Mekanisme gross settlement dan bersifat no
money no game
- Transfer Kredit untuk transaksi ritel dengan
nilai di bawah Rp100 juta
- Kliring warkat debet (cek, bilyet giro, nota
debet lainnya)
- Mekanisme net settlement
- Untuk kliring debet berlaku mekanisme no
money no game
- Berfungsi sebagai sarana setelmen dan
pencatatan kepemilikan surat berharga
secara elektronis
- Setelmen surat berharga yang dilakukan
melalui BI-SSSS dilakukan secara DvP
- Setelmen dana untuk penyelesaian sisi dana
dari transaksi sekuritas yang diperdagangkan
di pasar modal
- Setelmen dana dilakukan melalui 4 bank
setelmen yang menjadi tempat rekening
anggota bursa
- Penyelesaian (setelmen) dari transaksi-
transaksi jual-beli Dolar Amerika Serikat
(USD) terhadap Rupiah (IDR) antar-bank di
Indonesia
- Dilakukan melalui BI RTGS untuk sisi IDR
dan melalui USD CHATS untuk USD
- Transfer dana elektronik menggunakan
kartu ATM
Transfer dana elektronik dengan menggunakan
kartu ATM untuk pemindahbukuan antar
rekening di bank yang sama
- Bank Indonesia
- Bank Indonesia
- Bank Indonesia
- PT. Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI)
Bank Indonesia untuk sisi IDR dan
Hong Kong Monetary Authority
untuk USD
- PT. Artajasa Pembayaran
Elektronis (ATM Bersama)
- PT. Rintis Sejahtera (PRIMA)
- PT. Alto Network (ALTO)
Beberapa bank yang menyediakan
fasilitas tersebut
- 184 bank termasuk unit usaha syariah
- 4 Lembaga Selain Bank (LSB)
- Bank Indonesia
- 141 bank termasuk unit usaha syariah
- Bank Indonesia
- 142 Bank umum termasuk unit usaha syariah
- 16 Sub registry yang terdiri atas bank yang
serupa dengan lembaga custodian
- 16 lembaga selain bank
- Bank Indonesia
- Seluruh anggota Bursa Efek Indonesia
39 Bank umum termasuk unit usaha syariah
- 76 bank anggota
- 49 bank anggota
- 17 bank anggota
Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta
Tabel 2.3Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Indonesia
20 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 2 Perkembangan Penyelenggaraan danKinerja Sistem Pembayaran
Jaringan Prinsipal Kartu ATM (Internasional)
Jaringan Prinsipal Kartu Debet (Nasional)
Jaringan Prinsipal Kartu Debet
(Internasional)
Internal Debit Bank (Propietary Debit)
Jaringan Prinsipal Kartu Kredit
Uang Elektronik
Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Non bank
Money Transfer Operator (Penyediaan sistem
pemrosesan transfer dana)
- Transfer dana elektronik menggunakan
kartu ATM
- Transfer dana secara elektronik melalui
point of sales (jaringan yang terpasang pada
merchant)
Transfer dana elektronik dengan menggunakan
kartu debet untuk pemindahbukuan antar
rekening di bank yang sama
- Pembayaran secara elektronik menggunakan
kartu kredit
- Pembayaran secara elektronik dimana nilai
uang tersimpan pada instrumen/device yang
digunakan
- Pengiriman uang ke luar wilayah RI, ke
dalam wilayah RI, dan dalam wilayah RI
Menyediakan sistem/jaringan dalam kegiatan
transfer dana baik ke luar wilayah Republik
Indonesia, ke dalam wilayah Republik Indonesia,
maupun dalam wilayah Republik Indonesia.
- Mastercard International
(Cirrus)
- Visa International (Plus)
- China UnionPay
- PT. Rintis Sejahtera
(Debet Prima)
- PT. Artajasa Pembayaran
Elektronis (Debet ATM
Bersama)
- PT. Alto Network (ALTO Debet)
- Mastercard International
(Maestro)
- Visa International (Electron)
- China UnionPay
Beberapa bank yang menyediakan
fasilitas tersebut
- Visa International
- Mastercard International
- JCB
- American Express
- China UnionPay
- Bank dan lembaga non bank
- Perusahaan Telekomunikasi
- Kantor Pos
- Pegadaian
- Perusahaan Jasa Titipan yang
menyelenggarakan jasa
pengiriman uang
- Badan Usaha
- Perorangan
Western Union
Money Gram
FireCash BCA sebagai MTO
domestik
- 13 bank termasuk konvensional dan Unit
Usaha Syariah (UUS)
- 14 bank termasuk konvensional dan Unit
Usaha Syariah (UUS)
- 2 bank anggota
- 29 bank termasuk konvensional dan Unit
Usaha Syariah (UUS)
- 7 bank termasuk konvensional dan Unit Usaha
Syariah (UUS)
- 3 bank anggota
- 15 bank anggota
- 11 bank anggota
- 2 bank anggota
- 20 bank anggota
- 18 Bank umum dan 1 lembaga selain bank
- 2 bank anggota
- 1 bank
- 2 bank
- 6 Bank
- 4 Perusahaan telekomunikasi
- 1 Perusahaan
Beberapa bank, PT. Pos Indonesia, dan badan
usaha-badan usaha bukan bank yang menjadi
agen Western Union
Beberapa bank dan badan usaha-badan usaha
bukan bank yang menjadi agen Money Gram
Terhubung dengan 44 institusi di luar negeri dan
sebagai encashment point di
905 Cabang BCA
Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta
21Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Bab 3Kebijakan Sistem Pembayaran
22 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal.
Selama tahun 2011, kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran yang ditempuh Bank Indonesia antara lain adalah tahapan pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II, standardisasi kartu ATM/debet berbasis chip, penyempurnaan ketentuan APMK,dan peningkatan layanan pengelolaan rekening pemerintah.
Selanjutnya, arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan tetap difokuskan pada upaya untuk peningkatan efisiensi, keamanan dan keandalan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran nasional, serta peningkatan perlindungan konsumen melalui penerapan transparansi oleh pelaku jasa pembayaran dan penguatan peraturan perlindungan konsumen.
23Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
8 Merujuk pada Principles for Financial Market Infrastructures (FMIs) dari Bank for International Settlements (BIS) dan International Organization of Securities Commissions (IOSCO) yang akan diterbitkan pada tahun 2012, FMIs meliputi: Sistem Pembayaran Antar-Bank bersifat Systemically Important (Systemically Important Payment Systems/SIPS); Securities Settlement Systems (SSS) dan Central Securities Depositories (CSDs); securities Central Counterparties (CCPs); dan Trade Repositories (TRs)
9 Direkomendasikan dalam: - Core Principles for SIPS dari BIS di tahun 2001; - Recommendations for SSS dari BIS dan IOSCO di tahun 2001; dan - Principles for FMIs dari BIS dan IOSCO yg akan diterbitkan pada tahun 2012
3.1 Upaya Peningkatan Efisiensi dan Keandalan Sistem dengan Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II
Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi
berdampak pada perkembangan infrastruktur pasar
keuangan (financial market infrastructures-FMIs)8 di
Indonesia. FMIs yang saat ini ada di Indonesia antara lain
adalah Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS yang masing-masing
telah dioperasikan sejak tahun 2000 dan 2004.
Dalam rangka meningkatkan performa layanan
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, yang selama ini telah
memainkan peranan penting dalam sistem keuangan
dan perekonomian Indonesia, sejak tahun 2008
Bank Indonesia mulai melakukan pengembangan
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Hal-hal yang
melatarbelakangi pengembangan tersebut adalah:
- Infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) dari kedua FMIs tersebut tidak lagi mendapat
dukungan pemeliharaan terkait isu obsoleteness;
- Prospek pertumbuhan transaksi di pasar keuangan
Indonesia dan transaksi ekonomi lainnya di masa
depan sangat signifikan, sehingga menuntut
operasionalisasi infrastruktur TIK dengan kapasitas
pemrosesan yang dapat terus ditingkatkan;
- Tren penggunaan infrastruktur TIK yang dapat
mendukung penyelenggaraan FMIs dengan
tingkat ketersediaan layanan yang tinggi dan fitur
pengamanan yang andal9, telah menjadi standar
internasional untuk infrastruktur TIK dari FMIs;
- Tren penyelenggaraan FMIs di banyak negara lainnya
yang telah menggunakan standar internasional
dengan tujuan untuk menyelenggarakan FMIs
domestik yang semakin efisien dan aman. Di samping
itu juga dimaksudkan untuk mendukung efektifitas
pelaksanaan kebijakan makroekonomi seperti
kebijakan moneter, pemeliharaan Stabilitas Sistem
Keuangan (SSK) dan pendalaman pasar keuangan;
serta memfasilitasi integrasi dengan pasar keuangan
di negara lainnya, baik integrasi pada level regional
seperti MEA maupun global.
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II akan mencakup
aplikasi Sistem BI-RTGS Generasi II, BI-SSSS Generasi II,
Bank Indonesia Electronic Trading Platform (BI-ETP), dan
BI-Informasi dengan penjelasan sebagai berikut:
- Sistem BI-RTGS merupakan SIPS dalam sistem
pembayaran antarbank di Indonesia, dan salah
satu FMIs utama di Indonesia yang memproses
penyelesaian sisi pembayaran dari transaksi di pasar
keuangan di Indonesia yang bernilai besar dan
memproses transaksi pembayaran antarbank bersifat
segera.
24 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Selanjutnya melalui pengembangan Sistem BI-RTGS
Generasi II, FMIs untuk setelmen dana tersebut yang
saat ini mekanisme setelmennya dilakukan secara gross
settlement (penyelesaian transaksi pembayaran dilakukan
satu per satu transaksi) selanjutnya akan dilakukan secara
hybrid settlement. Mekanisme hybrid settlements pada
intinya merupakan gabungan mekanisme setelmen
berbasis gross untuk transaksi berprioritas tinggi dan
mekanisme secara offsetting untuk transaksi pembayaran
antarbank yang bersifat less time critical. Melalui
mekanisme tersebut, peserta Sistem BI-RTGS dapat
menghemat penggunaan likuiditas untuk keperluan
setelmen, meskipun setelmen transaksi pembayaran yang
di-offsetting-kan tersebut tetap dilakukan secara gross
basis.
Selain itu, Sistem BI-RTGS Generasi II dilengkapi dengan
fasilitas gridlock detection and resolution yang lebih
andal, yang dapat mendeteksi dan mencegah risiko
sistemik, yang dapat terjadi karena adanya transaksi
pembayaran yang belum dapat di-settle yang disebabkan
saldo rekening giro peserta tidak mencukupi. Kegagalan
setelmen pada Sistem BI-RTGS tersebut berpotensi
menimbulkan kegagalan setelmen secara berantai
(domino effect). Selanjutnya, untuk mengakomodasi
mekanisme setelmen secara Delivery-versus-Payment
(DvP), yaitu model DvP model 210 dan DvP model 311 dari
transaksi Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen
keuangan lainnya yang ditatausahakan di BI-SSSS, pada
Sistem BI-RTGS Generasi II akan terdapat mekanisme
multilateral net settlement.
Dengan fitur baru tersebut, Sistem BI-RTGS Generasi II
akan dapat mengefisienkan penggunaan likuiditas untuk
setelmen dan memiliki pilihan perangkat mitigasi risiko
sistemik yang semakin lengkap, serta memiliki ketahanan
(resilience) yang semakin tinggi terhadap liquidity shock12.
BI-SSSS Generasi II adalah FMI yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia untuk sarana setelmen dan
penatausahaan SBN, instrumen operasi moneter Bank
Indonesia serta instrumen keuangan lainnya. Fitur bisnis
baru yang dikembangkan dalam BI-SSSS Generasi II antara
lain:
a. fasilitas gridlock detection & resolution guna
meningkatkan kapabilitas BI-SSSS dalam memitigasi
risiko sistemik;
b. mekanisme multilateral net settlement untuk
mengakomodasi setelmen dari transaksi surat
berharga secara DvP model 3;
c. modul collateral management13 untuk memitigasi
risiko kredit dan risiko pasar surat berharga yang
digunakan sebagai collateral dalam transaksi antara
dua pihak. Modul collateral management dapat
digunakan oleh:
- penyelenggara BI-SSSS, untuk transaksi antara
bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan
Bank Indonesia, untuk keperluan fasilitas
pendananaan intrahari dari Bank Indonesia kepada
bank peserta Sistem BI-RTGS dan Bi-SSSS, atau
transaksi Repo perbankan dengan Bank Indonesia,
untuk keperluan operasi moneter kontraksi Bank
Indonesia; dan
- bank peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS, untuk
transaksi pinjam meminjam dana antarbank
peserta Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS ,
transaksi Repo antarbank, dan pinjam meminjam
surat berharga antarbank (Securities Lending and
Borrowing/SLB);
d. Penatausahaan rekening surat-surat berharga baik
dalam rupiah maupun valuta asing, sampai level
investor individual.
10 DvP model 2: surat berharga di-settle secara gross basis (trade-by-trade), dan dana secara (multilateral) net basis
11 DvP model 3: baik surat berharga maupun dana di-settle secara (multilateral)net basis
12 Terjadinya Liquidity shock pada Sistem BI-RTGS disebabkan oleh adanya liquidity shock pada level perekonomian negara sebagai akibat dari kondisi pasar keuangan/perekonomian negara lain.
13 Memiliki fungsi-fungsi : - price monitoring (monitoring harga-harga surat berharga terkini); - pledge evaluation (re-kalkulasi jaminan/collateral berdasarkan
harga pasar terkini); - margin calls, baik notifikasi otomatis untuk meminta pemberi
jaminan (collateral giver) menambah surat berharga/uang karena penurunan harga pasar surat berharga yang digunakan sebagai collateral maupun untuk meminta penerima jaminan (collateral taker) me-release surat berharga kepada collateral giver karena kenaikan harga pasar collateral;
- collateral substitution, yang merupakan sarana untuk mengganti surat berharga yang digunakan sebagai collateral
25Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Message format yang akan digunakan baik untuk instruksi
setelmen transaksi pembayaran Sistem BI-RTGS Generasi
II maupun instruksi setelmen surat berharga BI-SSSS
Generasi II berbasis Society for Worldwide Interbank
Financial Telecommunication (SWIFT). Identifikasi
kepesertaan14 pada Sistem BI-RTGS/BI-SSSS Generasi II
akan menggunakan SWIFT BIC (Bank Identifier Code),
dan identifikasi jenis instrumen keuangan15 yang
ditatausahakan pada BI-SSSS Generasi II mengacu pada
Classification of Financial Instruments (CFI), serta struktur
identifikasi/kode surat berharga/instrumen keuangan16
pada BI-SSSS Generasi II mengacu pada International
Securities Identification Numbering (ISIN). Penggunaan
message format dengan standar internasional tersebut
akan mendukung:
- peningkatan efisiensi pengoperasian infrastruktur
interface ke core banking peserta Sistem BI-RTGS/BI-
SSSS17,
- kesiapan interoperabilitas Sistem BI-RTGS/BI-SSSS
Generasi II dalam melakukan integrasi FMIs Indonesia
dengan FMIs di negara lain; dan
- kebijakan pengembangan pasar keuangan Indonesia.
- BI-ETP adalah sarana lelang dan perdagangan SBN,
instrumen operasi moneter Bank Indonesia dan
instrumen keuangan lainnya. Melalui kebijakan
pengurangan transaksi over the counter (OTC), Bank
Indonesia mengharapkan terciptanya transparansi
informasi di pasar uang dan berkurangnya segmentasi
di antara pelaku pasar uang, yang selanjutnya dapat
meningkatkan aktivitas transaksi di pasar uang dalam
rangka mendukung pendalaman pasar keuangan.
BI-Informasi merupakan aplikasi sistem informasi yang
menyediakan data/informasi real time, yang bersumber
dari penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
Generasi II serta BI-ETP. BI-Informasi dapat digunakan
untuk mendukung dalam pengambilan keputusan serta
pengawasan penyelenggaraan sistem pembayaran,
pasar SBN, likuiditas perbankan, perbankan dan SSK oleh
otoritas terkait.
Terkait pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
generasi II, dalam periode laporan telah dilakukan
kegiatan penyusunan dan pembahasan dokumen design
and functional specifications Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
Generasi II. Penyusunan dokumen tersebut dilakukan
dengan melibatkan pihak eksternal, yaitu peserta Sistem
BI-RTGS dan BI-SSSS serta otoritas terkait lainnya, seperti
BAPEPAM-LK dan DJPU dalam rangka mendapatkan
informasi mengenai kebutuhan bisnis dan arah kebijakan
BAPEPAM-LK dan DJPU yang perlu diakomodir dalam
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Selain itu, juga
dilakukan penyusunan konsep ketentuan Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS Generasi II.
14 suatu reference data15 Idem16 Idem17 pengoperasian interface yang sama (dengan message format dan reference
data yang berstandar internasional) baik untuk messaging transaksi keuangan ke FMIs domesik (termasuk BI-RTGS dan BI-SSSS) maupun messaging transaksi keuangan lintas batas negara (cross-border financial messaging) ke bank koresponden/depository institutions di negara/perekonomian lain
26 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Standar penyelenggaraan sistem pembayaran bersifat SIPS yang saat ini digunakan adalah Core Principles for SIPS
(CPSIPS). Untuk penyelenggaraan SSSs, standar yang digunakan adalah Recommendations for Securities Settlement
Systems (RSSSs) sementara standar CCPs adalah Recommendations for Central Counterparties (RCCPs).
Dalam perkembangannya, pada saat ini Committee on Payment and Settlement System (CPSS) dan Technical
Commitee of the International Organization of Securities Commissions (IOSCO) tengah menyusun standar baru
dalam penyelenggaraan FMIs atas dasar hasil review terhadap ketiga standar di atas. Hasil review atas ketiga standar
tersebut dituangkan dalam consultative report Principles for FMIs (PFMIs), yang telah dikeluarkan pada Maret 2011.
Di samping itu, dalam PFMIs juga terdapat prinsip yang sebelumnya belum ada, yang meliputi prinsip CCP untuk OTC
derivatif dan Trade Repositories (TRs). Tujuan utama penyusunan PFMIs tersebut, disamping untuk mengharmonisasi
dan merestrukturisasi standar yang telah ada juga dalam rangka meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam
pembayaran, kliring dan setelmen; mencegah risiko sistemik dan mendukung transparasi dan stabilitas keuangan.
Financial Market Infrastructures (FMIs) yang mencakup sistem pembayaran yang bersifat SIPS, Central Securities
Depositories (CSDs), Securities Settlement Systems (SSSs), Trade Repositories (TRs), dan Central Counterparty (CCP),
merupakan infrastruktur keuangan untuk memfasilitasi kegiatan pencatatan, kliring, dan setelmen transaksi moneter
dan transaksi keuangan lainnya. FMIs yang aman dan efisien memegang peran penting dalam menunjang stabilitas
keuangan dan perekonomian dan sebaliknya apabila FMIs tersebut tidak dikelola dengan baik akan berpotensi
menimbulkan financial shock.
Dalam laporan tersebut, CPSS dan the Technical Committee of IOSCO mendefinisikan FMI sebagai suatu sistem
multilateral yang digunakan untuk kegiatan pencatatan, kliring dan setelmen transaksi pembayaran, surat berharga,
derivatif, dan transaksi keuangan lainnya. FMIs menyediakan layanan terpusat (tersentralisasi) bagi pesertanya untuk
kegiatan pencatatan, kliring dan setelmen transaksi keuangan. Dengan adanya layanan yang tersentralisasi tersebut,
peserta dapat mengelola risiko secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan transparansi pasar, dan bahkan
membantu bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter dan menjaga stabilitas keuangan.
Penyelenggaraan FMIs dapat bervariasi baik dari sisi organisasi, fungsi maupun desainnya. Terkait dengan aspek
organisasi, FMIs bisa merupakan asosiasi lembaga keuangan, perusahaan kliring non-bank, atau asosiasi perbankan.
FMIs bisa dimiliki dan dioperasikan oleh bank sentral maupun institusi swasta. FMIs juga bisa merupakan organisasi
yang bersifat profit or non profit oriented. Dari sisi fungsi, FMIs dapat dibedakan menjadi lima tipe utama yaitu
sistem pembayaran yang bersifat SIPS, CSDs, SSSs, CCPs, dan TRs.
Penyelenggaraan FMIs di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia dan pihak di luar Bank Indonesia. FMI yang
dimiliki dan diselenggarakan oleh Bank Indonesia meliputi sistem BI-RTGS sebagai sistem pembayaran yang bersifat
SIPS dan BI-SSSS sebagai CSD dan SSS untuk penatausahaan dan setelmen SBI, SBN, dan instrumen moneter lainnya.
Sedangkan FMI yang diselenggarakan oleh pihak di luar Bank Indonesia meliputi Central Book Entry System (C-BEST)
untuk penatausahaan dan setelmen saham dan obligasi korporasi yang dioperasikan oleh Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI) dan e-CLEAR yang diselenggarakan oleh Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Principles for Financial Market Infrastructures (PFMIs)Boks 3.1
27Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.2 Kebijakan SKNBI
Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit SKNBI
Untuk meningkatkan layanan transfer dana antarbank
melalui SKNBI yang lebih cepat, sejak 7 Januari 2011
Bank Indonesia telah menerapkan empat siklus setelmen
transfer dana melalui kliring kredit setiap dua jam sekali,
yaitu pada pukul 10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan
16.00 WIB.
Dengan diterapkannya mekanisme multiple settlement
pada kliring kredit, perbankan peserta SKNBI dapat lebih
cepat memperoleh hasil kliring kredit dan pada akhirnya
nasabah pun dapat menerima dana efektif lebih cepat.
Penerapan Mekanisme Kliring Debet Secara Online dan Penambahan Layanan Kliring
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mendukung
kelancaran pelaksanaan operasional di wilayah kliring
Surabaya dan Medan, masing-masing pada 10 Juni dan
8 Juli 2011 KBI telah mengimplementasikan perubahan
mekanisme pengiriman transaksi kliring debet, yang
sebelumnya offline menjadi online.
Mengingat perputaran volume warkat yang relatif tinggi
di kedua wilayah kliring tersebut, dengan perubahan
mekanisme pengiriman transaksi kliring debet menjadi
secara online diharapkan dapat mempersingkat waktu
pengiriman dan meminimalisir human error. Penerapan
mekanisme pengiriman transaksi kliring debet secara
online juga akan dilakukan di wilayah kliring lain yang
memiliki volume warkat yang relatif banyak.
Selain itu, dengan semakin meningkatnya aktivitas
perekonomian di wilayah Bima, pihak perbankan di
wilayah tersebut menyepakati untuk menyelenggarakan
kliring lokal di wilayahnya. Sebagai tindak lanjut atas
kesepakatan tersebut, sejak 5 Oktober 2011 telah
diselenggarakan kliring di wilayah Bima dengan Bank
Negara Indonesia (Pesero), Tbk sebagai PKL berdasarkan
kesepakatan bank-bank di wilayah Bima. Dengan
penambahan PKL ini, jumlah PKL di seluruh Indonesia
menjadi 109.
Penyempurnaan Tata Cara Penyelenggaraan Operasional Kliring Debet
Dalam rangka meningkatkan pelayanan, kelancaran dan
efisiensi penyelenggaran SKNBI, Bank Indonesia telah
melakukan penyempurnaan tata cara penyelenggaraan
operasional kliring debet. Adapun penyempurnaan tata
cara tersebut meliputi:
1. Waktu pelaksanaan kliring penyerahan di wilayah
Kliring Lokal Jakarta yang selama ini dilakukan satu
kali yaitu pukul 13.30 WIB sd 15.30 WIB, menjadi dua
kali yaitu pukul 08.30 WIB s.d. 11.00 WIB bersamaan
dengan waktu kliring pengembalian dan pukul 12.00
WIB s.d. 15.30 WIB.
2. Penyederhanaan jumlah dan bentuk laporan otomasi
dan dokumen kliring yang disampaikan kepada bank
peserta kliring.
Penyempurnaan tata cara tersebut dilakukan untuk
mempercepat proses distribusi warkat kliring debet
baik dari sisi Bank Indonesia dan mempercepat proses
pembukuan hasil kliring di internal bank peserta.
28 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Bagan 3.1Penerapan Multiple Settlement pada Kliring Kredit
Bagan 3.2Leaflet Layanan SKNBI
�������������� �������������� �������������� ��������������
�������� ��������
���������
����������
�����������������
����������
���������
����������
���������������
�����������
��������������������
��������� ��������� ��������� ���������
29Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.3 Kebijakan APMK
Peningkatan Keamanan dengan Standardisasi Kartu ATM/Debet Berbasis Chip
Sebagai lanjutan kegiatan penyusunan standar nasional
chip untuk kartu ATM/debet yang telah dimulai sejak
tahun 2006, fokus utama kegiatan selama 2011 adalah
pembentukan fungsi penunjang yaitu Certification Body,
Key Management, serta penyusunan ketentuan dan
prosedur. Sejak standar kartu ATM/debet berbasis chip
yang selanjutnya dikenal sebagai National Specification
for Indonesia Chip Card Standard (NSICCS) telah selesai
disusun pada akhir 2008, terdapat beberapa tahapan
yang telah dilakukan yaitu proof-of-concept (PoC)18
menggunakan simulator environment dengan real card
dan terminal pada 2009. Selanjutnya pada 2010 dilakukan
uji coba end to end secara riil terhadap NSICCS dengan
melibatkan forum prinsipal (PT. Artajasa Pembayaran
Elektronis – ATM Bersama, PT. Rintis Sejahtera – Prima,
dan PT. Alto Network – Alto) dan tiga piloting bank (Bank
Mandiri, BCA, dan Permata) untuk memastikan kelayakan
NSICCS digunakan oleh industri kartu ATM/debet di
Indonesia. Untuk memfasilitasi penerapan standar
chip tersebut, Bank Indonesia telah menyempurnakan
Surat Edaran Bank Indonesia mengenai APMK tahun
2009 melalui SE BI No. 13/22/DASP tanggal 18 Oktober
2011, yang antara lain mengatur mengenai kewajiban
penggunaan teknologi chip untuk kartu ATM/debet
dengan mengacu pada standar yang telah disepakati
oleh industri dengan jadwal implementasi berdasarkan
kesepakatan dari industri dan penggunaan PIN paling
kurang 6 digit.
18 Proof-of-Concept (PoC) adalah pengujian untuk membuktikan bahwa sebuah aplikasi/sistem yang telah dikembangkan dapat digunakan secara fungsional
�����������������������������������������������������������������
����������������������
��������������������������������������������������
���������������������������
��������������������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������
������������������������������ �� �������������������������������������������������� ������������������������������������ ��������������������������������������� ����������������������������� ������������������������������������ ��������������������������������������� ���������������������������
�� ����������������������������� ����������������������������������� ��������������������������
������������ �������������������������������
���������������������������������������������
Bagan 3.3Tahapan Implementasi Proses Migrasi Teknologi Chip Pada Kartu ATM / Debet
30 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Adapun tahapan implementasi standardisasi chip untuk
kartu ATM/Debet adalah sebagai berikut :
a. Pembentukan Fungsi Key Management (KM) dan
Certification Body (CB)
Penyediaan fungsi penunjang KM dan CB menjadi
prasyarat mutlak yang harus dipenuhi. KM adalah
institusi yang menjalankan proses identifikasi,
mengembangkan dan mengimplementasikan “public
key” NSICCS. Sedangkan CB adalah institusi yang
melakukan sertifikasi terhadap perangkat pendukung
layanan kartu ATM/Debet yang digunakan oleh pelaku
industri.
Terkait pembentukan KM dan CB, Bank Indonesia
berperan sebagai pengarah dan menjadi anggota
steering committee, sementara pembentukan kedua
institusi tersebut dilakukan oleh forum prinsipal
dengan melibatkan konsultan.
Dalam pembentukan fungsi KM, beberapa aktivitas
yang harus dilakukan meliputi pembentukan data
center, instalasi hardware dan software KM, serta
penyusunan kebijakan dan prosedur. Sedangkan dalam
pembentukan fungsi CB, kegiatan yang dilakukan
meliputi pembentukan lembaga CB, Functional test lab
untuk menguji hardware dan software, test tool, dan
personil, serta security test lab untuk menguji aspek
security.
b. Ketentuan Implementasi Teknologi Chip untuk Kartu
ATM/Debet
Dalam rangka implementasi teknologi chip untuk
kartu ATM/Debet, Bank Indonesia telah menerbitkan
SE Bank Indonesia No. 13/22/DASP tanggal 18
Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi
Chip dan Penggunaan Personal Identification
Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang diterbitkan di Indonesia. Dalam ketentuan
tersebut ditetapkan batas waktu implementasi
teknologi chip termasuk tambahan fitur keamanan
berupa penggunaan PIN paling kurang 6 digit untuk
bertransaksi, paling lama pada 31 Desember 2015.
Selain itu SE mengatur kewajiban dan tanggung
jawab penerbit dalam implementasi, pelaporan
rencana dan progres implementasi, serta ketentuan
peralihan terkait dengan diterbitkannya ketentuan
ini. Untuk memberikan pemahaman kepada pelaku
sistem pembayaran, Bank Indonesia telah melakukan
sosialisasi kepada seluruh bank, BPR, Prinsipal,
dan stakeholders lainnya serta satuan kerja di Bank
Indonesia.
c. Penetapan NSICCS sebagai Standar Nasional Kartu
ATM/Debet dan Pendaftaran di Badan Standar
Nasional (BSN)
Sebagai acuan industri dalam penggunaan standar
chip untuk kartu ATM/Debet, forum prinsipal telah
menyampaikan surat kepada Bank Indonesia mengenai
penyelesaian standar chip untuk kartu ATM/Debet.
