ckb gadar

35
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT OLEH : NI PUTU SUSI PERDANAYANTI (0902105017)

Upload: iin-perdana

Post on 08-Feb-2016

344 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

LP keperawatan gadar

TRANSCRIPT

Page 1: CKB GADAR

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

CEDERA KEPALA BERAT

OLEH :

NI PUTU SUSI PERDANAYANTI

(0902105017)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: CKB GADAR

A. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA BERAT

1. DEFINISI

Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada

jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi

(Sylvia and Price, 1985).

Cedera kepala adalah cedera yang dapat bersifat terbuka (melalui durameter).

Cedera kepala terbuka menyebabkan patogen-patogen lingkungan punya akses masuk ke

otak. ( Corwin, 2001)

Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital atau degeneratif, tetapi disebabkan oleh

serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang

mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Diesbut Cedera Kepala Berat (CKB) : bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat).

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 24 jam dan juga meliputi kontusio

serebral, laserasi atau hematoma intraklanial.

2. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan

mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah

sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan

(CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera

kepala berat (CKB)3 Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif

antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden

cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak

kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi (Turner DA, 1996 dalam Irwana, 2009).

Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit

di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70%

dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi

sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang

meninggal (PERDOSSI, 2007 dalam Irwana, 2009).

Page 3: CKB GADAR

3. ETIOLOGI

Menurut Hudak dan Gallo (1996: 108) mendeskripsikan bahwa penyebab cidera kepala

adalah karena adanya trauma rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:

a. Trauma Primer

b. Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselarasi dan deselerasi).

c. Trauma Sekunder

d. Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui, akson) yang meluas, hipertensi intrakranial,

hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi siskemik.

Menurut Smeltzer tahun 2001, penyebab Trauma kepala yaitu:

a. Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak, misalnya

tertembak peluru / benda tajam.

b. Trauma tumpul

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan.

c. Trauma akselerasi

Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun

bukan dari pukulan.

d. Kontak benturan (Gonjatan langsung)

Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek.

e. Kecelakaan lalu lintas

f. Jatuh

g. Kecelakaan industry

h. Serangan yang disebabkan karena olah raga

i. Perkelahian

4. MANIFESTASI KLINIS

Secara umum gejala klinis yang muncul pada trauma kepala adalah hilangnya kesadaran

kurang dari 30 menit atau lebih, kebingungan, iritabel, pucat mual dan muntah, pusing

kepala, terdapat hematoma, kecemasan, sukar untuk dibangunkan. Bila fraktur, mungkin

adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea)

bila fraktur tulang temporal.

Gejala klinis trauma kepala adalah sebagai berikut:

a. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,

kehilangan tonus otot.

Page 4: CKB GADAR

b. Perubahan tekanan darah (hipertensi) atau normal, perubahan frekuensi jantung

(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).

c. Perubahan tingkah laku atau kepribadian.

d. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.

e. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, disfagia)

f. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,

kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau

tingkah laku dan memori). Perubahan pupil, deviasi pada mata, ketidakmampuan

mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan

pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat

sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan

dalam menentukan posisi tubuh.

g. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa

beristirahat, merintih.

h. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,

stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).

i. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna,

adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif,

gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami

paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.

j. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.

k. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

l. Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.

m. Mual, muntah, mengalami perubahan selera makan.

n. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,

tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya,

diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan

penciuman.

o. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

p. Trauma (laserasi, abrasi) baru

q. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran

mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema

intestisium.

r. Respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk.

Page 5: CKB GADAR

s. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik

timbul dengan segera atau secara lambat.

5. PATOFISIOLOGI

Pada cedera kepala di mana kepala mengalami benturan yang kuat dan cepat akan

menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya secara

mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Derajat kerusakan yang

disebabkan tergantung pada kekuatan yang menimpanya. Makin besar kekuatan, makin

parah kerusakaannya. Ada dua macam kekuatan yang dikerahkan melalui dua jalan, yang

mengakibatkan dua efek yang berbeda. Pertama, cedera setempat, yang disebabkan oleh

benda tajam dengan kecepatan rendah dan tenaga kecil. Kerusakan fungsi neurologis

terjadi di dalam tempat yang terbatas dan disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen

tulang yang menembus dura pada tempat serangan. Kedua, cedera menyeluruh, yang

lebih lazim ditemukan pada cedera tumpul kepala dan setelah kecelakaan mobil.

Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diserap oleh lapisan-lapisan pelindung

yaitu rambut, kulit kepala, dan tengkorak, tetapi pada cedera hebat , penyerapan ini tidak

cukup untuk melindungi otak. Sisa energi diteruskan ke otak pada waktu energi ini

melewati jaringan otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang

dilewati karena jaringan lunak menjadi sasaran kekuatan. Risiko utama yang mengalami

cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai

respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer &

Bare, 2001).

Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi, robekan atau

memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan, memar tersebut akan

mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-tandanya adalah penurunan kesadaran

yang progresif, reflek Babinski yang positif, kelumpuhan dan bila kesadaran pulih

kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak organik.

Pada cedera kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal ini terjadi

karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun peregangan pada sel-sel

endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak

karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan

interstisial. Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan mengalami

penekanan yang berakibat aliran darah ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia dan

menimbulkan iskemia. Akibat lain dari adanya perdarahan otak dan edema serebri yang

Page 6: CKB GADAR

paling berbahaya adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul karena

adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan yang bertumpuk di

dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus berlanjut hingga terjadi kematian sel dan

edema yang bertambah secara progresif, akan menyebabkan koma dengan TIK yang

terjadi karena kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak berfungsi (Price &

Wilson, 2005 ).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan

iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak.

Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal.

Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu

yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.

Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya secara berlebihan glutamine, kelainan

aliran kalsium, produksi laktat, efek kerusakan akibat radikal bebas, dan perubahan

pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan

pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung pada

menit ke menit pada suplai nutrient yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan

sangat rentan terhadap cedera metabolik apabila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan

hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang

tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak (Price &

Wilson, 2005). 

6. Pemeriksaan Fisik

Merupakan pemeriksaan fisik umum yang menyeluruh untuk mencari tanda-tanda

cedera yang akan menunjukkan seberapa parah trauma tersebut dan bagian mana yang

terkena dampak trauma. Saat pemeriksaan gunakan beberapa teknik yaitu inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan

singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pemeriksaan yang terfokus

dilakukan di bagian dimana trauma ditemukan.

a. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut. Temuan

yang dianggap kritis:

1) Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya.

2) Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup).

3) Robekan/laserasi pada kulit kepala.

4) Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut.

Page 7: CKB GADAR

5) Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung.

6) Battle sign dan racoon eyes.

b. Leher: Bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian belakang..

Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging,

emfisema kulit

c. Dada: Tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada,

suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail

chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau melemah, gerakan

dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai dengan

penggunaaan otot-otot asesoris).

d. Abdomen: Distensi, perubahan warna, nyeri tekan, suara usus. Temuan yang dianggap

kritis: Nyeri tekan di perut, distensi abdomen, perut papan, luka terbuka (khususnya

dengan organ perut keluar).

e. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan yang

dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di

daerah pubik

f. Extremitas: Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi

sensorik. Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut

nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.

g. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan

darah.

h. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) untuk

menilai tingkat kegawatan cedera kepala, yaitu:

1) Respon membuka mata (E):

Buka mata spontan : 4

Bila dipanggil/rangsangan suara : 3

Bila dirangsang nyeri : 2

Tidak bereaksi dengan rangsang apapun : 1

2) Respon verbal (V):

Komunikasi verbal baik : 5

Bingung, disorientasi tempat, waktu dan orang : 4

Kata-kata tidak teratur : 3

Suara tidak jelas : 2

Tidak ada reaksi : 1

Page 8: CKB GADAR

3) Respon motorik (M):

Mengikuti perintah : 6

Melokalisir nyeri : 5

Fleksi normal : 4

Fleksi abnormal : 3

Ekstensi abnormal : 2

Tidak ada reaksi : 1

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :

a. Foto polos kepala

Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang tengkorak,

tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intracranial.

b. CT-Scan kepala

Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan

merupakan alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran

dari perdarahan intracranial.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Kepala Pemeriksaan ini untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang tidak

tampak pada CT-Scan kepala.

d. Angiografi

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis

(kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan adanya hematoma. Bila

ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya pergeseran lokasi pembuluh darah.

Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat CT-Scan tidak ada

e. Arteriografi

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya efek massa, letak, dan luas hematoma

tetapi tidak dapat menunjukkan penyebab hematoma dan kelainan otak yang terjadi

f. Analisa gas darah

Page 9: CKB GADAR

Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru.

Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis,

brakhialis, atau femoralis.

g. Intra Cranial Pressure (ICP)

Sikap deserbrasi merupakan suatu keadaan yang terjadi saat suatu lesi otak akibat

peningkatan ICP menganggu sinyal dari struktur yang lebih tinggi ke pons dan

medulla oblongata dank e struktur di bawahnya.

Sikap dekortikasi merupakan bentuk lain dari respon motorik abnormal dengan cedera

otak yang menunjukkan adanya lesi pada korteks bagian atas dengan cedera yang

lebih ringan pada satu atau dua henister otak.