Menanggapi surat dimaksud, BI mengirimkan surat
persetujuan penggunaan standar yang telah disusun
oleh ketiga prinsipal. Selanjutnya, forum prinsipal
mendistribusikan standar kepada para anggotanya
yang berisi spesifikasi host to host, personalization,
principal specification, dan personalization security
guidelines. Anggota menandatangani non disclosure
agreement (NDA) dengan prinsipal masing-masing.
Untuk memastikan keberadaan NSICCS sebagai
standar kartu ATM/debet yang digunakan di wilayah
Indonesia, pelaku industri memandang perlu dilakukan
pendaftaran NSICCS di BSN. Dalam pertemuan forum
prinsipal dengan BSN pada awal 2011, diinformasikan
bahwa BSN, NSICCS cukup didaftarkan di BSN untuk
mendapatkan nomor identifikasi sebagai aplikasi untuk
kartu ATM/debet.
31Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Peningkatan Aspek Perlindungan Konsumen dalam Penyempurnaan Ketentuan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)
Banyaknya keluhan dan pengaduan masyarakat
terkait dengan penggunaan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (APMK) antara lain ditandai dengan
kasus yang menimpa credit collection division Citibank,
mengisyaratkan terjadinya batas pelanggaran terhadap
aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen,
dan manajemen risiko kredit oleh penyelenggara APMK
khususnya Penerbit Kartu Kredit. Kondisi tersebut
mendorong Bank Indonesia mengamandemen kebijakan
APMK sebagaimana diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009
tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK (PBI APMK 2009).
Penekanan amandemen PBI APMK 2009 tentunya untuk
memperbaiki hal-hal yang dinilai masih kurang tegas dan
jelas, sebagaimana diuraikan berikut ini:
a. Kartu Kredit
Penyempurnaan pengaturan terkait dengan Kartu Kredit
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1) pemurnian fungsi Kartu Kredit
Selama ini kartu kredit digunakan sebagai alat
pembayaran dan penyaluran kredit. Dalam
kebijakan ini ditekankan fungsi Kartu Kredit
adalah sebagai alat pembayaran dan dilarang Kartu
Kredit digunakan sebagai sarana pencairan dan/
atau pembayaran kembali kredit lainnya, seperti
Kredit Tanpa Agunan (KTA), dll.
2) Etika penagihan Kartu Kredit
Dalam praktek penagihan Kartu Kredit, yang
dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit maupun
oleh jasa penagihan, sering meresahkan
masyarakat, sehingga perlu diatur etika penagihan
Kartu Kredit. Etika penagihan wajib dipatuhi oleh
Penerbit, baik etika yang secara umum ditetapkan
oleh Bank Indonesia, maupun etika yang disusun/
ditetapkan oleh asosiasi industri Kartu Kredit
(AKKI/ASPI). Selain itu, ditegaskan bahwa proses
penagihan juga wajib mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) pengetatan persyaratan memperoleh Kartu Kredit
Pengetatan persyaratan memperoleh Kartu
Kredit perlu diatur kembali agar pemberian fasilitas
kartu kredit tepat sasaran dan menjadi lebih bijak
dalam memanfaatkan kartu kredit. Pengetatan ini
difokuskan pada minimum usia pemegang kartu
kredit, pendapatan per bulan, maksimum plafon
kredit, dan maksimum penerbit yang dapat
memberikan fasilitas kartu kredit kepada satu orang
pemegang kartu kredit.
4) penetapan maksimum suku bunga Kartu Kredit
Dengan membandingkan suku bunga yang berlaku
di Malaysia, Singapura, dan Thailand, suku bunga
kartu kredit di Indonesia relatif lebih tinggi,
sehingga dirasa perlu pengaturan batas maksimum
pengenaan suku bunga oleh penerbit kartu
kredit kepada pemegang kartu kredit. Penetapan
batas maksimum suku bunga kartu kredit oleh
Bank Indonesia mempertimbangkan indikator
perekonomian (seperti BI rate), struktur biaya Kartu
Kredit (cost of fund, biaya operasional, dan/atau
premium risk), serta praktik suku bunga oleh
penerbit. Pengaturan ini mendorong penerbit
dalam mengenakan besarnya suku bunga kartu
kredit menjadi lebih wajar.
5) penyeragaman pola dan tata cara penghitungan
bunga Kartu Kredit yang dilakukan oleh Penerbit
Kartu Kredit
32 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Dalam praktik terdapat metode perhitungan bunga
kartu kredit yang berbeda-beda di antara penerbit.
Pola perhitungan menggunakan profit approach
dan bunga berbunga, sehingga memberatkan
pemegang kartu kredit. Pengaturan penyeragaman
metode perhitungan bunga secara lebih
wajar dan fair, antara lain: (i) bunga dari transaksi
pembelanjaan dibebankan jika pemegang kartu
kredit tidak melakukan pembayaran,
melakukan pembayaran tidak penuh,
atau melakukan pembayaran penuh setelah tanggal
jatuh tempo (due date); (ii) bunga dari transaksi
cash advance dikenakan jika pemegang kartu kredit
tidak melakukan pembayaran, melakukan
pembayaran tidak penuh, atau melakukan
pembayaran penuh baik sebelum maupun setelah
tanggal jatuh tempo (due date); (iii) penghitungan
hari bunga dimulai dari tanggal pembukuan
(posting); (iv) biaya, denda, serta bunga
terutang dilarang digunakan sebagai
komponen penghitungan bunga; dan (v) penetapan
bunga harian didasarkan perhitungan jumlah hari
kalender dalam setahun selama 365 hari.
6) penyampaian transaction alert oleh Penerbit
Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit melalui
teknologi short message service (SMS)
Dalam rangka meningkatkan keamanan
bertransaksi menggunakan kartu kredit, penerbit
kartu kredit diwajibkan menyampaikan
transaction alert kepada pemegang kartu kredit
atas transaksi-transaksi yang memiliki kriteria
tertentu. Penyampaian transaction alert diwajibkan
melalui teknologi SMS agar tidak mengganggu
kenyamanan dibandingkan apabila melalui telepon
kepada pemegang kartu kredit. Selain itu,
melalui SMS, informasi yang disampaikan dapat
diterima langsung oleh pemegang kartu kredit.
Namun demikian, pemegang kartu kredit dapat
memilih penyampaian transaction alert
menggunakan sarana lainnya.
7) penerapan PIN untuk Kartu Kredit
Dalam rangka meningkatkan keamanan dan
kenyamanan bertransaksi menggunakan kartu
kredit, diperlukan PIN sebagai sarana autentikasi
untuk menggantikan tanda-tangan pemegang kartu
kredit. Penerapan PIN pada transaksi kartu kredit
melengkapi upaya peningkatan keamanan melalui
chip yang telah berlaku efektif sejak 1 Januari 2010.
PIN paling kurang terdiri dari enam digit agar lebih
aman.
b. APMK secara umum
1) kewenangan Bank Indonesia membatasi
penyelenggara baru APMK
Sebagai bagian dari upaya menciptakan APMK
yang lebih efisien, mendukung kebijakan nasional,
menjaga kepentingan publik, serta menjaga
pertumbuhan dan persaingan usaha yang sehat,
perlu penegasan kewenangan Bank Indonesia untuk
membatasi penyelenggara APMK di Indonesia.
Pembatasan tersebut dapat dilakukan dengan
menutup atau membuka kembali permohonan
perizinan sebagai penyelenggara APMK.
Pembatasan dapat juga dalam bentuk pembatasan
wilayah operasional tertentu.
2) kewenangan Bank Indonesia untuk mengeluarkan
perintah kepada penyelenggara APMK untuk
melakukan atau tidak melakukan hal/kegiatan
tertentu
3) Selama ini sanksi yang dapat dikenakan oleh Bank
Indonesia terhadap pelanggaran yang dilakukan
penyelenggara APMK berupa sanksi administratif,
yaitu teguran tertulis, denda, penghentian
sementara kegiatan APMK, dan pencabutan izin
penyelenggaraan kegiatan APMK. Selain pengenaan
sanksi administratif, Bank Indonesia perlu
wewenang untuk memberikan perintah kepada
penyelenggara APMK untuk melakukan atau tidak
melakukan hal/kegiatan tertentu (cease and desist
order) yang belum diatur dalam PBI APMK 2009,
sehingga perlu diatur secara tegas.
Dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan
kebijakan-kebijakan tersebut, Bank Indonesia
melakukan pembahasan dengan industri APMK
(AKKI, Prinsipal (Visa dan Master), dan Penerbit
Kartu Kredit).
33Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
National Standard Indonesia Chip Card Specification (NSICCS) adalah standar kartu ATM/debet berbasis teknologi
chip berdasarkan standar Europay MasterCard Visa (EMV) yang dimodifikasi sesuai kebutuhan bisnis dan teknis
pelaku industri sistem pembayaran di Indonesia. Standar ini disusun bersama-sama oleh pelaku industri ATM/
debet di Indonesia dengan Bank Indonesia sebagai fasilitator. Penggunaan chip bertujuan untuk mengamankan
pemrosesan data transaksi karena chip mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data
dengan enkripsi. Selain itu pada kartu chip dapat ditambahkan berbagai macam aplikasi yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kebutuhan.
Tujuan utama dari penyusunan NSICCS adalah:
a. Menjaga interoperabilitas dari sisi teknis antara fisik kartu dengan terminal.
b. Meningkatkan keamanan sehingga dapat mengurangi terjadinya fraud sekaligus memberikan rasa aman dalam
penggunaan kartu ATM/debet untuk bertransaksi di wilayah Indonesia.
c. Meningkatkan efisiensi penyediaan layanan sistem pembayaran pada level bank, hal ini dikarenakan ketika
NSICCS diimplementasikan maka seluruh prinsipal telah menerapkan standar yang sama sehingga perbankan
tidak perlu memelihara sistem yang berbeda-beda.
Dalam penyusunan NSICCS kriteria utama yang digunakan adalah:
a. Intelektual property right pengembangan standar chip menjadi hak milik Indonesia.
b. Sesuai dengan standar internasional antara lain:
- Fisik kartu dan chip harus mengacu pada International Standard Organization (ISO) yaitu ISO 7816 untuk
contact card dan ISO 14443 untuk contactless card.
- Platform yang digunakan untuk transaksi keuangan pada umumnya mengacu pada EMV.
c. Dapat menampung berbagai fungsi untuk kepentingan tertentu dari penerbit antara lain loyalty program dan
aplikasi prepaid.
d. Dapat diimplementasikan diberbagai jenis kartu dan terminal, untuk menghindari adanya monopoli dari satu
vendor tertentu dalam penyediaan kartu dan terminal.
Sejalan dengan telah dikeluarkannya ketentuan Bank Indonesia terkait implementasi standar tersebut maka
seluruh penyelenggara kartu ATM/debet secara bertahap mulai melakukan implementasi standar kartu ATM/
debet berbasis chip sejak ketentuan berlaku sampai dengan 31 Desember 2015.
National Standard for Indonesia Chip Card SpesificationBoks 3.2
34 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
Pada 16 Januari 2012, Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution meresmikan kerjasama interkoneksi ATM Bank
Mandiri dengan BCA. Realisasi kerjasama interkoneksi tersebut merupakan mandat dari Bank Indonesia kepada
kedua bank sebagai salah satu upaya dalam mencapai sasaran interoperabilitas dalam penyelenggaraan kartu
ATM. Selain itu pelaksanaan kerjasama tersebut merupakan komitmen dari kedua bank untuk terus meningkatkan
kualitas layanan dan kenyamanan bertransaksi bagi para nasabahnya.
Bank Indonesia, perbankan dan industri sistem pembayaran akan selalu berupaya untuk mewujdkan layanan sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal. Realisasi interkoneksi ini juga bertujuan untuk menguatkan dan
memperluas jaringan ATM sehingga memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi pembayaran. Selain itu,
sinergi antara kedua bank tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri perbankan nasional dalam
menghadapi era persaingan global.
Melalui kerjasama ini, nasabah Bank Mandiri dapat bertransaksi tarik tunai, cek saldo dan transfer antar bank
melalui lebih dari 31.700 ATM yang terhubung melalui jaringan ATM PRIMA, termasuk 8.578 jaringan ATM BCA
yang telah terkoneksi dengan jaringan Cirrus yang tersebar di seluruh dunia. Atau secara total penguatan jaringan
ATM Mandiri akan mencapai lebih dari 40 ribu ATM, baik yang terhubung melalui Jaringan ATM PRIMA, Link,
maupun ATM Bersama yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebaliknya nasabah BCA maupun bank peserta Jaringan
ATM PRIMA lainnya dapat melakukan transaksi serupa di 8.993 ATM Mandiri yang telah terkoneksi ke lebih dari 21
ribu jaringan ATM Link, 30 ribu jaringan ATM Bersama dan Visa Internasional yang tersebar di seluruh dunia.
Realisasi interkoneksi ditandai dengan pelaksanaan transaksi kartu ATM Bank Mandiri dan BCA oleh Direktur
Utama Bank Mandiri dan Presiden Direktur BCA. Dalam acara tersebut turut hadir Menteri Kominfo Tifatul
Sembiring serta perwakilan dari asosiasi perbankan dan sistem pembayaran antara lain, Perbanas, Himbara,
Asbanda, Asbisindo, dan FBAI serta ASPI sebagai mitra Bank Indonesia dalam upaya mewujudkan interoperabilitas
dalam setiap aspek penyelenggaraan sistem pembayaran.
Kerjasama Interkoneksi ATM PT. Bank Mandiri denganPT. Bank Central AsiaBoks 3.3
35Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.4 Kebijakan mengenai Kegiatan Usaha Pengiriman Uang
Sebagai tindak lanjut dari amanat Pasal 89 Undang-
Undang No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, Bank
Indonesia telah melakukan hal-hal sebagai berikut :
Terkait dengan ketentuan bahwa pengaturan mengenai
“orang perseorangan atau badan usaha bukan badan
hukum yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia
sebagai penyelenggara Transfer Dana wajib berbadan
hukum Indonesia dalam waktu paling lambat 2 (dua)
tahun” Bank Indonesia telah melakukan training for
trainers (ToT) mengenai proses pengurusan badan
hukum kepada pegawai di satuan kerja terkait. Setelah
pelaksanaan ToT tersebut, Bank Indonesia melakukan
diseminasi kepada penyelenggara KUPU yang telah
memiliki izin namun belum berbadan hukum di wilayah
kerja Kantor Pusat dan beberapa Kantor Bank Indonesia.
Terkait dengan ketentuan bahwa “badan usaha yang telah
melakukan penyelenggaraan Transfer Dana dan telah
memperoleh izin dari institusi lain di luar Bank Indonesia
izinnya tetap berlaku dan diakui sebagai Penyelenggara
setelah melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia
dalam waktu paling lambat enam bulan”, Bank Indonesia
telah melakukan pembahasan dengan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian
Komunikasi dan Informatika RI.
Dari pembahasan tersebut diketahui bahwa terdapat
tiga penyelenggara pos yang telah memperoleh izin dari
Kemenkominfo untuk melakukan kegiatan transfer dana.
Selanjutnya, ketiga penyelenggara kegiatan transfer dana
tersebut telah melaporkan kegiatannya kepada Bank
Indonesia sesuai ketentuan Undang-Undang No.3 Tahun
2011.
Terkait dengan kegiatan usaha pengiriman uang, pada
periode laporan, atas dasar kerjasama antara Bank
Indonesia dengan Australian Transaction Reports and
Analysis Centre (AUSTRAC) dalam rangka Technical
Assistance, AUSTRAC menunjuk lembaga untuk
melakukan survei dalam rangka mengidentifikasi
penyelenggara KUPU yang belum berizin pada tahun
2011. Survei tersebut mengambil sampel dari dua wilayah
penyelenggara KUPU di Batam dan Pulau Jawa. Terkait
dengan hasil survei, Bank Indonesia akan melakukan
edukasi kepada penyelenggara KUPU yang belum berizin.
3.5 Kebijakan Layanan Jasa Penatausahaan Rekening Giro di Bank Indonesia
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan efisiensi
layanan kepada Pemerintah, khususnya Kementerian
Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia telah melakukan
pengembangan Sistem Bank Indonesia Government
electronic Banking (Sistem BIG-eB) dan penerapan standar
layanan sesuai dengan Standar Manajemen Mutu (SMM),
yaitu ISO 9001:2008.
Peningkatan Layanan Pengelolaan Rekening Pemerintah melalui Pengembangan Sistem BIG-eB
Sistem BIG-eB merupakan fasilitas online banking kepada
Kemenkeu sehingga Kemenkeu dapat memperoleh
informasi saldo, mutasi rekening secara real time
dan melakukan transaksi secara on-line. Fasilitas
ini disediakan oleh BI sejak tahun 2007 dan terus
dilakukan penyempurnaan sesuai kebutuhan Kemenkeu.
Perkembangan Sistem BIG-eB selama periode laporan
meliputi :
a. Penambahan kewenangan hak akses di ruang lingkup
Kemenkeu (yang sebelumnya hanya diberikan kepada
Subdit Kas Umum Negara, pada 2011 juga diberikan
kepada Subdit lainnya dalam lingkungan Direktorat
Pengelolaan Kas Negara (PKN).
b. Perubahan Transaction Code (TC) yang disediakan
oleh Kemenkeu melalui sistem BIG-eB dengan jenis
transaksi yang tertuang dalam Kesepakatan Bersama.
c. Pengembangan Sistem BIG-eB untuk mengakomodasi
kebutuhan Kemenkeu yang sedang mengembangkan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(SPAN), sehingga kedua sistem tersebut dapat saling
terhubung. SPAN merupakan suatu sistem manajemen
keuangan pemerintah yang terintegrasi. Tahapan
pengembangan sampai dengan akhir periode laporan
36 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
3.6 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran
Peningkatan Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Transfer Dana
Dengan diundangkannya UU No. 3 Tahun 2011 tentang
Transfer Dana (UU Transfer Dana) pada tanggal 23 Maret
2011, berbagai upaya sosialisasi telah dilakukan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat, baik yang
berada di Indonesia maupun di beberapa kantung TKI
seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong dan Korea Selatan.
Sosialisasi yang telah dilakukan di dalam negeri sejak
Mei 2011 adalah di Jakarta, Medan, Bali dan Manado,
Kabupaten Kudus, Banyumas, Medan, Mataram, Bandung,
Sulawesi, Maluku, Papua dan Kupang. Dalam melakukan
sosialisasi tersebut Bank Indonesia bekerjasama
dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham) dan Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) dengan mengikutsertakan
anggota DPR sebagai narasumber. Selain itu, Bank
Indonesia juga melaksanakan sosialisasi kepada Forum
Kepatuhan Perbankan, industri Perbankan, dan Kantor-
kantor Bank Indonesia. Dalam setiap acara sosialisasi,
hadir peserta yang berasal dari penyelenggara KUPU,
penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim), akademisi dan
perusahaan pos. Sosialisasi juga dilakukan terhadap TKI,
PJTKI, calon TKI dan keluarganya di tanah air.
Beberapa hal yang disampaikan dalam acara sosialisasi
adalah :
a. Undang-Undang Transfer Dana memberikan kepastian
hukum kepada pihak-pihak yang terkait dengan
pelaksanaan transfer dana dari/ke luar negeri (cross
border fund transfers) sehingga diharapkan dapat
mendorong kegiatan investasi di Indonesia.
b. Badan usaha berbadan hukum bukan Bank yang
melaksanakan kegiatan transfer dana wajib
memperoleh izin Bank Indonesia. Bank tidak perlu
memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia
karena kegiatan transfer dana merupakan salah
satu kegiatan yang dapat dilakukan bank sesuai UU
Perbankan.
adalah uji koneksi antara SPAN dengan Sistem BIG-eB.
Selanjutnya, berdasarkan Kesepakatan Bersama antara
Gubernur BI dengan Menteri Keuangan nomor
tanggal 22 Oktober 2011
untuk mengakomodasi kebutuhan Kemenkeu
dilakukan pengembangan ruang lingkup transaksi,
yang secara jangka waktu dibedakan menjadi dua
sebagai berikut:
- Jangka pendek: ruang lingkup transaksi masih
menggunakan (meng-adopt) layanan sebagaimana
BIG-eB existing, yaitu transaksi transfer dari
rekening Pemerintah di BI ke bank umum
dalam rangka Treasury Single Account (TSA) dan
pemindahbukuan antar rekening Pemerintah di BI.
- Jangka panjang: perluasan ruang lingkup layanan,
yaitu penambahan transaksi transfer dari rekening
Pemerintah di BI ke bank umum di luar TSA.
Pengembangan tahap kedua akan dilanjutkan pada tahun
2012 dan ditargetkan dapat dimplementasikan bersamaan
dengan implementasi SPAN di Kementerian Keuangan.
Penerapan Standar Manajemen Mutu
Dalam rangka mempertahankan Standar Manajemen
Mutu (SMM), telah dilakukan peningkatan kualitas layanan
kepada Kemenkeu. Sampai saat ini, ruang lingkup layanan
yang diberikan meliputi penatausahaan rekening dan
penyelesaian transaksi. Sedangkan, ruang lingkup layanan
yang diberikan kepada perbankan adalah penatausahaan
rekening giro bank dalam valuta asing. Adapun sasaran
mutu peningkatan kualitas layanan diharapkan dapat
memberikan nilai tambah bagi Pemerintah sebagai
stakeholder utama. Sasaran mutu yang telah ditetapkan
telah dilakukan review sesuai dengan perubahan proses
bisnis, baik di Kemenkeu maupun Bank Indonesia.
Pada Juni dan Desember 2011, auditor eksternal telah
melakukan surveillance untuk menilai implementasi SMM
di DASP dan menyatakan bahwa layanan yang diberikan
oleh DASP masih sesuai dengan SMM sehingga sertifikasi
ISO-9001:2008 masih dapat dipertahankan.
BI 13/1/DASP NK 1/PB/2011
37Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
c. Pemantauan (oversight) terhadap penyelengara
transfer dana, baik yang berupa bank maupun non
bank, dilakukan oleh Bank Indonesia.
d. Penerapan prinsip mengenali nasabah (Know Your
Customer) dalam pengisian perintah transfer dana.
e. Tata cara pengaksepan suatu perintah transfer dana,
yaitu pengaksepan dilakukan apabila perintah transfer
dana telah memuat informasi lengkap, dana cukup,
telah dilakukan otentikasi, dan perintah transfer dana
telah sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
f. Hal-hal lainnya yang disosialisasikan antara lain
mengenai:
- Saat dimulai dan berakhirnya kegiatan Transfer
Dana.
- Pelaksanaan transfer dana, hak dan kewajiban para
pihak dalam Transfer Dana.
- Ketentuan mengenai pengembalian dana karena
keadaan memaksa, beku/cabut izin usaha, atau
putusan pengadilan.
- Ketentuan mengenai pembatalan dan perubahan
perintah transfer dana.
- Keterlambatan dan kekeliruan transfer dana.
- Pengakuan informasi/dokumen sebagai alat bukti
yang sah, sejalan dengan pengaturan dalam UU
Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Sanksi Administratif dan sanksi pidana, termasuk
pengenaan sanksi pidana kepada korporasi.
- Pengecualian rahasia bank untuk konfirmasi
transfer dana secara elektronik
- Penyerahan unclaimed funds kepada Balai Harta
Peninggalan (BHP), dalam hal pengirim dan
penerima menyampaikan/ menerima dana secara
tunai.
- Hak mengenakan biaya transfer dana dan
kewajiban memberikan informasi biaya.
- Penghitungan kompensasi bunga untuk
penyelenggara transfer dana syariah dilakukan
dengan mengikuti prinsip syariah.
Dalam rangka menindaklanjuti UU Transfer Dana, yang
memberikan amanat pengaturan lebih lanjut dalam
bentuk PBI, Bank Indonesia melakukan diskusi dengan
BHP terkait dengan ketentuan yang mengatur bahwa
“Dalam hal Pengirim Asal tidak diketahui keberadaannya
dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, dana hasil transfer
tersebut diserahkan oleh Penyelenggara Pengirim
Asal kepada BHP sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”.
Diskusi tersebut dilakukan untuk mengetahui mekanisme
pengalihan dana tunai yang tidak bertuan (unclaimed
funds) dari para penyelenggara kepada BHP untuk
dituangkan dalam konsep PBI Transfer Dana. Secara garis
besar, hasil diskusi tersebut sbb. :
a. Secara umum mekanisme penyerahan harta kepada
BHP tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Namun demikian, terdapat wacana pengaturan
unclaimed funds diserahkan kepada BHP untuk
dikelola tanpa melalui penetapan Pengadilan. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan efisiensi waktu dan
biaya, serta pengaturan unclaimed funds didasarkan
pada UU Transfer Dana sehingga terdapat wacana
pengaturan unclaimed funds yang berbeda dengan
mekanisme yang diatur dalam KUHPerdata.
b. Materi pengaturan dalam PBI akan mencakup
mekanisme teknis penyerahan unclaimed funds
kepada BHP. Mekanisme pengelolaan dan pencairan
unclaimed funds dilakukan mengacu pada ketentuan
terkait dari Kementerian Hukum dan HAM. Dalam
kaitan ini, Bank Indonesia berkoordinasi dengan
Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum agar dapat
menindaklanjuti pengaturan UU Transfer Dana dengan
menyusun ketentuan pengelolaan unclaimed funds
oleh BHP.
c. Materi lain yang akan diatur dalam PBI terkait dengan
tata cara penyerahan unclaimed funds sebagai berikut:
- Penyerahan unclaimed funds dapat dilakukan
kepada kantor BHP yang terdekat dengan lokasi
Penyelenggara Pengirim Asal;
- Penyerahan dapat dilakukan secara tunai atau
melalui transfer; dan
38 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 3 Kebijakan Sistem Pembayaran
- Penyerahan harus disertai dengan berita acara
penyerahan yang dilampiri dengan dokumen antara
lain fotokopi identitas Pengirim Asal dan fotokopi
identitas pejabat Penyelenggara Penerima Asal.
Dilihat dari sisi materi, terdapat beberapa hal penting
yang perlu diatur dalam PBI, antara lain :
a. Definisi mengenai transfer dana, dana (tunai dan non
tunai), perintah transfer dana dan penyelenggara
transfer dana.
b. Prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan transfer dana
seperti:
- Pengecualian terhadap prinsip zero hour rules;
- Pembayaran atau penyelesaian pembayaran
bersifat final (finality of payment/finality of
settlement);
- Penyerahan terhadap pembayaran (delivery versus
payment); dan
- Membayar bunga atau kompensasi atas use of
funds.
Penyusunaan Peraturan Bank Indonesia mengenai Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dan bagi Lembaga Selain Bank
Sejak diundangkannya UU No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (UU PP TPPU), salah satu materi pengaturan
dalam UU tersebut yang terkait dengan Bank Indonesia,
khususnya di bidang sistem pembayaran adalah ketentuan
bahwa penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP)
merupakan pihak pelapor menurut dalam UU PP TPPU
tersebut.
Terkait dengan rencana penyusunan ketentuan APU
dan PPT bagi PJSP secara garis besar hal-hal yang akan
diatur dalam ketentuan tersebut meliputi ruang lingkup,
tanggung jawab direksi dan komisaris, kebijakan dan
prosedur, pengendalian internal, sumber daya manusia,
tipping off, pengawasan dan sanksi. Isi pengaturan
kurang lebih akan sama dengan ketentuan mengenai
penerapan prinsip pengguna jasa lainnya, dimana titik
berat akan ada pada prosedur yang harus dilakukan oleh
PJSP mengenai pengguna jasa dalam penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran yang dilakukannya. Prosedur
ini sebagian besar akan dituangkan dalam mekanisme
pelaksanaan Customer Due Dilligence (CDD) dan Enhanced
Due Dilligence (EDD), yang antara lain akan mencakup
proses identifikasi, verifikasi dan pemantauan terhadap
pengguna jasa.
Pada akhir tahun 2011, proses penyusunan ketentuan
APU dan PPT bagi PJSP telah memasuki tahap finalisasi
dan diharapkan pada triwulan pertama tahun 2012
ketentuan tersebut dapat diterbitkan dan diatur mengenai
masa transisi pemberlakuannya untuk memberikan
kesempatan yang cukup kepada PJSP untuk mempelajari
ketentuan tersebut dan melakukan persiapan untuk
melaksanakannya.
39Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Bab 4Pengawasan Sistem Pembayaran
40 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran berwenang untuk melakukan pengawasan, selain melakukan pengaturan dan perizinan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.
Obyek pengawasan sistem pembayaran meliputi sistem yang dikategorikan sebagai SIPS maupun yang non SIPS. Sistem pembayaran yang dikategorikan sebagai SIPS adalah Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Adapun sistem pembayaran yang non-SIPS meliputi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), Uang Elektronik dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Ruang lingkup pengawasan Sistem Pembayaran menitikberatkan pada aspek keamanan, keandalan, efisiensi dan perlindungan konsumen.
41Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
4.1 Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
Berdasarkan hasil pengawasan selama periode laporan,
keandalan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS terjaga dengan
baik terlihat dari ketersediaan atau tingkat availability
Sistem BI-RTGS yang memenuhi service level yang telah
ditetapkan oleh Penyelenggara. Terjaganya ketersediaan
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS selama tahun 2011 tidak
terlepas dari keandalan sistem utama BI-RTGS dan BI-
SSSS serta tersedianya infrastruktur back up system yang
dapat menggantikan setiap saat bila terjadi gangguan
pada sistem utama. Terkait dengan kesinambungan dan
kesiapan back up system tersebut, dari hasil pengawasan
selama periode laporan telah dilakukan uji coba secara
berkala terhadap back up system.
Dari sisi waktu penyelenggaraan, selama periode laporan
terdapat beberapa kali perpanjangan waktu operasional
baik untuk Sistem BI-RTGS maupun BI-SSSS. Permintaan
perpanjangan waktu ini karena adanya permintaan
dari peserta BI-RTGS dan BI-SSSS yang sebagian besar
disebabkan adanya gangguan pada sistem internal
peserta. Meskipun terdapat beberapa kali perpanjangan
window time, jumlah waktu perpanjangan yang diminta
oleh peserta masih dalam batas toleransi yang ditetapkan
oleh penyelenggara.
Selama tahun 2011, pengelolaan likuiditas oleh peserta
pada Sistem BI-RTGS juga berjalan dengan baik dan
lancar ditandai dengan terpenuhinya target throughput
guideline oleh hampir semua kelompok peserta.
Walaupun tidak semua kelompok peserta memenuhi
Throughput guideline tersebut namun hal ini tidak sampai
mempengaruhi kelancaran sistem pembayaran pada
umumnya. Throughput guideline adalah suatu target yang
diharapkan peserta dapat menyelesaikan transaksi melalui
Sistem BI-RTGS dengan pola distribusi sebagai berikut:
- 30% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan
sebelum pukul 10.30 WIB;
- 30% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan
antara pukul 10.30 sampai dengan 14.30 WIB; dan
- 40% dari total nilai transaksi per hari diselesaikan
antara jam 14.30 sampai dengan 16.30 WIB.
Dengan mengikuti guideline tersebut diharapkan
transaksi-transaksi dari para peserta tidak menumpuk
pada akhir hari.
Pengawasan terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Penyelenggaraan SKNBI secara umum sampai dengan
akhir periode laporan juga berjalan dengan baik dan
lancar. Terdapat perpanjangan waktu layanan sebesar
0,81% dari total waktu operasional normal, namun hal
tersebut tidak mengganggu penyelenggaraan SKNBI
secara keseluruhan. Sama halnya dengan Sistem BI-
RTGS, untuk menjaga kelancaran operasional SKNBI,
Bank Indonesia juga memiliki prosedur contingency yang
didukung dengan infrastruktur back up yang andal.
Selama tahun 2011, pengelolaan likuiditas oleh peserta
SKNBI juga berjalan dengan baik antara lain dapat dilihat
dari kecukupan prefund (baik cash maupun collateral)
oleh bank peserta sebagai syarat untuk dapat mengikuti
42 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
kliring, sehingga selama periode laporan tidak terdapat
peserta yang tidak bisa mengikuti kliring.
Total prefund kliring debet dan kliring kredit yang
disediakan peserta sampai dengan bulan Desember 2011
mencapai Rp3.909 triliun dengan total nilai transaksi
sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar Rp1.970
triliun. Dengan demikian rata-rata penggunaan prefund
sampai dengan bulan Desember 2011 adalah 50,5%
dengan penggunaan terendah 46% yang terjadi pada
bulan November 2011 dan tertinggi 56,1% yang terjadi
pada bulan Agustus 2011.
4.2 Pengawasan Sistem Pembayaran di Luar Bank Indonesia
Pengawasan terhadap Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)
Penyelenggaraan Kartu Kredit
Pada periode laporan, terdapat permasalahan terkait
kegiatan penagihan (collection) kartu kredit yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Atas terjadinya permasalahan tersebut
Bank Indonesia telah mengirimkan surat kepada seluruh
penerbit yang isinya mengingatkan mengenai prinsip-
prinsip penagihan yang sesuai ketentuan Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga telah melakukan on site visit ke 12
bank penerbit untuk memastikan kepatuhan penerbit
terhadap ketentuan mengenai APMK yang berlaku
termasuk pemenuhan terhadap aspek perlindungan
nasabah.
Berdasarkan hasil monitoring terhadap laporan bank
penerbit kartu kredit selama tahun 2011, jumlah kasus
fraud selama tahun 2011 adalah sebanyak 7.826 kasus
dengan nilai kerugian sebesar Rp 33,3 miliar. Jumlah
kasus dan nilai kerugian selama tahun 2011 ini menurun
sebanyak 5% dan 18% dibandingkan tahun 2010.
Penurunan fraud yang signifikan adalah terkait pemalsuan
kartu. Semenjak diimplementasikannya chip pada
kartu kredit, fraud jenis pemalsuan kartu setiap tahun
mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 13,9%
atau sejumlah 477 kasus dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun fraud pemalsuan kartu mengalami penurunan,
namun terjadi peningkatan pada fraud pencurian identitas.
Sehubungan dengan pergeseran jenis fraud tersebut,
Bank Indonesia telah menginformasikan kepada seluruh
penerbit kartu kredit.
Penyelenggaraan Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet
Berdasarkan hasil monitoring laporan yang disampaikan
oleh seluruh penerbit selama tahun 2011, fraud kartu
ATM/Debet mengalami penurunan nilai kerugian sebesar
Rp 15,1 miliar dibandingkan dengan tahun 2010. Hal ini
seiring dengan penurunan jumlah kasus fraud yang juga
menurun sebanyak 8.391 kasus. Selama periode laporan,
total kerugian yang disebabkan oleh fraud adalah sebesar
Rp 2,38 miliar yang berasal dari 15.789 kasus. Secara
nominal kerugian terbesar berasal dari kartu palsu yaitu
sebesar Rp 945,5 juta. Sedangkan dari sisi jumlah kasus
fraud terbanyak berasal dari fraud jenis kartu hilang atau
di curi dengan nilai kerugian 225 juta yang berasal dari
10.059 kasus.
Selanjutnya terkait implementasi teknologi chip dan
penggunaan personal identification number (PIN) paling
kurang enam digit, Bank Indonesia telah melakukan
monitoring kesiapan dari masing-masing penerbit melalui
laporan bulanan dan triwulanan yang disampaikan oleh
para penerbit kartu ATM/Debet.
Pengawasan terhadap Uang Elektronik
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh 11 penerbit
uang elektronik sampai dengan akhir periode laporan,
tercatat jumlah instrumen yang diterbitkan sebanyak 14,3
juta. Volume transaksi uang elektronik sampai dengan
akhir periode laporan sebanyak 41,06 juta dengan nilai
transaksi sebesar Rp981,3 miliar. Jumlah merchant uang
elektronik sampai dengan akhir Desember 2011 sebanyak
9.001 dengan 59.949 terminal. Dana float yang tersimpan
di instrumen pada periode laporan sebesar Rp 133 miliar.
Selama periode laporan, telah dilakukan on site visit
kepada satu penerbit uang elektronik, dengan tujuan
43Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
mengevaluasi kepatuhan penyelenggaraan uang
elektronik terhadap ketentuan Bank Indonesia yaitu
Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 tentang
Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran
Bank Indonesia No.11/11/DASP perihal Uang Elektronik
(Electronic Money). Berdasarkan hasil on site visit, secara
umum operasional penyelenggaraan uang elektronik
telah mematuhi ketentuan Bank Indonesia, namun masih
terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan
seperti aspek transparansi produk dan aspek penanganan
keluhan nasabah.
Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU)
Selama tahun 2011, telah dilakukan on site visit kepada
dua penyelenggara KUPU di wilayah kantor pusat Bank
Indonesia untuk memastikan kepatuhan penyelenggara
KUPU terhadap ketentuan yang berlaku. Dari hasil on site
visit tersebut, secara umum operasional penyelenggaraan
KUPU sudah berjalan sesuai ketentuan. Namun demikian
masih terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapat
perhatian dan harus ditingkatkan dari penyelenggara
KUPU seperti aspek pengenalan nasabah, transparansi
dan perlindungan konsumen.
44 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 4 Pengawasan Sistem Pembayaran
Halaman ini sengaja dikosongkan
45Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
Bab 5 Arah Kebijakan dan Pengembangan SistemPembayaran ke Depan
46 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
Arah kebijakan dan pengembangan sistem pembayaran ke depan, akan difokuskan pada upaya peningkatan keamanan dan keandalan sistem pembayaran melalui penerapan mitigasi risiko, penguatan kerangka hukum, penguatan pengawasan, serta peningkatan peran industri sistem pembayaran nasional. Dalam rangka peningkatan efisiensi penyelenggaraan sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia terus berupaya mendorong terciptanya interoperabilitas dan interkoneksi di antara berbagai penyelenggara sistem pembayaran. Selain itu, peningkatan perlindungan konsumen tetap menjadi concern Bank Indonesia dalam penyelenggaraan sistem pembayaran.
Arah kebijakan sistem pembayaran ke depan tersebut dilakukan antara lain dengan melanjutkan pengembangan BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II, implementasi Kartu ATM/Debet berbasis chip, secara bertahap, pengembangan Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG), persiapan standardisasi uang elektronik untuk mewujudkan interoperabilitas dalam penyelenggaraan uang elektronik serta persiapan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
47Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
5.1 Penyempurnaan Blueprint Sistem Pembayaran Nasional Dalam Rangka Persiapan MEA
Sejalan dengan peningkatan perekonomian Indonesia
yang tercermin dari peningkatan volume transaksi dan
nilainya baik dalam pasar keuangan maupun pasar modal
yang semakin berkembang, maka kebutuhan sistem
pembayaran dan setelmen nasional yang andal serta
efisien semakin meningkat. Selain itu, perkembangan
teknologi informasi yang semakin pesat juga mendorong
munculnya berbagai inovasi produk dan layanan sistem
pembayaran dan setelmen di Indonesia.
Blueprint Sistem Pembayaran Nasional (Blueprint SPN)
disusun sebagai arah kebijakan untuk mewujudkan sistem
pembayaran dan setelmen yang efisien, cepat, aman
dan andal. Blueprint SPN yang diterbitkan pada tahun
1995 disempurnakan pada tahun 2004 dalam rangka
terus mengupayakan terciptanya sistem pembayaran dan
setelmen yang lebih efisien, cepat, aman dan andal dalam
mendukung perkembangan perekonomian dan sistem
keuangan Indonesia.
Penyempurnaan Blueprint SPN dilakukan kembali dalam
rangka merespon kebutuhan masyarakat yang semakin
kompleks di masa yang akan datang. Selain itu, industri
pembayaran Indonesia yang berkembang pesat dalam
tujuh tahun terakhir, baik yang dipicu oleh faktor internal
(dari sisi Bank Indonesia, industri dan konsumen)
maupun faktor ekternal (globalisasi dan integrasi Sistem
Pembayaran), juga perlu diakomodasi dan diselaraskan
dengan Blueprint SPN ke depan.
Salah satu faktor eksternal yang perlu mendapat
perhatian Bank Indonesia adalah integrasi ekonomi ASEAN
melalui pembentukan MEA 2015. Dalam menyongsong
pembentukan MEA 2015, Bank Indonesia telah menyusun
Blueprint Sistem Pembayaran Nasional (SPN) dalam
menghadapi persaingan dengan sistem pembayaran
negara ASEAN lainnya dan mengantisipasi kebutuhan
interkoneksi dengan sistem pembayaran dan setelmen
negara ASEAN. Untuk itu, penyusunan Blueprint SPN
dilakukan dengan memetakan kondisi sistem pembayaran
dan setelmen Indonesia saat ini, melihat tren sistem
pembayaran, menganalisa isu-isu strategis dari sisi
kebijakan, kerangka hukum, kelembagaan, instrumen, dan
infrastruktur/mekanisme.
Untuk sistem pembayaran nilai besar, isu-isu strategis
yang mengemuka adalah:
- perlunya peningkatan efisiensi, kecepatan, keamanan
dan keandalan dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran dan setelmen;
- perlu adanya national central securities depositories,
penggunaan central bank money, serta pemenuhan
international standards.
Sedangkan untuk sistem pembayaran ritel, isu-isu strategis
yang muncul adalah kebutuhan peningkatan efisiensi
nasional terkait dengan interoperabilitas, perkembangan
berbagai delivery channel yang relatif baru, perlunya
peningkatan peran industri dalam menciptakan sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal,
koordinasi antar otoritas, serta perlunya peningkatan daya
saing penyelenggara sistem pembayaran domestik.
Berdasarkan analisa terhadap kondisi saat ini, arah
kebijakan pengembangan sistem pembayaran dan
48 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
setelmen disusun dengan mengutamakan kebutuhan
pasar Indonesia (market driven policy), melindungi
kepentingan nasional (termasuk didalamnya perlindungan
konsumen) dengan melibatkan industri, mengantisipasi
kebutuhan interoperabilitas dan memanfaatkan teknologi
telekomunikasi. Selain itu, arah kebijakan juga ditujukan
untuk mendorong perluasan akses masyarakat terhadap
layanan jasa sistem pembayaran melalui pengembangan
jaringan penyelenggaraan sistem pembayaran
domestik. Langkah kongkrit dari pelaksanaan kebijakan
pengembangan sistem pembayaran dan setelmen
nasional tersebut akan dijabarkan dalam rencana kerja
Bank Indonesia, termasuk kegiatan konsultasi industri
baik melalui Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia
(ASPI) maupun stakeholder sistem pembayaran Indonesia
lainnya.
5.2 Roadmap Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelmen ASEAN
ASEAN Working Committee on Payment and Settlement
Systems (WC-PSS) merupakan bagian dari ASEAN Process
untuk sub area sistem pembayaran dan setelmen yang
dibentuk dalam ASEAN Central Banks Deputy Governors’
Meeting (ACDM) pada April 2010. WC-PSS tersebut
bertugas menyiapkan sistem pembayaran dan setelmen
negara-negara anggota ASEAN guna dapat memfasilitasi
implementasi MEA 2015. Kegiatan penyiapan oleh WC-PSS
dilakukan melalui penyusunan kajian dan rekomendasi
kebijakan baik untuk pengembangan sistem pembayaran
dan setelmen di ASEAN maupun untuk koordinasi dalam
rangka harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di
ASEAN.
Sesuai amanat pembentukannya, WC-PSS telah
menghasilkan kajian pada lima bidang yang disepakati
yaitu kajian mengenai pengembangan/penyelenggaraan
cross border trade settlement, cross border money
remittance, cross border retail payment, cross border
capital market settlement, dan standardization in payment
& settlement systems. Berdasarkan hasil kajian tersebut,
WC-PSS menyusun rekomendasi untuk pengembangan
sistem pembayaran dan setelmen di ASEAN yang dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu:
Jangka Pendek (2012 – 2013): Standardisasi
Penerapan standar dalam sistem pembayaran dan
setelmen merupakan salah satu isu penting dalam
kajian WC-PSS. Standar internasional telah diterapkan di
beberapa area sistem pembayaran dan setelmen, namun
di beberapa kawasan lainnya masih perlu dilakukan
identifikasi untuk menentukan standard maupun best
practices yang dapat dijadikan acuan. Salah satu poin
penting dalam studi mengenai standardisasi adalah
perlunya mendorong negara-negara ASEAN untuk
menerapkan ISO 20022 yang merupakan standar untuk
struktur message dalam pelaksanaan transaksi keuangan
secara elektronis. Penerapan ISO 20022 diharapkan dapat
mendukung tercapainya integrasi sistem keuangan di
kawasan ASEAN.
Selain standardisasi, rekomendasi dalam pengembangan
dan harmonisasi sistem pembayaran dan setelmen di
ASEAN juga meliputi (i) peningkatan transparansi biaya
bank (seperti kurs mata uang dan biaya administrasi
bank) yang diharapkan dapat mengurangi biaya
transaksi perdagangan intra ASEAN terutama transaksi
yang berhubungan dengan mata uang asing. Dengan
adanya keterbukaan informasi dan persaingan yang
semakin luas di antara perbankan, biaya transaksi yang
menggunakan mata uang lokal akan menjadi lebih
murah; (ii) kebijakan untuk mendorong penggunaan
jasa remitansi formal serta peningkatan transparansi
biaya remitansi untuk meningkatkan perlindungan
kepada konsumen, antara lain melalui dorongan dari
bank sentral kepada penyedia jasa keuangan non bank
formal untuk dapat menjangkau daerah pedesaan dan
masyarakat yang belum menggunakan jasa perbankan;
(iii) mendorong penggunaan standar internasional atau
standar bersama dalam sistem pembayaran ritel yang
memungkinkan tercapainya interoperabilitas antara
berbagai sistem pembayaran ritel yang telah ada di
kawasan. Selanjutnya, untuk meningkatkan efisiensi dan
memperluas penggunaan instrumen pembayaran non
tunai, bank sentral dapat memfasilitasi pengembangan
common-used instruments di tingkat regional. Selain itu,
joint research juga dapat dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan inisiatif pengembangan
49Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
sistem pembayaran ritel di kawasan ASEAN; (iv)
penerapan standar internasional yang memungkinkan
penyelenggaraan straight through processing (STP) untuk
setelmen surat berharga baik di tingkat domestik maupun
lintas batas negara serta memperkenalkan usaha mitigasi
risiko seperti delivery versus payment dan payment
versus payment jika belum diterapkan di pasar keuangan
domestik di ASEAN.
Jangka Menengah (2014 – 2015): Pengembangan
Infrastruktur dan Prasarana
Dalam jangka menengah, ketika ASEAN diharapkan telah
mencapai suatu tingkatan penerapan standardisasi,
negara-negara anggota ASEAN dapat melakukan
pengembangan sistem pembayaran dan setelmen
lebih lanjut. Inisiatif pengembangan termasuk dengan
membangun atau memanfaatkan jaringan yang sudah ada
(misalnya Asian Payment Network/APN). Rekomendasi
pengembangan jangka menengah untuk kawasan cross
border trade settlement adalah untuk mempelajari
mekanisme pencapaian T + 1 dalam transfer dana lintas
batas negara. Selain itu, direkomendasikan juga untuk
mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi
perdagangan antar negara ASEAN 5. Rekomendasi
untuk kawasan cross border money remittance adalah
untuk menjajagi kemungkinan pengembangan jaringan
sistem pembayaran regional yang telah ada (APN) untuk
mengakomodasi kebutuhan remitansi serta memperluas
jangkauannya. Selanjutnya, untuk kawasan cross border
retail payment systems, rekomendasi yang diberikan
adalah untuk mendorong perluasan produk yang dilayani
oleh jaringan sistem pembayaran regional, bukan hanya
untuk transaksi penarikan tunai menggunakan kartu ATM,
melainkan juga untuk kartu debit dan kartu kredit, serta
remitansi. Untuk kawasan cross border capital market
settlement, rekomendasinya adalah agar WC-PSS bekerja
sama dengan ASEAN Capital Market Forum (ACMF) dan
WC-Capital Market Development untuk mengkaji berbagai
kemungkinan pengembangan infrastruktur sistem
pembayaran regional guna mendukung setelmen pasar
modal.
Jangka Panjang (Setelah 2015): Mengkaji Kemungkinan
Pengembangan Linkages antara berbagai Sistem
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah
pengembangan “same day settlement” transfer dana
lintas negara. Tujuan jangka panjang ini memerlukan
linkages antara berbagai sistem pembayaran di kawasan
ASEAN, baik untuk sistem pembayaran ritel, setelmen
transaksi perdagangan, atau untuk remitansi. Pada tahap
ini, kawasan ASEAN diharapkan telah mengembangkan
atau membangun sistem pembayaran yang memiliki
interoperabilitas melalui penerapan standar yang sama.
Dalam kaitan ini tugas WC-PSS adalah menentukan
jenis linkages yang akan dibangun oleh negara-negara
ASEAN untuk masing-masing kawasan. Sebagai contoh,
kepesertaan beberapa negara pada Continous Link
Settlement (CLS) yang dapat memitigasi risiko foreign
exchange (FX). Linkages lainnya dapat berupa hubungan
antara Automated Clearing House (ACH), RTGS, atau
infrastruktur sistem keuangan lainnya.
5.3 Roadmap Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sistem Pembayaran Ritel
Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian mengenai konsep
pengembangan NPG, Bank Indonesia membentuk
Forum Group Discussion (FGD) NPG yang beranggotakan
perwakilan industri sistem pembayaran yang berasal dari
perbankan. FGD tersebut bertugas menyusun kesepakatan
model bisnis dan teknis pengembangan NPG yang sesuai
dengan kebutuhan industri sistem pembayaran. Dalam
perjalanannya, pembahasan FGD NPG dikoordinasikan
oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan
agar lebih fokus dalam melakukan pembahasan, dibentuk
working group dengan pengelompokan sebagai berikut :
WG Tugas Pokok
Kelompok A Kelembagaan dan Kepemilikan Institusi NPG
Kelompok B Model NPG yang akan dikembangkan (teknis dan bisnis)
Kelompok C Tahapan Implementasi NPG
50 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
Pada tahap awal, pembahasan difokuskan pada
penentuan model NPG bagi penyelenggaraan sistem
pembayaran ritel dan elektronis dan telah disepakati
oleh industri perlunya masukan para prinsipal domestik
terhadap konsep pengembangan NPG. Hal tersebut
mengingat terdapat kemungkinan perubahan pada aspek
bisnis dan layanan yang disediakan oleh prinsipal.
Pembahasan mengenai NPG selanjutnya difokuskan pada
fungsi NPG dalam transaksi domestik dan cross border,
dengan prioritas pembahasan pada transaksi domestik.
Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan aktivitas
sistem pembayaran Indonesia saat ini didominasi oleh
transaksi domestik. Pembahasan tersebut dibagi dalam
tiga besaran, yaitu pembahasan transaksi kartu ATM/
Debet, kartu kredit dan transaksi uang elektronik.
Dalam pembahasan, terdapat usulan dari industri antara
lain :
a. Bank Indonesia mensosialisasikan road map
pengembangan NPG kepada industri untuk
menyesuaikan rencana bisnisnya.
b. Perlunya multiple NPG dengan pertimbangan dapat
berfungsi sebagai back up satu dan lainnya dan untuk
menghindari terjadinya monopoli.
c. Proses dan model bisnis penyelenggaraan transaksi
kartu ATM/Debet, kartu kredit dan transaksi uang
elektronik.
Bank Indonesia melihat bahwa institusi penyelenggara
NPG harus memiliki syarat tertentu mengingat peran yang
sangat penting dalam penyelenggaraan transaksi ritel
dan elektronis di Indonesia. Untuk itu dilakukan kajian
mengenai persyaratan institusi yang akan menjalankan
fungsi NPG yang paling tidak mencakup hal-hal sebagai
berikut :
a. Berbadan hukum Indonesia.
b. Memiliki kompetensi untuk mengintegrasikan
semua jenis teknologi dalam “industri pembayaran
elektronik”, baik di sisi front end, middle end, maupun
back end.
c. Memiliki kompetensi untuk mengintegrasikan
transaksi dengan database transaksi bank sentral
untuk kepentingan kliring dan setelmen.
d. Memiliki kompetensi untuk memproses transaksi
dalam waktu seketika dan/atau singkat serta terukur
sesuai kebutuhan pengguna dan/atau masing-masing
jenis transaksi dan/atau sesuai dengan Service Level
Agreement yang disepakati.
e. Menerapkan prinsip pengamanan berlapis dengan
teknologi pengamanan terkini.
f. Mampu menyediakan billing system yang transparan
bagi seluruh pihak yang menggunakan layanannya.
g. Mampu memastikan penerapan seluruh aspek
governance dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran.
Dalam rangka pengembangan NPG, kegiatan yang akan
dilakukan adalah penetapan model bisnis dan teknis
yang disepakati pelaku industri, penetapan bentuk
kelembagaan dan kepemilikan institusi NPG, penyiapan
tahapan implementasi dan prasyarat pembentukan
institusi NPG, implementasi NPG secara bertahap,
implementasi dan operasional NPG secara penuh.
5.4 Standardisasi Uang Elektronik untuk mewujudkan Interoperabilitas dalam penyelenggaraan Uang Elektronik
Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang
efisien, cepat, aman, dan andal, Bank Indonesia antara
lain melakukan penyusunan standar agar terjadi
interoperabilitas uang elektronik. Pada tahap awal,
interoperabilitas uang elektronik akan dilakukan terlebih
dahulu di sektor transportasi dengan pertimbangan
bahwa sektor transportasi merupakan sektor strategis
untuk meningkatkan penetrasi pasar uang elektronik,
mengingat transaksi pembayaran di sektor ini sangat
sesuai dengan karakteristik penggunaan uang elektronik
yang ditujukan untuk pembayaran transaksi yang bernilai
kecil dengan volume transaksi tinggi/digunakan masal,
dan dilakukan secara berulang (reguler). Untuk tahap
berikutnya, interoperabilitas uang elektronik akan
dilakukan di sektor ritel untuk transaksi pembelanjaan.
Dalam periode laporan, tahapan kegiatan yang dilakukan
untuk mewujudkan standardisasi dalam rangka
51Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
interoperabilitas uang elektronik tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Pertemuan dengan stakeholders, dalam hal ini
otoritas terkait, pelaku industri, dan beberapa
operator, membahas rencana pengembangan standar
uang elektronik, pihak-pihak yang terlibat dalam
proses pengembangan standar, dan konsep struktur
organisasi pengembang standar uang elektronik.
b. Penjajagan dan persiapan pengadaan konsultan
pengembangan standar uang elektronik.
c. Diskusi dan konsultansi dengan pihak-pihak yang
berpengalaman dalam pengembangan uang
elektronik.
Adapun fokus pengembangan interoperabilitas uang
elektronik adalah meningkatkan koordinasi dengan
otoritas terkait, disamping terus melanjutkan fasilitasi
pihak industri. Koordinasi dengan otoritas terkait
terutama dilakukan agar pengembangan standar uang
elektronik dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan
dapat diterima dengan dukungan dari berbagai pihak.
Sementara itu, keterlibatan pihak industri ditandai dengan
dialihkannya kegiatan fasilitasi pengembangan uang
elektronik oleh Bank Indonesia kepada ASPI dengan fokus
kegiatan dalam periode laporan yaitu:
a. pembentukan working group (WG) uang elektronik
yang terdiri dari Komite E-Money dalam ASPI beserta
Bank penerbit dan calon penerbit uang elektronik;
b. menyiapkan rencana implementasi prototype uang
elektronik di sektor transportasi (model KCJ); dan
c. menyiapkan proses penyusunan standar uang
elektronik untuk program kerja tahun 2012.
Sejalan dengan hal tersebut, dilakukan pilot project
interoperabilitas uang elektronik dengan sistem
e-ticketing dengan PT. Kereta Commuter Jabodetabek
(KCJ). Hal ini dilakukan sebagai upaya jangka pendek agar
manfaat interoperabilitas uang elektronik dapat segera
dirasakan oleh stakeholders sehingga akan mendorong
penggunaan uang elektronik oleh masyarakat.
Pada perkembangannya, penyusunan standar uang
elektronik Indonesia dapat mengadopsi standar
uang elektronik yang sudah berlaku secara global
atau memodifikasi standar global tersebut seperti
halnya NSICCS pada standar kartu ATM/debet. Dalam
standardisasi uang elektronik, selain aspek teknis,
perlu disepakati pula aspek bisnis untuk mendukung
pelaksanaan interoperabilitas uang elektronik, mengingat
kesepakatan aspek teknis tidak akan berjalan tanpa
disertai kesepakatan aspek bisnis.
Arah pengembangan dalam mewujudkan interoperabilitas
penyelenggaraan uang elektronik akan dilakukan dengan
kegiatan yang meliputi penyusunan model bisnis antar
pihak terkait dalam penyelenggaraan, penyusunan kajian
potensi pengembangan uang elektronik di beberapa kota,
penyiapan lembaga pendukung yang akan mengelola
standar baik teknis maupun bisnis, pengujian standar,
pemetaan kesiapan industri beserta seluruh perangkat
yang diperlukan, implementasi standar uang elektronik
secara bertahap, dan implementasi standar uang
elektronik secara penuh.
52 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
Koordinasi dengan otoritas terkait dilakukan antara Bank Indonesia dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-4). Dalam rangka koordinasi tersebut, Gubernur Bank Indonesia telah menandatangani Kesepakatan Bersama dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada 14 November 2011 tentang Penyusunan Kebijakan dan Standar Interkoneksi dan Interoperabilitas Uang Elektronik di Sektor Transportasi.
Di samping itu, masing-masing instansi sesuai dengan kewenangannya akan menyusun kebijakan dan standar interoperabilitas uang elektronik untuk mendukung penggunaan uang elektronik di sektor transportasi publik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pada waktunya, apabila standar uang elektronik selesai disusun dan siap untuk diimplementasikan, industri wajib menggunakan standar tersebut agar saling interoperable.
Pembahasan mengenai standar uang elektronik juga dilakukan di Kemenkominfo utamanya terkait dengan penyusunan standar spesifikasi teknis dasar teknologi informasi untuk kartu cerdas nirkontak (contactless smart card). Sesuai kesepakatan, untuk grand design standar uang elektronik akan dikoordinasikan Bank Indonesia mengingat adanya nilai uang yang terkandung dalam uang elektronik. Untuk menghindari terjadinya duplikasi dalam pengembangan standar uang elektronik, Bank Indonesia senantiasa melakukan koordinasi dengan Kemenkominfo.
Sebagai tindak lanjut Kesepakatan Bersama, telah pula dilakukan beberapa kali pertemuan antara Bank Indonesia dengan Kemenhub dan Kemenkominfo, untuk membahas rencana pembentukan tim kerja gabungan dan rencana kegiatan dalam tiga tahun ke depan.