Skala koma Glsglow adalah skala yang paling banyak digunakan dalam penilaian

kesadaran penderita dan reaksinya terhadap rangsangan.

8. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang) dilakukan

tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan

darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat mengalami

pengapuran. Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala-

gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan

pengeluaran hematoma. Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan

operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation (ABCs).

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill

craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima untuk perdarahan sub dural

kronik adalah burr hole craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukan komplikasi

yang minimal. Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik pasca kraniotomi dianggap

sebagai komplikasi yang sudah diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan

sudah menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu

untuk dilakukan operasi ulang kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan

tindakan prosedur bedah yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi.

Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari perdarahan subdural kronik

sudah mulai berkurang.

Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang

bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Pada pasien trauma,

adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya

Page 10: CKB GADAR

menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem

oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

Indikasi Operasi

Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata

Adanya tanda herniasi/ lateralisasi

Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan

Kepala tidak bisa dilakukan.

Untuk pengobatan secara umum dari cedera kepala menurut Price & Wilson

(2006), disebutkan bahwa tindakan untuk mengurangi ICP adalah dengan menginduksi

drainase ICP melalui ventrikulostomi, analgesia (asam mefenamat, pentalin), dan obat

sedasi. Perlu juga diberikan obat diuretic manitol diberikan secara bolus dosis 0,25-1

gram/kgBB. Dan juga pemberian obat kortikosteroid seperti prednisone.

9. KOMPLIKASI

a. Peningkatan TIK

Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi

intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan

tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg)

yang berakibat kerusakan otak iskemik. Pengendalian TIK yang berhasil mampu

meningkatkan outcome yang signifikan. Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi

belum ditemukan metode yang lebih akurat dan non invasive. Pemantauan TIK yang

berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan

mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.

b. Iskemia

Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat menyebabkan

perubahan fungsional pada sel normal. Otak merupakan jaringan yang paling peka

terhadap iskemia hingga episode iskemik yang sangat singkat pada neuron akan

menginduksi serangkaian lintasan metabolisme yang berakhir dengan apoptosis.

Iskemia otak diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu iskemia global dan fokal.

Pada iskemia global, setidaknya dua, atau empat pembuluh cervical mengalami

gangguan sirkulasi darah yang segera pulih beberapa saat kemudian. Pada iskemia

fokal, sirkulasi darah pada pembuluh nadi otak tengah umumnya terhambat oleh

Page 11: CKB GADAR

gumpalan trombus sehingga memungkinkan terjadi reperfusi. Simtoma terhambatnya

sirkulasi darah oleh gumpalan trombus disebut vascular occlusion.

c. Perdarahan otak

1) Epidural hematom

Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat

pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di

duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat

berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang

paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.

Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal,

irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

2) Subdural hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan

kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang

biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut

terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2

minggu atau beberapa bulan.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir

lambat, kejang dan edema pupil.

3) Perdarahan intraserebral

Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,

hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

4) Perdarahan subarachnoid:

Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan

permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil

ipsilateral dan kaku kuduk. (Smeltzer, 2001; Tucker, 1998)

d. Kejang pasca trauma.

Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 4-

25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor

risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur

depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.

Page 12: CKB GADAR

e. Hidrosefalus

Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non komunikan.

Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi,

Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel.

Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil udema,

dimensia, ataksia, gangguan miksi.

f. Agitasi

Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk

delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi

akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan

farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi,

antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.

g. Sindroma post kontusio

Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1

bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama.

Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif

terhadap suara dan cahaya.

Kognitif: perhatian, konsentrasi, memori.

Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

10. PROGNOSIS

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada

pasien dengan cedera kepala berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai

prognostik yang besar. Skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap

dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan

meninggal atau vegetatif hanya 5-10%. Status vegetatif merupakan keadaan tak sadarkan

diri dalam waktu yang lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang

mendekati normal. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang

mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus

tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap utuh. Jika status vegetatif terus

berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali

sangat kecil.

Analisis terakhir dari Gibson dan Stephenson memperlihatkan bahwa mortalitas

setelah cedera kepala berat dapat diprediksi pada sekitar 15 % pasien yang dirawat di

Page 13: CKB GADAR

ICU. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan,

pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang

perkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala (Harsono, 2005)

Page 14: CKB GADAR

B. ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF CEDERA KEPALA BERAT

1. PENGKAJIANTgl/ Jam : No. RM : Triage : P1/ P2/ P3 Diagnosis Medis :Transportasi : Ambulan

Iden

titas

Nama : Jenis Kelamin :

Umur : Alamat :

Agama : Status Perkawinan :

Pendidikan : Sumber Informasi :

Pekerjaan : Hubungan :

Suku Bangsa : Keluhan Utama : Kesadaran

AIR

WA

Y

Jalan Nafas : Paten √Tidak Paten

Obstruksi : Lidah √ Cairan Benda Asing Tidak Ada

Muntahan Darah Oedema

Suara Nafas : Snoring √ Gurgling Stridor Tidak ada

Keluhan Lain: ... ...

Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan napas

BR

EA

THIN

G

Nafas : √ Spontan Tidak Spontan

Gerakan dinding dada: √ Simetris Asimetris

Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal

Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur

Jenis : Dispnoe Kusmaul Cyene Stoke Lain… …

Suara Nafas : Vesikuler Stidor Wheezing Ronchi

Sesak Nafas : Ada Tidak Ada

Cuping hidung : Ada Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas : Ada Tidak Ada

Pernafasan : √ Pernafasan Dada Pernafasan Perut

RR : x/mnt

Keluhan Lain: … …

Masalah Keperawatan:

Page 15: CKB GADAR

CIR

CU

LATI

ON

Nadi : √ Teraba Tidak teraba N: 65x/mnt

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Pucat : Ya √ Tidak

Sianosis : Ya √Tidak

CRT : < 2 detik > 2 detik

Akral : Hangat √ Dingin S: C

Pendarahan : √ Ya, Lokasi: Kepala Jumlah: >500 cc Tidak ada

Turgor : √ Elastis Lambat

Diaphoresis: : Ya √ Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar

Keluhan Lain: ... ...

Masalah Keperawatan:

PK Perdarahan

DIS

AB

ILIT

Y

Kesadaran: Composmentis Delirium √ Somnolen Apatis Koma

GCS : Eye ... Verbal ... Motorik ...

Pupil : Isokor Unisokor Pinpoint Medriasis

Refleks Cahaya: √ Ada Tidak Ada

Refleks fisiologis: Patela (+/-) Lain-lain … …

Refleks patologis : Babinzky (+/-) Kernig (+/-) Lain-lain ... ..

Kekuatan Otot :

Keluhan Lain : … …

Masalah keperawatan:

PK Penurunan Kesadaran

2. ANALISA DATA

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS:

DO:

Adanya sputum dalam

jumlah berlebih

Cedera Kepala

Terbentuknya hematoma

intrakranial

Hematoma subdural

Penekanan pada medulla

oblongata

Gangguan pada pusat

Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

Page 16: CKB GADAR

kardiorespiratorik

Depresi system pernafasan

Ketidakmampuan bernafas

spontan

Indikasi pemasangan

ventilator

Repon tubuh terhadap benda

asing

Peningkatan produksi secret

pada saluran pernafasan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Page 17: CKB GADAR

2. DS:

DO:

Akral klien dingin

Tampak adanya tanda

tanda perdarahan pada

kepala klien

Trauma akibat kecelakaan,

perkelahian, jatuh, cedera,

olahraga

Trauma kepala

Kepala tergencet

Fraktur terbuka

Fraktur basis cranii

Melewati sinus paranosal

Perdarahan hidung, faring,

telinga & bawah konjungtiva

PK Perdarahan

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan materi asing dalam jalan

napas (ventilator mekanik) ditandai dengan sputum dalam jumlah berlebih

2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala

3. Hipotermia berhubungan dengan trauma ditandai dengan suhu tubuh dibawah kisaran

normal, kulit dingin

4. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat

(kerusakan integritas kulit: prosedur invasi)

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung ditandai

dengan bradikardia,

6. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan mobilitas

PK PERDARAHAN

Page 18: CKB GADAR

7. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditanda

dengan ketidakmampuan membasuh tubuh, ketidakmampuan mengakses kamar

mandi

8. Defisit perawatan diri: makan berhubungan dengan gangguan neuromuskular ditandai

dengan ketidakmampuan mengambil dan memasukan makanan, ketidakmampuan

mengunyah makanan, ketidakmampuan menggunakan perlengkapan makan

9. Defisit perawatan diri: toileting berhubungan dengan gangguan neuromuskular

ditandai dengan ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat,

ketidakmampuan untuk ke toilet.