Pembahasan dengan pihak Kemenhub dilakukan untuk membahas kebutuhan e-ticketing di sektor transportasi yang dirasakan cukup mendesak. Hal tersebut dilakukan terkait dengan pengembangan sistem pembelian tiket untuk bis TransYogya - kereta api Prameks – bis Trans Batik Solo di Yogyakarta dan Surakarta, kereta komuter di wilayah Jabodetabek, dan telah digunakannya uang elektronik di bis Trans Pakuan Bogor. Rencana pengembangan yang sama juga akan dilakukan di beberapa wilayah lain seperti di Palembang, penggunaan uang elektronik untuk electronic road pricing (ERP), dan penggunaan uang elektronik di mass rapid transportation (MRT).
Selain melakukan koordinasi dengan Kemenhub selaku otoritas transportasi di tingkat nasional, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan otoritas transportasi di daerah, yaitu Pemerintah Daerah (Pemda) yang membawahkan Dinas Perhubungan, misalnya dengan Pemda Solo. Pada kesempatan tersebut, dilakukan pembahasan mengenai pengembangan uang elektronik pada sektor transportasi di daerah Solo dan sekitarnya. Dalam hal ini, Dinas Perhubungan Solo bekerja sama dengan salah satu bank untuk mengembangkan sistem pembelian tiket Trans Batik Solo menggunakan uang elektronik. Pengembangan uang elektronik pada Trans Batik Solo merupakan salah satu program kerja Kemenhub untuk meningkatkan layanan transportasi di daerah yang rencananya akan dilakukan juga di Yogyakarta, Pekanbaru, dan Manado.
Untuk keperluan menjaga tingkat keamanan bagi masyarakat pengguna, Kemenhub juga mempertimbangkan penetapan standar di sisi alat pembaca uang elektronik. Hal tersebut juga sejalan dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis.
Agar pengembangan interoperabilitas uang elektronik dapat dilakukan secara komprehensif, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan UKP-4.
Koordinasi dengan Otoritas Terkait dalamRangka Standardisasi Uang ElektronikBoks 5.1
53Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
5.5 Upaya Perluasan Akses SKNBI kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Untuk memperluas jangkauan layanan sistem pembayaran
kepada masyarakat, Bank Indonesia mengupayakan
adanya perluasan akses SKNBI kepada BPR. Rencana
perluasan ini dilatarbelakangi selain untuk memenuhi
kebutuhan BPR dalam usaha untuk meningkatkan
layanan kepada nasabahnya juga adanya perkembangan
kegiatan usaha BPR dalam sistem pembayaran, seperti
keikutsertaan BPR dalam jaringan bersama ATM yang
diselenggarakan oleh switching company. Namun
demikian, keikutsertaan BPR dalam jaringan bersama
ATM, belum sepenuhnya mengakomodir kebutuhan
nasabah BPR akan adanya layanan transfer dana yang
murah dengan jangkauan yang luas.
Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, Bank
Indonesia akan memperluas akses BPR dalam SKNBI
khususnya untuk transfer kredit secara two tier system
yaitu pengiriman dan penyelesaian transfer kredit oleh
BPR melalui Bank Umum sebagaimana gambar berikut.
Pilot project perluasan akses BPR adalah BPR di wilayah
Jawa Timur dengan bank umum sebagai Apex BPR.
Apex BPR adalah bank umum yang menjalankan fungsi
sebagai Apex (pengayom) bagi BPR melalui kerjasama
keuangan dan bantuan teknis, dengan prinsip yang saling
menguntungkan. Diharapkan dengan penunjukkan Apex
BPR sebagai penyelenggara kliring transfer kredit BPR,
maka Apex BPR dapat meningkatkan peran dan fungsinya
sebagai pengumpul dana (pooling of fund), melakukan
kerjasama pembiayaan (Linkage Program) serta
memberikan dukungan teknis (Technical Support) bagi
anggotanya. Selanjutnya, bagi BPD yang ditunjuk sebagai
Apex BPR, hal ini dapat mendukung penguatan BPD
tersebut dalam program Regional Bank Champion (RBC)19.
Dengan perluasan akses BPR dalam sistem pembayaran
ini, diharapkan BPR dapat lebih meningkatkan daya
saingnya dalam memberikan jasa layanan kepada
masyarakat, juga mendorong percepatan pertumbuhan
ekonomi daerah dengan semakin lancarnya lalu lintas
pembayaran.
Perluasan akses BPR dalam transfer kredit SKNBI di
wilayah Jawa Timur akan dilaksanakan pada tahun 2012.
Selanjutnya, untuk wilayah lainnya perluasan akses
dalam transfer kredit SKNBI akan diimplementasikan
berdasarkan prioritas BPR yang membutuhkan.
5.6 Pengembangan SKNBI
SKNBI yang diimplementasikan pada tahun 2005 saat
ini telah menjadi salah satu alternatif sarana transfer
dana masyarakat, khususnya untuk transaksi ritel. Seiring
dengan perkembangan kegiatan perekonomian dan
kebutuhan bisnis, SKNBI telah mengalami beberapa kali
penyempurnaan seperti pengembangan mekanisme
no money no game pada kliring debet dan penerapan
multiple settlement pada kliring kredit. Namun demikian,
penyempurnaan yang telah dilakukan belum sepenuhnya
dapat mengakomodir seluruh kebutuhan bisnis pengguna
SKNBI. Hal-hal yang belum diakomodir antara lain
penyelesaian transaksi pembayaran antar bank yang
bersifat rutin, memiliki volume tinggi dan ritel (seperti
pembayaran gaji karyawan, angsuran kredit, tagihan
�����
�������������������
�����������������������
�����������������������
�����������������������
�������������������
�������������������
����� ����� ����� ����� ����� �����
�� �� �� �� �� ��
���������������
Bagan 5.1Perluasan Akses SKNBI Kepada BPR
19 Regional Bank Champion adalah Penguatan BPD bersama dengan program pemantauan inflasi daerah serta pengembangan kluster ekonomi potensial daerah yang bersinergi satu sama lainnya ditujukan untuk kepentingan kemajuan perekonomian daerah. Hal ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Revisi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang ditujukan untuk memperkuat struktur perbankan nasional sebagai bagian menjaga kestabilan sistem keuangan Indonesia.
54 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 5 Arah Kebijakan dan PengembanganSistem Pembayaran ke Depan
telepon dan listrik). Terkait aspek infrastruktur, usia teknis
aplikasi dan hardware SKNBI akan mencapai delapan
tahun pada tahun 2013.
Dengan pertimbangan tren pertumbuhan volume
transaksi SKNBI, perkembangan kebutuhan bisnis
pengguna SKNBI, perkembangan TIK serta dalam rangka
menjaga layanan SKNBI, maka pada tahun 2011 Bank
Indonesia melakukan evaluasi secara komprehensif
terhadap penyelenggaraan SKNBI. Evaluasi tersebut
dilakukan terhadap aspek infrastruktur, bisnis, dan
kebijakan/pengaturan dalam SKNBI dengan melibatkan
pihak eksternal dalam pelaksanaannya.
Dari evaluasi tersebut, telah dihasilkan rekomendasi
untuk mengatasi permasalahan SKNBI saat ini dan
pengembangan SKNBI ke depan, yaitu:
1. Rekomendasi jangka pendek
Adalah rekomendasi berupa penyempurnaan
kebijakan dan proses bisnis penyelenggaraan SKNBI,
yang memiliki implikasi minim terhadap aplikasi SKNBI
dan dapat diimplementasikan dalam jangka waktu
kurang dari 12 bulan. Rekomendasi jangka pendek
tersebut antara lain penerapan mekanisme pengiriman
transaksi debet secara online, upaya perluasan akses
SKNBI kepada BPR dan pemberian bantuan keuangan
kepada PKL selain BI, serta edukasi kepada masyarakat
mengenai kliring kredit.
2. Rekomendasi jangka panjang
Adalah rekomendasi terkait pengembangan sistem
kliring baru guna meningkatkan keamanan dan
efisiensi penyelenggaraan sistem kliring, antara lain
efisiensi likuiditas, penatausahaan dan perluasan
akses kepesertaan, dan efisiensi penyelenggaraan
kliring lokal. Sebagai tahap awal dalam rangka
pengembangan sistem kliring baru tersebut, akan
disusun grand design sistem kliring.
5.7 Penguatan Aspek Hukum dalam Sistem Pembayaran
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 UUBI, tugas Bank
Indonesia di bidang sistem pembayaran adalah untuk
“mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran”.
Salah satu bentuk pelaksanaan tugas tersebut, Bank
Indonesia senantiasa memperkuat aspek hukum di
bidang sistem pembayaran, melalui penerbitan berbagai
ketentuan Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia
juga terlibat aktif dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait dengan bidang
tugas sistem pembayaran.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada periode
laporan mendatang Bank Indonesia akan menyusun
peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 3 Tahun 2011
tentang Transfer Dana (UU Transfer Dana).
Dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU Transfer
Dana, terdapat 10 isu pokok yang akan diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia, yaitu tata cara transfer
dana dari dan ke luar negeri, jasa, bunga, kompensasi,
pemberitahuan dan penanganan transfer dana yang tidak
terkirim karena kondisi tertentu, tata cara pengaksepan
dan penetapan jangka waktu pengambilan transfer
dana tunai, tata cara pengembalian dana, mekanisme
penyelesaian perintah transfer dana dalam hal terjadi
beku, cabut izin usaha atau pailit, jenis kekeliruan dan
tata cara koreksi transfer dana, pengenaan biaya dan
penyampaian informasi biaya, syarat dan tata cara
perizinan, serta pemantauan.
Dalam penyusunan ketentuan ini, Bank Indonesia
akan melibatkan stakeholders terkait, antara lain
perwakilan kalangan perbankan, penyelenggara kegiatan
usaha pengiriman uang dan asosiasi di bidang sistem
pembayaran.
Selanjutnya, dalam rangka penguatan aspek hukum dalam
sistem pembayaran, diperlukan adanya ketentuan yang
mengatur sistem pembayaran secara lebih komprehensif.
55Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
Artikel 1
Identifikasi Kebutuhan Sistem Pembayaran di Daerah Perbatasan dan Terpencil
Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran nasional
yang efisien, cepat, aman, dan andal, Bank Indonesia
terus mendorong perluasan penggunaan instrumen
pembayaran nontunai ke seluruh wilayah Indonesia. Saat
ini penggunaan instrumen non tunai cenderung masih
terkonsentrasi di kota-kota besar yang telah memiliki
dukungan infrastruktur yang memadai serta aktivitas
ekonomi yang tinggi.
Upaya perluasan layanan penggunaan instrumen
pembayaran non tunai tersebut sejalan dengan program
financial inclusion yang dicanangkan Bank Indonesia,
dimana salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah
meningkatkan dan memperluas akses masyarakat
terhadap layanan sistem pembayaran.
Pada tahap awal, upaya pengembangan dan perluasan
layanan sistem pembayaran di daerah terpencil dan
perbatasan perlu didukung oleh ketersediaan informasi
dan analisis yang komprehensif untuk mengetahui
kebutuhan layanan sistem pembayaran di wilayah
tersebut melalui penelitian. Untuk mencapai tujuan
tersebut, Bank Indonesia melakukan penelitian di delapan
wilayah yang dikategorikan sebagai daerah terpencil20 dan
perbatasan21. Dalam penelitian ini responden dibedakan
1 Kabupaten Miangas, SULUT Perbatasan2 Kabupaten Atambua, NTT Perbatasan3 Kepulauan Natuna, KEPRI Perbatasan4 Nunukan , KALBAR Perbatasan Malaysia dan Singapura5 Kutacane. NAD Terpencil 6 Sanggau, KALBAR Terpencil7 Krayan, KALTIM Terpencil8 Tobelo, MALUT Terpencil
No Wilayah Kategori
Lokasi dan Kategori Wilayah Survei
20 Daerah terpencil dimaksudkan sebagai daerah yang belum terjangkau oleh layanan kas keliling Bank Indonesia
21 Daerah perbatasan merupakan wilayah terdepan berbatasan dengan negara tetangga
menjadi tiga kelompok, yaitu Masyarakat Umum,
Pedagang atau Pengusaha, serta lembaga keuangan baik
bank maupun nonbank.
Hasil penelitian tersebut akan digunakan sebagai salah
satu dasar dalam proses penentuan kebijakan dan arah
pengembangan sistem pembayaran ke depan.
Secara umum hasil penelitian yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas ekonomi masyarakat di wilayah terpencil dan
perbatasan masih didominasi oleh aktivitas primer,
yaitu ekonomi rumah tangga dengan skala mikro dari
sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.
2. Sebagian besar transaksi masyarakat berupa
pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti belanja di
toko/supermarket, pembelian pulsa/tagihan telepon,
pembayaran listrik, transportasi, bahan bakar, dan
melakukan transaksi kirim/terima uang yang dilakukan
secara tunai.
3. Instrumen pembayaran nontunai yang dikenal selama
ini berupa kartu ATM/debet, kartu kredit, cek, dan
layanan SMS banking. Terkait dengan uang elektronik,
belum ada penggunaan oleh masyarakat namun lebih
dari separuh responden menyatakan berminat untuk
menggunakannya.
4. Dari sisi kelembagaan, pada umumnya masyarakat
menggunakan bank dalam melakukan transaksi
pembayaran. Jumlah lembaga keuangan terutama
Bank dan jenis layanannya masih terbatas.
5. Terkait infrastruktur pendukung sistem pembayaran
nontunai, pada umumnya masih terdapat
permasalahan gangguan jaringan telekomunikasi
dan listrik. Kondisi ini tentunya kurang mendukung
pengembangan layanan pembayaran nontunai.
6. Minat masyarakat untuk mengalihkan transaksi tunai
56 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
ke nontunai cukup tinggi terutama untuk pembayaran
keperluan belanja, tagihan listrik, angsuran, dan
pembelian tiket pesawat.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa
rekomendasi sebagai berikut:
1. Mendorong kemitraan antara lembaga keuangan
dengan non lembaga keuangan. Upaya tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan jangkauan
pelayanan lembaga keuangan kepada masyarakat.
2. Penguatan koordinasi dan komunikasi dengan instansi
dan industri terkait.
3. Melaksanakan program edukasi mengenai alat
pembayaran nontunai kepada masyarakat di seluruh
wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil dan
perbatasan.
4. Salah satu jenis instrumen pembayaran yang dapat
dikembangkan di wilayah terpencil dan perbatasan
adalah uang elektronik yang menggunakan sarana
‘mobile’. Hal tersebut dikarenakan penetrasi
penggunaan sarana mobile di daerah dimaksud
relatif besar, selain itu jenis uang elektronik
dapat menjangkau lokasi di wilayah terpencil dan
perbatasan.
57Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
Seiring dengan semakin meningkatnya volume maupun
nilai transaksi pengiriman uang baik untuk transaksi
antar wilayah Republik Indonesia (RI), dari wilayah RI ke
luar negeri, maupun dari luar negeri ke dalam wilayah
RI, permasalahan keamanan, efisiensi, dan transparansi
semakin menjadi perhatian penting tidak saja bagi para
pihak yang terlibat dalam kegiatan transfer dana, namun
juga otoritas terkait yang berwenang dalam pengaturan
dan pengawasan kegiatan tersebut. Mencermati
perkembangan yang terjadi, saat ini selain volume dan nilai
transaksi, mekanisme dan sarana yang digunakan dalam
kegiatan pengiriman uang, serta pihak yang menyediakan
jasa pengiriman uang pun semakin beragam. Jika beberapa
tahun lalu kegiatan pengiriman uang masih didominasi oleh
bank dan perusahaan pos, sekarang ini lembaga non bank
dan bahkan perusahaan telekomunikasi telah merambah
bisnis ini.
Beberapa tahun lalu apabila kita akan mengirim uang harus
datang ke lokasi penyelenggara pengiriman uang, saat ini
dapat dilakukan pula dengan menggunakan mobile phone,
internet, atau sarana lain yang tidak mengharuskan kita
untuk pergi ke tempat penyelenggara pengiriman uang.
Apabila dibandingkan dengan luasnya jaringan layanan
perbankan, terlihat bahwa kemajuan teknologi dan
kemudahan yang ditawarkan oleh bank dalam layanan jasa
transfer dana ternyata masih menyisakan kondisi dimana
belum seluruh masyarakat Indonesia dapat dengan mudah
memperoleh layanan jasa perbankan dengan segala ragam
penyebab, misalnya tidak adanya kantor cabang bank di
daerah tertentu, terutama daerah pedesaan.
Untuk mempercepat pengembangan layanan jasa
pengiriman uang sehingga menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah
pedesaan, Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertugas
mengatur dan memperlancar kegiatan sistem pembayaran
merasa perlu untuk mengembangkan pola kemitraan
Artikel 2
Perluasan Peran Penyelenggara KUPU Non Bank dalam Sistem Pembayaran Ritel dan Mikro
antara penyelenggara KUPU non bank dengan bank atau
pihak lain sehingga upaya tersebut dapat meningkatkan
sinergi antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihak-
pihak tersebut dalam mengembangkan kegiatan usahanya.
Pengembangan pola kemitraan tersebut juga dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya persaingan tidak sehat
antara industri perbankan dan penyelenggara KUPU non
bank dalam menjalankan kegiatan pengiriman uang.
Pengembangan kegiatan penyelenggara KUPU non
bank ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam
mengembangkan konsep financial inclusion khususnya
dalam sistem pembayaran untuk mempercepat tercapainya
less cash society.
Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif
dalam memberdayakan pelaku industri KUPU non
bank, dilakukan pemetaan terhadap kondisi dan
karakteristik penyelenggara KUPU non bank yang saat
ini karakteristiknya sangat beragam. Selanjutnya, bentuk
pola kemitraan yang dapat diterapkan oleh masing-
masing penyelenggara KUPU non bank dengan pihak
lain didasarkan pada karakteristik penyelenggara KUPU
tersebut. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia memiliki
peran untuk mendorong dan mempercepat implementasi
kemitraan antara penyelenggara KUPU non bank dengan
pihak lain untuk memperluas peran penyelenggara KUPU
non bank.
Perluasan peran penyelenggara KUPU non bank dalam
sistem pembayaran ritel dan mikro bertujuan untuk
menciptakan iklim yang kondusif dalam industri pengiriman
uang dengan lebih memberdayakan penyelenggara KUPU
non bank melalui peningkatan peran penyelenggara KUPU
non bank dalam sistem pembayaran ritel dan mikro.
Di samping itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk
mendorong terwujudnya financial inclusion dalam sistem
pembayaran sehingga seluruh lapisan masyarakat yang
selama ini belum terjangkau oleh layanan perbankan dapat
58 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
terlayani melalui pola kemitraan penyelenggara KUPU
non bank dengan perbankan. Dengan upaya tersebut
diharapkan terjadi sinergi positif antara penyelenggara
KUPU non bank dengan perbankan dan pihak lain yang juga
memberikan fasilitas layanan kepada masyarakat.
Dalam penelitian perluasan peran penyelenggara KUPU
non bank yang dilakukan melalui studi literatur dan survei
terhadap penyelenggaraan KUPU di Indonesia guna
memperoleh gambaran mengenai profil dan karakteristik
penyelenggara KUPU non bank, dan FGD dengan pihak
terkait (industri KUPU, Asosiasi Penyelenggara Pengiriman
Uang Indonesia, dan otoritas terkait), karakteristik
penyelenggara KUPU non bank di Indonesia sangat
heterogen. Aspek yang dipandang terkait heterogenitas
tersebut adalah dari sisi jaringan kantor, pengembangan
sistem, maupun kerjasama dengan pihak lain selain
penyedia sistem di luar negeri. Berdasarkan survei yang
telah dilakukan di wilayah Jawa Timur, Medan, dan
Jabodetabek, diperoleh karakteristik penyelenggara KUPU
non bank sebagai berikut:
1. Jaringan kantor
Dari aspek yang terkait dengan jaringan kantor,
penyelenggara KUPU non bank di Indonesia ada yang
tidak memiliki jaringan kantor, memiliki jaringan kantor
hanya di kota-kota besar, dan ada pula yang memiliki
jaringan kantor dan outlet yang luas, yang tersebar
sampai ke pelosok daerah (remote area) di Indonesia.
2. Sistem yang dikembangkan
Dilihat dari sistem yang dikembangkan, saat ini tidak
sedikit penyelenggara KUPU non bank yang hanya
memanfaatkan layanan perbankan dalam melakukan
kegiatan pengiriman dan/atau penerimaan uang
sehingga bsinis prosesnya menjadi sangat sederhana,
namun ada pula yang telah membangun sistem sendiri
untuk penyelenggaran kegaitan pengiriman dan/atau
penerimaa uang yang relatif sarat dengan penggunaan
sistem dan teknologi informasi yang mutakhir.
3. Kerjasama dengan pihak selain penyedia sistem di luar
negeri
Terkait dengan kerjasama dengan pihak selain penyedia
sistem di luar negeri, untuk penyelenggara KUPU non
bank yang bekerjasama dengan penyedia sistem seperti
Western Union atau MoneyGram, umumnya tidak
memiliki kerjasama dengan pihak lain di luar negeri.
Sementara itu, penyelenggara KUPU non bank yang
mengembangkan sistemnya sendiri biasanya memiliki
kerjasama dengan pihak lain di luar negeri sebagai agen
pengirim.
Adapun peluang pola kemitraan yang dapat dilakukan
oleh penyelenggara KUPU non bank yang telah dijajagi
melalui diskusi dengan pihak perbankan dan industri sistem
pembayaran, baik melalui kerjasama dengan bank maupun
dengan pihak selain bank, adalah sebagai berikut:
1. Agen dalam program branchless banking
Penyelenggara KUPU non bank dapat menjadi
agen bank, baik dalam kegiatan usaha pengiriman
uang (KUPU) yang dilakukan oleh bank maupun
pola kemitraan dalam rangka memperluas layanan
perbankan ke daerah pelosok (remote area).
Karakteristik utama yang perlu dimiliki oleh
penyelenggara KUPU non bank untuk dapat menjadi
agen program branchless banking adalah memiliki
jaringan kantor yang luas, khususnya di remote area
yang belum terjangkau layanan perbankan sehingga
dapat dimanfaatkan perbankan untuk memperluas
akses layanan perbankan kepada masyarakat di wilayah
tersebut.
2. Collecting agent dalam pembayaran angsuran
pembiayaan KUR TKI
Penyelenggara KUPU non bank yang memiliki kerjasama
dengan pihak selain penyedia sistem di luar negeri
dapat menjadi agen bank baik sebagai collecting agent
pembayaran angsuran KUR TKI atau untuk meneruskan
pembayaran angsura KUR TKI dari TKI yang ada di luar
negeri kepada bank pemberi kredit. Pola kemitraan
ini khususnya diperlukan pada KUR TKI yang diberikan
kepada TKI yang bekerja di sektor informal. Karakteristik
utama yang perlu dimiliki oleh penyelenggara KUPU
non bank untuk dapat menjadi collecting agent dalam
pembayaran angsuran pembiayaan KUR TKI adalah
memiliki jaringan kantor yang luas, khususnya di luar
negeri atau memiliki kerjasama dengan pihak lain di
59Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
luar negeri yang dapat berperan sebagai perpanjangan
tangan penyelenggara KUPU non bank untuk bertindak
sebagai collecting agent pembayaran angsuran
pembiayaan KUR TKI.
3. Agen cash-in dan cash-out uang elektronik.
Dalam pola kemitraan ini, karakteristik utama dari
penyelenggara KUPU non bank agar feasible untuk
bertindak sebagai agen cash-in dan cash-out uang
elektronik adalah penyelenggara KUPU non bank
yang memiliki jaringan kantor/oulet yang tersebar di
seluruh Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan oleh
penerbit uang elektronik untuk memperluas jaringan
uang elektroniknya di masyarakat. Namun demikian,
karakteristik utama tersebut juga harus dilengkapi
dengan adanya standar penerapan ketentuan
Know Your Customer, Anti Pencucian Uang dan
Pemberantasan Pendanaan Teroris, serta memiliki dan
mampu mengelola likuiditas dengan baik, khususnya
untuk kegiatan cash-out uang elektronik yang dilakukan
pengguna uang elektronik.
4. Agen bill and salary payment
Peluang pola kemitraan untuk menjadi agen bill and
salary payment pada dasarnya hampir sama dengan
menjadi agen cash-in dan cash-out uang elektronik,
dimana karakteristik utama yang diperlukan adalah
memiliki jaringan kantor/outlet yang tersebar di seluruh
Indonesia, sehingga utilities company atau biller
agrerator dapat memperluas jangkauan pelayanan
penerimaan pembayaran tagihan bulanan dari
masyarakat di remote area. Selain itu, terkait dengan
kegiatan sebagai agen dari salary payment, diperlukan
prasyarat lain, yaitu memiliki dan mampu mengelola
likuiditas dengan baik.
Peran Bank Indonesia dalam mendukung pola
kemitraan Penyelenggara KUPU non bank dapat
dilakukan melalui fungsinya, baik sebagai fasilitator
maupun sebagai regulator. Dalam fungsinya sebagai
fasilitator, Bank Indonesia telah beberapa kali
memfasilitasi pertemuan antara perbankan dengan
penyelenggara KUPU non bank dalam upaya menjajagi
berbagai kemungkinan dilakukannya kemitraan
antara 2 (dua) industri tersebut. Selanjutnya sebagai
regulator, Bank Indonesia perlu merumuskan kebijakan
dan aturan yang dapat mendukung pengembangan
kegiatan pola kemitraan dan melakukan koordinasi
dengan otoritas terkait, seperti PPATK dan pengawas
perbankan.
Rekomendasi
1. Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai fasilitator
perlu terus mendukung perluasan peran penyelenggara
KUPU non bank dalam upaya menciptakan industri
KUPU non bank yang sehat. Hal ini dapat dilakukan
dengan memfasilitasi peluang-peluang pola kemitraan
antara penyelenggara KUPU non bank dengan pihak
lain, baik berupa Bank seperti yang telah dilakukan
selama periode penelitian maupun dengan institusi lain
selain bank seperti biller aggregator, utilities companies
(antara lain PLN, PDAM, Telkom) atau penerbit uang
elektronik.
2. Mengingat penyelenggara KUPU non bank sangat
heterogen, Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai
regulator perlu menyusun aturan yang lebih
komprehensif mengenai penyelenggara KUPU non
bank dalam upaya menciptakan industri KUPU yang
sehat. Terkait dengan pola kemitraan penyelenggara
KUPU non bank, dalam aturan tentang KUPU non bank
tersebut, Bank Indonesia dapat menetapkan kriteria
penyelenggara KUPU non bank yang dapat melakukan
kemitraan dengan industri lain.
3. Dalam konsep pengembangan pola kemitraan perlu
dilakukan koordinasi baik dalam lingkup internal Bank
Indonesia maupun dengan pihak eksternal antara
lain PPATK khususnya dalam penerapan prinsip Anti
Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan
Terorisme.
4. Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang Indonesia
(APPUI) perlu menyusun code of conduct (etika bisnis)
dalam melakukan kemitraan dengan industri lain,
sehingga persaingan antar penyelenggara KUPU non
bank dalam melakukan kemitraan dengan industri lain
dapat berjalan dengan kondusif.
60 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Artikel
Halaman ini sengaja dikosongkan
61Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
BAGIAN 2
PENGEDARAN UANG
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
62 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6Sekilas Pengedaran Uang
63Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
Menjamin Ketersediaan Uang Rupiah Layak Edar di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Uang memiliki fungsi yang penting dalam mendukung kelancaran transaksi perekonomian. Hal ini tercermin dari kinerja perekonomian Indonesia selama tahun 2011 yang terus tumbuh dengan didukung oleh ketersediaan jumlah uang Rupiah layak edar.
Dengan peran yang demikian penting, BI senantiasa berupaya mencapai misinya yaitu terpenuhinya kebutuhan uang rupiah di masyarakat dalam jumlah yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar.
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
64 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
6.1 Perkembangan Pengedaran Uang Tahun 2011
Peran penting uang Rupiah dalam mendukung
kelancaran transaksi ekonomi tercermin dari peningkatan
pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) dari
12,1% pada tahun 2010 menjadi 16,9% pada tahun 2011.
Selain itu, terdapat kenaikan tambahan kebutuhan uang
sebesar 49,2%, yaitu dari Rp36,3 triliun pada tahun 2010
menjadi Rp54,2 triliun pada tahun 2011.
Selama tahun 2011, terjadi kenaikan aliran uang kartal
layak edar dari BI (outflow) sebesar 40,6% yaitu dari
Rp247,3 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp347,6 triliun.
Kenaikan jumlah outflow yang cukup signifikan tersebut
dibarengi dengan strategi pendistribusian uang ke seluruh
wilayah NKRI hingga ke daerah terpencil dan terdepan.
Sejalan dengan outflow, jumlah aliran uang yang masuk
dari perbankan dan masyarakat ke BI (inflow) meningkat
signifikan sebesar 39,1% dibandingkan tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp211,0 triliun menjadi Rp293,4
triliun.
Guna menjaga kualitas uang dalam kondisi layak edar, BI
melakukan pemusnahan atas uang yang tidak layak edar.
Pemusnahan uang selama tahun 2011 tercatat sebanyak
5,8 miliar lembar uang kertas dan 71,0 juta keping uang
logam, baik dari uang yang masih berlaku maupun yang
sudah dicabut dan ditarik dari peredaran.
6.2 Isu Strategis dan Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Dalam mencapai misi BI di bidang Pengedaran Uang, BI
menetapkan berbagai strategi kebijakan yang didasarkan
pada berbagai faktor dan isu strategis baik yang terjadi
sepanjang tahun 2011 maupun tahun-tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan masih
tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk
menggunakan uang kartal sebagai alat transaksi
mempengaruhi kinerja dan kebijakan pengedaran
uang. Selain itu, pemenuhan kebutuhan uang kartal di
masyarakat dalam kondisi yang layak edar di seluruh
wilayah Indonesia bahkan hingga ke wilayah terpencil dan
terdepan juga menjadi perhatian dalam rangka menjamin
ketersediaan uang Rupiah.
Beberapa isu lain yang merupakan kelanjutan dari isu-
isu tahun sebelumnya adalah antara lain peningkatan
kualitas dan unsur pengaman uang untuk mengantisipasi
tingkat pemalsuan uang dan semakin tingginya tuntutan
stakeholders untuk meningkatkan peran berbagai pihak di
luar bank sentral dalam pengelolaan uang Rupiah.
Memperhatikan perkembangan strategis yang ada, maka
kebijakan BI di bidang pengedaran uang dilakukan dengan
mengacu pada tiga pilar utama.
Pilar pertama, peningkatan kualitas uang yang beredar
dan pemenuhan permintaan uang sesuai kebutuhan.
Dalam upaya peningkatan kualitas uang dilakukan melalui
beberapa strategi antara lain penyempurnaan unsur
pengaman dan elemen desain (up grading) uang kertas
pecahan besar, yaitu Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000.
Melalui penyempurnaan tersebut, diharapkan masyarakat
dapat lebih mudah mengenali ciri keaslian uang rupiah
sehingga mempersempit ruang gerak pemalsuan uang.
65Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
Selain itu, untuk mengetahui kondisi dan kualitas uang
di berbagai wilayah Indonesia, BI melakukan survei
pemantauan kualitas uang yang beredar di wilayah Kantor
Pusat dan 9 Kantor Koordinator BI yang meliputi 30
Kabupaten/Kota.
Adapun kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan uang
dilakukan dengan menyusun rencana kebutuhan uang
(RKU). Selanjutnya RKU menjadi dasar bagi BI dalam
melakukan pengadaan bahan uang dan pencetakan uang.
Disamping itu, sebagaimana kebijakan tahun-tahun
sebelumnya, BI tetap melakukan upaya peningkatkan
penanggulangan uang palsu, pengadaan uang secara
komprehensif dan tepat waktu serta distribusi uang
ke seluruh wilayah di Indonesia. Terkait dengan
penanggulangan uang palsu, selain dengan upaya represif
yang bekerjasama dengan POLRI, BI juga melakukan
upaya preventif melalui sosialisasi keaslian uang Rupiah
dan memasukkan materi keaslian uang Rupiah dalam
kurikulum pendidikan SMU dan sederajat.
Pilar kedua, peningkatan efisiensi operasional kas di BI
dan perbankan. Strategi penting dalam rangka efisiensi
operasional kas dilakukan dengan penyempurnaan
Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah
oleh Bank Umum di BI yang diberlakukan pada bulan
April 2011. Ketentuan ini memberikan akses yang
lebih luas kepada bank umum dalam menyetorkan
kelebihan likuiditas rupiah dengan tetap memperhatikan
optimalisasi transaksi uang kartal antar bank (TUKAB).
Strategi lainnya adalah pemantauan kegiatan pengolahan
Rupiah dan layanan nasabah oleh perbankan dan
perusahaan Cash in Transit (CIT). Strategi ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan perbankan dan
perusahaan CIT dalam memenuhi standar pengolahan
uang yang ditetapkan BI. Pengolahan uang oleh
perbankan dan perusahaan CIT memegang peran penting
dalam meningkatkan kualitas uang yang beredar di
masyarakat.
Pilar ketiga, pengembangan layanan kas BI dengan
mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait
lainnya. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka optimalisasi
layanan kas yang selama ini rutin dilakukan, yaitu layanan
kas BI, layanan kas di luar kantor dan layanan penukaran
bagi nasabah perbankan dan masyarakat.
Pengembangan layanan kas dengan melibatkan pihak
terkait lainnya juga dilakukan untuk meningkatkan
penyediaan rupiah dan layanan kas di wilayah terpencil
dan terdepan NKRI. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
menjamin penyediaan uang rupiah layak edar dan layanan
kas serta menjaga eksistensi Rupiah terutama di daerah
terpencil dan wilayah perbatasan. Kegiatan layanan kas
di daerah terpencil dan terdepan NKRI dilakukan dengan
menggunakan armada BI atau transportasi umum lain,
ataupun melalui kerjasama dengan Kepolisian Perairan
(Polair) dan TNI Angkatan Laut (TNI-AL).
Kerjasama dengan Polair dan TNI-AL dilakukan di wilayah
Kepulauan Seribu di Provinsi DKI, Kepulauan Sangihe
Talaud di Provinsi Sulawesi Utara, dan Kepulauan Natuna
serta Bintan di Provinsi Riau. Sedangkan kegiatan di
wilayah Kepulauan Ternate di Provinsi Maluku Utara,
Negeri Lama di Provinsi Sumatera Utara, Bengkayang
di Provinsi Kalimantan Barat, Atambua di Propinsi Nusa
Tenggara Timur serta di Berau dan Malinau di Provinsi
Kalimantan Timur dilakukan dengan menggunakan
armada BI atau transportasi umum lainnya.
6.3 Arah Kebijakan ke Depan
Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan
akan tumbuh sebesar 6,3% – 6,7%, dengan target
inflasi sebesar 4,5%(+ 1%), serta perkiraan nilai tukar
rupiah yang relatif stabil terhadap mata uang lainnya.
Berdasarkan outlook tersebut, serta masih tingginya
preferensi dan budaya masyarakat untuk menggunakan
uang kartal, kebutuhan uang kartal pada tahun 2012
diperkirakan meningkat dengan proyeksi pertumbuhan
sebesar 14,0%.
Selain perkiraan kebutuhan uang kartal yang meningkat
pada tahun 2012, berbagai faktor strategis yang terjadi
di tahun 2011 masih akan mempengaruhi penerapan
kebijakan pengedaran uang pada tahun-tahun
mendatang. Beberapa faktor strategis tersebut antara lain
Bab 6 Sekilas Pengedaran Uang
66 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
pemenuhan kebutuhan uang di seluruh wilayah NKRI; isu
kualitas uang yang beredar; kebutuhan pengembangan
kegiatan pengedaran uang yang terintegrasi dengan
didukung oleh kelancaran jalur distribusi, keamanan,
kecukupan khazanah, dan penerapan teknologi yang tepat
guna dalam pengelolaan uang; serta pengembangan
penanggulangan uang palsu.
Mempertimbangkan berbagai faktor dan isu strategis
tersebut, arah kebijakan BI pada tahun 2012 tetap akan
terfokus pada tiga pilar rancangan kebijakan.
Berkaitan dengan penguatan dan pengembangan layanan
kas BI, strategi layanan kas di wilayah terpencil dan
terdepan NKRI akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan
pada tahun-tahun mendatang. Pada tahun 2012, upaya
penguatan tersebut dilakukan dengan adanya Nota
Kesepahaman kerjasama antara BIdengan TNI-AL. Melalui
Nota Kesepahaman ini, kesinambungan kerjasama dalam
hal penyediaan transportasi bagi kegiatan layanan kas
untuk menjangkau wilayah terpencil dan terdepan NKRI
tetap terjaga.
67Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran
Aktivitas Perekonomian Nasional
68 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Perkembangan pengedaran uang pada tahun 2011 dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun laporan. Secara umum, perkembangan UYD masih mengikuti pola musiman sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, dengan level yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2010. Perkembangan jumlah UYD ini mendorong kecenderungan peningkatan rasio UYD terhadap konsumsi masyarakat (rumah tangga). Hal ini mengindikasikan masih pentingnya peranan uang kartal sebagai alat pembayaran di masyarakat.
Selain faktor ekonomi, penerapan penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI yang dikeluarkan pada bulan April 2011 berpengaruh terhadap peningkatan jumlah aliran uang kartal yang keluar dari BI ke perbankan dan masyarakat (outflow) dan aliran uang kartal yang masuk dari perbankan dan masyarakat ke BI (inflow), serta penurunan rasio cash in vault perbankan sebagai respon manajemen pengelolaan kas oleh perbankan paska penyempurnaan ketentuan tersebut.
Meskipun terjadi peningkatan kebutuhan uang kartal selama tahun 2011, namun persediaan uang kartal di BI pada posisi akhir tahun masih terjaga untuk memenuhi kebutuhan perbankan dan masyarakat.
Peningkatan kebutuhan uang kartal yang terjadi sepanjang tahun 2011 dicermati oleh BI dengan menyediakan uang layak edar yang dibarengi dengan upaya menjaga dan meningkatkan kualitas uang kartal yang beredar di masyarakat, salah satunya dengan melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE).
69Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
7.1 Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD)
Pola perkembangan UYD tidak terlepas dari
perkembangan aktivitas perekonomian nasional dan pola
musiman, dimana kenaikan UYD terjadi pada periode
menjelang hari raya keagamaan, libur dan pendaftaran
sekolah, serta tahun baru. Selama tahun 2011, posisi
UYD tertinggi terjadi pada tanggal 26 Agustus yang
bertepatan dengan awal Hari Raya Idul Fitri, dengan
posisi UYD mencapai Rp391,9 triliun. Sedangkan jumlah
UYD terendah terjadi pada tanggal 24 Maret 2011 yang
mencapai Rp285,7 triliun.
Jumlah rata-rata UYD harian selama tahun 2011 tercatat
sebesar Rp320,4 triliun, meningkat 16,9% dari rata-
Tabel 7.1Rata-rata UYD Harian dan Posisi UYD
Periode
UYD Rata-rata (Triliun) 244,4 274,0 320,4
Pertumbuhan (yoy) 10,7% 12,1% 16,9%
Posisi UYD Akhir Th. (Triliun) 279,0 318,6 373,0
Pertumbuhan (yoy) 5,5% 14,2% 17,1%
2009 2010 2011
rata UYD tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp274,0
triliun. Laju pertumbuhan rata-rata UYD tersebut lebih
tinggi dari tahun 2010 sebesar 12,1% (Tabel 7.1). Hal
ini mencerminkan adanya peningkatan perputaran
dan pengendapan uang kartal sejalan dengan masih
meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat, yang
tercermin dari kinerja perekonomian nasional yang cukup
tinggi selama tahun 2011 (Grafik 7.1)
Penggunaan uang kartal sebagai alat pembayaran di
masyarakat juga memperlihatkan peran yang cukup
penting dalam perekonomian. Selain tercermin dari laju
pertumbuhan rata-rata UYD yang tinggi, peran penting
uang kartal juga terlihat dari rasio jumlah UYD terhadap
konsumsi masyarakat (rumah tangga) yang menunjukkan
kecenderungan meningkat. Pada tahun 2011, rasio
tersebut sebesar 32,0%, meningkat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya sebesar 30,6%. (Grafik 7.2).
Perkembangan UYD selama tahun 2011 mengikuti
pola musiman sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,
namun dengan level yang lebih tinggi. Pola musiman
tersebut ditandai oleh kenaikan UYD pada periode
hari raya keagamaan, tahun baru, dan libur sekolah.
Secara bulanan, jumlah rata-rata UYD harian tertinggi
terjadi pada bulan September dan Desember masing-
masing sebesar Rp350,1 triliun dan Rp349,3 triliun, atau
Grafik 7.1Perkembangan UYD, PDB dan Inflasi
������������������ ���������
���� ���� ����
���
����������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �����
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
����
����
����
����
����
����
70 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
bersamaan dengan periode liburan paska Idul Fitri, serta
Hari Natal dan Tahun Baru (Grafik 7.3).
Pangsa UYD di perbankan pada tahun 2011 menurun
dibandingkan dari tahun sebelumnya, terutama sejak
bulan Maret. Penurunan pangsa UYD di perbankan
tersebut merupakan respon perbankan atas
diberlakukannya penyempurnaan ketentuan penyetoran
dan penarikan oleh bank umum di BI yang berlaku pada
awal Maret 2011. Kebijakan tersebut memberikan akses
yang lebih luas kepada perbankan untuk menyetorkan
kelebihan likuiditas rupiah ke BI.
Pada paruh pertama tahun 2011, pangsa UYD di
perbankan cenderung menurun, dan mulai mengalami
kenaikan pada triwulan III sejalan dengan kenaikan cash
in vault perbankan untuk mengantisipasi pemenuhan
kebutuhan penarikan uang kartal masyarakat pada
periode hari raya keagamaan (Grafik 7.4)
Pangsa UYD di masyarakat secara bulanan selama tahun
2011 berkisar antara 81,6% sampai dengan 85,5%, atau
rata-rata per tahun sebesar 84,2%, meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 83,4%. Pangsa UYD di perbankan
selama tahun laporan mengalami penurunan dibanding
tahun sebelumnya, yaitu dari 16,6% menjadi sebesar
15,8% (Tabel 7.2). Berdasarkan nominal, UYD rata-rata di
Grafik 7.2 Pertumbuhan UYD, Konsumsi RT,Rasio UYD terhadap Konsumsi RT
Grafik 7.4Perkembangan Pangsa UYD di Perbankan
Grafik 7.3Perkembangan UYD
Tabel 7.2.Pangsa UYD di Bank dan Masyarakat
Periode
Januari 81,4% 18,6% 81,9% 18,1%Februari 83,1% 16,9% 83,1% 16,9%Maret 83,3% 16,7% 84,5% 15,5%April 83,9% 16,1% 84,9% 15,1%Mei 84,5% 15,5% 85,2% 14,8%Juni 84,8% 15,2% 85,5% 14,5%Juli 84,0% 16,0% 84,9% 15,1%Ags 83,6% 16,4% 83,9% 16,1%Sep 80,1% 19,9% 81,6% 18,4%Okt 83,0% 17,0% 85,0% 15,0%Nov 84,4% 15,6% 85,2% 14,8%Des 84,2% 15,8% 84,9% 15,1%Tahunan 83,4% 16,6% 84,2% 15,8%
2010 2011Masy MasyBank Bank
�
���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
��������������������
�����������������������
������������������
���
���
����
����
����
����
����
����
����
��������
���
����
���
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ��� ��� ���
����������
����
����
����
����
�����
����
�����
����
�����
����
�����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
����
�����
����
�����
������
������
������
������
������
������
71Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
masyarakat dan perbankan menunjukkan kenaikan sejalan
dengan meningkatnya jumlah UYD secara keseluruhan.
Jumlah UYD di masyarakat meningkat dari Rp228,0 triliun
menjadi Rp269,9 triliun, demikian pula dengan UYD di
perbankan meningkat dari Rp45,6 triliun menjadi Rp50,6
triliun.
Sebagian besar UYD pada posisi akhir tahun laporan
merupakan uang kertas, yang mencapai 99,0% dari
seluruh total UYD. Pangsa tersebut sedikit meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar98,9%.
Secara nominal, pada posisi akhir tahun laporan, UYD
per pecahan didominasi oleh Uang Pecahan Besar (UPB)
pecahan Rp20.000 ke atas, sedangkan berdasarkan jumlah
lembar/keping, sebagian besar UYD merupakan Uang
Pecahan Kecil (UPK) pecahan Rp10.000 kebawah. Pangsa
UPB yang diedarkan mencapai 92,8%, dengan komposisi
pangsa pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000
masing-masing sebesar 55,5%; 34,8%; dan 2,5% (Grafik
7.5). Sementara itu, berdasarkan jumlah lembar/keping,
pangsa UPB mencapai 19,5% dengan pangsa pecahan
Rp100.000 mencapai 7,9%, sedangkan pecahan Rp50.000
dan Rp20.000 masing-masing 9,9% dan 1,8% dari total
lembar/keping UYD. Berdasarkan jenis pecahannya, UPK
dengan pangsa terbesar adalah UL pecahan Rp100 dan
Rp500 yang mencapai 17,4% dan 16,6% dari total lembar/
keping UYD (Grafik 7.6).
Secara nominal, pangsa UYD pecahan Rp100.000 terus
mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan jumlah lembar, pangsa UYD untuk UPB
menunjukkan kecenderungan meningkat, sementara
pangsa UPK cenderung menurun. Fenomena ini
mencerminkan semakin tingginya penggunaan UPB
dalam kegiatan transaksi masyarakat sehari-hari. Hal
ini juga menunjukkan penggunaan UPB oleh perbankan
yang terus mengalami peningkatan seiring dengan
peningkatan kebutuhan pemenuhan likuiditas bank
maupun pemenuhan kebutuhan penyediaan uang di
Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang menunjukkan indikasi
pergeseran ke penggunaan UPB.
7.2 Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI (Outflow dan Inflow)
Aliran uang kartal melalui BI terus meningkat sejalan
dengan peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan.
Kenaikan outflow dan inflow tersebut diikuti oleh pola
fluktuasi outflow dan inflow yang relatif tidak berbeda
dengan pola tahun sebelumnya.
Jumlah aliran uang yang keluar dari BI ke perbankan
dan masyarakat (outflow) menunjukkan kenaikan cukup
signifikan yaitu sebesar 40,6%, atau dari Rp247,3 triliun
menjadi Rp347,6 triliun. Demikian halnya dengan aliran
Grafik 7.5Pangsa UYD Berdasarkan Nominal
Grafik 7.6Pangsa UYD Berdasarkan Lembar/Keping
�
�������������������������������
���� ���� ����
�����
�����
��������
�����
�����
��������
�����
�����
��������
���
����
����
����
����
�����
�
�����������������
���� ���� ����
����
�����
����
�����
�����
����
�����
����
�����
�����
����
�����
����
�����
����
�
��
��
��
��
���
72 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Rp123,3 triliun dan Rp107,2 triliun. Secara musiman,
tingginya jumlah outflow uang kartal pada periode
tersebut masih dipengaruhi oleh kenaikan kebutuhan uang
kartal masyarakat untuk keperluan transaksi pada periode
Ramadhan dan Idul Fitri yang terjadi pada akhir bulan
Agustus, serta untuk kebutuhan Natal dan Tahun baru
(Grafik 7.8).
Berdasarkan pecahan, terdapat kenaikan pangsa outflow
UPB pecahan Rp20.000 ke atas, yaitu dari 93,7% pada
tahun 2010 menjadi 95,0%. Adapun pangsa tertinggi
terjadi pada pecahan Rp100.000 yang mencapai sebesar
Grafik 7.8Perkembangan Jumlah Outflow Uang Kartal
Grafik 7.7Inflow, Outflow, dan Netflow Uang Kartal
uang yang masuk ke BI dari perbankan dan masyarakat
(inflow), yang mengalami peningkatan sebesar 39,1% ,
yaitu dari Rp211,0 triliun pada tahun sebelumnya menjadi
Rp293,4 triliun. Pertumbuhan outflow dan inflow di tahun
2011 merupakan pertumbuhan tertinggi dalam 10 tahun
terakhir. Hal tersebut dipengaruhi oleh naiknya kebutuhan
masyarakat terhadap uang kartal yang dibarengi dengan
adanya kebijakan penyetoran dan penarikan uang Rupiah
oleh bank umum di BI.
Jumlah outflow selama tahun 2011 lebih besar dari
jumlah inflow, sehingga terjadi net outflow uang kartal
sebesar Rp54,2 triliun, naik 49,2% dari tahun sebelumnya
yang hanya sebesar Rp36,3 triliun. Hal ini mencerminkan
terjadinya kenaikan kebutuhan uang kartal di masyarakat
sebagai respon tumbuhnya perekonomian nasional, serta
masih tingginya preferensi dan budaya masyarakat untuk
menggunakan uang kartal sebagai alat transaksi ekonomi,
serta meningkatnya jumlah penduduk usia produktif
(Grafik 7.7).
Jumlah outflow menunjukkan kenaikan hingga triwulan
III, dan menurun di triwulan IV, meskipun dengan jumlah
yang lebih besar dari jumlah outflow di triwulan I dan
triwulan II. Kecenderungan outflow tersebut memiliki pola
yang sama pada 3 tahun terakhir, namun dengan jumlah
yang semakin meningkat. Jumlah outflow tertinggi terjadi
pada triwulan III dan triwulan IV masing-masing sebesar Grafik 7.9 Jumlah Outflow Uang Kartal
Berdasarkan Pangsa Per Pecahan
����������
������
�
����
�����
�����
�����
�����
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
��������������������
����������
���
����
����
����
�����
�����
���� ���� ���� ����
������������
���
����
����
����
����
�����
�
����������������������
���� ���� ����
����� ����� �����
����� ����� �����
���� ���� �������� ���� ����
73Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Grafik 7.10 Penyebaran Pangsa OutflowUang Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 7.12 Jumlah Inflow Uang KartalBerdasarkan Pangsa Per Pecahan
Grafik 7.11Perkembangan Jumlah Inflow Uang Kartal
51,1% dari total outflow, atau meningkat 49,2% dari tahun
sebelumnya. Sementara itu, pecahan lainnya menunjukkan
kecenderungan pangsa yang semakin menurun (Grafik 7.9).
Berdasarkan wilayahnya, jumlah outflow terbesar terjadi
di Kantor Pusat (KP) BI dan wilayah lainnya di Pulau Jawa
(Non-KP), masing-masing sebesar 29,2% dan 24,0%.
Selama tahun 2007 sampai dengan 2010, outflow di
wilayah Sumatera termasuk dalam dua terbesar secara
nasional, namun hal tersebut mengalami pergeseran
di tahun 2011. Selain peningkatan kebutuhan uang
kartal, faktor penyempurnaan kebijakan penyetoran dan
penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI diindikasikan
mempengaruhi terjadinya pergeseran pangsa outflow
tersebut (Grafik 7.10).
Fluktuasi inflow uang kartal pada 2 tahun terakhir
menunjukkan pola yang sama namun dengan jumlah
yang lebih tinggi pada tahun 2011. Sebagaimana outflow,
tingginya jumlah inflow pada triwulan III terutama
disebabkan adalah peningkatan penyetoran likuiditas
uang layak edar oleh perbankan paska Idul Fitri. Selama
triwulan III, jumlah inflow tercatat sebesar Rp102,5 triliun,
dimana jumlah terbesar terjadi pada bulan September
yaitu sebesar Rp66,0 triliun, yang juga sekaligus
merupakan jumlah inflow tertinggi sepanjang tahun 2011
(Grafik 7.11).
Sebagaimana outflow, sebagian besar inflow selama tahun
2011 adalah pecahan Rp100.000 dengan kecenderungan
yang semakin meningkat, sedangkan pecahan lainnya
cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan komposisi
pangsa UYD. Pangsa inflow UPB sedikit meningkat dari
94,6% menjadi 94,8% pada tahun 2011. Adapun pangsa
inflow pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000
masing-masing sebesar 47,3%, 44,7%, dan 2,8% (Grafik
7.12).
���
����
����
����
����
�����
�
���� ���� ����
�������� ���������� ��������
������� ����������� ��
����� ����� �����
����������
�����
���� ��������
����� ����������
���� ���� ����
����� ����� ���������������
���
����
����
����
�����������������
���� ���� ���� ����
���
����
����
����
����
�����
�
���� ���� ����
�����������
�����������
�����
�����
��������
�����
�����
��������
�����
�����
��������
74 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Grafik 7.13 Penyebaran Pangsa InflowUang Kartal Berdasarkan Wilayah
Grafik 7.14Perkembangan Jumlah Netflow Uang Kartal
Berdasarkan wilayahnya, jumlah Inflow terbesar terjadi
di wilayah Jawa (Non KP) dan KP yang masing-masing
mencapai sebesar 42,2% dan 21,5% dari total inflow.
Selama 3 tahun terakhir, terjadi kenaikan pangsa inflow
di wilayah Jawa (Non KP), sedangkan di KP dan wilayah
Sumatera justru menunjukkan kecenderungan penurunan
pangsa inflow (Grafik 7.13).
Selama tahun 2011, jumlah outflow lebih besar dari
jumlah inflow uang kartal (net outflow). Hal ini terjadi
sepanjang triwulan II sampai dengan IV 2011, sejalan
Tabel 7.3 Jumlah Netflow Uang KartalBerdasarkan Wilayah (Triliun Rp)
Wilayah
Kantor Pusat BI (16,3) (17,1) (38,6)
Jawa Non KP 32,1 34,0 40,4
Bali + Nustra (2,5) (4,3) (6,1)
Sumatera (12,8) (24,6) (22,2)
Kalimantan (9,0) (14,6) (16,3)
Sulampua (4,5) (9,8) (11,4)
Total (13,0) (36,3) (54,2)
2009 2010 2011
dengan kondisi pada tahun sebelumnya. Outflow
tertinggi terjadi pada triwulan III, namun net outflow
terbesar selama tahun 2011 terjadi pada triwulan IV yang
mencapai Rp37,2 triliun. Hal ini disebabkan tingginya
outflow pada triwulan III dibarengi dengan tingginya
inflow pada triwulan yang sama, sehingga jumlah net
outflow pada triwulan III lebih rendah dari triwulan IV.
Adapun jumlah outflow uang kartal yang cukup besar
pada triwulan IV terjadi menjelang Natal dan menjelang
tahun baru, sehinga arus uang kartal masuk dalam jumlah
besar diperkirakan akan terjadi pada awal triwulan tahun
2012 (Grafik 7.14).
Pola netflow uang kartal tahun 2011 tidak mengalami
perubahan dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Jumlah outflow yang lebih besar dari jumlah
inflow (net outflow) terjadi di wilayah KP dan wilayah
lainnya, sedangkan net inflow terjadi di wilayah Jawa di
luar Jakarta (Tabel 7.3).
7.3 Posisi Kas Bank Indonesia
Rasio persediaan kas BI sepanjang tahun 2011 berkisar
diatas 3,2 bulan rata-rata outflow, relatif aman untuk
memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat. Rasio
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
yang tercatat sebesar 5,9 bulan rata-rata outflow.
Penurunan rasio tersebut terutama disebabkan adanya
kenaikan rata-rata outflow tahun 2011.
���
����
����
����
����
�����
�
�������� ���������� ��������
������� ����������� ��
���� ���� ����
�����
�����
����
�����
��������
�����
�����
����
�����
��������
�����
�����
����
�����
��������
����������
������
������
���
����
����
���� ���� ���� ����
������������
75Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalamMendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
Grafik 7.15 Perkembangan JumlahLembar Uang Kertas yang Dimusnahkan
7.4 Pemusnahan Uang
Guna menjamin kualitas uang kartal yang beredar di
masyarakat dalam kondisi layak edar, secara berkala BI
melakukan pemusnahan uang tidak layak edar berupa
uang lusuh, uang rusak, uang cacat, serta uang yang telah
dicabut dan ditarik dari peredaran. Pada tahun 2011,
jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan tersebut
setara dengan Rp161,8 triliun. Rasio pemusnahan uang
sebesar 55,2% dari total inflow uang kertas yang masuk
ke BI. Rasio tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya
yang mencapai sebesar 65,2%, dipengaruhi kenaikan
inflow paska penerapan penyempurnaan kebijakan
penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum. Selain
uang kertas, pada tahun 2011 dilakukan pemusnahan
uang logam dengan cara dilebur. Jumlah uang logam yang
dimusnahkan senilai Rp19,1 miliar.
Jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan sepanjang
tahun 2011 sebanyak 5,8 miliar lembar atau naik 18,2%
dari tahun sebelumnya sebesar 4,9 miliar lembar. Secara
triwulanan, jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan
cenderung tinggi pada triwulan I dan triwulan IV. Hal ini
dipengaruhi oleh tingginya aliran masuk uang kartal pada
periode tersebut paska berakhirnya hari keagamaan dan
tahun baru (Grafik 7.15).
Berdasarkan wilayahnya, jumlah uang yang dimusnahkan
terbesar terdapat di wilayah Jawa non KP sebesar 46,3%
serta di KP dan wilayah Sumatera masing-masing sebesar
19,8% dari total uang yang dimusnahkan. Kondisi tersebut
sejalan dengan tingginya jumlah inflow uang kartal di
wilayah tersebut (Tabel 7.4).
Berdasarkan denominasi, sebagian besar pemusnahan
uang adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, masing-
masing mencapai 47,6% dan 39,5% dari total uang kertas
yang dimusnahkan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
pemusnahan uang secara nominal, pangsa uang kertas
pecahan Rp100.000 yang dimusnahkan menunjukkan
kecenderungan yang meningkat.