10. Defisit perawatan diri: berpakaian berhubungan dengan gangguan neuromuskular

ditandai dengan ketidakmampuan mengenakan dan melepaskan pakaian

11. PK Anemia

12. PK Perdarahan

DIAGNOSA PRIORITAS

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan materi asing dalam

jalan nafas (lidah) ditandai dengan perubahan frekuensi napas (RR: 30x/menit),

adanya suara napas tambahan

2. PK perdarahan

Page 19: CKB GADAR

4. INTERVENSI

NO Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Ketidak efektifan

bersihan jalan nafas

berhubungan

dengan

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama … X …

jam, diharapkan jalan nafas

klien paten dengan kriteria

hasil :

NOC Label >> Respiratory

Status : Airway Patency

Frekuensi, irama,

kedalaman pernafasan

dalam batas normal

NIC Label >> Airway

Management

Buka jalan nafas,

gunakan teknik chin lift

atau jaw thrust bila perlu

Posisikan untuk

memaksimalkan

ventilasi

Identifikasi pasien

perlunya pemasangan

alat jalan nafas buatan

Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara nafas

tambahan

Monitor status respirasi

dan oksigen

Beri oksigen sesuai

indikasi

NIC Label >>Emergency care:

Pertahankan jalan nafas

klien

Monitor perdarahan

apabila terjadi

Monitor vital sign

Kaji riwayat kecelakaan

Monitor kesadaran

pasien

Page 20: CKB GADAR

NO DIAGNOSA

RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

2. PK Perdarahan Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 1x24

jam, perawat dapat

meminimalkan komplikasi

yang terjadi dengan kriteria

hasil:

Nilai Ht dan Hb berada

dalam batas normal

Klien tidak mengalami

episode perdarahan

Tanda-tanda vital berada

dalam batas normal (

TD: 100 – 120 mm Hg

Nadi:

RR : 14 – 25 x/mnt

Suhu : 36 - 370C ± 0,50C

Bleeding Reduction

a. Identifikasi penyebab perdarahan

b. Lindungi pasien terhadap cedera dan

terjatuh

c. Identifikasi jumlah perdarahan dan

warna darah

d. Perhatikan kondisi TTV dan status

kesadaran klien

e. Perhatikan asupan oksigen ke

jaringan : cek CRT klien

f. Anjurkan klien untuk mengurangi

aktivitas atau pergerakan

Kolaborasi :

a. Lakukan pemerikasaan komponen

darah

b. Pemasangan infus

c. Pemberian tranfusi (sesuai indikasi)

Bleeding Reduction

a. Untuk mencegah adanya trauma

sekunder akibat penyebab

perdarahan

b. Meminimalisir terjadinya

perdarahan hebat dan membatasi

perdarahan

c. Efek cedera terutama pada

cedera tajam umumnya dapat

mengakibatkan perdarahan

d. Penurunan status kesadaran dan

kondisi TTV klien dapat

mengindikasikan klien

mengalami perburukkan kondisi

e. Penurunan asupan oksigen ke

jaringan dapat meningkatkan

risiko terjadinya shock pada

pasien

f. Meningkatnya pergerakan

berisiko terhadap perdarahan

Page 21: CKB GADAR

yang lebih hebat dan

meningkatkan terjadinya ruptur

Kolaborasi :

a. Adanya perubahan jumlah

komponen darah dapat

membantu dalam menentukan

intervensi lanjutan

b. Membantu mengganti cairan

dan elektrolit yang telah hilang

akibat perdarahan

c. Membantu mengganti darah

yang telah banyak hilang akibat

perdarahan

Page 22: CKB GADAR

4. EVALUASI

No Diagnosa Evaluasi

1. Ketidakefektifan

bersihan jalan nafas

berhubungan dengan

Frekuensi, irama, kedalaman pernafasan

dalam batas normal

2. PK Perdarahan Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal

Klien tidak mengalami episode perdarahan

Tanda-tanda vital berada dalam batas normal

TD: 100 – 120 mm Hg

Nadi: 60-100x/menit

RR : 14 – 25 x/mnt

Suhu : 36 - 370C ± 0,50C

Page 23: CKB GADAR

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam: Advanced

Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma

IKABI, 2004.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC

Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth

Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005

Irwana. 2009. Cedera Kepala (Online) (https://docs.google.com/viewer?

a=v&q=cache:5DHSGBQJ1pgJ:yayanakhyar.files.wordpress.com/2009, diakses : 9

Juli 2013).

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St. Louis,

Missouri: Mosby Elsevier

NANDA. 2009. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC

PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November

2007. Pekanbaru.

Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M,. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.

Jakarta : EGC

Smeltzer & Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth,

Volume 2, Jakarta: EGC.

Smetzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8

Volume 3. Jakarta : EGC

Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery 2nd

edition. New York: McGraw Hill, 1996.

Urrahman Zhiyya. 2010. Hematoma subdural. Online (akses 31 Agustus 2013)

http://srigalajantan.wordpress.com/2010/05/17/hematoma-subdural/