Berdasarkan jumlah lembar pemusnahan uang kertas,
pecahan Rp5.000 ke bawah dan Rp50.000 merupakan
pecahan terbanyak yang dimusnahkan masing-masing
45,3% dan 26,4%. (Tabel 7.5)
Rasio pemusnahan terhadap inflow uang kertas
mengalami penurunan dari 65,2% menjadi 55,2% sejalan
dengan meningkatnya inflow uang kartal ke BI. Semakin
kecil denominasi akan menunjukan rasio pemusnahan
uang terhadap inflow yang semakin tinggi. Rasio
pemusnahan uang tidak layak edar pecahan Rp20.000 ke
bawah cenderung stabil pada kisaran di atas 85,0% dari
Tabel 7.4 Pangsa Jumlah Uang Kertasyang Dimusnahkan Berdasarkan Wilayah
Kantor Pusat BI 28,9% 23,8% 19,8%Jawa Non Kantor Pusat 43,1% 47,4% 46,3%Bali + Nustra 2,5% 2,7% 4,1%Sumatera 16,5% 17,4% 19,8%Kalimantan 2,8% 3,4% 3,4%Sulampua 6,2% 5,2% 6,6% 100,0% 100,0% 100,0%
2009 2010 2011
Tabel 7.5 Pangsa Jumlah Uang Kertas yangDimusnahkan Berdasarkan Denominasi
PecahanBerdasarkan Nominal Berdasarkan Jumlah Lembar
2009 2010 2011 2009 2010 2011
100,000 28,6% 36,6% 39,5% 5,2% 10,2% 11,0%50,000 46,6% 51,1% 47,6% 17,0% 28,5% 26,4%20,000 10,8% 5,0% 4,5% 9,8% 7,0% 6,2%10,000 6,5% 3,3% 4,0% 11,9% 9,1% 11,1%<=5000 7,5% 4,1% 4,3% 55,9% 48,8% 45,3% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
�������������
�
����
����
����
����
������������
���� ���� ���� ����
76 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 7 Perkembangan Pengedaran Uang dalam Mendukung Kelancaran Aktivitas Perekonomian Nasional
total inflow, yang mencerminkan bahwa sebagian besar
uang pecahan tersebut yang masuk kembali ke BI adalah
uang tidak layak edar (Tabel 7.6).
Pada tahun 2011, terdapat pemusnahan uang logam tidak
layak edar yang setara dengan nilai Rp19,1 miliar atau 71
juta keping. Secara nominal, sebagian besar uang yang
Tabel 7.6 Pangsa Jumlah Uang Kertasyang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
Pecahan
100,000 21,7% 55,6% 46,1%
50,000 27,0% 69,1% 58,7%
20,000 88,2% 92,1% 88,6%
10,000 92,7% 89,0% 90,9%
< 5,000 89,9% 89,6% 86,1%
Jumlah 30,1% 65,2% 55,2%
2009 2010 2011
Tabel 7.7 Jumlah dan Pangsa Jumlah Uang Logamyang Dimusnahkan Berdasarkan Denominasi
Pecahan Miliar Rp Pangsa Ribu Keping Pangsa
1,000 1,3 7,0% 1,3 1,9%500 13,7 71,7% 27,4 38,5%200 0,4 2,2% 2,1 2,9%100 3,5 18,1% 34,5 48,6%50 0,1 0,7% 2,6 3,7%25 0,1 0,4% 3,0 4,3%10 0,0 0,0% 0,0 0,1%5 - 0,0% - 0,0% 19,1 100,0% 71,0 100,0%
dimusnahkan merupakan uang logam pecahan Rp500
dan Rp100, masing-masing sebesar 71,7% dan 18,1% dari
total pemusnahan. Sementara berdasarkan jumlah keping,
sebagian besar merupakan pecahan uang logam Rp100
dan Rp500, masing-masing sebesar 48,6% dan 38,5% dari
total keping uang logam yang dimusnahkan (Tabel 7.7).
77Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Bab 8 KebijakanPengedaran Uang Tahun 2011
78 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Misi BI dibidang Pengedaran Uang adalah memenuhi kebutuhan uang dimasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi yang layak edar. Dalam mencapai misi tersebut, kebijakan BI selama tahun 2011 mengacu pada tiga rancangan kebijakan, yaitu 1) Peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat dan pemenuhan permintaan uang sesuai dengan jenis pecahan yang dibutuhkan oleh masyarakat/perbankan; 2) Peningkatan efisiensi operasional kas di BI dan Perbankan; serta 3) Pengembangan layanan kas BI dengan mengikutsertakan peran perbankan dan pihak terkait lainnya.
79Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
8.1 Peningkatan Kualitas Uang yang Beredar di Masyarakat dan Pemenuhan Permintaan Uang Sesuai dengan Jenis Pecahan yang dibutuhkan
Dalam mengemban misi BI di bidang pengedaran uang,
diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas
rupiah sebagai uang yang dipercaya dan diterima oleh
masyarakat. Sebagai uang yang dipercaya dan diterima
oleh masyarakat, Rupiah memiliki nilai ekonomi yang
dipercaya, aman dari pemalsuan uang, dalam kondisi
layak edar, mudah dikenali ciri-ciri keasliannya, mudah
dilakukan handling, serta memiliki nilai estetika/
keindahan.
Dalam rangka mewujudkan tersedianya Rupiah yang
berkualitas, BI senantiasa melakukan evaluasi dan analisis
terhadap uang yang telah diedarkan, baik dari aspek
kuantitas maupun kualitas. Selain itu, BI juga melakukan
continuous improvement khususnya terkait dengan
pengkinian unsur pengaman uang.
Upaya peningkatan kualitas uang juga dibarengi dengan
peningkatan kebijakan untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan uang perbankan dan masyarakat di seluruh
wilayah Indonesia, dalam kondisi yang layak edar, lancar,
tepat waktu serta dalam jumlah dan pecahan yang sesuai
dengan kebutuhan.
Kebijakan yang ditempuh sepanjang tahun 2011 dalam
rangka mewujudkan peningkatan kualitas uang rupiah dan
pemenuhan permintaan kebutuhan uang, meliputi:
1. Melakukan perencanaan kebutuhan uang Rupiah
secara komprehensif
2. Melakukan pengadaan uang dan bahan uang secara
tepat waktu;
3. Meningkatkan kelancaran distribusi uang
4. Meningkatkan unsur pengaman dan elemen desain
pada uang kertas pecahan besar
5. Pemantauan kualitas uang
6. Meningkatkan upaya penanggulangan peredaran uang
palsu ;
7. Strategi pemusnahan uang dalam rangka clean money
policy
Perencanaan Kebutuhan Uang Rupiah
Guna memenuhi kebutuhan uang Rupiah yang meningkat
dari tahun ke tahun, mengganti uang yang tidak layak
edar (UTLE), serta mempertimbangkan kecukupan kas BI,
secara berkala BI menyusun Rencana Kebutuhan Uang
(RKU). RKU merupakan proyeksi perhitungan kebutuhan
tambahan uang untuk seluruh unit kerja kas di KPBI dan
KBI untuk periode tertentu, baik jumlah nominal maupun
komposisi pecahan uang.
Penyusunan RKU tersebut digunakan sebagai acuan
bagi BI dalam menetapkan kebijakan strategis berupa
penetapan Rencana Pencetakan Uang dan Rencana
Pengadaan Bahan Uang. Selain itu, penyusunan RKU juga
digunakan secara operasional sebagai pedoman dalam
rangka distribusi uang ke seluruh unit kerja kas di KPBI
dan KBI.
Hal-hal yang diperhatikan dalam perencanaan kebutuhan
uang antara lain variabel makro ekonomi seperti
80 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga (deposito),
nilai tukar dan kondisi perekonomian. Disamping itu, data
pendukung yaitu data historis realisasi outflow, inflow,
pemusnahan uang dan posisi kas, serta kondisi ekonomi
dan karakteristik daerah turut diperhitungkan dalam
perencanaan kebutuhan uang untuk masing-masing unit
kerja kas.
Sebagaimana pelaksanaan perencanaan tahun
sebelumnya, perencanaan kebutuhan uang tahun 2012
telah dilakukan pada triwulan II tahun 2011. secara
internal pelaksanaan perencanaan kebutuhan uang
dilakukan berkoordinasi dengan satuan kerja terkait serta
unit kerja kas di KPBI dan KBI. Secara ekternal dilakukan
koordinasi dengan Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Keuangan RI.
Pengadaan Pencetakan Uang dan Bahan Uang
Berdasarkan hasil penyusunan RKU, setiap tahun
BI melaksanakan kegiatan pengadaan pencetakan
uang dan pengadaan bahan uang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat terhadap uang rupiah yang
cukup, sesuai denominasi, layak edar dan tepat waktu.
Dalam melaksanakan proses pengadaan, BI berpegang
pada ketentuan pengadaan yang berlaku dengan
mengedepankan prinsip - prinsip pengadaan yang efektif,
efisien, transparan, akuntabel, terbuka, bersaing, adil
dan tidak diskriminatif. Hal tersebut dimaksudkan untuk
memperoleh harga pencetakan uang dan bahan uang
yang wajar serta risiko pengadaan yang terkelola dengan
baik.
Pada tahun 2011, BI merencanakan pencetakan uang
kertas (UK) sebanyak 5,8 miliar lembar dan uang logam
(UL) sebanyak 244,9 juta keping. Adapun realisasi
penerimaan HCS UK dan UL pada akhir tahun 2011
mencapai 100% dari rencana pencetakan uang.
Untuk memenuhi kebutuhan pencetakan uang tahun
2011, BI menetapkan pengadaan kertas uang dan logam
uang. Realisasi penerimaan kertas uang dan logam uang
selama tahun 2011 masing-masing mencapai 100,9% dan
100% dari rencana pengadaan bahan uang. Kelebihan
penerimaan kertas uang berasal dari penggantian kertas
uang yang digunakan pada proses uji mutu bahan uang.
Pelaksanaan Distribusi Uang
Guna memenuhi kebutuhan uang layak edar di
seluruh wilayah Indonesia, BI melaksanakan kegiatan
distribusi uang ke seluruh unit kerja kas di KPBI dan
KBI. Pelaksanaan kegiatan tersebut berpedoman pada
Rencana Distribusi Uang (RDU) yang mengacu pada RKU
yang telah ditetapkan.
Untuk memperlancar kegiatan distribusi uang serta
memperhatikan ketersediaan moda transportasi, maka
kegiatan distribusi uang dilakukan melalui 11 KBI yang
telah ditunjuk sebagai Kantor Depot Kas (KDK) yaitu KBI
Medan, KBI Padang, KBI Palembang, KBI Bandung, KBI
Semarang, KBI Surabaya, KBI Denpasar, KBI Banjarmasin,
KBI Makassar, KBI Balikpapan dan KBI Manado. Setiap KDK
bertanggungjawab terhadap distribusi uang di KBI dalam
wilayah koordinasinya.
Disamping itu, dengan mempertimbangkan efisiensi biaya
dan ketersedian moda transportasi, dilakukan pengiriman
secara langsung ke 5 unit kerja kas di KPBI dan KBI (PgUK,
KBI Batam, KBI Bandar Lampung, KBI Pontianak, KBI
Jayapura).
Pelaksanaan kegiatan distribusi uang dari KPBI ke seluruh
unit kerja kas di KBI dilakukan dengan menggunakan
berbagai moda transportasi, seperti angkutan darat (truk
remise, kereta api), angkutan laut (kapal penumpang dan
kapal barang), maupun angkutan udara (pesawat udara).
RDU Tahun 2011 terdiri dari kegiatan distribusi uang
yang ditetapkan sebesar Rp194,1 triliun, dengan realisasi
sebesar Rp215,9 triliun atau 113,3% dari rencana.
Meningkatkan Unsur Pengaman dan Elemen Desain pada Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi elemen pada desain
uang kertas pecahan Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 2004,
Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004, BI secara resmi
telah mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas (UK)
81Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
rupiah desain baru dengan unsur pengaman yang telah
ditingkatkan (upgrading) untuk ketiga pecahan tersebut
melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tanggal
1 Agustus 2011. Adapun pengedaran uang kertas desain
baru tersebut secara luas dilaksanakan pada tanggal 28
Oktober 2011.
Paska penerbitan dan pengedaran ketiga UK desain
baru tersebut, maka desain lama pecahan Rp20.000
TE 2004, Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004
masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah
sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh
BI. Penjelasan mengenai uang kertas desain baru pada
Boks 8.1.
Dalam upaya meningkatkan kualitas uang, Bank Indonesia mengoptimalkan fungsi elemen pada desain uang kertas (UK) dan penyempurnaan unsur pengaman (security features) untuk pecahan Rp100.000 Tahun Emisi (TE) 2004, Rp50.000 TE2005, dan Rp20.000 TE2004. Melalui penyempurnaan unsur pengaman uang kertas pecahan besar tersebut, masyarakat diharapkan lebih mudah mengenali uang antar pecahan, ciri-ciri keaslian uang, dan memberikan perlindungan dari upaya-upaya pemalsuan uang. Ketentuan yang mengatur mengenai pengeluaran dan pengedaran uang kertas yang disempurnakan tersebut ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2011 dan pengedarannya dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2011.
Secara umum, elemen desain utama uang pecahan besar tersebut seperti warna dominan uang, bahan uang, gambar utama dan ukuran uang adalah tetap atau tidak mengalami perubahan.
Uang Kertas Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru
Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004 desain baru didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/16/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/29/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp20.000 (Dua Puluh Ribu) Tahun Emisi 2004.
Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004 desain baru adalah sebagai berikut :
a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;
b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna hijau dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama;
c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah empat parsegi panjang yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.
Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000, Rp50.000, dan Rp20.000 Desain BaruBoks 8.1
82 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Uang Kertas Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi 2005 Desain Baru
Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2005 desain baru didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/17/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/42/PBI/2005 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp50.000 (Lima Puluh Ribu) Tahun Emisi 2005.
Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2005 desain baru adalah sebagai berikut :
a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;
b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna oranye dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama;
Tampak Depan Tampak Belakang
Ciri-ciri Uang Kertas Rp20.000 TE 2004 Desain Baru
Uang Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru
Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank IndonesiaMata Uang : RupiahSeri / Emisi : Pahlawan Nasional / Tahun 2004 Desain BaruPecahan : Rp20.000,-Tgl. Penerbitan : 1 Agustus 2011Penanda tangan : - Darmin Nasution - Halim AlamsyahTanda Air : Oto Iskandar Di NataBahan : Serat KapasUkuran : 147 x 65mmWarna Dominan - Depan : Hijau- Belakang : HijauDisain Utama - Depan : Gambar Oto Iskandar Di Nata- Belakang : Pemetik Teh- Lain-lain : Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah persegi panjang yang terasa kasar bila diraba
83Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah segi tiga yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.
Uang Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi 2005 Desain Baru
Tampak Depan Tampak Belakang
Ciri-ciri Uang Kertas Rp50.000 TE 2005 Desain Baru
Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank IndonesiaMata Uang : RupiahSeri / Emisi : Pahlawan Nasional / Tahun 2005 Desain BaruPecahan : Rp50.000,-Tgl. Penerbitan : 1 Agustus 2011Penanda tangan : - Darmin Nasution - Hartadi A. SarwonoTanda Air : I Gusti Ngurah RaiBahan : Serat KapasUkuran : 149 x 65mmWarna Dominan - Depan : Biru - Belakang : Biru Disain Utama - Depan : Gambar I Gusti Ngurah Rai - Belakang : Danau Beratan Bedugul Bali- Lain-lain : Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah segitiga yang terasa kasar bila diraba
Uang Kertas Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru
Pengeluaran dan pengedaran uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2004 desain baru didasarkan pada PeraturanBank Indonesia Nomor 13/18/PBI/2011 tanggal 1 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/28/PBI/2004 tentang Pengeluaran dan Pengedaran Uang Kertas Pecahan Rp100.000 (Seratus Ribu) Tahun Emisi 2004.
Beberapa perubahan atau penyempurnaan pada uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2004 desain baru adalah sebagai berikut :
84 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing pada sebelah kanan gambar utama berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;
b. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah lingkaran yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kiri gambar utama.
c. Penambahan penulisan DEWAN PERWAKILAN DAERAH pada gambar gedung MPR/DPR RI yang semula bertuliskan“MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT” menjadi “MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH”.
Uang Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2004 Desain Baru
Ciri-ciri Uang Kertas Rp100.000 TE 2004 Desain Baru
Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank IndonesiaMata Uang : RupiahSeri / Emisi : Pahlawan Nasional / Tahun 2004 Desain baruPecahan : Rp100.000,-Tgl. Penerbitan : 1 Agustus 2011Penanda tangan : - Darmin Nasution - ArdhayadiTanda Air : W.R. SupratmanBahan : Serat KapasUkuran : 151 x 65 mmWarna Dominan - Depan : Merah- Belakang : MerahDisain Utama - Depan : Gambar Proklamator RI - Belakang : Gambar Gedung MPR, DPR dan DPD- Lain-lain : Untuk membantu orang yang bermasalah dengan penglihatan, pada lembar uang tersebut diberi tanda (blind code) berupa dua buah lingkaran yang terasa kasar bila diraba
Tampak Depan Tampak Belakang
85Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Survei Uang Rupiah dalam rangka Pemantauan Kualitas Uang
Untuk mengetahui kualitas uang rupiah yang beredar di
masyarakat, BI melakukan pemantauan kualitas rupiah
dengan melaksanakan Survei Tingkat Kelusuhan Uang
Rupiah.
Responden survei adalah masyarakat umum di 10
(sepuluh) wilayah kerja BI, yaitu Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Palembang,
Banjarmasin, Makassar dan Denpasar. Adapun cakupan
wilayah survei dari setiap wilayah berada dalam radius
kurang dari 20 km, 20-40 km, dan di atas 40 km dari
masing-masing KBI wilayah survei. Adapun jumlah
responden sebanyak 1.231 responden.
Terdapat 3 tujuan utama pelaksanaan survei tingkat
kelusuhan uang, yaitu:
1. Memperoleh informasi mengenai kualitas uang yang
beredar di masyarakat, apakah telah sesuai dengan
yang diharapkan dan apakah kegiatan layanan kas yang
dilakukan BI dalam rangka menjaga kualitas uang uang
beredar tersebut telah memadai.
2. Mengetahui tingkat pemahaman dan tingkat
penerimaan masyarakat terhadap kebijakan
pengeluaran dan pengedaran uang logam pecahan
Rp1.000 TE 2010 dan uang kertas Rp10.000 TE 2005
desain baru.
3. Memperoleh opini/pendapat masyarakat atas
dikeluarkannya pecahan Rp10.000 TE 2005 desain baru
untuk mengatasi kesulitan masyarakat membedakan
pecahan Rp10.000 TE 2005 desain lama dengan
Rp100.000 TE 2004.
Survei dilakukan dengan metode kuesioner dengan
pertanyaan tertutup, memilih tingkat kelusuhan terhadap
gambar uang (skala 1/sangat lusuh sampai 8/baik) untuk
menentukan standar kelayakan edar masing-masing
pecahan serta meminta kepada responden untuk
menunjukkan fisik uang yang dimiliki untuk memperoleh
gambaran riil kondisi tingkat kelusuhan uang (skala 1/
sangat lusuh sampai dengan 4/baik).
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi sebagai
berikut:
Kondisi Hasil Survei
1. Tingkat kelusuhan uang yang Beredar. a. Semakin besar pecahan, semakin baik kualitasnya.
b. Kondisi riil pecahan Rp10.000 ke atas berada di atas
harapan responden.
c. Semakin jauh lokasi responden dari KBI, tingkat
kelusuhan uang semakin tinggi.
2. Kualitas uang di ATM dan melalui Kualitas uang yang diperoleh dari ATM lebih baik diband
kasir bank. ingkan dengan uang yang diperoleh dari kasir.
3. Pemahaman terhadap penukaran a. Sebanyak 60,1% responden mengetahun bahwa UTLE
uang tidak layak edar. dapat ditukarkan ke bank umum.
b. Sebanyak 72,1% responden mengetahui UTLE dapat
ditukarkan ke BI.
4. Kebiasaan pembayaran. Sebagian besar responden terbiasa untuk menggunakan
uang lusuh terlebih dahulu untuk transaksi dan setoran
ke bank.
5. Informasi uang logam Rp1.000. a. Sebanyak 96,3% responden mengetahui BI mengeluar
kan dan mengedarkan UL pecahan Rp1.000.
b. Sebanyak 94,8% responden menyatakan pernah
memperoleh UL pecahan Rp1.000.
c. Sebanyak 76,4% responden lebih menyukai pecahan
Rp1.000 berbentuk uang kertas.
d. Sebanyak 57,5% responden menyatakan desain
gambar uang logam bagus; 81,6% menyatakan
beratnya cukup memadai; 53,9% responden
menyatakan ukurannya terlalu kecil; dan 78,7%
menyatakan menyukai jenis bahan logam yang
digunakan.
e. Sebagian besar responden (79,1%) juga menyatakan
bahwa pecahan uang logam Rp1.000 TE 2010 mudah
dibedakan dengan pecahan lain.
6. Kebijakan desain baru UK Rp10.000. a. Sebagian besar responden (99,1%) mengetahui BI
TE 2005 mengeluarkan dan mengedarkan UK Rp10.000 TE 2005
desain baru.
b. Sebanyak 98,5% responden mengetahui adanya
perubahan warna pada desain uang.
c. Sebanyak 96,8% responden menyatakan lebih mudah
membedakan dengan UK pecahan Rp100.000 TE 2004.
7. Informasi lain. a. Alternatif bahan uang yang lebih kuat (durable).
b. Kajian terhadap mekanisme layanan kas yang melibat
kan peran perbankan untuk mengatasi kondisi
kelusuhan uang di daerah yang lokasinya relatif jauh
dari KBI.
c. Perlunya sosialisasi ke masyarakat untuk menyetorkan
uang lusuhnya ke bank dan mendorong perbankan
untuk dapat mambantu tugas menarik UTLE
dari masyarakat.
d. Perlunya penyempurnaan materi sosialisasi ciri keaslian
uang Rupiah untuk lebih mengenalkan unsur
pengaman lain terutama tinta berubah warna (OVI) dan
cetakan pelangi (rainbow printing)
86 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Penanggulangan Peredaran Uang Palsu
Jumlah temuan uang palsu selama tahun 2011 mengalami
penurunan cukup signifikan sebesar 42,3% dibanding
tahun sebelumnya, dengan rasio temuan uang palsu
sebesar 10 lembar setiap satu juta lembar uang kertas
yang diedarkan. Rasio ini lebih rendah dibandingkan
dengan rasio tahun 2010 sebesar 20 lembar temuan uang
palsu setiap satu juta uang kertas yang diedarkan.
Meskipun terjadi penurunan jumlah temuan uang palsu,
namun disinyalir terdapat kecenderungan peningkatan
kualitas pemalsuan uang sebagai dampak kemajuan
teknologi di bidang pencetakan. Mengantisipasi
peningkatan resiko kerugian masyarakat terhadap
peningkatan kualitas pemalsuan uang, BI menempuh
langkah-langkah preventif maupun represif dalam strategi
penanggulangan peredaran uang palsu.
Upaya penanggulangan uang palsu secara preventif
dilakukan melalui peningkatan unsur-unsur pengaman
pada uang serta diseminasi informasi ciri-ciri keaslian
uang Rupiah kepada masyarakat yang dilakukan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui Iklan
Layanan Masyarakat (ILM).
Penyebarluasan informasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah
secara langsung kepada masyarakat dilakukan melalui
berbagai saluran komunikasi, yaitu kegiatan sosialisasi dan
edukasi keaslian uang Rupiah, pameran dan pagelaran
kesenian tradisional yang dilakukan dan diikuti BI,
serta melalui kegiatan Training of Trainers (ToT) yang
dilakukan bekerjasama dengan pihak terkait lainnya yang
dituangkan dalam suatu nota kesepahaman.
Kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah secara langsung
dilakukan kepada perbankan dan instansi lainnya yang
berasal dari berbagai kalangan, seperti akademisi,
pelajar dan mahasiswa, pengusaha, karyawan, organisasi
kemasyarakatan, maupun aparat hukum.
Sosialisasi secara langsung juga dilakukan pada
pelaksanaan berbagai kegiatan pameran yang diikuti
BI di berbagai wilayah Indonesia yaitu Jakarta, Padang,
Balikpapan, Mataram, Teluk Gelam, Cilegon, Palembang
dan Pontianak.
Kekayaan ragam budaya Indonesia menjadi inspirasi
bagi pelaksanaan kegiatan sosialisasi keaslian uang
Rupiah. Pagelaran wayang yang kaya dengan nilai-nilai
budaya menjadi salah satu media sosialisasi keaslian
Rupiah kepada masyarakat luas. Sepanjang tahun 2011,
BI melaksanakan 10 kali kegiatan pagelaran wayang di
wilayah Jakarta, Purwokerto, Bojonegoro, Banyuwangi,
Sukabumi, Kudus, Boyolali, Bandar Lampung dan
Palembang, dengan jumlah audience mencapai 11.000
orang.
Guna memperluas jangkauan kegiatan diseminasi keaslian
uang Rupiah secara langsung melalui kegiatan ToT dan
sosialisasi, BI menjalin kerjasama dengan 3 instansi di luar
perbankan yang dalam transaksinya banyak menggunakan
uang kartal, yaitu PT. Petamina, PT. Transjakarta dan
Perum Pegadaian. Melalui kerjasama tersebut, para
peserta pelatihan dibekali dengan pengetahuan yang
memadai tentang keaslian uang rupiah, sehingga
diharapkan dapat menerapkan pengetahuannya dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat serta mampu
berperan sebagai narasumber dalam kegiatan sosialisasi
keaslian uang Rupiah yang dilaksanakan secara mandiri di
lingkungan kerjanya.
Upaya preventif secara langsung dalam penanggulangan
uang palsu juga dilakukan melalui kerjasama antara
BI dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan
Kementerian Agama Kantor Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat. Kerjasama tersebut dilakukan dengan
menyusun silabus ciri-ciri keaslian uang Rupiah untuk
dimasukkan dalam kurikulum SMU sederajat. Melanjutkan
keberhasilan di Sukabumi, ke depan kerjasama tersebut
akan diperluas di wilayah lainnya.
Sosialisasi keaslian uang Rupiah secara tidak langsung
melalui ILM, yang dikenal dengan “3D” (Dilihat, Diraba.
Diterawang), terus dilakukan selama tahun 2011 melalui
berbagai media massa, baik elektronik maupun cetak,
seperti radio, koran dan majalah. Melalui publikasi
tersebut, masyarakat diharapkan dapat memperoleh
kemudahan dalam mengenali ciri-ciri keaslian Rupiah.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif
dilakukan melalui peningkatan koordinasi dengan
87Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
BOTASUPAL dan aparatur penegak hukum lainnya seperti
Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.
Dalam rangka membantu proses penyidikan tindak pidana
uang Rupiah palsu oleh pihak Kepolisian, BI menerima
permintaan pemeriksaan laboratorium dari POLRI untuk
digunakan sebagai salah satu alat bukti di persidangan.
Selain itu, BI juga turut berperan sebagai saksi ahli dalam
persidangan kasus pemalsuan uang Rupiah di pengadilan.
Strategi Pemusnahan Uang dalam rangka Clean Money Policy
Untuk menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat,
BI melakukan pemusnahan UTLE berupa uang lusuh,
rusak, cacat maupun uang yang telah ditarik dari
peredaran. Untuk terus meningkatkan standar kualitas
uang kertas pecahan besar yang dapat diedarkan kembali
ke masyarakat, BI melanjutkan kebijakan penetapan
standar tingkat kelusuhan (soil level) tertentu pada sarana
pengolahan uangnya yang telah dilaksanakan sejak tahun
2009.
Sementara itu untuk terus menjaga kualitas uang logam,
dilakukan kegiatan peleburan terhadap uang logam tidak
layak edar yang masuk ke BI dengan jumlah sebanyak
311,8 ton, terdiri dari uang logam jenis alumunium, cupro
nickel, aluminium bronze, brass clad steel dan logam
bimetal.
8.2 Peningkatan Efisiensi Operasional Kas di BI dan Perbankan
Peningkatan efisiensi operasional kas pada tahun 2011
dilakukan dengan menyempurnakan sistem dan prosedur
layanan kas kepada perbankan yang bersifat “customer
oriented”.
Pelaksanaan kebijakan yang dilakukan sepanjang tahun
2011 dalam upaya meningkatkan efisiensi operasional kas
tersebut meliputi:
1. Penyempurnaan sistem dan prosedur penyetoran dan
penarikan uang oleh bank umum di BI.
2. Pemantauan kegiatan sortasi dan layanan kepada
nasabah oleh perbankan dan perusahaan cash in
transit (CIT).
3. Optimalisasi kinerja sarana pengelolaan uang.
Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di Bank Indonesia
Dalam rangka meningkatkan efisiensi cash handling BI
maupun cash management perbankan untuk mencapai
peningkatan kualitas uang yang beredar di masyarakat, BI
mengeluarkan penyempurnaan mekanisme penyetoran
dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI
sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran No.13/9/DPU
tanggal 5 April 2011.
Ketentuan tersebut secara umum mengatur beberapa hal,
antara lain:
a. Optimalisasi pengolahan/sortasi uang oleh bank
umum terhadap standar Uang Layak Edar (ULE) dan
Uang Tidak Layak Edar (UTLE).
b. Optimalisasi transaksi uang kartal antar bank (TUKAB).
c. Mekanisme dan tatacara penyetoran ULE dan UTLE.
d. Optimalisasi penyampaian laporan dan informasi
terkait dengan posisi likuiditas harian dan rencana
penarikan dan penyetoran uang.
Berlakunya penyempurnaan ketentuan tersebut
memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum
dalam menyetorkan kelebihan likuiditas Rupiah dengan
tetap memperhatikan optimalisasi TUKAB dan efisiensi
pengelolaan uang di perbankan.
Penjelasan mengenai penyempurnaan ketentuan
penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI
pada Boks 8.2.
88 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Perkembangan ekonomi nasional akhir-akhir ini berdampak pada peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan.
Perkembangan tersebut tercermin dari peningkatan aliran uang kartal baik melalui BI dan perbankan. Kondisi
tersebut menyebabkan beban pengolahan uang (cash handling) pada BI dan perbankan semakin berat.
Upaya yang dilakukan BI untuk mengurangi beban tersebut antara lain dengan menerbitkan ketentuan
penyetoran dan penarikan uang Rupiah oleh bank umum di BI melalui Surat Edaran No. 9/37/DPU tanggal 27
Desember 2007. Ketentuan tersebut mengatur antara lain mekanisme penyetoran dan penarikan uang Rupiah
oleh bank atau pihak lain atas nama bank yang tecatat rekeningnya di BI, kewajiban bank untuk melakukan sortasi
atau pengolahan uang, penetapan standarisasi ULE dan UTLE, persyaratan dan mekanisme diskresi1 penyetoran
uang layak edar, mekanisme transaksi uang kartal layak edar antar bank dan pelaporan likuiditas.
Dari sisi BI, ketentuan ini pada awalnya mampu memperlambat laju pertumbuhan aliran uang kartal dari/ke BI
(outflow dan inflow). Namun demikian, seiring dengan kenaikan uang kartal yang diedarkan, outflow dan inflow
terus meningkat dari tahun-tahun sehingga beban pengolahan uang di BI semakin meningkat. Sementara itu, di
sisi perbankan, ketentuan yang membatasi penyetoran uang layak edar ke BI telah memicu peningkatan “cash in
vault” yang pada gilirannya membebani manajemen kas perbankan akibat idle money dan biaya asuransi yang
meningkat.
Untuk mengoptimalkan pengolahan uang di BI dan meningkatkan efisiensi manajemen kas perbankan serta
meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat, BI mengeluarkan penyempurnaan ketentuan mengenai
penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di BI berdasarkan Surat Edaran No.13/9/DPU pada
tanggal 5 April 2011. Penyempurnaan ketentuan tersebut memberikan akses yang lebih luas kepada bank umum
untuk menyetorkan dan menarik uang Rupiah sesuai dengan kondisi likuiditasnya dan tetap memperhatikan
optimalisasi Transaksi Rupiah Antar Bank (TUKAB). Hal ini sejalan dengan upaya BI untuk mengembalikan peran
BI sebagai last resort dalam bidang pengedaran uang, dimana setelah melakukan TUKAB, bank dalam kondisi
net long dapat melakukan penyetoran uang ke BI, sementara bank dalam kondisi net short dapat melakukan
penarikan uang di BI.
Perspektif biaya “cash handling” pada BI
Cash handling yang dilakukan BI meliputi distribusi uang2, layanan kas kepada perbankan (penyetoran dan
penarikan uang), pengolahan/sortasi uang dan pemusnahan uang. Kegiatan yang relevan dalam perspektif biaya
adalah kegiatan distribusi uang dan pengolahan/sortasi uang, mengingat dalam kegiatan tersebut terdapat biaya
SDM (kasir), biaya pengiriman uang dan biaya pengelolaan peralatan kas berupa biaya investasi maupun biaya
perawatan peralatan kas.
Penyempurnaan Ketentuan Penyetoran danPenarikan Uang oleh Bank Umum di BIBoks 8.2
1 Diskresi adalah kebijakan yang dilakukan oleh BI kepada perbankan berupa kelonggaran untuk dapat menyetorkan uang layak edar dalam kondisi tertentu2 Kegiatan distribusi uang meliputi distribusi uang HCS dari Perum Peruri, penerimaan uang eks peredaran dari KBI, penerimaan UL afkir dari KBI, pengiriman uang HCS dan eks peredaran ke KBI dan sebaliknya.
89Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Melalui penyempurnaan ketentuan tersebut, yaitu akses yang lebih besar kepada perbankan untuk menyetorkan
kelebihan likuditasnya, pembayaran oleh BI kepada bank melalui mekanisme dropshot ULE3 serta perpanjangan
masa retensi pembayaran oleh BI kepada bank dengan menggunakan ULE eks setoran bank, akan mendorong
optimalisasi cash handling di BI. Mekanisme dropshot dan perpanjangan masa retensi tersebut akan mengurangi
beban pengolahan/sortasi uang. Selain itu kebijakan tersebut akan meningkatkan re-sirkulasi ULE yang pada
gilirannya dapat mengurangi kebutuhan uang baru (HCS).
Berkurangnya beban pengolahan/sortasi uang dapat mengurangi kebutuhan tambahan SDM (kasir) dan biaya
investasi dan pemeliharaan peralatan kas. Selain itu, berkurangnya kebutuhan uang HCS dapat mengurangi biaya
pengadaan bahan uang, biaya cetak uang dan biaya distribusi uang.
Perspektif biaya cash management perbankan
Dari sisi perbankan, biaya cash management terutama disebabkan oleh kelebihan likuiditas uang kartal di atas
persediaan untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya. Kelebihan persediaan tersebut akan berdampak pada
“idle money” dan biaya asuransi penyimpanan uang. Idle money yang mengendap di khazanah bank berpotensi
penyebab opportunity cost perbankan. Disisi lain, kelebihan uang kartal mendorong peningkatan biaya asuransi
yang harus dikeluarkan oleh bank yang meliputi biaya asuransi cash in transit dan cash in vault.
Potensi in-efisiensi tersebut diatas dapat diminimalkan dengan berlakunya penyempurnaan ketentuan penyetoran
dan penarikan uang oleh bank umum di BI. Akses yang lebih besar yang dimiliki perbankan dalam menyetorkan
kelebihan likuiditas bank kepada BI dapat meningkatkan efisiensi cash management perbankan melalui
berkurangnya idle money maupun biaya asuransi. Perbankan cukup menjaga kebutuhan kas sesuai kebutuhan
operasional mereka dalam memenuhi kebutuhan nasabah sehingga cash management perbankan dapat lebih
optimal.
Materi Ketentuan Penyetoran dan Penarikan Uang oleh Bank Umum di BI
Materi yang tercakup dalam penyempurnaan ketentuan penyetoran dan penarikan uang oleh bank umum di BI
tersebut meliputi prinsip umum, kegiatan penyetoran uang tidak layak edar, kegiatan penyetoran uang layak edar,
kegiatan pemilahan (penyortiran) uang oleh bank dan penyampaian laporan dan informasi.
Prinsip Umum
1. Bank dapat melakukan penyetoran dan/atau penarikan uang di BI dalam 1 (satu) hari kerja :
a. Pelaksanaan kegiatan penyetoran dan/atau penarikan hanya dapat dilakukan masing-masing 1 (satu) kali.
b. Penyetoran dan penarikan Uang yang masih Layak Edar (ULE) dilakukan terhadap pecahan yang berbeda.
3 Dropshot ULE adalah pembayaran uang setoran ULE dari bank oleh BI kepada penyetor atau bank berbeda, dimana setoran ULE yang diterima BI sebelumnya tidak dilakukan perhitungan rinci dan penyortiran. Uang setoran ULE tersebut diterima oleh BI, dan pada hari berikutnya dapat dibayarkan kepada bank penyetor atau bank yang berbeda, dalam 1 kemasan plastik transparan (10 brood) yang masih utuh, tersegel dan terdapat label bank penyetor.
90 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
c. Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan penarikan ULE dapat dilakukan terhadap pecahan yang sama
atau berbeda.
2. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Long (setelah terlebih dahulu
mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Long dapat melakukan peyetoran uang ke BI.
3. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Short (setelah terlebih dahulu
mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Short dapat melakukan penarikan uang ke BI.
2. Kegiatan Penyetoran Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
1. Bank dapat menyetorkan UTLE kepada BI tanpa pembatasan terhadap jumlah dan jenis pecahan dengan
terlebih dahulu menyampaikan faksimili rencana penyetoran UTLE.
2. Uang yang disetorkan kepada BI dipisahkan antara ULE dan UTLE.
3. Dalam hal kondisi Perbankan di wilayah kerja KPBI atau KBI mengalami Posisi Net Short (setelah terlebih
dahulu mengoptimalkan TUKAB), maka Bank yang mengalami Posisi Short meskipun memiliki UTLE dapat
menyetorkan UTLE sekaligus melakukan penarikan ULE baik pecahan yang sama maupun pecahan yang
berbeda dalam 1 (satu) hari kerja.
�����
�����
�����
�����������������������
������������������
�������������� �����������������
�
� � �
�������������� �����������������������������������
��� ������������������������������������������������������������������������������������� ������������������������������������� ��������������������������������
�� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
�� ����������������������������������������������������������������� ���������������������������������������������������������������
�
��������
�����
����
��������������
���������������������������
���������������������������������������
3. Kegiatan Penyetoran Uang Layak Edar
1. Pada hari pelaksanaan penyetoran ULE oleh bank yang mengalami Posisi Long, maka bank yang lain tidak
dapat melakukan penarikan uang pecahan yang sama.
2. Bagi bank yang telah menyetorkan ULE, maka bank tersebut tidak dapat melakukan penarikan selama periode
3 (tiga) hari kerja berikutnya untuk pecahan yang sama terhitung sejak tanggal penyetoran ULE tersebut.
91Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
3. Pembatasan 3 (tiga) hari kerja pada huruf b. tersebut, hanya berlaku bagi bank yang melakukan penyetoran
ULE, sehingga bagi bank lainnya dapat melakukan penarikan untuk setiap jenis pecahan.
4. Pembatasan penarikan selama 3 (tiga) hari kerja tidak berlaku bagi bank yang mengalami keadaan memaksa
(force majeure) dengan pendekatan pada kondisi masing-masing bank.
4. KegiatanPemilahan(Penyortiran)UangolehBank
1. Bank wajib melakukan pemilahan antara ULE dan UTLE antara lain untuk disetorkan ke BI dan untuk
melaksanakan TUKAB dengan berpedoman pada standarisasi ULE dan/atau UTLE yang ditetapkan oleh BI.
2. ULE yang akan disetorkan ke BI minimal dalam kelipatan 10 (sepuluh) brood untuk uang kertas yang dikemas
dalam kantong plastik transparan. Adapun untuk ULE uang logam minimal dalam kelipatan 1 (satu) kantong
plastik yang berisi 500 (lima ratus) keping.
5. Kegiatan Penyampaian Pelaporan dan Informasi
1. Bank menyampaikan Laporan Proyeksi Bulanan Cashflow yaitu Inflow dan Outflow yang dirinci dalam
mingguan (minggu I s.d. minggu IV).
2. Penyampaian informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square disampaikan dalam 2 (dua) tahap
yakni:
1) Tahap I
a. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square dimulai sejak jam kerja di BI
sampai dengan paling lambat pukul 09.00 waktu setempat.
b. Selanjutnya, BI menyampaikan hasil rekapitulasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square kepada
Bank paling lambat pukul 09.30 waktu setempat melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.
2) Tahap II
a. Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short, dan / atau Posisi Square dimulai setelah pukul
09.00 sampai dengan paling lambat pukul 16.00 waktu setempat.
b. BI menyampaikan hasil rekapitulasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square kepada Bank paling
lambat pukul 16.15 waktu setempat melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.
c. Bank menyampaikan rencana penarikan dan/atau penyetoran melalui faksimili paling lambat pukul 16.30
waktu setempat, berdasarkan hasil rekapitulasi informasi Posisi Long, Posisi Short, dan/atau Posisi Square
sebagaimana dimaksud pada butir 2)b.
d. Berdasarkan faksimili yang disampaikan oleh bank sebagaimana dimaksud pada huruf c., BI menyampaikan
hasil rekapitulasi faksimili rencana penyetoran dan/atau penarikan kepada bank yang dijadikan dasar untuk
melakukan penyetoran dan/atau penarikan melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI.
92 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
e. Bagi bank yang akan melakukan perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan setelah BI
menyampaikan hasil rekapitulasi faksimili sebagaimana dimaksud pada huruf d.,maka bank yang
bersangkutan menyampaikan laporan perubahan posisi ULE dan perubahan rencana penarikan dan/atau
penyetoran melalui sistem informasi yang telah ditetapkan oleh BI dan faksimili paling lambat telah
diterima BI pada pukul 08.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya, dengan pengaturan sebagai
berikut:
a) Bank yang mengalami perubahan Posisi ULE, terlebih dahulu mengoptimalkan TUKAB dengan Bank
lainnya.
b) BI menyampaikan hasil rekapitulasi kepada bank mengenai Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi
Square paling lambat pukul 08.15 waktu setempat sebagai informasi final rencana penyetoran dan/atau
penarikan dari masing-masing bank.
c) Bank yang telah mengajukan faksimili rencana penyetoran dan/atau penarikan dapat melakukan
perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan paling lambat pukul 08.30 waktu setempat.
d) Dalam hal perubahan rencana penyetoran dan/atau penarikan mengakibatkan terdapatnya penarikan
uang ke BI maupun perubahan jumlah penarikan uang ke BI, maka bank wajib menyampaikan
permohonan melalui faksimili dengan menyampaikan faktor-faktor penyebabnya untuk mendapatkan
persetujuan BI.
93Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Pemantauan Kegiatan Sortasi dan Layanan Kepada Nasabah oleh Perbankan dan Perusahaan CIT
Pelaksanaan pemantauan kegiatan pengolahan (sortasi)
uang kartal dan layanan kepada nasabah yang dilakukan
oleh perbankan merupakan strategi kebijakan dalam
mendukung kesesuaian kualitas uang yang diedarkan
oleh perbankan dan hasil olahan dari perusahaan Cash in
Transit (CIT). Melalui pemantauan tersebut, diharapkan
standar kualitas uang layak edar sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
Pada tahun 2010, BI telah menyusun acuan standar
kualitas uang dalam bentuk “Buku Panduan Ciri-Ciri
Keaslian dan Standar Kualitas Uang Rupiah” yang menjadi
acuan bagi BI, perbankan, dan perusahaan CIT dalam
melakukan pengklasifikasian kualitas uang. Meskipun
sudah terdapat acuan, dalam praktek pengolahan uang di
sentra pengolahan uang bank dan perusahaan CIT, masih
ditemukan kualitas uang hasil sortasi baik ULE maupun
UTLE tidak sesuai dengan standar kualitas tersebut. Guna
penyeragaman kualitas uang layak edar di perbankan dan
perusahaan CIT dan menyamakan persepsi kualitas uang
layak edar antara perbankan dan perusahaan CIT dengan
standar yang ditetapkan oleh BI, maka pada tahun 2011,
dilakukan pemantauan kegiatan pengolahan uang di
perbankan dan perusahaan CIT.
Tujuan dari pemantauan kegiatan pengolahan uang di
perbankan dan perusahaan CIT adalah:
a. Mengetahui metode atau proses pengolahan uang di
masing-masing perbankan dan perusahaan CIT;
b. Mengetahui kesesuaian kualitas hasil sortasi uang yang
dilakukan perbankan dan perusahaan CIT;
c. Mendapatkan informasi mengenai peralatan yang
digunakan untuk melakukan pendeteksian keaslian
uang di perbankan dan perusahaan CIT;
d. Mendapatkan masukan dari perbankan dan
perusahaan CIT mengenai ketentuan dan pelayanan BI
di bidang pengedaran uang.
Adapun ruang lingkup yang menjadi obyek pemantauan
adalah informasi umum mengenai kegiatan perkasan dan
kebutuhan uang, metodologi pengolahan uang, standar
kualitas uang, serta kualitas hasil sortasi.
Pemantauan kegiatan sortasi uang pada tahun 2011
dilaksanakan di 4 bank di wilayah KBI Pematang Siantar,
3 perusahaan CIT di wilayah KBI Semarang, 3 bank dan 3
perusahaan CIT di wilayah KPBI, dan 2 bank di wilayah KBI
Malang.
Berdasarkan pemantauan tersebut, dapat disimpulkan
beberapa hal, yaitu:
1. Sebagain besar perbankan dan perusahaan CIT
masih melakukan pengolahan uang secara manual.
Pendeteksian keaslian uang Rupiah dilakukan
berdasarkan pengalaman pegawai dan penggunaan
lampu ultraviolet.
2. Pengolahan uang di perbankan dan perusahaan CIT
sebagian besar dilakukan oleh pegawai outsourcing.
Kecepatan maksimal pegawai dalam melakukan
sortasi/pemilahan uang secara manual sekitar 5.000
lembar per jam.
3. Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK) yang umum
digunakan oleh perbankan dan perusahaan CIT
memiliki kecepatan berkisar antara 25.000 - 35.000
lembar per jam.
4. Pemahaman pegawai bank dan perusahaan CIT
mengenai standar kualitas uang layak edar masih
belum seragam. Beberapa bank belum menggunakan
buku Panduan Standar Visual Kualitas Uang sebagai
acuan dalam melakukan pemilahan/sortasi uang.
5. Pemahaman pegawai bank dan perusahaan CIT
mengenai prosedur penanganan uang yang diduga
palsu dan uang rusak belum merata. Salah satu
penyebab hal tersebut karena tingginya tingkat
perputaran (turn over) pegawai di perbankan dan
perusahaan CIT.
Berdasarkan hasil tersebut, pemantauan perlu dilakukan
terus-menerus untuk menjamin persamaan persepsi
mengenai standar kualitas dan konsistensi pembacaan
MSUK serta untuk mendapatkan informasi permasalahan
yang dihadapi oleh bank dan/atau perusahaan CIT.
94 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Pemantauan tersebut perlu didukung dengan upaya
sosialisasi yang terus menerus terkait sosialisasi ciri
keaslian uang Rupiah dan prosedur penanganan uang
palsu kepada petugas bank/perusahaan CIT, serta
menghimbau kepada perbankan/perusahaan CIT yang
melakukan pengolahan uang dalam jumlah besar untuk
menggunakan mesin sortasi dan alat deteksi keaslian yang
lebih memadai.
Optimalisasi Kinerja Sarana Pengelolaan Uang
Penggunaan sarana pengelolaan uang secara optimal
akan memperlancar handling uang yang bersumber
dari setoran perbankan dan masyarakat, sehingga uang
yang layak edar dapat segera dibayarkan kembali ke
perbankan/masyarakat.
Kebijakan yang dilakukan pada tahun 2011 adalah dengan
melakukan pelatihan mengenai sarana pengelolaan uang
baik di tingkat teknis dan manajemen, serta pemantauan
langsung dan tidak langsung terhadap penggunaan
peralatan kas baik di KPBI dan KBI.
Disamping itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
optimalisasi kinerja sarana pengolahan uang antara
lain dengan memprioritaskan pengolahan uang kertas
pecahan terbesar (Rp100.000) sampai dengan minimal
pecahan Rp 10.000 sesuai dengan kapasitas optimal
MSUK yang dimiliki.
Melalui berbagai strategi kebijakan yang dilakukan,
terdapat peningkatan rata-rata kinerja pengolahan uang
menggunakan mesin sortasi uang sebesar 13,5% dari
tahun sebelumnya.
8.3 Pengembangan Layanan Kas BI dengan Mengikutsertakan Peran Perbankan dan Pihak Terkait Lainnya
Wilayah Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang
memiliki cakupan daerah terpencil dan terdepan yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga. Guna
menjangkau ketersediaan uang layak edar di wilayah
tersebut, dilakukan pengembangan dan peningkatan
layanan kas dengan melibatkan peran perbankan dan
pihak terkait lainnya terutama untuk meningkatkan
kelancaran dan jangkauan distribusi uang. Selain untuk
menjamin ketersediaan Rupiah, pengembangan dan
peningkatan layanan kas khususnya di daerah terdepan
NKRI dimaksudkan juga untuk menjaga eksistensi uang
Rupiah.
Strategi kebijakan yang dilakukan pada tahun 2012, antara
lain:
1. Meningkatkan layanan penukaran uang kepada
masyarakat melalui kerjasama BI dengan bank dan/
atau pihak terkait lainnya.
2. Meningkatkan layanan kas BI di daerah yang jauh dari
jangkauan BI (remote area) berupa kas keliling dan kas
titipan.
3. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan TNI AL
dan Kepolisian Perairan (Polair) untuk distribusi dan
pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan
NKRI termasuk melakukan kegiatan sosialisasi
mengenai ciri keaslian uang Rupiah.
Optimalisasi Layanan Kas Bank Indonesia
Strategi kebijakan untuk mengoptimalkan layanan
kas BI dilakukan antara lain dengan menerapkan dan
mempertahankan mutu layanan kas sesuai dengan
sertifikasi internasional berupa ISO 9001:2008.
Sertifikasi tersebut untuk kegiatan layanan penarikan
dan penyetoran uang oleh bank umum di KPBI, serta
penerapan strategi layanan secara rutin dalam kondisi
normal dan strategi layanan tertentu guna menghadapi
peningkatan permintaan uang secara signifikan menjelang
hari raya keagamaan.
Layanan Kas Harian BI
Peningkatan layanan kas BI dilakukan dengan menerapkan
strategi efisiensi waktu layanan kas serta adanya prosedur
layanan kas sesuai standar internasional.
Selama tahun 2011, rata-rata waktu layanan kas dalam
rangka penarikan uang kartal oleh perbankan selama 19
menit 11 detik, tidak mengalami perubahan dari waktu
95Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Gam
bar
8.1
Pet
a L
ayan
an K
as B
ank
Ind
on
esia
96 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
layanan tahun 2010. Adapun rata-rata waktu layanan
penyetoran uang oleh perbankan selama 18 menit 02
detik, lebih lama dari waktu layanan penyetoran tahun
sebelumnya selama 17 menit 4 detik per bank.
Strategi Layanan Kas pada Periode Ramadhan dan Idul Fitri
Kegiatan layanan kas mencapai puncaknya pada periode
Ramadhan dan Idul Fitri. Strategi BI pada periode tersebut
dirangkum dalam 2 cakupan kebijakan, yaitu strategi
pemenuhan kebutuhan uang selama Ramadhan dan Idul
Fitri, serta strategi antisipasi arus balik uang kartal dari
perbankan paska Idul Fitri.
Strategi Pemenuhan Uang Kartal Selama Periode Ramadhan dan Idul Fitri
1. Perencanaan kebutuhan uang selama Ramadhan
Guna mengetahui kebutuhan uang kartal selama
Ramadhan, dilakukan penyusunan estimasi jumlah
penarikan dan penukaran dalam nominal dan
jenis pecahan secara nasional. Untuk menyusun
perencanaan kebutuhan uang tersebut, dilakukan
koordinasi secara internal maupun eksternal. Secara
internal, koordinasi dilakukan dengan unit kerja kas di
KPBI dan KBI, sedangkan secara eksternal koordinasi
melibatkan stakeholders yaitu perbankan dan pihak
terkait lainnya. Hal ini dilakukan untuk menggali
informasi terkait dengan kebutuhan uang baik uang
pecahan besar (UPB) dan uang pecahan kecil (UPK).
2. Strategi Distribusi Uang
Peningkatan kebutuhan uang pada periode Ramadhan
dan Idul Fitri perlu didukung dengan kecukupan
persediaan kas di seluruh wilayah Indonesia. Selain
melakukan distribusi dan pengiriman uang lebih
awal ke unit kerja kas di KPBI dan KBI, dilakukan
juga upaya meningkatkan frekuensi dan kuantitas
pengiriman uang yang mencapai Rp63,7 triliun. Dari
jumlah tersebut, 74,1% pengiriman dilakukan selama
bulan Juli dan sisanya pada paruh awal bulan Agustus
2011. Untuk menjamin kelancaran arus distribusi
uang, BI melakukan kerjasama secara intensif dengan
penyedia jasa transportasi, baik darat (kereta api), laut
(kapal penumpang dan kapal barang), maupun udara
(pesawat terbang).
3. Strategi Peningkatan Layanan Kas
Dalam rangka memperlancar layanan kas bagi
perbankan, BI meminta perbankan untuk
menyampaikan lebih awal proyeksi kebutuhan uang
selama periode Ramadhan dan Idul Fitri. Adapun
pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan mulai
minggu ke-4 Juli 2011 sehingga pada awal Ramadhan
(awal Agustus 2011) perbankan telah siap untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat baik di kantor pusat
maupun di seluruh kantor cabangnya.
Untuk pemenuhan dan penyebaran kebutuhan UPK,
BI melibatkan perbankan dalam kerjasama layanan
penukaran UPK kepada masyarakat. Selain itu, BI
juga membuka layanan secara langsung melalui loket
penukaran baik di kantor BI maupun di berbagai
instansi lainnya. Sementara itu, kegiatan layanan
penukaran kas luar kantor dilakukan dengan membuka
loket penukaran di stasiun kereta api dan rest area
jalan tol (Jakarta-Cikampek), disamping dilakukan
dengan meningkatkan frekuensi dan menambah
plafon kas keliling di berbagai wilayah di Indonesia
hingga ke daerah terpencil.
Melalui berbagai strategi layanan kas yang ditempuh oleh
BI serta didukung kerjasama yang baik dengan perbankan,
kebutuhan uang kartal selama periode Ramadhan dan
Idul Fitri sebesar Rp79,0 triliun atau naik 45,5% dari tahun
sebelumnya dapat dipenuhi dengan lancar dan tanpa
kendala berarti.
Strategi Layanan Kas Paska Idul Fitri
Paska Hari Raya Idul Fitri, terdapat kelebihan likuiditas
uang kartal di perbankan yang akan disetorkan kembali
ke BI. Jumlah aliran uang yang masuk ke BI paska Idul Fitri
tercatat sebesar Rp66,0 triliun atau sebesar 83,5% dari
total outflow selama Ramadhan.
97Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Menghadapi tingginya arus balik uang kartal tersebut,
BI melakukan optimalisasi pendayagunaan sumber
daya kasir dan sarana pengolahan uang termasuk
melaksanakan pengolahan uang diluar jam kantor dan
hari kerja. Kegiatan penyerapan kelebihan likuiditas uang
kartal dilakukan di seluruh unit kerja kas di KPBI dan KBI
dengan mengacu pada SE BI No.13/9/DPU tanggal 5 April
2011 tentang penyetoran dan penarikan uang oleh bank
umum di BI.
Guna memperlancar perputaran uang dari BI ke
perbankan, BI menempuh strategi membayarkan kembali
setoran uang layak edar (ULE) kepada bank yang sama
atau bank yang berbeda dalam satu wilayah kerja yang
sama, menetapkan prioritas hasil sortasi UPB untuk
keperluan ATM, serta mengirimkan kembali kelebihan
uang kartal di KBI ke KPBI.
Strategi Layanan Kas Periode Natal dan Tahun Baru
Menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru, BI tidak
menerapkan strategi khusus layanan kas pada periode
tersebut meskipun kebutuhan uang mengalami kenaikan.
Hal ini mengingat sebagian besar kebutuhan uang selama
periode tersebut merupakan UPB.
Adapun kegiatan penukaran UPK dalam rangka hari Natal
dan Tahun Baru relatif sama dengan kondisi normal yang
dipenuhi dengan meningkatkan pelayanan bekerjasama
dengan perbankan dan pihak terkait lainnya.
Optimalisasi Layanan Kas Bank Indonesia Di Luar Kantor
Layanan Kas Keliling
Kegiatan layanan kas keliling adalah kegiatan layanan
penukaran uang oleh unit kerja kas di KPBI dan KBI
kepada masyarakat, bank dan/atau pihak lain dengan
menggunakan sarana transportasi tertentu. Kas keliling
kepada masyarakat (retail) dilakukan di dalam kota dan/
atau di luar kota, sedangkan kas keliling kepada bank dan/
atau pihak lain (wholesale) dilakukan di luar kota.
Kegiatan layanan kas keliling bertujuan untuk pemenuhan
kebutuhan ULE dan UPK di masyarakat. Strategi layanan
kas di KPBI di arahkan ke lokasi yang memiliki tingkat
kebutuhan dan perputaran uang cukup tinggi. Sedangkan
di KBI, selain di arahkan ke lokasi yang memiliki tingkat
kebutuhan dan perputaran uang cukup tinggi, juga
diarahkan ke lokasi di luar wilayah kerja BI yang belum
dapat dilayani oleh perbankan yang ada.
Pada tahun 2011, layanan kas keliling yang telah
dilaksanakan di KPBI sebanyak 884 kali dengan rincian 832
kali untuk wilayah Jabodetabek dan 52 kali di luar wilayah
KPBI. Untuk wilayah Jabodetabek, titik layanan meliputi
62 lokasi yang tersebar di 22 pasar tradisional, rest area,
lembaga pemerintah dan 5 stasiun kereta api (Stasiun
Kota, Gambir, Senen, Tanah Abang dan Jatinegara).
Untuk wilayah di luar Jabodetabek, layanan kas keliling
telah menjangkau 8 lokasi yaitu Sukabumi, Serang,
Rangkasbitung, Pandeglang, Labuan, Cilegon, Kerawang
dan Kepulauan Seribu.
Terkait dengan pencitraan uang Rupiah, khususnya
kepada wisatawan asing, BI juga merintis kerjasama
penukaran yang dilakukan melalui 2 perusahaan Pedagang
Valuta Asing (PVA) di Jakarta.
Selain kegiatan diatas, terdapat kegiatan kas keliling dalam
rangka mendukung kegiatan tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pengunjung dan peserta pameran, antara lain
di arena Pekan Raya Jakarta dan pameran dalam rangka
pengembangan usaha kecil serta pameran pembangunan
yang dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia.
Layanan Kas Titipan
Kegiatan kas titipan adalah kerjasama antara BI dengan
kantor bank umum di suatu lokasi yang jauh dari
jangkauan kantor BI. Dalam kas titipan, BI menitipkan
sejumlah uang untuk dikelola oleh suatu kantor bank
setempat guna memenuhi kebutuhan penarikan dan
penyetoran oleh kantor-kantor bank dalam satu wilayah
kota/daerah yang menjadi bank peserta kas titipan.
98 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Layanan kas titipan ini dilakukan sebagai solusi untuk
menjangkau blank spot areas karena belum terjangkau
layanan kas secara optimal oleh KBI terdekat.
Pada tahun 2010, terdapat 13 lokasi kas titipan yang
berada di 8 wilayah KBI. Adapun pada tahun 2011,
jumlah kas titipan menjadi 15 lokasi di 9 wilayah KBI atau
terdapat penambahan 2 kas titipan baru yaitu di Mamuju
(Sulawesi Barat) dan Palopo (Sulawesi Selatan).
Kegiatan Rintisan (Pilot Project) Penerapan Sebagian Prinsip Penyetoran dan Penarikan Uang di Kas Titipan
Sejalan dengan diterapkannya penyempurnaan
mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank
umum di BI sebagaimana SE No.13/9/DPU tanggal 5 April
2011, mulai awal tahun 2011 telah dilakukan kegiatan
rintisan penerapan sebagian prinsip penyetoran dan
penarikan uang di beberapa lokasi kas titipan yaitu di
Lubuk Linggau, Pangkal Pinang, Rantau Prapat dan Sampit.
Melalui kegiatan rintisan tersebut, mekanisme penyetoran
dan penarikan uang di kas titipan diselaraskan dengan
mekanisme penyetoran dan penarikan uang oleh bank
umum di BI. Penyetoran dan penarikan uang di kas titipan
harus terlebih dahulu mengutamakan TUKAB, kewajiban
untuk melakukan sortasi ULE dan UTLE, dan penyampaian
informasi likuiditas uang kartal.
1 Sibolga Gunung Sitoli 4 Bank 143 2 Pematang Siantar Rantau Prapat 14 Bank 271 3 Palembang Lubuk Linggau 9 bank 350 4 Palembang Pangkal Pinang 18 bank 350 5 Palangkaraya Sampit 8 Bank 210 6 Palu Toli-toli 7 Bank 240 7 Kupang Maumere 4 Bank 300 8 Manado Tahuna 5 Bank 140 9 Manado Gorontalo 16 Bank 160 10 Jayapura Sorong 12 Bank 1000 11 Jayapura Timika 7 Bank 700 12 Jayapura Biak 7 Bank 700 13 Jayapura Merauke 7 Bank 750 14 Makassar Palopo 12 Bank 365 15 Makassar Mamuju 11 Bank 500
No KBI Lokasi Bank Peserta Jarak (km)
Untuk kas titipan baru di Mamuju dan Palopo,
mekanisme penyetoran dan penarikan uang telah
mengimplementasikan sebagian mekanisme penyetoran
dan penarikan uang oleh bank umum di BI.
Peningkatan Layanan Penukaran Uang melalui Kerjasama BI dengan Bank dan/atau Pihak Terkait Lainnya
Strategi kerjasama BI dengan perbankan dan pihak lain
dalam kegiatan penukaran uang merupakan kelanjutan
dari strategi yang telah dirintis tahun sebelumnya. Pada
tahun 2011 dilakukan perluasan kerjasama melalui
penambahan jumlah bank dan pihak lain yang terlibat
dalam kerjasama penukaran uang. Kerjasama layanan
penukaran uang di wilayah KPBI meliputi 11 bank umum,
16 BPR dan 6 perusahaan eks Perusahaan Penukaran
Uang Pecahan Kecil (PPUPK).
Pola kerjasama layanan penukaran uang dengan bank
dan pihak lain juga dikembangkan di beberapa KBI, antara
lain di KBI Surabaya. Kerjasama layanan penukaran uang
pada periode Ramadhan dan Idul Fitri dilakukan oleh
KBI Surabaya dengan bank umum dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) di wilayah Surabaya dan sekitarnya dengan
jumlah outlet penukaran uang mencapai lebih dari 200
titik. Melalui kerjasama ini, masyarakat memperoleh
kemudahan untuk mendapatkan UPK di outlet penukaran
uang yang terdekat dengan lokasi rumahnya tanpa harus
mendatangi loket KBI Surabaya.
Kerjasama Layanan Kas di Wilayah Terpencil dan Terdepan NKRI
Dalam rangka menjangkau daerah terpencil dan
terdepan NKRI, BI melakukan koordinasi dan kerjasama
dengan pihak terkait lainnya yaitu TNI AL dan Kepolisian
Perairan (Polair) untuk distribusi dan pengamanan uang.
Penjelasan mengenai koordinasi dan kerjasama dengan
TNI AL dan Polair tersebut pada Boks 8.3.
Adapun lokasi kas titipan sebagai berikut:
99Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
Dalam rangka meningkatkan jangkauan layanan kas Bank Indonesia, khususnya untuk daerah terpencil dan daerah
perbatasan/terdepan NKRI, Bank Indonesia pada tahun 2011 melakukan kegiatan peningkatan layanan kas berupa
kegiatan Kas Keliling sekaligus kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah yang dilakukan oleh KBI setempat,
antara lain:
1. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Atambua (NTT dan perbatasan dengan Timor Leste)
dilakukan oleh KBI Kupang dan DPU pada tanggal 5-6 Juli 2011;
2. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Tobelo, Gelela dan Morotai dilakukan oleh KBI Ternate
pada tanggal 19-23 September 2011;
3. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Kab. Berau-Kaltim (Tanjung Redeb, Tanjung Batu dan
Derawan) pada tanggal 1-4 November 2011 serta Malinau dan Tanah Tidung pada tanggal 12-14 Desember
2011, keduanya dilakukan oleh KBI Samarinda dan DPU;
4. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Negeri Lama (daerah terpencil di Sumatera Utara)
dilakukan oleh KBI Pematang Siantar pada tanggal 10-12 November 2011.
Disamping itu, dilakukan pula kegiatan rintisan (pilot project) distribusi dan pengamanan uang berkoordinasi
dan bekerjasama dengan pihak/pihak terkait lainnya lainnya yang memiliki sumber daya atau prasarana yang
memadai antara lain TNI Angkatan Laut (AL) dan Kepolisian Air (PolAir). Hal ini untuk meningkatkan jangkauan ke
daerah terpencil dan terdepan NKRI yang tidak dapat ditempuh dengan sarana transportasi reguler.
Disamping kegiatan Kas Keliling dan sosialisasi, pada kesempatan tersebut dilakukan pula kegiatan Bank Indonesia
Social Responsibility (BSR) yaitu pemberian bantuan sosial kepada penduduk setempat berupa buku-buku bacaan/
perpustakaan (SD-SLTA) dan generator set (genset) untuk Pos TNI AL di daerah terdepan NKRI.
Kegiatan rintisan distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI pada tahun 2011, antara
lain:
1. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di kepulauan Seribu (DKI Jakarta) dilakukan oleh PgUK
bekerjasama dengan Kepolisian Air (PolAir) pada tanggal 25-27 April 2011;
2. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Mianggas, Marore, Melonguane dan Lirung (Sulawesi
Utara dan perbatasan dengan Phillipina) dilakukan oleh KBI Manado dan DPU bekerjasama dengan TNI AL
pada tanggal 24-30 Juni 2011;
3. Kas Keliling dan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah di Natuna dan Anambas (Kepri dan perbatasan dengan
Singapura, Malaysia, Vietnam, China) dilakukan oleh KBI Batam dan DPU bekerjasama dengan TNI AL pada
tanggal 18-24 Juli 2011.
Layanan kas Bank Indonesia diDaerah Terpencil dan Terdepan NKRIBoks 8.3
100 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 8 Kebijakan Pengedaran Uang Tahun 2011
P. Salibabu -Kec. Lirung
P. Karakelang –Kec. Melonguane
P. Miangas
P. Marore
226 Nm/16 jam
4 Nm/0,5 jam
213 Nm/15 jam
83 Nm/7 jam
110 Nm/9 jam
Kegiatan rintisan distribusi dan pengamanan uang di daerah terpencil dan terdepan NKRI tersebut di atas dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar serta mendapat apresiasi sangat positif dari masyarakat dan Pemerintah
Daerah (Pemda) setempat.
Ke depan, kerjasama sinergis antara BI dan TNI AL akan terus ditingkatkan mempertimbangkan bahwa kedua
lembaga memiliki tugas dan kewajiban yang saling terkait. BI memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga
kedaulatan ekonomi antara lain menjaga eksistensi uang Rupiah sebagai legal tender di seluruh wilayah NKRI
termasuk di daerah terpencil dan terdepan NKRI. Di sisi lain, TNI AL memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga
kedaulatan pertahanan dan keamanan di seluruh wilayah NKRI termasuk di wilayah terdepan NKRI.
Rute Kegiatan Rintisan Kerjasama BI dan TNI AL,Distribusi dan Pengamanan Uang Rupiah di Kep. Natuna dan Anambas
(Daerah Perbatasan RI - Singapura, Malaysia, Vietnam danChina)
Rute Kegiatan Rintisan Kerjasama BI danTNI AL,Distribusi dan Pengamanan Uang Rupiah di Kep. Sagihe danTalaud
(Daerah Perbatasan RI - Philipina)
130 Nm/13 jam
40 Nm/4 jam
145 Nm/14,5 jam
75 Nm/7,5 jam
60 Nm/6 jam
285 Nm/28,5 jam
101Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukung dalam Tugas
Pengedaran Uang
102 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang
Pelaksanaan tugas pengedaran uang perlu didukung oleh kegiatan pendukung lainnya. Pada tahun 2011, kegiatan pendukung yang dilakukan yaitu pameran koleksi uang, sinergi sistem aplikasi kegiatan kas dan transaksi keuangan BI, kajian eksistensi penggunaan uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI dan informasi pecahan yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran yang telah habis masa berlaku penukarannya.
103Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang
9.1 Kegiatan Museum Artha Suaka
BI memiliki Museum Artha Suaka yang mengelola benda-
benda bersejarah berupa koleksi mata uang sejak jaman
kerajaan sampai dengan uang yang masih berlaku saat ini.
Selain itu, terdapat pula sarana pembuatan uang dan alat-
alat pembayaran yang pernah beredar di Indonesia.
Dalam rangka memperkenalkan koleksi uang yang
dimiliki dan untuk menggairahkan dunia numismatika di
Indonesia, BI secara berkala melakukan kegiatan pameran
koleksi uang ke berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa
kegiatan pameran koleksi uang yang dilakukan selama
tahun 2011 sebagai berikut :
1. Pameran koleksi uang di Padang pada tanggal 29
Januari - 4 Februari 2011 dalam rangka peresmian
gedung Eks KBI Padang di Muaro.
2. Pameran koleksi uang di Balikpapan pada tanggal 20-
24 Mei 2011, bersamaan dengan peluncuran edukasi
publik mengenai usaha kecil.
3. Pameran koleksi uang di Denpasar pada tanggal 12-
14 Juli 2011 dalam rangka memperingati Hari Ulang
Tahun Bank Indonesia ke 58.
4. Pameran koleksi uang di Palembang pada tanggal 12
-20 November 2011 dalam rangka “Sriwijaya Expo
2011” sekaligus memeriahkan SEA GAMES 2011.
5. Pameran koleksi uang di Pontianak pada tanggal 2 - 8
Desember 2011 berbarengan dengan peluncuran
kegiatan pengedaran uang di daerah perbatasan di
wilayah Kalimantan Barat.
9.2 Implementasi Interface BISAK-BISOSA
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas BI atas
pelaksanaan tugas di bidang pengedaran uang khususnya
dalam administrasi dan pencatatan kegiatan operasional
kas, BI berupaya mensinergikan sistem aplikasi yang
mencatat seluruh kegiatan operasional kas (BISAK) dengan
sistem aplikasi yang mencatat seluruh transaksi keuangan
BI (BI-SOSA). Interface sistem aplikasi BISAK dan BI-SOSA
telah diimplementasikan secara bertahap di KPBI dan
seluruh KBI sejak minggu ke III September 2011 hingga
minggu ke I Desember 2011.
Dengan diterapkannya interface antara BISAK dan
BISOSA, proses pengiriman warkat pembukuan kegiatan
operasional kas yang dihasilkan oleh BISAK dapat
dilakukan secara online. Hal ini dapat meminimalisir
potensi kesalahan akibat human error, meningkatkan
security, menyediakan fasilitas check and balance antar
sistem aplikasi dan meniadakan duplikasi prores entry
sehingga mengurangi beban kerja petugas data entry.
9.3 Kajian Eksistensi Penggunaan Uang Rupiah di Daerah Terdepan NKRI
Selain melakukan peningkatan layanan kas di daerah
terpencil dan terdepan NKRI, BI juga melakukan kegiatan
survey dan penelitian perihal eksistensi penggunaan uang
Rupiah di 2 daerah yaitu di Kep. Natuna dan Anambas
(Sulawesi Utara) yang berbatasan dengan Phillipina dan
di Belu (Nusa Tenggara Timur) yang berbatasan dengan
Timor Leste.
Berdasarkan hasil kajian, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan mata uang Rupiah di kedua daerah tersebut
104 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 9 Kegiatan dan Informasi Pendukungdalam Tugas Pengedaran Uang
masih cukup tinggi. Hal ini tercermin dari perolehan
pendapatan masyarakat dan transaksi ekonomi yang
sebagian besar menggunakan uang Rupiah.
Sejalan dengan upaya peningkatan eksistensi uang
Rupiah, diperlukan upaya peningkatan kegiatan ekonomi
antara lain melalui pembangunan infrastruktur serta
pemberdayaan dan pelatihan kewirausahaan untuk
mengembangkan potensi ekonomi setempat.
9.4 Pecahan yang Sudah Dicabut dan Ditarik dari Peredaran yang Telah Habis Masa Berlaku Penukarannya
Sesuai dengan Surat Keputusan No.12/94/Kep/Dir tanggal
19 November 1979 perihal Pencabutan Kembali serta
Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Emisi 1975 Pecahan
Rp10.000, BI menetapkan pencabutan kembali serta
penarikan peredaran Uang Kertas emisi 1975 pecahan
Rp10.000 pada tanggal 2 Januari 1980 dan dinyatakan
tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Jangka
waktu penukaran uang pecahan tersebut di BI berakhir
pada tanggal 31 Desember 2011, sehingga sejak tanggal
2 Januari 2012, masyarakat tidak memiliki hak untuk
menukarkan uang pecahan tersebut ke BI.
Adapun ciri-ciri uang tersebut sebagaimana tercantum
pada gambar 9.1 dan tabel 9.1.
Gambar 9.1Uang Pecahan Rp10.000 Tahun Emisi 1975
Depan
Belakang
Nama Uang Kertas : Uang Kertas Bank Indonesia
Mata Uang : Rupiah
Seri / Emisi : Emisi tahun 1975
Pecahan : Rp10.000
Tgl. Penerbitan : 15 Juli 1976
Tgl. Penarikan Kembali : 2 Januari 1980
Penanda tangan : - Rachmat Saleh
- Soekmono B. Martokoesoemo
Tanda Air : Jenderal Soedirman
Bahan : Serat Kapas
Ukuran : 158x79mm
Warna Dominan
- Depan : Hijau/Merah/Coklat/Warna-warni
- Belakang : Hijau/Merah/Coklat/Warna-warni
Disain Utama
- Depan : Gambar relief Ramayana dari Candi
Borobudur (Ratu Maya beserta pengiring
menuju Taman Lumbrini).
- Belakang : Gambar pahatan kepala Kala dari Candi Jago
Tabel 9.1Ciri-ciri Uang Kertas Rp10.000 TE 1975
105Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam PelaksanaanTugas di Bidang Pengedaran Uang
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugas di
Bidang Pengedaran Uang
106 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugasdi Bidang Pengedaran Uang
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan kredibilitas BI, secara berkala BI melakukan survei persepsi kinerja untuk mengetahui tingkat kepuasan stakeholdersnya. Pada tahun 2011, dilakukan dua survei yaitu Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Ketersediaan ULE dan Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI.
107Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam PelaksanaanTugas di Bidang Pengedaran Uang
10.1 Survei Kepuasan Terhadap Ketersediaan Uang Layak Edar (ULE)
Survei kepuasan terhadap ketersediaan ULE dimaksudkan
untuk memberikan gambaran kinerja BI di bidang
pengedaran uang selama tahun 2011. Gambaran kinerja
tersebut dicerminkan dengan ketersediaan uang kartal
yang berkualitas, jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang sesuai dan tepat waktu. Survei ini juga
menjadi barometer keberhasilan atas upaya-upaya yang
telah ditempuh BI dalam memberikan informasi mengenai
kenyamanan, keamanan dalam memegang dan mengenali
ciri-ciri keaslian uang Rupiah kertas kepada masyarakat.
Mengacu pada hasil survei pada tahun sebelumnya, maka
selama tahun 2011, BI terus berupaya meningkatkan
kepuasan stakeholdersnya melalui ketersediaan ULE baik
secara kuantitas dan kualitas serta peningkatan kualitas
dan perluasan jangkauan layanan kas BI. Upaya tersebut
berhasil meningkatkan indeks kepuasan stakeholders BI
dari 4,61 pada tahun 2010 menjadi 4,67 (skala 1-6).
Survei kepuasan terhadap ketersediaan ULE dilaksanakan
oleh konsultan independen terhadap 324 responden yang
mencakup 3 kelompok stakeholders BI yaitu perbankan,
dunia usaha serta masyarakat umum. Secara keseluruhan,
para responden cukup puas dengan ketersediaan ULE yang
tercermin dari tingkat kepuasan responden perbankan
sebesar 4,95, masyarakat umum dan dunia usaha yang
masing-masing sebesar 4,60 dan 4,59 (skala 1-6).
Aspek yang dinilai dalam survei mencakup 10 atribut
kepuasan, antara lain ketersediaan uang tunai, kualitas
uang dan kemudahan untuk mengenali keaslian uang.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut, nilai kepuasan
tertinggi diberikan pada atribut sosialisasi ciri-ciri keaslian
uang yang mudah dipahami dan dipraktekkan, dengan
nilai kepuasan sebesar 4,78. Sedangkan nilai terendah
diberikan pada aspek jumlah uang palsu yang beredar
secara minimal, dengan nilai kepuasan sebesar 4,43.
10.2 Survei Kepuasan Perbankan atas Layanan Kas di KPBI
Untuk terus meningkatkan layanan kas prima terhadap
perbankan sebagai salah satu stakeholders eksternal BI,
secara semesteran BI melakukan pengukuran kinerja
layanan kas melalui Survei Kepuasan Perbankan terhadap
Layanan Kas di KPBI.
Berdasarkan hasil survei tersebut selama tahun 2011,
perbankan secara umum merasakan peningkatan
kinerja layanan kas di KPBI. Hal ini tercermin dari
peningkatan indeks kepuasan di semester I dan semester
II 2011masing-masing sebesar 5,54 dan 5,56 (skala 1-6).
Hasil tersebut merupakan pencapaian tertinggi selama
dilaksanakannya survei sejak tahun 2005.
Survei kepuasan perbankan terhadap layanan kas di KPBI
pada semester II 2011 mengukur aspek keakurasian,
kesesuaian dalam pemenuhan nominal dan pecahan,
kualitas uang serta aspek kecepatan dan keamanan dari
layanan kas yang diberikan. Dari 82 perbankan yang
menjadi responden pada pelaksanaan survei dimaksud,
108 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 10 Penilaian Kinerja BI dalam Pelaksanaan Tugasdi Bidang Pengedaran Uang
55% menyatakan sangat puas, 44% puas, dan 1% dari
responden cukup puas dengan layanan kas yang diberikan.
Penilaian tertinggi diberikan terhadap aspek keakurasian
hasil cetak sempurna (HCS), dengan angka indeks
sebesar 100%, dimana seluruh responden menilai
aspek kesesuaian HCS tersebut sudah memadai.
Penilaian tersebut menunjukkan peningkatan dari tahun
sebelumnya dengan angka indeks sebesar 99%. Hasil
survei juga menunjukkan bahwa aspek kesesuain dalam
pemenuhan nominal dan UPK pecahan Rp10.000 ke
bawah, memperoleh penilaian terendah, dimana 93% dari
responden memberikan penilaian sudah memadai, 7%
menyatakan belum memadai dan 0% tidak memberikan
penilaian.
Aspek-aspekyang dinilai
Indeks Kepuasan
Keakurasian (selisih kurang/lebih)
eks peredaran 96 2 1
Keakurasian (selisih kurang/lebih)
HCS 100 0 0
Kesesuaian dalam pemenuhan
pecahan Kecil (Rp10.000, ke bawah) 93 7 0
Kesesuaian dalam pemenuhan
pecahan besar (Rp20.000 ke atas) 95 5 0
Kesesuaian dalam
pemenuhan nominal 98 2 0
Kualitas uang HCS &
eks peredaran 96 2 2
Kecepatan waktu layanan kas 98 1 1
Keamanan selama melakukan
transaksi di komplek kantor BI 99 1 0
SudahMemadai (%)
BelumMemadai (%)
TidakMenjawab (%)
109Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Bab 11 Arah Kebijakan dan Rencana Pengembangan Bidang
Pengedaran Uang - 2012
110 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Mempertimbangkan berbagai faktor strategis pada tahun 2012, arah kebijakan dan rencana pengembangan bidang pengedaran uang pada tahun 2012 adalah melanjutkan tiga pilar rancangan kebijakan yang sudah dijalankan pada tahun 2011.
111Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Pada tahun 2012, kondisi perekonomian Indonesia
masih tetap kuat dengan stabilitas makroekonomi yang
tetap terjaga. Perekonomian diperkirakan akan tumbuh
mencapai 6,3% - 6,7% diiringi dengan perkiraan inflasi
yang terkendali dalam kisaran sasarannya sebesar 4,5%
+ 1%. Seiring dengan perkiraan perkembangan tersebut,
kebutuhan uang Rupiah diperkirakan akan meningkat
dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 14,0%.
Berbagai faktor strategis lainnya yang terjadi di tahun
2011 seperti peningkatan kualitas uang, ketersediaan
uang layak edar di seluruh wilayah NKRI serta upaya
penanggulangan uang palsu masih akan mempengaruhi
kebijakan dan rencana pengembangan pengedaran uang
pada tahun 2012. Berdasarkan berbagai faktor tersebut,
maka pada tahun 2012, BI tetap akan melanjutkan tiga
pilar rancangan kebijakan yaitu peningkatan kualitas
uang di masyarakat dan pemenuhan permintaan
uang, peningkatan efektivitas operasional kas di BI dan
Perbankan serta pengembangan layanan kas BI.
Strategi kebijakan peningkatan kualitas uang Rupiah
dilakukan untuk menjaga uang Rupiah layak edar dengan
kualitas yang dapat diterima karena nilai ekonominya
dipercaya, aman dari pemalsuan, dalam kondisi layak
edar, serta mudah dikenali ciri-ciri keasliannya. Untuk
mewujudkan hal tersebut, langkah kebijakan yang akan
dilakukan pada tahun 2012 adalah kajian penyempurnaan
desain uang, melanjutkan survei kualitas uang dan
preferensi kebutuhan uang Rupiah, penyempurnaan dan
diseminasi standar uang serta pemantauan pengolahan
uang layak edar kepada perbankan dan perusahaan CIT.
Berkaitan dengan peningkatan efektivitas operasional kas
di BI, salah satu strategi yang dilakukan oleh BI adalah
dengan mempersiapkan penyempurnaan mesin sortasi
uang kertas dengan fungsi peracikan baik di KP dan
KBI. Melalui penyempurnaan tesebut diharapkan dapat
mempercepat proses pengolahan uang yang didukung
dengan aspek akuntabilitas dalam pengolahan dan
pemusnahan uang rupiah tidak layak edar.
Sementara itu, dalam rangka pengembangan layanan
kas, BI akan melanjutkan strategi layanan kas di wilayah
terpencil dan terdepan. Strategi pengembangan tersebut
dilakukan melalui kerjasama yang dituangkan dalam
Nota Kesepahaman kerjasama antara BI dengan TNI-
AL untuk memperlancar alur distribusi uang ke wilayah
terpencil dan terdepan NKRI. Melalui kerjasama tersebut,
diharapkan kesinambungan penyediaan transportasi
untuk menjangkau wilayah terpencil dan terdepan NKRI
tetap terjaga. Selain itu, akan dilakukan perluasan wilayah
layanan kas BI.
112 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Bab 11 Arah Kebijakan dan RencanaPengembangan Bidang Pengedaran Uang - 2012
Halaman ini sengaja dikosongkan
113Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Singkatan
Daftar Singkatan
ACDM : ASEAN Central Banks Deputy Governors MeetingACH : Automated Clearing HouseACMF : ASEAN Capital Market ForumAKKI : Asosiasi Kartu Kredit IndonesiaAPMK : Alat Pembayaran dengan Menggunakan KartuASPI : Asosiasi Sistem Pembayaran IndonesiaAUSTRAC : AustralianTransactionReportsandAnalysisCentreBAPEPAM-LK : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga KeuanganBCP : Business Continuity PlanBFO : Backup Front OfficeBG : Bilyet GiroBHP : Balai Harta PeninggalanBIC : Bank Identifier CodeBI-ETP : Bank Indonesia Electronic Trading PlatformBIG-eB : Bank Indonesia Government electronic BankingBPR : Bank Perkreditan RakyatBI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross SettlementBISAK : Bank Indonesia Sentralisasi Administrasi Kas BISOSA : BankIndonesiaSentralisasiOtomasiSistemAkunting BI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement SystemBSN : Badan Standar NasionalCB : Certification BodyC-BEST : Central Book Entry SystemCCP : Central CounterpartyCDD : Customer Due DilligenceCIT : Cash In Transit CFI : Classification of Financial InstrumentsCLS : Continous Link SettlementCPSIPS : Core Principles for Systemically Important Payment SystemCPSS : Committee on Payment and Settlement SystemCSDs : Central Securities DepositoriesDHN : DaftarHitamNasionalDJPU : Direktorat Jenderal Pengelolaan UtangDvP : Delivery-versus-PaymentEDD : Enhanced Due DilligenceEMV : Europay MasterCard VisaERP : Electronic Road PricingFDI : Foreign Direct InvestmentFGD : Forum Group Discussion
114 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Singkatan
FMIs : Financial Market InfrastructuresFX : Foreign ExchangeHCS : Hasil Cetak Sempurna IOSCO : International Organization of Securities CommissionsISIN : International Securities Identification NumberingISO : International Standard OrganizationKBI : Kantor Bank Indonesia KCJ : Kereta Commuter JabodetabekKDK : Kantor Depot KasKemenkeu : Kementerian KeuanganKemenkominfo : KementerianKomunikasidanInformatikaKemenkumham : Kementerian Hukum dan Hak Asasi ManusiaKM : Key ManagementKPBI : Kantor Pusat Bank Indonesia KPEI : Kliring dan Penjaminan Efek IndonesiaKSEI : Kustodian Sentral Efek IndonesiaKTA : Kredit Tanpa AgunanKUPU : Kegiatan Usaha Pengiriman UangMC : Member CertificationMEA : Masyarakat Ekonomi ASEANMRT : Mass Rapid TransportationMRUK : Mesin Racik Uang Kertas MSUK : Mesin Sortasi Uang Kertas NDA : Non Disclosure AgreementNPG : National Payment GatewayNSICCS : National Specification for Indonesia Chip Card StandardOTC : Over The CounterPBI : Peraturan Bank Indonesia PFMIs : Principles for Financial Market InfrastructuresPIN : Personal Identification NumberPJSP : Penyelenggara Jasa Sistem PembayaranPKL : Penyelenggara Kliring LokalPKN : Pengelolaan Kas NegaraPoC : Proof-of-ConceptPP TPPU : Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian UangPPUPK : Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil RBC : Regional Bank ChampionRCCPs : Recommendations for Central CounterpartiesRDU : Rencana Distribusi Uang RKU : Rencana Kebutuhan Uang RSSSs : Recommendations for Securities Settlement SystemsSBN : Surat Berharga NegaraSE BI : Surat Edaran Bank Indonesia SIPS : Systemically Important Payment SystemSKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
115Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Singkatan
SMM : Standar Manajemen MutuSMS : Short Message ServiceSPAN : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran NegaraSPN : Sistem Pembayaran NasionalSSSs : Securities Settlement SystemsSWIFT : Society for Worldwide Interbank Financial TelecommunicationTC : TransactionCodeTE : Tahun Emisi TIK : Teknologi Informasi dan KomunikasiToT : Training for TrainersTRs : Trade RepositoriesTSA : Treasury Single AccountTUKAB : Transaksi Uang Kartal Antar Bank UK : Uang Kertas UKP-4 : Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian PembangunanUL : Uang Logam ULE : Uang Layak Edar UPB : Uang Pecahan Besar UPK : Uang Pecahan Kecil UTLE : Uang Tidak Layak Edar UYD : Uang kartal Yang Diedarkan WC-PSS : Working Committee on Payment and Settlement SystemsWG : Working Group
116 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011
Daftar Singkatan
TIM PENYUSUN
KOMITE PENGARAH
PENANGGUNG JAWAB & EDITOR
KOORDINATOR PENYUSUN
TIM PENULIS
Boedi Armanto; Gatot Sugiono S.
Y.F. Sri Suparni; Eko Yulianto
Sudarmaji;WijayantiYuwono;AsralMashuri;SriDarmadiSudibyo
A.PanduWirawan;AdeYuliantiR;AdidoyoPrakoso;AhmadFauzi;AnnaSetyawati;AswinKosotali;Awandani;AyuRulitaDewi;ChatarinaAnintyarini;DevyIkaPuspitosari;DwiHartanto;HendraNazaldi;KiptiahRiyanti;Krismuningsih;LeniNovitaAritonang;PramudyaWicaksana;SriYulistiani;SurianaAnnaEK;TrianiSusanti;TrifaldiYudistira